Anda di halaman 1dari 25

DIABETES MELITUS

dr. Laode Kardin

Diabetes mellitus ialah suatu kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik hiperglikemia
yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin ataupun karena keduanya. Diabetes mellitus
karena hiperglikemianya, akan memberikan dampak kerusakan jangka panjang, disfungsi, dan kegagalan
berbagai organ terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah. Untuk menyeimbangkan kadar
glukosa dalam darah dibutuhkan 2 hormon yang dihasilkan dari jaringan endokrin pancreas yang
fungsinya saling berlawanan yakni hormone glucagon dan hormone insulin. jaringan endokrin pancreas
menyusun 1-5% dari total massa organ pancreas yang tersebar diseluruh bagian pancreas tapi paling
banyak terdapat pada caput pancreas. Jaringan endokrin pancreas ini mengandungi pulau Langerhans.
Dari pulau Langerhans, 15% terdiri dari sel alfa yang memproduksi hormone glucagon, sel beta 75%
memproduksi hormone insulin dan amylin. 5% sel delta memproduksi somatostatin dan 5% sel gama
memproduksi polipeptida pancreas.

Seseorang biasanya mengeluarkan insulin sebagai tanggapan terhadap kadar glukosa dalam darah
yang meningkat. Hormone ini bekerja dengan mempercepat pergerakan glukosa darah keluar dari
pembuluh darah dan masuk ke dalam sel. Sel cenderung tidak akan membiarkan gula darah masuk tanpa
hormone insulin, inilah yang dapat menyebabkan masalah, karena Insulin adalah hormon yang
diperlukan untuk mengkonversi gula, pati dan makanan lainnya menjadi energy dalam sel, sementara
Insulin diproduksi dalam tubuh oleh pankreas. Perlu diketahui bahwa hormone insulin berfungsi untuk
merangsang penyerapan glukosa kedalam sel, merangsang penyimpanan glukosa sebagai glikogen dihati
dan otot, serta merangsang konversi kelebihan glukosa menjadi lemak untuk disimpan. Dalam
pembawaan glikogen keluar dari penyimpanannnya, dilakukan bersamaan dengan hormone glucagon,
hormone stress epinephrine dan hormone hormone lainnya.

Klasifikasi diabetes mellitus berdasarkan etiologi

DMT1 DMT2 DMG DMTL


Destruksi sel beta Bervariasi, mulai yang Diabetes yang Sindroma diabetes
pancreas, umumnya dominan resistensi didiagnosis pada monogenic (diabetes
berhubungan dengan insulin disertai defsiensi trimester kedua atau neonatal dan Maturity
defisiensi insulin insulin relative sampai ketiga kehamilan Onset Diabetes of the
absolut, bisa autoimun yang dominan defek dimana sebelum Young/MODY),
ataupun idiopatik. sekresi insulin disertai kehamilan tidak penyakit eksokrin
resistensi insulin. didapatkan diabetes. pancreas (fibrosis kistik,
pankreatitis), obat atau
zat kimia (misalnya
penggunaan
glukokortikoid pada
terapi HIV/AIDS atau
setelah transplantasi
organ).
1. DMT1
Ciri cirinya ialah terjadi karena penghancuran sel beta pankreas, kekurangan insulin
absolut, biasanya dimediasi kekebalan tubuh, mengedarkan penanda antibodi (ICA, IAA,
GAD), jarang obesitas pada awalnya, berkaitan dengan autoimun lainnya seperti penyakit
Grave's, Hashimoto's, Addison, dan vitiligo. Diabetes tipe I terjadi ketika tidak ada sekresi
insulin, biasanya awalnya pada masa kanak-kanak atau remaja tapi dapat juga terjadi pada
masa dewasa, terdapat tanda-tanda dan gejala klasik (polidipsi, poliuri, polyfagi dan
penurunan BB), dan biasanya terjadi bersamaan dengan hiperglikemia mendalam atau
Ketonemia.
Penyebab mendetail DMT1 ialah
 Genetik – cacat pada Kromosom 6
 Lingkungan – racun pankreas, virus, tumor, radikal bebas
 Sistem kekebalan tubuh - penyakit autoimun.

Biasanya didiagnosis pada anak-anak dan orang dewasa muda. Harus mengambil bidikan
insulin harian untuk tetap hidup. DMT1 menyumbang 5-10% dari populasi dengan diabetes.
Hiperglikemia yang terjadi dapat berkembang menjadi ketoacidosis jika insulin tidak
diberikan. Gejalanya adalah poliuria, penurunan berat badan, dan kelelahan. Pada pasien
DMT1 yang pertama terjadi ialah antibody yang bereaksi dengan insulin (fisrt autoantibody),
kemudian muncul Anti Glutamic acid decarboxylase (Anti-GAD) pada LADA, dan Islet Cell
Antibody (ICA) adalah yang terakhir kali muncul. Ada juga yang dinamakan sebagai Latent
Autoimmune Diabetes, yang mana ini merupakan DMT1 yang menyamar sebagai DMT2.
Secara profil, berusia dewasa diatas umur 25 tahun, dan memberi penampakan tubuh yang
lebih kurus dari DMT2. Progressnya akan bergantung pada insulin selama berbulan-bulan
bahkan beberapa tahun. Untuk mendiagnosanya dilakukan pemeriksaan antibody ICA dan
anti-GAD.

2. DMG
Wanita hamil memiliki kadar insulin yang lebih tinggi. Jika wanita mengalami
hiperglikemia, glukosa darahnya dapat melintasi plasenta tetapi insulinnya tidak, hal ini dapat
menyebabkan berat badan yang berlebih bagi bayi ketika lahir. DMG dan IGT (impaired
Glucose Tolerance) dapat mempengaruhi kehamilan wanita, bahkan keduanya dapat
dikaitkan dengan kondisi komplikasi pada kehamilan.
DMG adalah istilah untuk intoleransi glukosa apapun yang onset atau pengenalan
pertamanya terjadi selama kehamilan. Reklasifikasi 6 minggu setelah kehamilan (DM, IFG/
impaired Fasting Disease, IGT, normoglikemia). Factor resiko terkena DMG ialah
 Terdiagnosis DMG sebelumnya
 Usia diatas 35 tahun
 Punya riwayat sindrom ovarium polikistik
 Hirsutism (rambut wajah dan rambut tubuh yang berlebihan)
 Acanthosis nigricans (gangguan kulit yang ditandai dengan penampilan bercak kulit
yang gelap)
 Ras Aborigin, Hispanic, Asia Selatan, Asia ataupun Afrika. Karena wanita dengan
ras-ras tersebut, dianggap beresiko tinggi diabetes.

