Anda di halaman 1dari 93

MAKALAH

MATA KULIAH KEPERAWATAN BENCANA I


“Resume Materi Keperawatan Bencana I”

Disusun Oleh :

Reza Azis Saputra (C1AA17122)

Tingkat 4B
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUKABUMI
Jl. Karamat No.36 Telp (0266) 210215 Fax. (0266) 223709
SUKABUMI 43122

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kepada Allah SWT, karena berkat segala limpahan rahmat
dan karunia-Nya saya masih diberi nikmat luar biasa berupa sehat dan kelancaran dalam
menyusun makalah bencana I, dengan tema “Resume Materi Keperawatan Bencana I”.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas perbaikan mata kuliah bencana I di Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Kota Sukabumi. Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini
masih jauh dari sempurna baik dari isi maupun penyusunannya. Oleh karena itu, saya
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun agar dapat bermanfaat bagi penulis
maupun orang lain yang membutuhkan atau yang membacanya.

Dalam dalam kesempatan ini saya mengucapkan terimakasih kepada ibu dosen Rosliana
Dewi, S.Kp., M.H.,Kes., M.Kep. yang telah memberikan kesempatan untuk memperbaiki nilai
mata kuliah keperawatan bencana I. Semoga makalah ini bermanfaat bagi saya.

Sukabumi, Februari 2021

Penulis

ii
DAFATAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………………..II

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………III

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang………………………………………………………….…….5
B. Rumusan Masalah……………………………………………………..……...6
C. Tujuan…………………………………………………………………….……6

BAB II PEMBAHASAN

Konsep Dasar Keperawatan Bencana…………………………………………..7


Sistem Penanggulangan Bencana Terpadu yang Terintegrasi
pada Sistem Pelayanan Kessehatan…………………………………………….10
Etika dan Hukum pada Penanganan
Gawat Darurat Bencana……………………………………………………….. 17
Konsep dan Model Triase Bencana
di Masa Pandemi COVID 19……………………………………………………24
Organisasi Penanganan Bencana di Indonesia………………………………....36
Surveilans Bencana………………………………………………………………43
Perawatan Luka Pada Korban Bencana……………………………………......50
Pemberdayaan Masyarakat
pada Penanggulangan Bencana…………………………………………………55
Manajemen Bencana Berdasarkan Karakteristik Bencana…………………...60
Penanganan Bencana : Pra-Saat-Pasca Bencana………………………………62
Emergency Respon Plan…………………………………………………………65
Pencegahan Penyakit dan Promosi Kesehatan Bencana………………………71
Perlindungan dan Perawatan
bagi Petugas Kesehatan saat Bencana………………………………………….75
Penanganan Bencana Komprehensif pada Kasus Tanah Longsor,
Tsunami, dan Gempa Bumi……………………………………………………..77

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan……………………………………………………………………92
B. Saran…………………………………………………………………………..92

DAFATAR PUSTAKA……………………………………………………………..93

iii
iv
BAB I

PEBDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Keadaan darurat dan bencana, baik yang disebabkan faktor alam maupun manusia sulit
dipersiapkan. Bencana mengacu pada suatu peristiwa yang mengganggu pelayanan komunitas
layanan penting seperti perumahan, transportasi, komunikasi, sanitasi, air, dan perawatan
kesehatan serta kondisi tersebut membutuhkan respon orangorang diluar komunitas yang terkena
dampak (Jose & Dufrene, 2014). Istilah bencana menandakan suatu peristiwa yang membawa
ancaman yang tidak terduga serta berdampak serius dan langsung terhadap kesehatan
masyarakat.

Bencana yang sering dan mengancam banyak orang di dunia, tidak diiringi dengan kebutuhan
untuk mempersiapkan perawat bencana tidak pernah lebih besar. Bencana yang sering dan
mengancam banyak orang di dunia, menuntut kebutuhan untuk mempersiapkan perawat bencana.
Perawat merupakan salah satu tenaga medis berkontribusi sangat besar dalam penanganan dan
perawatan pada korban bencana. Mahasiswa keperawatan perlu dipersiapkan untuk memenuhi
kebutuhan tersebut. Sehingga, mahasiswa keperawatan harus memiliki persepsi yang baik
terhadap kompetensi dasar dalam memberikan respon kegawatan ketika terjadi bencana.

Perawat harus dilengkapi dengan pengetahuan dan kemampuan yang diperlukan ketika terjadi
bencana. Terdapat 80% perawat yang suka rela menjadi relawan ketika terjadi bencana namun
tidak memiliki pengalaman sebelumnya dalam respon bencana Perawat harus kompeten untuk
menghadapi situasi bencana. Kompetensi yang dimaksud mengacu pada kinerja aktual dalam
menjalankan peran tertentu dan situasi tertentu.

Manajemen bencana perlu dipersiapkan sejak awal. Perencanaan bencana merupakan upaya yang
terus menerus dan dinamis yang disusun semenjak sebelum bencana, selama bencana itu terjadi
dan setelah bencana terjadi serta untuk mengevaluasi dan memodifikasi rencana untuk upaya
yang akan datang. Perencanaan yang terkoordinasi akan memastikan meminimalisir jumlah
korban (Langan & James, 2005).

Perawat terutama perawat emergency merupakan bagian penting dalam respon terhadap bencana
terutama di rumah sakit. Perawat sebagai pemberi layanan kesehatan pertama harus dipersiapkan
secara baik untuk menangani bencana. Persiapan tersebut harus dimulai saat seorang perawat
masih dalam pendidikan keperawatan.

Mahasiswa keperawatan harus dibekali dengan pengetahuan dan kemampuan keperawatan


bencana melalui pendidikan dan pelatihan. Simulasi bencana dikembangkan sebagai metode

5
pembelajaran bagi mahasiswa keperawatan untuk memiliki kompetensi yang dibutuhkan selama
bencana.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana Konsep Dasar Keperawatan Bencana?


2. Bagaimana Sistem Penanggulangan Bencana Terpadu terintegrasi dengan SPGDT?
3. Bagaimana Etika dan Hukum dalam Penanganan Bencana?
4. Bagaimana Konsep Dan Model Triage Bencana Covid-19?
5. Bagaimana Organisasi Penanganan Bencana Di Indonesia?
6. Bagaimana Surveilans Bencana?
7. Bagaimana Perawatan Luka Pada Korban Bencana?
8. Bagaimana Pemberdayaan Masyarakat Menghadapi Bencana?
9. Bagaimana Managemen Bencana Berdasarkan Karakteristik Bencana?
10. Bagaimana Penanganan Bencana : Pra-Saat-Pasca Bencana?
11. Bagaimana Emergency Respon Plan?
12 . Bagaimana Pencegahan Penyakit dan Promosi Kesehatan Bencana?
13. Bagaimana Perlindungan dan Perawatan bagi Petugas Kesehatan saat Bencana?
14. Bagaimana Penanganan Bencana Komprehensif pada Kasus Tanah Longsor, Tsunami, dan
Gempa Bumi?

C. TUJUAN11

Untuk memahami lebih dalam lagi materi tentang Keperawatan Bencana I dan untuk memenuhi
tugas dalam perbaikan nilai Keperawatan Bencana I.

6
BAB II

PEMBAHASAN

KONSEP DASAR KEPERAWATAN BENCANA

A. Pengertian Bencana
Krisis (akibat kegagalan interaksi manusia dengan lingkungan fisik & sosial) yang melampaui
kapasitas individu & masyarakat untuk menanggulangi dampaknya yang merugikan.
(ICRC/Komite Internasional Palang Merah). Peristiwa atau rangkaian peristiwa akibat
fenomena alam &/ akibat ulah manusia yang menimbulkan gangguan kehidupan &
penghidupan manusia disertai kerusakan lingkungan dan menyebabkan ketidakberdayaan
potensi & infrastruktur setempat serta memerlukan bantuan dari kabupaten/propinsi lain atau
dari pusat &/ negara lain dengan menanggalkan prosedur rutin. (DepKes). Bencana adalah
peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan
penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau non alam maupun
factor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis (UU 24/2007)
B. Klasifikasi Bencana
1. Sumber:
 Alam (natural disaster)
 Ulah manusia (man-made disaster)
 Kompleks (multi-faktor)
2. Waktu munculnya:
 Mendadak (sudden-onset disaster)
 Perlahan (gradual-onset disaster)
C. Potensi Bencana Besar di Indonesia
1. Tsunami
2. Gunung berapi
3. Gempa bumi
D. Type of Emergency and Disaster
1. Volcano 8. Environment Pollution
2. Earthquake 9. Disease outbreak
3. Flood 10. Storm
4. Landslide 11. Drought
5. Hurricane 12. Industrial Accident
6. Conflict 13. Tsunami
7. Terrorism 14. Transportation Accident
E. Dampak Bencana
1. Dampak bencana

