Anda di halaman 1dari 0

Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.

USU Repository 2009




Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita
Penyakit Kronis














Mika Vera Aritonang
Skripsi
Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Medan
2008
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009


Judul : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit
Kronis
Peneliti : Mika Vera Aritonang
Jurusan : Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara
Tahun Akademik : 2008/2009

Pembimbing

............................................
(Nur Afi Darti, S.Kp, M.Kep)
NIP: 132 255 301






Penguji

........................................ Penguji I
(Nur Afi Darti, S.Kp, M.Kep
NIP. 132 255 301

........................................ Penguji II
(Siti Saidah, S.Kp, M.Kep, Sp.Mat)
NIP. 132 238 510

........................................ Penguji III
(Siti Zahara Nasution, S.Kp,MNS)
NIP. 132 296 510
Program Studi Ilmu Keperawatan telah menyetujui skripsi ini sebagai bagian dari
persyaratan kelulusan Sarjana Keperawatan


3
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009



............................................ ..
Erniyati, S.Kp, MNS Prof.Dr.Guslihan Dasa Tjipta,Sp.A(K)
NIP.132 238 510 NIP. 140 105 363
Ketua PSIK Pembantu Dekan I FK USU



















4
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009


Judul : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit
Kronis
Peneliti : Mika Vera Aritonang
Jurusan : Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara
NIM : 041101045
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan tentang bagaimana
pengalaman keluarga dengan anak yang menderita penyakit kronis. Desain
penelitian eksploratif dengan metoda penelitian kualitatif digunakan untuk
menjawab pertanyaan penelitian.
Sebanyak tujuh orang anggota keluarga dengan anak yang menderita
penyakit kronis telah dipilih secara purposif dan acak untuk memberikan data
kualitatif tentang bagaimana pengalaman keluarga dengan anak yang menderita
penyakit kronis.
Melalui analisa isi diklassifikasikan dan diuraikan dalam empat kategori.
Pertama, pengalaman awal mengasuh anak yang menderita penyakit kronis yang
terdiri dari: respon emosional, membawa anaknya ke pengobatan di luar medis,
mencari informasi, dan aspek budaya. Kedua, pengalaman tanpa akhir yang terdiri
dari stress, tekanan ekonomi, gangguan fisiologis dan fisik, pasrah dan
menunjukkan penerimaan, mencari bantuan dari keluarga, lingkungan maupun
lembaga terkait. Ketiga, dampak penyakit kronis terhadap keluarga terdiri dari
keterbatasan, persaingan saudara sekandung, lebih perhatian dengan pola hidup
dan nutrisi anak dan yang keempat adalah kekhawatiran masa depan anak dengan
penyakit kronis.
Hasil penelitian ini diharapkan akan bermanfaat sebagai sumber
pengetahuan dan informasi dalam memberikan asuhan keperawatan kepada anak
yang menderita penyakit kronis , yaitu: untuk memberikan informasi sedini
mungkin kepada keluarga tentang antisipasi kelainan yang dialami anak,
pengembangan program intervensi krisis kepada keluarga, pengembangan
program intervensi dini bagi anak dengan penyakit kronis, pelatihan untuk orang
tua.
Kata kunci: pengalaman keluarga, penyakit kronis, anak


5
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009



UCAPAN TERIMAKASIH
Segala Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan
anugerah keselamatan kepada Penulis. Karena hikmat dan pertolonganNya maka
Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul Pengalaman Keluarga
dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, yang menjadi salah satu syarat
untuk menyelesaikan pendidikan Sarjana Keperawatan di Program Studi Ilmu
Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan.
Selama proses penulisan skripsi ini Penulis banyak mendapatkan
dukungan dan bantuan dari beberapa pihak. Oleh karena itu, Penulis ingin
mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada Ibu Nur Afi Darti, S.Kp,
M.Kep sebagai dosen Pembimbing Skripsi yang banyak memberikan masukan,
motivasi dan bimbingan yang sangat berharga selama penulisan skripsi ini.
Terimakasih juga penulis ucapkan kepada Bapak Prof.dr.Gontar A. Siregar,
SpPD-KGEH selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara,
Bapak Prof.dr. Guslihan Dasa Tjipta, Sp.A (K) selaku Pembantu Dekan I, kepada
Ibu Erniyati, S.Kp, MNS selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan
Universitas Sumatera Utara, kepada Ibu Siti Saidah, S.Kp, M.Kep, Sp.Mat sebagai
penguji dua, dan kepada Ibu Siti Zahara Nasution, S.Kp, MNS sebagai penguji
tiga.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Ibu Rika Endah Nurhidayah,
S.Kp selaku dosen Pembimbing Akademik, seluruh staff pengajar dan
6
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

administrasi di Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
Terimakasih kepada Direktur SDM dan Pendidikan Rumah Sakit Haji Adam
Malik Medan yang telah memberikan izin kepada Peneliti untuk melakukan
penelitian dan terimakasih juga kepada seluruh responden yang mau meluangkan
waktu untuk menjadi responden dalam penyelesaian skripsi ini.
Terimakasih banyak Penulis ucapkan kepada keluarga yang selalu ada
untuk memberi dukungan. Untuk kedua orang tua Penulis yang selalu
mencurahkan kasih sayang, yaitu Bapak A.Aritonang dan Ibu P. Ginting atas
segala dukungan, doa dan motivasi yang selalu dicurahkan kepada Penulis.
Terimakasih atas semua hal yang diberikan sehingga Penulis dapat menyelesaikan
pendidikan selama berada di Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas
Kedokteran USU. Abangku Effendy dan adik-adikku Nani, Eva, dan Esra,
terimakasih atas pengertian dan dukungannya. Tuhan selalu memberkati kita.
Terimakasih buat semua sahabat-sahabat yang selalu memberi dukungan
, kritik dan saran untuk Penulis. Terimakasih untuk Betty Sirait, dan Ida Sitopu
yang selalu memberi semangat. Untuk teman-teman kelompok kecilku
Faniatheola, Kak Winda, Kak Mantha, Efi, Tio, Jubeletha, dan Vida. Untuk
semua teman-teman stambuk 2004, khususnya Juliana, Eva, Grace, Lilis, Dame,
Connie, Lisbeth , Henny, Jawad, Khairida, Nina, Aini, Martha dan Julidia.
Terimakasih buat semua kenangan yang tercipta selama empat tahun ini.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan Ilmu
Keperawatan khususnya dan masyarakat pada umumnya.

7
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

Medan, Januari 2009
Penulis


DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................ i
ABSTRAK ................................................................................................... ii
UCAPAN TERIMAKASIH ........................................................................ iii
DAFTAR ISI ............................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang ............................................................................. 1
2. Tujuan Penelitian ........................................................................... 4
3. Pertanyaan Penelitian ..................................................................... 4
4. Manfaat Penelitian ......................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1. Konsep Keluarga .......................................................................... 6
1.1 Defenisi Keluarga ........................................................................ 6
1.2 Karaktersitik Keluarga ................................................................. 7
1.3 Tipe Keluarga .............................................................................. 7
1.4 Fungsi Keluarga........................................................................... 8
1.5 Tugas Kesehatan Keluarga ........................................................... 9
2. Anak yang Menderita Penyakit Kronis ........................................... 10
2.1 Defenisi Anak yang Menderita Penyakit Kronis ........................... 10
8
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

2.2 Keadaan Sakit Kronis dan Perkembangan Anak ........................... 11
2.3 Reaksi Anak terhadap Hospitalisasi ............................................. 13
3. Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis ............... 13
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
1. Desain Penelitian ........................................................................... 17
2. Populasi dan Sampel ...................................................................... 17
2.1 Populasi ....................................................................................... 17
2.2 Sampel......................................................................................... 18
3. Lokasi dan Waktu Penelitian ......................................................... 19
4. Pertimbangan Etik ......................................................................... 20
5. Pengumpulan Data ......................................................................... 20
6. Analisa Data .................................................................................. 21
7. Tingkat Kepercayaan Data ............................................................. 22
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Hasil Penelitian.............................................................................. 24
1.1 Karakteristik Responden .............................................................. 24
1.2 Hasil Wawancara ......................................................................... 26
1.3 Pembahasan ................................................................................. 41
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan .................................................................................. 70
2. Saran ............................................................................................ 71
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 73
LAMPIRAN : 1. Lembar Persetujuan Menjadi Responden
9
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

2. Kuesioner Data Demografi
3. Panduan Wawancara
4. Transkip data
5. Surat Izin Penelitian
6. Curriculum Vitae
BAB 1
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Penyakit kronis merupakan suatu kondisi yang mempengaruhi fungsi
sehari-hari selama lebih dari 3 bulan dalam setahun, yang menyebabkan
hospitalisasi lebih dari 1 bulan dalam setahun, atau ( pada saat didiagnosis)
cenderung melakukan hospitalisasi (Wong, 2004). Penyakit kronis juga
didefenisikan sebagai keadaan sakit yang berlangsung selama 12 bulan atau
lebih yang membutuhkan perawatan intensif di rumah sakit ataupun di
rumah dan beberapa di antaranya dapat menimbulkan keterbatasan dan
ketidakmampuan pada penderita (JAMA, 2008).
Anak-anak dapat menderita penyakit kronis dalam berbagai bentuk
penyakit. Penyakit kronis yang diderita di antaranya: asthma, diabetes, kelainan
jantung bawaan, kanker, epilepsy, HIV/AIDS, sickle cell anemia, obesitas,
penyakit mental dan penyakit yang berhubungan dengan ketidakmampuan
seperti autis, hiperaktif, dan kecacatan (Boyse,2007).
10
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

Penyakit kronis diderita oleh lebih dari 10 % populasi anak-anak di
dunia dan 1-2% di antaranya dalam kondisi yang sangat serius (Eiser, 2008).
Berdasarkan penelitian University Of Michigan, ada sekitar 15-18% anak-
anak di Amerika Serikat menderita penyakit kronis. Di Indonesia sendiri
belum ada data pasti jumlah penderita penyakit kronis. Namun, berdasarkan
data Departemen Kesehatan Indonesia, penyakit kardiovaskuler menempati
urutan kedua sebagai penyakit yang banyak diderita anak-anak setelah
penyakit saluran pernafasan. Hasil SKRT tahun 1995, gangguan perinatal dan
penyakit syaraf yang cenderung berakhir menjadi penyakit kronis menempati
urutan kedua dan ketiga sebagai penyebab kematian pada anak-anak. Sementara
itu, HIV/AIDS, anemia dan obesitas meningkat setiap tahunnya (Andra dalam
farmacia, 2007).
Dari pra penelitian yang Peneliti lakukan di Rumah Sakit Haji Adam
Malik Medan di Rindu B4 pada tanggal 13 September 2008, diketahui bahwa
pada bulan Januari-Juni 2008, persentase pasien baru dengan penyakit thalasemia
44,33%, hemophilia 22,66%, penyakit jantung bawaan 3%, meningitis 6,8%,
enchepalitis 3,16%, ephilepsy 6%, dan asma sebesar 3,16 %. Ini menunjukkan
bahwa insidensi anak-anak yang harus menjalani perawatan dan hospitalisasi
karena penyakit kronis cukup besar.
Menurut Boyse tahun 2008, meskipun jenis penyakitnya berbeda-beda,
namun kondisi yang dirasakan anak-anak dengan penyakit kronis pada umumnya
sama. Mereka akan hidup dengan ketergantungan pada keluarga, teman dan
lingkungan akibat dari keterbatasan dan ketidakmampuan sebagai respon dari rasa
11
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

sakit dan trauma. Penyakit kronis akan menimbulkan stress pada anak dan
keluarga (Mussatto, 2006).
Banyak hal yang mempengaruhi kondisi kesehatan dan psikologis anak-
anak yang menderita penyakit kronis. Terkadang anak akan merasa bersalah
kepada keluarga, namun di satu sisi anak akan menuntut perhatian lebih karena
merasa tidak berdaya (Boyse, 2008). Perasaan bersaing dengan saudara sekandung
dapat memperburuk kesehatan anak karena merasa tidak berguna dan tidak
diperlukan dibandingkan dengan saudaranya yang sehat. Oleh karena itu, peran
serta seluruh anggota keluarga sangat diperlukan dalam perawatan anak yang
menderita penyakit kronis (AAP,2002)
Keluarga telah lama diketahui sebagai sumber utama pola prilaku sehat.
Banyak studi yang telah menguji peran keluarga dalam bebagai prilaku yang
berhubungan dengan kesehatan, seperti aktivitas fisik, pola-pola nutrisi, dan
penggunaan substansi, dimana masing-masing prilaku tersebut memiliki
hubungan yang kuat dengan perkembangan dan pemeliharaan penyakit kronis
(Andra dalam Farmacia 2008). Namun, anak yang menderita penyakit kronis
sangat membutuhkan perhatian yang serius, komitmen dan perjuangan yang berat
bagi anggota keluarga untuk merawatnya. Tidak semua anggota keluarga dapat
menerima dan menyesuaikan diri dengan cepat. Keluarga mungkin akan merasa
bersalah, marah, lelah dan stress menghadapi kondisi tersebut. Oleh karena itu,
penyakit kronis yang diderita anak juga memberi dampak pada kehidupan
keluarga dalam hal psikologis, ekonomi, emosi dan sosial sehingga membutuhkan
penyesuaian (Mussatto, 2006).
12
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

Dari pra penelitian yang peneliti lakukan, rata-rata orang tua akan
mengalami stress dan emosional yang tinggi dalam menghadapi dan merawat
anak mereka yang terkena penyakit kronis. Mereka kesulitan untuk memahami
perasaan dan kondisi yang dialami karena ketidaktahuan kebutuhan dan
perawatan. Keadaan finansial keluarga dan kehidupan sosial juga mempengaruhi
psikologis dan fisik orang tua.
Berdasarkan penelitian dan literature yang berasal dari luar negeri khususnya
China dan Amerika, terdapat banyak penjelasan dan keterangan yang menyatakan
adanya stress dan ketegangan psikologis dan sosial pada keluarga dengan anak
yang menderita penyakit kronis. Oleh karena itu, Peneliti tertarik untuk meneliti
tentang pengalaman keluarga dengan anak yang menderita penyakit kronis di
Indonesia. Selain itu, issue atau pokok masalah yang dialami keluarga belum
banyak dibahas dengan mendalam khususnya di Indonesia dan literature yang
berhubungan dengan pengalaman orang tua yang memiliki anak dengan penyakit
kronis di Indonesia sangat terbatas.

2. Tujuan Penelitian
Mengeksplorasi pengalaman keluarga dengan anak yang menderita
penyakit kronis.

3. Pertanyaan Penelitian
Bagaimana pengalaman keluarga dengan anak yang menderita penyakit
kronis?
13
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009


4. Manfaat Penelitian
4.1. Pendidikan Keperawatan
Penelitian ini diharapkan menjadi sumber informasi dalam ilmu
keperawatan khususnya bidang keperawatan keluarga tentang pengalaman
keluarga dengan anak yang menderita penyakit kronis.
4.2. Praktik Pelayanan Keperawatan
Hasil penelitian yang diperoleh diharapkan menjadi sumber pengetahuan
dan strategi bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan yang lebih
komprehensif pada keluarga yang memiliki anak dengan penyakit kronis.
4.3. Penelitian Keperawatan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan yang berharga
bagi peneliti selanjutnya, dan sebagai data tambahan untuk memperkaya
pengetahuan khususnya mengenai asuhan keperawatan keluarga dengan anak
yang menderita penyakit kronis.








14
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009












BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

1. Konsep Keluarga
1.1. Defenisi Keluarga
Pengertian keluarga akan berbeda tergantung pada orientasi yang
digunakan dan orang yang mendefenisikannya. Menurut Friedman 1998, keluarga
adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama, dengan keterikatan
aturan dan emosional dari individu yang mempunyai peran masing-masing yang
merupakan bagian dari keluarga. Menurut Departemen Kesehatan (1980) dalam
Sudiharto (2005), keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari
kepala keluarga serta beberapa orang yang berkumpul dan tinggal dalam satu atap
15
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

dalam keadaan saling ketergantungan. Menurut UU No.10 tahun 1992 tentang
Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera, keluarga
adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami-istri, atau suami-istri
dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya.
Dalam bidang kesehatan, keluarga dalam berbagai defenisi menurut para
peneliti, adalah unit pelayanan kesehatan terdepan dalam meningkatkan kesehatan
komunitas. Sehingga, apabila setiap keluarga sehat, akan tercipta komunitas yang
sehat. Hal ini dikarenakan masalah kesehatan yang dialami oleh salah satu
anggota keluarga dapat mempengaruhi anggota keluarga yang lain. Masalah yang
dihadapi anggota keluarga dapat mempengaruhi sistem keluarga tersebut dan
komunitas setempat (Sudiharto,2005).

1.2. Karakteristik Keluarga
Keluarga terdiri dari orang-orang yang disatukan oleh ikatan perkawinan,
darah dan ikatan adopsi dimana anggota sebuah keluarga biasanya hidup bersama-
sama dalam satu rumah tangga, atau jika mereka hidup secara terpisah, mereka
tetap menganggap rumah tangga tersebut sebagai rumah mereka. Anggota
keluarga berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain dalam peran-peran sosial
keluarga seperti suami-istri, ayah dan ibu, anak laki-laki dan anak perempuan ,
saudara, saudara dan saudari. Selain itu, keluarga sama-sama menggunakan kultur
yang sama, yaitu kultur yang diambil dari masyarakat dengan beberapa ciri unik
tersendiri (Friedman, 1998).

16
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

1.3. Tipe Keluarga
Menurut Sudiharto (2005), pembagian tipe keluarga tergantung pada
konteks keilmuan dan orang yang mengelompokkan. Secara tradisional keluarga
dikelompokkan menjadi dua yaitu, keluarga inti (nuckear family) dan keluarga
besar (extended family). Keluarga inti adalah keluarga yang hanya terdiri dari
ayah, ibu dan anak yang diperoleh dari keturunannya atau adopsi atau keduanya.
Sedangkan keluarga besar adalah keluarga inti ditambah keluarga lain yang masih
mempunyai hubungan darah.
Namun, dengan berkembangnya peran individu dan meningkatnya rasa
individualisme menyebabkan defenisi keluarga telah meluas. Pengelompokan tipe
keluarga berkembang menjadi 6 kelompok yaitu, keluarga bentukan kembali
(dyadic family) yaitu keluarga baru yang terbentuk dari pasangan yang telah cerai
atau karena kehilangan pasangannya, orang tua tunggal (single parents family)
dengan anaknya, ibu remaja dengan anak tanpa perkawinan (the unmarriage
teenage mother), orang dewasa (laki-laki atau perempuan) yang tinggal sendiri
tanpa menikah (the single adult living alone), keluarga dengan anak tanpa
pernikahan, dan keluarga yang dibentuk oleh pasangan berjenis kelamin sama
(gay or lesbian family).

1.4. Fungsi Keluarga
Keluarga memiliki beberapa fungsi yang harus dijalankan untuk
mempertahankan dan meningkatkan kesejahteraan keluarga. Friedman (1998)
mengidentifikasikan lima fungsi dasar keluarga yaitu: fungsi afektif, fungsi
17
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

sosialisasi, fungsi reproduksi, fungsi ekonomi dan fungsi perawatan/pemeliharaan
kesehatan. Fungsi Afektif (The Affective Function) berhubungan erat dengan
fungsi internal keluarga, yang merupakan basis kekuatan keluarga. Fungsi afektif
berguna untuk pemenuhan kebutuhan psikososial yang meliputi: saling mengasuh,
saling menghargai, dan hidup dalam ikatan yang dapat diidentifikasi. Fungsi
sosialisasi dan tempat bersosialisasi (Socialisation and social placement function)
adalah fungsi mengembangkan dan tempat melatih anak untuk berkehidupan
sosial sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan dengan orang lain di luar
rumah. Fungsi reproduksi yaitu untuk meneruskan kelangsungan keturunan dan
menambah sumber daya manusia. Fungsi ekonomi merupakan fungsi keluarga
untuk memenuhi kebutuhan seluruh anggota keluarga, seperti kebutuhan
makanan, pakaian, dan tempat berlindung (rumah). Dan terakhir, fungsi perawatan
kesehatan adalah fungsi untuk melaksanakan praktik asuhan kesehatan, yaitu
untuk mencegah terjadinya gangguan kesehatan dan atau merawat anggota
keluarga yang sakit (Friedman, 1998)
Keluarga juga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan anggota-anggota
keluarga sesuai dengan tahap perkembangannya. Bagi pasangan suami-istri atau
anggota keluarga yang dewasa , keluarga berfungsi menstabilkan kehidupan
mereka yaitu memenuhi kebutuhan kasih sayang, sosial ekonomi, dan kebutuhan
seksual. Bagi anak-anak, keluarga memberikan perawatan fisik dan perhatian
emosional, dan seiring dengan itu, keluarga juga mengarahkan perkembangan
kepribadian (Friedman, 1998).

18
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

1.5. Tugas Kesehatan Keluarga
Menurut Sudihartos (2005), keluarga memiliki polanya tersendiri dalam
membina hubungan dengan anggota keluarga, antara lain: pola komunikasi,
mengambil keputusan, sikap dan nilai dalam keluarga serta kebudayaan, dan gaya
hidup. Kemandirian anggota keluarga sangat bergantung pada pola-pola yang
diaktualisasikan keluarga, tingkat maturitas dan perkembangan individu,
pendidikan, kesehatan dan budaya komunikasi setempat. Pola-pola terbut juga
mempengaruhi kemampuan keluarga dalam menjalankan tugas kesehatan
keluarga.
Setiap keluarga memiliki cara yang unik dalam melaksanakan tugas
kesehatan keluarga khususnya dalam menyelesaikan masalah kesehatan anggota
keluarga. Keluarga memiliki budaya yang unik yang diaktualisasikan dalam
mengatasi permasalahan kesehatan walaupun memiliki garis keturunan yang
sama. Masih ada budaya yang dipertahankan keluarga untuk mengatasi masalah
kesehatan keluarga, meskipun telah ratusan tahun berselang. (Sudiharto, 2005).
Ada lima tugas kesehatan keluarga yaitu: mengenal gangguan
perkembangan kesehatan setiap anggota keluarga, mengambil keputusan untuk
tindakan kesehatan yang tepat, memberikan perawatan kepada anggota keluarga
yang sakit (yang tidak dapat membantu diri karena cacat atau usianya terlalu
muda), memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan keluarga,
dan memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan di sekitarnya bagi keluarga.
Kelima hal di atas menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara keluarga dan
status kesehatan anggotanya, bahwa peran dari keluarga dalam menyelesaikan
19
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

masalah kesehatan sangat penting bagi setiap aspek perawatan kesehatan anggota
keluarga secara individu, mulai dari strategi-strategi hingga rehabilitasi
(Friedman, 1999).