Konsekuensi yang akan dirasakan ibu dengan DMG ialah sekitar 40% ibu dengan
diagnosis DMG akan berkembang jadi Diabetes dalam 20 tahun kehamilan mereka. Resiko
lain dari komplikasi kehamilan bagi ibu yang terdiagnosis DMG diantaranya seperti bayi
makrosomia, Disproportasi Chepalopelvic, membrannya rupture premature, kelahiran pra-
jangka panjang, dan perdarahan yang berlebihan. Untuk konsekuensi keturunan saat lahir
yakni hipoglikemia neonatal, jaundice, respiratory distress syndrome, dan IUFD. Untuk
konsekuensi jangka panjang bagi keturunannya, terjadi peningkatan resiko obesitas dan
peningkatan resiko diabetes.

Rekomendasi pengobatan dari ADA (American Diabetes Association) ialah

 Konseling mengenai nutrisi


 Konsumsi karbohidrat 30-40% dari total kalori harian
 Siaga pada ketosis karena dapat mengganggu pengembangan psikomotor dan IQ
 Jika BMI > 30kg/m2, harus menurunkan total kalori harian sebesar 30% (tujuan berat
actual 25kcal/kg per hari).
 Diberikan insulin, saat glukosa darah puasanya > 95 mg/dL atau 105 mg/dL dan
ketika GD2PP > 120 mg/dL.
3. DMT2
DMT2 dicirikan oleh hiperglikaemia kronis dengan gangguan metabolisme karbohidrat,
lemak, dan protein, serta cacat dalam sekresi insulin (disfungsi β-sel) dan kerja insulin
(resistensi insulin). DMT2 merupakan penyakit metabolic yang paling umum didunia, yang
merupakan penyebab paling utama kebutaan, penyakit ginjal stadium akhir, dan kehilangan
anggota tubuh non-traumatik. Patogonesis dari DMT2 ialah Resistensi insulin pada sel otot
dan hati, serta kegagalan sel beta pankreas telah dikenal sebagai patofisiologi kerusakan
sentral dari DM tipe 2. Organ lain yang juga terlibat pada DM tipe 2 adalah jaringan lemak
(meningkatnya lipolisis), gastrointestinal (defisiensi inkretin), sel alfa pankreas
(hiperglukagonemia), ginjal (peningkatan absorpsi glukosa), dan otak (resistensi insulin),
yang ikut berperan menyebabkan gangguan toleransi glukosa sehingga menyebaban
hiperglikemia.
Secara garis besar, pathogenesis hiperglikemia disebabkan oleh sebelas hal (egregious
eleven):
 Kegagalan sel β pancreas (fungsi sel β sudah sangat berkurang). Obat anti-diabetik
yang bekerja melalui jalur ini adalah sulfonylurea, meglitinid, agonis glucagon like
peptide (GLP-1) dan penghambat dipeptidil peptidase-4 (DPP-4)
 Disfungsi sel α pancreas. Sel ini memproduksi hormone glucagon yang dalam
keadaan puasa kadarnya akan meningkat. Peningkatan ini menyebaban produksi gula
hati (hepatic glucose production). Obat yang menghambat sekresi glucagon atau
menghambat reseptor glucagon meliputi agonis GLP-1, penghambat DPP-4 dan
amylin.
 Sel lemak. Sel lemak yang resisten terhadap efek antilipolisis dari insulin
menyebabkan peningkatan proses lipolysis dan kadar FFA. Gangguan yang
disebabkan oleh FFA ini disebut juga sebagai lipotoksisitas. Obat yang bekerja
dijalur ini adalah thiazolidinedione.
 Otot. Gangguan fosforilasi tirosin menyebabkan terganggunya pula transport glukosa
dalam sel otot, penurunan sintesis glikogen, dan penurunan oksidasi glukosa. Obat
yang bekerja dijalur ini adalah metformin dan tiazolidinedion.
 Hepar. Produksi glukosa dalam keadaan basal oleh hepar (hepatic glucose
production) meningkat. Obat yang bekerja pada jalur ini adalah metformin
 Otak. Insulin merupakan penekan nafsu makan yang kuat.hiperinsulinemia yang juga
merupakan mekanisme kompensasi dari resistensi insulin yang terjadi di otak. Obat
yang bekerja di jalur ini adalah agonis GLP-1, amylin, dan bromokriptin.
 Kolon/mikrobiota (perubahan komposisi mikrobiota)
 Usus Halus. Efek inkretin diperankan oleh 2 hormon yaitu glucagon-like
polypeptide-1 (GLP-1) dan glucose dependent insulinotrophic polypeptide atau
disebut juga gastric inhibitory polypeptide (GIP). Pada DMT2, didaptkan defisiensi
GLP-1 dan resistensi GIP. Hormone inkretin juga segera dipecah keberadaannya oleh
enzim DPP-4. Obat yang bekerja untuk menghambat enzim DPP-4 adalah DPP-4
inhibitor
 Ginjal. 90% dari Glukosa terfiltrasi akan diserap kembali melalui peran enzim
sodium glucose co-transporter (SGLT-2) pada bagian convulated tubulus proximal,
dan 10% sisanya akan diabsorbsi melalui peran SGLT-! Pada tubulus desenden dan
asenden, sehingga akhirnya tidak ada glukosa dalam urin. Pada DMT2 terjadi
peningkatan ekspresi gen SGLT2. Obat yang bekerja untuk menghambat enzim
SGLT2 adalah dapaglifozin, empaglifozin, dan canaglifozin.
 Lambung (percepatan pengosongan lambung dan peningkatan absorbs glukosa di
usus halus.
 Sistem imun (inflamasi kronik derajat rendah).

Etiopatogenesis dari DMT2 meliputi:


1. Genetic background
Kalau memiliki kerabat tingkat pertama yang terkena DMT2, maka ia 2-6 kali lebih
beresiko terkena DMT2 juga dibandingkan orang yang tak punya hubungan kekerabatan
dengan pasien DMT2. Manifestasi dari genetic background ini akan lebih lama jika
dibandingkan manifestasi akibat dari factor lingkungan.
2. Factor lingkungan
Obesitas dan kurangnya aktivitas fisik, usia, stres dan apa yang disebut "gaya hidup
modern" tetap menjadi beberapa faktor yang paling signifikan. Obesitas adalah
pendorong utama (key drive) diabetes epidemic.

Gejala-gejala dari DMT2 meliputi: merasa lelah dan lemah, sering buang air kecil
terutama malam, rentan terkena infeksi, pandangan mata yang kabur, penurunan berat badan,
serta haus dan lapar yang berlebihan. Keluhan yang diderita pasien DM terbagi 2, yakni
keluhan klasik dan keluhan penyerta lain. Untuk keluhan klasik meliputi polifagia,
polydipsia, polyuria serta penurunan berat badan. Sementara gejala lainnya disertai dengan
lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus
vulva pada wanita.
Kriteria Diagnosis DM:

Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL. Puasa adalahkondisi tidak ada asupan
kalori minimal 8 jam.(B)
Atau
Pemeriksaan glukosa plasma ≥ 200 mg/dL 2-jam setelah TesToleransi Glukosa Oral
(TTGO) dengan beban glukosa 75 gram. (B)
Atau
Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dL dengan keluhan klasik.

