Anda di halaman 1dari 27

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan metabolik yang ditandai
dengan peningkatan kadar glukosa dalam darah (hiperglikemia) yang
diakibatkan adanya gangguan sekresi insulin, maupun disfungsi kerja insulin
(American Diabetes Association [ADA], 2009 dalam Smeltzer, et al, 2010).
Diabetes merupakan gangguan metabolisme karbohidrat, protein dan
lemak akibat ketidakseimbangan antara kebutuhan dan produksi insulin. Hal
ini dapat terjadi karena defisiensi insulin, kegagalan pelepasan insulin oleh sel
beta pancreas, inadekuatnya reseptor insulin, produksi insulin yang inaktif
atau rusaknya insulin sebelum dapat menjalankan fungsinya, Porth (2009).
Istilah Diabetes Melitus diperoleh dari bahasa latin yang berasal dari
kata Yunani, yaitu Diabetes yang berarti pancuran dan Melitus yang berarti
madu. Jika diterjemahkan, Diabetes Melitus adalah pancuran madu. Istilah
pancuran madu berkaitan dengan kondisi penderita yang mengeluarkan
sejumlah besar urin dengan kadar gula yang tinggi. (Wijayakusuma, 2010)
Klasifikasi diabetes melitus:
1. Diabetes mellitus tipe 1
2. Diabetes mellitus tipe 2
3. Gestasional diabetes
4. Diabetes akibat kondisi atau sindrome lain
Klasifikasi, karakterisik dan implikasi diabetes mellitus
Klasifikasi Karakteristik dan Implikasi Klinis
DM tipe 1 (5-10% dari  Dapat terjadi pada semua usia (biasanya < 30
tahun)
seluruh kasus DM) 
 Biasanya kurus, kehilangan berat badan
Insulin Dependent  Penyebabnya meliputi faktor genetik,
Diabetes Mellitus (IDDM) immunologi dan lingkungan (misalnya virus)
 Endogenous insulin sedikit atau tidak ada
 Membutuhkan insulin untuk mempertahankan
hidupnya

1
 menimbulkan ketosis saat tidak ada insulin
 Komplikasi akut hiperglikemia: ketoasidosis
diabetikum
Diabetes tipe 2 (90-95%  Dapat terjadi pada semua usia (biasany > 30
tahun)
dari seluruh kasus DM,
 Biasanya pasien mengalami obesitas
80% DM tipe 2 dengan  Disebabkan oleh obesitas, keturunan dan
obesitas, 20% DM dengan faktor lingkungan
 Penurunan endogenous insulin atau
non obesitas)  Non peningkatan resistensi insulin
Insulin Dependent  Sebagian besar pasien dapat mengontrol gula
darah dengan menurunkan berat badan pada
Diabetes Mellitus pasien yang obesitas
(NIDDM)  Terapi antidiabetik oral dapat
mempertahankan kadar gula darah jika
modifikasi diet dan latihan tidak berhasil
 Sewaktu-waktu membutuhkan insulin jangka
pendek atau jangka panjang untuk mencegah
hiperglikemia
 jarang terjadi ketosis, kecuali pada kondisi
stress dan infeksi
 komplikasi akut: hiperglikemic hiperosmolar
nonketotic syndrome
DM berhubungan dengan  disebabkan oleh kondisi yang tidak diketahui
atau kemungkinan oleh penyakit lain,
sindrome atau kondisi lain
misalnya penyakit pancreatic, abnormalitas
hormonal, pengobatan seperti kortikosteroid
dan obat yang mengandung estrogen
 tergantung pada kemampuan pankreas untuk
memproduksi insulin, pasien membutuhkan
pengobatan dengan antidiabetik oral atau
insulin
Diabetes gestasional  Terjadi selama kehamilan, biasanya pada
trimester kedua atau ketiga
 diakibatkan hormon yang disekresi oleh
placenta sehingga menghambat kerja insulin
 Menyebabkan resiko tinggi terjadi komplikasi
perinatal, khususnya pada bayi makrosomia
 Diatasi dengan diet, jika dibutuhkan diberikan
insulin untuk mempertahankan kadar glukosa
darah
 tejadi pada 2-5% dari seluruh kehamilan
 Intoleransi glukosa terjadi sementara tetapi
dapat berulang
 Faktor resiko: obesitas, usia > 30 tahun,

2
riwayat keluarga dengan DM, riwayat
melahirkan bayi besar
 Skreening test dapat dilakukan pada seluruh
wanita hamil usia 24-28 mgg
Prediabetes (sebelumnya  Ada riwayat hiperglikemia sebelumnya
diklasifikasikan sebagai  Metabolisme glukosa saat ini normal
abnormalitas toleransi  Perlu pemeriksaan kadar glukosa sewaktu dan
glukosa) glukosa puasa setelah usia 40 tahun jika ada
riwayat keluarga dengan Dm atau jika ada
gejala DM
 Dianjurkan mempertahankan BB ideal.

