Anda di halaman 1dari 8

UNIVERSITAS MALAHAYATI

FAKULTAS KEDOKTERAN UMUM


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
Jalan Pramuka No. 27 Kemiling Bandar Lampung, Telp 0721-771112, 271414
HUBUNGAN ANTARA KETUBAN PECAH DINI DENGAN KEJADIAN SEPSIS
NEONATORUM ONSET DINI DI RSUD ABDUL MOELOEK PROVINSI LAMPUNG
TAHUN 2015

Pengarang
Pembimbing I
Pembimbing II
Penguji

: Haniyah Dwi Utami


: dr. Fedriyansyah, Sp.A., M.Kes
: dr. Festy Ladyani Mustofa, M.Kes
: dr. Fonda Octarianingsih Shariff, Sp.OG

Abstrak
Pendahuluan: Sepsis merupakan penyebab yang paling sering dan paling penting dalam
morbiditas serta mortalitas selama periode neonatus. Angka kejadian sepsis di negara
berkembang masih cukup tinggi yaitu 1,818/1.000 kelahiran hidup. Sebanyak 2% janin
mengalami infeksi in utero dan lebih dari 10% neonatus selama proses kelahiran atau dalam
bulan pertama kehidupan. Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya selaput ketuban
sebelum adanya tanda persalinan. Insiden KPD masih cukup tinggi, 10% persalinan
didahului oleh KPD. Hal ini dapat meningkatkan komplikasi kehamilan pada ibu maupun
bayi, terutama infeksi.
Metode Penelitian: Jenis Penelitian ini adalah analitik observasional dengan rancangan
penelitian case control menggunakan purposive sampling sebanyak 58 sampel kasus dan 58
sampel kontrol secara random. Pengambilan data dimulai pada bulan Januari-Februari 2016.
Data yang digunakan yaitu data sekunder berupa rekam medik di Ruang Perinatologi dan
Delima RSUD Abdul Moeloek Provinsi Lampung tahun 2015. Data dievaluasi dengan uji
pearson chi-square menggunakan program komputer SPSS 16.00 for windows.
Hasil Penelitian: Hasil penelitian dari 116 sampel yang terdiri dari 58 sampel kasus dan 58
sampel kontrol. Dari dari 58 sampel sepsis neonatorum onset dini terdapat 13 sampel (22,4%)
yang terdapat riwayat KPD >18 jam dan 45 sampel (77,6%) yang tidak KPD atau KPD 18
jam. Sedangkan pada sampel kontrol dari 58 sampel terdapat 4 sampel (6,9%) yang terdapat
riwayat KPD >18 jam dan 54 sampel (93,1%) tidak KPD atau KPD 18 jam. Dan hasil
analisis didapatkan (p = 0,018;OR= 3,9).
Kesimpulan: Terdapat hubungan antara ketuban pecah dini >18 jam dengan kejadian sepsis
neonatorum onset dini di RSUD Abdul Moeloek Provinsi Lampung tahun 2015.

Kata Kunci : Sepsis neonatorum, Ketuban pecah dini


Kepustakaan :29 (1998-2104)

Abstract
Background: Sepsis is one of the most common causes of morbidity and mortality during
neonatal period. Sepsis incidence in developing countries is relatively high 1.8-18/1.000 life
birth. There were 2% fetus got infection in utero and more than 10% neonates got it during
partus process or in the first month of life. Premature Rupture of Membranes (PROM) is the
membrane break before the women goes into labor. The incidence of PROM is relatively
high, 10% labors are begun by PROM. This situation may cause pregnancy complication
both for baby and mother, especially infection.
Method: This was an observational analytic with case control design with purposive
sampling; 58 case samples and 58 control samples. The data were taken since January to
February 2016. The data were secondary medical record which taken from Perinatology and
Delima Wards of Abdul Moeloek General Hospital of Lampung Province in 2015. Evaluation
was done through pearson test of ch- square by using SPSS version 16.00 on computer.
Result: In 58 case samples, there were 13 people (22.4%) having PROM history >18 hours
and 45 samples (77.6%) people without PROM or 18 hours. In control samples, there were
4 people (6.9%) having PROM history >18 hours and 54 samples (93.1%) without PROM
or 18 hours. Analysis found that (p = 0.018. OR = 3.9).
Conclusion: There was a correlation between premature rupture of membrane >18 hours
and early onset neonatal sepsis at Abdul Moeloek General Hospital of Lampung Province in
2015.
Keywords
References