Atau
Pemeriksaan HbA1c ≥ 6,5% dengan menggunakan metode yangterstandarisasi oleh
National Glycohaemoglobin Standarization
Program (NGSP). (B)

Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria normal atau kriteria DM


digolongkan ke dalam kelompok prediabetes yang meliputi toleransi glukosa
terganggu (TGT) dan glukosa darah puasa terganggu (GDPT).
 Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT): Hasil pemeriksaan glukosa
plasma puasa antara 100 – 125 mg/dL dan pemeriksaan TTGO glukosa
plasma 2-jam < 140 mg/dL;
 Toleransi Glukosa Terganggu (TGT): Hasil pemeriksaan glukosa plasma 2 -
jam setelah TTGO antara 140 – 199 mg/dL dan glukosa plasma puasa < 100
mg/dL
 Bersama-sama didapatkan GDPT dan TGT
 Diagnosis prediabetes dapat juga ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan
HbA1c yang menunjukkan angka 5,7 – 6,4%.

Kadar ters laboratorium darah untuk diagnosis, normal, DM, dan pre-DM:

Diabetes  6,5  126  200


Pre-Diabetes 5,7 – 6,4 100 – 125 140 – 199
Normal < 5,7 70 – 99 70 – 139

Tata cara pelaksanaan TTGO:

• Tiga
hari sebelum pemeriksaan, pasien tetap makan (dengan karbohidrat yang cukup) dan
melakukan kegiatan jasmani seperti kebiasaan sehari - hari
• Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air
putih tanpa glukosa tetap diperbolehkan
• Dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah puasa
• Diberikanglukosa 75 gram (orang dewasa) atau 1,75 g/kgBB (anak - anak), dilarutkan
dalam air 250 ml dan diminum dalam waktu 5 menit
• Berpuasakembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah
minum larutan glukosa selesai
• Dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa

• Selama proses pemeriksaan, subjek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok
Pemeriksaan penyaring dilakukan untuk menegakkan diagnosis Diabetes Melitus Tipe
2 dan prediabetes pada kelompok risiko tinggi yang tidak menunjukkan gejala klasik DM
yaitu:

1. Kelompok dengan berat badan lebih (Indeks Massa Tubuh [IMT] ≥ 23 kg/m2) yang
disertai dengan satu atau lebih faktor risiko sebagai berikut :

a. Aktivitas fisik yang kurang.


b. First-degree relative DM (terdapat faktor keturunan DM dalam keluarga).
c. Kelompok ras/etnis tertentu.
d. Perempuan yang memiliki riwayat melahirkan bayi dengan BBL > 4 kg atau
mempunyai riwayat diabetes melitus gestasional (DMG).
e. Hipertensi (≥ 140/90 mmHg atau sedang mendapat terapi untuk hipertensi).
f. HDL < 35 mg/dL dan atau trigliserida > 250 mg/dL.
g. Wanita dengan sindrom polikistik ovarium.
h. Riwayat prediabetes.
i. Obesitas berat, akantosis nigrikans.
j. Riwayat penyakit kardiovaskular.

2. Usia > 45 tahun tanpa faktor risiko di atas.

Catatan:

Kelompok risiko tinggi dengan hasil pemeriksaan glukosa plasma normal sebaiknya
diulang setiap 3 tahun, kecuali pada kelompok prediabetes pemeriksaan diulang tiap 1
tahun.

Pada keadaan yang tidak memungkinkan dan tidak tersedia fasilitas pemeriksaan
TTGO, maka pemeriksaan penyaring dengan mengunakan pemeriksaan glukosa darah
kapiler diperbolehkan untuk patokan diagnosis DM.

Tata laksana DM
Dalam management tata laksana DM, terbagi 2, yakni jangka panjang (mencegah
komplikasi, serta mengurangi tingkat mobiditas dan mortalitas), dan jangka pendek
(mengeliminasi gejala-gejala dan mempertahanan kondisi baik). Dimana dari keduanya
dilakukan dengan strategi, menormalkan kadar glukosa, lipid dan insulin.
Pengobatan prioritas DMT2 ialah kontrol glukosa sedekat mungkin dengan normal
(microvaskular disease), dan Kontrol resistensi Insulin: Hiperinsulinemia, Obesitas,
Intoleransi glukosa, Dislipidemia, Hipertensi, dan Keadaan prokoagulan (macrovaskular
disease).
1. Hemoglobin A1c (hemoglobin glikosilat)
HbA1c merupakan indikator kontrol glukosa darah yang baik. Memberikan % yang
menunjukkan kontrol selama 2-3 bulan sebelumnya. Dilakukan 2 - 4 kali setahun.
Hemoglobin 6% menunjukkan kontrol dan yang baik dan adar > 8% menunjukkan
pemerluan tindakan. (6% -- 135mg/dL, 7% -- 170mg/dL, 8% -- 205mg/dL, 9% --
240mg/dL, 10% -- 275mg/dL, 11% -- 310mg/dL,dan 12% -- 345mg/dL).
Ada 5 komponen dalam management diabetes yakni
1. Edukasi
a. Materi edukasi pada tingkat awal dilaksanakan di pelayanan kesehatan primer yang
meliputi:
 Materi tentang perjalanan penyakit DM
 Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM secara
berkelanjutan.
 Penyulit DM dan risikonya.
 Intervensi non-farmakologi dan farmakologis serta target pengobatan.
 Interaksi antara asupan makanan, aktivitas fisik, dan obat antihiperglikemia
oral atau insulin serta obat-obatan lain.
 Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa darah atau
urin mandiri (hanya jika pemantauan glukosa darah mandiri tidak tersedia).
 Mengenal gejala dan penanganan awal hipoglikemia
 Pentingnya latihan jasmani yang teratur
 Pentingnya perawatan kaki.
 Cara menggunakan fasilitas perawatan kesehatan
b. Materi edukasi pada tingkat lanjut dilaksanakan di Pelayanan Kesehatan Sekunder
dan / atau Tersier, yang meliputi:
 Mengenal dan mencegah penyulit akut DM.
 Pengetahuan mengenai penyulit menahun DM.
 Penatalaksanaan DM selama menderita penyakit lain.
 Rencana untuk kegiatan khusus (contoh : olahraga prestasi)
 Kondisi khusus yang dihadapi (contoh : hamil, puasa, hari – hari sakit)
 Hasil penelitian dan pengetahuan masa kini dan teknologi mutakhir tentang
DM.
 Pemerliharaan/perawatan kaki.