Struktur dan Fungsi Kelenjar Pankreas


Pankreas adalah kelenjar berbentuk ikan yang terletak dibagian belakang
perut, merupakan kelenjar endokrin dan eksokrin. Peran kelenjar yang bersifat
eksokrin dimana sel-sel kelenjar mengeluarkan enzim dan hormone pencernaan
yang bekerja mengkatalisasi pencernaan protein, karbohidrat dan lemak.
Sedangkan fungsi endokrin pancreas dilakukan oleh pulau Langerhans, yang
mengandung sel alfa, beta dan delta. Sel alfa mengeluarkan glucagon, dan sel beta
menghasilkan insulin serta sel delta menghasilkan somatostatin dan gastrin
(Wicaksono,2011).
Kedua hormon insulin dan glucagon berperan sangat besar dalam metabolisme
karbohidrat. Selain itu, insulin juga turut mengendalikan metabolisme protein dan
lemak. Insulin merupakan agen hipoglikemik yang kuat dengan menurunkan
kadar gula darah melalui cara melancarkan glukosa masuk ke dalam sel.
Sebaliknya glucagon merupakan agen hiperglikemik yang dapat menaikkan kadar
gula darah dengan cara meningkatkan perubahan glikogen kedalam glukosa dalam
hati. Gastrin digunakan dalam metabolisme makanan dan somatostatin
menurunkan sekresi insulin, glukagon dan hormon lain (Wicaksono, 2011).
Insulin secara aktif meningkatkan proses yang menurunkan kadar gula darah
yaitu melancarkan pengiriman gula kedalam sel dan merubah glukosa menjadi
glikogen, serta insulin juga menghambat proses yang menaikkan kadar gula darah
(perubahan glikogen). Jumlah gula dalam darah akan mengatur jumlah sekresi
insulin yang harus dikeluarkan oleh sel beta. Ketika kadar gula darah meningkat,

3
sel beta mengeluarkan insulin kedalam darah menyebabkan aliran glukosa
kedalam sel, dan merubah glukosa menjadi glikogen. Ketika kadar gula darah
menurun, pelepasan insulin melambat sampai kadar gula turun sedikit dibawah
normal. Apabila makanan dikonsumsi, maka insulin akan dikeluarkan oleh sel
beta (Wicaksono,2011).
Pada individu yang tengah mengalami kekurangan insulin seperti pada DM,
kadar gula darah tetap meninggi, dan jika diberikan insulin berlebihan maka kadar
gula akan menurun secara drastis sehingga renjatan insulin dapat terjadi.

2.2 ETIOLOGI
1. Diabetes Mellitus tipe 1 (IDDM)
Ditandai dengan kerusakan sel-sel β pulau Langerhans (pankreas)
disebabkan oleh reaksi autoimun yang merupakan respon abnormal
dimana antibodi terarah dan bereaksi pada jaringan normal tubuh seolah-
olah jaringan tersebut merupakan benda asing (Smeltzer & Bare, 2009).
Individu yang peka secara genetik memberikan respon terhadap kejadian
pemicu yang diduga berupa infeksi virus dengan memproduksi antibodi
terhadap sel-sel β yang mengakibatkan berkurangnya sekresi insulin
(Smeltzer & Bare, 2009). Kecenderungan genetik tersebut ditemukan
pada individu yang memiliki tipe antigen HLA tertentu (Human
Leucocyte Antigen) yang bertanggung jawab atas antigen transplantasi
dan proses imun lainnya. Proses autoimun terhadap sel-sel beta pankreas
tsb menyebabkan ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin
(defisiensi insulin) (Smeltzer & Bare, 2009).

2. Diabetes Mellitus Tipe II (NIDDM)


Ditandai dengan gangguan sekresi insulin, yang menyebabkan
pankreas hanya mampu memproduksi insulin dalam jumlah terbatas
(insufisiensi insulin), maupun kerja insulin (resistensi insulin). Normalnya
insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai
akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut maka akan terjadi suatu

4
rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa dalam sel. Resistensi insulin
juga disertai dengan penurunan reaksi intrasel tsb (Smeltzer & Bare,
2009). Faktor genetik dan lingkungan memiliki pengaruh cukup besar,
antara lain obesitas, diet tinggi lemak rendah serat, dan kurang gerak
badan. Obesitas merupakan faktor risiko yang utama karena berkaitan
dengan resistensi insulin akibat gangguan pengikatan insulin dengan
reseptor yang disebabkan berkurangnya jumlah tempat reseptor yang
responsif insulin pada membran sel (Price & Wilson, 2010).

2.3 MANIFESTASI KLINIS


Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada DM
lansia umumnya tidak ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah
keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf.
Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua,
sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus
dengan komplikasi yang luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya
gangguan penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta
kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh
dengan pengobatan lazim.
Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering
ditemukan adalah :
1. Katarak
2. Glaukoma
3. Retinopati
4. Gatal seluruh badan
5. Pruritus Vulvae
6. Infeksi bakteri kulit
7. Infeksi jamur di kulit
8. Dermatopati
9. Neuropati perifer
10. Neuropati viseral

5
11. Amiotropi
12. Ulkus Neurotropik
13. Penyakit ginjal
14. Penyakit pembuluh darah perifer
15. Penyakit koroner
16. Penyakit pembuluh darah otak
17. Hipertensi
Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang ginjal
yang tinggi, dan dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur, atau
bahkan inkontinensia urin. Perasaan haus pada pasien DM lansia kurang
dirasakan, akibatnya mereka tidak bereaksi adekuat terhadap dehidrasi.
Karena itu tidak terjadi polidipsia atau baru terjadi pada stadium lanjut.
Penyakit yang mula-mula ringan dan sedang saja yang biasa terdapat pada
pasien DM usia lanjut dapat berubah tiba-tiba, apabila pasien mengalami
infeksi akut. Defisiensi insulin yang tadinya bersifat relatif sekarang menjadi
absolut dan timbul keadaan ketoasidosis dengan gejala khas hiperventilasi dan
dehidrasi, kesadaran menurun dengan hiperglikemia, dehidrasi dan ketonemia.
Gejala yang biasa terjadi pada hipoglikemia seperti rasa lapar, menguap dan
berkeringat banyak umumnya tidak ada pada DM usia lanjut. Biasanya
tampak bermanifestasi sebagai sakit kepala dan kebingungan mendadak.
Pada usia lanjut reaksi vegetatif dapat menghilang. Sedangkan gejala
kebingungan dan koma yang merupakan gangguan metabolisme serebral
tampak lebih jelas.