: Neonatal sepsis, Premature rupture of membrane


: 29 (1998-2014)

Pendahuluan
Sepsis neonatorum merupakan istilah
yang telah digunakan untuk menggambarkan
respon sistemik terhadap infeksi pada bayi
baru lahir. Sepsis neonatorum onset dini
(SNOD) telah digunakan untuk infeksi
neonatus yang terjadi selambat-lambatnya
umur 1 minggu, istilah ini harus dibatasi
pada infeksi-infeksi dengan patogenesis
perinatal yang biasa dimulai dalam 72 jam
pertama.1 Bayi-bayi baru lahir sangatlah
rentan terhadap infeksi. Kondisi ini
disebabkan oleh pajanan vertikal sejumlah
bakteri yang tinggi selama kelahiran dan
jumlah antibodi pelindung yang sedikit.2
Walaupun teknik penatalaksanaan dan
pelayanan intensif telah maju, sepsis masih

merupakan penyebab kematian utama pada


masa neonatal, tercermin dari insiden global
sepsis neonatal yang tetap tinggi, dari 18/1.000 lahir hidup, dan dihubungkan dengan
case fatality rate berkisar 10-50%.3
Insidensi sepsis neonatorum bakterial
onset dini di negara maju berkisar 1-4 kasus
tiap 1.000 kelahiran hidup. Sedangkan
insiden di negara berkembang lebih tinggi 58 kali lipat, dengan angka yang pernah
dilaporkan berkisar 20-37 kasus tiap 1.000
kelahiran hidup.1 Di Indonesia, angka
tersebut belum terdata. Data yang diperoleh
dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
Jakarta periode Januari-September 2005,
angka kejadian sepsis neonatorum sebesar

13,68% dengan angka kematian sebesar


14,18%.4
Keunikan
infeksi
neonatus
merupakan akibat dari sejumlah faktor.
Sebanyak 2% janin mengalami infeksi in
utero, dan lebih dari 10% bayi terinfeksi
selama proses kelahiran atau dalam bulan
pertama
kehidupan.1 Sebagian
besar
komplikasi prepartum dan intrapartum
berhubungan dengan peningkatan risiko
infeksi pada neonatus.5 Infeksi yang
bermanifestasi pada awal minggu pertama
kehidupan seperti pada sepsis neonatal onset
dini pada umumnya berhubungan dengan
mikroorganisme yang ditularkan dari ibu
kepada janinnya dan memiliki epidemiologi
yang berbeda dengan infeksi yang didapat
setelah periode neonatus.5 Insiden sepsis
awitan dini meningkat secara bermakna pada
neonatus dengan faktor risiko maternal
seperti ketuban pecah dini, demam
intrapartum, dan amnionitis.1 Di antara
faktor risiko sepsis awitan dini yang di
analisis, hanya ketuban pecah dini >18 jam
yang merupakan faktor risiko mayor yang
berhubungan signifikan dengan sepsis awitan
dini.6
Ketuban pecah dini (KPD) adalah
pecahnya selaput ketuban sebelum tandatanda persalinan. Insiden KPD masih cukup
tinggi, 10% persalinan didahului oleh KPD.
Hal ini dapat meningkatkan komplikasi
kehamilan pada ibu maupun bayi, terutama
infeksi.7 Berbagai mikroorganisme dapat
menginfeksi membran, tali pusat dan janin.
Jalur infeksi meliputi infeksi asendens dari
traktus genitalis bagian bawah, penyebaran
hematogen dari darah ibu, penyebaran
langsung dari endometrium atau tuba uterina,
dan kontaminasi iatrogenik selama tindakan
invasif.8 Dari semuanya infeksi asendens
adalah penyebab yang paling umum dan
paling sering disebabkan oleh ketuban pecah
dini yang memanjang dan persalinan yang
lama.8
Metode Penelitian
Jenis penelitian ini bersifat observasional
analitik dengan rancangan penelitian case
control.
Sumber
data
penelitian

