Kelompok 1:
1. Anamnesis
Diperoleh dari istri dan anak pasien( aloanamnesa). Dilakukan pada tanggal 10
Juli 2019
a. Keluhan Utama
Penurunan kesadaran
b. Keluhan Tambahan
Nyeri kepala hebat
Bicara pelo
Mulut perot
Muntah hebat
Kejang-kejang
Kelemahan anggota gerak kanan
f. Anamnesis Sistem
Sistem Serebrospinal : nyeri kepala hebat, kelemahan anggota
gerak kanan, bicara pelo, mulut perot, dan kejang-kejang
Sistem Kardiovaskuler : tidak ada keluhan
Sistem Respiratorius : gagal nafas
Sistem Gastrointestinal : tidak ada keluhan
Sistem Neuromuskuler : kelemahan anggota gerak kanan
Sistem Integumental : tidak ada keluhan
Sistem Urogenital : tidak ada keluhan
2. Pemeriksaan Fisik
a. Tingkat kesadaran: E3M5Vx (afasia)
b. Keadaan umum : tampak sakit sedang, status gizi cukup
c. TTV
a) Tekanan darah : 160/90 mmHg
b) Nadi : 100x/menit
c) Pernapasan : 20x/menit
d) Suhu : 36,50C
e) GCS : E4V5M6
d. Status generalis
a. Kepala: normocephal, distribusi rambut merata, warna hitam
tidak mudah dicabut,
b. Mata: Edema palpebra (-/-), alis mata hitam dan tersebar merata,
konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat isokor,
refleks cahaya langsung (+/+), refleks cahaya tidak langsung (+/+),
refleks kornea (+/+).
c. Hidung : Bentuk hidung normal. Tidak tampak deviasi. Tidak
tampak adanya sekret. Tidak tampak nafas cuping hidung.
d. Telingga: Bentuk telinga normal, serumen (+), membrane timpani
sulit dinilai, nyeri tekan dan tarik (-)
e. Leher: Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening pada leher.
Kaku kuduk (-).
f. Mulut: mulut perot, bicara pelo
e. Pemeriksaan Fisik Neurologis:
a) Tanda Rangsang Meningeal
1) Burdzinski I : Dalam batas normal
2) Burdzinski II : Dalam batas normal
3) Laseque : Dalam batas normal
4) Kerniq : Dalam batas normal
b) Pemeriksaan Nervus Kranial
Nervus I : Dalam batas normal
Nervus II : Dalam batas normal
Nervus III : Dalam batas normal
Nervus IV : Dalam batas normal
Nervus V : Dalam batas normal
Nervus VI : Dalam batas normal
Nervus VII : Parese N.VII UMN dextra
Nervus VIII : Dalam batas normal
Nervus IX : Parese N.IX UMN dan LMN dextra
Nervus X : Dalam batas normal
Nervus XI : Dalam batas normal
Nervus XII : Parese N.XII UMN dextra.
c) Pemeriksaan Sensorik
Fungsi sensorik : Hemiparestesi dextra et hemihipestesi dextra
d) Pemeriksaan Motorik
4 4 4 4 5 5 5 5
4 4 4 4 5 5 5 5
e) Refleks fisiologis
a. Bisep +3 dextra +2 sinistra
b. Trisep +3 dextra +2 sinistra
c. Patella +3 dextra +2 sinistra
d. Achiles +3 dextra +2 sinistra
f) Refleks patologis
a. Babinski : (+) dextra (-)sinistra
b. Chaddock : (+) dextra (-)sinistra
c. Oppenheim : (+) dextra (-)sinistra
d. Gordon : (+) dextra (-)sinistra
e. Hofman : (+) dextra (-)sinistra
f. Tromer : (+) dextra (-)sinistra
g) Tes tambahan/ provokasi
a. Reflek glabela : Negatif
b. Reflek snout : Negatif
c. Reflek palmo-mental : Negatif
d. Reflek menggenggam : Negatif
e. Vegetatif : BAB dan BAK dalam batas normal,
f. Inkontinensia : Negatif
g. Nistagmus : Negatif
h. Disdiadokokinesis : Tidak valid dinilai
i. Tes telunjuk-hidung : Tidak valid dinilai
j. Tes telunjuk-telunjuk : Tidak valid dinilai
k. Ataksia : Tidak valid dinilai
l. Tandem gait : Tidak valid dinilai
m. Tes Romberg : Tidak valid dinilai
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
TD : 160/100
GDS : 350 mg/dL
GDP : 187 mg/dL
Hb : 10,1 g/dl
Eritrosit : 3,45x106/mm3
Leukosit : 8.200 /mm3
Diff Count : 0/0/0/85/11/4
Trombosit : 220.000/mm3
Hematokrit: 33vol%
BSS : 127mg/dL
BSN/BSPP: tidak diperiksa
Ck-MB : - U/L
Ck-NAC : - U/L
Ureum : 28 mg/dl
Kreatinin : 1,03 mg/dl
Natrium : 143 mmol/l
Kalsium : - mmol/l
Kalium : 3,5 mmol/l
Clorida : 117 mmol/L
Magnesium : 1,89 mmol/L
b. Pemeriksaan EKG
Rontgen Thorax
4. Diagnosis
Diagnosis Klinis : Parese N.VII UMN dextra, Parese N.IX UMN dan
LMN dextra, Parese N.XII UMN dextra..