2.4 PATOFISIOLOGI
Diabetes type I. Pada diabetes type satu terdapat ketidakmampuan untuk
menghasilkan insulin dikarenakan sel-sel beta pankreas sudah dihancurkan oleh
proses autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa yg tidak
terukur oleh hati. Di samping itu glukosa yg berasal dari makanan tidak dapat
disimpan dalam hati meski tetap berada dalam darah. Apabila konsentrasi glukosa
dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak bisa menyerap kembali semua

6
glukosa yg tersaring ke luar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin
(glukosuria). Ketika glukosa yg berlebihan di ekskresikan ke dalam urin, ekskresi
ini dapat disertai pengeluaran cairan & elektrolit yg berlebihan. Kondisi ini
disebut diuresis osmotik. Yang Merupakan akibat dari kehilangan cairan
berlebihan, pasien bakal mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) &
rasa haus (polidipsia). Defisiensi insulin pula dapat menggangu metabolisme
protein & lemak yg menyebabkan penurunan berat badan. Pasien akan mengalami
peningkatan selera makan (polifagia), akibat adanya penurunan simpanan kalori.
Gejala lainnya mencakup kelelahan & kelemahan.

Dalam keadaan normal insulin mengendalikan terjadinya glikogenolisis


(pemecahan glukosa yg disimpan) & glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru
dari dari asam-asam amino & substansi lain), tetapi pada penderita defisiensi
insulin, proses ini bakal terjadi tanpa gangguan & selanjutnya bisa saja
menimbulkan hiperglikemia. Di Samping itu dapat terjadi pemecahan lemak yg
mengakibatkan peningkatan produksi tubuh keton yg merupakan product samping
pemecahan lemak. Tubuh keton yaitu asam yg menggangu keseimbangan asam
basa tubuh apabila jumlahnya terlalu berlebihan. Ketoasidosis yg diakibatkannya
akan menyebabkan tanda-tanda & gejala seperti nyeri bakal menimbulkan
perubahan kesadaran, koma bahkan menyebabkan terjadi kematian. Pemberian
insulin dengan cairan & elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan
cepat kelainan metabolik yang terjadi tersebut & mengatasi gejala hiperglikemi
serta ketoasidosis. Diet & latihan disertai pemantauan kadar gula darah yg sering
ialah pada abdomen, merasa mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton &
apabila tak ditangani komponen terapi yg penting.

Diabetes type II. Pada diabetes type II terdapat dua masalah utama yg
berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin & gangguan sekresi insulin.
Normalnya insulin bakal terikat dengan reseptor khusus yang pada permukaan sel.
Sebagai akibat terikatnya insulin dengan resptor tersebut, terjadi sebuah rangkaian
reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes
type II disertai dengan adanya sebuah penurunan reaksi intrasel ini. Dengan begitu

7
insulin menjadi tak efektif buat menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin & untuk mencegah terbentuknya glukosa
dalam darah, harus adanya sebuah peningkatan jumlah insulin yg disekresikan.
Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi
insulin yg berlebihan & kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yg normal
atau sedikit meningkat. Namun demikian, seandainya sel-sel beta tak bisa
mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa bakal
meningkat & berlangsung diabetes type II.

Meski terjadi gangguan sekresi insulin yg merupakan ciri khas DM type II,
tetapi masih terdapat insulin dengan jumlah yg adekuat buat mencegah
pemecahan lemak & produksi badan keton yg menyertainya. Lantaran itu
ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes type II. Walau begitu, diabetes
type II yg tidak terkontrol bakal menimbulkan masalah akut yang lain yg disebut
sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketoik (HHNK).

Diabetes type II seringkali terjadi pada penderita diabetes yg berumur lebih


dari 30 th & obesitas. Akibat intoleransi glukosa yg berlangsung lambat (selama
bertahun-tahun) & progresif, sehingga awitan diabetes type II bisa terjadi tanpa
terdeteksi. Apabila gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan
& bisa mencakup kelelahan, poliuria, iritabilitas, polidipsi, luka pada kulit yg
lama sembuh-sembuh, infeksi vagina atau pandangan yg kabur (apabila kadra
glukosanya sangat tinggi.

Pathway

8
Peningkatan krotak Resiko ketidak
glukosa stabilan glukosa

Sumber : Aplikasi
NANDA NIC – NOC 2015

2.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Glukosa darah: glukosa darah sewaktu  > 200 mg/dL (N : 60-110
mg/dl), glukosa darah puasa  > 140 mg/dL, glukosa darah 2 jam pp 
200 mg/dL (N:65-140 mg/dl) (WHO, 1985)

9
2. Hemoglobin glikosilat(HbA1C): meningkat 2-4 kali lipat mencerminkan
kontrol DM yang kurang baik selama 4 bulan terakhir
3. C-Peptide: mengindikasikan jumlah produksi insulin endogenous. DM
tipe I memiliki konsentrasi yang rendah atau tidak ada sama sekali, DM
tipe II bisa normal atau meningkat (Black & Hawks, 2005)
4. Aseton plasma (keton): positif
5. Asam lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meningkat (N : 120-210
mg/dl)
6. Osmolalitas serum: meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l
7. Elektrolit:
 Natrium  mungkin normal, meningkat, atau menurun (N : 135-148
mEq/dl)
 Kalium  normal atau meningkat semu, selanjutnya menurun (N :
3,5-6 mEq/dl)
 Fosfor  lebih sering menurun (N : 2,5-4,5 mEq/dl)
8. Gas darah arteri: menunjukkan pH rendah dan penurunan HCO3 (asidosis
metabolik) dengan kompensasi alkalosis respiratorik
9. Trombosit darah: Ht mungkin meningkat (dehidrasi); leukositosis,
hemokonsentrasi merupakan respon terhadap stres atau infeksi
10. Ureum/kreatinin: mungkin meningkat atau normal (dehidrasi/penurunan
fungsi ginjal) (Ureum N : 20-40mg/dl, kreatinin N: 0,6-1,1 mg/dl)
11. Amilase darah: mungkin meningkat mengindikasikan pankreatitis akut
penyebab ketoasidosis
12. Insulin darah: menurun-tidak ada pada DM tipe I / normal-tinggi pada
DM tipe 2
13. Pemeriksaan fungsi tiroid: mengetahui adanya peningkatan aktivitas
hormon tiroid yang meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan insulin
14. Urine: glukosa dan aseton positif, berat jenis dan osmolalitas mungkin
meningkat
15. Kultur dan sensivitas: kemungkinan ISK, infeksi pernapasan, dan infeksi
pada luka

