PERKEMBANGAN ANAK
1. Pengertian Pertumbuhan dan Perkembangan
Anak memiliki suatu ciri yang khas yaitu selalu tumbuh dan berkembang sejak
konsepsi sampai berakhirnya masa
remaja. Hal ini yang membedakan anak dengan dewasa. Anak bukan dewasa kecil.
Anak menunjukkan ciri-ciri
pertumbuhan dan perkembangan yang sesuai dengan usianya.
Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta jaringan
interselular, berarti bertambahnya ukuran fisik
dan struktur tubuh sebagian atau keseluruhan, sehingga dapat diukur dengan
satuan panjang dan berat.
Perkembangan adalah bertambahnya struktur dan fungsi tubuh yang lebih
kompleks dalam kemampuan gerak kasar,
gerak halus, bicara dan bahasa serta sosialisasi dan kemandirian.
Pertumbuhan terjadi secara simultan dengan perkembangan. Berbeda dengan
pertumbuhan, perkembangan merupakan
hasil interaksi kematangan susunan saraf pusat dengan organ yang
dipengaruhinya, misalnya perkembangan sistem
neuromuskuler, kemampuan bicara, emosi dan sosialisasi. Kesemua fungsi tersebut
berperan penting dalam kehidupan
Emosi yang berkembang akan sesuai dengan impuls emosi yang diterimanya.
Misalnya, jika anak mendapatkan curahan kasih sayang, mereka akan belajar untuk
menyayangi.
3. Perkembangan Kognitif
Pada aspek koginitif perkembangan anak nampak pada kemampuannya dalam
menerima, mengolah, dan memahami informasi-informasi yang sampai kepadanya.
Kemampuan kognitif berkaitan dengan perkembangan berbahasa (bahasa lisan
maupun isyarat), memahami kata, dan berbicara.
4. Perkembangan Psikososial
Aspek psikososial berkaitan dengan kemampuan anak untuk berinteraksi dengan
lingkungannya. Misalnya, kemampuan anak untuk menyapa dan bermain bersama
teman-teman sebayanya.
Dengan mengetahui aspek-aspek perkembangan anak, orangtua dan pendidik bisa
merancang dan memberikan rangsangan serta latihan agar keempat aspek tersebut
berkembang secara seimbang.
Rangsangan atau latihan tidak bisa terfokus hanya pada satu atau sebagian aspek.
Tentunya, rangsangan dan latihan tersebut diberikan dengan tetap memerhatikan
kesiapan anak, bukan dengan paksaan.
5. Perkembangan moral pada anak
Pertama, pada usia balita, anak perlu memperoleh pengenalan akan peraturan
dalam keluarga melalui orangtuanya. Sekalipun pemahaman anak mengenai moral
masih bersifat sederhana, pada usia yang sangat muda pun, anak sudah mampu
mengenali rasa bersalah dan dapat diajak menyesali dosanya di hadapan Tuhan.
Kedua, pada usia balita hingga kanak-kanak akhir, orangtua sebaiknya tidak
memperkenalkan dualisme dalam kehidupan moral. Dunia yang dikenal anak pada
usia demikian bersifat hitam-putih dan ideal. Mereka akan bingung misalnya, bila
mereka diperbolehkan bahkan disuruh berbohong pada suatu saat, namun dilarang
berbohong dan dihukum di saat lain. Mereka membutuhkan pengajaran dan teladan
yang konsisten dan dapat dipercaya. Ketika anak sudah memahami benar tentang
arti intensi di balik suatu perbuatan (maksud tersembunyi dari suatu tingkah laku
yang tampak), barulah ia dapat diajak berdiskusi mengenai dilema moral. Pada
tahap ini, anak baru memahami bahwa ada peraturan yang wajib kita taati, ada
yang tidak. Namun setiap pelanggaran mempunyai konsekuensinya. Anak tetap
harus diberitahu bahwa ada peraturan yang bagaimanapun tidak boleh dilanggar.
Pada saat anak memasuki usia remaja dan mulai kritis terhadap segala sesuatu,
anak perlu mengetahui bahwa kenyataan hidup ada kalanya memaksa kita untuk
memilih, kepada siapakah kita harus taat.
Ketiga, tujuan pendidikan moral adalah agar anak bertanggung jawab penuh atas
perilaku moralnya suatu ketika nanti. Dalam hal ini, tanggung jawab moral yang
dimaksud tidak sekedar menghormati hak orang lain yang bersifat universal,