Diagnosis Topis : Intra Cerebral Hemorraghe di Regio Parietalis
Sinistra
Diagnosis Etiologis : Stroke Hemorraghe
5. Diagnosis Banding
a. Stroke Hemorraghe
b. Stroke Iskemik
6. Tatalaksana
Non Farmakologi
Follow Up: GCS+TTV
Head up 30°
O2 adekuat
Diet cair 1700 kkal
Konsul Bedah Saraf
Farmakologi
IVFD NaCl 0,9% gtt xx/menit
Inj. Citicoline 2x500 IV
Inj. Omeprazole 1x40 mg IV
Inj. Asam tranexamat 3 x 500 mg IV
B kompleks 1x500 mcg PO
7. Prognosis
Death : dubia ad malam
Disease : dubia ad malam
Dissatisfaction : dubia ad malam
Disability : dubia ad malam
Discomfort : dubia ad malam
Distitution : dubia ad malam
8. Edukasi
Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarganya agar
tidak terjadi kekambuhan atau serangan stroke ulang
Jika terjadi serangan stroke ulang, harus segera mendapat
pertolongan segera
Mengawasi agar pasien teratur minum obat
Membantu pasien menghindari faktor risiko
PEMBAHASAN SINGKAT
Stroke merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan neurologis
yang utama di Indonesia. Serangan otak ini merupakan kegawatdaruratan medis
yang harus ditangani secara cepat, tepat, dan cermat. Stroke adalah sindrom klinis
yang awal timbulnya mendadak, progresi cepat, berupa defisit neurologis fokal
dan/atau global, yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan
kematian, dan semata-mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non
traumatik. Bila gangguan peredaran darah otak ini berlangsung sementara,
beberapa detik hingga beberapa jam (kebanyakan 10 - 20 menit), tapi kurang dari
24 jam, disebut sebagai serangan iskemia otak sepintas (transient ischemic attack
TIA).1
Stroke dapat dibagi menjadi beberapa klasifikasi yaitu:
a. Stroke Iskemik
Stroke Iskemik (non hemoragic) adalah penurunan aliran darah ke bagian
otak yang disebakan karena vasokontriksi akibat penyumbatan pada pembuluh
darah arteri sehingga suplai darah ke otak mengalami penurunan. 2 Stroke
iskemik merupakan suatu penyakit yang diawali dengan terjadinya serangkain
perubahan dalam otak yang terserang, apabila tidak ditangani akan segera
berakhir dengan kematian di bagian otak. Stroke ini sering diakibatkan oleh
trombosis akibat plak aterosklerosis arteri otak atau suatu emboli dari
pembuluh darah di luar otak yang tersangkut di arteri otak. Jenis stroke ini
merupakan jenis stroke yang paling sering menyerang seseorang sekitar 80%
dari semua stroke. Berdasarkan manifestasi klinis yaitu:3
1) TIA (transient ischemic attack) atau serangan stroke sementara: gejala
defisit neurologis hanya berlangsung kurang dari 24 jam. TIA
menyebabkan penurunan jangka pendek dalam aliran darah ke suatu
bagian dari otak. TIA biasanya berlangsung selama 10-30 menit.
2) RIND (Reversible Ischemic Neurologic Deficit): gejala defisit neurologi
yang akan menghilang dalam waktu lebih lama dari 24 jam, tetapi gejala
akan menghilang tidak lebih dari 7 hari.
3) Stroke evaluasi (Progressing Stroke): kelainan atau defisit neurologi yang
berlangsung secara bertahap dari yang ringan sampai yang berat sehingga
makin lama makin berat.