Edukasi perawatan kaki diberikan secara rinci pada semua orang dengan ulkus
maupun neuropati perifer dan peripheral arterial disease (PAD):
1. Tidak boleh berjalan tanpa alas kaki, termasuk di pasir dan air
2. Periksa kaki setiap hari dan dilaporkan pada dokter apabila kulit terkelupas,
kemerahan atau luka
3. Periksa alas kaki dari benda asing sebelum memakainya
4. Selalu menjaga kaki dalam keadaan bersih, tidak basah, dan menggoleskan krim
pelembab pada kulit kaki yang kering
5. Potong kuku secara teratur
6. Keringkan kaki dan sela-sela jari kaki secara teratur setelah dari kamar mandi
7. Gunakan kaos kaki dari bahan katun yang tidak menyebabkan lipatan pada ujung
ujung jari kaki
8. Kalau ada kalus atau mata ikan, tipiskan secara teratur
9. Jika sudah ada kelainan bentuk kaki, gunakan alas kaki yang dibuat khusus
10. Sepatu tidak boleh terlalu sempit atau longgar, jangan gunakan hak tinggi
11. Hindari penggunaan bantal atau botol berisi air panas/batu untuk menghangatkan
kaki.
Komplikasi dari DM terbagi menjadi 2, yakni: komplikasi akut seperti Ketoacidosis,
syndrome hyperosmolar non-ketotik, serta hypoglikemia, komplikasi kronik yang
terbagi menjadi 2 sub bagian. Bagian pertama ialah kelompok microangiopathy
(retinopathy, nephropathy, serta neuropathy), dan bagian kedua ialah kelompok
macroangiopathy (CAD/Coronary Arterial Disease,PVD/Peripheral Vascular Disease,
dan stroke/Cerebrovascular Disease).
Intervensi gaya hidup mewakili langkah pertama dalam mengobati DMT2. Dalam
Studi Diet Belfast, manajemen diet awalnya terkait dengan pengurangan FPG dan berat.
Namun, setelah 6 tahun diamati, kenaikan progresif FPG berkaitan dengan penurunan
fungsi sel-sel β pancreas. Sebagian besar pasien memerlukan farmakoterapi oral selama
beberapa tahun diagnosis.

2. Terapi Nutrisi Medis


Karbohidrat gula sederhana [sukrosa], harus dibatasi untuk diet pasien diabetes.
Kandungan karbohidrat dalam diet haruslah kaya serat, misalnya saja buah buahan
seperti apel, karena serat dapat menunda penyerapan karbohidrat sehingga dapat
menghindari peningkatan kadar glukosa darah yang cepat. Dalam diet haruslah
mengandung karbohidrat (60%-70%), lemak (20%-25%) dan protein (10%-15%).
Makan pada saat yang sama setiap hari, setidaknya dalam 1 jam waktu reguler. Dan
makan sejumlah karbohidrat yang sama dengan setiap kali makan. Tips dalam diet
diabetes ialah meningkatkan dan menjaga kualitas hidup dan status gizi, serta harus
konsistensi dalam waktu makan, jumlah, dan jenisnya. Komposisi makanan yang
dianjurkan terdiri atas:
a. Karbohidrat
Terutama karbohidrat yang berserat tinggi, sukrosa tidak boleh lebih dari 5% dari
total asupan energy. Dianjurkan makan 3 kali sehari dan bila perlu dapat diberikan
makanan selingan seperti buah atau makanan lain sebagai bagian dari kebutuhan
kalori sehari.
b. Lemak
Berjumlah kisaran 20%-25% dari kebutuhan kalori dan tidak diperkenankan
melebihi 30% total asupan energy. Konsumsi kolesterol yang dianjurkan < 200
mg/hari.
c. Protein
Pada pasien dengan nefropati diabetic perlu penurunan asupan protein menjadi 0,8
g/kg BB perhari atau 10% dari kebutuhan energy. Penyandang DM yang sudah
menjalani hemodialysis asupan protein menjadi 1-1,2 g/kg BB per hari.
d. Natrium
Sama dengan orang sehat yaitu < 1500 mg per hari
e. Serat
Jumlah konsumsi serat yang disarankan ialah 14 gram/1000 kal atau 20-35 gram per
hari, karena hal ini dinilai efektif.
f. Pemanis Alternatif
Pemanis alternative aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman (Accepted
Daily Intake/ADI)
 Perhitungan berat badan ideal (BBI) menggunakan rumus Broca yang
dimodifikasi:
o Berat badan ideal =

90% x (TB dalam cm - 100) x 1 kg

o Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di bawah 150 cm,
rumus dimodifikasi menjadi:
Berat badan ideal (BBI) =

(TB dalam cm – 100) x 1 kg

 BB normal : BB ideal ± 10 %
 Kurus : kurang dari BB ideal – 10%
 Gemuk : lebih dari BB ideal + 10%

 Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh (IMT).


Indeks massa tubuh dapat dihitung dengan rumus :

IMT = BB (kg)/TB (m2)

Klasifikasi IMT :
o BB kurang < 18,5
o BB normal 18,5 – 22,9
o BB lebih ≥ 23,0
- Dengan risiko 23,0 – 24,9
- Obese I 25,0 – 29,9
- Obese II ≥ 30
• Keb Kalori Basal = BB ideal x 25 kal (wanita) dan BB ideal x 30 kal (pria)
• Usia 40 – 59 = -5% Usia 60 – 79 = -10% Usia > 70 = -20%
• Aktivitas istirahat = + 10%
Aktivitas ringan (IRT, kantoran, guru) = +20%
Aktivitas sedang (peg industri, militer yg tdk perang, mahasiswa) = + 30%
Aktivitas berat (buruh, atlet, militer lagi latihan) = +40%
Aktivitas sangat berat (tukang gali, tukang becak) = +%
• Stress metabolik = +10 -30%
• BB gemuk = -20-30% BB kurus = +20-30%
• Minimal wanita 1000-1200, minimal pria 1200-1600 kal/hr.

3. Latihan Fisik
Dilakukan 3-5 hari seminggu selama sekitar 30-45 menit, dengan total 150 menit per
minggu, dengan jeda antar latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-turut. Latihan fisik
yang dianjurkan berupa latihan fisik yang bersifat aerobic dengan intensitas sedang (50-
70% denyut jantung maksimal) seperti jalan cepat, bersepeda santai, jogging, dan
berenang. Pemeriksaan glukosa darah dianjurkan sebelum latihan fisik. Pasien dengan
kadar glukosa darah < 100 mg/dL harus mengkonsumsi karbohidrat terlebih dahulu dan
bila > 250 mg/dL dianjurkan untuk menunda latihan fisik. Idealnya setiap orang harus
aktif selama 30 menit sehari untuk hampir seluruh hari dalam seminggu. 30 menit
tersebut bukan berarti dilakukan dalam satu waktu yang sama, dalam artian, 10 menit
dalam 3 waktu sehari berarti 30 menit per hari.
Latihan ini dilakukan 30-50 menit dalam sehari, 3 sampai 4 kali dalam seminggu,
dan harus memenuhi 5 prinsip; Continous, Rhytmical, Interval, Progressive, &
Endurance Training (CRIPE).
4. Terapi Farmakologis
Menggunakan obat antihiperglikemia oral dan antihiperglikemia suntik.
1. Obat Antihiperglikemia Oral
Berdasarkan cara kerjanya, obat anti-hiperglikemia oral dibagi menjadi 6
golongan:

a. Pemacu Sekresi Insulin (Insulin Secretagogue)


 Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin
oleh sel beta pankreas. Efek samping utama adalah hipoglikemia dan
peningkatan berat badan. Hati-hati menggunakan sulfonilurea pada pasien
dengan risiko tinggi hipoglikemia (orang tua, gangguan fungsi hati dan
ginjal).
Sulfonilurea terbagi kedalam 3 generasi; first generation
(chlorpropamide/diabenese) dan tolbutamide, second generation
(gliclazide/diamicron, glibenclamide/daonil, glipizide/minidiab,
gliuidone/glurenorm), third generation (glimepiride/amaryl).
Kontraindikasi dari sulfonylurea meliputi; Kehamilan, Operasi, Infeksi
parah, Stres atau trauma berat, dan Gagal hati atau gagal ginjal yang parah.
Terapi insulin harus digunakan dalam semua ini.
Mekanisme kerja dari sulfonylurea ialah peningkatan sensitivitas insulin
dari peningkatan kontrol glukosa. Chronic treatment dengan sulfonylurea dapat
mengakibatkan peningkatan FPG dan OGT, tidak merubah atau menurunkan
insulin basal, dan tidak merubah atau menurunkan perangsangan insulin.
Normalisasi glikemia mengkasilkan peningkatan sensitivitas insulin sedangkan
peningkatan control glukosa meningkatkan responsivitas sel β pancreas.

 Prandial Glucose Regulators (Meglitinide)


Terdiri dari 2, yakni repaglinide turunan asam benzoate contohnya
novonorm dan nateglinide turunan fenilalanin contohnya starlix. Mekanisme
aksinya dengan mengurangi konduksi K+ sensitive ATP dan menambah
pengikatan dengan afinitas tinggi pada sel β untuk obat repaglinide,
menstimulasi pelepasan insulin pankreas dengan menutup saluran KATP sel ß,
timbulnya tindakan yang sangat cepat dan durasi pendek (T MAX = 1 jam,
dimetabolisme oleh hati T1/2 = 70 menit), dan tidak terjadi metabolic
hipoglikemik.
Kemanjuran klinisnya ialah meningkatkan glikemik postprandial, tapi
kurang efektif dalam mengurangi kadar glukosa darah puasa dan HbA1C.
kelemahan dari novonorm dan starlix ini ialah; gagal memberikan kontrol
glukosa darah 24 jam yang stabil, gaya dosis yang rumit (3-8 tablet / harian),
dan yang terakhir ialah tentang bagaimana cara menyesuaikan dosis dengan
volume makanan masih dipertanyakan.
Kontraindikasi dari Meglitinid ini meliputi; Tidak dianjurkan selama
kehamilan, menyusui, atau untuk anak-anak, ketoacidosis diabetic, infeksi berat,
operasi, trauma, atau stressor metabolic lainnya dan gangguan fungsi hati.

 Biguanides
Generasi pertamanya adalah phenformin, dengan efek samping asidosis
laktat dan resiko gangguan kardiovascular. Generasi keduanya adalah
metformin, obat ini jarang menimbulkan asidosis laktat kecuai dibawah kondisi
predisposing.
Biguanid adalah turunan agen antimalarial chloroguanide. Yang ditemukan
memiliki tindakan hipoglikemik. Yang paling sering digunakan dari golongan
biguanid ialah metformin. Biguanides [Metformin] adalah antihyperglycemic
dan bukan agen hipoglikemik. Biguanid tidak menstimulasi pancreas untuk
menghasilkan insulin, dan juga tidak menyebabkan hipoglikema sebagai efek
sampingnya walaupun dengan dosis yang besar. Metformin juga tidak memiliki
efek sekresi hormone glucagon maupun somatostatin.
Mekanisme kerja dari biguanid ini adalah antihiperglikemia;
- Memperbaiki peningkatan output glukosa hati dengan cara menghambat
glukogenesis dan menghambat aktivitas glukosa-6-phosphate sehingga
hemat glikogen
- Menurunkan resistensi insulin
- Dimediasi oleh aktivasi 5’AMP-activated protein kinase (AMPK)
dalam sel-sel hati dan otot.
- Tidak meningkatkan sekresi insulin, dan tidak menyebabkan
hipoglikemia walaupun dengan dosis tinggi.
Efek samping dari golongan Biguanid adalah diare, ketidaknyamanan perut,
mual, rasa metallic dan penurunan penyerapan vitamin B12. Biguanid juga
memiliki kontraindikasi, yakni pasien dengan gangguan ginjal atau hati, riwayat
asidosis laktat, gagal jantung, dan penyakit paru kronis. Kondisi kondisi ini
akan mempredisposisikan untuk peningkatan laktat yang menyebabkan asidosis
laktat yang berakibat fatal.
a. Peningkatan sensitivitas terhadap insulin
 Metformin
Metformin mempunyai efek utama meng-urangi produksi glukosa
hati (glukoneogenesis), dan memperbaiki ambilan glukosa di jaringan
perifer. Metformin merupakan pilihan pertama pada sebagian besar
kasus DM tipe 2. Dosis metformin diturunkan pada pasien dengan
gangguan fungsi ginjal (LFG 30 – 60 ml/menit/1,73 m2). Metformin
tidak boleh diberikan pada beberapa keadaan LFG < 30 mL/menit/1,73
m2, adanya gangguan hati berat, serta pasien-pasien dengan
kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit serebrovaskular, sepsis,
renjatan, PPOK, gagal jantung NYHA fungsional class III-IV). Efek
samping yang mungkin terjadi adalah gangguan saluran pencernaan
seperti dispepsia, diare, dan lain-lain.
Penelitian klinik memberikan hasil monoterapi yang bermakna
dalam penurunan glukosa darah puasa (60-70 mg/dL) dan HbA1c (1-
2%) dibandingkan dengan placebo pada pasien yang tidak dapat
terkendali hanya dengan diet.