10
2.6 PENATALAKSANAAN

1. Medis
Tujuan utama dilakukannya terapi DM ialah agar dapat menormalkan
aktivitas insulin & kadar glukosa darah dalam usaha untuk mengurangi
terjadinya sebuah komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuan therapy
terapeutik pada setiap type DM adalah demi mencapai kadar glukosa darah
dalam batas normal tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan serius pada
pola aktivitas pasien sehari-hari. Ada lima komponen penting dalam
penatalaksaan DM yaitu:
a. Diet
1) Syarat melakukan diet DM seharusnya dapat :
 Memperbaiki kesehatan umum pada penderita
 Mengarahkan pada berat badan dalam batas normal
 Menekan dan menunda timbulnya sebuah penyakit angiopati
diabetic
 Memberikan sebuah modifikasi diit sesuai dengan kondisi pada
penderita
 Menarik & mudah untuk diberikan
2) Prinsip diet DM, adalah :
 Jumlah sesuai kebutuhan
 Jadwal diet yang ketat
 Jenis : yang boleh dimakan / tidak
3) Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti
pedoman 3 J yakni:
 Jumlah kalori yg diberikan harus habis,
jangan dikurangi/ditambah
 Jadwal diit harus bisa sesuai dengan intervalnya
 Jenis makanan yg manis harus bisa dihindari

11
4) Penentuan jumlah kalori Diit DM harus disesuaikan oleh status gizi
pada penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung
Percentage of Relative Body Weight (BBR = berat badan normal)
dengan rumus :

Laporan Pendahuluan Diabetes Melitus Lengkap

 Kurus (underweight) apabila BBR < 90 %

 Normal (ideal) apabila BBR 90% – 110%

 Gemuk (overweight) apabila BBR > 110%

 Obesitas apabila BBR > 120%

 Obesitas ringan BBR 120 % – 130%

 Obesitas sedang BBR 130% – 140%

 Obesitas berat BBR 140% – 200%

 Morbid BBR >200 %

Sebagai sebuah pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-


hari bagi para penderita DM yg bekerja biasa yakni :

 Kurus (underweight) BB X 40-60 kalori perharinya

 Normal (ideal) BB X 30 kalori perharinya

 Gemuk (overweight) BB X 20 kalori perharinya

 Obesitas apabila BB X 10-15 kalori sehari

12
b. Latihan
Beberapa manfaat melakukan latihan teratur setiap hari bagi para penderita
DM yaitu:

 Meningkatkan kadar kepekaan insulin, jika dikerjakan setiap 1 1/2 jam


sesudah makan, berarti pula mengurangi terjadinya insulin resisten pada
penderita dengan kegemukan/menambah jumlah reseptor insulin &
meningkatkan sensivitas insulin dengan reseptornya.
 Memperbaiki aliran perifer serta menambah suplai oksigen yang ada
 Mencegah kegemukan apabila ditambahkan dengan latihan pagi dan sore
 Meningkatkan kadar kolesterol – high density lipoprotein
 Kadar glukosa otot & hati menjadi berkurang, maka latihan akan
dirangsang adanya pembentukan glikogen baru.
 Menurunkan kolesterol (total) & trigliserida dalam darah karena
adanya sebuah pembakaran asam lemak menjadi lebih baik.
c. Penyuluhan
Penyuluhan menjadi salah satu bentuk metode pemberian informasi kesehatan
kepada penderita DM, melalui bermacam-macam cara/ bisa menggunakan
media misalnya: leaflet, poster, audio visiual, diskusi kelompok, dll.

d. Obat
» Tablet OAD (Oral Antidiabetes)/ Obat Hipoglikemik Oral (OHO)

1) Mekanisme kerja sulfanilurea


Obat ini bekerja secara menstimulasi pelepasan insulin yg tersimpan,
menurunkan ambang sekresi insulin serta dapat meningkatkan terjadinya
sekresi insulin sebagai adanya akibat dari rangsangan glukosa. Obat
golongan ini umumnya diberikan pada penderita dengan berat badan dalam
batas normal & masih bisa dipakai pada pasien yg berat badannya sedikit
lebih.

13
2) Mekanisme kerja Biguanida
Biguanida tidak memiliki sebuah efek pankreatik, tetapi mempunyai
dampak lain yang dapat meningkatkan adanya efektivitas insulin, yakni :
 Biguanida pada tingkat prereseptor → ekstra pankreatik
- Menghambat glukoneogenesis di hati
- Menghambat absorpsi karbohidrat
- Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
 Biguanida pada tingkatan reseptor : meningkatkan jumlah reseptor
insulin
 Biguanida pada tingkatan pascareseptor: mempunyai efek intraselluler
Isulin
1) Indikasi untuk penggunaan insulin

 DM tipe I

 DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD

 DM pada kehamilan

 DM & gangguan faal hati yg berat

 DM & gangguan infeksi akut (selulitis, gangren)

 DM & TBC paru akut

 DM & koma lain pada DM

 DM operasi

 DM patah tulang

 DM & underweight

 DM & penyakit Graves

14
2) Beberapa cara dalam pemberian insulin

 Suntikan insulin subkutan


Insulin regular mencapai puncak kerjanya pada waktu sekitar 1 – 4 jam,
sesudah dilakukan suntikan subcutan, kecepatan absorpsi di tempat
suntikan tergantung pada adanya beberapa faktor yakni :

e. Cangkok pankreas
Pendekatan terbaru untuk cangkok adalah segmental dari donor hidup saudara
kembar identik.