menggunakan data sekunder yaitu berupa


rekam medis bayi yang terdiagnosis sepsis
neonatroum dan bayi normal.
Sampel adalah bagian dari populasi yang
memiliki karakteristik yang relatif sama dan
dianggap bisa mewakili populasi. Sampel
dalam penelitian ini adalah bayi yang
mengalami sepsis neonatorum onset dini
yang sesuai kriteria inklusi dan eksklusi
sebagai sampel kasus dan bayi normal
sebagai sampel kontrol. Teknik pengambilan
sampel dalam penelitian ini adalah purposive
sampling. Adapun kriteria sampel sebagai
berikut :
Kriteria Inklusi:
1. Semua bayi yang terdiagnosis sepsis
neonatorum dan tercatat di data rekam
medik
di RSUD Abdul Moeloek
Provinsi Lampung tahun 2015.
2. Terdapat gejala klinis sepsis.
3. Terdapat hasil laboratorium yang
menunjukkan terjadinya leukositosis
atau leukopenia.
4. Terdapat hasil laboratorium yang
menunjukkan peningkatan kadar CRP
>10 mg/dl.
5. Terdapat riwayat KPD dari ibu yang >18
jam.
Kriteria Eksklusi:
1. Ibu yang mengalami infeksi TORCH.
2. Prematuritas.
3. Korioamnionitis.
4. Demam intrapartum (380C).
5. Infeksi Saluran Kemih (ISK) pada ibu.
6. Bayi yang terdiagnosis sepsis pada usia
>3 hari.
7. Bayi berat badan lahir rendah.
8. Bayi prematur.
9. Bayi dengan kelainan kongenital.
10. Data rekam medik tidak lengkap.
Variabel terikat (dependen) pada
penelitian ini yaitu ketuban pecah dini >18
jam dan variabel bebas (independen) pada
penelitian ini yaitu sepsis neonatorum onset
dini .
Pengumpulan Data
Pengumupulan data dalam penelitian ini
adalah dengan melihat rekam medis bayi

yang terdiagnosis sepsis neonatorum onset


dini yang sesuai kriteria inklusi dan eksklusi
sebagai sampel kasus dan bayi normal
sebagai sampel kontrol.
Analisis Statistik
Dalam penelitian ini digunakan analisis
univariat untuk menyajikan distribusi
frekuensi karakteristik variable yang diteliti
dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan
dan analisis bivariat untuk mengetahui
hubungan antara ketuban pecah dini dengan
kejadian sepsis neonatorum onset dini.
Hasil
Telah dilakukan pengumpulan data dalam
penelitian ini dengan melihat rekam medis
bayi yang terdiagnosis sepsis neonatorum
onset dini didapatkan sebanyak 58 sampel
yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi
juga data rekam medis bayi normal sebanyak
58 sampel. Adapun hasil yang diperoleh dari
masing-masing variabel yang diteliti sebagai
berikut

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Sampel


Kasus Berdasarkan Usia Terjadinya
Sepsis Neonatorum Onset Dini Di RSUD
Abdul Moeloek Provinsi Lampung tahun
2015.
Usia (hari)
0
1
2
Total

Laki-laki

Kasus
n
(%)
39

67.2%

Perempua
n

19

32.8%

Total

58

100%

Kontrol
n
(%)
3
53.4%
1
2
46.6%
7
5
100%
8

Dari tabel 1 memperlihatkan distribusi


frekuensi karakteristik sampel berdasarkan
jenis kelamin diketahui dari 58 sampel kasus
terdapat 39 sampe berjenis kelamin laki-laki
(67.2%) dan 19 sampel berjenis kelamin
perempuan (32.8%) dan dari sampel kontrol
diketahui bahwa dari 58 sampel terdapat 31
sampel berjenis kelamin laki-laki (53,4%)
dan 27 sampel berjenis kelamin perempuan
(46.6%).