 Tiazolidinedion
Tiazolidinedion merupakan agonis dari peroxisome proliferator
activated receptor gamma (PPAR-ꝩ ). Tiazolidinedion meningkatkan
retensi cairan tubuh sehingga dikontraindikasikan pada pasien dengan
gagal jantung (NYHA fungsional class III-IV) karena dapat
memperberat edema/retensi cairan. Hati hati pada gangguan faal hati,
obat yang termasuk golongan ini adalah pioglitazone.
Monoterapi dengan glitazone dapat memperbaiki konsentrasi
glukosa darah puasa hingga 59-80 mg/dL dan HbA1c 1,4%-2,6%
dibandingkan dengan placebo (ekuivalen dengan metformin dan SU).
Thiazolidinediones mengurangi resistensi insulin dengan membuat
sel otot dan adiposa lebih sensitif terhadap insulin. Tiazolidinedion juga
dapat menekan produksi glukosa hepatic. Kemanjuran obat ini ialah
dapat mengurangi glukosa plasma puasa ~ 35-40 mg/dl (1,9-2,2
mmol/L), murangi A1C ~0,5-1,0%, dan penggunaan 6 minggu untuk
efek yang maksimum.
Efek lain dari obat ini adalah kenaikan berat badan, edema,
hipoglikemia (jika dibarengkan dengan insulin atau agen yang
merangsang pelepasan insulin), kontraindikasi pada pasien dengan
fungsi hati abnormal atau CHF, meningkatkan kolesterol HDL dan
trigliserida plasma; biasanya netral LDL. Obat-obatan di Kelas ini
meliputi pioglitazone (Actos), rosiglitazone (Avandia), [troglitazone
(Rezulin) – bisa di dapat dipasaran untuk toksisitas hati].
Mekanisme kerja Thiazolidinedion ialah sebagai ligan untuk
PPARꝩ . Peroxisome proliferator mengaktifkan reseptor ꝩ . Gen target
yang mungkin untuk peningkatan sensitivitas insulin meliputi:
 TNF-α, merusak interaksi dengan sinyal insulin (ekspresi
penurunan)
 Leptin, dapat mengganggu sinyal insulin (ekspresi penurunan)
 Lipoprotein lipase, uptake trigliserida oleh lemak (ekspresi
peningkatan)
 aP2, asam lemak mengikat protein (ekspresi peningkatan)
 GLUT4 dan GLUT1 (ekspresi peningkatan)

b. Penghambat Alfa Glukosidase


Menghambat absrobsi gula dalam usus halus. Penghambat Alfa
Glukosidase tidak digunakan pada keadaan LFG ≤ 30 mL/min/1,73 m2,
gangguan faal hati yang berat, irritable bowel syndrome. Efek samping
yang mungkin terjadi berupa bloating (penumpukan gas dalam usus)
sehingga sering menimbulkan flatus. Contoh obat golongan ini adalah
acarbose. Monoterapi dengan acarbose dapat menurunkan rata rata glukosa
post prandial sebesar 40-60 mg/dL dan glukosa puasa rata-rata 10-20 mg/dL
dan HbA1c 0,5-1%. Mekanisme aksi penghambat alfa glukosidase ialah
penghambat kompetitid dan reversible alfa glukosidase pada usus halus,
menunda pencernaan dan penyerapan karbohidrat, dan peningkatan glukosa
postprandial yang lebih kecil.
Obat ini digunakan pada hiperglikemia puasa ringan hingga sedang
dengan hiperglikemia postprandial yang signifikan, efek sampingnya 77%
flatulensi, 21% nyeri diabdomen, diare dan penurunan penyerapan besi.

Incretin adalah hormone peptide yang diproduksi oleh traktus


gastrointestinal sebagai respon datangnya nutrisi, dan punya aksi penting
dalam kontribusi homeostasis glukosa. Ada 2 hormon yakni, GIP (gastric
inhibitory polypeptide) dan GLP-1 (glucagon like peptide-1). GIP
disekresikan oleh sel K gut proximal. GLP-1 adalah 30 asam amino peptide
yang disekresikan sebagai respon ingesti oral nutrisi oleh sel L, terutama di
ileum dan colon (jejunum). GLP-1 dimetabolismekan oleh enzim dipeptidyl
peptidase-IV (DPP-IV).
Effect GLP-1 ialah
 Pada sel beta, meningkatkan sekresi insulin
 Sel alfa, menekan sekresi glukosa postprandial
 Liver, mengurangi output glukosa hati
 Lambung, memperlambat kecepatan pengosongan lambung
 Otak, mendorong rasa kenyang (satiety), dan mengurangi nafsu
makan (appetite).
Terapi dasar inkretin:
 Incretin mimetics : GLP 1 analogues
Exenatide dan liraglutide
 Incretin enhancers : DPP-IV inhibitors
Sitagliptin, vildagliptin, dan saxagliptin dosis 50-100 mg sekali
dalam sehari

GLP-1 menurunkan PPG dan FPG dengan cara meningkatkan


sensitivitas sel alfa dan beta terhadap glukosa, menunda pengosongan
lambung serta mengurangi nafsu makan dan intake makanan. Bloking
DPP-IV dapat meningkatkan aktivitas inkretin.

c. Penghambat enzim Dipeptidyl Peptidase-4 (DDP-4)


Dapat mencegah inaktivasi dari GLP-1. Obat ini termasuk agen oral, dan
yang termasuk dalam golongan ini adalah, vildagliptin, linaglptin,
sitagliptin, saxagliptin, dan alogliptin.
d. Penghambat enzim Sodium Glucose co-transporter 2 (SGLT-2 inhibitor)
Bekerja dengan cara menghambat reabsorbsi glukosa ditubulus
proksimal dan eningkatan eksresi glukosa melalui urin. Efek sampingnya
ialah enfeksi saluran kencing dan genital. Tidak diperkenankan obat ini
digunakan bila LFG kurang dari 45 mL/menit. Hathati karena dapat
mencetuskan ketoasidosis.
Rekomendasi:
Pasien DM tipe 2 dengan penyakit kardiovaskular aterosklerotik
(stroke, infark miokard, atau Penyakit Arteri Perifer) disarankan
menggunakan penghambat SGLT-2 atau agonis GLP-1 setelah metformin.
Pada pasien penyakit kardiovaskular aterosklerotik dengan klinis
predominan gagal jantung dan gagal ginjal disarankan menggunakan
penghambat SGLT-2 atau agonis GLP-1 setelah metformin.
Untuk meminimalkan kejadian hipoglikemia, pilihan pengobatan adalah
penghambat DPP-4, penghambat SGLT-2, agonis GLP-1, atau TZD. Untuk
mendapatkan penurunan berat badan dan meminimalkan peningkatan
berat badan, pilihan pengobatan adalah agonis GLP-1 atau penghambat
SGLT-2, dan pilihan pengobatan yang ekonomis dengan menggunakan SU
atauTZD.

2. Obat Anti Hiperglikemia Suntik


Yang termasuk anti-hiperglikemia suntik yaitu insulin, agonis GLP-1 dan
kombinasi insulin dan agonis GLP-1.
a. Insulin
Insulin digunakan pada keadaan :
 HbA1c saat diperiksa ≥ 7.5% dan sudah menggunakan satu atau dua obat
antidiabetes
 HbA1c saat diperiksa > 9%
 Penurunan berat badan yang cepat
 Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
 Krisis Hiperglikemia
 Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
 Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, infark miokard akut, stroke)
 Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali
dengan perencanaan makan
 Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
 Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
 Kondisi perioperatif sesuai dengan indikasi

Jenis dan Lama Kerja Insulin


Berdasarkan lama kerja, insulin terbagi menjadi 6 jenis :
 Insulin kerja cepat (Rapid-acting insulin)
 Insulin kerja pendek (Short-acting insulin)
 Insulin kerja menengah (Intermediate-acting insulin)
 Insulin kerja panjang (Long-acting insulin)
 Insulin kerja ultra panjang (Ultra long-acting insulin)
 Insulin campuran tetap, kerja pendek dengan menengahdan kerja cepat
dengan menengah (Premixed insulin)
 Insulin campuran tetap, kerja ultra panjang dengan kerja cepat