7
 Terjadinyanya kematian, cedera dan penyakit yang diluar perkiraan
 Rusaknya infrastruktur kesehatan dan terganggunya program kesehatan
 Memberikan dampak buruk bagi lingkungan dan populasi sehingga meningkatkan risiko
potensial penyakit menular dan bahaya lingkungan
 Perekonomian, sekolah, dan infrastruktur hancur
 Mempengaruhi perilaku psikologis dan sosial masyarakat yg terkena
 Mengakibatkan kelangkaan pangan  gangguan gizi
 Menimbulkan mobilisasi populasi yang masif shg meningkatkan risiko morbiditas dan
mortalitas akibat ketidakmampuan layanan kesehatan menanggulangi masalah
kesehatan mereka.
2. Rumus dampak bencana
Dampak bencana = Fenomena (risiko munculnya bencana) x Kerentanan (vulnerability)
F. Manajemen Bencana
1. Definisi manajemen bencana
Segala upaya atau kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka pencegahan, mitigasi,
kesiapsiagaan, tanggap darurat, dan pemulihan berkaitan dengan bencana yang dilakukan
pada sebelum, pada saaat, dan setelah bencana.
2. Kegiatan-kegiatan manajemen bencana
 Pencegahan (prevention)
Serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan risiko
bencana, baik melalui pengurangan ancaman bencana maupun kerentanan pihak yang
terancam bencana (UU No. 24/2007).
Misalnya:
a. Melarang pembakaran hutan dalam perladangan
b. Melarang penambangan batu di daerah yang curam
c. Membuat peta daerah bencana
d. Mengadakan dan mengaktifkan isyarat-isyarat tanda bahaya
e. Menyusun rencana umum tata ruang
f. Menyusun peraturan daerah mengenai syarat keamanan, bangunan pengendalian
limbah, dsb
g. Mengadakan peralatan/perlengkapan Ops. PB
h. Membuat prosedur tetap, petunjuk pelaksanaan, petunjuk teknis PB.
i. Perbaikan kerusakan lingkungan
 Mitigasi (mitigation)
Serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana baik melalui pembangunan fisik
maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana (UU
No. 24 /2007).
Bentuk mitigasi yatitu:
a. Mitigasi struktural (membuat chekdam, bendungan, tanggul sungai, dll)
b. Mitigasi non structural (peraturan, tata ruang, pelatihan) termasuk spiritual
 Kesiapsiagaan (preparedness)
8
Serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui
pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna (UU No. 24 /
2007).
Misalnya:
a. Penyiapan sarana komunikasi
b. Pos komando
c. Penyiapan lokasi evakuasi
d. Rencana kontinjensi
e. Sosialisasi peraturan/pedoman penanggulangan bencana
 Peringatan dini (early warning)
Serangkaian kegiatan pemberian peringatan sesegera mungkin kepada masyarakat
tentang kemungkinan terjadinya bencana pada suatu tempat oleh lembaga yang
berwenang (UU No. 24 /2007).
Pemeberian peringatan dini harus:
a. Menjangkau masyarakat
b. Segera
c. Tegas tidak membingungkan
d. Bersifat resmi
 Tanggap darurat (response)
Serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk
menangani dampak buruk yang ditimbulkan, meliputi kegiatan penyelamatan dan
evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan
pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana, dan sarana (UU No. 24 /2007).
 Bantuan darurat (relief)
Kebutuhan dasar berupa:
a. Sandang
b. Pangan
c. Tempat tinggal sementara
d. Kesehatan, sanitasi, dan air bersih
 Pemulihan (recovery)
Serangkaian kegiatan untuk mengembalikan kondisi masyarakat dan lingkungan hidup
yang terkena bencana dengan memfungsikan kembali kelembagaan, prasarana, dan
sarana dengan melakukan upaya rehabilitasi (UU No. 24 /2007). Pemulihan meliputi
pemulihan fisik dan non fisik.
 Rehbilitasi (rehabilitation)
Perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat
yang memadai pada wilayah pasca bencana dengan sasaran utama untuk normaslisasi
atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat
(UU No. 24 /2007).
 Rekonstruksi (reconstruction)

9
Pembangunan kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah pasca
bencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama
tumbuh dan kembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum
dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan
bermasyarakat.
3. Prinsip pokok manajemen bencana
 Komprehensif: Kegiatan yang mencakup segala fase dan seimbang
 Integratif: Memadukan berbagai sistem yang berjalan
 Pendekatan terhadap segala risiko bahaya: Memeriksa berbagai skala potensi bahaya
yang mungkin dan mengenal berbagai konsekuensi umum setiap jenis bencana
 Pendekatan manajemen risiko yang sistematik: Menentukan berbagai opsi
penanggulangan risiko
 Perencanaan kelangsungan usaha: Pelayanan kesehatan harus terus berlangsung dalam
berbagai kondisi
 Mo-nev (monitoring-evaluasi) berkelanjutan: Memantau interaksi dinamis antara
masyarakat, ancaman dampak, & sistem penanggulangan
 Kooperasi & koordinasi: Seluruh sektor terkait bekerjasama (termasuk korban bencana),
saling mendukung & berkoordinasi untuk mencapai hasil yang sinergistik
 Berbasis pada informasi teknis dari para ahli yang akurat: Merupakan dasar
pengambilan keputusan dan rencana aksi yang adekuat
4. Klasifikasi manajemen bencana
 Pra bencana: manajemen risiko bencana, pencegahan dan mitigasi, kesiapsiagaan
 Saat bencana: manajemen kedaruratan
 Pasca bencana: manajemen pemulihan

SISTEM PENANGGGULANGAN BENCANA TERPADU YANG TERINTEGRASI


PADA SISTEM PELAYANAN KESEHATAN

A. Paradigma
1. Pelayanan kesehatan gawat-darurat : Hak dan kewajiban semua Masayarakat
2. Peningkatan kualitas pelayanan kesehatan : Tanggung-jawab pemerintah dan masyarakat
3. UUD 1945
B. Pengertian SPGDB
Rangkaian penyelamatan pada saat pra intra dan pasca bencana pelayanan pasien gawat
darurat yang saling terkait dilaksanakan di tingkat pra RS, intra RS dan antar RS.
Berpedoman pada respon Time yang menekankan Time Saving is Limb Saving, yang
melibatkan masyarakat awam umum dan khusus, petugas medis, pelayanan ambulans gawat
darurat dan komunitas. Harapannya  dalam penanganan korban dapat mempercepat waktu
penanganan korban.
C. Latar Belakang

10
1. Kecenderungan bencana dalam jangka panjang di Indonesia.
2. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia. Berdasarkan data Badan Informasi
Geospasial (BIG) pada 2013 jumlah pulau di Indonesia ada 13.466 pulau
3. Pulau-pulau Indonesia terbentuk tiga lempeng tektonik dunia yaitu lempeng Australia,
lempeng Pasifik, dan lempeng Eurasia
4. Posisi wilayah Indonesia yang berada di garis Katulistiwa dan berbentuk Kepulauan
menimbulkan potensi tinggi terjadinya berbagai jenis bencana hidrometeorologi, yaitu
banjir, banjir bandang, kekeringan, cuaca ekstrim (angin puting beliung), abrasi,
gelombang ekstrim dan kebakaran lahan dan hutan.
5. Indonesia sebagai tujuan investasi global serta meningkatnya intensitas keluar masuk
manusia yang berpotensi meningkatkan kejadian epidemi dan wabah penyakit seperti
HIV/AIDS, Ebola dan MERS,Covid 19
D. Prediksi Bencana
1. Pada 5 (lima) tahun mendatang, bencana semakin meningkat dengan adanya
permasalahan : fenomena geologi yang semakin dinamis, perubahan iklim yang semakin
ekstrim, peningkatan degradasi lingkungan, demografi yang tidak terkelola dengan baik.
2. Berdasarkan Indeks Risiko Bencana Indonesia tahun 2013, jumlah penduduk yang terpapar
oleh potensi bencana adalah sebanyak 205 juta jiwa.
3. Secara geografis Indonesia terletak pada rangkaian cincin api yang membentang sepanjang
lempeng Pasifik yang merupakan lempeng tektonik paling aktif di dunia.
4. Indonesia memiliki lebih dari 500 gunungapi dengan 127 di antaranya berstatus aktif.
E. Fase Kejadian Bencana
1. Non disaster (interdisaster Phase) ; Periode waktu di antara satu bencana dengan bencana
berikutnya
2. Predisaster (Preimpact Phase) ; Bencana belum terjadi tapi info ttg bencana sudah cukup.
“early warning system” telah berfungsi.
3. Impact (Impact Phase) ; bencana sedang terjadi dan komunitas mengalami dampaknya
secara langsung.
4. Emergency (Post impact Phase) ; Terlihatnya respon komunitas terhadap bencana.
5. Recontruction (Recovery Phase) ; Restorasi infrastruktur & kembalinya motivasi untuk
meneruskan hidup.
F. Safe Community
1. Keadaan sehat dan aman yang tercipta dari, oleh dan untuk masyarakat. Pemerintah dan
teknokrat merupakan fasilitator dan pembina. Gerakan agar tercipta masyarakat yang
merasa hidup sehat, aman dan sejahtera dimanapun mereka berada yang melibatkan peran
aktif himpunan profesi maupun masyarakat.
2. SPGDT & SPGDB
 SPGDT
a. Sistem Pelayanan Gawat Darurat Terpadu
b. Dilaksanakan secara harian dalam 24 jam
 SPGDB
11
a. Sistem Pelayanan Gawat Darurat Dalam Bencana
b. Bentuk eskhalasi dari SPGDT jika terjadi bencana massal
G. Asumsi Dasar ketika bencana terjadi
1. Jumlah korban lebih banyak dari jumlah penolongnya
2. Tidak tersedia bantuan yang segera di tempat kejadian
3. Korban selamat akan membantu korban lainnya
H. Pre-Hospital Service
1. Prinsip ; mendekatkan fasilitas kesehatan ke tempat kejadian cedera/bencana untuk
memaksimalkan the golden hour
2. Bentuk ; Pelayanan ambulan gawat darurat 24 jam
3. Indikator mutu : respon time
I. Ebp Pre-Hospital Service
1. 48% dari semua pasien yang memerlukan layanan ambulans pada rentang usia > 66 tahun.
2. sebagian besar panggilan ke pusat ambulans oleh orang lain, selain patient sendiri (82%).
3. data dispatcher sebanyak 46% dari semua pasien yang membutuhkan respon ambulans
langsung
4. hanya 8% dari semua panggilan pasien memiliki gejala terkait dengan tidak ada tanda-
tanda kehidupan, atau kondisi berpotensi mengancam nyawa
5. 65 % yang membutuhkan transportasi ke rs rujukan dari semua panggilan
J. Lingkup Bantuan
1. Pra Bencana
2. Saat tanggap Darurat
3. Pasca Bencana
K. UU RI No 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
Setiap orang berhak:
1. mendapatkan perlindungan sosial dan rasa aman, khususnya bagi kelompok masyarakat
rentan bencana
2. mendapatkan pendidikan, pelatihan, dan ketrampilan dalam penyelenggaraan
penanggulangan bencana.
3. mendapatkan informasi secara tertulis dan/atau lisan tentang kebijakan penanggulangan
bencana.
4. berperan serta dalam perencanaan, pengoperasian, dan pemeliharaan program penyediaan
bantuan pelayanan kesehatan termasuk dukungan psikososial;
5. berpartisipasi dalam pengambilan keputusan terhadap kegiatan penanggulangan bencana,
khususnya yang berkaitan dengan diri dan komunitasnya
6. melakukan pengawasan sesuai dengan mekanisme yang diatur atas pelaksanaan
penanggulangan bencana.
L. Sistem komando musibah masal
Pada setiap bencana atau musibah masal harus ada komandan lapangan. Yang menjadi
komandan utama di lapangan tergantung dari jenis dan tempat bencana. Pada umumnya