4) Stroke komplit (Completed Stroke): kelainan neurologis yang sudah
menetap dan tidak berkembang lagi.
b. Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik merupakan stroke yang disebabkan oleh karena adanya
perdarahan suatu arteri serebralis yang menyebabkan kerusakan otak dan
gangguan fungsi saraf. Darah yang keluar dari pembuluh darah dapat masuk
kedalam jaringan otak sehingga terjadi hematoma. Berdasarkan perjalanan
klinisnya stroke hemoragik di kelompokan sebagai berikut:
1) PIS (Perdarahan intraserebral) Perdarahan intraserebral disebabkan karena
adanya pembuluh darah intraserebral yang pecah sehingga darah keluar dari
pembuluh darah dan masuk ke dalam jaringan otak. Keadaan tersebut
menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial atau intraserebral sehingga
terjadi penekanan pada pembuluh darah otak sehingga menyebabkan
penurunan aliran darah otak dan berujung pada kematian sel sehingga
mengakibatkan defisit neurologi.12 Perdarahan intraserebral (PIS) adalah
perdarahan yang primer berasal dari pembuluh darah dalam parenkim otak dan
bukan disebabkan oleh trauma. Perdarahan ini banyak disebabkan oleh
hipertensi dan penyakit darah seperti hemofilia.
2) PSA (Pendarahan subarakhnoid) Pendarahan subarakhnoid merupakan
masuknya darah ke ruang subrakhnoid baik dari tempat lain (pendarahan
subarakhnoid sekunder) atau sumber perdarahan berasal dari rongga
subrakhnoid itu sendiri (pendarahan subarakhnoid. Perdarahan subarakhnoidal
(PSA) merupakan perdarahan yang terjadi masuknya darah ke dalam ruangan
subarakhnoid.
DAFTAR PUSTAKA
1. Mansjoer A. Kapita selekta kedokteran. Jilid 2. Edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2000.
2. Mardjono, M., dan Sidharta, P. Mekanisme Trauma Susunan Saraf
Pusat.Neurologi Klinis Dasar.Jakarta : Dian Rakyat. 2008
3. Jauch dkk., E.C.,Saver,J.L.,Adams, H.P.,Bruno,A.,Connors,JJ (Buddy),
Demaerschalk,B.M.,dkk., Guidalines For The Early Management Of Patients
With Acute Ischemice Stroke A Guidaline For Healthcare Profesional From
The Americam Herath Association. 2013
KASUS 2
Seorang anak laki-laki 16 tahun dengan riwayat demam dan batuk pilek
seminggu yang lalu dilaporkan secara mendadak mengalami kelemahan tungkai
kanan bawah kemudian disusul kelemahan tungkai kiri bawah, kemudian
kelemahannya menjalar dari ekstremitas bawah naik ke atas sehingga terjadi juga
kelemahan kedua anggota gerak atas, akhirnya pasien mengalami kelemahan
keempat anggota gerak disertai rasa nyeri kesemutan dan baal pada keempat
ekstremitas. Pasien tersebut mengalami sesak nafas dan sulit menelan, kemudian
pasien dibawa ke IGD RSUD. Pada pemeriksaan di unit gawat darurat, dokter
menemukan pasien mengalami gangguan pernafasan, pasien disarankan masuk
ICU. Setelah masuk ICU pasien mendapat pertolongan bantuan pernafasan dari
ventilator.
1. Anamnesis
Diperoleh dari orangtua pasien( aloanamnesa). Dilakukan pada tanggal 10 Juli
2019
a. Keluhan Utama
Kelemahan Tungkai atas dan bawah
b. Keluhan Tambahan
Demam 7 hari SMRS
Batuk
Kelemahan tungkai atas dan bawah
Kelemahan menjalar dari tungkai bawah ke tungkai atas
Rasa nyeri dan kesemutan
Sesak Nafas
Sulit Menelan
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Seorang anak laki-laki 16 tahun dengan riwayat demam dan batuk
pilek seminggu yang lalu dilaporkan secara mendadak mengalami
kelemahan tungkai kanan bawah kemudian disusul kelemahan tungkai kiri
bawah, kemudian kelemahannya menjalar dari ekstremitas bawah naik ke
atas sehingga terjadi juga kelemahan kedua anggota gerak atas, akhirnya
pasien mengalami kelemahan keempat anggota gerak disertai rasa nyeri
kesemutan dan baal pada keempat ekstremitas. Pasien tersebut mengalami
sesak nafas dan sulit menelan, kemudian pasien dibawa ke IGD RSUD.