2. Anak yang Menderita Penyakit Kronis
2.1. Defenisi Anak yang Menderita Penyakit Kronis
Menurut Vickers (2008), penyakit kronis didefenisikan sebagai suatu
keadaan sakit, atau ketidakmampuan baik itu psikis, kognitif dan emosi, dan
berlangsung minimal 6 bulan yang memerlukan intervensi medis terus-menerus
untuk merawat episode akut atau masalah kesehatan yang timbul berulang.
Penyakit kronis menurut Boyse (2008) adalah masalah kesehatan yang
berlangsung selama lebih dari tiga bulan, yang mempengaruhi aktivitas normal
anak, sering mengalami hospitalisasi, dan memerlukan tindakan medis yang lebih
luas serta membutuhkan perawatan di rumah.
Penyakit kronis merupakan suatu penyakit yang penuh dengan
ketidakpastian. Meskipun banyak intervensi medis yang diberikan, kemungkinan
sakit ataupun sembuh tidak dapat diprediksi dan dipastikan. Kekambuhan bisa
terjadi kapan saja dan bila hal itu tiba, anak-anak yang menderita penyakit kronis
cenderung memerlukan perwatan segera dan cepat. Contoh penyakit kronis
diantaranya adalah: asthma, hemophilia, celebral palsy, ephilepsy, kelainan
jantung, kanker, HIV/AIDS, keadaan dan kondisi sakit bawaan sejak dilahirkan
yang membutuhkan perawatan lama dan terus menerus, dalan lain-lain (Martini,
2008).
20
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009


2.2. Keadaan Sakit Kronis dan Perkembangan Anak
Penyakit kronis sangat mempengaruhi kualitas hidup dan perkembangan
anak. Berdasarkan laporan Boyse (2008), anak dengan penyakit kronis akan lebih
sering mengalami hosptalisasi, pengobatan, dan kunjungan untuk pemeriksaan
kesehatan dengan paramedis. Keadaan sakit kronis dan disabilitas fisik dapat
membawa tantangan berbeda pada anak dan keluarga tergantung pada stadium
perkembangan anak. Keadaan sakit kronis pada masa bayi, bersamaan dengan
ketidaknyamanan fisik yang menyertai serta rutinitas, dapat menganggu
kekonsistenan serta kemampuan lingkungan bayi dan anak-anak untuk dapat
dipercaya, juga menghambat perkembangan kepercayaan dasar. Keadaan sakit
juga dapat membawa tantangan serius kepada kesadaran akan kompetensi serta
percaya diri orangtua dalam peran mereka yang baru sebagai orang tua
(Rudolph1999).
Beberapa perawatan akan membuat anak-anak takut atau merasa
kesakitan sehingga menimbulkan trauma pada dirinya. Oleh karena itu, diperlukan
perhatian lebih besar dari keluarga untuk mengatasinya (Boyse, 2008). Namun,
dalam perkembangan stadium yang lebih lanjut, keterlibatan orangtua dalam
mengelola keadaan sakit anak dapat menganggu kebutuhan anak untuk belajar
berjalan atau anak yang lebih besar untuk mencapai tingkat kemandirian yang
lebih tinggi dan menghambat kesadaran akan kontrol diri serta otonominya. Anak
usia sekolah dan remaja juga dapat merasa khawatir karena pembatasan,
kebutuhan pengobatan dan disabilitas yang terlihat nyata yang berhubungan
21
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

dengan kondisi mereka dapat membuat mereka berbeda dari teman sebayanya (
dan karenanya tidak sempurna) serta mengganggu penerimaan mereka di dalam
lingkungan teman sebaya. Keterbatasan yang dibawa oleh kondisi kronis tersebut
dapat bertentangan dengan kebutuhan meningkatkan kemandirian selama masa
remaja, dan hal ini dapat mengganggu hubungan dengan teman sebaya serta
kemunculan identitas fisik dan seksual yang aman (Rudolph, 1999).
Kesulitan penyesuaian dan prilaku di antara anak yang menderita
keadaan sakit kronis adalah sekitar dua kali lebih sering dibandingkan yang
terdapat pada anak sehat pada semua usia. Berdasarkan penelitian yang ada Anak
dengan kondisi kronis adalah yang paling mungkin menunjukkan keadaan rendah
diri, ansietas, depresi serta penarikan diri secara sosial. Meskipun prevalensi dan
tipe masalah penyesuaian mungkin sebagiannnya bergantung pada ciri khas setiap
kondisi spesifik, kebanyakan kesulitan yang dihadapi anak serta keluarga mereka
terjadi akibat tantangan yang lazim ada pada spektrum luas dari keadaan sakit
(Rudolph, 1999).
2.3. Reaksi Anak terhadap Hospitalisasi
Seringkali sulit untuk memisahkan stress akibat hospitalisasi dan stress
akibat keadaan sakit itu sendiri serta pengobatannya. Bahkan pada kenyataannya,
dampak tersebut dapat sinergistik dan tidak sekedar bersifat aditif. Hospitalisasi
hampir secara universal mengakibatkan stress karena berbagai faktor yang
berkaitan dengan stress perpisahan, perubahan rutinitas, kondisi tidak familiar
dengan orang dan lingkungan sekitar, dan ketakutan serta nyeri yang berhubungan
dengan keadaan sakit serta pengobatannya. Perpisahan dari orangtua dan anggota
22
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

keluarga bermakna lain merupakan masalah yang terutama menyakitkan untuk
anak antara yang berusia 6 bulan sampai 4 tahun karena immaturitas fisik, sosial,
serta kognitif yang dan hubungan dekat serta bergantung dengan orang tua
mereka. Hospitalisasi dapat menjadi tempat yang menakutkan dan menimbulkan
rasa kesepian pada dirinya (Boyse, 2008).
Penting untuk meminimalkan perumah sakitan dengan memanfaatkan
pemanfaatan perawatan-berbasis rumah atau unit bedah-harian, serta untuk
membatasi penggunaan prosedur invasif atau nyeri pada situasi yang sudah tidak
memiliki alternatif. Kontrol optimal untuk setiap nyeri yang berhubungan dengan
keadaan sakit atau pengobatannya harus merupakan tujuan utama pada perawatan
pediatrik (Rudolph, 1999)

3. Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis
Setiap orang dengan penyakit kronis tumbuh dan berkembang dalam
suatu lingkungan keluarga dan budaya yang unik / spesifik, juga dengan berbagai
variasi kebutuhan, ketakutan, perhatian dan harapan yang berbeda-beda. Setiap
kasus mempunyai permasalahan yang berbeda, akibat dari adanya perbedaan latar
belakang budaya, agama ataupun etnik, juga system penanggulangan kesehatan
yang tidak sama dalam setiap keluarga (Widyawati, 2002).
National Jewish Health (2008) menyatakan bahwa setiap keluarga
dengan atau tanpa anak yang menderita penyakit kronis selalu memiliki masalah
yang biasanya muncul dalam keluarga. Masalah itu antara lain: financial,
persaingan antar saudara sekandung, perhatian terhadap anak-anak, proses
23
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

menjadi orang tua dan tekanan dalam pernikahan, kemampuan untuk mengatasi
periode penting dalam perkembangan anak, dan sekaligus keluarga dituntut untuk
mempertahankan kehidupan sosialnya. Ketika anak menderita penyakit kronis ,
tugas dan tanggungjawab yang secara normal dihadapi keluarga akan bertambah
dan kemungkinan akan menyulitkan anggota keluarga untuk menghadapinya
dengan normal. Oleh karena adanya perubahan kondisi, maka keluarga sebagai
manusia, harus mampu menyesuaikan diri dengan kehidupan yang berubah-ubah
dalam keluarganya sebagaimana interaksi antara jasmani, rohani dan
lingkungannya (Sunaryo, 2004).
Penyakit kronis tidak hanya merupakan masalah medis atau biologis
semata, namun juga mempunyai dampak psikososial yang dalam bagi anak
dengan penyakit kronis maupun keluarganya. Masalah psikososial ini harus
ditangani dengan hati-hati. Sebaiknya keluarga tidak hanya memperhatikan
pengaruh dari anak dengan kondisi kesehatan kronis dari segi masalah fisiologi-
nya saja ataupun pencegahan timbulnya disabilitas fisik, tetapi juga diharapkan
mempunyai perhatian pada berbagai gangguan alam perasaannya, rasa tidak
amannya, rasa terisolasi dan masalah keluarga terdekatnya (orangtua, istri, anak
dan saudara kandung). Mengontrol masalah kesehatan fisik dan keadaan yang
mengancam jiwa anak adalah hal yang terpenting dalam kehidupan seorang anak ,
namun anak juga berhak menjalani kehidupan yang manis dan menyenangkan
layaknya anak-anak lain seusianya. Kini kita mengetahui semakin banyak data
yang menunjukkan bahwa faktor-faktor psikologis tidak hanya mempunyai efek
24
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

pada kualitas hidup seseorang tetapi juga dapat mempengaruhi berbagai fungsi
biologisnya (Widyawati, 2002).
Apabila seseorang mengalami hambatan atau kesulitan dalam beradaptasi
, baik berupa tekanan, perubahan, maupun ketegangan emosi dapat menimbulkan
stress (Sunaryo, 2004). Demikian juga halnya dengan keluarga dari anak yang
menderita sakit kronis. Mereka sangat beresiko pada keadaan yang memberatkan
emosi dan ketidakmampuan dalam penyesuaian diri yang sangat penting dalam
merawat anak dengan kondisi penyakit kronis (Farmer, 2004).
Timbulnya suatu penyakit yang kronis dalam suatu keluarga memberikan
tekanan pada system keluarga tersebut dan menuntut adanya penyesuaian antara si
penderita sakit dan anggota keluarga yang lain. Penderita sakit ini sering kali
harus mengalami hilangnya otonomi diri, peningkatan kerentanan terhadap sakit,
beban karena harus berobat dalam jangka waktu lama. Sedangkan anggota
keluarga yang lain juga harus mengalami hilangnya orang yang mereka kenal
sebelum menderita sakit (berbeda dengan kondisi sekarang setelah orang tersebut
sakit), dan kini (biasanya) mereka mempunyai tanggungjawab pengasuhan
(Widyawati, 2002)..
Kondisi anak dengan penyakit kronis sangat beresiko menimbulkan
stress dan depresi pada anggota keluarga yang lain. Sebagai contoh, Madden dan
kawan-kawan meneliti respon emosi ibu yang menpunya anak hemofilia,
dikatakan bahwa respon ibu bervariasi dari sikap menerima sampai mengalami
distres psikologis yang berat. Rasa takut akan akibat pengobatan yang bakal
diterima anaknya, seperti kesakitan, handicap, bahkan kemungkinan meninggal,
25
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

menjadi masalah utama bagi para ibu ini. Sikap ibu yang bisa menerima kondisi
anak sepenuhnya akan dapat berpengaruh positif pada menyesuaian disi si anak
tersebut( Widyawati, 2002).
Banyak stressor yang mempengaruhi peningkatan resiko stress dan
depressi pada keluarga dengan anak yang menderita penyakit kronis. Adanya
perasaan bingung karena ketidakpastian kondisi sakit dan hasil pengobatan,
konflik sehari-hari dengan peraturan medis, isolasi sosial, aturan-aturan yang
membatasi, dan tekanan financial adalah stressor yang selalu dijumpai (King,
2001).Hal ini akan menambah beban psikologis pada anak dan keluarga,
menurunkan kemampuan keluarga untuk meningkatkan kesehatan anak-anak, dan
berdampak dalam mencari dan pemanfaatan pelayanan medis secara berlebihan
(Farmer, 2004). Selain itu keluarga juga sering mengalami masalah dalam
memberikan perawatan dan menyediakan kebutuhan medis dengan sistem yang
kompleks, kesehatan mental, pendidikan dan kebutuhan sosial (King, 2001).
Aldridge (2001) mengatakan bahwa penyakit yang kronis ini juga dapat
berpengaruh pada stabilitas ekonomi keluarga, yang akan berdampak pada
kelanjutan pengobatan (misalnya putus obat, tidak teratur mendapatkan terapi),
dan dapat menimbulkan berbagai masalah kejiwaan seperti rasa pustus asa, cemas,
depresi dan lain-lain.

BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN

26
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

1. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif
eksploratif dengan menggunakan metode kualitatif fenomenologi yang bertujuan
untuk mengidentifikasi pengalaman keluarga dengan anak yang menderita
penyakit kronis. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk
memahami fenomena tentang hal yang dapat dialami subjek penelitian.
Fenomenologi yang diteliti adalah pengalaman manusia melalui deskripsi dari
orang yang menjadi partisipan penelitian, sehingga peneliti dapat memahami
pengalaman hidup partisipan (Cresswell, 1994).
Dengan penelitian kualitatif, penelitian lebih ditekankan pada pengunaan
diri peneliti sebagai alat. Peneliti harus mampu mengungkapkan gejala sosial yang
terdapat di lapangan dengan mengerahkan segenap fungsi inderawinya. Dengan
demikian, peneliti harus dapat diterima oleh responden dan lingkungannya agar
mampu mengungkap bahasa tutur , bahasa prilaku maupun ungkapan-ungkapan
yang berkembang dalam diri dan lingkungan responden (Moleong, 2002).

2. Populasi dan Sampel
2.1. Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah anggota keluarga dari anak yang
menderita penyakit kronis yang bertempat tinggal di Medan, Sumatera Utara.
Anggota keluarga yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah anggota keluarga
inti yang memiliki hubungan darah yaitu: ayah, ibu, kakak dan adik. Penyakit
kronis menurut Vickers (2008), penyakit kronis didefenisikan sebagai suatu
27
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

keadaan sakit, atau ketidakmampuan baik itu psikis, kognitif dan emosi, dan
berlangsung minimal 6 bulan yang memerlukan intervensi medis terus-menerus
untuk merawat episode akut atau masalah kesehatan yang timbul berulang.
Mengingat banyaknya jenis penyakit kronis, peneliti membatasinya pada
penyakit-penyakit yang bersifat hematologis seperti haemofili, leukemia,
thallasemia, penyakit jantung kongenital, dan lain-lain.

2.2. Sampel
Pada penelitian ini jumlah sampel direncanakan 7 orang dengan harapan
terjadi saturasi data dengan jumlah sampel tersebut. Saturasi data maksudnya,
kekhususan makna dari informasi yang diberikan oleh responden telah ditemukan.
Pengambilan sampel ditentukan dengan teknik purposive sampling, yaitu
menentukan sampel dengan pertimbangan tertentu yang dipandang dapat
memberikan data secara maksimal ( Arikunto, 2006) . Peneliti melakukan kontak
yang informal dengan keluarga, berbincang-bincang dan menggunakan teknik
snowball yaitu peneliti memilih responden secara berantai dalam mencari
responden berikutny(Arikunto, 2006). Jika pengumpulan data dari responden ke-1
sudah selesai, peneliti meminta agar responden tersebut memberikan rekomendasi
untuk responden ke-2, dan begitu untuk seterusnya. Adapun kriteria sampel
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Keluarga yang memiliki anggota keluarga yang menderita penyakit kronis
dan pernah mengalami perawatan di rumah sakit
2. Bertempat tinggal di Medan, Sumatera Utara.
28
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

3. Merupakan anggota keluarga yang bertanggungjawab secara langsung
dalam perawatan penderita
4. Bersedia menjadi responden
Penelitian ini juga mengikutsertakan beberapa anak yang menjalani
perawatan di rumah sakit di Medan. Usia anak dalam penelitian ini dibatasi dari 1-
18 tahun. Sedangkan usia orang tua dibatasi dari 22-50 tahun. Anggota keluarga
yang bertanggungjawab secara langsung dengan si penderita dianggap sebagai
data utama, namun tidak menutup kemungkinan untuk memasukkan responden
yang merupakan anggota keluarga inti tetapi tidak bertanggungjwab secara
langsung seperti adik, kakak atau abang sebagai data tambahan.

3. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Medan, Sumatera Utara. Adapun alasan
pemilihan lokasi adalah berdasarkan data di Rumah Sakit Adam Malik, insidensi
anak dengan penyakit kronis pada daerah ini sering ditemukan. Selain itu,
karakteristik keluarga di daerah ini sangat beragam sehingga diharapkan
penelitian ini dapat mewakili pengalaman keluarga dengan anak yang menderita
penyakit kronis dengan latar belakang budaya, agama, suku dan kehidupan sosial
yang berbeda. Penelitian ini akan dilakukan pada tanggal 10 November sampai 20
Desember 2008.



29
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

4. Pertimbangan Etik
Dalam penelitian ini dilakukan pertimbangan etik, yaitu memberi
penjelasan kepada calon responden penelitian tentang tujuan penelitian dan
prosedur pelaksanaan penelitian. Apabila calon responden bersedia
berpartisipasi dalam penelitian, maka responden dipersilahkan untuk
menandatangani informed Consent. J ika responden menolak untuk diteliti,
maka peneliti tidak akan memaksa dan menghormati hak-haknya.
Penelitian ini tidak menimbulkan resiko bagi individu yang menjadi
responden, baik resiko fisik maupun psikis. Kerahasiaan catatan mengenai data
responden dijaga dengan cara tidak menuliskan nama responden pada
instrument, tetapi hanya menggunakan inisial saja. Dan seluruh data-data yang
diperoleh dari responden juga hanya digunakan untuk kepentingan penelitian.

5. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Setelah mendapatkan izin Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan
Universitas Sumatera Utara, peneliti akan mengajukan surat penelitian
kepada puskesmas atau camat di daerah responden berdomisili bila sampel
terbut berada diambil dari masyarakat. Kemudian, mengadakan pendekatan
kepada calon resonden untuk mendapatkan peretujuan menjadi sampel
penelitian. Khusus responden yang menjalani perawatan di rumah sakit,
peneliti terlebih dahulu mendapatkan izin dari Rumah Sakit tersebut untuk
selanjutnya mendapatkan persetujuan dari responden.
30
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

2. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara menggunakan
kuosioner data demografi sebagai data dasar, dan depth interview yaitu
wawancara mendalam dengan menggunakan tape recorder dan catatan
lapangan. Wawancara dilakukan sekitar 60 menit dan dua kali pertemuan
dengan satu responden. Untuk responden lainnya didapat dengan cara snow
ball. Setelah mencapai saturasi data maka pengumpulan dapat dihentikan.

6. Analisa Data
Analisis data bertujuan untuk menyusun data dalam cara yang bermakna
sehingga dapat dipahami. Analisis dilakukan terhadap data berdasarkan logika
induktif. Analisis akan bergerak dari sesuatu hal yang khusus atau spesifik, yaitu
yang diperoleh di lapangan, ke arah suatu temuan yang bersifat umum, yang akan
muncul lewat analisis data berdasarkan teori yang digunakan (Creswell, 1994)..
Proses analisa data meliputi:
1. Membaca semua deskripsi untuk mendapatkan perasaan partisipan. Dalam
hal ini, peneliti membaca semua deskripsi dan mendengarkan tape recorder
beberapa waktu untuk mendapatkan rasa keakraban terhadap makna
ekspresi partisipan dan untuk kepekaan peneliti terhadap cara setiap
partisipan berbicara.
2. Mengutip frase atau kalimat yang secara langsung menyinggung fenomena.
Dalam langkah ini, frase dan kalimat signifikan yang menyinggung tentang
pengalaman keluarga dengan anak yang menderita penyakit kronis.
Pernyataan signifikan diformulasikan ke dalam bentuk yang lebih umum
31
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

atau yang dinyatakan kembali untuk mentransformasikan bahasa konkrit
partisipan ke dalam bahasa ilmiah.
3. Formulasikan arti dari setiap pernyataan yang signifikan. Dalam hal ini,
pernyataan yang signifikan dipelajari untuk diambil dan direkam
pengertiannya.
4. Mengorganisasikan kumpulan makna formulasi tersebut ke dalam kelompok
tema. Dalam langkah ini, peneliti mengidentifikasi tema dari makna yang
diformulasikan ke dalam kelompok dan kategori untuk mendapatkan tema
yang umum pada deskripsi semua partisipan.
5. Menyilangkan hasil deskripsi yang lengkap. Dalam analisis ini, deskripsi
mendalam tentang pengalaman keluarga dengan anak yang menderita
penyakit kronis yang diperoleh, yaitu integrasi narasi dari semua tema,
kelompok tema dan kategori tema.
6. Formula deskripsi mendalam dengan pernyataan tegas dari struktur penting
fenomena tersebut. Dalam langkah ini peneliti mengembangkan deskripsi
mendalam untuk memperoleh pengetahuan dalam struktur pengalaman
hidup. Peneliti memformulasikan struktur esensial dari pengalaman keluarga
dengan anak yang menderita penyakit kronis.

7. Tingkat Kepercayaan Data
Tingkat kepercayaan data diperiksa dengan cara member checking. Cara
ini merupakan suatu teknik untuk mempertahankan kepercayaan data, dengan cara
ini partisipan memverifikasi dan menguraikan data yang telah diperoleh. Jadi
32
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

dengan cara ini peneliti mengklarifikasi dan menguraikan data yang telah
diperoleh. Kemudian peneliti mengklarifikasi kembali data yang telah diperoleh
kepada partisipan untuk mengetahui kesesuaiannya.
Proses member checking dilakukan saat peneliti bertemu dengan
partisipan, memberi fotokopi transkrip, untuk kemudian mendiskusikan kembali
dengan partisipan.

















33
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009



BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penelitian fenomenologi ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan
menjelaskan tentang pengalaman keluarga dengan anak yang menderita penyakit
kronis. Dalam penelitian ini seyogyanya ada tujuh orang responden yang
berpartisipasi, namun satu orang responden mengundurkan diri. Jenis penyakit
kronis yang diderita oleh anggota keluarga dibatasi pada jenis penyakit kronis
yang bersifat hematologis.
1. Hasil Penelitian
1.1 Karakteristik Responden
a. Responden A
Responden A adalah seorang wanita berumur 26 tahun, beragama Islam,
suku Mandailing dan memiliki dua orang anak. Anak pertama berumur 9 tahun,
dan anak kedua berumur 5 tahun yang mengidap penyakit leukemia. Pendidikan
terakhirnya adalah SMP dengan pekerjaan sebagai wiraswasta. Tingkat
penghasilannya dan suaminya kurang dari Rp.800.000 setiap bulan.
b. Responden B
Responden B adalah seorang wanita berumur 33 tahun, beragama Islam,
suku Jawa, dan memiliki 3 orang anak. Anak pertama berumur 13 tahun, Anak
kedua telah meninggal karena thalasemia dan anak ketiga yang menderita
34
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

thalasemia juga berusia 10 tahun. Pendidikan terakhirnya SMU dengan pekerjaan
sebagai wiraswasta dengan tingkat penghasilannnya dan suaminya antara
Rp.800.000-1.000.000 setiap bulan.
c. Responden C
Responden C adalah seorang wanita berumur 56 tahun, beragama Islam,
suku Aceh, dan memiliki 10 orang anak. Anak ke enam menderita haemophilia
di usia 15 tahun, anak kesembilan telah meninggal dunia karena haemophilia di
usia 10 tahun dan anak ke 10 berumur 11 tahun, menderita haemophilia juga.
Pendidikan terakhirnya SD dengan pekerjaan sebagai Ibu Rumah Tangga tanpa
ada penghasilan.
d. Responden D
Responden D adalah seorang wanita berumur 33 tahun, beragama Islam,
suku Batak, dan memiliki 2 orang anak. Anak pertama berumur 13 tahun, anak
kedua yang menderita thalasemia berusia 6 tahun. Pendidikan terakhirnya SD
dengan pekerjaan sebagai wiraswasta dengan tingkat penghasilannnya dan
suaminya antara Rp.800.000 setiap bulan.
e. Responden E
Responden E adalah seorang Pria berumur 56 tahun, beragama Kristen
Protestan, suku Batak, dan memiliki 7 orang anak . Anak kelima berumur 11
tahun menderita Anemia Aplastik. Pendidikan terakhirnya SMU dengan pekerjaan
sebagai petani dengan tingkat penghasilannnya dan istrinya kurang dari
Rp.800.000 setiap bulan.
f. Responden F
35
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

Responden F adalah seorang wanita berumur 25 tahun, beragama Islam,
suku Melayu, dan memiliki anak 3 orang. Anak pertama berumur 7 tahun, Anak
kedua berumur 5 tahun dan anak ketiga yang menderita Anemia Aplastik berusia
setahun 2 bulan. Pendidikan terakhirnya SD dengan pekerjaan sebagai ibu rumah
tangga tanpa penghasilan, dengan penghasilan suaminya antara Rp.800.000-
1.000.000 setiap bulan.
g. Responden G
Responden G adalah seorang wanita berumur 45 tahun, beragama
Kristen, suku Batak Toba, dan memiliki seorang anak berumur 10 tahun dengan
penyakit jantung congenital yaitu rheumatic jantung. Pendidikan terakhirnya
Sarjana dengan pekerjaan sebagai PNS dengan penghasilannnya dan suaminya
lebih dari Rp.2.000.000 setiap bulan. Namun, Ibu ini akhirnya mengundurkan diri
sebagai responden dengan alasan tidak mau membicarakan kondisi anaknya dan
merasa semuanya baik-baik saja, sehingga tidak ada yang bisa dia ceritakan.

1.2 Hasil Wawancara
Dari hasil wawancara dengan responden secara langsung mengenai
pengalaman keluarga dengan anak yang menderita penyakit kronis, maka peneliti
mengidentifikasikan uraian hasil wawancara tersebut dalam empat katagori, yaitu
pengalaman awal mengasuh anak dengan penyakit kronis , pengalaman tanpa
akhir, dampak penyakit kronis terhadap keluarga dan kekhawatiran masa depan
anak dengan penyakit kronis.
A. Pengalaman Awal Mengasuh Anak dengan Penyakit Kronis
36
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

1. Respon Emosional
Masing-masing responden merasakan respon emosional yang berbeda-
beda pada awal pengasuhan anak mereka. Perasaan sedih, bingung dan cemas
merupakan hal pertama yang dirasakan oleh keluarga. Hal itu dapat dilihat dari
beberapa pernyataan responden yang mengungkapkan hal tersebut secara
langsung maupun melalui ekspresi responden. Dua orang responden mengaku
sedih begitu mengetahui anak mereka menderita penyakit kronis.
Responden A :Ya.. kek gitulahh (Menunduk)
(Ya, seperti itulah) (Sambil menunduk)
Responden B :Yah Sedihlah Dek Apalagi anakku yang kedua kan kena
thalasemia juga Meninggal Kok bisalah dua anakku kena
sakit ini, padahal kan cuma tiga orang anakku
Tiga orang responden merasa bingung begitu mengatahui kondisi penyakit kronis
yang diderita anak mereka dan salah satu di antaranya tetap optimis
mengharapkan kesembuhan meskipun Ia merasa bingung. Sementara Responden
terakhir merasakan cemas dengan kondisi anaknya.
Responden C : (Tersenyum)
Awak bisa bilang apa lagi?
Macemmanalah! Orang anak awak ada tiga orang yang
kena!Apa boleh buatlah Awak mana tau kenapa bisa begini

(Saya bisa bilang apa? Bagaimanalah! Anak saya ada tiga orang
yang sakit hemophilia. Apa boleh buatlah Saya tidak tahu kenapa
bisa begini)

Responden D :Apalah ya, ga ngertilah bilangnya Gitu ajalah
Gimanalah ya kan, namanya anak, kurawatlah. Akupun nggak
tahunya sebenarnya sakitnya. Nggak pernahpun kutengok sakit kek
gitu dulu. Ga tahulah kenapa anakku kena. Tapi kurawat
jugalah

Responden E :Saya tetap optimis, artinya saya nggak boleh pesimis dengan
keadaan anak saya ini. Saya masih tetap mengharapkan
37
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

kesembuhan. Cuma, saya tidak tahu akan berlangsung berapa
lama, akan sampai kapan dia seperti ini. Tapi, saya tidak mau
pesimis,Dek. Saya punya keyakinan dia akan sembuh

Responden E :Bagaimanalah perasaan seorang Ibu, ada cemas dan stresslah.
Apalagi masih kecil seperti ini anakku.



2. Membawa Anaknya ke Pengobatan di luar Medis
Dua orang responden membawa anaknya ke pengobatan non medis
berupa pengobatan alternatif ataupun tradisional dan sekaligus memanfaatkan
pelayanan medis untuk merawat anaknya. Namun, akhirnya mereka memilih
untuk konsisten membawa anak mereka ke pelayanan medis.
Responden B : Oh, sering Ke mana-mana sudah Ibu bawa Sambil
berobat rumah sakit, sambil obat kampung atau alternatif
Namanya juga usaha, bagaimana supaya sembuh. Ada orang
kasih tau, ya Ibu bawa Tapi, mikir-mikir kok nggak sembuh-
sembuh ya? Malah sering drop Hbnya Padahal kalau nggak
dibawa berobat kampung, cuma dijaga makanannya, bisa
jarang drop. Paling kontrol aja.
Responden C :Pernah. Kubawa berobat kampunglah dia Biar cepat
sembuh Ibu pikir, tapi nggak juga. Macemmanalah.., apalagi
yang tua-tua itu sudah menyarankan, di suruh bawa ke sana,
ada pengobatan tradisional katanya, harus kubawalah
Apalagi waktu yang ke enam itu masih yang sakit., semualah
Ibu ikuti. Kalau nggak dilaksanakan, nggak hormat sama yang
tua-tua katanya Terpaksalah
Tapi, tidak semua responden melakukan hal yang sama, beberapa mengaku tidak
mempercayai pengobatan di luar medis dan enggan membawa anak mereka ke
pengobatan tradisional meskipun keluarga atau orang di lingkungannya
menyarankan
38
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

Responden A :Oh, banyak memang yang ajak Adalah yang bilang dibawa
ke sanalah, sinilah.. Aku pernah sembuh dibuat, katanyalah
Tapi, nggak pernah kami mau Pokoknya sebaik dijelaskan
sakit Adek ini,nggak pernah kami bawa kemana-kemana. Cuma
ke rumah sakit aja. Ya memang, cuma ini nya cara
pengobatannya Kan udah dibilang Dokter, harus di rumah
sakit ya Bu Jangan dikasih yang lain-lain.. Kalau ada apa-
apa karena minum obat selain yang dari rumah sakit, kami
nggak mau tanggungjawab katanya. Yah, takutlah aku bawa
ke mana-mana Lagian kalau mau orang-orang bawa anaknya
yang sakit kayak gini ke pengobatan kampung, karena nggak
percayanya mereka itu Dah banyak orang kulihat yang
menyesal kayak gitu Sampai meninggalpun anaknya, tapi
kalau aku, nggaklah Biarlah kek gini. Yang penting berdoa..,
kubuat semampuku
Responden D :Nggak pernah. Ibu nggak percaya! Pernah disuruh ke berobat
kampung, tapi nggak percaya aku, nggak ada gunanya.
Responden E :Nggak, biarpun ada yang ngajak, nggaklah.. Saya tidak
percaya pengobatan yang begituan
Responden F :Nggak, tetanggaku cuma menyarankan supaya dibawa ke
Adam Malik aja, karena selama ini kami cuma berobat ke
puskesmas.