12
komandan ini akan berasal dari Kepolisian. Di daerah militer, komandan adalah militer
setempat atau di pelabuhan, komandan adalah syahbandar atau kepala pelabuhan udara.
Skala Sistem komando musibah masal:
1. Bencana di tingkat kabupaten dan masih dapat ditanggulangi sendiri, maka pimpinan akan
diambil alih oleh bupati melalui SatLak PBP (Satuan Pelaksana Penanggulangan Bencana
dan Pengungsi).
2. Bila bencana terjadi di tingkat propinsi dgn skalalebih besar,maka pimpinan akan diambil
alih oleh gubernur melalui SatkorLak PBP (Satuan Koordinasi Pelaksana Penanggulangan
Bencana dan Pengungsi).
3. Bila bencana sangat besar dan mencapai tingkatan nasional, maka pimpinan diambil oleh
pimpinan negara dan dilaksanakan oleh Bakornas PBP (Badan Koordinasi Nasional
Penanggulangan Bencana dan Pengungsi).
M. Aspek yang Diatur oleh Pos komando Utama
1. Struktur komando
2. Operasional
3. Logistik
4. Perencanaan
5. Keuangan
N. Unsur yang Mungkin Terlibat :
1. Keamanan : kepolisian dan TNI
2. Rescue : pemadam kebakaran,Basarnas
3. Kesehatan
4. Sukarelawan (hampir selalu PMI terlibat)
5. Masyarakat umum
O. Area Daerah Bencana
1. Area 1 : daerah kejadian ( Hot Zone )
Daerah terlarang, kecuali untuk petugas penyelamat (rescue) yang sudah mamakai alat
proteksi yang sudah benar dan sudah mendapat izin masuk dari komandan di area ini
karena area ini Masih sangat berbahaya.
2. Area 2 : daerah terbatas ( Warm Zone )
Di luar area 1, hanya boleh dimasuki petugas khusus, seperti tim kesehatan,dekontaminasi
petugas ataupun pasien. Pos komando utama dan sektor kesehatan harus ada pada area ini.
3. Area 3 : daerah bebas ( Cold Zone )
Di luar area 2. Tamu, wartawan, masyarakat umum dapat berada di zone ini karena
jaraknya sudah aman.
Pengambilan keputusan untuk pembagian area itu adalah secara komando
P. Bantuan Kesehatan Bencana
Kesehatan diharapkan mempunyai sektor sendiri untuk kegiatan penanganan penderita gawat
darurat, yang terdiri dari komponen :
1. Triase (pemilahan penderita)
2. Terapi (pengobatan) sementara
13
3. Transportasi (rujukan)
Q. Organisasi Operasi Pertolongan
1. Pos kesehatan lapangan
2. Pos kesehatan depan
3. Pos kesehatan belakang
4. Pos kesehatan cadangan
5. Pos kordinasi operasi pertolongan
R. Tindakan Awal yang Harus Dilakukan
1. Penilaian cepat
2. Triase penderita
3. Penanganan penderita
S. START (Simple Triage And Rapid Treatment)
0. Awal :
 Panggil semua penderita yang dapat berjalan, dan perintahkan untuk pergi ke daerah
tertentu atau daerah yang sudah aman. Semua penderita di tempat ini mendapatkan
kartu hijau
1. Airway
 Pergi ke penderita yang terdekat, dan periksalah apakah masih bernafas.Bila sudah tidak
bernafas, buka Airway, dan lihatlah apakah tetap tidak bernafas. Bila tetap tidak
bernafas beri label Hitam. Bila kembali bernafas beri label Merah
 Bila bernafas spontan pergi ke tahap berikut (breathing)
2. Breathing
 Bila penderita dapat bernafas spontan, hitung kecepatan pernafasan.
 Bila > 30 kali per menit : Merah
 Bila < 30 kali per menit, pergi ke tahap berikut
3. Circulation
 Periksa dengan cepat adanya pengisian kembali kapiler (capillary refill). Bila lebih dari
2 detik : Merah. Bila kurang dari 2 detik : pergi ke tahap berikut.
4. Kesadaran
 Penderita harus mengikuti perintah kita (angkat tangannya ?) Tidak dapat mengikuti
perintah : Merah. Dapat mengikuti perintah : Kuning
T. Klasifikasi Korban
1. Prioritas utama atau prioritas tertinggi ( Warna merah ) Ada gangguan A-B-C. Contoh
adalah penderita sesak ( gangguan airway ) , Cervikal-spine injury,pneumothorax,
perdarahan hebat,shock,hypotermi.warna merah
2. Prioritas sedang ( Warna kuning ) tanpa gangguan A-B-C, Tanpa gangguan ABC tetapi
akan menjadi buruk bila tidak diatasi atau di tinggalkan.ditinggalkan. Contoh adalah patah
tulang paha, luka bakar tanpa gangguan Airway.
3. Prioritas rendah ( Warna Hijau ) Contoh adalah penderita dengan luka tidak berdarah lagi
atau patah tulang lengan atau tangan,ABC tidak ada masalah.
4. Bukan prioritas (sudah meninggal) (Warna hitam )
14
U. Hospital Stage
1. UGD berperan sbg gerbang utama jalan masuknya penderita gawat darurat
2. UGD menggambarkan kemampuan suatu RS secara keseluruhan
3. Sebagai pusat rujukan korban dari Pre Hospital Stage
V. Gawat Darurat
Penderita gawat darurat adalah penderita yang terancam kematian dan kecacatan jika tidak
segera mendapatkan bantuan pertolongan.
Klasifikasi Penderita Gawat Darurat
Critical ill Patient = perlu pertolongan segera karena terancam jiwanya (kondisi gawat)
Emergency Patient = perlu pertolongan segera (darurat) dengan kemungkinan terancam
jiwanya (gawat) atau mungkin tak ada ancaman jiwa.
Fase Perjalanan Penderita Gawat Darurat:
Injury/ Dissaster Pre Hospital Hospital Stage Rehabilitation
Three Models of Death caused by Trauma:
1. TAHAP PERTAMA ; terjadi dalam detik-menit & sudah terjadi kerusakan organ
permanen
2. TAHAP KEDUA ; Kematian terjadi setelah beberapa jam
3. TAHAP KETIGA ; Kematian terjadi dalam beberapa hari-minggu, karena infeksi atau
gagal multi organ dll.
PRINSIP DASAR PERTOLONGAN (Initial Assesment):
1. Primary survey
 Airway Management
 Breathing Management
 Circulation Management
 Disability
 Ekposure
2. Secondary survey
 Head to toe evaluation
 Anamnesis fokus = AMPLE//KOMPAK
 Diagnostik test
Rantai SPGDT
Masyarakat Pelayanan Kesehatan RS kelas C RS kelas B/A
Respons Time
 Seberapa cepat sebuah sistem pelayanan gawat darurat dapat tiba di tempat kejadian
cedera/musibah
 Gambaran tingkat kualitas SPGDT
 Tidak boleh lebih lama dari 15 menit
Publik Safety Center:
1. Ujung tombak “safe community”
2. Sarana publik/masyarakat yang merupakan perpaduan unsur: ambulans gawat darurat,
pengamanan (kepolisian), dan unsur penyelamatan (misalkan: pemadam kebakaran)
15
Penanganan utama kegawatdaruratan menjamin respon cepat dan tepat untuk
menyelamatkan nyawa dan mencegah kecacatan sebelum di rujuk ke RS.
W. Community Preparedness
Setiap orang memiliki peran dalam sistem
Kesiapan Individu atau keluarga :
1. Tahu dimana lokasi untuk berkumpul
2. Punya daftar kontak keluarga, tetangga, sekolah, RS dll
3. Memiliki kotak peralatan darurat
4. Mampu menjadi penolong Pertama
Kemampuan Dasar Awam
1. Cara meminta bantuan pertolongan
2. Teknik bantuan hidup dasar (resusitasi jantung paru)
3. Teknik mengontrol perdarahan
4. Teknik memasang balut-bidai
5. Teknik evakuasi dan transportasi
Disaster Preparedness Plan/DPP
1. Adalah “Perencanaan kesiapsiagaan bencana”
2. Bagian dari proses managemen bencana di satu area/wilayah.
3. Bertujuan mencegah atau meminimalkan kematian serta kerusakan akibat bencana
4. WAJIB bagi Rumah sakit, gedung kantor & perdagangan, area pariwisata ataupun pusat
keramaian lainnya.
Dissaster Plan untuk suatu kota/wilayah
Memuat mekanisme :
1. Aktivasi dan mobilisasi intra rumah sakit
2. Kordinasi Sistem Rujukan
3. Kordinasi Operasi Pertolongan
Komponen Sistem
1. Sistem komunikasi
2. Pelatihan
3. Sarana Transportasi
4. Pendanaan
5. Sistem Penjaminan Mutu
6. Hukum & peraturan
X. Kompetensi Dasar Tenaga Kesehatan
1. Berkomunikasi efektif dan efisien
2. Mampu mengontrol situasi TKP
3. Membuka jalan napas & memproteksi Cervical
4. Memberikan oksigenasi dan bantuan ventilasi
5. Basic Life Support/CPR/RJP
6. Mengontrol perdarahan
7. Mengelola aritmia yang mengancam jiwa
16
8. Mencegah dan mengatasi syok
9. Membalut dan membidai
10. Membantu persalinan normal
11. Teknik evakuasi, ekstrikasi dan transportasi
12. Paham SPGDT di wilayahnya
Y. Faktor Penyebab Meningkatnya Resiko Akibat Bencana
1. Politis ; kebijakan, sistem pengaturan, organisasi, dana, upaya preventif & promosi
2. Ekonomis ; Perilaku “membandel” masyarakat miskin sbg kelompok resiko tinggi.
3. Sosial budaya ; sikap pasrah, tidak waspada, perilaku unsafety
4. Bencana sulit diprediksi kapan terjadi, jenis dan besarnya

ETIKA DAN HUKUM PADA PENANGANAN GAWAT DARURAT BENCANA

A. Etika Dan Hukum


 Etika dibuat masyarakat atau kelompok profesi dengan membuat standar2. Bila terjadi
pelanggaran akan di berikan tuntunan
 Hukum dibuat oleh negara sebagai undang2 atau ketentuan pemerintah. Bila terjadi
pelanggaran terdapat sangsi sebagai tuntutan hukum
B. Etika
 Adalah norma-norma yang berlaku di masyarakat atau ketentuan yg ditentukan kelompok
profesi dengan membuat standar standar yang disepakati bersama.
 Bila terjadi pelanggaran tidak ada pengadilan tetapi ada teguran dan musyawarah untuk
memberikan panduan dalam menjalankan profesi
 Moralitas Aspirasi
 Apa Yang Baik Dilakukan Dan Cita-cita Yang Harus Ditempuh
 Terdapat Sanksi Terhadap Perilaku Yang Tidak Etis Yang Telah Disepakati Antara
Dirinya Sendiri Dengan Teman Sejawatnya
 Pada Dasarnya Mengatur Mengenai Tingkah Laku Manusia Secara Umum
 Tidak Tertulis, Jika Tertulis Dia Menjadi Kode Etik Yang Dibuat Oleh Organisasi Profesi
Prinsip2 Yang Mempengaruhi Etika Klinik:
 Autonomy : seseorang mempunyai hak untuk memilih pelayanan kesehatan bagi dirinya.
 Beneficence : ketentuan untuk memberikan sesuatu yg terbaik untuk klien.
 Nonmaleficence : ketentuan dalam memberikan pelayanan menghindarkan hal-hal yang
buruk.
 Justice : ketentuan dalam memberikan penanganan yang sama pada setiap orang tidak
memilih/ membeda-bedakan.
Penerapan Prinsip Etik:
  Autonomy.
1) Prinsip menghormati otonomi sangat sulit untuk dinilai, paling terutama ketika situasi
mendesak muncul, seperti yang sering terjadi.