Pada pemeriksaan di unit gawat darurat, dokter menemukan pasien
mengalami gangguan pernafasan, pasien disarankan masuk ICU. Setelah
masuk ICU pasien mendapat pertolongan bantuan pernafasan dari
ventilator.
f. Anamnesis Sistem
Sistem Serebrospinal : tidak ada keluhan
Sistem Kardiovaskuler : tidak ada keluhan
Sistem Respiratorius : sesak nafas
Sistem Gastrointestinal : sulit menelan
Sistem Neuromuskuler : kelemahan keempat anggota gerak
Sistem Integumental : tidak ada keluhan
Sistem Urogenital : tidak ada keluhan
2. Pemeriksaan Fisik
a. Tingkat kesadaran: E3Mx (Parese) V5
b. Keadaan umum : tampak sakit sedang, status gizi cukup
c. TTV
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 100x/menit
Pernapasan : 20x/menit
Suhu : 36,50C
GCS : E4V5Mx
d. Status generalis
Kepala: normocephal, distribusi rambut merata, warna hitam tidak
mudah dicabut,
Mata: Edema palpebra (-/-), alis mata hitam dan tersebar merata,
konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat isokor, refleks
cahaya langsung (+/+), refleks cahaya tidak langsung (+/+), refleks
kornea (+/+).
Hidung : Bentuk hidung normal. Tidak tampak deviasi. Tidak tampak
adanya sekret. Tidak tampak nafas cuping hidung.
Telingga: Bentuk telinga normal, serumen (+), membrane timpani sulit
dinilai, nyeri tekan dan tarik (-)
Leher: Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening pada leher.
Kaku kuduk (-).
Mulut: mulut perot (-), bicara pelo (-)
e. Pemeriksaan Fisik Neurologis:
a) Tanda Rangsang Meningeal
Burdzinski I : Dalam batas normal
Burdzinski II : Dalam batas normal
Laseque : Dalam batas normal
Kerniq : Dalam batas normal
b) Pemeriksaan Nervus Kranial
Nervus I : Dalam batas normal
Nervus II : Dalam batas normal
Nervus III : Dalam batas normal
Nervus IV : Dalam batas normal
Nervus V : Dalam batas normal
Nervus VI : Dalam batas normal
Nervus VII : Dalam batas normal
Nervus VIII : Dalam batas normal
Nervus IX : Dalam batas normal
Nervus X : Dalam batas normal
Nervus XI : Dalam batas normal
Nervus XII : Dalam batas normal
c) Pemeriksaan Sensorik
Fungsi sensorik : Tetraparestesi et tetrahipestesi
d) Pemeriksaan Motorik
1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1
e) Refleks fisiologis
Bisep +1 dextra +1 sinistra
Trisep +1 dextra +1 sinistra
Patella +1 dextra +1 sinistra
Achiles +1 dextra +1 sinistra
f) Refleks patologis
Babinski : (-) dextra (-)sinistra
Chaddock : (-) dextra (-)sinistra
Oppenheim : (-) dextra (-)sinistra
Gordon : (-) dextra (-)sinistra
Hofman : (-) dextra (-)sinistra
Tromer : (-) dextra (-)sinistra
g) Tes tambahan/ provokasi
Reflek glabela : Negatif
Reflek snout : Negatif
Reflek palmo-mental : Negatif
Reflek menggenggam : Negatif
Vegetatif : BAB dan BAK dalam batas normal,
Inkontinensia : Negatif
Nistagmus : Negatif
Disdiadokokinesis : Tidak valid dinilai
Tes telunjuk-hidung : Tidak valid dinilai
Tes telunjuk-telunjuk : Tidak valid dinilai
Ataksia : Tidak valid dinilai
Tandem gait : Tidak valid dinilai
Tes Romberg : Tidak valid dinilai
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Kesan :
- Suspek Kardiomegali
- Gambaran TB paru lama aktif
c. EKG
4. Diagnosis
Sindroma Guillain-Barre
5. Diagnosis Banding
a. Neurological
• Myasthenia gravis
• Eaton-Lambert (myasthenic) syndrome
• Multiple sclerosis
• Transverse myelitis
b. Metabolic
• Hypokalaemic periodic paralysis
• Hypermagnesaemia
• Hypophosphataemia
• Acute intermittent porphyria
c. Infective
• Post diphtheria neuropathy
• Polio
• Botulism
• Tick paralysis
6. Tatalaksana
1) Cek airway, breathing, circulation (ABC)
- Berikan oksigen nasal canul 3 liter/menit
- Berikan infus NaCl 0,9% 18 tetes permenit
2) Immunoglobulin intravena (IVIG) 25-50 cc/jam
3) Metylprednisolon 500mg 3x1 selama 15 hari
7. Prognosis
Pada umumnya penderita mempunyai prognosa yang baik tetapi pada
sebagian kecil penderita dapat meninggal atau mempunyai gejala sisa. 95%
terjadi penyembuhan tanpa gejala sisa dalam waktu 3 bulan bila
dengankeadaan antara lain:
1) pada pemeriksaan NCV-EMG relatif normal
2) mendapat terapi plasmaparesis dalam 4 minggu mulai saat onset
3) progresifitas penyakit lambat dan pendek
4) pada penderita berusia 30-60 tahun
8. Edukasi
Tidak ada upaya pencegahan definitif yang bisa dilakukan. Namun, pada
pasien dengan GBS tidak disarankan untuk melakukan vaksinasi flu selama ≥1
tahun setelah onset sakit. Pada pasien dengan GBS yang dirawat jalan, Pasien
diminta untuk segera mendatangi petugas kesehatan apabila ada perburukan
gejala, seperti kelemahan, mati rasa, paresthesia, kelemahan otot wajah,
kesulitan menelan atau bernafas, dan gangguan berkemih. Rawat inap di ICU
harus dipertimbangkan untuk semua pasien yang labil untuk disautonomia,
forced vital capacity kurang dari 20 mL/kg, atau kelumpuhan bulbar yang
parah. Di samping itu, pasien yang mepunyai tanda-tanda klinis misalnya,
gangguan pernapasan, dalam tingkat apapun, juga harus dirawat di ICU.