2.7 KOMPLIKASI

1. Komplikasi akut
1) Hipoglikemi
a. Hipoglikemi ringan, gejala yang muncul seperti perspirasi, tremor,
takikardi, palpitasi, kegelisahan, dan rasa lapar.
b. Hipoglikemi sedang, gejala yang muncul seperti ketidakmampuan
berkonsentrasi, sakit kepala, vertigo, konfusi, penurunan daya ingat,
baal di daerah bibir dan lidah, bicara pelo, gerakan tak terkoordinasi,
perubahan emosional, perilaku tidak rasional, penglihatan ganda,
perasaan ingin pingsan.
c. Hipoglikemia berat, gejala yang muncul seperti disorientasi,
serangan kejang, sulit dibangunkan dari tidur, dan kehilangan
kesadaran.
2) Ketoasidosisi Diabetik
Disebabkan oleh tidak adanya insulin atau jumlah insulin yang tidak
mencukupi. Gambaran klinis yang penting pada ketoasidosis diabetik
adalah dehidrasi, kehilangan elektrolit, dan asidosis. Gejala yang
muncul seperti poliuri dan polidipsi, penglihatan kabur, kelemahan dan
sakit kepala, hipotensi ortostatik, nafas berbau aseton, anoreksia, mual,
muntah, nyeri abdomen, dan hiperventilasi (pernapasan Kussmaul).

15
2. Komplikasi Konik
1) Komplikasi Makrovaskuler
a. Penyakit arteri coroner
Penderita diabetes mengalami peningkatan insiden infark miokard
akibat perubahan atherosklerotik pada pembuluh arteri koroner.
Salah satu ciri unik penyakit arteri koroner pada penderita diabetes
adalah tidak terdapatnya gejala iskemik yang khas.
b. Penyaki serebrovaskuler
Penderita diabetes berisiko dua kali lipat untuk terkena penyakit
serebrovaskuler seperti TIA (Transient Ischemic Attack) dan stroke.
c. Penyakit vaskuler perifer
Tanda dan gejala mencakup berkurangnya denyut nadi perifer dan
klaudikasio intermiten (nyeri pada pantat atau betis ketika berjalan).
2) Komplikasi Mikrovaskuler
a. Retinopati Diabetik
Merupakan kelainan patologis mata disebabkan perubahan dalam
pembuluh-pembuluh darah kecil pada retina mata. Penglihatan yang
kabur merupakan gejala umum yang terjadi. Penderita yang melihat
benda tampak mengambang (floaters) dapat mengindikasikan
terjadinya perdarahan
b. Nefropati Diabetik
Merupakan penyebab tersering timbulnya penyakit ginjal stadium
terminal pada penderita diabetes.
3) Neuropati
Mengacu pada sekelompok penyakit yang menyerang semua tipe saraf
termasuk saraf perifer (sensoriotonom), otonom, dan spinal.
a. Neuropati Perifer
Sering mengenai bagian distal serabut saraf khususnya saraf
ekstremitas bawah. Gejala awal adalah parestesia (rasa tertusuk-
tusuk, kesemutan atau peningkatan kepekaan) dan rasa terbakar
khususnya malam hari. Bila terus berlanjut penderita akan

16
mengalami baal (matirasa) di kaki, penurunan sensibilitas nyeri
dan suhu yang meningkatkan risiko untuk mengalami cedera dan
infeksi di kaki.
b. Neuropati Otonom
Mengakibatkan berbagai disfungsi yang mengenai hampir seluruh
sistem organ tubuh.
1) Kardiovaskuler: takikardi, hipotensi ortostatik, infark
miokard tanpa nyeri
2) Gastrointestinal: cepat kenyang, kembung, mual, muntah,
hiperfluktuasi gula darah, konstipasi, diare
3) Urinarius: retensi urin, penurunan kemampuan untuk
merasakan kandung kemih yang penuh.
4) Kelenjar adrenal: tidak ada atau kurangnya gejala
hipoglikemia, penderita tidak lagi merasa gemetar,
berkeringat, gelisah, dan palpitasi.
5) Neuropati sudomotorik: penurunan pengeluaran keringat
(anhidrosis) pada ekstremitas. Kekeringan pada kaki
meningkatkan risiko ulkus.
6) Disfungsi seksual: impotensi
7) Masalah kaki dan tungkai pada diabetes:
Terdapat tiga komplikasi yang meningkatkan risiko
terjadinya infeksi pada kaki, antara lain:
a. Neuropati  menyebabkan hilangnya perasaan nyeri dan
sensibilitas tekanan (neuropati sensorik). Sedangkan
neuropati otonom menimbulkan peningkatan kekeringan
(akibat penurunan perspirasi)
b.Penyakit vaskuler perifer  sirkulasi ekstremitas bawah
yang buruk menyebabkan lamanya kesembuhan luka dan
menyebabkan terjadinya gangren
c. Penurunan daya imunitas  hiperglikemia mengganggu
kemampuan leukosit khusus untuk menghancurkan bakteri