Persentase (%)
75.9%
17.2%
6.9%
100

Dari tabel 2 terlihat distribusi frekuensi


karakteristik sampel kasus berdasarkan usia
terjadinya sepsis neonatorum didapatkan 44
sampel berusia 0 hari (75,9%), 10 sampel
berusia 1 hari (17,2%), dan 4 sampel berusia
2 hari (6.9%).
Tabel 3. Hubungan antara Ketuban Pecah
Dini dengan Kejadian Sepsis Neonatorum
Onset Dini di RSUD Abdul Moeloek
Provinsi Lampung tahun 2015
Sepsis
Neonatorum

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik


Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin di RSUD
Abdul Moeloek Provinsi Lampung Tahun
2015
Jenis
Kelamin

Jumlah
44
10
4
58

>18
jam
K
P
D

to
ta
l

Tida
k
KPD
/ 18
jam

N
1
3
4

Ya
%
22,
4%

P OR

CI
95
%

0.
0
1
8

1,1
8812,
800

Tidak
N %
4

6,9
%

77,
6%

93,
1%

5
8

100
%

5
8

100
%

3,9
0

Dari
tabel
3 memperlihatkan
distribusi frekuensi sepsis dengan KPD,
dapat diketahui bahwa dari 58 sampel sepsis
neonatorum onset dini terdapat 13 sampel
(22,4%) yang terdapat riwayat KPD >18 jam
dan 45 sampel (77,6%) tidak KPD atau KPD
18 jam. Sedangkan pada sampel kontrol
atau bayi normal, dapat diketahui bahwa dari
58 sampel terdapat 4 sampel (6,9%) yang

terdapat riwayat KPD >18 jam dan 54


sampel (93,1%) tidak KPD atau KPD 18
jam. Dari hasil analisis chi-square
didapatkan nilai p value yakni 0,018 dan
Odds Ratio 3,900. Hal ini menunjukkan
terdapat hubungan antara ketuban pecah dini
>18 jam dengan kejadian sepsis neonatorum
dan ketuban pecah dini >18 jam menjadi
faktor risiko sebesar 3,9 kali untuk terjadinya
sepsis neonatorum onset dini.
Pembahasan
1. Karakteristik Responden

yang berbahaya karena dapat meningkatkan


mortalitas dan morbiditas pada bayi baru
lahir. Hal ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan Sianturi yang berjudul Profil
Sepsis Neonatus di Unit Perawatan Neonatus
RSUP. H Adam Malik Medan tahun 20082010 didapatkan usia saat sakit paling
banyak terdapat pada bayi baru lahir 72 jam
sebanyak 35 neonatus (63,6%) dari 55
neonatus yang merupakan 239 bayi dengan
sangkaan sepsis pada periode bulan Januari
2008 sampai Desember 2010. Dan gejala
klinis sepsis yang paling sering ditemukan
adalah
gangguan
respirasi
(distres
pernafasan) diikuti dengan gangguan saluran
cerna (distensi, muntah), dan gangguan saraf
(letargi, kejang), serta ditemukan pasien
sepsis dengan gangguan klinis respirasi lebih
banyak yang meninggal.21 Sesuai dengan
patogenesis sepsis awitan dini dimana
penyakit sepsis awitan dini ditandai dengan
kejadian yang mendadak dan berat, dengan
pecahnya selaput ketuban memungkinkan
mikroorganisme dalam flora vagina atau
bakteri patogen lainnya secara asenden dapat
mencapai cairan amnion dan janin. Hal ini
memungkinkan terjadinya korioamnionitis
atau cairan amnion yang telah terinfeksi
teraspirasi oleh janin atau neonatus, yang
kemudian berperan sebagai penyebab
kelainan pernapasan.10 Janin yang terkena
infeksi akan menderita takikardia, lahir
dengan asfiksia dan memerlukan resusitasi
karena nilai APGAR rendah.22