17
2) Perhatian khusus diperlukan cara tertentu menghormati otonomi sebanyak mungkin,
misalnya dengan komunikasi yang tepat dan memadai selama proses triase sehingga
korban dapat menentukan pelayanan yg akan diterima
3) Masyarakat dapat menolak bantuan yg dapat membahayakan kesehatan dan keselamatan
korban
  Nonmaleficience
1) Prinsip nonmaleficience dapat digambarkan sebagai “tidak membahayakan”.
2) Selama bencana, dalam keadaan tertentu, perawat professional selalu memberikan
perawatan safety.
  Beneficience
mendegarkan keluhan mereka secara serius dan mengatasi masalah mereka sesuai standar
pelayanan yang berlaku dengan menerapkan triase, berusaha untuk meningkatkan
sumber daya yang tersedia secara efektif dan seefisien mungkin.
  Justice
1) Skema triase sistematis mengalokasikan manfaat dalam memberikan perawatan
kesehatan, dan beban perawatan terbatas atau ditangguhkan, antara populasi orang sakit
atau terluka.
2) Ini tidak berarti setiap orang atau kelompok harus mendapatkan bagian yang sama dari
sumber daya yang terbatas, melainkan adil berdasarkan kriteria yang sesuai dan
prinsip.
B. Hukum
 Peraturan hukum adalah kumpulan kaidah/ norma hukum
 Kaidah/ norma hukum adalah pedoman/ pegangan/ ukuran untuk menunjukkan nilai
hukum.
C. Aspek Legal Pada Masalah Kesehatan
1. UU Kesehatan
2. Hukum Pidana dan perdata
3. Hukum khusus (Negara)
4. Perpres, Kep Men,
5. Kode Etik
6. Standar profesi
7. Standar operating procedure
D. Hak Dan Kewajiban
1. Hak pasien ; mendapatkan pelayanan kesehatan
2. Kewajiban petugas medis : memberikan pelayanan medis
 UU Kesehatan,
 Kode etik,

 Permenkes
 KUHP/KUHAP
E. Kewajiban Petugas Kesehatan

18
1. Kewajiban menolong :

 KUHPidana ps 304 : tidak membiarkan seorang dlm keadaan sengsara

 KUHPidana ps 531 : memberikan pertolongan pada orang yg sedang menghadapi


maut.

 UU Kesehatan no 36/2009 ps 23 : wajib memelihara dan meningkatkan kesehatan

2. Kewajiban utk bekerja hati-hati

 KUHPidana ps 359,360, 361 : kelalaian, kealpaan

 UU Kesehatan ps 53, ps 54, ps 55, ps 59 : perlindungan hukum, standar profesi &


hak pasien lalai/ alpa, tindakan disiplin, ganti rugi, perijinan sarana kesehatan.

 KUH Perdata ps 1365,ps 1366, ps 1367 : ganti rugi karena perbuatan hukum,
ganti rugi karena kelalaian, ganti rugi krn perbuatan bawahan

3. Kewajiban melapor

 KUHAP ps 108 : melapor bila ada tindak pidana

4. Kewajiban membantu penyidik

 KUHAP 179: wajib memberi keterangan ahli

 UU Kesehatan 53(3) tindakan medis untuk kepentingan pembuktian

5. Kewajiban administratif

 Permenkes no 749a/Menkes/Per/XII/1989 : ttg rekam medis

 Permenkes no 585/Menkes/Per/IX/1989 : ttg persetujuan tindakan medis

F. Prinsip Penanggulangan Bencana Alam Menurut UU No 24 Tahun 2007:

1. Cepat dan Tepat

Yang dimaksud dalam prinsip ini adalah bahwa dalam penanggulangan bencana harus
cepat dan tepat sesuai dengan tuntutan keadaan. Keterlambatan dalam penanganan akan
meningkatkan dampak baik dari segi material maupun korban jiwa.

2. Prioritas

Yang dimaksud dengan prioritas adalah apabila terjadi bencana, kegiatan penanggulangan
harus mendapat prioritas dan diutamakan pada kegiatan penyelamatan kegiatan manusia.

19
3. Koordinasi Dan Keterpaduan

 Prinsip koordinasi adalah Penanggulangan bencana didasarkan pada koordinasi yang


baik dan saling mendukung.

 Prinsip keterpaduan adalah penanggulangan bencana dilakukan oleh berbagai sektor


secara terpadu yang didasarkan pada kerja sama yang baik dan saling mendukung.

4. Berdaya Guna Dan Berhasil Guna

Bahwa dalam memberikan pertolongan pada korban bencana alam perlu memperhatikan
aspek waktu, tenaga dan biaya.

5. Transparansi dan Akuntabilitas

Penanggulangan bencana harus dilakukan secara terbuka dan dapat dipertanggung


jawabkan secara etik dan hukum.

6. Kemitraan

Penangggulangan bencana tidak hanya difokuskan pada tugas pemerintah, tetapi harus
melibatkan peran serta lembaga/organisasi lain dan masyarakat luas.

7. Pemberdayaan

Merupakan upaya meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengetahui, memahami


dan melakukan langkah – langkah antisipasi, penyelamatan dan pemulihan bencana.

8. Non Diskriminatif

Tindakan penanggulangan bencana tidak memberikan perlakuan yang berbeda terhadap


jenis kelamin, suku, agama, ras, dan aliran politik apapun.

9. Non Proletisi

Larangan menyebarkan agama atau keyakinan dalam keadaan darurat bencana, terutama
melalui pemberian bantuan dan pelayanan darurat bencana.

G. Kebijakan Penanganan Bencana Di Indonesia

 UU no 36 th 2009 tentang Kesehatan

 Keppres no 3 th 2001 ttg BAKORNAS PBP

 Keppres no 111 th 2001 ttg perubahan atas Keppres no 3 th 2001

UU BENCANA NO 24 – 2007

20
Badan nasional penanggulangan bencana badan pennaggulangan bencana daerah tk i/ ii

Bab XII ps 80 . Pada saat berlakunya UU ini semua peraturan per UU Yg berkaitan dg PB
dinyatakan tetap berlaku sepanjang tdk bertentangan Atau belum dikeluarkan peraturan
pelaksanaan baru berdasarkan UU ini

H. Dasar Kebijakan Penanganan Bencana Dari Sektor Kesehatan

1. UU RI no 24 th 2007 ttg Penanggulangan Bencana

2. Kep Menkes RI no 448/Menkes/ SK/VI/1993 ttg pembentukan tim kesehatan


penanggulangan korban bencana disetiap RS

3. Kep Menkes RI no 28/ Menkes/SK/ 1/1995 ttg petunjuk pelaksanaan umum


penanggulangan medik korban bencana

4. Kep Menkes RI no 205 / Menkes/ SK/ III/1999 ttg petunjuk pelaksanaan permintaan dan
pengriman bantuan medik di RS rujukan saat bencana

5. Kep Menkes RI no 876/Menkes/ SK/ XI/2006 ttg kebijakan dan strategi nasional
penanggulangan krisis dan masalah kesehatan

I. Undang -Undang No 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana

Definisi Bencana Di Indonesia UU. No 24 – 2007 Tentang Penanggulangan Bencana

Bencana :

Peristiwa atau rangkaian peristiwa yg mengancam dan menganggu kehidupan dan


penghidupan masyarakat yg disebabkan baik oleh alam dan/atau non alam maupun faktor
manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,
kerugian harta benda dan dampak psikologis.

UU No 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana

 Bab II pasal 4

Penanggulangan bencana bertujuan untuk

a. Memberikan perlindungan kpd masyarakat dari ancaman bencana.

b. Menyelaraskan peraturan per UU yg ada

c. Menjamin terselenggaranya PB secara terencana, terpadu,terkoordinasi dan menyeluruh

 Bab II pasal 4

Penanggulangan bencana bertujuan untuk


21
a. Menghargai budaya lokal

b. Membangun partisipasi dan kemitraan publik serta swasta

c. Mendorong semangat gotong royong, kesetiakawanan dan kedermawanan

d. Menciptakan perdamaian dlm kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara

 Bab III pasal 5

Pemerintah dan pemerintah daerah menjadi penanggung jawab dalam penyelenggaraan


penanggulangan bencana.

 Bab III pasal 7

Penetapan status dan tingkat bencana nasional dan daerah memuat indikator yg meliputi:

a. Jumlah korban

b. Kerugian harta benda

c. Kerusakan sarana dan prasarana

d. Cakupan luas wilayah yg terkena bencana

e. Dampak sosial ekonomi yg ditimbulkan

 Bab IV pasal 10

(2) Badan Nasional Penanggulangan Bencana merupakan lembaga pemerintah non


departemen setingkat menteri.

 Bab IV pasal 11

BNPB terdiri atas unsur

a. Pengarah penanggulangan bencana


b. Pelaksanana penanggulangan bencana

Tugas BNPB

UU No 24/ 2007 ttg Bencana. Bab IV ps 12

a. Memberikan pedoman pengarahan thd usaha penanggulangan bencana yg mencakup


pencegahan bencana, penanganan tanggap darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi secara
adil dan merata.