17
2.8 PROSES KEPERAWATAN

1. Pengkajian
Tahap pengkajian terdiri dari :
a. Pengumpulan Data
Data yang didapat bersumber pada pasien, catatan perawat atau catatan
medik dan tim kesehatan lainnya. Dalam pengumpulan data ini dengan
menggunakan teknik wawancara, observasi dan pemeriksaan langsung
fisik pasien. Pada pengumpulan data dengan pasien difisiensi insulin
dan kelainan metabolisme meliputi :
1) Identitas
- Identitas pasien terdiri dari nama, jenis kelamin, usia diatas 30
tahun, pendidikan, pekerjaan, agama, suku bangsa, alamat,
nomor register, nomor CM, tanggal masuk, diagnosa medis dan
ruang perawatan.
- Identitas penaggung jawab terdiri dari nama, umur, jenis
kelamin, pendidikan, pekerjaan, alamat, dan hubungan dengan
pasien.
2) Identitas Kesehatan Pasien
a) Keluhan Utama
Pada Pasien dengan defisiensi insulin akan didapat keluhan
sering kencing, banyak minum, banyak makan, berat badan
menurun, badan terasa lemah dan adanya kesemutan daerah
ekstrimitas dan terdapat luka yang sulit sembuh.
b). Riwayat Kesehatan Sekarang
Menceritakan/menjabarkan kejadian sehingga pasien sampai
dirawat di rumah sakit, disaat mendapat perawatan sampai
dengan saat dikaji dan dikembangkan menurut pola PQRST.
c). Riwayat Kesehatan Dahulu dan Faktor Resiko
Kaji adanya riwayat pankreas diabetes mellitus kronis, obesitas,
riwayat melahirkan anak lebih dari 4 kilo, riwayat glukosa
selama stres.

18
d). Riwayat Kesehatan keluarga
Ditemukan adanya penyakit diabetes mellitus diantara anggota
keluarga.
3) Pemeriksaan Fisik
Dalam pemeriksaan fisik ada beberapa variasi pendekatan praktis
yang dapat dilakukan perawat untuk memeriksa pasien secara
sistematis yaitu pendekatan cepalo-caudal atau head to toe; sistem
tubuh dan pendekatan pola kesehatan fungsional. Dalam
pemeriksaan fisik pada pasien diabetes mellitus disini akan
menggunakan pendekatan system tubuh dan menggunakan teknik
inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
Komponen pemeriksaan fisik dengan pendekatan sistem tubuh
adalah sebagai berikut :
a. Penampilan Umum
Pasien dengan diabetes mellitus perlu dilihat keadaan umumnya
yang meliputi bentuk tubuh apakah kurus atau gemuk,
kesadaran; biasanya pasien dengan diabetes mellitus tahap lanjut
yang tidak diobati ada perubahan tingkat kesadaran apatis-coma.
b. Tanda-tanda Vital
Terdiri dari Temperatur, Nadi, Respirasi dan Tekanan Darah.
c. Sistem Kardiovaskuler atau Sirkulasi
Adanya riwayat hipertensi, jantung dan stroke kaji adanya
kesemutan pada ekstrimitas, penyembuhan ulkus yang lama.
d. Sistem Pernafasan
Biasanya terjadi hiperventilasi, nafas bau keton pada
ketoasidosis diabetik.
e. Sistem Gastro Intestinal
Kaji adanya mual, muntah, kembung, nafsu makan
berkurang/hilangnya nafsu makan. Tidak mengikuti diet,
penurunan berat badan, rasa haus.

19
f. Sistem Renal
Kaji pola urinaria adanya keinginan individu untuk miksi
meningkat (poliuria), nokturia. Kaji aktivitas seksual, frekuensi,
kepuasan libido, masalah ereksi, kesulitan orgasme pada wanita.
g. Sistem Endokrin
Pada umumnya akan didapat perubahna bentuk muka
(moonpice), kelenjar tyroid membesar, punggung seperti
kerbau, cepat lelah, hasil laboratorium konsentrasi glukosa naik.
h. Sistem Muskuloskeletal
Kaji adanya neuropati seperti kelemahan otot/atropi, deformitas
dan gangguan koordinasi motorik, kram otot, tonus otot
menurun dan lain-lain.
i. Sistem Integimen
Kaji adanya pruritus, ulserasi, luka yang tidak sembuh-sembuh,
kaji apakah ada kerontokan pada rambut.
j. Sistem Neurologik
Kaji tingkat kesadaran, biasanya pada pasien diabetes mellitus
tahap lanjut yang tidak diobati akan merubah tingkat kesadaran.
Kaji visus pasien biasanya ada gangguan penglihatan akibat
retinopati dan katarak. Kaji adanya kehilangan sensasi sensorik
pada ekstrimitas akibat neuropati.
k. Sistem Penginderaan
Pada penderita dengan diabetes mellitus yang lebih lanjut (30
tahun menderita diabetes mellitus) akan didapatkan kelainan
seperti retinopati atau katarak sehingga mengakibatkan
penglihatan menjadi kabur atau berkurang.
4) Aspek Psikososial
Perubahan perilaku, konsep diri/gambaran diri akibata danya luka
gangrene atau penurunan fungsi tubuh, koping diri, persepsi diri
tentang penyakitnya.

20
5) Aspek Spiritual
Pasien dengan diabetes mellitus yang mempunyai luka gangrene
perlu dikaji tentang kepercayaan, nilai hidup, agama dan filosofi
hidup.

b. Analisa Data
No Diagnosa Analisa Data & Patoflow Diagnosa Keperawatan
1 DO : Sel β pancreas hancur/ Ketidak seimbangan
 Mual, muntah menurun nutrisi kurang dari
 Nafsu makan berkurang atau kebutuhan tubuh
menurun Defisiensi insulin
 BB turun

Hiperglikemi

Pembatasan diit

Intake tidak adekuat

Ketidak seimbangan nutrisi


kurang dari kebutuhan

2 DO : Sel β pancreas hancur/ Kurang Volume Cairan


 Sering BAK (poliuri) menurun
 Sering minum (polidipsi)
 Haus Defisiensi insulin

Hiperglikemia

Poliuri

21
Intake cairan kurang

Kurang volume cairan

3 DO: Defisiensi insulin Perfusi jaringan perifer


tidak efektif
 Adanya kesemutan pada
daerah ekstermitas Hiperglikemia
 Kelemahan otot atau atropi
Fleksibilitas darah merah