Berdasarkan data-data yang diperoleh dari


hasil penelitian yang dilakukan di Ruang
Perinatologi, Ruang Delima, dan Ruang
Rekam Medik RSUD Abdul Moeloek pada
bulan
Januari-Februari
2016
serta
perhitungan statistik, teori, dan penelitian
terdahulu, maka penelitian ini dapat dibahas
sebagai berikut. Berdasarkan tabel 4.1
karakteristik sampel kasus menurut jenis
kelamin, diketahui bahwa dari 58 sampel
kasus terdapat 39 bayi berjenis kelamin lakilaki (67.2%) yang jumlahnya lebih besar
daripada bayi berjenis kelamin perempuan
yaitu sebanyak 19 orang (32,8%). Hal ini
sama halnya dengan penelitian yang
dilakukan Simbolon tentang faktor risiko
sepsis pada bayi baru lahir di RSUD Curup
Kabupaten Rejang Lebong terhadap 327 bayi
lahir hidup, 117 diantaranya menderita sepsis
neonatorum. Faktor risiko yang sering adalah
jenis kelamin bayi laki-laki berisiko 2 kali
dibandingkan bayi perempuan OR=2.279, 2. Hubungan antara Ketuban Pecah Dini
CI:1,143-4,546.14 Bayi laki-laki beraktifitas
Dengan Kejadian Sepsis Neonatorum
lebih kuat daripada bayi perempuan,
Hasil penelitian yang dilakukan
sehingga bayi laki-laki memerlukan O2 lebih terhadap 116 sampel yang terdiri dari 58
banyak, apabila kandungan O2 di dalam sampel kasus dan 58 sampel kontrol
tubuh kurang menyebabkan bakteri anaerob didapatkan 58 sampel sepsis neonatorum
berkembang. Pada bayi laki-laki risiko sepsis onset dini terdapat 13 sampel (22,4%) yang
2 kali lebih besar daripada perempuan.20 terdapat riwayat KPD >18 jam dan 45
Berdasarkan tabel 4.2 terlihat distribusi sampel (77,6%) tidak KPD atau KPD 18
karakteristik sampel kasus berdasarkan usia jam. Sedangkan pada sampel kontrol atau
terjadinya sepsis neonatorum didapatkan 44 tidak mengalami sepsis neonatorum onset
sampel (75,9%) berusia 0 hari atau bayi baru dini dengan KPD, dapat diketahui bahwa
lahir (BBL), 10 sampel berusia 1 hari dari 58 sampel terdapat 4 sampel (6,9%)
(17,2%), dan 4 sampel berusia 2 hari (6.9%). yang terdapat riwayat KPD >18 jam dan 54
Sepsis pada neonatus merupakan penyakit sampel (94,1%) tidak KPD atau KPD 18