22
b. Menetapkan standarisasi dan kebutuhan penyelenggaraan penanggulangan bencana
berdasarkan peraturan perundang-undangan

c. Menyampaikan informasi kpd masyarakat

d. Melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana kpd presiden setiap sebulan


sekali dlm kondisi normal dan pd setiap saat dlm kondisi darurat bencana

e. Menggunakan dan mempertanggung jawabkan sumbangan/ bantuan nasional dan


internasional

f. Mempertanggung jawabkan penggunaan anggaran yg diterima dari anggaran pendapatan


dan belanja negara

g. Melaksanakan kewajiban lain sesuai dgn peraturan per UU an

h. Menyusun pedoman pembentukan Badan PB daerah

J. Pendanaan

UU No 24/ 2007 ttg Bencana. Bab VIII ps 60

(1). Dana penanggulangan bencana menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah dan
pemerintah daerah

(2). Pemerintah dan pemerintah daerah mendorong partisipasi masyarakat dalam penyediaan
dana yg bersumber dari masyarakat.

UU No 24/ 2007 ttg Bencana. Bab VIII ps 62

(1) Pada saat tanggap darurat BNPB menggunakan dana siap pakai

(2) Dana siap pakai yang dimaksud disediakan oleh Pemerintah dalam anggaran BNPB

UU No 24/ 2007 tentang Bencana. Bab VIII ps 63

Ketentuan lebih lanjut mengenai mekanisme pengelolaan dana penanggulangan bencana


diatur dengan Peraturan pemerintah

K. Ketentuan Pidana

UU No 24/ 2007 ttg Bencana. Bab XI ps 75

(1). Setiap orang yg karena kelalaiannya melakukan pembangunan berisiko tinggi yg tdk
dilengkapi dengan analisis risiko bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (3)
yang mengakibatkan terjadinya bencana, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3

23
(tiga) tahun atau paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit Rp.300.000.000,- (tiga
ratus juta rupiah) atau denda paling banyak Rp.2.000.000.000,- (dua miliar rupiah)

(2). Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan timbulnya
kerugian harta benda atau barang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6
(enam) tahun atau paling lama 8 (delapan) tahun dan denda paling sedikit Rp.600.000.000,-
(enam ratus juta rupiah) atau denda paling banyak Rp. 3.000.000.000,- (tiga miliar rupiah)

(3). Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya
orang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 8 (delapan) tahun atau paling
lama 10 (sepuluh) tahun dan dengan paling sedikit Rp.3.000.000.000,- (tiga miliar rupiah)
atau denda paling banyak Rp.6.000.000.000,- (enam miliar rupiah)

UU No 24/ 2007 ttg Bencana. Bab XI ps 76

(1). Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (1) dilakukan karena
kesengajaan, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun atau paling
lama 8 (delapan) tahun dan denda paling sedikit Rp.2.000.000.000,- (dua miliar rupiah) atau
denda paling banyak Rp.4.000.000.000,- (empat miliar rupiah).

(2). Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalan pasal 75 ayat (2) dilakukan karena
kesengajaan, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 8 (delapan) tahun atau
paling lama 12 (duabelas) tahun dan denda paling sedikit Rp.3.000.000.000,- (tiga miliar
rupiah) atau denda paling banyak Rp.6.000.000.000,- (enam miliar rupiah)

(3). Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (3) dilakukan karena
kesengajaan, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) tahun atau
paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp.6.000.000.000,- (enam miliar
rupiah) atau denda paling banyak Rp.12.000.0000.000,- (dua belas miliar rupiah).

KONSEP DAN MODEL TRIASE BENCANA (DISASTER TRIAGE) DIMASA


PANDEMIC COVID 19.

A. Pengertian dan Tujuan

 Memilah korban dalam kategori/kelompok


 Memprioritaskan sesuai sumber yang ada

B. Pemilahan dan Klasifikasi Pasien untuk Menentukan Prioritas Kebutuhan dan


Penentuan Tempat Perawatan yang Sesuai

Triage Sehari-Hari:

24
 Pemilahan dan klasifikasi pasien untuk menentukan prioritas kebutuhan dan
penentuan tempat perawatan yang sesuai
 Tingkat kegawatdaruratan pasien
 ABCD Prioritas

Model CTAS

 CTAS: The Canadian Emergency DepartmentTriage & Acuity Scale (CTAS). 5


Level CTAS
 Level 1 Pasien dengan kategori ini 98%harus segera ditangani oleh dokter
 Level 2 Pasien dengan kategori ini 95% harus ditangani oleh dokter dalam waktu
15 menit
 Level 3 Pasien dengan kategori ini 90% harus ditangani oleh dokter dalam waktu
30 menit
 Level 4 Pasien dengan kategori ini 85% harus ditangani oleh dokter dalam waktu
60 menit
 Level 5 Pasien dengan kategori ini 80% harus ditangani oleh dokter dalam waktu
120 menit

Level CTAS

 LevelI 1 : Resuscitation. Tidak responsif, tanda vital tidak ada / tidak stabil,
dehidrasi parah dan gangguan pernapasan parah membutuhkan segera intervensi
agresif
 LevelI Emergent. Kondisi yang berpotensi mengancam anggota tubuh atau fungsi,
membutuhkan intervensi medis yang cepat atau tindakan yang didelegasikan.
Waktu untuk penilaian dokter / wawancara ≤ 15 menit
 Level III Urgent.Kondisi yang berpotensi berkembang menjadi masalah serius
yang membutuhkan intervensi darurat . Dapat dikaitkan dengan ketidaknyamanan
yang signifikan atau mempengaruhi kemampuan untuk bekerja dan kegiatan
hidup sehari-hari. Waktu ke dokter ≤ 30 menit.
 Level IV Less Urgent (Semi urgen). Kondisi yang berkaitan dengan usia pasien,
kesulitan, potensi kerusakan atau komplikasi akan mendapat manfaat dari
intervensi atau jaminan dalam 1-2 jam). Waktunya ke dokter ≤ 1 jam.
 Level V Tidak Mendesak No Urgent.Kondisi yang mungkin akut tetapi tidak
mendesak serta kondisi yang mungkin menjadi bagian dari masalah kronis dengan
atau tanpa bukti kerusakan. Investigasi atau intervensiuntuk beberapa penyakit
atau cedera ini dapat ditunda atau bahkan dirujuk ke rumahsakit atau sistem
perawatan kesehatanlain.Waktunya ke dokter ≤ 2 jam

Manchester Triage Scale(MTS)

25
 Ciri khas MTS adalah identifikasi sindrom pasien yang datang ke unit gawat
darurat diikuti oleh algoritma untuk mengambil keputusan. Berdasarkan keluhan
utama pasien, ditetapkan 52 algoritma contohnya algoritma trauma kepala, dan
algoritma nyeri perut. Dalam tiap algoritma ada diskriminator yang menjadi
landasan pengambilan keputusan, diskriminator tersebut adalah kondisi klinis
yang merupakan tanda vital seperti tingkat kesadaran, derajat nyeri, dan derajat
obstruksi jalan nafas

Australian

 ATS 1 adalah kondisi yang mengancam jiwa (atau resiko besar mengalami
kemunduran) dan perlu intervensi yang cepat dan agresif.
 ATS 2 adalah :
 pasien dengan kondisi yang cukup serius atau mengalami kemerosotan secara
cepat yang apabila tidak ditangani dalam 10 menit dapat mengancam jiwa atau
mengakibatkan kegagalan organ.
 ATS 3 adalah pasien yang datang dengan kondisi yang mungkin akan bekembang
menjadi mengancam nyama atau menimbulkan kecacatan bila tidak ditangani
dalam waktu 30 menit
 ATS 4 adalah pasien dengan kondisi yang dapat mengalami kemerosotan atau
akan menghasilkan outcome yang berbeda bila dalam 1 jam pasien belum
ditangani. Gejala berkepanjangan.
 ATS 5 adalah kondisi pasien yang sudah kronis dengangejala yang minor, dimana
hasil ahkirnya tidak akan berbeda bila penanganan ditunda sampe 2 jam setelah
kedatangan.

ESI

 Prioritas 1 (label biru) merupakan pasien-pasien dengan kondisi yang mengancam


jiwa sehingga membutuhkan tindakan penyelematan jiwa yang segera. Parameter
prioritas 1 adalah semua gangguan signifikan pada ABCD. Contoh prioritas 1
antara lain, cardiac arrest, status epilptikus, koma hipoglikemik dan lain-lain.
 Prioritas 2 (label merah) merupakan pasien-pasien dengan kondisi yang
berpotensi mengancam jiwa atau organ sehingga membutuhkan pertolongan yang
sifatnya segera dan tidak dapat ditunda. Parameter prioritas 2 adalah pasien-
pasien haemodinamik atau ABCD stabil dengan penurunan kesadaran tapi tidak
sampai koma (GCS 8-12). Contoh prioritas 2 antara lain, serangan asma, abdomen
akut, luka sengatan listrik dan lain-lain
 Prioritas 3 (label kuning) merupakan pasien-pasien yang membutuhkan evaluasi
yang mendalam dan pemeriksaan klinis yang menyeluruh. Contoh prioritas 3
antara lain, sepsis yang memerlukan pemeriksaan laboratorium, radiologis dan
EKG, demam tifoid dengan komplikasi.

26
 Prioritas 4 (label kuning) merupakan pasien-pasien yang memerlukan satu macam
sumber daya perawatan IGD. Contoh prioritas 4 antara lain pasien BPH yang
memerlukan kateter urine, vulnus laceratumyang membutuhkan hectingsederhana
 Prioritas 5 (label putih) merupakan pasien-pasien yang tidak memerlukan sumber
daya. Pasien ini hanya memerlukan pemeriksaan fisik dan anamnesis tanpa
pemeriksaan penunjang. Pengobatan pada pasien dengan prioritas 5 umumnya
peroral atau rawat luka sederhana. Contoh prioritas 5 antara lain, common cold,
acne

C. Triage pada Masa Pandemi COVID-19

 Pemilahan dan klasifikasi pasien untuk menentukan prioritas kebutuhan dan


penentuan tempat perawatan yang sesuai
 Tingkat kegawatdaruratan pasien
 Tingkat virulensi pasien
 Indikator ABCD
 Indikator: EWS Screening COVID-19

EWS Screning COVID-19

 Deteksi dini pasien yang dicurigai COVID-19 masih menjadi masalah


 EWS screening COVID-19 memungkinkan tenaga kesehatan untuk mendeteksi
lebih cepat dan relatif lebih akurat pada pasien yang dicurigai COVID-19

EWS

 National Early Warning Score adalah sistem penilaian kumulatif yang


menstandarkan penilaian tingkat keparahan penyakit akut
 Skor dihitung dengan menggunakan tanda vital pasien
 Menunjukkan tanda-tanda awal pemburukan
 Digunakan di semua rumah sakit

Manfaat EWS

 Sistem EWS untuk deteksi dini penyakit akut dengan mengukur parameter
fisiologis spesifik dengan format standar
 sistem penilaian standar untuk menentukan tingkat keparahan penyakit untuk
mendukung pengambilan keputusan klinis yang konsisten dan respons klinis
yang tepat
 standardisasi pelatihan dalam pendeteksian penyakit akut dan manajemen pasien
yang mengalami penurunan secara klinis

27
 adopsi sistem penilaian standar di seluruh rumah sakit, tidak hanya dalam
konteks perburukan klinis akut tetapi juga untuk pemantauan terus-menerus dari
semua pasien

D. Pengenalan secara Dini dan Klasifikasi Keparahan Penyakit

Skor peringatan berdasarkan parameter fisiologis digunakan un memfasilitasi pengenalan dini


pasien dengan infeksi parah dan keputusan masuk sesuai dengan klasifikasi tingkat keparahan.