3. Mencari Informasi
Semua responden menyatakan bahwa mereka bertanya dan mencari
informasi tentang penyakit kepada petugas kesehatan maupun orang di sekitar
tentang penyakit dan bagaimana perawatannnya. Namun, tidak semua responden
melakukan hal tersebut secara aktif, beberapa di anataranya cukup menerima
informasi yang diberikan oleh Dokter ataupun Perawat ketika anak mereka
dirawat di rumah sakit.
Responden A :Pokoknya dia di BNP dulu, trus keluarlah protokolnya, trus
dijelaskanlah samaku kayakmana sakit Adek ini. Pokoknya
harus sering-sering kontrollah kubawa dia, karena kambuh-
kambuhannya dia katanya.
39
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

RespondenB :Nggak terlalu pahamlah Tapi, dijagalah makannya,
mainnya, supaya nggak sering-sering kambuh Kata Dokter
kan begitu, orang-orang juga bilang gitu
Responden C :Ya! Ibu juga sudah dijelaskan sama Dokter sama perawatnya
juga kayak gitu Makanya Ibu jaga jangan sampai Anak Ibu
luka
Kalau waktu itu memang Ibu nggak mengerti. Kan sekarang,
Ibu sudah tahu dan dikasih tau sama dokter dan perawat-
perawatnya.
Responden D :Pokoknya kata dokter, adalah kelainan darahnya, jadinya dia
sering kuat-kumat nanti sakitnya, harus teratur dibawa
kontrol, ga boleh lupa Trus, katanya kalau sakit nanti, harus
sering transfusi.
Responden E :Ya, saya diajari untuk selalu menjaga pola makannya, agar
mendapatkan gizi yang baik. Diatur aktivitasnya agar jangan
terlalu banyak bermain dan cepat lelah. Selalu rajin membawa
kontrol, karena ada surat kontrolnya.
Responden F :Iya, kalau matanya pucat, putih. Wajahnya pucat, lemah
Pokoknya gitulah. Kata Dokterpun kalau udah gitu langsung
bawa aja ke rumah sakit.

4. Aspek Budaya
Dua responden mengakui adanya suatu doa atau upacara bersama yang
biasa dilakukan untuk anak yang sakit menurut budaya mereka.
Responden B : Ada! Famili-famili nanti datang bawa makanan untuk Dia
Supaya sehat. Banyak Saudara yang datang! Bikin acara!
Untuk kesembuhan
(Ada! Keluarga akan datang membawa makanan untuknya, agar
dia sehat. Banyak saudara yang akan datang membuat acara
untuk kesembuhannya.)
Responden C :Ada! Tapi, itu kalau di kampung Ibu. Tapi, Ibu nggak pernah
buat di sini. Nggak usahlah. Ngurus ini aja udah cukup. Nggak
usah sampai kayak gitu. Tapi , kayak itu tadilah disuruh sering
kita berobat ke tempat lain menurut tua-tua itu.
(Ada! Tapi, itu kalau di kampung Ibu. Tapi, Ibu tidak pernah
melakukannya di sini. Tidak perlulah. Merawatnya dengan baik
40
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

saja sudah cukup. Tidap perlu sampai melakukan acara seperti
itu. Tapi, kadang-kadang saya disuruh berobat kampung oleh
para penatua saya.)
Dua responden mengakui bahwa menurut suku atau budaya, mereka mengenal
acara-acara tersebut, namun memilih untuk tidak memanfaatkannya sementara
seorang responden yang tidak tahu.
Responden D :Nggaklah.., sebenarnya adanya., tapi Ibu nggak jalani. Bukan
itu yang membuat sembuh. Lagian beda-bedanya adat Ibu
dengan suami. Jadi ya nggak usahlah.

Responden E :Kami tidak percaya hal seperti itu. Semua kami serahkan pada
Tuhan.
Responden F : Nggak, nggak pernah. Saya tidak mengerti hal seperti itu
B. Pengalaman Tanpa Akhir
1. Stres
Semua responden menyatakan adanya stress selama mengasuh anak
mereka ketika merawat di rumah dan di rumah sakit.
Responden A :Ya Stresslah, tapi kekmana lagi mau kubilang?
Yang kutau dia kanker darah katanya. Itu aja. Kalau anak kita
sakit kayak gitukan, streslah
Yah Rewellah dia Mau kadang-kadang dia nanya kapan
kita pulang, mak Gitulah katanya kalau pas lagi jenuh dia di
rumah sakit.
Tapi, memang terkadang kalau pas di rmah sakit, suka tambah
stress juga kita menunggu anak kita ditangani,lama kali dek
Kadang harusnya kita bisa cuma seminggu aja paling lama di
sana, mau jadi dua minggu.
Responden D : Memang waktu 2 bulan pertama itu, waktu dia masuk rumah
sakit dia selama sebulan, trus disuruh aku bawa kontrol setiap
bulan, stress juganya. Tapi, sejak itulah Ibu sadar, oh, mungkin
kayak ginilah aku terus-terusan nanti. Gitulah pikiranku. Capek
41
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

memang, sedih jugalah lihat anak awak kek gitu. Tapi, kek tadilah
kan, akupun harus menerima
Responden F : Bagaimanalah perasaan seorang Ibu, ada cemas dan stresslah.
Apalagi masih kecil seperti ini anakku.
Sebenarnya, Kakak nggak terlalu memikirkan ke depannya
gimana. Kakak ini tipikalnya enjoy ajalah jadi Ibu. Hadapilah
semua sesuai alurnya. Bagaimana dia dewasanya, lihat nanti
aja. Pasrahlah Tapi, memang kadang sakit kepala juga.
Rontok juga rambutku karena mikirkan dia
Responden B tidak mengatakan stressnya secara langsung dengan komunkasi
verbal, tetapi terlihat melalui ekspresinya:
Responden B : (Tersenyum.)
Ginilah!
(Diam dan menunduk)
(Beginilah keadaanya)
(Responden mengatakannya dengan muka yang menunduk)
Responden E mengatakan tidak begitu stress dengan kondisi anaknya karena dia
sudah menerimanya sebagai efek dari penyakit yang diderita namun
ketidakpuasan pelayanan rumah sakit yang dia terima setiap kali membawa
anaknya ke rumah sakitlah yang menyebabkan stress. Hal itu juga dialami oleh
responden F.
Responden E :Saya memang kurang merasa puas dengan apa yang saya
dapatkan di rumah sakit, tapi saya tidak menyalahkan siapapun,
setiap orang bisa melakukan kesalahan. Mungkin, banyak hal yang
perlu mendapat perhatian selain anak saya kalau di rumah sakit.
Tapi, itu yang membuat saya agak nggak enak jadinya
Responden F : Bukan mau menyalahkan siapa-siapa, tapi perawatan yang
lama, lambat, trus perawat yang kurang bersahabat juga, bikin
stress juga. Lama penanganannya kalau di rumah sakit, itu kan
bikin makin besar biaya Kadang-kadang aku kasihan lihat
mereka nggak pelan-pelan mengurus anakku.., apalagi kalau
ngasih transfusi atau infus, trus disuntik.
42
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

Untuk Responden C, dia sudah lebih bisa menerima beban yang dirasakan selama
mengasuh anaknya karena sudah terbiasa dan berpengalaman, tapi Ia mengakui
bahwa fikiran dan perasaannya terganggu ketika tiga orang anaknya didiagnosa
haemophili dan anaknya yang ke sembilan meninggal karena ketidaktahuaannya
dalam perawatan.
Responden C :Macemmanalah! Orang anak awak ada tiga orang yang
kena!
Nggak ada. Karena sudah biasa, jadinya nggak repot lagi. Kan
dulu waktu kakaknya yang ke 9 kakaknya Mayang kena itu
meninggal. Karena waktu itu nggak taulah awak kayak gitu kan.

(Bagaimanalah! Anak saya ada tiga orang yang terkena
hemophilia..! Karena sudah terbiasa, saya jadi tidak merasa repot
lagi. Kalau dulu kakaknya meninggal, itu karena saya belum tahu
tentang penyakit hemophilia)


2. Tekanan Ekonomi
Rata-rata responden merasakan tekanan ekonomi yang semakin berat
dalam mengasuh anak yang sakit kronis disebabkan oleh berbagai macam alasan.
Orang tua harus mengeluarkan dana untuk biaya perawatan rutin dan harus
memenuhi kebutuhan sehari-hari sekaligus memenuhi biaya pendidikan anaknya.
Responden A :Kan, untungnya dia dapat Jamkesmas Gratis obatnya,
darah juga kalau mau ditransfusi, walaupun agak lama-
lama datang. Harus dibilang berkali-kali dulu. Tapi, uang
makan kan kita biayai sendiri. Kek ginilah, oppungnya dua-
dua yang jaga, kan kami belilah sendiri makanannya Tapi,
apa boleh buatlah, demi anak
Cuma lapan ratus ribunya Tapi, udah itulah gaji suami
kakak, hasil jual gorengnya, itu juganya dipake untuk
sekolah abangnya, uang makan, semualah Untung adanya
43
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

Oppungnya menjaga, biar bisa kakak kerja.., kalau nggak?
Yah, manalah bisa
Responden B :Ya adalah Dek, duitnya kan kurang
Iya, tapi kan kalau di rumah sakit ada biaya makan kita, belum
lagi ongkos-ongkos sama bayar obat lagi yang lain. Ada perlu
juga buat sekolahnya Ya, harus dicukup-cukupkanlah
Responden D : Semua mendukunglah, membantu kalau bisa membantu.
Tapi, seberapalah itu.
Ya, cuma kek gitulah Dek, Bagaimana supaya Ibu bisa
ikhlas, terus menjaga, bisa cari uang , itu ajanya yang berat Ibu
rasa. Tapi, kalau soal penyakitnya ini, sudah bisa Ibu
menerimanya.
Responden E : Ya, memang sangat kuranglah ekonomi kami apalagi untuk
biaya pengobatan dia. Jadi, untuk sementara ini, ada yang
bantu. Adek kandung saya yang bantu untuk membeli darah
dan biaya ongkos kami kalau kontrol. Kami memang diberi
keringanan untuk membayar setengah saja harga darahnya.
Tapi kayaknya sudah nggak bisa lagi dia membantu nanti.
Udah dibilangnya sama saya untuk mencoba berusaha
semampunya karena dia juga udah mulai kewalahan. Karena
memang biaya makan selama menjaga di rumah sakit kemarin
kan, dari dia dan biaya transfusi beberapa kali dengan
obatnya.
Responden F :Ya, sekarang sudah mulai terasa. Sudah mulai kesulitan.
Kami pun harus beli darah,cari biaya untuk ongkos pengobatan
dan biaya transportasi. Sementara kebutuhan untuk anak-anak
yang lain juga harus difikirkan. Sudah mulai terasalah tekanan
ekonominya. Padahal, suami kakak cuma jual ikan.
Berbeda halnya dengan Responden C karena tanggunggjawab biaya perawatan
ada pada anaknya yang sudah bekerja.
Responden C :Ada Abangnya dan kakaknya. Kan abangnya banyak, ada
yang sudah kerja. Dialah yang mengingatkan Ibu untuk
membawa Anak Ibu ini ke rumah sakit kalau mau kontrol dan
membiayai makanan dan ongkos Ibu. Kalau Ibu kan nggak
kerja, Suami Ibu juga sakit stoke. Jadi, cuma bisa menjaga
ajalah, nggak bisa cari uang lagi.

44
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

3.Gangguan Fisiologis dan fisik
Gangguan fisiologis dan fisik seperti ganggguan tidur dan kelelahan
adalah hal yang biasa dialami oleh responden selama merawat anak yang sakit
terutama ketika harus menjaga di rumah sakit.
Responden A : Oh, maulah aku kurang tidur memang Apalagi kalau dia
rewel, trus, kalau jaga di rumah sakit Maulah aku mual,
muntah, masuk angin Kan capek juga perjalanan dari rumah
sampai ke rumah sakit. Sejamanlah kita di jalan. Itu aja
Responden B :Cuma kadang sulit tidur, kalau barus selesai jaga di rumah
sakit.
Responden C :Ya, terganggulah sesekali, apalagi kalau dia di rumah sakit.
Nggak bisa tidur, capek Kalau di rumah kan, nggak susah
Hanya nggak bisa kemana-manalah
Responden D :Memang kadang Ibu kurang tidurlah karena dia rewel,
apalagi pas lemah. Kalau di rumah sakit, capeknya itulah. Si
Zul ini kan belum bisa mandiri walaupun sudah 6 tahun, pipis di
celanalah, berakpun gitu. Kalau masak Ibu, mestilah Ibu
gendong terus, pas kerja juga, jadi capeklah, memang maunya
kurang tidur. Sesekali maulah kepikiran, kok capek kalilah kek
gini terus.
Responden E : Itulah Selama merawat Edi di rumah sakit kan, capek!
Ternyata diperiksa, saya kena gula. Sampai luka kaki ini. Saya
juga merasa kecapekan, stress, masuk angin,badan pegal-pegal,
leher saya sakit. Kalau di rumah bisa bergantian menjaga atau
ngurusnya. Kalau nanti ke rumah sakit, cuma saya juga yang
bisa menjaga. Abang-abangnya tidak pintar menjaga di rumah
sakit. Sering kurang tidur jugalah saya jadinya.
Responden F : Sebenarnya, Kakak nggak terlalu memikirkan ke depannya
gimana. Kakak ini tipikalnya enjoy ajalah jadi Ibu. Hadapilah
semua sesuai alurnya. Bagaimana dia dewasanya, lihat nanti
aja. Pasrahlah Tapi, memang kadang sakit kepala juga.
Rontok juga rambutku karena mikirkan dia

4. Pasrah dan Menunjukkan Penerimaan
45
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

Setelah menjalani dan mengikuti beberapa kali pengobatan terhadap
anaknya, stress responden mengalami penurunan. Keluarga menjadi pasrah dan
sudah menerima keaadaan anak mereka termasuk masa depannya maupun semua
prosedur perawatan yang akan mereka jalani untuk anaknya.
Responden A :Ga adalah apa-apa Dek! Cuma sampai kapanlah aku
sanggup kayak gini terus-terusan, gitu aja! Tapi, kan harus
kujalaninya
Responden B :Nggak, biasa aja!Ibu nggak pernah dan nggak mau mikir
kayak gitu. Ibu mikirnya, ini kan sakit. Sakit ya diobati, gitu
aja.
Sudah biasa! Sudah lima tahun bergini
Responden C :Nggak ada. Karena sudah biasa, jadinya nggak repot lagi.
Gimanalah Kan sakit. Tapi, semua mendukung dan
membantunya Sudah taunya orang itu, kalau sakit adeknya,
harus berobat, harus dijaga dulu Kalau kambuh ada yang
antar, tapi kalau Mayang, karena masih kecil, harus ikutlah Ibu
menjaga. Semuanya saling tolong menolong Di bantulah
biayanya, kalau Mayangnya sakit dan kambuh, ada yang kasih
duitnya. Karena kan sudah tiga yang kena, jadi sudah
terbiasa.
Habis gimanalah Pernah memang Ibu stress, terkejut juga
Ibu melihat nasib Ibu ini , kok kek ginilah penyakit anak awak
ini, tiga orang lagi. Sudah meninggal satu. Jadi, Ibu cuma
pasrahlah. Mengikuti aja. Namanya juga anak, itu yang dikasih,
itulah yang kita terima. Banyak berdoa ajalah. Mau maccam
mana lagi kan? Kalau kulihat lagi tangannya sudah biru-biru
bekas suntik sama infus, dah kayak pecah lah pembuluh
darahnya kutengok. Tapi, bisanya dia sekolah, sudah senang
Ibu. Kakaknya kan nggak sering sakit. Jadi, nggak takut kali
Ibu. Cuma, Mayang suka sakit, jadi Ibu nggak bisa kemana-
mana. Yang penting dijagalah
Responden D :Kek manalah mau dibilang, memang kek gitulah di kasih
Tuhan. Kalau ada orang yang susah menerima keadaan seperti
itu, yang nggak percaya nya itu sama Tuhan. Tapi, kalau awak,
ikhlasnya menerima. Kek manapun itu pemberian Tuhan, titipan
Tuhan, haruslah Ibu jaga. Orang-orangpun, keluargapun,
nggaknya disalahkan Ibu. Malah didukung, dibantu kalau lagi
bisa. Memang waktu 2 bulan pertama itu, waktu dia masuk
46
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

rumah sakit dia selama sebulan, trus disuruh aku bawa kontrol
setiap bulan, stress juganya. Tapi, sejak itulah Ibu sadar, oh,
mungkin kayak ginilah aku terus-terusan nanti. Gitulah
pikiranku. Capek memang, sedih jugalah lihat anak awak kek
gitu. Tapi, kek tadilah kan, akupun harus menerima
Responden E :Biasa saja! Kami bisa menyesuaikan diri. Kami bisa
menerima ini semua. Ini kan di luar kuasa kita sebagai
manusia
Tidak, kami kan sudah bisa menerima ini. Ini adalah ujian.
Kita tidak tahu kapan bisa terjadi hal seperti ini. Kalau
terganggu sekali, ya tidaklah. Anak saya belum ada yang
menikah. Semua membantu bekerja di Ladang.
Responden F :Sebenarnya, Kakak nggak terlalu memikirkan ke depannya
gimana. Kakak ini tipikalnya enjoy ajalah jadi Ibu. Hadapilah
semua sesuai alurnya. Bagaimana dia dewasanya, lihat nanti
aja. Pasrahlah Tapi, memang kadang sakit kepala juga.
Rontok juga rambutku karena mikirkan dia

5. Mencari Bantuan dari Keluarga, Lingkungan maupun Lembaga Terkait
Responden mengatakan membutuhkan bantuan dari keluarga mereka,
lingkungan maupun lembaga-lembaga yang behubungan dengan penyakit anak
mereka dalam bentuk dukungan, materi maupun informasi.
Responden A :Untung adanya Oppungnya menjaga, biar bisa kakak kerja..,
kalau nggak? Yah, manalah bisa
Akh.., untungnya ada Neneknya ini ma Atoknya yang jaga dua-
dua Kalau nggak, dari mana uang Mesti kerjanya kami
dua-dua.
Kan, untungnya dia dapat Jamkesmas Gratis obatnya, darah
juga kalau mau ditransfusi,
Responden B :Nggak! Paling, adekku mau ngasih makanan sama dia dan
Bapaknya. Kalau di rumah, Bapaknya sering jaga, tapi kalau
rumah sakit, Ibu sendirian
Responden C :Ada Abangnya dan kakaknya. Kan abangnya banyak,
Abangnya yang sudah kerja. Dialah yang mengingatkan Ibu
untuk membawa Anak Ibu ini ke rumah sakit kalau mau kontrol
47
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

dan membiayai makanan dan ongkos Ibu. Kalau Ibu kan nggak
kerja, Suami Ibu juga sakit stoke. Jadi, cuma bisa menjaga
ajalah, nggak bisa cari uang lagi.
Abangnya kan sudah kerja Dialah yang bantu. Memang
kami pasien jamkesmas, jadi kalau soal darah, pemeriksaan dan
obat sudah bisa diringankan. Apalagi ada yayasan yang
membantu, yaitu yayasan haemophilia. Orang itu bantu Ibu
mencarikan darah, obat dan mengajari Ibu bagaimana cara
merawat anak Ibu. Jadi, nggak terlalu repot soal darah. Kalau
sudah ada kartu itu, sudah gampang nagambil darahnya ke
PMI
Responden D :Semua mendukunglah, membantu kalau bisa membantu.
Tapi, seberapalah itu. Kalau orang tua Ibu selalu mengingatkan
supaya nggak lupa bawa anakku ke rumah sakit. Kek waktu
lebaran kemarin kan, nggak pulanglah Ibu ke kampung, nggak
bisa nengok orang tua Ibu karena kumat dia. Jadi, dibilang
suami dan keluarga ku, lebih baik nggak usah pulang kampung,
asalkan ada biaya ke rumah sakit. Biarpun lebaran, makanya
trus cepat-cepat aku ke rumah sakit.
Responden E :Adek kandung saya yang bantu untuk membeli darah dan
biaya ongkos kami kalau kontrol.
Dari orang-orang dirumah sakit itu, dikenalkan kawan-kawan
yang ada di sana yayasan namanya Yayasan Buddha Tsu Chi,
mereka mau membantu mencari donor darah dan membiayai
darah dari PMI sama mengurus surat dan keperluannya. Tapi,
belum saya hubungi rencananya seperti itulah Karena saya
tahu, tidak bisa lagi Adek saya itu membantu terus-menerus,
sementara ekonomi saya juga kurang, jadi mungkin saya akan
menghubungi yayasan itu. Saya sudah dikasih kartu namanya.
Responden F :Kakak-kakak saya, ya paling membantu menjaga anak-anak
kalau yang paling kecil ini masuk rumah sakit, atau membantu
jaga di sana.
Ada teman-teman yang kasih tahu yayasan yang bisa
membantu. Tapi, tunggulah dia benar-benar positif anemia
aplastik, karena sejauh ini menurut pemeriksaan terakhir sih
anemia aplastik, tapi masih ada pemeriksaan lanjutan untuk
kemungkinan penyakit yang lain, jadi masih sangkaan Tapi
udah ada yang kasih tahu alamatnya waktu di rumah sakit.

C. Dampak Penyakit Kronis Terhadap Keluarga
48
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

1. Keterbatasan
Keluarga yang bertanggungjawab dalam perawatan anak atau anggota
keluarga mereka yang sakit kronis memiliki keterbatasan dalam ruang gerak
karena pengaruh dari penyakit kronis yang diderita anak mereka.
Responden A : Yah, kayak ginilah, dia kan lagi di ruang isolasi,
gampang kali dia sakit. Kayak sekarang,dia baru kena batuk,
demam, jadi rewel.. Ditelponlah aku biar datang dulu untuk
menjaga, kan jadi nggak bisa kerja lagilah aku.
Responden B :Paling Ibu takut kalau dia main jauh-jauh.. Dia suka naik
sepeda! Ibu harus perhatikan.
Responden C :Nggak marahnya dia Malah kawan-kawannyapun membantu.
Cuman, nggak bisalah dia banyak-banyak main! Di rumah aja
terus.
Responden D : Manalah bisa, nggak bisa aku jauh-jauh Orang si Zulnya
gak bisa ditinggal. Paling kalau ada orang yang nyuruh pergi
kerja ke ladangnya, ikutlah dia. Kubiarkanlah dia main-main di
situ. Cuma Bapaknya yang bisa pergi kerja. Itupun gitu-gitu
ajalah.
Responden E : Tapi, kalau di rumah, memang cuma saya yang bisa menjaga
bergantian dengan Ibunya.
Kakak maunya gitu, cuma sekarang lagi butuh penjagaan
sama perhatian semuanya kan? Masih kecil-kecil anak Kakak.
Gimana mau kerja kalau harus ngurus Adek ini kalau sakit?