jam. Uji signifikansi menggunakan uji


pearson chi-square didapatkan nilai p <0,05
yaitu p 0,018 yang berarti terdapat hubungan
antara ketuban pecah dini >18 jam dengan
kejadian sepsis neonatorum onset dini di
RSUD Abdul Moeloek tahun 2015.
Hal ini juga sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Wilar, yang berjudul Faktor
Risiko Sepsis Awitan Dini dilaksanakan
pada bagian Neonatologi RS Prof. DR. RD
Kandou dari bulan Januari-Juli 2009.
Didapatkan hasil penelitian dari 72 kasus
bayi dengan faktor risiko sepsis, 58 bayi
didiagnosis sepsis. Hanya ketuban pecah dini
>18 jam yang merupakan salah satu faktor
risiko mayor berhubungan signifikan dengan
sepsis (p=0,002,IK95% 1,24;1,59).6
Sepsis neonatus sampai saat ini masih
merupakan masalah utama di bidang
pelayanan dan perawatan neonatus. World
Health
Organization
(WHO)
memperkirakan, terdapat 5 juta kematian
neonatus setiap tahun dengan angka
kematian neonatus (kematian dalam 28 hari
pertama kehidupan) adalah 34 per 1.000
kelahiran hidup, dengan 98% kematian
tersebut berasal dari negara berkembang.24
Laporan WHO yang dikutip dari State of the
Worlds Mother 2007 (data tahun 2000-2003)
dikemukakan bahwa 36% kematian neonatus
disebabkan
oleh
penyakit
infeksi,
diantaranya sepsis, pneumonia, tetanus, dan
diare. Dua puluh tiga persen disebabkan
asfiksia, 7% kelainan bawaan, 27% bayi
kurang bulan dan berat lahir rendah, serta 7%
sebab lain.25
Sepsis neonatorum biasa diartikan sebagai
gejala sistemik infeksi oleh bakteri, virus dan
jamur pada periode neonatal yang gejala
kliniknya bervariasi, mulai dari malas minum
hingga syok septik.26 Infeksi perinatal
didapat terjadi tepat sebelum atau selama
kelahiran
dengan
cara
penularan
mikroorganisme secara vertikal dari ibu ke
bayi baru lahir. Mikroorganisme dapat
berupa bakteri yang membentuk koloni pada
saluran lahir.1 Pada saat ketuban pecah
paparan bakteri yang berasal dari vagina
akan lebih berperan dalam infeksi janin.
Pada keadaan ini bakteri vagina masuk ke

dalam rongga uterus dan bayi dapat


terkontaminasi bakteri melalui saluran
pernapasan ataupun saluran cerna. Kejadian
kontaminasi bakteri pada bayi yang belum
lahir akan meningkat apabila ketuban pecah
lebih dari 18-24 jam.27 Walaupun ibu belum
menunjukkan gejala-gejala infeksi tetapi
janin mungkin sudah terkena infeksi, karena
infeksi intrauterin lebih dahulu terjadi
(amnioionitis, vaskulitis) sebelum gejala ibu
dirasakan. Sehingga akan meningkatkan
mortalitas dan morbiditas neonatal.28
Dari hasil analisis chi-square didapatkan
nilai p-value yakni 0,018 dan OR 3,900. Hal
ini menunjukkan terdapat hubungan antara
ketuban pecah dini dengan kejadian sepsis
neonatorum dan ketuban pecah dini menjadi
faktor risiko 3,9 kali untuk terjadinya sepsis
neonatorum onset dini. Hal ini sejalan
dengan penelitian Sulistijono tentang faktor
risiko sepsis awitan dini pada neonatus yang
dilakukan pada Juli-Desember 2008 di
Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar
Malang di dapatkan hasil penelitian, adanya
ketuban pecah dini (p = 0,017, OR = 3,5).
Hal ini menunjukkan bahwa riwayat adanya
KPD berisiko 3,5 kali terjadi sepsis pada
bayi yang dilahirkan dibandingkan ibu tanpa
KPD, hasil penelitian ini menunjukkan
faktor maternal (ketuban pecah dini),
merupakan faktor risiko yang kuat terjadinya
sepsis pada bayi baru lahir. Oleh karena itu
pada setiap bayi baru lahir harus dilakukan
skrining dan observasi tanda-tanda klinis dan
laboratorium
terjadinya
sepsis
dan
dipertimbangkan diberikan antibiotika lebih
awal.19
Keterbatasan
dalam
penelitian
diantaranya menggunankan desain case
control yang memiliki kekurangan yaitu data
mengenai pajanan terhadap faktor risiko
sering diperoleh dengan mengandalkan daya
ingat atau rekam medik. Daya ingat
responden ini menyebabkan terjadinya recall
bias, karena responden yang mengalami efek
cenderung lebih mengingat pajanan terhadap
faktor risiko daripada responden yang tidak
mengalami efek. Data sekunder, dalam hal
ini rekam medis yang seringkali dipakai
memuat tentang faktor risiko atau faktor