 Skor tersebut adalah versi modifikasi dari National Early Warning Score (NEWS)
dengan usia ≥65 tahun ditambahkan sebagai faktor risiko independen
berdasarkan laporan terbaru
 Pasien dibagi menjadi empat kategori risiko berdasarkan skor: rendah, median,
tinggi, dan luar biasa.
 Seorang dokter yang ditugaskan khusus atau tim perawatan kritis khusus
memutuskan pasien mana yang perlu dirawat di ICU, dengan mempertimbangkan
keparahan penyakit, peluang untuk mendapatkan manfaat, dan sumber dukungan

E. Fungsi EWS

1. Pengawasan dan pencegahan


2. Pengenalan dan pengaktifan system tanggapan darurat
3. CPR berkualitas tinggi secepatnya
4. Defibrilasi cepat
5. Bantuan hidup lanjutan dan perawatan pasca serangan jantung

F. EWS Screening Skunder COVID-19

Parameter:

1. Tanda pneumonia dengan CT Scan Paru


2. Riwayat kontak erat dengan pasien terkonfirmasi COVID-19
3. Demam
4. Usia
5. Jenis kelamin
6. Suhu maksimal (diukur sejak onset sampai ke RS)
7. Gejala gangguan respirasi (batuk, dahak dan sesak)
8. Rasio neutrofil dan limfosit

Pengkajian di Triage Primer

1. Komponen terkait ISPA


2. Batuk/sakit tenggorokan/hidung tersumbat
3. Sesak/peningkatan frekuensi napas/SpO2 <90%

28
4. Demam
5. Riwayat kontak erat dengan pasien terkonfirmasi COVID-19
6. Riwayat perjalanan dari negara/wilayah transmisi local

Aplikasi Triage

 Bagian dari Disaster plans


 Setiap penolong harus tahu protapnya
 Butuh kejelasan sistem komunikasi & komando

Hambatan Triage

 Jumlah korban melebihi jumlah penolong


 Alat terbatas – pertolongan lanjut terlambat
 Keputusan untuk memberi label hitam
 Merubah paradigma ; priorotas korban

G. Perubahan Paradigma

1. Situasi harian Normal

 Gunakan seluruh tenaga dan alat


 Fokus untuk menyelematkan 1 nyawa

2. Bencana dgn korban massal

 Jumlah & kondisi korban melebihi kemampuan normal sehari-hari


 Fokus menyelamatkan nyawa sebanyak mungkin

1. Cedera ringan : menunggu

2. Cedera berat : segera dibantu

3. Mati : diabaikan

H. Prinsip Dasar Triage

1. Selection of Problem
 berdasarkan masalah klinik yg dihadapi korban misalnya masalah Airway,
Breathing dan Circulation.
 Bantuan individual pada korban dg urutan prioritas bantuan : A dulu baru B
2. Selection of People
 Mendahulukan korban dgn harapan hidup tinggi
 Kategori gawat darurat dianggap Hopeless, dan akan dibantu terakhir.
 Biasanya dalam keadaan bencana masal dengan korban yang cukup banyak

29
Memilih model Triage:

 Kondisi korban dalam aspek Airway, Breathing dan Circulation


 Beratnya cedera yang dialami korban
 Kemungkinan hidup korban
 Jumlah korban dan jumlah penolong
 Sarana dan fasilitas yang tersedia

I. Protokol Triage

1. Rumuskan protokol triage sebelum situasi nyata terjadi

2. Selalu perbarui protokol dan rencana tindakan

3. Lakukan latihan penerapan teknik triage

4. Praktekan metode triage secara konsisten

J. Kategori Korban Masal

1. Kelas I:
 Membutuhkan intervensi tenaga profesional minimal
 Cukup dibantu dengan rawat jalan saja
2. Kelas II:
 Cedera membutuhkan intervensi segera
 Korban dengan cedera sedang
 Tindakan membutuhkan waktu, tenaga dan bahan yang minimal
3. Kelas III:
 Intervensi bagi korban dapat ditunda tanpa adanya resiko kematian dan kecacatan
4. Kelas IV:
 Korban dengan luka dan cedera yang membutuhkan dukungan bantuan medis
dengan segera
 Korban membutuhkan tenaga dan bahan dalam jumlah besar

K. S.T.A.R.T. Triage System

S.T.A.R.T. (Simple Triage & Rapid Transport)

Sederhana dan cepat dalam pemeriksaan dan memprioritaskan

 Hijau (minor): Sedikit/Tidak membutuhkan perawatan


 Kuning (delayed): Terluka namun dapat menunggu, tak ada ancaman jiwa
 Merah (immediate): Terancam nyawa, segera dibantu

30
 Hitam (morgue): Mati

S.T.A.R.T. Triage Kit

Terdiri dari :

1. Pita untuk menandai area

2. Label warna korban

3. Papan jepit

4. Rompi petugas

Prinsip dasar start:

 Memisahkan korban yang bisa berjalan dengan korban lainnya


 Memilah korban berdasarkan fungsi kehidupannya yaitu PERNAPASAN, aliran
darah dan status mental-nya

Algoritma START:

Alur kerja:

1. Pisahkan yg terluka tapi mampu berjalan

2. Dasar Pelabelan :

a. Pernapasan

b. Aliran darah

c. Status Mental

L. START (Simple Triage And Rapid Treatment)

0. Awal :

 Panggil semua penderita yang dapat berjalan, dan perintahkan untuk pergi ke daerah
tertentu atau daerah yang sudah aman. Semua penderita di tempat ini mendapatkan kartu
hijau

1. Airway

 Pergi ke penderita yang terdekat, dan periksalah apakah masih bernafas.Bila sudah tidak
bernafas, buka Airway, dan lihatlah apakah tetap tidak bernafas. Bila tetap tidak bernafas
beri label Hitam. Bila kembali bernafas beri label Merah

31
 Bila bernafas spontan pergi ke tahap berikut (breathing)

2. Breathing

 Bila penderita dapat bernafas spontan, hitung kecepatan pernafasan.

 Bila > 30 kali per menit : Merah

 Bila < 30 kali per menit, pergi ke tahap berikut

3. Circulation

 Periksa dengan cepat adanya pengisian kembali kapiler (capillary refill). Bila lebih dari 2
detik : Merah. Bila kurang dari 2 detik : pergi ke tahap berikut.

4. Kesadaran

 Penderita harus mengikuti perintah kita (angkat tangannya ?) Tidak dapat mengikuti
perintah : Merah. Dapat mengikuti perintah : Kuning

OGANISASI PENANGANAN BENCANA DI INDONESIA: BNPB & BPBD

A. Sejarah Organisasi Penanganan Bencana Di Indonesia

Keputusan Presiden (1978-2007)

BAKORNAS PBA’78/PB’95/ PBP’04 (Wapres) SATKORLAK (Gubernur) SATLAK


(Bupati/Walikota) SATGAS (Satgas Kes, Satgas PAM Dll)

B. UU Bencana no 24 -2007

BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) – setingkat Menteri BPBD tingkat I


(Badan Penaggulangan Bencana Daerah TkI) BPBD tingkat II (Badan Penanggulangan
Bencana Daerah Tk II)

C. Kebijakan penanganan Bencana di Indonesia tentang BAKORNAS -> BNPB

• Keppres no 28 th 1979 ttg BAKORNAS PBA

• Keppres no 3 th 2001 ttg BAKORNAS PBP

• Keppres no 111 th 2001 ttg perubahan atas Keppres no 3 th 2001.

• UU BENCANA NO 24 – 2007

32
D. Badan Nasional Penanggulangan Bencana

Badan Pennaggulangan Bencana Daerah Tk I/ II

Bab XII ps 80 . Pada saat berlakunya UU ini semua peraturan per UU Yang berkaitan dengan
PB dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum dikeluarkan peraturan
pelaksanaan baru berdasarkan UU ini.

Dasar kebijakan Penanganan Bencana dari sektor Kesehatan:

1. UU RI no 24 th 2007 ttg Penanggulangan Bencana

2. Kep Menkes RI no 448/Menkes/ SK/VI/1993 ttg pembentukan tim kesehatan


penanggulangan korban bencana disetiap RS

3. Kep Menkes RI no 28/ Menkes/SK/ 1/1995 ttg petunjuk pelaksanaan umum


penanggulangan medik korban bencana

4. Kep Menkes RI no 205 / Menkes/ SK/ III/1999 ttg petunjuk pelaksanaan permintaan dan
pengriman bantuan medik di RS rujukan saat bencana

5. Kep Menkes RI no 876/Menkes/ SK/ XI/2006 ttg kebijakan dan srategi nasional
penanggulangan krisis dan masalah kesehatan

E. UU No 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana

 Bab IV pasal 10

(2) Badan Nasional Penanggulangan Bencana merupakan lembaga pemerintah non


departemen setingkat menteri.

 Bab IV pasal 11

BNPB terdiri atas unsur:

a. Pengarah penanggulangan bencana

b. Pelaksanana penanggulangan bencana

Tugas BNPB

UU No 24/ 2007 ttg Bencana. Bab IV ps 12

a. Memberikan pedoman pengarahan thd usaha penanggulangan bencana yg mencakup


pencegahan bencana, penanganan tanggap darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi secara
adil dan merata.