2.Persaingan Saudara Sekandung
Dua responden mengeluhkan adanya persaingan antar saudara sekandung
dalam bentuk perasaan cemburu dan iri karena perbedaan perhatian dari orang tua.
Responden A :Oh, kalau itu pernah lah Contohnya kalau soal mainan,
kayak tembak-tembak-an itu, mau rebutan.., Abangnyalah mau
menguasai. Sesekali pernah dibilangnya, kenapa terus-terusan
Adek ke rumah sakit? Gitu katanya Tapi, ya kujelaskanlah
Responden B :Oh, itu. Ya iya! Kan si Adeknya yang sering dibeliin mainan
jadinya Abangnya marah! Kenapa Adek terus yang dijagai ?
49
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

Diurusin terus! Katanya! Soalnya, kita kan jadi lebih menuruti
kemauan Adeknya dari pada Abangnya Lebih perhatikan
adeknya

3. Lebih Perhatian dengan Pola Hidup dan Nutrisi Anak
Lima orang Responden menyadari bahwa pola hidup dan nutrisi yang
dijalani oleh anak-anak mereka akan mempengaruhi kehidupan dan kesehatan
anak mereka. Oleh karena itu, hal tersebut menjadi bagian dari tugas keluarga
untuk lebih menjaga dan memperhatikannya.
Responden B :Nggak terlalu pahamlah Tapi, dijagalah makannya, mainnya,
supaya nggak sering-sering kambuh
Responden C :Kan sudah diajari dari dulu Dia nggak boleh capek. Saya
jaga dia. Makanannya saya atur, trus dia nggak boleh banyak
main, takut luka! Dia ini kan gampang sakit, jadi nggak bisa
capek. Mau ke sekolah atau pulang selalu dijemput. Takut kenapa-
kenapa.
Responden D :Selalulah kujaga makannya. Jangan dia capek, sesekali kalau
ada uang kubelilah susunya. Ga boleh lupa tanggal kontrolnya.
Pokoknya, jangan sampai Hbnya turunlah.
Responden F:Ya, aku mulai menjaga makanannya lah, nggak mau
sembarangan lagi, kayak dulu, suka pakai penyedap. Harus
berubah, harus ngasih makanan sehat. Cuma yang kutakutkan,
kalau dia sudah mulai besar, nanti dia sembarangan makan, main,
takut jadinya., salah-salah.. Tapi, ya sudahlah, lihat nanti aja
semuanya




D.Kekhawatiran terhadap Masa Depan Anak
50
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

Tiga orang responden menunjukkan adanya kekhawatiran terhadap masa
depan anaknya jika ditanyakan tentang bagaimana harapan mereka terhadap
anaknya di masa yang akan datang.
Responden A :Ga adalah apa-apa Dek! Cuma sampai kapanlah aku sanggup
kayak gini terus-terusan, gitu aja! Tapi, kan harus kujalaninya
Ekonomi inilah yang kupikirkan. Tapi, ngutang pun gak pa-palah
Tapi, besarnya dia nanti kekmana ya?
Responden D:Ya, nggak ada apa-apalah Gimana juga dia mau sekolah kalau
kek gitu sakitnya. Kakinya kecil juga, nggak bisa masih jalan.
Responden F :Sebenarnya, Kakak nggak terlalu memikirkan ke depannya
gimana. Kakak ini tipikalnya enjoy ajalah jadi Ibu. Hadapilah
semua sesuai alurnya. Bagaimana dia dewasanya, lihat nanti aja.
Pasrahlah Tapi, memang kadang sakit kepala juga.
Responden C memang tidak khawatir akan masa depan anaknya karena
menurutnya anaknya tetap bisa hidup normal bila sedang tidak sakit. Namun Ia
menunjukkan kekhawatirannya teradap tindakan medis yang diterima anaknya
terus menerus dan tidak menaruh harapan besar kepada anaknya.
Responden C: Mengikuti aja. Namanya juga anak, itu yang dikasih, itulah yang
kita terima. Banyak berdoa ajalah. Mau maccam mana lagi kan?
Kalau kulihat lagi tangannya sudah biru-biru bekas suntik sama
infuse, dah kayak pecah lah pembuluh darahnya kutengok. Tapi,
bisanya dia sekolah, sudah senang Ibu.
Responden B tidak menunjujukkan kekhawatirannya secara verbal namun
ekspressi wajahnya menunjukkan adanya kekhawatiran.
Responden : (Diam)
(Tersenyum)
Mau ndak mau, ya harus siap.!
Berbeda dengan responden E, Ia tetap merasa optimis dan mengharapkan
kesembuhan bagi anaknya di masa yang akan datang.
Responden E :Saya tetap mengharapkan kesembuhan.
51
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

1.3 Pembahasasan
Anak-anak yang menderita penyakit kronis adalah anak-anak yang
memiliki kebutuhan khusus dalam mempertahankan kesehatan tubuhnya,
memerlukan perawatan rutin dan cenderung mengalami hospitalisasi atau
membutuhkan perhatian tenaga medis (Miller, 2004). Mereka akan tergantung
pada orang-orang di sekitar terutama keluarganya. Kondisi tersebut sangat
mempengaruhi tubuh kembang anak.
Keluarga dengan atau tanpa anak yang menderita penyakit kronis selalu
memiliki masalah yang biasanya muncul dalam keluarga. Oleh karena itu , ketika
anak menderita penyakit kronis , tugas dan tanggungjawab yang secara normal
dihadapi keluarga akan bertambah dan kemungkinan akan menyulitkan anggota
keluarga untuk menghadapinya dengan normal (NJ H,2008).
Timbulnya suatu penyakit yang kronis dalam suatu keluarga memberikan
tekanan pada system keluarga tersebut dan menuntut adanya penyesuaian antara si
penderita sakit dan anggota keluarga yang lain (Widyawati, 2002). Menurut
Walsh (2008), keluarga akan menghadapi tantangan dalam menerima dan
menyesuaikan diri dengan anak-anak mereka seperti stress, perubahan pola hidup
keluarga dan tekanan finansial. Selain berusaha untuk beradaptasi dengan kondisi
anak, keluarga juga berjuang untuk mampu menghadapi tekanan dalam menjalani
pengobatan dan kebingungan dalam menghadapi masa depan untuk anaknya.
Berikut diuraikan pengalaman keluarga dengan anak yang menderita
penyakit kronis yang peneliti bagi dalam empat katagori, yaitu pengalaman awal
mengasuh anak dengan penyakit kronis , pengalaman tanpa akhir, dampak
52
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

penyakit kronis terhadap keluarga dan kekhawatiran masa depan anak dengan
penyakit kronis.

a. Pengalaman Awal Mengasuh Anak dengan Penyakit Kronis
Melalui wawancara yang dilakukan peneliti diketahui bahwa seluruh
responden tidak bisa langsung menerima dan menyesuaikan diri terhadap penyakit
kronis yang diderita oleh anggota keluarga mereka. Dibutuhkan penyesuaian
bertahap pada awal mengasuh anak mereka sampai akhirnya mereka bisa
menerima dan terbiasa menghadapi kondisi anak mereka (Cohen, 1999).

1. Respon Emosional
Respon emosional berupa perasaan sedih, bingung dan cemas merupakan
hal pertama yang dirasakan oleh keluarga ketika mengetahui anak mereka
menderita penyakit kronis dan akan bergantung seumur hidupnya terhadap
pengobatan dan perawatan. Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi perasaan
tersebut baik dari dalam diri sendiri maupun dari lingkungannya. Faktor-faktor
tersebut jugalah yang mempengaruhi penurunan tingkat emosi keluarga (Cohen,
1999).
Dari hasil penelitian ini pada umumnya perasaan sedih dialami oleh
seluruh partisipan. Hal ini disebabkan adanya ketidaksesuaian antara harapan dan
kenyataan yang dialami keluarga karena penyakit yang diderita anak mereka
(Kozier et al, 2004). Responden A sampai tidak mampu mengatakan apa-apa
untuk menunjukkan kesedihan mendalam yang dirasakannya. Perasaaan sedih itu
53
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

terlihat dari raut mukanya dengan menunduk dan terdiam ketika ditanyakan
bagaimana perasaannya. Sedangkan Responden A mengungkapkan kesedihannya
karena dia tidak pernah menduga bahwa dua orang anaknya akan menderita
penyakit kronis, apalagi salah satu diantaranya telah meninggal.
Keluarga, khususnya orang tua selalu mengharapkan yang terbaik bagi
anak-anak mereka (Friedman, 1995). Perasaan itu sudah dimulai sejak Ibu
mengandung anaknya. Namun, kenyataan penyakit yang harus diderita anak
mereka dengan segala kondisi dan ketidakberdayaan yang mereka alami
menimbulkan kesedihan bagi keluarga. Menurut peneliti, kenyataan yang mereka
hadapi tidak seperti yang mereka inginkan selama ini. Sehingga menimbulkan
kekecewaan dan kesedihan.
Pernyataan peneliti sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Koblenzer
(2005), dalam penelitiannya tentang respon emotional Ibu ketika mengetahui
anaknya menderita penyakit kronis. Dimana harapan yang dimiliki individu
terhadap anak-anak mereka sangat memepengaruhi perasaan mereka. Ketika
harapan itu tidak sesuai bahkan jauh dari apa yang pernah dibayangkan, akan
menimbulkan kesedihan mendalam dalam diri keluarga.
Keluarga juga merasakan kebingungan ketika mengetahui anak mereka
mengidap penyakit kronis. Berdasarkan wawancara dengan responden C dan D,
perasaan bingung yang mereka alami dikarenakan mereka tidak mengerti tentang
penyakit yang anak mereka alami. Apalagi bagi Responden D, yang mengaku
belum pernah mendengar penyakit thalasemia. Dia merasa cemas melihat kondisi
54
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

anak-anak penderita thalasemia yang dirawat di rumah sakit, sehingga Ia takut
bila membayangkan hal itu terjadi pada anak-anaknya.
Menurut Peneliti, perasaan bingung yang dialami oleh responden
dikarenakan ketidaktahuan mereka tentang penyakit yang diderita anak mereka.
Mereka belum pernah mendengar nama penyakit tersebut namun mereka langsung
berhadapan dengan keadaan penyakit itu setelah anak mereka didiagnosa
menderita penyakit kronis. Keluarga menjadi kebingungan untuk mengambil
keputusan pengobatan, bingung dalam hal perawatan dan bingung dengan
prosedur pemeriksaan maupun pelayanan medis yang mereka jalani.
Giboa (2000, dalam Giboa 2000), menemukan bahwa keluarga yang
tidak mengetahui kondisi sakit yang dialami oleh anggota keluarga akan merasa
kebingungan dalam menghadapi dan beradaptasi dengan anak mereka. Dalam
penelitiannya Giboa mengidentifikasi sikap bingung yang dialami oleh orangtua
dikarenakan mereka belum begitu akrab dengan jenis penyakit yang diderita oleh
anaknya dan tidak menyangka bahwa salah satu anggota keluarga mereka
mengidap penyakit kronis.
Rasa cemas yang ditunjukkan oleh responden E disebabkan oleh
ketidaktahuan tentang kondisi anaknya dan prosedur pemeriksaan yang harus
dilalui oleh anaknya. Kondisi anaknya yang masih kecil, lemah, ditambah lagi
prosedur pemeriksaan yang lama dan menimbulkan rasa sakit pada anaknya
membuat responden cemas. Selain itu karena pengetahuan tentang penyakit yang
diderita menimbulkan kekhawatiran.
55
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

Dalam penelitian Martin, dkk (2007), menunjukkan adanya hubungan
yang kuat antara rasa sakit dan ketakutan akan kehilangan yang diderita oleh anak
yang menderita penyakit kronis dengan perasaan cemas yang dialami oleh
orangtua. Dari penelitian tersebut juga diketahui bahwa orang tua cenderung
merasa bahwa tindakan medis yang dialui oleh anak mereka merupakan tindakan
yang membahayakan sehingga orang tua cenderung merasa cemas dan sensitif
terhadap tindakan medis.
Pendapat yang sama dinyatakan Madden dkk (2002, dalam Widyawati
2002) meneliti respon emosi ibu yang mempunyai anak hemofilia, dikatakan
bahwa respon ibu bervariasi dari sikap menerima sampai mengalami distres
psikologis yang berat. Rasa takut akan akibat pengobatan yang bakal diterima
anaknya, seperti kesakitan, handicap, bahkan kemungkinan meninggal, menjadi
masalah utama bagi para ibu ini. Sikap ibu yang bisa menerima kondisi anak
sepenuhnya akan dapat berpengaruh positif pada menyesuaian disi si anak
tersebut.

2. Membawa Anaknya ke Pengobatan di luar Medis
Membawa anggota keluarga yang sakit ke fasilitas kesehatan adalah
tugas dan tanggungjawab keluarga termasuk memilih fasilitas kesehatan yang
tepat (Friedman, 1999). Perasaan takut akan kehilangan anak dan kondisi
pengobatan yang tidak pasti serta tidak menjamin kesembuhan membuat keluarga
sering mencari alternatif lain di luar medis untuk memperoleh kesembuhan.
56
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

Hal tersebut ditunjukkan oleh dua orang responden yaitu Responden B
dan C yang mengaku membawa anak mereka ke pengobatan alternatif di luar
medis atau yang biasa disebut ke pengobatan tradisional. Mereka berharap dengan
membawa anak mereka ke berbagai pengobatan, anak mereka akan mendapatkan
kesembuhan. Terkadang responden mengunjungi lebih dari satu pengobatan
tradisional. Hal ini dianggap sebagai suatu bentuk usaha dari keluarga untuk
kesembuhan anaknya.
Ketidakpastian kesembuhan melalui jalan medis sering menimbulkan da
ketidakpuasan pada keluarga dalam mengupayakan kesehatan anaknya. Hal ini
akan menambah beban psikologis pada anak dan keluarga, menurunkan
kemampuan keluarga untuk meningkatkan kesehatan anak-anak, dan berdampak
dalam mencari dan pemanfaatan pelayanan medis secara berlebihan (Farmer,
2004).
Pengaruh lingkungan dan keluarga besar juga menjadi pendorong bagi
keluarga untuk membawa anaknya ke pengobatan tradisional. Hal ini sangat jelas
diungkapkan oleh responden C. Para orang tua dan keluarga yang dihormatinya
menyarankan agar anaknya diobati dengan pengobatan tradisional dan saran itu
sulit ditolaknya karena mereka adalah orang dihormati dan dituakan di
keluarganya. Sementara responden A, D, E pernah disarankan untuk menjalani
pengobatan di luar medis oleh keluarga dan lingkungannya, tetapi mereka meilih
untuk tidak memanfaatkannya.
Banyak orangtua yang berusaha mencari pengobatan alternatif di luar
medis yang dipercaya mampu untuk menyembuhkan anggota keluarga. Hal ini
57
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

juga dipengaruhi perasaan denial ( penolakan) terhadap diagnosa medis terhadap
kondisi anaknya. Terkadang orang tua mencari pengobatan yang berlebihan
dengan memanfaakan pelayanan kesehatan dan tradisional pada saat yang
bersamaan. Mereka tidak menyadari bahwa tindakan seperti itu malah membuat
kondisi kesehatan anaknya memburuk termasuk keluarga itu sendiri (Widyawati,
2002).
Prilaku mencari pengobatan alternatif di luar medis juga dipengaruhi oleh
budaya yang berlaku dan lingkungan. Bangsa Indonesia memang sangat dekat
dengan pengobatan tradisional. Bukan hal yang aneh jika masyarakat lebih
menyukai pengobatan tradisional karena pengaruh orang-orang di sekitar
terutama orang yang dianggap bijaksana atau dituakan yang menyarankan
keluarga untuk membawa anaknya ke pengobatan tradisional (Widyawati, 2002).
Namun, berbeda dengan empat responden lainnya yaitu responden A,D,E
dan F yang mengetahui adanya pengobatan alternatif atau tradisional namun tidak
memanfaatkannya. Mereka berpendapat pengobatan seperti itu tidak menjamin
kesembuhan anak mereka. Hal itu juga dipengaruhi oleh pengalaman orang di
sekitar mereka yang sering memanfaatkan pengobatan tradisional namun tetap
tidak mendapatkan perkembangan berarti bahkan terkadang malah memburuk.
Penjelasan dari medis dianggap lebih masuk akal dari pada harus mencari-cari
pengobatan lain.
Prilaku mencari pengobatan di luar medis dipengaruhi oleh tingkat
pendidikan dan lingkungan (Friedman, 1995). Semakin tinggi tingkat pendidikan
seseorang dan pengetahuan akan pengobatan medis akan menurunkan
58
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

kecenderungan pemanfaatan pengobatan tradisional (Widyawati, 2002).
Pengalaman dari orang di sekitar juga berpengaruh besar bagi keluarga untuk
memilih pengobatan yang tepat melaui pengobatan medis ketimbang pengobatan
alternatif (Cadman dkk, 1991).



3. Mencari Informasi
Berdasarkan wawancara dengan responden peneliti menemukan bahwa
seluruh responden berusaha mencari informasi tentang apa dan bagaimana kondisi
penyakit yang diderita oleh anak mereka. Hal ini dilakukan untuk memenuhi rasa
igin tahu mereka tentang perawatan dan pengobatan yang harus dijalani oleh
anaknya. Mereka khawatir bila ketidaktahuan mereka tentang kondisi kronis yang
dialami oleh anak mereka akan berdapampak buruk terhadap kesehatan.
Bertanya adalah salah satu cara orang tua untuk mencari informasi.
Mereka akan bertanya tentang jenis penyakit, prosedur pengobatan, cara
merawat, tanda-tanda kekambuhan, dan lain-lain. Para medis dan orang-orang
yang sudah berpengalaman dalam menghdapi anak yang sakit kronis merupakan
sumber informasi utama yang dicari keluarga. Berbagi pengalaman dan sharing
dengan orang lain adalah cara keluarga untuk memenuhi keingintahuan mereka.
Hal senada ditemukan Cohen (dalam Cohen, 1999) dalam penelitiannya
tentang respon keluarga dengan anak yang menderita penyakit kronis. Mencari
informasi sebanyak mungkin merupakan salah satu bentuk koping keluarga
59
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

terhadap kondisi kronis yang dihadapi anaknya. Mereka akan berusaha
mengetahui dan memperlengkapi dirinya dengan pengetahuan yang luas. Mereka
takut akan lalai atau salah mengambil tindakan akibat kurangnya informasi yang
mereka miliki.
Menurut orang tua yang bergabung dalam JLS Foundation orang tua
memang harus memperlengkapi dirinya dengan pengetahuan dan informasi yang
cukup dan tepat untuk mencegah terjadinya kesalahan dan kelalaian orangtua
dalam merawat anaknya. Bertanya adalah respon yang positif. Dokter, perawat,
ahli terapi dan orang sudah berpengalaman merupakan sumber informasi yang
tepat. Kadang-kadang anak-anak akan bertanya tentang kondisi penyakit yang
dideritanya. Untuk itu, orang tua perlu mempelajari bagaimana teknik yang baik
dalam menjawab pertanyaan anak-anak agar tidak menimbulkan kekhawatiran
kepada anak-anaknya. Hal seperti akan diketahui bila orang tua mau bertanya dan
sharing dengan orang yang sudah berpengalaman (JLS, 2008).

4. Aspek Budaya
Banyak hal yang dilakukan orang tua pada tahap awal sakit kronis yang
dialami oleh anaknya baik itu melalui pendekatan medis,non medis, bahkan adat-
atau istiadat. Seperti halnya responden B yang bersuku Jawa, mengatakan bahwa
dalam sukunya ada suatu acara doa bersama yang fungsinya untuk memperoleh
kesembuhan apabila ada aggota keluarga yang sakit. Keluarga besarnya akan
datang membawa makanan khususnya makanan kesukaan penderita lalu
berkumpul bersama untuk berdoa. Responden C juga mengakui hal tersebut,
60
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

hanya saja Ia melakukannya di kampung halamannya saja. Sementara di tempat
tinggalnya, hal itu tidak dilakukannya.
Dua responden mengakui bahwa menurut suku atau budaya yang mereka,
memang mengenal acara-acara tersebut, namun memilih untuk tidak
memanfaatkannya dengan alasan bahwa kondisi lingkungan mereka tinggal terdiri
dari berbagai macam budaya. Tempat tinggal di daerah perkotaan juga merupakan
salah satu alasan mengapa hal itu tidak dilakukan karena orang-orang yang tinggal
di sekitar mereka tidak memandang hal tersebut menjadi suatu keharusan. Selain
itu, responden E menganggap hal itu sudah tidak perlu dilakukan karena doa tidak
perlu dengan acara khusus.
Budaya tidak pernah lepas dari kondisi sehat-sakit seseorang. Keyakinan
budaya memaknai pengalaman sehat dan sakit individu untuk menyesuaikan diri
secara kultural dengan penyebab penyakit yang rasional, aturan dalam
mengekspresikan gejala, norma interaksi, strategi mencari pertolongan, dan
menentukan hasil yang diinginkan (Kleinman ,1980 dalam C).
Menurut Arthur Kleinman dalam penelitiannya tentang sistem kesehatan
menurut berbagai budaya, adanya budaya yang berbeda-beda juga membuat
kesehatan memiliki arti yang berbeda bagi setiap orang, kita mengenali dan
mengukur perubahannya dengan berbeda (Anderson dan Mc.Farlane 2001). Oleh
karena itu cara-cara yang ditempuh juga berbeda untuk mempertahankan
kesehatan. Dalam keadaan sakit kronis, biasanya keluarga akan menghubungi
keluarga besar dan para penatua untuk mengadakan acara doa bersama.
61
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

Pada keadaan tertentu faktor budaya jugalah yang mempengaruhi
responden C untuk mengambil keputusan dalam merawat anaknya. Orang-orang
yang dituakan di keluarganya untuk membawa ke pengobatan yang dianjurkan
oleh keluarga besarnya. Ia merasa harus melaksanakannya karena itu adalah
nasehat orang tua atau orang yang dihormati sehingga Ia tak kuasa menolaknya.
Dalam konteks sehat-sakit, kepercayaan, simbol dan kebiasaan kelompok
etnis menjadi referensi yang digunakan oleh anggotanya untuk menilai ketepatan
keputusan da tindakan mereka (Kleinman, 1978, dalam Anderson dan Mc.Farlane
2001). Kadang-kadang kompponen budaya dan etnisitas memegang peran yang
lebih besar dalam perawatan kesehatan dari pada pengalaman dan pengobatan
medis (Anderson dan Mc.Farlane).

b. Pengalaman Tanpa Akhir
Ketika anak menderita penyakit kronis , tugas dan tanggungjawab yang
secara normal dihadapi keluarga akan bertambah dan kemungkinan akan
menyulitkan anggota keluarga untuk menghadapinya dengan normal. Oleh karena
adanya perubahan kondisi, maka keluarga sebagai manusia, harus mampu
menyesuaikan diri dengan kehidupan yang berubah-ubah dalam keluarganya
sebagaimana interaksi antara jasmani, rohani dan lingkungannya (Sunaryo, 2004).
Pada umumnya, keluarga dengan anak yang menderita penyakit kronis
akan membutuhkan perhatian yang lebih dari anak normal seusianya bahkan bisa
dikatakan kehilangan kehidupan normalnya (NJH,2008). Hal ini juga bisa dilihat
62
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

dari berbagai perubahan yang dialami oleh responden baik dari segi kehidupan
sosial, psikologi dan ekonominya.
Menurut peneliti, banyak hal memerlukan adaptasi dari keluarga dengan
anak yang menderita penyakit kronis. Keluarga dituntut untuk mampu
membiasakan diri untuk meluangkan waktu untuk pemeriksaan dan perawatan
anak, meluangkan waktu lebih banyak, memberi perhatian yang konsisten, siap-
sedia menghadapi kekambuhan bahkan memenuhi kebutuhan materi yang lebih
besar dari sebelumnya. Kondisi seperti ini dapat menimbulkan stres, tekanan
ekonomi, gangguan fisiologis dan fisik, kepasrahan akhirnya menunjukkan
penerimaan dan mencari bantuan dari keluarga, lingkungan maupun lembaga
yang terkait. Hal ini akan dialami keluarga terus-menerus sepanjang hidup
penderita.
Timbulnya suatu penyakit yang kronis dalam suatu keluarga memberikan
tekanan pada system keluarga tersebut dan menuntut adanya penyesuaian antara si
penderita sakit dan anggota keluarga yang lain (Widyawati, 2002). Oleh
karenanya tekanan ekonomi. Psikologi dan sosial akan terus dihadapi oleh
keluarga, hal ini sering disebut sebagai pengalaman tanpa akhir karena memang
hal tersebut akan berlangsung seumur hidup penderita (Hamid, 2004).
Berikut hasil penelitian tentang pengalaman tanpa akhir yang dialami
oleh keluarga dengan anak yang menderita penyakit kronis.
1. Stress
Banyak stressor yang mempengaruhi peningkatan resiko stress dan
depressi pada keluarga dengan anak yang menderita penyakit kronis. Adanya
63
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

perasaan bingung karena ketidakpastian kondisi sakit dan hasil pengobatan,
konflik sehari-hari dengan peraturan medis, isolasi sosial, aturan-aturan yang
membatasi, dan tekanan finansial adalah stressor yang selalu dijumpai (King,
2001). Oleh karena itu keluarga sangat rentan dengan stress dalam berbagai
kondisi.
Seperti yang dirasakan responden A, yang mengalami stress karena
merasa jenuh dan bosan di rumah sakit untuk menjaga anaknya. Apabila terjadi
kekambuhan ataupun dalam masa kontrol, anak harus mengalami perawatan di
rumah sakit dengan masa perawatan yang tidak bisa ditentukan lamanya.
Ketidakpastian ini membuatnya merasa tidak betah dan bosan harus berada di
rumah sakit terus-menerus. Rasa kasih dan sayanglah yang membuatnya mampu
bertahan dalam kondisi seperti itu.
Mussato (dalam mussatto 2002) dalam penelitiannya tentang adaptasi
keluarga dengan anak yang menderita penyakit kronis menyebutkan bahwa proses
perawatan yang lama menuntut perhatian dan penjagaan yang lama dari orangtua.
Hal ini menimbulkan rasa jenuh, bosan dan tekanan mental dalam diri keluarga.
Namun rasa tanggungjawab terhadap keadaan anak membuat orang tua harus
menerima konsekuensi kondisi kronis anaknya. Kondisi seperti ini sangat
potensial menimbulkan stress.
Tingkat stress yang dihadapi oleh responden D dan F cenderung menurun
dibandingkan pada awal anaknya menderita penyakit kronis. Hal ini dikarenakan
tingkat kecemasannya sudah lebih redah dibandingkan pengalaman awalnya.
Namun, kedua responden mengaku stress bila mengigat hari-hari yang akan
64
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

mereka lalui ke depannya. Mereka merasa terjebak dengan rutinitas pengobatan
yang sama setiap anaknya kambuh. Meskipun Responden F merasa pasrah dan
lebih mengikuti alur hidupnya, namun tekanan emosionalnya meningkat bila
mengingat perawatan yang terus-menerus dijalaninya bersama anaknya sampai
anaknya dewasa. Hal itu ditandai dengan pernyatannya yang mengatakan bahwa
rambutnya sampai rontok bila mengingat hal tersebut.
Rutinitas pengobatan dan tindakan medis menimbulkan rasa sakit pada
anak-anak yang menderita penyakit kronis. Keluarga, khususnya Ibu sering
merasa takut dan tidak tega setiap kali penyakit anaknya kambuh dan harus segera
dirawat. Rasa sedih yang mendalam selalu mengikuti setiap tindakan keluarga
yang harus melihat rasa sakit yang diderita anaknya. Hal ini memicu stress bagi
keluarga (Mussatto, 2002).
Responden B tidak mengatakan stressnya secara langsung dengan
komunikasi verbal, tetapi terlihat dari ekspresinya yang menunduk dan terdiam
setiap kali ditanyakan tentang perasaannya. Hal ini menunjukkan betapa dia
sangat sedih dan tertekan selama mengasuh anaknya. Menurut peneliti rasa sedih
mendalam itu juga dipengaruhi oeh pengalaman buruk Ibu karena salah satu
anaknya meninggal karena thalasemia sehingga Ia merasa ketakutan kehilangan
anaknya yang ketiga.
Berbeda halnya dengan responden C, meskipun ketiga orang anaknya
menderita haemophili dan salah satunya meninggal dunia ia lebih bisa
menunjukkan penerimaan dibandingkan. Responden C mengaku anaknya
meninggal karena dia lalai mencari informasi dan merawat anaknya. Sehingga ia
65
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

lebih perhatian dan takut kejadian tersebut terulang kembali. Meskipun tidak
mengatakannya, secara tersirat dari raut wajahnya terlihat tekanan batin yang
dirasakan selama mengasuh anaknya.
Hughes (2002) melakukan wawancara dengan beberapa orangtua yang
memiliki penyakit kronis tentang pengalaman mereka selama mengasuh anaknya.
Dia menemukan bahwa pengalaman yang buruk dari masa lalu menimbulkan
trauma yang mendalam dan stress berat pada keluarga tersebut.
Sementara itu, responden E dan F lebih merasa tertekan menghadapi
tindakan medis dan pelayanan yang diterima di rumah sakit apabila anaknya harus
dirawat. Mereka mengaku kurang merasa puas dengan apa yang didapatkan di
rumah sakit. Selain itu, perawatan yang lama, lambat, dan pemberi jasa medis
yang terkadang kurang bersahabat menimbulkan stress. Prosedur dan sistem
pelayanan yang berbelit-belit terutama karena termasuk pasien jamkesmas juga
memberatkan emosional responden.
Keluarga sering mengalami masalah dalam memberikan perawatan dan
menyediakan kebutuhan medis dengan sistem yang kompleks, kesehatan mental,
pendidikan dan kebutuhan sosial (King, 2001). Kesulitan menyesuaikan diri
dengan prosedur rumah sakit dan ketidakpuasan pelayanan semakin meningkatkan
stress pada keluarga.