Pelepasan O2

Hipoksia perifer

Perfusi jaringan perifer tidak


efektif

4 DO: Jumlah sel pankreas Resiko ketidak stabilan


hancur/menurun
Hasil laboratorium konsentrasi glukosa darah
glukosa meningkat diatas
Defisiensi insulin
normal

Hiperglikemia

Peningkatan kronik glukosa


darah

Resiko ketidak stabilan


glukosa darah

22
c. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
2. Kurang volume cairan
3. Perfusi jaringan perifer tidak efektif
4. Risiko ketidak stabilan glukosa darah
d. Rencana Asuhan Keperawatan
Tujuan dan kriteria hasil Intervensi dan aktivitas (NOC)
No Diagnosa Keperawatan
(NIC)
1 Ketidak seimbangan nutrisi NOC: Manajemen Nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh  Nutritional status: Adequacy of  Kaji adanya alergi makanan
b.d : factor biologis; Faktor nutrient  Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
ekonomi; gangguan psikososial  Nutritional Status : food and menentukan jumlah kalori dan nutrisi
; ketidak mampuan makan; Fluid Intake yang dibutuhkan pasien
ketidak mampuan mencerna  Weight Control  Yakinkan diet yang dimakan
makanan; ketidak mampuan mengandung tinggi serat untuk mencegah
mengabsorpsi nutrient; kurang Setelah dilakukan tindakan konstipasi
asupan makanan. keperawatan selama…x 24 jam  Ajarkan pasien bagaimana membuat
 Batasan karakteristik: nutrisi kurang teratasi dengan catatan makanan harian.
 BB 20% /lebih di bawah indikator:  Monitor adanya penurunan BB dan gula
rentang BB ideal  Albumin serum darah
 Bising usus hiperaktif  Pre albumin serum  Monitor lingkungan selama makan
 Cepat kenyang setelah  Hematokrit  Jadwalkan pengobatan dan tindakan
makan  Hemoglobin tidak selama jam makan

 Diare  Total iron binding capacity  Monitor turgor kulit

 Gangguan sensasi rasa  Jumlah limfosit  Monitor kekeringan, rambut kusam, total

 Kehilangan rambut protein, Hb dan kadar Ht

berlebihan  Monitor mual dan muntah


 Monitor pucat, kemerahan, dan
 Kelemahan otot pengunyah
kekeringan jaringan konjungtiva
 Kelemahan otot untuk
 Monitor intake nuntrisi
menelan
 Informasikan pada klien dan keluarga
 Kerapuhan kapiler
tentang manfaat nutrisi
 Kesalahan informasi
 Kolaborasi dengan dokter tentang
 Kesalahan persepsi
kebutuhan suplemen makanan seperti

23
 Ketidak mampuan memakan NGT/ TPN sehingga intake cairan yang
makanan adekuat dapat dipertahankan.
 Kram abdomen  Atur posisi semi fowler atau fowler
 Kurang informasi tinggi selama makan

 Kurang minat pada makanan  Kelola pemberan anti emetik:.....

 Membran mukosa pucat  Anjurkan banyak minum

 Nyeri abdomen  Pertahankan terapi IV line


 Catat adanya edema, hiperemik,
 Penurunan BB dengan
hipertonik papila lidah dan cavitas oval
asupan adekuat
 Sariawan rongga mulut
 Tonus otot menurun

Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi dan aktivitas (NOC)


No
Keperawatan (NIC)
2 Kekurangan volume cairan NOC: Manajemen cairan
b.d :  Keseimbangan cairan  Timbang BB setiap hari dan monitor
 Kegagalan mekanisme  Hidrasi status pasien
regulasi Setelah dilakukan tindakan  Jaga intake/ asupan yang akurat dan
 Kehilangan cairan aktif keperawatan selama…x 24 jam catat output
volume cairan normal dengan  Monitor status hidrasi (mis,
 Batasan karakteristik indicator: membrane mukosa lembab, denyut
 Haus  Tekanan darah dalam rentang yang nadi akurat dan tekanan darah
 Kelemahan diharapkan ortostatik)
 Kulit kering  CVP dalam rentang yang  Monitor hasil laboratorium yang
 Membran mukosa kering diharapkan relevan dengan retensi cairan (mis,
 Peningkatan frekuensi  Tekanan arteri rata-rata dalam peningkatan berat jenis, peningkatan
nadi rentang yang diharapkan BUN, penurunan hematokrit dan
 Peningkatan hematokrit  Denyut perifer teraba peningkatan kadar osmolalitas urin)
 Peningkatan konsentrasi  Keseimbangan intake dan output  Monitor status hemodinamik,
urin dalam 24 jam termasuk CVP, MAP, PAP dan
 Peningkatan suhu tubuh  Berat badan stabil PCWP jika ada
 Penurunan berat badan  Turgor kulit baik
 Monitor tanda-tanda vital
tiba-tiba  Kelembaban membrane mukosa
 Monitor indikasi kelebihan cairan/
 Penurunan haluaran urin  Serum elektrolit batas normal
retensi (mis, crackles, elevasi CVP,
 Penurunan pengisian vena  Hematokrit batas normal
edema, distensi vena leher dan leher)
 Penurunan tekanan darah  Berat jenis urin batas normal

24
 Penurunan tekanan nadi  Tidak ada asites  Monitor makanan/ cairan yang
 Penurunan turgor kulit  Tidak ada distensi vena leher dikonsumsi dan hitung asupan kalori
 Penurunan turgor lidah  Tidak ada kram otot harian
 Penurunan volume nadi  Tidak ada pusing  Monitor status gizi
 Perubahan status mental  Tidak ada haus yang abnormal  Berikan cairan dengan tepat
 Tidak ada bola mata cekung dan
 Distribusikan asupan cairan selama
lunak
24 jam
 Tidak ada edema perifer
 Dukung pasien dan keluarga untuk
 Tidak ada Suara nafas adventif
membantu dalam pemberian makan
 Tidak ada hipotensi ortostatik
dengan baik
 Membran mukosa lembab
 Monitor reaksi klien terhadap terapi
elektrolit
 Kaji lokasi dan luas edema jika ada
 Arahkan klien mengenai status NPO