Insulin lispo (Humalog), aspart (novorapid), glusin (apidra) dan faster


aspart (flasp) lama kerjanya 4-6 jam. Insulin humulin R dan actrapid lama
kerjanya 6-8 jam. Humulin N, insulatard, insuman basal lama kerjanya 8-12
jam. Insulin glargine (lantus), detemir (levemir) lama kerjanya 12-24 jam.
Insulin degludec (tresiba), dan glargina U300 (Lantus XR) masa kerjanya 24
jam – 48 jam.
Dasar pemikiran terapi insulin ini yaitu sekresi insulin fisiologis terdiri dari
sekresi basal dan sekresi prandial. Penyesuaian dosis insulin basal untuk
pasien rawat jalan dapat dilakukan dengan menambah 2-4 unit setiap 3-4 hari
bila sasaran terapi belum tercapai. Insulin basal juga dapat dikombinasikan
dengan obat antihiperglikemia oral untuk menurunkan glukosa darah prandial
seperti golongan obat peningkat sekresi insulin kerja pendek (golongan glinid),
atau penghambat penyerapan karbohidrat dari lumen usus (acarbose), atau
metformin (golongan biguanid).

b. Agonis GLP-1/ incretin mimetic


Dapat menurunkan kadar glukosa darah post prandial. Efek samping yang
timbul pada pemberian obat ini adalah rasa sebah dan muntah. Contohnya
liraglutide, exenatide, albiglutide, lixisenatide, dan dulaglutide. Pemakaian
Agonis GLP-1 dibatasi pada pasien dengan gangguan fngsi ginjal yang berat,
yaitu LFG kurang dari 30 mL/min/1,73 m2.
Dosis awal insulin basal untuk kombinasi ialah 6-10 unit, dosis dinaikan
secara perlahan dengan pertambahan biasanya 2 unit.
HbA1c 7% setara dengan rerata glukosa darah sewaktu 154 mg/dL. HbA1c 7-7,49% setara dengan
rerata glukosa darah puasa atau sebelum makan 152 mg/dL. Atau rerata glukosa darah post prandial 176
mg/dL. HbA1c > 9% setara dengan rerata glukosa darah sewaktu ≥ 212 mg/dL.

Pertimbangan Pemilihan Obat Monoterapi:


 Metformin dianjurkan sebagai obat pilihan pertama pada sebagian besar penderita DM
tipe 2. Pemilihan ini dengan alasan atau pertimbangan sebagai berikut :
o Efektivitasnya relatif baik,
o Efek samping hipoglikemianya rendah,
o Netral terhadap peningkatan berat badan,
o Memperbaiki luaran kardiovaskular,
o Harganya murah
 Jika karena sesuatu hal, metformin tidak bisa diberikan, misalnya karena alergi, atau
efek samping gastrointestinal yang tidak dapat ditoleransi oleh penderita, maka dipilih
obat lainnya sesuai dengan keadaan penderita dan ketersediaan.
 Sulfonilurea dapat dipilih sebagai obat pertama jika ada keterbatasan biaya, obat
tersedia di fasilitas kesehatan dan penderita tidak rentan terhadap hipoglikemia.
 Acarbose dapat digunakan sebagai alternatif untuk lini pertama jika terdapat
peningkatan kadar glukosa prandial yang lebih tinggi dibandingkan kadar glukosa
puasa. Hal ini biasanya terjadi pada penderita dengan asupan karbohidrat yang tinggi.
 Thiazolidinedione dapat juga dipilih sebagai pilihan pertama, namun harus
mempertimbangkan risiko peningkatan berat badan. Pemberian obat ini juga harus
diperhatikan pada penderita gagal jantung karena dapat menyebabkan retensi cairan.
Obat ini terbatas ketersediaannya, terutama di fasilitas kesehatan tingkat pertama.
 Penghambat DPP-4 dapat digunakan sebagai obat pilihan pada lini pertama karena
risiko hipoglikemianya yang rendah dan bersifat netral terhadap berat badan.
Pemilihan obat ini tetap mempertimbangkan ketersediaan dan harga.
 Obat golongan penghambat SGLT-2 merupakan pilihan pada pasien dengan PKVAS
atau memiliki risiko tinggi untuk mengalami PKVAS, gagal jantung atau penyakit
ginjal kronik. Pemilihan obat ini juga harus mempertimbangkan ketersediaan dan
harga.
 Obat golongan agonis GLP-1 merupakan pilihan pada pasien dengan PKVAS atau
memiliki risiko tinggi untuk mengalami PKVAS atau penyakit ginjal kronik.
Pemilihan obat ini juga harus mempertimbangkan ketersediaan dan harga.