perancu (confounding factor) yang mungkin


tidak tercatat dalam rekam medik kasus
sehingga seringkali rekam medik yang
dipakai sebagi sumber data juga tidak begitu
akurat.29
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai
hubungan antara ketuban pecah dini dengan
kejadian sepsis neonatorum onset dini >18
jam di RSUD Abdul Moeloek Provinsi
Lampung tahun 2015 dapat disimpulkan
bahwa, Terdapat hubungan antara ketuban
pecah dini >18 jam dengan kejadian sepsis
neonatorum onset dini dengan nilai p <0,05
(p 0,018) dan ketuban pecah dini >18 jam
menjadi faktor risiko sebesar 3,9 kali untuk
terjadinya sepsis dibandingkan dengan bayi
yang lahir tanpa riwayat ketuban pecah dini
dari ibu dengan nilai OR=3,900.
Daftar Pustaka
1. Behrman RE, Kliegman RM, Nelson WE,
Vaughan VC. Infeksi Bayi Baru Lahir,
dalam:
Nelson
Ilmu
Kesehatan
Anak.Ed.15th.
Prof.DR.dr.A.Samik
Wahab, Sp.A (K), Editor.Jakarta: Buku
Kedokteran EGC;2013. p. 635-643.
2. Lissauer T, Fanaroff AA. Infeksi
Neonatal,
dalam:
At
a
Glance
Neonatologi.Jakarta: Erlangga Medical
Series;2009. p.100.
3. Stoll Bj, Hansen N, Fanaroff AA, Wright
LL, Carlo WA, Ehrenkranz RA, dkk.
Late-onset sepsis in very low birth weight
neonates: the experience of the NICHD
Neonatal
Research
Network.
Pediatrics;2002.110:285-91.
4. Rohsiswatmo R. Kontroversi diagnosis
sepsis neonatorum, dalam: Update in
neonatal infection. Departemen Ilmu
Kesehatan Anak FKUI-RSCM; 2005. p.
32-43.
5. Chiesa C, Panero A, Osborn JF, Simonetti
AF, Pacifico L. Diagnosis of neonatal

sepsis: a clinical and laboratory


challange. Clin Chem;2004.50:279-87.
6. Wilar R, Kumalasari E, Suryanto DY,
Gunawan S. Faktor risiko sepsis onset
dini.SariPediatri.2010;Desember;12(4):
265-269.
7. Soewarto S. Ketuban Pecah Dini, dalam:
Ilmu Kebidanan Sarwono Prawihardjo.
Ed.5th.Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawihardjo;2014. p. 677-882.
8. Cunningham GF, Leveno KJ, Bloom SL,
Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY. Kelainan
Plasenta, Tali Pusat, dan Membran, dalam:
Williams Obstetrics.Ed.23th .Jakarta:
Buku Kedokteran EGC;2012. p. 607.
9. Kosim SK, Yunanto A, Dewi R, Sarosa
GI, Usman A. Sepsis Bayi Baru Lahir,
dalam:
Buku
Ajar
Neonatologi
2014.Jakarta: Ikatan Dokter Anak
Indonesia;2014. p. 170-185.
10. Pusponegoro TS. Sepsis pada Neonatus
(Sepsis Neonatal). Sari Pediatri. 2000;
Agustus;2(2): 96-102.
11. Kuster H, Weiss M, Willeitner AE, et al.
Interleukin-1 receptor antagonist and
interleukin-6 for early diagnosis of
neonatal sepsis 2 days before clinical
manifestasion. Lancet.1998;352:1271-7.
12. Manuaba IB, Manuaba IAC, Manuaba
IBGF. Ketuban Pecah Dini, dalam:
Pengantar Kuliah Obstetri.Jakarta: Buku
Kedokteran EGC;2007. p. 456-457.
13. Saifudin AB. Ketuban Pecah Dini,
dalam: Buku Acuan Nasional Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Ed.4th.Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo;2009. p. 218220.
14. Simbolon D. Faktor risiko sepsis pada
bayi baru lahir di RSUD Curup
Kabupaten Rejang Lebong. Buletin

penelitian
134.