Tujuan dan kriteria hasil Intervensi dan aktivitas (NOC)


No Diagnosa Keperawatan
(NIC)
3 Ketidak efektifan perfusi NOC : Perawatan Sirkulasi
jaringan perifer b.d : Diabetes  Perfusi Jaringan: Perifer  Kaji secara komprehensif sirkulasi
Melitus; Gaya hidup kurang  Status Sirkulasi perifer (nadi perifer, oedema, kapillary
gerak; Hipertensi; Kurang  Tanda-tanda Vital refill, warna dan suhu kulit)
pengetahuan tentang factor  Evaluasi oedem dan nadi perifer
pemberat (mis; merokok, gaya Setelah dilakukan tindakan  Inspeksi kulit adanya luka tekan dan
hidup monoton, trauma, keperawatan selama…x 24 jam jaringan yang tidak utuh
obesitas, asupan garam, perfusi jaringan kembali efektif  Lakukan perawatan luka (debridement,
imobilitas); Kurang pengetahuan dengan indicator: terapi antimikroba)
tentang proses penyakit (mis;  Pengisian kapiler  Monitor level nyeri
diabetes, hiperlipidemia);  Warna kulit normal  Instruksikan klien mengenai terapi
merokok  Kekuatan fungsi otot kompresi / penekanan
 Batasan karakteristik :  Kekuatan kulit  Lakukan terapi modalitas penekanan
 Bruit femoral  Suhu kulit hangat dengan cara yang tepat (menggunakan
 Edema  Tidak ada nyeri ekstermitas balutan pendek / panjang )
 Indeks ankle-brakhial < 0,90  Tinggikan kaki 20 derajat atau lebih dari
 Kelambatan penyembuhan jantung

25
luka perifer  Ubah posisi pasien tiap 2 jam sekali
 Klaudikasi intermiten  Dukung latihan ROM pasif dan aktif,
 Nyeri ekstermitas terutama pada ekstermitas bawah selama
 Parestesia istirahat
 Pemendekan jarak bebas nyeri  Berikan obat anti platelet atau anti
yang ditempuh dalam uji koagulan dengan cara yang tepat
berjalan 6 menit  Lindungi ekstermitas dari trauma (mis,
 Penurunan nadi perifer meletakan bantalan dibawah kaki dan
 Perubahan fungsi motorik betis, meletakkan footboard untuk
 Perubahan karakreristik kulit menopang kaki, menggunakan sepatu
(mis; warna, elastisitas, sesuai ukuran)
rambut, kelembaban, kuku,  Instruksikan klien melakukan perawatan
sensasi suhu) kaki yang benar
 Perubahan tekanan darah di  Pertahankan hidrasi yang cukup untuk
ekstermitas menurunkan viskositas darah
 Tidak ada nadi perifer
 Waktu pengisian kapiler > Tanda – Tanda Vital
3detik  Monitor suhu, nadi dan respirasi

 Warna kulit pucat saat elevasi  Monitor tekanan darah

Tujuan dan kriteria hasil Intervensi dan aktivitas (NOC)


No Diagnosa Keperawatan
(NIC)
4 Risiko ketidak stabilan kadar NOC: Manajemen Hiperglikemi
glukosa darah  Manajemen Hiperglikemi  Monitor kadar glukosa darah sesuai
 Faktor risiko :  Manajemen Pengobatan indikasi
 Asupan diet tidak cukp Setelah dilakukan tindakan  Monitor tanda dan gejala hiperglikemi:
 Gangguan status kesehatan keperawatan selama....x 24 jam poliuria, polidipsi, polifagi, kelemahan,
fisik glukosa darah stabil dengan indicator: letargi, malaise, pandangan kabur, atau
 Gangguan status mental  Nilai kadar glukosa dalam darah sakit kepala
 Kehamilan dalam rentang normal  Monitor ketonurin sesuai indikasi
 Keterlambatan  Tidak terdapat ketonurin
 Monitor AGD, elektrolit dan kadar
perkembangan kognitif  Nilai AGD, elektrolit dan kadar
betahidroksibutirat
 Kurang kepatuhan pada betahidroksibutirat dalam rentang
 Monitor nadi dan tekanan darah
rencana manajemen normal
ortostatik sesuai indikasi
diabetes
 Berikan insulin

26
 Kurang pengetahuan  Dorong asupan cairan oral
tentang manajemen  Monitor status cairan (input dan
penyakit output), sesuai kebutuhan
 Manajemen diabetes tidak
 Monitor cairan IV
tepat
 Identifikasi kemungkinan penyebab
 Manajemen medikasi tidak
hiperglikemi
efektif
 Bantu ambulasi jika terdapat hipotensi
 Pemantauan glukosa darah
orthostatic
tidak adekuat
 Penambahan BB berlebihan  Batasi aktivitas ketika kadar glukosa
darah > 250 mg/dl, khususnya jika
 Penurunan BB berlebihan
ketonurin terjadi
 Periode pertumbuhan cepat
 Rata-rata aktivitas harian  Instruksikan pada klien dan keluarga
kurang dari yang dianjurkan mengenai pencegahan, pengenalan

menurut jenis kelamin dan tanda-tanda hiperglikemi dan

usia manajemen hiperglikemi

 Stres berlebihan Manajemen Obat

 Tidak menerima diagnosis  Monitor efektifitas cara pemberian


obat yang sesuai
 Monitor klien mengenai efek
teurapetik obat
 Monitor tanda dan gejala toksisitas
obat

27

Anda mungkin juga menyukai