Pertimbangan Terapi Kombinasi Obat Hiperglikemik Oral


 Permasalahan Biaya
 Permasalahan berat badan
Bila masalah peningkatan berat badan menjadi pertimbangan utama, maka selain
pemberian terapi metformin dapat digunakan obat dengan risiko paling rendah
terhadap peningkatan berat badan (weight neutral) seperti penghambat DPP-4,
penghambat SGLT-2 dan agonis GLP-1.
 Risiko hipoglikemia
Pada pasien yang rentan terhadap risiko hipoglikemia maka untuk kombinasi dengan
metformin pertimbangkan obat dengan risiko hipoglikemia rendah yaitu TZD,
penghambat DPP-4, penghambat SGLT-2, atau agonis GLP-1.
Pengelolaan DM tipe 2 dengan komorbid penyakit kardiovaskular aterosklerotik (penyakit jantung
koroner, stroke, dan penyakit arteri perifer), gagal jantung dan penyakit ginjal kronis.
 Pasien dengan komorbid penyakit kardiovaskular aterosklerotik
Obat yang disarankan untuk kombinasi dengan metformin adalah penghambat
SGLT-2, dan agonis GLP-1 yang terbukti mempunyai manfaat proteksi terhadap
kardiovaskular. Pemberian kedua obat tersebut tetap harus mempertimbangkan fungsi
ginjal. Pada keadaan dimana agonis GLP-1 atau penghambat SGLT-2 tidak dapat
diberikan atau tidak tersedia, maka dianjurkan pilihan kombinasi dengan obat lain
yang telah menunjukkan keamanan terhadap kardiovaskular seperti insulin.
 Pasien dengan komorbid gagal jantung dan penyakit ginjalkronik
Terapi kombinasi yang disarankan adalah metformin dan penghambat SGLT-2 bila
fungsi ginjal baik, karena terbukti menurunkan progresivitas gagal jantung dan
penyakit ginjal kronik pada cardiovascular outcome trial (CVOT). Pada keadaan
dimana terdapat kontraindikasi pemberian penghambat SGLT-2 (pasien dengan LFG
< 60 ml/menit) maka alternatif kombinasi yang disarankan adalah agonis GLP-1 yang
juga terbukti mempunyai manfaat perlindungan kardiovaskular. Selanjutnya bila
diperlukan intensifikasi terapi karena belum mencapai target HbA1c < 7%, maka
untuk penambahan obat berikutnya:
o Pertimbangkan menambah obat kelas lain yangterbukti mempunyai manfaat
kardiovaskular
o Sulfonilurea generasi modern dengan risiko hipoglikemia rendah
o Insulin
o Penghambat DPP-4, namun pada pasien dengan gagal jantung hindari
pemberian saxagliptin.
o Hindari TZD bila ada gagal jantung.
Pemantauan
a. Pemeriksaan penunjang kadar glukosa darah
Frekuensi pemeriksaan dilakukan setidaknya satu bulan sekali.
b. Pemeriksaan HbA1c
HbA1c diperiksa setiap 3 bulan sekali. HbA1c tidak dapat digunkan sebagai alat evaluasi pada
kondisi anemia, hemoglobinopati, riwayat transfuse darah 2-3 bulan terakhir, keadaan lainyang
memengaruhi umur eritrosit dan gangguan fungsi ginjal.
Untuk pasien usia lanjut, target terapi HbA1c antara 7,5%-8,5%. Target LDL < 55 mg/dL pada
diabetes yang disertai dengan penyakit kardiovaskular. Pada pasien dengan resiko kejadian
kardiovaskular aterosklerotik 10 tahun kedepan > 15%, harus mencapai target tekanan darah sistolik <
130 mmHg dan tekanan darah diastolic < 80 mmHg. Pada wanita hamil dengan diabetes, dan sebelumnya
menderita hipertensi dan sudah menadapat terapi antihipertensi maka target tekanan darah adalah 120-
160/80-105 mmHg untuk mengoptimalisasi kesehatan ibu dan mengurangi risiko gangguan pertumbuhan
janin. Pada pasien DM tipe 2 dengan obesitas harus dilakukan terapi nutrisi medis, aktivitas fisik dan
perubahan perilaku untuk mencapai dan mempertahankan penurunan berat badan sebanyak >5%.
Intervensi dilakukan dengan intensitas tinggi (sebanyak 16 sesi selama 6 bulan) disertai dengan diet yang
sesuai untuk mencapai penurunan kalori 500 -750 kkal/hari. Diet harus bersifat individual, yaitu dengan
pembatasan kalori tetapi terdapat perbedaan dalam komposisi karbohidrat, lemak dan protein yang
bertujuan untuk mencapai penurunan berat badan. Bila akan dilakukan penurunan berat badan > 5%
dalam jangka waktu yang pendek (3 bulan) maka dapat diberikan asupan kalori yang sangat rendah (≤ 800
kkal/hari), namun harus dilakukan pengawasan medis yang ketat oleh tenaga terlatih.

Gangguan Koagulasi
Terapi aspirin 75-162 mg/hari digunakan sebagai strategi pencegahan primer kejadian kardiovaskular
pada penyandang DM dengan factor resiko kardiovaskular (risiko kardiovaskular dalam 10 tahun
mendatang > 10%). Terapi aspirin 75-162 mg/hari perlu diberikan sebagai strategi pencegahan sekunder
kejadian kardiovaskular bagi penyandang DM dengan riwayat pernah mengalami penyakit
kardiovaskular.clopidogrel 75 mg/hari dapat digunakan sebagai pengganti aspirin.

Insulin
Aksi Insuli meliputi kemampuan insulin untuk menurunkan konsentrasi glukosa yang beredar,dengan
cara menekan produksi glukosa di hati, dan menstimulasi utilisasi glukosa di otot dan jaringan lemak.
Lantus (glargine) merupakan insulin long acting yang durasinya selama 24 jam, levemir adalah jenis lain
dari insulin long acting, dosis awal biasa 10-20 unit. Epidra, novolog, Humalog merupakan insulin rapid
acting, diberikan 1 -15 menit sebelum makan, membantu menurunkan gula darah pasca prandial, dosis
awal yang biasa adalah 3-5 unit. NPH dan Lente merupakan insulin intermediate acting diberikan 2 kali
sehari. Insulin short acting tidak banyak digunakan.

Indikasi penggunaan insulin pada DMT2 ialah:


 pada dekompensasi metabolic berat
ketoasidosis, coma hyperosmolar non ketotik, asidosis laktat, dan stress berat (infeksi
sistemik & major surgery)
 Penurunan berat badan dalam waktu singkat
 Kehamilan jika diet tidak berhasil mengendalikan glikemia
 Kegagalan OHA atau kontra-indikasi OHA
Kombinasi terapi insulin dengan agen hipoglikemik oral
 Insulin + SU
Beberapa insulin adalah endogen, dengan pola sekresi alami
 Insulin + Biguanid
Mengurangi resistensi insulin hepatik
Dapat mencapai kontrol yang lebih baik dengan sedikit insulin
Dapat mengurangi kenaikan berat badan
 Insulin + alfa glukosidase inhibitor
Mengurangi kadar glukosa posoprandial
 Insulin + Thiazolidinedion
Mengurangi resistensi insulin perifer
Mengurangi persyaratan insulin
Harus menyeimbangkan TZD dan insulin dengan hati-hati untuk meminimalkan
kenaikan berat badan.
Manfaat kombinasi insulin dan agen oral
• Meningkatkan kontrol glikemik
Mengobati beberapa kelainan fisiologis
• Lebih sedikit insulin diperlukan untuk mencapai kontrol glikemik yang baik
• Mengurangi potensi untuk kenaikan berat badan
• Pasien:
lebih praktis dan kurang menakutkan
peningkatan penerimaan psikologis, pasien melanjutkan obat oral
pendidikan yang kurang / minimal diperlukan
perawatan dapat dimulai dalam pengaturan rawat jalan
kepatuhan yang lebih baik, dan biaya mungkin lebih sedikit.
Masalah-masalah yang berhubungan dengan terapi insulin
 Kenaikan berat badan biasanya karena glikosuria berkurang
 Hipoglikemia akan terjadi pada beberapa orang – edukasi diperlukan
 Kegagalan titrasi dosis untuk mendapatkan kontrol glukosa yang memadai
 Memburuknya kontrol saat islet β-sel berkembang

Resiko-resiko bisa diminimalkan dengan


 – penggunaan analog insulin pada mereka yang memiliki masalah
 – menggunakan insulin basal hanya ketika mulai pada HbA1c yang lebih rendah
 – pendidikan yang tepat tentang makan dan aktivitas fisik
 – dukungan aktif dan berkelanjutan untuk titrasi dosis
 – intensifikasi rejimen insulin selama tahun-tahun berikutnya
Treatment Goal untuk pasien utuh ialah: FPG 70-110 mg/dL • HbA1c < 7% ( ADA ) – < 6.5% ( IDF &
AACE ) • BP < 130/80 mmHg • LDL < 100 mg/dL • HDL > 40 mg/dL (men) • HDL > 50 mg/dL (women)
• TG < 150 mg/dL.

Anda mungkin juga menyukai