2. Tekanan ekonomi
Dari wawancara yang peneliti lakukan, peneliti mengidentifikasi bahwa
beban ekonomi keluarga semakin berat setelah beberapa bulan anak didiagnosa
66
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

menderita penyakit kronis. Tekanan ekonomi semakin terasa karena biaya rutin
yang dibutuhkan untuk perawatan sementara keluarga tetap harus memenuhi
kebutuhan sehari-hari dan pendidikan anak-anak lainnya.
Seluruh responden merasakan tekanan ekonomi yang berat oleh karena
biaya yang harus dikeluarkan untuk perawatan, pengobatan dan untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi anak mereka. Biaya yang dikeluarkan keluarga di antaranya
biaya transportasi, biaya makan selama di rumah sakit, dan biaya obat-obatan
yang harus ditanggung keluarga. Di samping itu juga kebutuhan sehari-hari
keluarga harus diperhatikan. Beban tersebut juga bertambah pada anak yang sudah
sekolah. Keluarga harus memenuhi biaya pendidikan anak-anaknya baik yang
sakit maupun yang sehat.
Tekanan ekonomi semakin berat karena pengeluaran terus bertambah
sementara pemasukan tetap bahkan berkurang karena salah satu orang tua harus
mengorbankan pekerjaan demi perawatan anak. Kadang-kadang orang tua harus
menyelesaikan perkejaannya lebih cepat dari biasanya demi memenuhi kebutuhan
peraawatan bagi buah hatinya. Kondisi anak yang menuntut perhatian yang
intesive mengakibatkan keterbatasan ruang gerak orang tua yang berefek pada
kesulitan pada usaha mencari penghasilan tambahan.
Tekanan ekonomi membuat orang tua berusaha mencari bantuan dari
keluarga dan memanfaatkan jaminan kesehatan masyarakat dari pemerintah untuk
membantu beban perawatan keluarga. Namun, hal ini juga tidak member jaminan
kecukupan biaya karena biaya di luar tanggungan jamkesmas juga besar,
sementara keluarga juga tidak bisa bergantung terus menerus dengan keluarga
67
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

lain untuk membantu. Saat-saat dimana keluarga tidak mampu memeperoleh
biaya tambahan dan ketidakberdayaan anggota keluarga untuk member bantuan
adalah stressor yang paling tinggi dirasakan oleh keluarga.
Hasil penelitian yang ditemukan sesuai dengan penelitian yang dilakukan
oleh Aldridge (2001) dimana tekanan ekonomi adalah sesuatu hal yang biasa
terjadi dan akan terus berlangsung pada keluarga dengan anak yang menderita
penyakit kronis. Beliau mengatakan bahwa penyakit yang kronis ini juga dapat
berpengaruh pada stabilitas ekonomi keluarga, yang akan berdampak pada
kelanjutan pengobatan (misalnya putus obat, tidak teratur mendapatkan terapi),
dan dapat menimbulkan berbagai masalah kejiwaan seperti rasa pustus asa, cemas,
depresi dan lain-lain.

3.Gangguan Fisiologis dan fisik
Seluruh responden dalam penelitian ini merasakan adanya gangguan fisik
dan fisiologis selama merawat anaknya. Gangguan fisiologis dan fisik itu berupa
kurang tidur, sakit kepala, timbulnya penyakit-penyakit lama dan perasaan mual
serta munta. Menurut peneliti ini terjadi karena selama memberi perawatan di
rumah keluarga tetap harus waspada setiap kali anak menunjukkan gejala-gejala
akan jatuh sakit maupun dalam upaya mempertahankan kesehatan anaknya.
Keluarga juga harus memperhatikan setiap permainan dan tingkah laku anak agar
tidak mengganggu kesehatannya.
Masa anak-anak adalah masa bermain dan membutuhkan sosialisasi
dengan teman-temannya. Hal itu merupakan salah satu kebutuhan yang harus
68
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

dipenuhi oleh keluarga. Namun, keluarga harus terus menjaga fisik anak terus-
menerus agar tidak lelah dan tidak sembarangan mengkonsumsi makanan yang
mengganggu kesehatannya.
Keadaan-keadaan yang menuntut perhatian tersebut sering menyebabkan
orang tua tidak memperhatikan kesehatannya sendiri dan cenderung lalai.
Sehingga mereka merasakan gangguan pada diri mereka. Meskipun anaknya
dirawat di rumah dan dalam keadaan sehat, perasaan was-was kerap kali menjadi
factor pemicu keluarga kurang menjaga kesehatannya.
Hal yang lebih parah sering terjadi ketika keluarga khususya orang tua
menjaga anaknya di rumah sakit. Gangguan kesehatan berupa nyeri akibat dan
tindakan medis sering membuat anak rewel, susah tidur dan mencari perhatian
orang tua. Responde mengaku sulit tidur sampai mengalami gangguan tidur
karenanya.
Hal yang sama ditemukan pada penelitian yang dilakukan pada ibu-ibu
yang anaknya menderita penyakit kronis dan bertugas menjaga anaknya di rumah
sakit menunjukkan bahwa 78% dari mereka mengalamai gangguan tidur dan
penurunan kesehatan. Ibu tidak memiliki pola tidur yang tidak teratur, diet yang
inadekuat serta mood yang tidak baik sebagai respon dari penurunan kesehatan
yang dialami Ibu (Goddarth dkk, 2008).

4. Pasrah dan Menunjukkan Penerimaan
Setelah menjalani dan mengikuti beberapa kali pengobatan terhadap
anaknya, stress responden mengalami penurunan. Keluarga menjadi pasrah dan
69
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

sudah menerima keaadaan anak mereka termasuk masa depannya maupun semua
prosedur perawatan yang akan mereka jalani untuk anaknya. Semuanya menjadi
sesuatu yang biasa bagi mereka. Bahkan apa yang tidak normal bagi kita akan
menjadi normal bagi responden.
Dua responden pernah mengalami kehilangan anaknya sebelumnya.
Seharusnya menurut teori yang ada hal ini akan menimbulkan trauma dan
ketakutan yang mendalam pada keluarga. Namun, dalam penelitian ini, hanya satu
responden yang mengakuinya. Peneliti tidak menemukan adanya trauma maupun
ketakutan yang berlebihan dalam diri keluarga yang lain. Mereka mengatakan
sudah dapat menerima hal ini, dan pasrah. Mereka menganggap, anak sebagai
titipan Tuhan harus dirawat dalam kondisi apapun. Dan sudah mejadi
tanggungjawab mereka untuk menjaga dan merawatnya. Dan bila Tuhan berkenan
maka Tuhan bisa saja mengambil anaknya kapanpun juga.
Hal di atas juga ditemukan dalam penelitian Hamid (2004), dalam
penelitian yang dilakukan pada keluarga yang memiliki anak tuna grahita. Dalam
penelitian tersebut, ditemukan bahwa keluarga menganggap penyakit yang
diderita oleh anak mereka adalah keinginan Tuhan, hukuman dari Tuhan dan
merupakan keturunan. Sehingga kondisi anak yang sakit dapat diterima dengan
kepasrahan.
Menurut peneliti, keluarga bisa menunjukkan penerimaan dan
kepasarahan dikarena mereka sudah menyadari bahwa apa yang mereka jalani
sekarang juga akan mereka jalani di hari-hari berikutnya. Oleh karena itu, untuk
mengurangi tekanan, penerimaan dan pasrah adalah satu-satunya jalan terbaik
70
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

untuk bisa bertahan dengan kondisi tersebut. Keadaan tidak berubah
walaubagaimanapun keluarga berusaha melakukan penolakan. Pasrah dalam hal
ini tidak berarti tidak melakukan apa-apa, tetapi lebih kepada penguasaan diri.
Penerimaan keluarga juga ditunjukkan dengan semakin kuatnya
hubungan batin keluarga dengan Tuhan dan menganggap semua itu adalah cara
untuk semakin mendekatkan diri dengan Tuhan. Harapan keluarga tidak pernah
turun meskipun berbagai macam kendala dihadapi keluarga, ini dikarenakan
mereka percaya Tuhan telah menitipkan anak kepada mereka dan
bertanggungjawab menjaganya.
Penerimaan adalah satu-satunya cara agar keluarga mampu menjalankan
setiap tahap pengobatan terus-menerus. Bila keluarga mampu menujukkan
penerimaan maka tidak sulit untuk menemani anak dalam setiap perawatan yang
dilaluinya. Karena bagaimanapun keluarga berusaha untuk mengubah keadaan,
kondisi anak yang menderita penyakit kronis tidak bisa diubah. Keluarga hanya
bisa mengharapkan anaknya tidak kehilangan masa kanak-kanaknya dan mampu
beradaptasi dengan lingkungannya (JLS Foundation, 2008).
Kepercayaan merupakan faktor kuat yang memampukan keluarga untuk
tetap memberikan perawatan yang terbaik dan tetap bertahan dalam merawata
anak mereka. Keyakinan terhadap Tuhan dan pengharapan yang tidak habis-habis
adalah kekutan utama dalam keluarga agar tidak mengalami kemarahan dan
penolakan terhadap penyakit anak mereka dalam waktu yang lama sehingga
keluarga bisa cepat fokus dalam tugas dan tanggungjawab pemberi asuhan
kesehatan (JLS foundation, 2008).
71
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009


5. Mencari Bantuan dari Keluarga, Lingkungan maupun Lembaga Terkait
Keluarga tidak mampu memenuhi semua kebutuhan anaknya secara
mandiri dalam hal biaya, dukungan, tenaga dan pemenuhan informasi. Oleh
karena itu, keluarga akan mencari pihak-pihak yang dianggap mampu
memberikan bantuan. Keluarga adalah orang yang paling dekat untuk diintai
pertolongan. Namun, seperti yang diakui oleh responden, tidak semua hal bisa
diharapkan memberikan bantuan karena etiap keluarga memiliki stresnya masing-
masing dan keterbatasan ekonomi juga. Bantuan tenaga dalam merawat anak
adalah salah satu hal yang responden harapkan dari keluarganya.
Selain itu bantuan dari lingkungan sekitar juga banyak berperan dalam
membantu keluarga merawat anaknya. Seringkali responden mendapat bantuan
donor darah dari dokter, perawat maupun petugas medis yang perduli dengan
keadaan keluarga penderita. Informasi dan dukungan dari orang-orang
berpengalaman yang kebetulan bertemu dalam perawatan anak masing-masing
juga dirasakan cukup membantu keluarga sehingga tahu kemana akan mencari
pertolongan.
Beberapa responden dibantu oleh lembaga atau yayasan yang
berhubungan dengan penyakit yang diderita oleh anak mereka baik yang berupa
kelompok dan yayasan amal ataupun pekerja sosial, seperti yayasan haemophili
dan Bunda Tsu Chi yang member bantuan berupa darah gratis kepada beberapa
responden .
72
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

George dan kawan-kawan (2008), dalam penelitiannya juga menemukan
bahwa bantuan yang diberikan oleh anggota keluarga, lingkungan ataupun
lembaga terkait yang biasa disebut sebagai community service, memberikan
dampak yang cukup besar kepada keluarga dengan anak yang menderita penyakit
kronis.

c. Pengaruh Penyakit Kronis terhadap Keluarga
Peneliti menemukan adanya pengaruh yang besar yang dialami setiap
anggota keluarga pada keluarga yang memiliki anggota keluarga dengan penyakit
kronis. Peneliti menemukannya dalam dua bentuk yaitu: keterbatasan anggota
keluarga dan persaingan antara saudara sekandung. Kedua hal ini cukup
berdampak dalam kehidupan setiap anggota keluarga.
National Jewish Health (2008) menyatakan bahwa setiap keluarga
dengan atau tanpa anak yang menderita penyakit kronis selalu memiliki masalah
yang biasanya muncul dalam keluarga. Masalah itu antara lain: persaingan antar
saudara sekandung, perhatian terhadap anak-anak, dan keterbatasan ruang gerak.
Hal yang sama juga dikemukakan oleh Miller (2004) bahwa dampak
penyakit kronis tidak mempengaruhi satu orang saja tetapi seluruh keluarga. Bila
salah satu anggota keluarga menderita penyakit kronis, secara tidak langsung
keluarga tersebut juga berada dalam kondisi kronis.
Berikut dua hal penting ,hasil temuan peneliti mengenai dampak penyakit
kronis dalam kehidupan keluarga yaitu: keterbatasan dan reaksi saudara
sekandung.
73
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009


1. Keterbatasan
Keluarga yang bertanggungjawab dalam perawatan anak atau anggota
keluarga mereka yang sakit kronis memiliki keterbatasan dalam ruang gerak
karena pengaruh dari penyakit kronis yang diderita anak mereka. Keluarga sulit
bahkan tidak memiliki waktu pribadi. Perhatian dan waktu mereka tercurah hanya
untuk anak-anaknya.
Dalam penelitian ini, keterbatasan yang dialami oleh responden memberi
efek yang cukup besar bagi keluarga. Diantaranya adalah kesulitan untuk
meluangkan waktu untuk mencari uang tambahan karena takut dengan kondisi
anak mereka bila ditinggalkan. Keluarga tidak bisa bebas bila ingin bepergian
karena kemanapun mereka pergi anak harus ikut.
Kekambuhan yang tidak mengenal waktu dan tempat mebuat keluarga
tidak bisa membawa anaknya ke sembarangan tempat. Bahkan salah satu
responden mengatakan harus menunda beberapa kali perjalanan kunjungan hari
raya untuk bertemu dengan saudara dan orang tuanya karena anaknya tiba-tiba
kambuh. Keterbatasan itu jugalah yang membuat keluarga kurang memiliki waktu
untuk menjaga kesehatannya sendiri sehingga snagt beresiko untuk mengalami
gangguan fisiologis. Semua hal di atas memberikan keterbatasan ruang gerak
keluarga dalam bersosialisasi, bahkan untuk mencari nafkah dan beresiko
mengalami gangguan kesehatan.
Hal itu sesuai dengan penelitian miller (2004), dalam penelitiannya ia
menemukan bahwa keterbatasan yang dialami ole keluarga dengan anak yang
74
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

menderita penyakit kronis akan sulit untuk memiliki waktu pribadi, waktu untuk
mencari penghasilan tambahan dan bersosialisasi. Beliau justru menemukan
dampak yang lebih besar yaitu resiko keluar dari pekerjaannya.
Senada dengan Miller, George dkk, (2008), menyatakan bhwa keterbatasan
yang dialami oleh keluarga menyebabkan keterbatasan waktu bekerja karena
harus merawat anak. Selain itu, interaksi sosial juga berkurang karena banyak
waktu yang dihabiskan untuk member perhatian pada anaknya.

2. Reaksi Saudara Sekandung
Ada dua orang responden yang merasakan adanya rekasi antara saudara
sekandung penderita dengan penderita. Kadang-kadang saudara yang sehat
terutama yang lebih tua akan merebut mainan yang dimilki oleh saudaranya.
Mereka bertanya mendetail mengenai kondisi saudaranya. Rasa cemburu dapat
ditunjukkan secara langsung dengan berkomentar bahwa orang tuanya pilih kasih
dan lebih perhatian kepada saudaranya yang sakit. Hal itu diperkuat dengan
pengakuan responden yang mengatakan dengan jujur bahwa perhatian mereka
memang lebih banyak dicurahkan untuk merawat anak yang sakit. Meskipun lima
responden lain mengaku tidak mengalami adanya persaingan dengan saudara
sekandung, namun secara tersirat hal itu diungkapkn oleh beberapa responden
walaupun sebenarnya persaingan itu kadang tidak bisa jelas terlihat.
Menurut peneliti perasaan tersebut sangat wajar dialami oleh saudara
sekandung dari anak yang menderita penyakit kronis. Di usia yang sama-sama
masih anak-anak dan dengan perbedaan usia yang tidak terlalu jauh cenderung
75
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

mengaharapkan perhatian yang sama dari orang tuanya. Selain itu, mereka juga
tidak mengerti kenapa saudaranya yang sakit harus selalu mendapat perhatian
lebih dari dirinya. Hal inilah yang membuatnya selalu bertanya setiap kali
saudaranya harus dibawa ke rumah sakit. Merebut mainan adlah salah satu cara
untuk merebut perhatian dari orang tuanya.
Pendapat peneliti tidak berbeda dengan pendapat Hamama dan kawan-
kawan (2008) yang melakukan penelitian tentang bentuk-bentuk persaingan yang
terjadi antar saudara sekandung. Menurut mereka, pada kondisi sehatpun anak-
anak bersaing untuk mendapatkan perhatian lebih dari orang tua. Hal itu akan
semakin terlihat kesenjangannnya pada saat salah satu saudaranya menderita
penyakit kronis yang membuat orang tuanya lebih memperhatikan saudaranya
tersebut.
Perasaan bersaing dengan saudara sekandung dapat memperburuk
kesehatan anak karena merasa tidak berguna dan tidak diperlukan dibandingkan
dengan saudaranya yang sehat. Oleh karena itu, peran serta seluruh anggota
keluarga sangat diperlukan dalam perawatan anak yang menderita penyakit kronis
(AAP,2002).


3. Lebih Perhatian dengan Pola Hidup dan Nutrisi Anak
Beberapa responden menyadari bahwa pola hidup keluarga yang mereka
jalani selama ini kurang baik dan kurang mendukung kesehata anak mereka. Oleh
76
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

karena itu, responden merasa harus melakukan perubaha pola hidup baik itu
nutrisi, gaya hidup dan kebiasaan.
Lima orang Responden menyadari bahwa pola hidup dan nutrisi yang
dijalani oleh anak-anak mereka akan mempengaruhi kehidupan dan kesehatan
anak mereka sehingga hal tersebut menjadi bagian dari tugas keluarga untuk lebih
menjaga dan memperhatikannya. Dengan demikian, keluarga lebih perhatian lagi
kepada pola hidup dan nutrisi keluarga khususnya anak.
Menurut Peneliti, perubahan yang terjadi dalam keluarga sangat baik dan
positif. Keluarga perlu melakukan beberapa perubahan dalam lingkungan, gaya
hidup maupun nutris agar bisa mempertahankan kesehatan keluarga. Seperti
halnya pengakuan responden yang biasanya tidak begitu memperhatikan jajanan,
permainan, maupun lingkungannya, akhirnya mulai menjaga dan membatasinya.
Hal ini merupakan dampak dari penyakit kronis yang diderita oleh anggota
keluarga. Selain itu, perubahan tersebut sebagai bentuk adaptasi keluarga terhadap
anak.
Hal itu sesuai dengan pernyataan Andra dalam Farmacia (2008), bahwa
Keluarga telah lama diketahui sebagai sumber utama pola prilaku sehat. Banyak
studi yang telah menguji peran keluarga dalam bebagai prilaku yang berhubungan
dengan kesehatan, seperti aktivitas fisik, pola-pola nutrisi, dan penggunaan
substansi, dimana masing-masing prilaku tersebut memiliki hubungan yang kuat
dengan perkembangan dan pemeliharaan penyakit kronis.
Memodifikasi keadaan lingkungan untuk memepertahankan kesehatan
adalah salah satu tugas dan tanggungjawab keluarga dalam bidang kesehatan.
77
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

Oleh karena itu, keluarga harus siap melakukan perubahan bila anggota keluarga
ada yang sakit dan jika memang perubahan itu sangat diperlukan (Friedman,
1999).

d.Kekhawatiran terhadap Masa Depan Anak
Setiap keluarga akan merasa khawatir bila aggota keluarganya sakit
apalagi menderita penyakit kronis. Dalam penelitian ini seluruh responden
menunjukka adanya kekhawatiran pada kondisi anak mereka.
Empat orang responden menunjukkan adanya kekhawatiran terhadap
masa depan anaknya jika ditanyakan tentang bagaimana harapan mereka terhadap
anaknya di masa yang akan datang. Menurut peneliti kekhawatiran itu
dikarenakan penyakit kronis yang diderita oleh anak mereka merupakan penyait
yang tidak data disembuhkan. Mereka juga harus siap kapan saja bila penyakit
yang diderita kambuh. Apalagi, pengobatan yang dialui cenderung tidak pasti
menjamin kesembuhan maupun peningkatan kesehatan. Mereka juga was-was
kalau sewaktu-waktu anak mereka akan meninggalkan mereka seperti pengalaman
dua orang responden yang kehilangan anaknya. Selain itu, ketergantungan
terhadap pengobatan membuat keluarga tidak yakin apakah anaknya mampu
mengikuti sekolahnya sampai Ia dewasa kelak. Bahkan lebih jauh lagi, seorang
responden merasa takut anaknya tidka bisa menikah oleh karena penyakitnya.
Penyakit kronis merupakan suatu penyakit yang penuh dengan
ketidakpastian. Meskipun banyak intervensi medis yang diberikan, kemungkinan
sakit ataupun sembuh tidak dapat diprediksi dan dipastikan. Kekambuhan bisa
78
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

terjadi kapan saja dan bila hal itu tiba, anak-anak yang menderita penyakit kronis
cenderung memerlukan perawatan segera dan cepat. Keluarga juga harus siap
sedia menerima perpisahan dengan anaknya(Martini, 2008).
Seorang responden memang tidak khawatir akan masa depan anaknya
karena menurutnya anaknya tetap bisa hidup normal bila sedang tidak sakit.
Namun Ia menunjukkan kekhawatirannya terhadap tindakan medis yang diterima
anaknya terus menerus dan tidak menaruh harapan besar kepada anaknya.
Menurut peneliti, tindakan medis yang diterima oleh anak-anak yang
menderita penyakit kronis cenderung menyakitkan. Tentu ini menimbulkan
kekhawatiran pada keluarga tentang kesanggupan anak menjalani perawatan
dengan nyeri yang dialaminya. Tindakan medis yang terus-menerus sama artinya
nyeri terus-menerus dirasakan anak. Hal ini membuat keluarga tidak tega melihat
kondisi anaknya sehingga haraan mereka terhadap anaknya tidaklha muluk.
Mereka akan cukup senang bila anaknya keluar dari rumah sakit dan bisa kembali
ke rumah.
Berdasarkan laporan Boyse (2008), anak dengan penyakit kronis akan
lebih sering mengalami hosptalisasi, pengobatan, dan kunjungan untuk
pemeriksaan kesehatan dengan paramedis. Beberapa perawatan akan membuat
anak-anak takut atau merasa kesakitan sehingga menimbulkan trauma pada
dirinya.
Rasa takut akan akibat pengobatan yang bakal diterima anaknya, seperti
kesakitan, handicap, bahkan kemungkinan meninggal, menjadi masalah utama
bagi para ibu ini. Sikap ibu yang bisa menerima kondisi anak sepenuhnya akan
79
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

dapat berpengaruh positif pada penyesuaian diri si anak tersebut( Widyawati,
2002).
Demikianlah hasil penelitian yang Peneliti lakukan melalui wawancara
dengan enam orang responden tentang pengalaman keluarga dengan anak yang
menderita penyakit kronis. Pengalaman keluarga tersebut dapat dilihat secara
skematis pada skema 4.1.




















80
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009






SKEMA 4.1
Pengalaman Keluarga Dengan Anak Yang Menderita Penyakit Kronis

Anak yang Menderita
Penyakit Kronis



Pengalaman Awal:
1. Respon Emosional
2. Membawa Anaknya ke
Pengobatan di luar Medis
3. Mencari Informasi
4. Aspek Budaya



Adaptasi




Pengalaman Tanpa Akhir :
1. Stres
2. Tekanan Ekonomi
3.Gangguan Fisiologis
dan fisik
4. Pasrah dan Menunjukkan
Penerimaan
Kekhawatiran
terhadap Masa
Depan Anak

Pengaruh Penyakit Kronis
Terhadap Keluarga:
1. Keterbatasan
2.Persaingan Saudara
Sekandung
3. Lebih Perhatian dengan
Pola Hidup dan Nutrisi
Anak

81
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

5. Mencari Bantuan dari
Keluarga, Lingkungan
maupun Lembaga Terkait

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan
Timbulnya suatu penyakit yang kronis dalam suatu keluarga memberikan
tekanan pada sistem keluarga tersebut dan menuntut adanya penyesuaian antara si
penderita sakit dan anggota keluarga yang lain (Widyawati, 2002). Menurut
Walsh (2008), keluarga akan menghadapi tantangan dalam menerima dan
menyesuaikan diri dengan anak-anak mereka seperti stress, perubahan pola hidup
keluarga dan tekanan finansial. Selain berusaha untuk beradaptasi dengan kondisi
anak, keluarga juga berjuang untuk mampu menghadapi tekanan dalam menjalani
pengobatan dan kebingungan dalam menghadapi masa depan untuk anaknya.
Dari hasil wawancara dengan responden secara langsung mengenai
pengalaman keluarga dengan anak yang menderita penyakit kronis, maka peneliti
mengidentifikasikan uraian hasil wawancara tersebut dalam empat katagori, yaitu
pengalaman awal mengasuh anak dengan penyakit kronis , pengalaman tanpa
akhir, dampak penyakit kronis terhadap keluarga dan kekhawatiran masa depan
anak dengan penyakit kronis.
Pengalaman Awal responden meliputi: respon emosional, membawa
anaknya ke pengobatan di luar medis, mencari informasi, aspek budaya.
Pengalaman tanpa akhir diidentifikasi menjadi empat bagian yaitu:stress, tekanan
82
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

ekonomi,gangguan fisiologis dan fisik, pasrah dan menunjukkan penerimaan,
mencari bantuan dari keluarga, lingkungan maupun lembaga terkait. Pengaruh
penyakit kronis terhadap keluarga meliputi:keterbatasan,persaingan saudara
sekandung, lebih perhatian dengan pola hidup dan nutrisi anak. Dan yang terakhir
adalah kekhawatiran terhadap masa depan anak.
Hal penting yang peneliti dapat simpulkan dalam penelitian ini adalah
bahwa keluarga sangat berperan besar dalam menjaga kesehatan anaknya.
Keluarga dengan anak yang menderita penyakit kronis harus terus membawa
anaknya untuk melakukan kontrol ke rumah sakit. Untuk itu, keluargalah yang
bertanggungjawab untuk membawa anak kontrol sesuai dengan jadwal dan
keluarga jugalah yang mengetahui tanda-tanda kekambuhan penyakit anaknya.
Oleh karena itu, anak dengan penyakit kronis tidak pernah lepas dari perhatian
orang tua.