33
b. Menetapkan standarisasi dan kebutuhan penyelenggaraan penanggulangan bencana
berdasarkan peraturan perundang-undangan

c. Menyampaikan informasi kpd masyarakat

d. Melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana kpd presiden setiap sebulan


sekali dlm kondisi normal dan pd setiap saat dlm kondisi darurat bencana

e. Menggunakan dan mempertanggung jawabkan sumbangan/ bantuan nasional dan


internasional

f. Mempertanggung jawabkan penggunaan anggaran yg diterima dari anggaran pendapatan


dan belanja negara

g. Melaksanakan kewajiban lain sesuai dgn peraturan per UU an

h. Menyusun pedoman pembentukan Badan PB daerah:

 Di daerah, lembaga khusus yang menangani penanggulangan bencana adalah Badan


Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).
 BPBD dibentuk baik di tingkat provinsi maupun Kabupaten/Kota. BPBD bertugas untuk
merumuskan dan menetapkan kebijakan penanggulangan bencana dan penanganan
pengungsi serta melakukan pengoordinasian pelaksanaan kegiatan penanggulangan
bencana di daerah

Acuan:

 Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 3 tahun 2008


tentang Pedoman Pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (Perka
BNPB Nomor 3 Tahun 2008) dan
 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 46 Tahun 2008 tentang Pedoman
Organisasi dan Tata Kerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah

F. Struktur Organisasi Dalam Depkes Pada Penanggulangan Bencana

Menkes (Penanggung Jawab)

Sekjen (Koordinator) Pj Eselon 1

PPK (Pelaksana Koordinasi)

34
Unsur Teknis

G. Depkes Pada Penanggulangan Bencana

• Tugas dan kewenangan Depkes adalah merumuskan kebijakan, memberikan standar dan
arahan serta mengkoordinasikan penanganan krisis dan masalah kesehatan lain baik
dalam tahap sebelum, saat dan sesudah bencana.

• Depkes secara aktif membantu mengkoordinasikan bantuan kesehatan yg diperlukan oleh


daerah yg mengalami situasi krisis dan masalah kesehatan lainnya.

H. PPK DEPKES

1. Sebagai pusat komando dan pusat informasi (media center) kesiapsiagaan dan
penanggulangan kesehatan akibat bencana dan krisis kesehatan lainnya

2. Fasilitas buffer stock logistik kesehatan (bahan,alat dan obat2 an).

3. Menyiapkan dan menggerakkan Tim reaksi cepat dan bantuan SDM kesehatan yg siap
digerakkan di daerah yg memerlukan bantuan akibat bencana dan krisi kesehatan lainnya

I. Organisasi Pengendali

Ketua Posko/ Puskodal

1. Pengendali Operasional

2. Pengendali Perencanaan

3. Pengendali Logistik & Komunikasi

4. Pengendali Admin-Ku

J. Pos Medis

• Pos medis lapangan :

koordinasi operasional di lapangan, bisa di Puskesmas, bisa bergabung dengan posko lap
sektor lain, bisa dibangun dari tenda atau menggunakan bangunan yg tersedia.

• Pos medis depan : sebaiknya Rumah sakit terdekat lokasi bencana yang memiliki IGD
untuk menerima kasus yg dikirim dari lapangan.

• Pos medis belakang/ rujukan :

koordinasi operasional untuk semua kasus medis sejak dilapangan, pos medis depan dan
selama transportasi. Dikhususkan untuk menerima kasus yang tidak ddapat ditangani di
Pos medis lapangan dan Pos medis depan
35
• Pos medis cadangan :

sebaiknya RS terletak dekat dgn RS rujukan yg disiapkan untuk penanganan kasus yg


tidak tertampung di RS rujukan.

K. Organisasi Kerja Berdasarkan Tugas Dan Alur Di Lapangan

• AREA MUSIBAH

AREA PENGUMPULAN KORBAN

• AREA TRIAGE

• AREA PERAWATAN SEMENTARA

• AREA TRANSPORTASI

SURVEILENCE BENCANA SERTA DOKUMENTASI DAN PELAPORAN HASIL


PENILAIAN BENCANA

A. Pengertian Surveilans

Surveilans adalah kegiatan “analisis” yang sistematis dan berkesinambungan melalui kegiatan
pengumpulan dan pengolahan data serta penyebar luasan informasi untuk pengambilan
keputusan dan tindakan segera.

B. Melakukan Analisis

1. Orientasi tidak cukup hanya penyakit

2. Pertimbangkan faktor resiko di luar sektor kesehatan

3. Ketajaman analisis

4. Pertimbangkan lintas batas wilayah, tidak cukup hanya pertimbangan wilayah administrasi
pemerintahan

C. Tujuan Survailans

1. Mengurangi jumlah kesakitan, risiko kecacatan dan kematian saat terjadi bencana.
2. Mencegah atau mengurangi risiko munculnya penyakit menular dan penyebarannya.

36
3. Mencegah atau mengurangi risiko dan mengatasi dampak kesehatan lingkungan akibat
bencana (misalnya perbaikan sanitasi)

D. Manfaat Adanya Surveilans

1. Menjelaskan pola dan riwayat penyakit, monitoribf, mementau program, prioritas penyakit,
identifikasi kelompok risiko.
2. Tersedianya datra dan informasi epidemiologi sebagai dasar manajermen kesehatan untu
pengembilan keputusan dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi program
kesehatandan peningkatan kewaspadaan serta respon KLB yang cepat dan tepat.

E. Peran Surveilans Respon Pada Penanganan Bencana

1. Penilaian Cepat
2. Penilaian lanjutan
3. Respon segera
4. Respon terencana

D. Ruang lingkup surveilans bencana

1. Surveilans penyakit menular


2. Surveilans data pengungsi
3. Surveilans data kematian
4. Surveilans rawat jalan
5. Surveilans air dan sanitasi
6. Surveilans gizi dan pangan

Surveilans kejadian penyakit

1. Deteksi dini
2. Mencermati kecenderungan penmyakit (secular trend)
3. Identifikasi perubahan factor agent dan host
4. Deteksi perubahan penyelenggaraan pelayanan kesehatan

Peran surveilans

 Pengendalian penyakit menular KLB

 Mempelajari riwayat alamiah penyakit, gambaran klinis, dan epidemiologi sehingga dapat
disusun program pencegahan dan penanggulangannya

 Mendapatkan data dasar penyakit dan faktor risiko, sehingga dapat diteliti kemungkinan
pencegahan dan penanggulangan, dan program nantinya dapat dikembangkan

37
Emergency (Situasi Bencana)

A. Situasi bencana dari sisi surveilans

Gempa Angin ribut

Tsunami

Gunung Meletus Kerusuhan massal

Banjir

Kebakaran

B. Situasi bencana dari sisi surveilans

Penyakit Menular Potensial Wabah / KLB

C. Situasi bencana dari sisi surveilans

Pencemaran Bahan Kimia : - Udara - Air – Tanah

D. Situasi bencana dari sisi surveilans

Kejahatan Manusia - Borak pd makanan - Formalin pd makanan - Pewarna bahaya

Sistem Surveilans Situasi Bencana

1. Sistem sangat tergantung situasi bencana yang mana

2. Substansi sangat tergantung situasi bencana yang mana

3. Proses surveilans berlaku umum (pengumpulan, pengolahan, analisis, interpretasi, penyebar


luasan informasi untuk respon secara dini)

Tahapan Alamiah Situasi Bencana & Peranan Surveilans Dalam Situasi Bencana

Situasi normal Ancaman kedaruratan Kedaruratan terjadi Kembali normal

1. Menentukan arah respon/penanggulangan

2. Menilai keberhasilan respon/penanggulangan

3. Menilai situasi & kecenderungan situasi darurat

Kegiatan Surveilans Intensif pada situasi bencana

38
 Analisis Data Pelayanan Pengobatan

 Analisis Data Faktor Risiko

 Laporan Berkala Situasi Darurat

 Laporan Berkala Upaya Penanggulangan

 Laporan Masyarakat

 Hasil Wawancara

Kajian Terus Menerus

Informasi Terus Menerus Pada Tim Penanggulangan

Prioritas Kajian Awal Status Epidemiologi Pengungsi Sebagai Bahan Penetapan Sistem
Surveilans

 Perkembangan Penyakit Potensial KLB

 Makanan & Gizi

 Imunisasi

 Air, Sanitasi, dan Musim

 Status Pelayanan Kesehatan Darurat, termasuk sistem surveilans yang ada

 Ekonomi, Sosial, Politik, Keamanan, Transportasi, Komunikasi

Ancaman

 Penyakit Menular

 Pnemonia

 Gizi

 Pelayanan Kesehatan

39
Langkah‐langkah surveilans penyakit di daerah bencana meliputi:

 Pengumpulan Data

a. Data kesakitan dan kematian

b. Sumber data

c. Jenis data

Form BA‐3: register harian penyakit pada korban bencana

Form BA‐4: rekapitulasi harian penyakit korban bencana

Form BA‐5: laporan mingguan penyakit korban bencana

Form BA‐6: register harian kematian korban bencana

 Pengolahan dan Penyajian Data

 Analisis dan Interpretasi

 Penyebarluasan Informasi

E. Pos Kesehatan

 Pos kesehatan di lokasi pengungsi adalah sarana kesehatan sementara yang diberi
tanggungjawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar untuk masyarakat yang bertempat
tinggal di lokasi pengungsi dan sekitarnya

 Tujuannya untuk memulihkan dan meningkatkan kesehatan masyarakat di lokasi pengungsi


dan sekitarnya serta terselenggaranya pelayanan rawat jalan, pelayanan kesehatan ibu dan anak,
kesehatan reproduksi lainnya termasuk KB, pelayanan kesehatan jiwa dan psikososial, pelayanan
gizi, kesehatan lingkungan dan terselenggaranya pemantauan dan pencegahan penyakit menular
di lokasi pengungsi

Pengorganisasian pos kesehatan

 Penanggungjawab pos kesehatan di lokasi pengungsi adalah kepala puskesmas setempat;

 Sasaran pos kesehatan di lokasi pengungsi adalah masyarakat yang berada di lokasi
pengungsi dan masyarakat di sekitarnya;

 Pelaksana pos kesehatan adalah puskesmas setempat, apabila puskesmas tidak mampu atau
rusak karena bencana, pelaksana pos kesehatan di lokasi pengungsi adalah puskesmas yang
diperbantukan, tim relawan, swasta dan LSM yang berminat dibawah koordinasi dinkes
kabupaten/kota;

40
 Sesuai dengan asas penyelenggaraan puskesmas, pos kesehatan yang dikelolaoleh swasta atau
LSM, harus sepengetahuan dan dibawah koordinasi puskesmas/dinas kesehatan kabupaten/kota
setempat

 Mekanisme kerja pos kesehatan di lokasi pengungsi mengikuti mekanisme kerja puskesmas;
 Pos kesehatan harus melaporkan seluruh kegiatannya kepada puskesmas setempat (BA-3,
BA-4, BA-5, BA-6, BA-7);

 Pelayanan yang diselenggarakan meliputi pelayanan kesehatan dasar, yang untuk beberapa
hal disesuaikan dengan kondisi dan situasi setempat;

 Pelayanan tersebut mencakup promosi kesehatan, pelayanan gizi, pelayanan kesehatan ibu
dan anak serta keluarga berencana, pencegahan dan pemberantasan penyakit menular

 Disamping penyakit yang berpotensi KLB, penyakit tidak menular juga diamati seperti
trauma dan luka-luka;

 Apabila petugas kesehatan di pos kesehatan menemukan atau mencurigai kemungkinan


adanya peningkatan kasus‐kasus tersangka penyakit yang ditularkan melalui makanan
(foodborne diseases) ataupun penyakit lain yang jumlahnya meningkat dalam kurun waktu
singkat, maka petugas yang bersangkutan harus melaporkan keadaan tersebut secepat mungkin
ke puskesmas terdekat atau dinas kesehatan kabupaten/kota.