Risiko sepsis dan infeksi dapat dikurangi dengan penggunaan sedasi minimal,
fisioterapi yang lebih kerap, dan ventilasi mekanis dengan end-expiratory
pressure yang positip disesuaikan dengan kondisi pasien.
PEMBAHASAN SINGKAT
Secara teori, Sindroma Guillian Barre, dapat ditegakkan melalui
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat ditemukan gejala dan tanda SGB
diantaranya adalah kelemahan yang ascending dan simetris secara natural.
Anggota tubuh bagian bawah biasanya terkena duluan sebelum tungkai atas. Otot-
otot proksimal mungkin terlibat lebih awal daripada yang lebih distal. Tubuh,
bulbar, dan otot pernapasan dapat terpengaruh juga. Kelemahan otot pernapasan
dengan sesak napas mungkin ditemukan, berkembang secara akut dan
berlangsung selama beberapa hari sampai minggu. Keparahan dapat berkisar dari
kelemahan ringan sampai tetraplegia dengan kegagalan ventilasi. Selain itu,
terdapat tanda hiporefleksia atau arefleksia.1
Kelemahan wajah dan orofaringeal biasanya muncul setelah tubuh dan
tungkai yang terkena. Saraf kranial III-VII dan IX-XII mungkin akan terpengaruh.
Gangguan sensorik juga dapat timbul, kebanyakan pasien mengeluh parestesia,
mati rasa, atau perubahan. Selain itu terdapat gangguan nyeri, Gejala dysesthetic
diamati ada dalam sekitar 50% dari pasien selama perjalanan penyakit mereka.
Dysesthesias sering digambarkan sebagai rasa terbakar, kesemutan, atau sensasi
shocklike dan sering lebih umum di ekstremitas bawah daripada di ekstremitas
atas. Keterlibatan sistem saraf otonom dengan disfungsi dalam sistem simpatis
dan parasimpatis dapat diamati pada pasien dengan SGB. Perubahan otonom
dapat mencakup sebagai berikut; takikardia, bradikardia, Facial flushing,
Hipertensi paroksimal, Hipotensi ortostatik. Retensi urin karena gangguan sfingter
urin, karena paresis lambung dan dismotilitas usus dapat ditemukan.1
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mendiagnosa SGB
diantaranya adalah pemeriksaan LCS, EMG, dan MRI. Dari pemeriksaan LCS
didapatkan adanya kenaikan kadar protein (1 – 1,5 g/dl) tanpa diikuti kenaikan
jumlah sel. Gambaran EMG pada awal penyakit masih dalam batas normal,
kelumpuhan terjadi pada minggu pertama dan puncaknya pada akhir minggu
kedua dan pada akhir minggu ke tiga mulai menunjukkan adanya perbaikan. MRI
akan memperlihatkan gambaran cauda equina yang bertambah besar.2
DAFTAR PUSTAKA
1. Yuki N. Hartung H-P. Guillain –Barre Syndrome. N Eng Med. 2012 : 366
(24) : 2294-304.
2. Bae JS, Yuki N, Kuwabara S, Kim JK, Vusic S, Lin CS, et al.Guillian-Barre
Syndrome in Asia. J Neurol Neurosurg Psychiatry.2014;85 (8):907-13.