2. Saran
2.1 Rekomendasi Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian yang mengidentifikasi pengalaman
keluarga dengan anak yang menderita penyakit kronis, namun jenis penyakit yang
diderita oleh anggota keluarga responden berbeda-beda meskipun sudah
dikelompokkan dalam penyakit kronis yang bersifat hematologis. Selain itu,
seluruh responden adalah pasien jamkesmas sehingga masalah ekonomi yang
dialami responden cenderung sama. Oleh karena itu, untuk penelitian selanjutnya,
ada baiknya jenis penyakit kronis yang diderita oleh anggota keluarga sama dan
83
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

dengan tingkat ekonomi yang bervariasi sehingga pengalaman keluarga dengan
anak yang menderita penyakit kronis dapat dieksplorasi lebih mendalam.
Aspek-aspek yang dibahas dalam penelitian ini juga cukup luas sehingga
kurang memungkinkan untuk melakukan penelitian yang lebih mendalam
dikarenakan waktu yang kurang mencukupkan. Akan lebih baik apabila pada
penelitian selanjutnya penelitian dapat difokuskan pada satu atau beberapa aspek
saja. Dengan demikian, dapat ditentukan pendekatan yang lebih efektif dalam
memberikan pelayanan yang komprehensif.

2.2 Praktek Keperawatan
Pelayanan keperawatan yang profesional memberikan pelayanan yang
holistik kepada klien. Hal ini menuntut penyelesaian yang komprehensif dan
membutuhkan penatalaksanaan keperawatan yang kompeten di bidangnya. Untuk
melakukan perawatan yang holistik maka perawat harus dibekali dengan
pengetahuan tentang penyakit dan kondisi keluarga dengan anak yang menderita
penyakit kronis agar menjadi pertimbangan dalam mengambil keputusan yang
tepat dan pelayanan keperawatan yang akan diberikan kepada klien.

2.3 Pendidikan Keperawatan
Ilmu Keperawatan akan terus mengalami perkembangan sesuai dengan
kebutuhan masyarakat. Agar ilmu keperawatan tetap memberikan kontribusi
terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas dan dapat dipertanggungjawabkan
maka pendidikan keperawatan harus terus menerus dikembangkan dan selalu
84
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

menyesuaikan diri dengan kebutuhan dan perkembangan kesehatan. Oleh karena
itu dengan adanya informasi tentang pengalaman keluarga dengan anak yang
menderita penyakit kronis dapat menjadi bahan masukan untuk khazanah
pendidikan keperawatan.

DAFTAR PUSTAKA

Aldridge, Michael.D. (2001). How Do Families Adjust to Having a Child with
Chronic Kidney Failure? A Systematic Review. Nephrology Nursing
Journal Vol. 35, No. 2
American Academy of Pediatrics. (2002). Policy statement: The medical home.
Pediatrics, 110, 184186.
Andra. 2007. Peran Keluarga pada Bayi Risiko Tinggi Atopi. Farmacia. Volume
6 No. 8
Arikunto, S. (2003). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
Rineka Cipta.
Boyse , dkk (2008). Children with Chronic Conditions. Dibuka
pada tanggal 12 September 2008 dari
http://pediatrics.aapublications.org./cgi/content/abstract/87/6/884,
Bungin, Burhan .(2003). Analisis Penelitian Kualitatif Pemahaman dan
Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi . Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
85
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

Cadman, dkk. (1991). Children with Chronic Illness: Family and Parents
Demographic Characteristic and Psychosocial Adjustment. Pediatrics. Vol
87 , No.6: 884-889
Creswell, J. W. 1994. Research Design : Quantitative And Qualitative Approach.
London : Sage Publication .
Cummins R. 2001. The Subjective well-being of people caring for family member
with a severe disability at home: a review. J Intellect Dev Dissabil, 26:83-
100.
Farmer, dkk. (2004). Primary Care Supports for Children with Chronic Health
Conditions: Identifying and Predicting Unmet Family Needs. Journal of
Pediatrics Psychology. 29(5) pp. 355367
Friedman, Marilyn.M. (1995). Keperawatan Keluarga: Teori dan Praktik. Jakarta:
EGC
George, dkk. (2008). Working and caring for a child with chronic illness: Barriers
in achieving workfamily balance. Journal of Management and
Organization. 14: 5972
Goddard, dkk. (2008). People with Intelectual Dissability in the Discourse of
Chronic and Complex Condition : an Invisible Group? Australian Health
Review. 32,3:pg.405
Hamama, dkk. Self Control, Self-Efficacy, Role Overload, and Stress: Responses
Among Sibling of Children with Cancer. Health and Social Work. Vol 3, Iss
2: pg. 121
86
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

Harvard Health Publications. 10 steps for coping with a chronic condition.
Dibuka pada tanggal 23 Agustus 2008 dari
http://www.health.harvard.edu/newsweek/10_steps_for_coping_with_a_chronic
_condition.htm
Hughes, Haley. (2008). Family Connections Offers Help to the Parents of
Children with Special Needs. Mc.Clatchy-Tribune Bussiness News
Kaffen, Carol.J. (2006). School Reentry for Students with a Chronic Illness:: A
Role for Professional School Counselors. Professional School Counselling.
9:223
Kobblenzer, S. Caroline. (2005). The Emotional Impact of Chronic and
Dissabling Skin Disease: A Psychoanalitic Perspective. Dermatology
Clinics. Volume 23, pg:619-627
King, G., Cathers, T., King, S., & Rosenbaum, P. (2001). Major elements of
parents satisfaction and dissatisfaction with pediatric rehabilitation
services. Childrens Health Care, 30, 111134.
Martin, dkk. (2007). Anxiety-Sensitivity, Fear of Pain-Related Dissability in
Children and Adolesents with Chronic Pain. The Journal of The Cannadian
Pain Society. 12: 267
Martison, dkk. 1997. The experience of the family of children with chronic illness
at home in China. Dibuka pada tanggal 12 September 2008 dari
http://findarticles.com/p/articles/mi_m0FSZ/is_n4_v23/ai_n18607482
87
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

Miller, dkk. (2004). Responding to the Needs Of Children with Chronic Health
Conditions in an Era of Health Service Reform. Journal of Cannadian
Medical Assosiation Vol 11: 171
Mussatto, K. 2006. Adaptation of the child and family to life with a chronic
illness. Cambridge Journal. Volume 16
Phipps, Sean. (2002). Repressive Adaptive Style in Children With Chronic Illness
Psychosomatic Medicine64:34-42
Sunaryo. (2004). Psikologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC
Vickers, dkk. (2008). Working and Caring for a Child eith Chronic Illness:
Barriers in Achieving Work-Family Balance. Journal of Management and
Organization. pg:59-72
Walsh, F. (2002). A family resilience framework: Innovative practice
applications. Family Relations, 51, 130-137.
Wong , D.L.(1996). Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC.
Sudiharto. (2005). Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Pendekatan Keluarga
Transkultural. Jakarta: EGC







88
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009










TRANSKIP DATA
Responden A
Peneliti : Umur berapa Adek ini didiagnosa leukemia, Kak?
Responden : Umur tiga tahun Tapi, memang gak langsung tahu aku.
Pertama-tama demam dulu dia, pucat, terus perutnya besar. Ku
bawalah berobat, rupanya sakit leukemia katanya.
Peneliti : Sekarang Adek umur berapa, Kak?
Responden : Baru masuk 6 tahun lah dia
Peneliti : Anak ke berapa, Kak?
Responden : Kedua, tapi cuma dia yang sakit, Abangnya nggak! Sehat-sehat
aja!
Peneliti : J adi, bagaimana perasaan Kakak waktu kakak tau Adek ini sakit
leukemia?
Responden : Ya.. kek gitulahh (Menunduk)
Peneliti : Maksudnya perasaan kakak bagaimana? Ada stress nggak
kak?
Responden : Ya Stresslah, tapi kekmana lagi mau kubilang?
89
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

Peneliti : Kenapa stress kak? Kakak tahu leukemia itu apa?
Responden : Yang kutau dia kanker darah katanya. Itu aja. Kalau anak kita
sakit kayak gitukan, streslah
Peneliti : Kakak udah tahu bagaimana merawat adik ini kan, kak? Coba
kakak cerita dulu bagaimana kakak merawatnya
Responden : Pokoknya dia di BNP dulu, trus keluarlah protokolnya, trus
dijelaskanlah samaku kayakmana sakit Adek ini. Pokoknya harus
sering-sering kontrollah kubawa dia, karena kambuh-kambuhannya
dia katanya. Rupanya, memang benar Akh, capeklah, Dek
Peneliti : Gitu ya kak, memang sakit leukemia itu kak, kambuh-
kambuhan dia. Jadi, kalau sudah kambuh harus dibawa ke rumah
sakit untuk kontrol, transfusi.., periksa darah lagi yang teratur,
gitu kan kak?
Responden : Iya.., memang! Gitu-gitu ajalah dia selama 3 tahun ini. Tapi, mau
macam mana lagi kubilang, kalau dah kayak gitu kata dokter
penyakitnya, ya gitulah.. Kalau dah mulai sakit-sakitan dia, pucat,
lemas.., udah lah.., harus kubawalah dia ke sini (Rumah sakit,
red)
Peneliti : Kakak bekerja?
Responden : Ya., gitulah, jual-jualan goreng, baru kena PHK kakak kemarin
waktu perusahan tiga roda (produsen obat nyamuk bakar, red) itu
tutup Cuma bapaknyalah yang kerja, itupun di perusahaan..
Peneliti : Jadi, siapa yang biayai pengobatan adek, kak..?
Responden : Kan, untungnya dia dapat Jamkesmas Gratis obatnya, darah
juga kalau mau ditransfusi, walaupun agak lama-lama datang.
Harus dibilang berkali-kali dulu. Tapi, uang makan kan kita biayai
sendiri. Kek ginilah, oppungnya dua-dua yang jaga, kan kami
belilah sendiri makanannya Tapi, apa boleh buatlah, demi
anak
Peneliti : Berapa penghasilan kakak sama abang rata-rata setiap bulan?
Responden : Cuma lapan ratus ribunya Tapi, udah itulah gaji suami kakak,
hasil jual gorengnya, itu juganya dipake untuk sekolah abangnya,
90
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

uang makan, semualah Untung adanya Oppungnya menjaga, biar
bisa kakak kerja.., kalau nggak? Yah, manalah bisa
Peneliti : Jadi, dah siap Kakak menerima keadaan Adek ini?
Responden : Siap!
Peneliti : Maksudku kan Ka.., bakalan tergantungnya nanti Adek ini sama
pengobatan medis, bisa dibilang seumur hidupnyalah Kakak kan
nggak tahu kian bakalan kayak gini Jadi, sudah siap Kakak
menerima, menyesuaikan diri, gitu kak.
Responden :Yah, harus siaplah Mau macam mana lagi kita bikin
Peneliti :Masalah-masalah apa ajalah yang sering Kakak alami selama
merawat Adek ini?
Responden : Yah, kayak ginilah, dia kan lagi di ruang isolasi, gampang
kali dia sakit. Kayak sekarang,dia baru kena batuk, demam,
jadi rewel.. Ditelponlah aku biar datang dulu untuk menjaga, kan
jadi nggak bisa kerja lagilah aku. Nangis-nangislah nanti dia Kan
kalau datang tamu-tamu, atau Bapaknya, atau Atoknya,
diciumlah dia, padahal harusnyakan nggak bisa sembarangan
datang.. Mudah kali dia sakit kalau kena virus dari luar Kalau
mau pulang nanti, sudah susah Kadang-kadang rewel lah dia
minta ikut ngantar. Ikut aku ngantar Mamak, katanya Padahal
mana boleh dia keluar Akh.., untungnya ada Neneknya ini ma
Atoknya yang jaga dua-dua Kalau nggak, dari mana uang
Mesti kerjanya kami dua-dua.
Peneliti :Iya ya Ka, untungnya ada Nenek sama Kakeknya Kayak
semalam Nenek sama Kakeknya yang jaga, ya!
Responden :O, iya! Kalau kami mana bisa gantian sama Abang(suami,red).
Bisanya tiap hari rabu,kamis, jumat, bisalah aku datang, Tapi
cepat-cepatlah aku jualan. Kalau Bapaknya, Cuma Sabtu sama
Minggu. Itupun lepas maghrib pulangnya kami. Kan jauh rumah
kami di jalan Binjai sana
Peneliti :Emm, maaflah ya Kak, kalau agak pribadi pertanyaanku ini,
tapi penting ini Kak Pernahnya sampai ada konflik dalam
keluarga Kakak gara-gara sakit Adek ini?
91
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

Responden: Nggak memang Udah sama-sama ngertinya kami. Sama-sama
ikhlas lah Siapa rupanya bisa disalahkan kalau kek gini Kek
manapun Anak, dari Tuhannya itu
Peneliti :Iya kak Ya.. Sudah kuat juganya Kakak sama keluarga
Responden :Harus gitu Semuanya keluarga mendukung Rajin-rajin
menengok, membantu. Memang, kadang-kadang datangnya
tetangga, kawan-kawannya Tapi kalau bantuan uangnya, cuma
kami berduanya mencari
Peneliti :Jadi Kak, kekmana hubungannya Adek ini sama Abangnya?
Responden :Baik! Seringnya dia menelepon kalau Adiknya di rumah sakit
Diapun kadang-kadang yang mengajak untuk nengok adiknya ke
rumah sakit
Peneliti :Ga pernah berkelahi Kak? Atau jadi cemburu melihat Adeknya
yang sering diurusi?
Responden :Oh, kalau itu pernah lah Contohnya kalau soal mainan, kayak
tembak-tembak-an itu, mau rebutan.., Abangnyalah mau
menguasai. Sesekali pernah dibilangnya, kenapa terus-terusan
Adek ke rumah sakit? Gitu katanya Tapi, ya kujelaskanlah
Peneliti : Kalau di rumah, siapa yang bantu kakak merawat Adek
Responden : Akulah Ga ada lagi. Kalau ke rumah sakit, maulah
oppungnya ini yang jaga Tapi, di rumah, aku ajanya Sambil
jualan, Kadang-kadang datang temannya, tapi nggak bisalah dia
banyak bergerak, gampang capek. Kalau mau kontrol, aku terusnya
yang bawa. Mana bisa Oppungnya Nggak ngerti nanti Kakak
ajalah Dek
Peneliti : Kakak suku apa?
Responden :Mandailing.
Peneliti : Adanya acara-cara khusus yang dibikin untuk Adek ini karena
sakit Adek?
Responden :Nggak, Nggak ada!
Peneliti :Pernah Kakak bawa ke tempat pengobatan lain?
92
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

Responden :Cuma ke puskesmasnya!
Peneliti : Maksudku, ke pengobatan kampung atau alternatif misalnya
Responden : Oh, banyak memang yang ajak Adalah yang bilang dibawa ke
sanalah, sinilah.. Aku pernah sembuh dibuat, katanyalah Tapi,
nggak pernah kami mau Pokoknya sebaik dijelaskan sakit Adek
ini,nggak pernah kami bawa kemana-kemana. Cuma ke rumah sakit
aja. Ya memang Cuma ini nya cara pengobatannya Kan udah
dibilang Dokter, harus di rumah sakit ya Bu Jangan dikasih yang
lain-lain.. Kalau ada apa-apa karena minum obat selain yang dari
rumah sakit, kami nggak mau tanggungjawab katanya. Yah,
takutlah aku bawa ke mana-mana Lagian kalau mau orang-orang
bawa anaknya yang sakit kayak gini ke pengobatan kampung,
karena nggak percayanya mereka itu Dah banyak orang kulihat
yang menyesal kayak gitu Sampai meninggalpun anaknya,
tapi kalau aku, nggaklah Biarlah kek gini. Yang penting berdoa..,
kubuat semampuku
Peneliti : Setuju aku Kak Apalagi kalau leukemia itu, memang sering
kena penyakit. Kan, sel darah putihnya yang bermasalah. Ada
kelainan Padahal sistem kekebalan tubuh kitanya itu Jadi, kalau
adek ini Kak, kan masih kecil, nggak bisanya dia mengungkapkan
persaannya.. Kasih taulah aku Kak, kekmana dia kalau mengeluhkan
sakitnya
Responden :Yah Rewellah dia Mau kadang-kadang dia nanya kapan kita
pulang, mak Gitulah katanya kalau pas lagi jenuh dia di rumah
sakit. Atau mau dibilang, capek Mak Tapi, kalau dah sehat,
nggaknya dia merepotkan. Udah taunya dia sakit, jadi taunya kalau
mau sembuh harus mau berobat, gitunya
Peneliti :Nggaknya dia merepotkan kali dia ya Kak
Responden :Iya, tapi kadang-kadang kan kalau lagi dirawat di rumah sakit,
mau dia rindu.., jadi sakit, nggak mau makan, demamlah Harus
datanglah aku, tidurlah aku samanya, mengkeklah dia Tapi, mana
mungkin aku harus ada terus Kerjanya aku Kalau bagus
ekonomiku, maunya aku yang jagai tapi, ginilah mana ada uang
terus-terusan Pokoknya, ekonomi inilah yang bikin susah
Peneliti :Kalau di rumah, Kak?
93
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

Responden : Nggak repotnya, tapi susah kita pergi-pergi.. Nggak bebas
Kemana-mana ikutnya dia harus Mana bisa kutinggal-tinggal
Peneliti :Kakak sendiri, ada masalah dengan kesehatan kakak selama
merawat Adek ini?
Responden : Kadang-kadang aku nggak selera makan, capek,
Peneliti : Itu aja Kak? Tidur Kakak?
Responden : Oh, maulah aku kurang tidur memang Apalagi kalau dia
rewel, trus, kalau jaga di rumah sakit Maulah aku mual,
muntah, masuk angin Kan capek juga perjalanan dari rumah
sampai ke rumah sakit. Sejamanlah kita di jalan. Itu aja
Peneliti : Apalah harapan Kakak sama adek ini ke depannya? Mengingat
sakit Adek ini agak beda dengan anak-anak lain. Khususlah
penanganannya! Gimanalah Kak
Responden : Ga adalah apa-apa Dek! Cuma sampai kapanlah aku sanggup
kayak gini terus-terusan, gitu aja! Tapi, kan harus kujalaninya
Ekonomi inilah yang kupikirkan. Tapi, ngutang pun gak pa-palah
Tapi, besarnya dia nanti kekmana ya?
Responden :Jadi, selain dari keluarga, ekonomi dan Adek ini sendiri. Ada
nggak hal lain yang membuat kakaka tambah stress, tau apalah
harapan Kakak untuk kemajuan perawatan anak Kakak
Peneliti :Kalau kakak dan keluarga, ngikut aja dengan semua kondisi ini.
Tapi, memang terkadang kalau pas di rmah sakit, suka tambah stress
juga kita menunggu anak kita ditangani,lama kali dek Kadang
harusnya kita bisa cuma seminggu aja paling lama di sana, mau jadi
dua minggu. Itukan menambah biaya kita di sana. Karena kalau jaga
di rumah sakit, kan harus ada tambahan biaya untuk makan, beli
makanan tambahan. Kalau kita bilang mau cepat, nggak enak juga,
nanti dimarahi.
Peneliti :Oh, gitu ya Kak Makasih ya Kak, sudah mau menceritakan
pengalaman Kakak, semoga Kakak kuat dan Adek ini nggak sering-
sering kambuh sakitnya


94
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

















Responden B
Peneliti : Umur berapa Adek ini Ibu tahu sakit Thalasemia?
Responden : Umur 6 tahun, sekarang dia kan umur 10 tahun
Peneliti : Anak ke berapa dia Bu?
Responden :Anak ketiga dari tiga orang
Peneliti :Jadi, bagaimana perasaan Ibu, waktu tahu Adek ini terkena
thalasemia?
Responden :Yah Sedihlah Dek Apalagi anakku yang kedua kan kena
thalasemia juga Meninggal Kok bisalah dua anakku kena sakit
ini, padahal kan cuma tiga orang anakku
95
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

Peneliti :Oh, jadi anak kedua Ibu kena thalasemia juga, trus
meninggal? Jadi, Ibu sudah pahamlah dengan sakit adek ini ya
Responden :Kalau paham-paham betul sih, nggak jugalah ya Dek Soalnya
Anakku yang kedua itu, nggak dikasih tau kalau dia kena
Thalasemia.. Waktu dia sakit, perutnya buncit, kurus, pucat Nggak
ada yang kasih tau kalau itu penyakitnya, aku pun ndak ngerti.
Sampai jadi parah, meninggallah dia karena sudah terlambat
ditangani Barulah tau kalau dia kena thalasemia Sampai waktu
anakku yang ini punya tanda yang sama, kubawalah dia ke rumah
sakit. Rupanya memang benar, thalasemia dia Kok bisalah anakku
dua-dua kena itu
Peneliti : Jadi, sekarang, bagaimana perasaannya dengan anak yang
kedua?
Responden : (Tersenyum.)
Ginilah!
Peneliti : Ibu sudah paham bagaimana cara merawat anak-anak dengan
thalasemia?
Responden :Nggak terlalu pahamlah Tapi, dijagalah makannya, mainnya,
supaya nggak sering-sering kambuh Kata Dokter kan gitu, orang-
orang juga bilang gitu.
Peneliti : Pekerjaan Ibu apa?
Responden : Jualan Bapaknya juga jualan Aku jual goreng, Bapaknya jual
minyak sama bikin tempe
Peneliti : Ada masalah nggak Bu dengan biaya?
Responden :Ya adalah Dek, duitnya kan kurang!
Peneliti :Tapi, kan dibantu sama Jamkesmas, Bu!
Responden :Iya, tapi kan kalau di rumah sakit ada biaya makan kita, belum lagi
ongkos-ongkos sama bayar obat lagi yang lain. Ada perlu juga buat
sekolahnya Ya, harus dicukup-cukupkanlah
Peneliti : Ibu sendirian saja merawat Adek di rumah?
96
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

Responden :Ya, gantianlah sama Bapaknya, lha orang kami sama-sama
jualannya di rumah Nggak repot-repot amat
Peneliti :Kendala apa yang sering Ibu hadapi selama merawat Adek ini?
Responden : Ya, ndak ada, biasa aja La orang bisa dilihat di rumah
kok Cuma, kalau lagi sehat, dia itu aktif kali, sukak kali main.
Susah melarangnya, Dek Tapi namanya juga anak-anak.., ga bisa
dilarang kan?
Peneliti : Pernah ada masalah dengan keluarga dengan kejadian ini?
Responden : Ya, ndak ada Kita kan nggak tau dari mana sakitnya. Pokoknya
gantianlah kami ngurusnya sama Bapaknya
Peneliti : Dengan Abangnya, Bu? Gak pernah ada masalah?
Responden : Masalah apa maksudnya?
Peneliti :Apa kadang mereka mau bertengkar atau tidak? Ada yang cemburu
nggak dengan saudaranya?
Responden : Oh, itu. Ya iya! Kan si Adeknya yang sering dibeliin mainan
jadinya Abangnya marah! Kenapa Adek terus yang dijagai ?
Diurusin terus! Katanya! Soalnya, kita kan jadi lebih menuruti
kemauan Adeknya dari pada Abangnya Lebih perhatikan
adeknya
Peneliti : Jadi, bagaimana Ibu menghadapinya?
Responden :Yah, sudah biasalah aku menghadapinya! Paling kubilang,
adiknya kan sakit, jadi harus banyak diperhatikan, kalau abangnya ka
sehat
Peneliti :Susah nggak Bu, merawatnya?
Responden : Nggaklah, nggak terlalu repot! Cuma memang, kalau mau bawa
dia control atau transfuse, suka susah. Kadang-kadang malas dia.
Bosan katanya! Tapi, kubilang, biar adek sembuh, biar nggak kek
Abang., kubilang gitu, turs maulah dia
Peneliti :Ibu pernah kepikiran nggak, Bu..? Kok, anakku kena
thalasemia? Waktu mengandung, bagaimana ya?
97
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

Responden : Nggak, biasa aja!Ibu nggak pernah dan nggak mau mikir kayak
gitu. Ibu mikirnya, ini kan sakit. Sakit ya diobati, gitu aja.
Peneliti :Pernah bawa Adek ke pengobatan lain Bu? Selain ke rumah
sakit?
Responden :Oh, sering Ke mana-mana sudah Ibu bawa Sambil berobat
rumah sakit, sambil obat kampong atau alternative Namanya juga
usaha, bagaimana supaya sembuh. Ada orang kasih tau, ya Ibu
bawa Tapi, mikir-mikir kok nggak sembuh-sembuh ya? Malah
sering drop Hbnya Padahal kalau nggak dibawa berobat kampung,
cuma dijaga makanannya, bisa jarang drop. Paling kontrol aja.
Peneliti : Ibu masih mau bawa ke pengobatan lain lagi?
Responden :Nggak! Nggak lagi! Kalau dulu Ibu mau bawa dua-duanya
Rumah sakit, ya obat kampung, Ibu jalani. Sekarang, Nggak! Lama-
lama Ibu udah ngerti. Kasihan juga dia kan
Peneliti :Ibu kan suku Jawa Ada nggak acara-acara dalam adat Jawa yang
dilakukan kalau anak sakit kayak Adek ini!
Responden : Ada! Famili-famili nanti datang bawa makanan untuk Dia
Supaya sehat. Banyak Saudara yang datang! Bikin acara! Untuk
kesembuhan
Peneliti : Pernahkah ada konflik keluarga berhubungan dengan adek ini?
Responden :Nggak ada, aman-aman aja
Peneliti :Tidak ada masalah selama merawat Adek ini Bu?
Responden :Tidak! Paling capek atau takut kappa-kapan dia drop aja.
Peneliti :Bagaimana pergaulan Adek dengan teman-temannya?
Responden :Nggak ada apa-apa! Tapi, dia memang aktif anaknya, paling
Ibu pesankan supaya jangan jajan sembarangan, nggak baek untuk
dia!
Peneliti :Adek Sudah sekolah kan Bu? Bagaimana dengan sekolahnya?
Responden :Bagus! Bisa mengikuti Walaupun sering-sering absen karena ke
rumah sakit, dia tetap bisa belajar. Teman-temannya suka
menjenguk. Dia aktif anaknya!
98
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