kesehatan;2008.36(3):127-

15. Indrawarman D. Hubungan antara


ketuban pecah dini dengan terjadinya
sepsis neonatorum di RSUD DR.
Moewardi.(Skripsi).Surakarta:
Universitas
Muhammadiyah
Surakarta;2012.
16. Sastroasmoro S, Ismael S. Penelitian
dalam bidang kedokteran dan kesehatan,
dalam: Dasar-dasar Metode Penelitian
Klinis. Ed.5th.Jakarta: Bagian Ilmu
Kesehatan Anak,FK-UI;2014. p. 7.
17. Sastroasmoro S, Ismael S. Desain
Penelitian. dalam: Dasar-dasar Metode
Penelitian Klinis. Ed.5th. Jakarta:
Bagian Ilmu Kesehatan Anak,FKUI;2014. p.114.
18. Sugiyono.
Populasi,Sampel,
dan
Pengujian Normalitas Data, dalam:
Statistika untuk penelitian. Bandung:
Alfabeta;2014. p. 68.
19. Sulistijono E, Ida B, Lintang SK,
Kristina AK. Faktor Risiko Sepsis
Awitan Dini Pada Neonatus. Jurnal
Kedokteran Brawijaya: Laboratorium
Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit
Umum
Dr.
Saiful
Anwar,
Malang;2013.27(4):233-235.
20. Gerdes JS. Diagnosis and management
of bacterial infections in the neonate.
Pediat Clin N Am;2004;51:939-59.
21. Sianturi P, Hasibuan BS, Lubis BM,
Azlin E, Tjipta GD. Profil Sepsis
Neonatus di Unit Perawatan Neonatus
RSUP. H Adam Malik Medan Tahun
2008-2010.Sari Pediatri;2012;Agustus.4

(2):67-72.
22. Isaacs D. Neonatal sepsis: the antibiotic
crisis. Indian J Pediatr ;2005; 42: 9-13.
23. Roeslani DR, Amir I, Nasrullah MH,
Suryani. Faktor Risiko Pada Sepsis
Neonatorum
Awitan
Dini.
Sari
Pediatri;2013;April.16(4):363-368.
24. Aminullah A. Penatalaksanaan sepsis
neonatorum.
Jakarta:
Departemen
Kesehatan Republik Indonesia;2007. p.
3-80.
25. Janjindamai W, Petpisal S. Time to
positivity on blood culture in newborn
infants. Southeast As J Trop Med Public
Health 2006; 37:171-5.
26. Baltimore R S. Neonatal Sepsis :
Epidemiology and management. Pediatr
Drugs; 2003;5:723-40.
27. Bellig LL, Ohning BL. Neonatal Sepsis.
Diunduh
dari
URL
http://www.emedicine.com/ped/topic263
0.htm. diakses pada 22 Februari 2016.
28. Mochtar R. Air Ketuban (Liquor Amnii
=Amniotic Fluid) dan Kelainanya,
dalam: Sinopsis Obstetri.Jakarta: Buku
kedokteran EGC;1998. P.257.
29. Suradi R, Siahaan CM, Sudiyanto,
Boedjang RF, Setyaningsih I,Soedibjo S.
Studi kasus-kontrol, dalam: Dasar-dasar
Metodologi Penelitian Klinis. Ed.5th.
Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan
Anak,FK-UI;2014. p.163-164.

Anda mungkin juga menyukai