Peneliti :Ada yang bantu Ibu selama merawat Adik di rumah?
Responden : Nggak! Paling, adekku mau ngasih makanan sama dia dan
Bapaknya. Kalau di rumah, Bapaknya sering jaga, tapi kalau rumah
sakit, Ibu sendirian
Peneliti :Tolong Ibu ceritakan bagaimana cara Ibu merawat Adek!
Responden :Paling kalau dia sudah pucat, lemas, ya langsung bawa ke rumah
sakit. Nanti diinfus, dikasih obat. Beberapa hari pulang. Udah!
Peneliti :Nggak repot, BU?
Responden :Nggak, lahhh.. Lha orang Cuma ngantar ke rumah sakit, trus
ngejagain aja!
Peneliti : Ibu nggak ada merasakan gangguan kesehatan selama merwat
Adek?
Responden :Cuma kadang sulit tidur, kalau barus selesai jaga di rumah sakit.
Peneliti :Kalau sekarang, Ibu ada masalah merawat Adek?
Responden : Paling Ibu takut kalau dia main jauh-jauh.. Dia suka naik sepeda!
Ibu harus perhatikan.
Peneliti : Bagaimana dengan gerak Ibu sendiri? Bisa bebas pergi ke mana-
mana?
Responden :Dianya nggak rewel, Ibu aja yang malas pergi-pergi!
Peneliti :Kenapa Ibu bisa cepat sekalai menyesuaikan diri?
Responden : Sudah biasa! Sudah lima tahun bergini
Peneliti :Adek pernah mengeluh soal penyakitnya,BU..?
Responden :Kadang-kadang, dia malas dibawa kontrol.
Peneliti :Trus, Ibu gimana kalau begitu?
Responden :Ibu bilang, mau perut buncit kayak Abang yang sudah meninggal?
Trus dia mau!
Peneliti :Ada sarana kesehatan yang terdekat bila sakit Adek kambuh?
99
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

Responden :Paling cek kesehatan biasa! Kalau kambuh langsung bawa ke
rumah sakit.
Peneliti :Hal apa yang paling Ibu takutkan kalau Hbnya drop, dan sakitnya
kambuh?
Responden :Kalau Hbnya turun, dia suka sakit, demam, lemas
Peneliti :Ibu sudah siap menjalani pengobatan yang akan berulang terus-
menerus dalam jangka waktu lama?
Responden : (Diam)
Peneliti : Ibu takut?
Responden : (Tersenyum)
Peneliti : Ibu sudah siap menjalani hal ini terus ke depannya?
Responden :Mau ndak mau, ya harus siap.!
Responden :Baiklah, terimakasih atas kerjasamanya ya, Bu!
Responden C
Peneliti : Usia berapa Adek ini terkena penyakit hemophilia,Bu?
Responden :Usia tujuh tahun
Peneliti : Sekarang usianya berapa, Bu?
Responden : 11 Tahun
Peneliti :Anak Ibu ada berapa?
Responden :10 orang
Peneliti :Yang terkena hemophilia, cuma satu?
Responden :Nggak, ada tiga orang, yang nomor 6 nomor, momor 9 dan nomor
10 inilah si Mayang, perempuan semuanya. Yang laki-laki
nggak, sehat semua
Peneliti :Ibu mengerti apa itu hemophilia?
Responden :Ya, antara ngerti dan nggak ngerti!
100
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

Peneliti :Baiklah Bu, saya coba jelaskan! Hemophilia itu, penyakit
kelainanan darah Jadi, kalau kita orang normal ini, kalau
tangannya luka kecil-kecil misalnya, bisa cepat sembuh, dan
lukanya tertutup, nggak berdarah-darah Nah, kalau haemophili,
berbeda Lukanya sukar sembuh dan darahnya sukar berhenti
karena sulit membeku. J adi, kalau badannya luka, trus berdarah,
bisa berbahaya karena pendarahanan.
Responden :Ya, Ibu juga sudah dijelaskan sama Dokter kayak gitu Makanya
Ibu jaga jangan sampai Anak Ibu luka
Peneliti : Jadi, bagaimana perasaan Ibu ketika tahu tiga orang anak Ibu
terkena haemophilia, apalagi ini juga salah satu penyakit turunan,
Bu.
Responden : (Tersenyum)
Awak bisa bilang apa lagi?
Peneliti :Maksud saya, apa yang Ibu rasakan waktu tahu anak Ibu sakit
seperti ini?
Responden :Macemmanalah! Orang anak awak ada tiga orang yang
kena!Apa boleh buatlah Awak mana tau kenapa bisa
begini
Peneliti :Saudara Ibu pernah terkena penyakit ini?
Responden : Ibu kurang tahu, tapi memang banyak Saudara Ibu yang suka
sakit-sakitan
Peneliti : Masalah apa yang Ibu hadapi dalam merawat Adek ini
Responden :Nggak ada. Karena sudah biasa, jadinya nggak repot lagi. Kan
dulu waktu kakaknya yang ke 9 kakaknya Mayang kena itu
meninggal. Karena waktu itu nggak taulah awak kayak gitu kan.
Sampai yang terakhir ini dibawa ke puskesmas, sama pula
tandanya, langsung dirujuk ke Adam Maliklah kami. Kalau waktu
itu memang Ibu nggak mengerti. Kan sekarang, Ibu sudah tahu dan
dikasih tau sama dokter dan perawat-perawatnya. Kalau kakaknya
yang satu kan sudah 24 tahun baru berobat. Memang dulu pun
katanya sudah kena waktu 15 tahun, tapi nggak pernah sakit. Tiba-
tiba kalau dia ada halangan, banyak darah habis, sampai harus
dirawat ke rumah sakit, barulah ketahuan juga katanya hemophili,
101
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

turs disuruh urus untuk control ke Adam Malaik juga. Baru ini lah
pertama kali kakaknya control trus transfuse, kalau Mayang sudanh
berkali-kali. Dari umur tujuh tahun itu. Abangnya yang kawani
kakaknya itu. Jadi dia udah boleh jaga diri sendiri. Kalau mau
kontrol atau berobat, biasa sama-sama Paling cuma dia
(Mayang) sekarang yang Ibu urus Antar jemput ke sekolah,
merawat dia
Peneliti :Ibu sudah tahu dan paham bagaimana merawat anak Ibu?
Responden :Kan sudah diajari dari dulu Dia nggak boleh capek. Saya jaga
dia. Makanannya saya atur, trus dia nggak boleh banyak main,
takut luka! Dia ini kan gampang sakit, jadi nggak bisa capek. Mau
ke sekolah atau pulang selalu dijemput. Takut kenapa-kenapa.
Peneliti :Bagaimana Ibu tahu kalau penyakit Mayang kambuh atau harus
kontrol?
Responden : Itulah kalau sudah berdarah gusinya, trus mimisan dia, cepat-
cepatlah Ibu bawa dia ke puskesmas, kan sudah ada kartunya untuk
ngambil darah di PMI supaya bisa langsung transfusi
Peneliti : Bagaimana soal biaya? Siapa yang bertanggungjawab, Bu?
Responden : Abangnya kan sudah kerja Dialah yang bantu. Memang kami
pasien jamkesmas, jadi kalau soal darah, pemeriksaan dan obat
sudah bisa diringankan. Apalagi ada yayasan yang membantu, yaitu
yayasan haemophilia. Orang itu bantu Ibu mencarikan darah, obat
dan mengajari Ibu bagaimana cara merawat anak Ibu. Jadi, nggak
terlalu repot soal darah. Kalau sudah ada kartu itu, sudah gampang
nagambil darahnya ke PMI
Peneliti :Ibu sendiri yang mencari bantuan dari yayasan ini?
Responden :Nggak, orang itu sendiri yang mencari kami dan mengurus
perlengkapannnya.
Peneliti :Apa saja yang mereka bantu, Bu?
Responden :Ya, mencarikan darah dan memberikan dukunganlah.
Peneliti :Selain itu, siapa yang membantu pengobatan dan perawatan Adek
ini Bu?
102
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

Responden : Ada Abangnya dan kakaknya. Kan abangnya banyak, Abangnya
yang sudah kerja. Dialah yang mengingatkan Ibu untuk membawa
Anak Ibu ini ke rumah sakit kalau mau kontrol dan membiayai
makanan dan ongkos Ibu. Kalau Ibu kan nggak kerja, Suami Ibu
juga sakit stoke. Jadi, cuma bisa menjaga ajalah, nggak bisa cari
uang lagi.
Peneliti : Jadi di rumah ada kakak dan abangnya juga yang masih tinggal
bersama?
Responden : Iya, abangnya itu kan sudah menikah, dan sudah kerja. Menantu
juga tinggal di rumahlah.
Peneliti :Semuanya, Bu?
Responden :Iyalah Tapi, ada juga Abangnya yang kerja di Banda Aceh
Peneliti : Jadi, Ibu tidak pernah merasa kewalahan menjaganya, Bu?
Responden : Nggak, karena Anak Ibu ini sangat baik, dia nggak rewel, nggak
susah diajak berobat, nggak mengeluh Pokoknya, dia sudah tahu
mau diapain aja kalau berobat. Paling kalau sudah kumat, misalnya
dia jadi lemah, pucat, sakit,, Ibu yang takut kalau dia kenapa-
kenapa Kalau Anak Ibu ini nggak banyak kemauannya. Kalau
kakak-kakaknya kan sudah pintar mengurus diri sendiri. Kakaknya
yang sakit kayak dia juga sudah bisa ngurus diri. Lagian nggak
terlalu serepot Mayang. Nggak merepotkan lagi karena sudah
besar.
Peneliti : Bagaimana dengan keluarga yang lain, Bu. Apa mereka
mendukung dan membantu? Apa mereka tidak pernah merasa
terganggu? Kan rame jadinya di rumah, Bu. Belum lagi Bapak juga
sakit.
Responden :Gimanalah Kan sakit. Tapi, semua mendukung dan
membantunya Sudah taunya orang itu, kalau sakit adeknya,
harus berobat, harus dijaga dulu Kalau kambuh ada yang antar,
tapi kalau Mayang, karena masih kecil, harus ikutlah Ibu menjaga.
Semuanya saling tolong menolong Di bantulah biayanya, kalau
Mayangnya sakit dan kambuh, ada yang kasih duitnya. Karena kan
sudah tiga yang kena, jadi sudah terbiasa.
103
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

Peneliti : Ibu pernah tidak berusaha membawa anak-anak Ibu ke pengobatan
lain selain ke puskesmas dan rumah sakit?
Responden :Pernah. Kubawa berobat kampunglah dia Biar cepat sembuh Ibu
pikir, tapi nggak juga. Macemmanalah.., apalagi yang tua-tua itu
sudah menyarankan, di suruh bawa ke sana, ada pengobatan
tradisional katanya, harus kubawalah Apalagi waktu yang ke
enam itu masih yang sakit., semualah Ibu ikuti. Kalau nggak
dilaksanakan, nggak hormat sama yang tua-tua katanya
Terpaksalah
Peneliti : Ada perobahan dengan pernyakit anak Ibu?
Responden : Nggak! Makanya Ibu nggak mau lagi. Setelah yang kedua sakit
kayak itu juga, trus ikut lagi si Mayang ini, nggak mau lagi aku.
Apa lagi ada Dokter yang di puskesmas sudah menjelaskan
penyakit Mayang ini, kan katanya nggak bisa sembuh, tapi bisa
sehatnya nanti sampai besar, kalau trus dijaga. Kayak kakaknya
itulah, kan sehatnya dia kalau nggak kambuh Pokoknya, kalau
ada lagi yang suruh, Ibu bilang sudah ada dokter yang di
puskesmas men cek, sekiranya mulai turun kesehatannya, disuruh
lah ke rumah sakit. Makanya dokternya kenal kali sama Mayang
sama kakaknya juga.
Peneliti :Ada acara-acara khusus nggak Bu, untuk anak Ibu kalau lagi sakit
menurut adat atau suku Ibu?
Responden :Ada! Tapi, itu kalau di kampung Ibu. Tapi, Ibu nggak pernah buat
di sini. Nggak usahlah. Ngurus ini aja udah cukup. Nggak usah
sampai kayak gitu. Tapi , kayak itu tadilah disuruh sering kita
berobat ke tempat lain menurut tua-tua itu.
Peneliti :Tua-tua itu, maksudnya apa, Bu?
Responden :Ya, orang tua kita, keluarga yang lain yang kita hormati. Kan
sukak kasih nasehat.
Peneliti :Bagaimana perilaku Mayang dengan lingkungannya, temannya,
dan keluarga yang lain.
Responden :Nggak ada apa-apa Baik! Dia kan baik Anaknya. Kalau dia mau
kontrol, dia nggak sekolah.
Peneliti :Bisa mengikuti sekolahnya, Bu? Nggak terganggu
104
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

Responden :Itulah! Bersyukurnya Ibu bisa Mayang sekolah. Guru-gurunyapun
ngertilah. Bolehlah dia absen mungkin sampai tiga hari atau
seminggu dalam sebulan. Nggak marahnya dia Malah kawan-
kawannyapun membantu. Cuman, nggak bisalah dia banyak-
banyak main! Di rumah aja terus. Makanya nggak bisa juga Ibu ke
mana-mana. Takut Ibu dia kenapa-kenapa Kalau bagus Hbnya,
cerianya dia, kayak hari ini. Tapi, kalau udah turun, lemaslah
dia, berdarahlah giginya, mau pula dia mimisan. Makanya, harus
Ibu jaga. Tapi, kakaknya itu nggak kayak dia ! Nggak banyak
kumatnya, paling kalau lagi halangan aja.
Peneliti : J adi, bagaimana sebenarnya Ibu menyesuaikan diri dengan
keadaan ini. Apalagi Ibu bilang, Ibu sudah terbiasa. Apanya
harapan Ibu sama si Mayang ini ke depannya?
Responden :Habis gimanalah Pernah memang Ibu stress, terkejut juga Ibu
melihat nasib Ibu ini , kok kek ginilah penyakit anak awak ini, tiga
orang lagi. Sudah meninggal satu. Jadi, Ibu cuma pasrahlah.
Mengikuti aja. Namanya juga anak, itu yang dikasih, itulah yang
kita terima. Banyak berdoa ajalah. Mau maccam mana lagi kan?
Kalau kulihat lagi tangannya sudah biru-biru bekas suntik sama
infuse, dah kayak pecah lah pembuluh darahnya kutengok. Tapi,
bisanya dia sekolah, sudah senang Ibu. Kakaknya kan nggak sering
sakit. Jadi, nggak takut kali Ibu. Cuma, Mayang suka sakit, jadi Ibu
nggak bisa kemana-mana. Yang penting dijagalah
Peneliti :Mayang pernah mengeluh, Bu?
Responden :Nggak, kalau dia disuntik obatnya atau diinfus, nggak rewel dia.
Udah tahunya dia, trus dikasihnya tangannya. Dia kan nggak
minum pil, obatnya itu disuntik semua. Sekali sebulan, terus-
terusan Nggak mau dia marah atau nangis. Cuma, kalau sudah
mau disuntik sampai tiga kali, kadang nangislah., tapi karena
sakit disuntik. Bukan karena penyakitnya Taunya dia nggak
boleh banyak main. Jadi, di rumah ajalah dia.
Peneliti :Jadi, tetangga-tetangga juga sudah mengerti dengan kondisi
keluarga Ibu?
Responden :Udahlah, makanya anak orang itu ngggak mau ganggu-ganggu
anaknya. Akupun takut lihat dia main-main. Kalau kenapa-kenapa,
nggak mungkin awak marahi anak orang, anak awaknya yang sakit.
105
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

Mana tau orang harus diapakan Mayang kalau lagi main. J adinya
sering di rumahlah dia. Nggak kemana-mana. Yang penting orang
itu tidak mengganggu Itu ajalah dek
Peneliti :Ibu sendiri kekmana? Nggak capek, Bu? Kesehatan Ibu nggak
terganggu?
Responden :Ya, terganggulah sesekali, apalagi kalau dia di rumah sakit. Nggak
bisa tidur, capek Kalau di rumah kan, nggak susah Hanya
nggak bisa kemana-manalah
Peneliti : Trimakasih ya Bu, atas kerjasamanya.


























106
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009










CURRICULUM VITAE

Nama Lengkap : Mika Vera Aritonang
Tanggal Lahir : Sidikalang, 5 July 1986
Alamat : Jalan Sisingamangaraja No.94 Sidikalang, Dairi.
Agama : Kristen Protestan
Status : Belum Menikah
Nama Orang Tua : A. Aritonang dan P.Ginting
Pendidikan : 1992-1998 SD Negeri 030306 Sidikalang
1998-2001 SLTP Negeri 3 Sidikalang
2001-2004 SMU Negeri 1 Sidikalang
2004-2009 PSIK FK USU












107
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009







Responden D
Peneliti : Pada usia berapa Ibu tahu kalau Zulkifli terkena thalasemia?
Responden :Waktu umur 5 tahun.
Peneliti :Bagaimana perasaan Ibu ketika mengetahuinya?
Responden :Apalah ya, ga ngertilah bilangnya Gitu ajalah
Peneliti :Ibu tahu tidak apa itu thalasemia?
Responden ::Tahu.
Peneliti :Bisa Ibu ceritakan?
Responden :Pokoknya kata dokter, adalah kelainan darahnya, jadinya dia sering
kuat-kumat nanti sakitnya, harus teratur dibawa kontrol, ga boleh
lupa Trus, katanya kalau sakit nanti, harus sering transfusi.
Peneliti :Nah, kalau begitu, bagaimana perasaan Ibu menjalaninya dan
merawat Zul, Bu! Kan sudah satu tahun, sekarang Zul sudah 6
tahun
Responden :Gimanalah ya kan, namanya anak, kurawatlah. Akupun nggak
tahunya sebenarnya sakitnya. Nggak pernahpun kutengok sakit kek
gitu dulu. Ga tahulah kenapa anakku kena. Tapi kurawatjugalah
Peneliti : Jadi, Bu, siapa yang membiayai pengobatan Adek ni.
Responden : Ya, kamilah.Aku sama Bapaknya. Kalau ada keluarga yang mau
bantu, ya kami terima. Tapi, untunglah ada jamkesmas itu, jadi
nggak susah lah biaya untuk pengobatan, karena kalau darah sama
obatnya yang disuntik-suntik itu, gratis kan.. Tapi, biaya ongkos,
makan sama jajan-jajannya banyak jugalah yang keluar. Tapi,
108
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

itupun manalah cukup, kan aku nggak bisa kerja. Suamiku jadi
tukanglah kadang, gaji-gajian di ladang orang,gitu ajalah Itupun
30 ribunya sehari. Paling susah kalau dia sakit, kan gampang sakit
jadiya dia. Ya beli obatnya itu, harus lah cari sendiri
Peneliti : Jadi, kesulitan jugalah ekonominya ya Bu. Ibu nggak mencari
pekerjaan tambahan?
Responden : Manalah bisa, nggak bisa aku jauh-jauh Orang si Zulnya gak
bisa ditinggal. Paling kalau ada orang yang nyuruh pergi kerja ke
ladangnya, ikutlah dia. Kubiarkanlah dia main-main di situ. Cuma
Bapaknya yang bisa pergi kerja. Itupun gitu-gitu ajalah. Minjam-
minjam uanglah dari orang. Dah enam tahun umurnya, tapi belum
bisa juga dia jalan, ngomongnya pun nggak lancar, kasihan
jugalah aku Pokoknya terganggulah kerjaanku
Peneliti :Bagaimana hubungan Ibu dengan keluarga yang lain? Dengan
suami, orang tua atau mertua Ibu. Ada pengaruhnya nggak dengan
anak Ibu ini.
Responden :Ya, didukungnya semua Selalu aku diingatkan untuk
membawa berobat. Kalau Bapaknya kan nggak bisa jaga dia karna
kerja. Tapi, orang tuaku sama mertuaku rajin mengingatkan, atau
nanya. Udah kau antar anakmu berobat , katanyalah
Peneilti : Zul anak ke berapa? Bagaimana dengan Saudaranya yang lain?
Ada pernah berkelahi nggak dengan Saudaranya?
Respoden : Anak kedua. Cuma dua anak Ibu. Nggak pernah ada masalah! Kan
kakaknya rajin nya menjenguk. Nggak susahnya. Perempuannya
kakaknya. Suka menelepon juga kalau lagi di rumah sakit. Kalau di
rumah nggak pusing Ibu ngurus Dia. Dia bisa sama neneknya.
Peneliti :Masalah apa yang sering Ibu hadapi selama merawat adik ini?
Responden : Nggak terlalu banyak nya.., tapi yang paling susah ya, kalau dia
rewel, minta gendong terus.., padahal kan capeknya Tapi,
macem manalah, namanya juga masih kecil kan? Lagian belum
bisa dia ngomong bagus, nggak lancar masih padahal sudah 6 tahun
lebih. Masih duduknya dia bisa, ngak bisa berdiri sendiri.
Telambatlah memang pertumbuhannya. Kakinya kecil Tapi,
itulah, susahlah kita mau kemana-mana, haruslah ikut dia,
makanya kakak nggak bisa bebas kerja. Harus cari kerja yang bisa
109
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

ikut dialah. Kayak mengerjakan ladang orang misalnya, ikutlah dia,
jadi kubiarkan dia main di ladang itu. Nggak bisalah Ibu kemana-
mana kalau nggak bawa dia. Mau belanja, mau ke manalah, ikut dia
karena nggak ada yang jaga.
Peneliti :Jadi, bagaimana Ibu bisa menerima keadaan ini? Karena tidak
semua orang yang mampu menerima keadaan anaknya seperti itu
dengan cepat.
Responden :Kek manalah mau dibilang, memang kek gitulah di kasih Tuhan.
Kalau ada orang yang susah menerima keadaan seperti itu, yang
nggak percaya nya itu sama Tuhan. Tapi, kalau awak, ikhlasnya
menerima. Kek manapun itu pemberian Tuhan, titipan Tuhan,
haruslah Ibu jaga. Orang-orangpun, keluargapun, nggaknya
disalahkan Ibu. Malah didukung, dibantu kalau lagi bisa. Memang
waktu 2 bulan pertama itu, waktu dia masuk rumah sakit dia selama
sebulan, trus disuruh aku bawa kontrol setiap bulan, stress juganya.
Tapi, sejak itulah Ibu sadar, oh, mungkin kayak ginilah aku
terus-terusan nanti. Gitulah pikiranku. Capek memang, sedih
jugalah lihat anak awak kek gitu. Tapi, kek tadilah kan, akupun
harus menerima
Peneliti : Ibu memang benar-benar sudah bisa menyesuaikan diri ya, Bu!
Responden : Ya itulah.., kalau kata dokter ahli kekgitu penyakitnya, ya
memang itulah Harus tiap bulan dikasih darah, ya kita kasih
Ibu nggak mikir macam-macam lagi, kalau memang kayak gitu.
Apa boleh buat, kalau itu memang penyakit anak awak.
Peneliti :Melihat kondisi Adek seperti ini apanya harapan Ibu sama adek ini
nantinya.
Respoden :Yah, nggak adalah Nggak ada apa-apa lagi kuharapkan. Kalau
lagi sembuh, ya syukur kan Gawatnya setiap bulan dia.. Kalau
kulihat anak-anak yang lain seperti dia sakitnya, berarti kek gitu
jugalah nanti ini, gitunya pikiranku. Kan setiap bulan akan
bergantung dengan darahnya dia. Kalau udah pucat,lemas trus
turun Hbnya, langsung kubawalah ke rumah sakit, cuma transfusi
itunya obatnya. Udah nggak ada harapan apa-apa lagi dek
Pokoknya Ibu lakukan semampu Ibu, sampai sekuatnya, sampai
kapanpun dia kayak gini, ya Ibu jalanilah. Karena nggak samanya
dia kayak anak-anak yang lain
110
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

Peneliti :Ibu pernah merasa takut, atau bosan?
Responden :Nggaklah, sudah biasa, sudah setahun lebih kek gini. Lagian ada
banyak orang tua kayak gini ketemu di rumah sakit. Bertanyalah
Ibu sering-sering.
Peneliti :Ada yang bantu Ibu merawat adek ini?
Responden :Nggak, cuma sesekalilah atuk-atuknya datang nengok dia.
Peneliti :Bagaimana dengan keluarga Ibu? Bagaimana mereka mendukung
Ibu?
Responden :Semua mendukunglah, membantu kalau bisa membantu. Tapi,
seberapalah itu. Kalau orang tua Ibu selalu mengingatkan supaya
nggak lupa bawa anakku ke rumah sakit. Kek waktu lebaran
kemarin kan, nggak pulanglah Ibu ke kampung, nggak bisa nengok
orang tua Ibu karena kumat dia. Jadi, dibilang suami dan keluarga
ku, lebih baik nggak usah pulang kampung, asalkan ada biaya ke
rumah sakit. Biarpun lebaran, makanya trus cepat-cepat aku ke
rumah sakit.
Peneliti :Bagaimana Ibu menjaga supaya jangan sering-sering kambuh?
Responden :Selalulah kujaga makannya. Jangan dia capek, sesekali kalau ada
uang kubelilah susunya. Ga boleh lupa tanggal kontrolnya.
Pokoknya, jangan sampai Hbnya turunlah.
Peneliti :Ibu pernah tidak, merasa bosan, atau kesal karena selalu
melakukan hal yang sama setiap bulan?
Responden :Nggak tau lah ya Tapi, semenjak kutahu bakalan kek gini dia
terus.., nggak pernah lagi aku berfikir apa-apa. Sudahlah kujalani
aja.
Peneliti :Ibu pernah membawanya ke pengobatan lain selain ke rumah
sakit?
Responden :Nggak pernah. Ibu nggak percaya! Pernah disuruh ke berobat
kampung, tapi nggak percaya aku, nggak ada gunanya.
Peneliti : Bagaimana dengan kesehatan Ibu sendiri selama menjaga dan
merawat Adik ini? Pernah ternganggu kesehatan Ibu.
111
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

Responden :Memang kadang Ibu kurang tidurlah karena dia rewel, apalagi pas
lemah. Kalau di rumah sakit, capeknya itulah. Si Zul ini kan belum
bisa mandiri walaupun sudah 6 tahun, pipis di celanalah, berakpun
gitu. Kalau masak Ibu, mestilah Ibu gendong terus, pas kerja juga,
jadi capeklah, memang maunya kurang tidur. Sesekali maulah
kepikiran, kok capek kalilah kek gini terus.
Peneliti :Ada yang membantu Ibu merawat?
Responden :Nggaklah, orang cuma empat orangnya kami di rumah itu. Ibu
sendirilah semuanya. Nggak ada siapa-siapa lagi. Orang suamipun
kerjanya nya.
Peneliti :Bagaimana pergaulan Adik ini dengan teman-temannya dengan
lingkungan?
Responden :Di rumah ajanya terus, kadang datang anak-anak tetangga itu kan,
tapi nggak bisa juganya dia main-main. Cuma adalah tembak-
tembaknya, trus dia suka nyanyi-nyanyi. Lihat mobil-mobil yang
lewat.., itulah hiburannya. Memang dulu, sedih kalilah dia,
nggak bisa ngapa-ngapain.Tapi, sekarang kan karena sudah
mengerti aku menjaganya, agak cerialah dia
Peneliti :Ada budaya-budaya atau adat ntah berupa doa-doa atau upacara
yang pernah Ibu jalani atau dilakukan untuk kesembuhan Adek ini,
Bu?
Responden :Nggaklah.., sebenarnya adanya., tapi Ibu nggak jalani. Bukan itu
yang membuat sembuh. Lagian beda-bedanya adat Ibu dengan
suami. J adi ya nggak usahlah. Penyakit ini barunya Ibu dengar,
orang kampungpun banyaknya yang nggak ngerti. Makanya
terkejut juga waktu mula-mula.
Peneliti :Apa harapan Ibu kedepannya dengan kondisi Adek seperti ini?
Responden :Ya, nggak ada apa-apalah Gimana juga dia mau sekolah kalau
kek gitu sakitnya. Kakinya kecil juga, nggak bisa masih jalan.
Pokoknya sakit,bawalah ke rumah sakit itu aja. Kalau dia kan kek
gitu terusnya nanti. Uda Ibu lihat anak yang lain. Yang penting
semua sudah Ibu kerjakan. Orang-orangpun, nggaknya
menyalahkan Ibu. Namanya juga sakit, gitunya katanya.
112
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

Peneliti :Dari adek Bu, pernah ada mengeluh tidak atau apa aja yang
direwelkannya.
Responden :Ya dulu, waktu baru-baru, memang susahnya aku membawanya ke
rumah sakit karena rewel dia kan, takut lagi dia. Tapi
sekarang,udah tahu dia. Mau disuntik Mak? Dikasih obat? Itu
ajalah katanya. Dia udah tahu dan sudah mengerti sekarang. Kalau
udah mau disuntik berkali-kali memang, kadang nangis dia karena
sakit, itupun kalau udah berkali-kali. Kalau nggak, tenang ajanya
dia mengasihkan tangannya itu.
Peneliti :Kalau adek ini,Bu, kek mananya perasaannya kalau Ibu lihat.
Biarpun masih kecil, apalagi umur 6 tahun, udah tahunya ada yang
berbeda dari dirnya?
Responden :Udah paham juganya anak-anak seperti Dia. Kalau kita ajak
misalnya ke rumah sakit, mau katanya, berobat ya Mak? Biar
sembuh? Gitu katanya. Jadi, kayaknya dia ngerti. Nggak nangis itu
kalau mau diinfus atau disuntik Dokter.
Peneliti :Ada yang lain nggak, yang Ibu bisa ceritakan lagi, Bu..?
Responden :Ya, cuma kek gitulah Dek, Bagaimana supaya Ibu bisa ikhlas,
terus menjaga, bisa cari uang , itu ajanya yang berat Ibu rasa. Tapi,
kalau soal penyakitnya ini, sudah bisa Ibu menerimanya.
Peneliti :Bagaimana dengan semua prosedur yang Ibu jalani selama
perawatan di rumah sakit, baik itu ketika pengobatan, trasnfusi dan
lain-lain?
Responden :Yah, memang kalau anak kita sedang gawat, kadang-kadang
cepatlah penanganannya, kadang ya nggak juga. Jadi, kadang
kelamaan kita nunggu di rumah sakitbiar selesai dikasih obatnya.
Apalagi dulu waktu masih pemeriksaan, lama sekalai hasilnya,
lama juga prosesnya. Kalau darah ya sekarang nggak sulit karena
sudah ada kartu dari PMI sehingga nggak lama-lama. Tapi, kalau
obat untuk yang disuntik itu lama,jarang cepat dikasih. Bukan apa-
apa semakin lama kita di rumah sakit, makin banyak biaya yang
keluar, untuk makan kita, beli jajanan anak kita, bosan juga kan
kita di sana terus. Tambah capeklah

113
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009















Responden E
Peneliti :Sudah berapa lama Edi ini sakit Anemia Aplastik Pak?
Resonden :Masih beberapa bulan, bulan 9 kemarin dia diagnosa kayak
gitu.
Peneliti :Berapa umurnya, Pak?
Responden : 11 tahun.
Peneliti :Oh, masih baru ya, Pak Jadi, bagaimana perasaan Bapak
mengetahuinya?
Responden :Ya, biasa aja! Menerima apa adanya.
Peneliti :Bapak tahu bagaimana itu anemia aplastik?
Responden :Iya, tahu. Artinya dia nggak bisa sembuh, akan berlangsung
sampai besar, kan? Trus bergantunglah sama donor darah.
114
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

Peneliti :Iya, Pak. Jadi, bagaimana perasaan Bapak dengan keadaan Edi
yang demikian?
Responden :Saya tetap optimis, artinya saya nggak boleh pesimis dengan
keadaan anak saya ini. Saya masih tetap mengharapkan
kesembuhan. Cuma, saya tidak tahu akan berlangsung berapa lama,
akan sampai kapan dia seperti ini. Tapi, saya tidak mau
pesimis,Dek. Saya punya keyakinan dia akan sembuh
Peneliti :Bapak dan keluarga sudah tahu bagaimana merawat Edi?
Responden :Ya, saya diajari untuk selalu menjaga pola makannya, agar
mendapatkan gizi yang baik. Diatur aktivitasnya agar jangan terlalu
banyak bermain dan cepat lelah. Selalu rajin membawa kontrol,
karena ada surat kontrolnya.
Peneliti :Bagaimana Bapak dan keluarga bisa menyesuaikan diri?
Responden :Biasa saja! Kami bisa menyesuaikan diri. Kami bisa menerima ini
semua. Ini kan di luar kuasa kita sebagai manusia
Peneliti :Tidak pernah ada masalah dengan keluarga? Ata ada pengaruhnya
dengan hubungan keluarga dengan penyakit adik ini?
Responden :Sejauh ini, tidak. Tidak ada yang terlalu mempengaruhi.
Peneliti :Siapa yang bertanggungjawab dengan perawatan Adek ini Pak,
baik di rumah maupun ketika di rumah sakit?
Responden :Saya, kalau di rumah sakit. Kan saya sudah tua, sudah sulit bekerja
di ladang. Ibu yang bertugas sekarang sama anak-anak yang lain.
Anak saya ada tujuh orang. Tapi, kalau di rumah bisa bergantian.
Bisa diatur.
Peneiliti :Tidak mengganggu Saudaranya yang lain, Pak? Apa anak Bapak
sudah ada yang menikah atau bekerja?
Responden :Tidak, kami kan sudah bisa menerima ini. Ini adalah ujian. Kita
tidak tahu kapan bisa terjadi hal seperti ini. Kalau terganggu sekali,
ya tidaklah. Anak saya belum ada yang menikah. Semua membantu
bekerja di Ladang.
Peneliti :Bagaimana dengan sekolahnya? Bisa mengikuti?
115
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

Responden :Dia sekolah, sekarang kelas lima. Tapi, karena sakit, dan kalau
kontrol kan, jadi nggak bisa sekolah. Karena capek, sekolahnya
jauh dari rumah dan harus jalan kaki. Jadinya, nggak sekolah dulu.
Peneliti :Adek ini kan butuh biaya. Sementara dari pendapatan yang Bapak
ceritakan tadi, sepertinya ini kurang untuk menyokong dana
pengobatan dan kebutuhan keluarga. Bagaimana dengan hal
tersebut, Pak?
Responden :Ya, memang sangat kuranglah ekonomi kami apalagi untuk biaya
pengobatan dia. Jadi, untuk sementara ini, ada yang bantu. Adek
kandung saya yang bantu untuk membeli darah dan biaya ongkos
kami kalau kontrol. Kami memang diberi keringanan untuk
membayar setengah saja harga darahnya. Tapi kayaknya sudah
nggak bisa lagi dia membantu nanti. Udah dibilangnya sama saya
untuk mencoba berusaha semampunya karena dia juga udah mulai
kewalahan. Karena memang biaya makan selama menjaga di
rumah sakit kemarin kan, dari dia dan biaya transfusi beberapa kali
dengan obatnya.
Peneliti :Jadi, bagaimana mengatasinya, Pak?
Respoden :Sebenarnya, saya juga kesulitan. Tapi, selama di rumah sakit saya
terbantu dengan adanya beberapa orag yang mau mendonorkan
darahnya gratis untuk anak saya ini. Ada dokter dan pegawai PMI
yang beberapa kali menyumbangkan darahnya untuk anak saya.
Jadi, ada sekitar satu jutaanlah kalau diuangkan.
Peneliti :Nah, kan tidak selamanya ada hal seperti itu, terus Pak.
Selanjutnya, bagaimana?
Responden :Dari orang-orang dirumah sakit itu, dikenalkan kawan-kawan yang
ada di sana yayasan namanya Yayasan Buddha Tsu Chi, mereka
mau membantu mencari donor darah dan membiayai darah dari
PMI sama mengurus surat dan keperluannya. Tapi, belum saya
hubungi rencananya seperti itulah Karena saya tahu, tidak bisa
lagi Adek saya itu membantu terus-menerus, sementara ekonomi
saya juga kurang, jadi mungkin saya akan menghubungi yayasan
itu. Saya sudah dikasih kartu namanya.
Responden :Pernah membawa ke pengobatan lain selain medis, Pak
116
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

Peneliti :Nggak, biarpun ada yang ngajak, nggaklah.. Saya tidak percaya
pengobatan yang begituan
Peneliti :Bagaimana kondisi Bapak selama merawat Adek ini?
Responden :Itulah Selama merawat Edi di rumah sakit kan, capek! Ternyata
diperiksa, saya kena gula. Sampai luka kaki ini. Saya juga merasa
kecapekan, stress, masuk angin,badan pegal-pegal, leher saya sakit.
Kalau di rumah bisa bergantian menjaga atau ngurusnya. Kalau
nanti ke rumah sakit, cuma saya juga yang bisa menjaga. Abang-
abangnya tidak pintar menjaga di rumah sakit. Sering kurang tidur
jugalah saya jadinya.
Peneliti :Masalah apa yang paling sulit Bapak hadapi sekarang?
Responden :Biayalah, saya lagi mikir bagaimana selanjutnya samapai dia besar
nanti, kalau kondisinya begini terus. Itu aja masihs saya fikirkan,
apalagi bantuan Adek saya itu tidak bisa saya harapkan lagi.
Peneliti :Bagaimana dengan anggota keluarga yang lain, apa tidak ada
masalah dengan Ibu, Abang dan kakaknya atau adiknya, Pak?
Seperti ada rasa cemburu karena tidak mendapat perhatian yang
sama?
Responden :Kebetulan tidak ada! Mereka semua menyadari bahwa ini adalah
penyakit. J adi, apa yang kami lakukan untuk dia semata-mata demi
kesembuhan. Jadi, mereka mengerti. Abang-abangnya terkadang
datang menjenguk bila sedang dirawat di rumah sakit. Tapi, kalau
di rumah, memang cuma saya yang bisa menjaga bergantian
dengan Ibunya.
Peneliti :Bagaimana dengan kondisi Adek ini, Pak? Tidak pernah
mengeluh?
Responden :Dia tidak banyak bicara, lebih banyak menurut dengan apa yang
saya katakan. Tapi, dia punya semangat dan keinginan untuk
sembuh. Tidak begitu banyak perubahan dengan dia baik itu di
rumah sakit, di sekolah dan di rumah.
Peneliti :Tidak sulit mengikuti tindakan atau prosedur di rumah sakit?
Responden :Tidak, apapun yang dilakukan samanya dia tidak banyak
berkomentar. Tapi, pernah dia nangis karena salah dikasih darah
117
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

trus alergi. Kadang saya yang pusing kalau obatnya lama diberikan
atau dokter, perawat atau yang lain lama melakukan pemeriksaan.
Peneliti :Bagaimana dengan teman-temannya?
Responden :Dia bisa bergaul dan suka bermain dengan temannya kalau lagi
sehat.
Peneliti :Apa harapan Bapak terhadap anak Bapak selanjutnya?
Responden :Saya tetap mengharapkan kesembuhan.
Peneliti :Bagaimana dengan hubungan Bapak dengan tetangga dan adek ini,
Pak?
Responden :Mereka cukup mengerti dengan keadaan saya dan keluarga. Sering
bertanya dan berkunjung.
Peneliti :Masalah apa yang memberatkan Bapak sekarang?
Responden :Saya memang kurang merasa puas dengan apa yang saya dapatkan
di rumah sakit, tapi saya tidak menyalahkan siapapun, setiap orang
bisa melakukan kesalahan. Mungkin, banyak hal yang perlu
mendapat perhatian selain anak saya kalau di rumah sakit. Tapi, itu
yang membuat saya agak nggak enak jadinya
Peneliti :Yang lain, Pak?
Responden :Terkadang malas dia kalau diinfus. Dia ingin bermain terus. Dia
suka tidak betah di tempat tidur. Kurang bisa dia menjaga dirinya.
Peneliti :Jadi, saat ini Bapak dan keluarga sudah bisa menyesuaikan diri ya,
Pak?
Responden :Saya hanya percaya bahwa hidup ini adalah milik pencipta dan
semua akan kembali padaNya. Jadi, saya sudah cukup percayakan
semuanya padaNya. Makanya saya selalu berdoa untuk
kesembuhan.
Peneliti :Bagaimana dengan budaya Bapak sebagai orang Batak? Pernah ada
acara buat acara khusus untuk mendoakan adik ini, Pak?
Responden :Kami tidak percaya hal seperti itu. Semua kami serahkan pada
Tuhan.
Peneliti :Baiklah, terimakasih atas kerjasamanya, Pak.
118
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009




















Responden F
Peneliti :Mulai umur berapa adik ini terkena penyakit anemia aplastik ini,
Kak?
Responden :Umur 11 bulan, sekarang dia kan setahun dua bulan.
Peneliti :Bagaimana awalnya Kakak mengetahui ada masalah dengan Adek
ini?
119
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

Responden :Awalnya demam biasa, eh kok lama-lama wajahnya pucat. Setelah
diperiksa, katanya darahnya drop. Akhirnya kami bawa ke rumah
sakit dan katanya sakit Anemia Aplastiklah.
Peneliti :Bagaimana perasaan Kakak mengetahuinya?
Responden :Bagaimanalah perasaan seorang Ibu, ada cemas dan stresslah.
Apalagi masih kecil seperti ini anakku. Pasti harus sering masuk
rumah sakitlah dia kan? Kek gitunya kata dokter. Sekarang dia
sehat, karena baru ditransfusi, ditambah trombositnya, lincahnya
dia jadinya. Tapi, kalau udah drop, lemas, cengeng, pucat, rewel
gitulah
Peneliti :Sebelumnya pernah dibawa ke pengobatan lain selain rumah sakit
dan puskesmas?
Responden :Tidak.
Peneliti :Pengobatan tradisional, Kak?
Responden :Nggak, tetanggaku cuma menyarankan supaya dibawa ke Adam
Malik aja, karena selama ini kami cuma berobat ke puskesmas.
Peneliti :Kendala apa yang sering Kakak hadapi selama merawat Aini?
Responden :Kakak merasa repotlah kalau di rumah. Walaupun kakak Ibu
rumah tangga, cuma Abang (suami,red) yang kerja, Kakak
kerepotan ngurus anak tiga-tiga. Yang paling besarkan masih
berumur 7 tahun, kedua 3,5 tahun. Jadi,kan masih kecil-kecil, pada
rewellah. Pusing! Semua harus dijaga, semua harus diperhatikan.
Yang lain kadang sakitnya, tapi kalau Nurhafni ini yang sakit, agak
takut aku.
Peneliti : Ada orang lain yang bisa bantu Kakak?
Responden :Nggak ada, semua kukerjakan sendiri. Cuma sama Bapaknya
gantian. Kalau Kakakku kadang mau bantu kalau pas di rumah
sakit.
Peneliti : Pernahkah Kak, ada yang acara yang dilakukan menurut suku
Kakak untuk kesembuhan adek ini?
Responden : Nggak, nggak pernah. Saya tidak mengerti hal seperti itu
Peneliti :Bagaimana dengan kondisi ekonomi Kakak?
120
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

Responden :Ya, sekarang sudah mulai terasa. Sudah mulai kesulitan. Kami pun
harus beli darah,cari biaya untuk ongkos pengobatan dan biaya
transportasi. Sementara kebutuhan untuk anak-anak yang lain juga
harus difikirkan. Sudah mulai terasalah tekanan ekonominya.
Padahal, suami kakak cuma jual ikan.
Peneliti :Tidak berusaha mencari pekerjaan sampingan atau penghasilan
tambahan, Kak?
Responden :Kakak maunya gitu, cuma sekarang lagi butuh penjagaan sama
perhatian semuanya kan? Masih kecil-kecil anak Kakak. Gimana
mau kerja kalau harus ngurus Adek ini kalau sakit? Tapi, nanti
kakak kepikiran juga kerja. Jadi tukang cucipun aku maulah, asal
ada nanti uang untuk biaya pengobatannya. Kekmanapun demi
anak, haruslah berusaha!
Peneliti :Kalau saat seperti ini, ada keluarga lain yang bisa membantu baik
itu dalam dana maupun tenaga untuk membantu merawat adek ini,
Kak.
Responden :Nggak ada, semua keluarga punya kebutuhan masing-masing. Jadi,
cuma kami berdualah yang mencarinya dan mengurusnya. Kalau
Kakak-kakak saya, ya paling membantu menjaga anak-anak kalau
yang paling kecil ini masuk rumah sakit, atau membantu jaga di
sana.
Peneliti :Menurut Kakak bagaimana dengan perkembangan adek ini?
Responden : Bagus sih, lincah. Bisa bergaul. Bisa mengenali Kakak dan
Abangnya, orang lain juga! Ga ada masalah kalau lagi sehat.
Peneliti :Jadi, harapan Kakak ke depannya terhadap adik ini bagaimana
Kak?
Responden :Ya, terus terang kakak ada ketakutan juga kalau dia besar nanti.
Bisa nggak dia menikah, melahirkan atau sampai dewasa nggak dia
nanti? Kalau aku maunya dia bisa tumbuh sampai dewasa, kalau
boleh biarlah Mamak- Bapaknya yang mati dulu.
Peneliti : Kenapa sampai berfikiran begitu, kak?
Responden :Iyalah, soalnya kan dia terus-terusan nanti masuk rumah sakit,
minimal sekali sebulan nanti kami terus ke rumah sakit, kan?
Makanya, sampai kapan Kakak tahan begini, Anak Kakak juga.
121
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

Peneliti :Bagaimana dengan kondisi Kakak selama mengurus dan merawat
Adik ini?
Responden :Sebenarnya, Kakak nggak terlalu memikirkan ke depannya
gimana. Kakak ini tipikalnya enjoy ajalah jadi Ibu. Hadapilah
semua sesuai alurnya. Bagaimana dia dewasanya, lihat nanti aja.
Pasrahlah Tapi, memang kadang sakit kepala juga. Rontok juga
rambutku karena mikirkan dia
Peneliti :Pokoknya dijalani aja ya Kak?
Responden :Yah, nggak suntuk-suntuk kalilah, tapi kalau sakit dia,
barulah
Peneliti :Kakak masih merasa bebas nggak kalau mau pergi?
Responden :Yah itulah Gimana mau kerja kalau dia nggak bisa ditinggal,
cuma kalau dia sudah dekat dia dengan Waknya, bisalah ditinggal
sebentar. Tapi, kalau dia sehat, anaknya lincah kok
Peneliti :Kakak sudah mengerti bagaimana kondisinya kalau mulai drop?
Atau kambuh?
Responden :Iya, kalau matanya pucat, putih. Wajahnya pucat, lemah
Pokoknya gitulah. Kata Dokterpun kalau udah gitu langsung
bawa aja ke rumah sakit.
Peneliti :Bagaimana dengan hubungannya dengan Saudaranya?
Responden :Baik, mereka bisa ngerti kalau adeknya dibawa-bawa terus itu
karena mau berobat. Lagian kakaknya itu lebih dekat dengan
Bapaknya. Jadi nggak pernah cemburu, mereka mengerti
Peneliti :Kakak nggak mencari bantuan dari orang lain yang bisa membantu
pengobatan atau membantu donor darah?
Responden :Ada teman-teman yang kasih tahu yayasan yang bisa membantu.
Tapi, tunggulah dia benar-benar positif anemia aplastik, karena
sejauh ini menurut pemeriksaan terakhir sih anemia aplastik, tapi
masih ada pemeriksaan lanjutan untuk kemungkinan penyakit yang
lain, jadi masih sangkaan Tapi udah ada yang kasih tahu
alamatnya waktu di rumah sakit.
Peneliti :Jadi, apa yang menjadi masalah bagi Kakak sekarang?
122
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

Responden :Bukan mau menyalahkan siapa-siapa, tapi perawatan yang lama,
lambat, trus perawat yang kurang bersahabat juga, bikin stress juga.
Lama penanganannya kalau di rumah sakit, itu kan bikin makin
besar biaya Kadang-kadang aku kasihan lihat mereka nggak
pelan-pelan mengurus anakku.., apalagi kalau ngasih transfusi atau
infus, trus disuntik.
Peneliti : Perubahan apa lagi yang kakak alami berhubungan dengan
penyakit adek ini?
Responden :Ya, aku mulai menjaga makanannya lah, nggak mau sembarangan
lagi, kayak dulu, suka pakai penyedap. Harus berubah, harus ngasih
makanan sehat. Cuma yang kutakutkan, kalau dia sudah mulai
besar, nanti dia sembarangan makan, main, takut jadinya., salah-
salah.. Tapi, ya sudahlah, lihat nanti aja semuanya
Peneliti : Terimakasih ya kak.., sudah mau berbagi
Responden :Iya, sama-sama..









Lampiran 1: LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Saya yang bernama Mika Vera Aritonang adalah mahasiswa Program Studi
Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Saat ini saya
sedang melakukan penelitian tentang Pengalaman Keluarga dengan Anak yang
123
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

Menderita Penyakit Kronis. Penelitian ini merupakan salah satu kegiatan dalam
menyelesaikan tugas akhir di Program Studi Ilmu Keperawatan.
Penelitian ini sangat bermanfaat bagi ilmu keperawatan, yaitu sebagai
strategi pendekatan bagi perawat dalam melakukan intervensi dan membantu
dalam memberikan pelayanan kesehatan yang efektif pada klien dengan anak
yang menderita penyakit kronis.
Saya berharap, jawaban yang Saudara/i berikan sesuai dengan pendapat
Saudara/i sendiri. Saya menjamin kerahasiaan identitas dan pendapat Saudara/i.
Informasi yang saya dapatkan hanya akan dipergunakan untuk untuk
mengembangkan ilmu keperawatan dan tidak dipergunakan untuk maksud-
maksud lain.
Partisipasi Saudara/i dalam penelitian ini bersifat bebas sehingga bebas
untuk mengundurkan diri setiap saat tanpa sanksi apapun.
Terimakasih atas partisipasi yang telah diberikan dalam penelitian ini.

Medan, Oktober 2008
Peneliti Responden

Mika Vera Aritonang ________________
Lampiran 2:
KUESIONER PENELITIAN PENGALAMAN KELUARGA DENGAN
ANAK YANG MENDERITA PENYAKIT KRONIS

KUESIONER DEMOGRAFI
124
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

Petunjuk Pengisian:
1. Isilah pertanyaan pada tempat yang tersedia.
2. Untuk soal nomor 3-6 berilah tanda check list () pada tempat yang tersedia.
3. Setiap pertanyaan dijawab hanya satu jawaban yang sesuai.
Contoh menjawab soal: Pekerjaan Saudara/i sekarang:
1. ( ) PNS
2. ( ) Pegawai Swasta
3. () Wiraswasta
4. ( ) Pelajar/Mahasiswa
5. ( ) Pengangguran
6. lain-lain, sebutkan..................


1. Nama :
2. Usia : tahun
3. Agama : 1. ( ) Islam 4. ( ) Budha
2. ( ) Protestan 5. ( ) Hindu
3. ( ) Katolik 6. ( ) Lain-lain, sebutkan.........................
4. Suku :
5. Hubungan keluarga dengan penderita:
6. Pekerjaan : 1. ( ) PNS 4. ( ) Pelajar/mahasiswa
2. ( ) Pegawai swasta 5. ( ) Pengangguran
3. ( ) Wiraswasta 6. Lain-lain, sebutkan.........................
125
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

7. Penghasilan : 1. ( ) Tidak ada
2. ( ) <Rp.800.000
3. ( ) Rp. 800.000 Rp. 1.000.000
4. ( ) Rp.1.000.000 Rp. 2.000.000
5. ( ) >Rp.2.000.000
8. Pendidikan Terakhir:
1. ( ) Tidak Sekolah
2. ( ) SD
3. ( ) SMP
4. ( ) SMU
5. ( ) Diploma/Sarjana
9. Jenis penyakit kronis yang diderita:









CURRICULUM VITAE

126
Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.
USU Repository 2009

Nama Lengkap : Mika Vera Aritonang
Tanggal Lahir : Sidikalang, 5 July 1986
Alamat : Jalan Sisingamangaraja No.94 Sidikalang, Dairi.
Agama : Kristen Protestan
Status : Belum Menikah
Nama Orang Tua : A. Aritonang dan P.Ginting
Pendidikan : 1992-1998 SD Negeri 030306 Sidikalang
1998-2001 SLTP Negeri 3 Sidikalang
2001-2004 SMU Negeri 1 Sidikalang
2004-2009 PSIK FK USU

Anda mungkin juga menyukai