Kegiatan surveilans yang dilakukan di Pos Kesehatan

 Pengumpulan data kesakitan penyakit yang diamati dan kematian melalui pencatatan harian
kunjungan rawat jalan (form BA-3 dan BA-6);

 Validasi data agar data menjadi sahih dan akurat, pengolahan data kesakitan menurut jenis
penyakit dan golongan umur per minggu (form BA-4);

 Pembuatan dan pengiriman laporan (form BA‐5 dan BA‐7).

Kegiatan surveilans yang dilakukan di puskesmas

 Pengumpulan data kesakitan penyakit-penyakit yang diamati dan data kematian melalui
pencatatan harian kunjungan rawat jalan dan rawat inap Pos Kesehatan yang ada di wilayah kerja
(form BA-3, BA-6);

 Validasi data agar data menjadi sahih dan akurat;

 Pengolahan data kesakitan menurut jenis penyakit, golongan usia dan tempat tinggal per
minggu (form BA-4);

 Pembuatan dan pengiriman laporan (form BA‐5 dan BA‐7).

41
Kegiatan surveilans yang dilakukan di rumah sakit

 Pengumpulan data kesakitan penyakit yang diamati dan data kematian melalui pencatatan
rujuka kasus harian kunjungan rawat jalan dan rawat inap dari para korban bencana(form BA‐3,
BA‐6);

 Validasi data agar data menjadi sahih dan akurat;

 Pengolahan data kesakitan menurut jenis penyakit, golongan usia dan tempat tinggal per
minggu (form BA-4);

 Pembuatan dan pengiriman laporan (form BA‐5 dan BA‐7).

Kegiatan surveilans yang dilakukan di tingkat Kabupaten/Kota

 Pengumpulan data berupa jenis bencana, lokasi bencana, keadaan bencana, kerusakan sarana
kesehatan, angka kesakitan penyakit yang diamati dan angka kematian korban bencana yang
berasal dari puskesmas, rumah sakit, atau poskes khusus (form BA‐1, BA‐2);

 Surveilans aktif untuk penyakit tertentu (form BA‐3 dan BA‐6);

 Validasi data agar data menjadi sahih dan akurat;

 Pengolahan data kesakitan menurut jenis penyakit, golongan usia dan tempat tinggal per
minggu (form BA-4);

 Pertemuan tim epidemiologi kabupaten/kota untuk melakukan analisis data dan merumuskan
rekomendasi rencana tindak lanjut, penyebarluasan informasi

Kegiatan surveilans yang dilakukan di tingkat provinsi

 Pengumpulan data kesakitan penyakit-penyakit yang diamati dan kematian korban bencana
yang berasal dari dinas kesehatan kabupaten/kota (form BA‐1, BA‐2, BA-6 dan BA-7);

 Surveilans aktif untuk penyakit-penyakit tertentu;

 Validasi data agar data menjadi sahih dan akurat;

 Pengolahan data kesakitan menurut jenis penyakit, golongan usia dan tempat tinggal per
minggu (form BA-4);

 Pertemuan tim epidemiologi provinsi untuk melakukan analisis data dan merumuskan
rekomendasi rencana tindak lanjut, penyebarluasan informasi, pembuatan dan pengiriman
laporan (form BA‐5 dan form BA‐7).

42
PERAWATAN LUKA PADA KORBAN BENCANA

A. Konsep Luka

 Definisi :

 Luka a/ terputusnya kontinuitas suatu jaringan oleh karena adanya cedera atau
proses pembedahan (Agustina, 2009).

 Etiologi :

 Luka insisi, terjadi karena teriris oleh instrument yang tajam

 Luka memar, terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan dan dikarakteristikkan
oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak.

 Luka lecet, terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda lain yg biasanya dengan
benda yg tidak tajam

 Luka tusuk, terjadi akibat adanya benda seperti peluru atau pisau yg masuk ke
dlm kulit dgn diameter kecil

 Luka gores, terjadi akibat benda yang tajam seperti oleh kaca atau kawat

 Luka tembus, yaitu luka yg menembus organ tubuh biasanya pada bagian awal
masuk diameternya kecil tapi pada bagian ujung lukanya melebar

 Luka bakar, yaitu luka yg diakibatkan oleh paparan panas, misal api dan bahan
kimia

 Luka gigitan hewan, disebabkan adanya gigitan hewan liar atau piaraan.

B. Konsep Perawatan Luka

1. Pembersihan Luka

 Meningkatkan, memperbaiki dan mempercepat proses penyembuhan luka.

 Menghindari terjadinya infeksi.

 Membuang jaringan nekrosis.

 Langkah-Langkah pembersihan luka yaitu :

a. Irigasi dengan sebanyak-banyaknya dengan tujuan utk membuang jaringan


mati dan benda asing.

43
b. Hilangkan semua benda asing dan eksisi semua jaringan mati.

c. Berikan antiseptic.

d. Bila diperlukan tindakan ini dapat dilakukan dengan pemberian anastesi


local.

e. Bila perlu lakukan penutupan luka.

2. Penutupan Luka

 Mengupayakan kondisi lingkungan bersih sehingga proses penyembuhan


berlangsung optimal.

 Hindari penutupan primer pada luka terinfeksi dan meradang, luka kotor.

3. Pembalutan

 Pertimbangan dlm menutup dan membalut luka sangat tergantung pada penilaian
kondisi luka.

 Memilih balutan :

a. Permukaan lembab yg sedang dan seimbang.

b. Sesuai dengan kondisi luka.

c. Manajemen luka yg benar.

 Tujuan pembalutan :

a. Melindungi luka dari kontaminasi mikroorganisme.

b. Membantu hemostasis.

c. Mempercepat penyembuhan dengan cara menyerap drainase dan untuk


melakukan debridement luka.

d. Menyangga atau mengencangkan tepi luka.

e. Melindungi klien agar tdk melihat keadaan luka.

f. Meningkatkan isolasi suhu pada permukaan luka.

g. Sebagai fiksasi dan efek penekanan yg mencegah berkumpulnya rembesan darah


yang menyebabkan hematom.

h. Mempertahankan kelembaban yang tinggi diantara luka dengan balutan.

44
C. Klasifikasi Luka Berdasarkan Sifatnya :

 Luka Akut :

 Luka baru terjadi dan pada penyembuhannya sesuai periode waktu yg diharapkan
atau sesuai konsep penyembuhan luka akut, dengan kategori luka akut
pembedahan dan luka akut bukan pembedahan.

 Prinsip manajemen luka akut :

1. Luka akut mrpkn luka trauma yg biasanya segera mendapat penanganan


dan dapat sembuh dengan baik.

2. Tdk terjadi komplikasi serta sembuh sesuai konsep proses penyembuhan.

3. Re-Epitelisasi terjadi dalam 24-48 jam pertama.

4. Tdk melakukan penggantian balutan berulang-ulang.

5. Luka operasi dapat dianggap luka akut yang dibuat oleh ahli bedah.

6. Contoh : luka sayat, luka bakar, luka tusuk, crush injury.

 Luka kronis :

 Luka yg proses penyembuhannya mengalami keterlambatan atau bahkan


kegagalan.

 Prinsip perawatan luka kronik :

1. Pengkajian berkelanjutan.

2. Persiapan dasar luka.

3. Prinsip penanganan dengan steril dan bersih.

4. Peningkatan kualitas hidup pasien.

5. Pendidikan kesehatan pasien dan keluarga.

6. Perbaikan aktivitas kesehatan pasien sehari-hari hingga kemampuan


optimal.

perawatan luka korban bencana tsunami, dan gempa

45
 Jika seseorang mengalami luka akibat bencana, yang pertama harus diperhatikan adalah
melihat jenis lukanya.

 Selain itu perlu juga menentukan apakah luka tersebut membutuhkan pengobatan khusus
dari tenaga medis atau tidak.

 Jika luka yang dialami adalah luka tertutup berupa luka lecet atau gores, bagian tubuh
yang luka dapat digerakkan seperti biasa, dan tidak ada nyeri hebat pada luka,
kemungkinan besar luka tersebut dapat diobati sendiri.

 Meski begitu, luka seperti itu tak boleh dianggap sepele. Perawatan lukanya harus sangat
diperhatikan agar tak terjadi infeksi.

 Berikut ini yang harus dilakukan segera bila ada luka korban tsunami:

1. Hindarkan luka terkena air dari tsunami. Kondisi air yang kotor sisa tsunami rentan
membawa kuman yang bisa mengakibatkan infeksi.

2. Sebisa mungkin, segera cari air mengalir yang bersih (misalnya air minum dalam botol)
dan sabun. Lalu cuci luka dengan air mengalir dan sabun. Bersihkan luka dari pasir atau
kotoran lainnya. Bila perlu, gunakan sikat gigi yang lembut untuk membantu
membersihkan luka.

3. Jika berada dalam lingkungan yang aman dan bersih, luka boleh dibiarkan terbuka dan
sembuh dengan sendirinya.

 Jenis luka berikut ini membutuhan pertolongan khusus tenaga medis:

1. Luka terbuka (terlihat jaringan lunak, otot, atau banyak darah di daerah luka).

2. Terdapat kemerahan, bengkak, atau nanah di bagian tubuh yang mengalami luka.

3. Bagian tubuh yang mengalami luka sulit digerakkan karena amat nyeri.

4. Luka disertai adanya demam tinggi.

5. Luka disertai adanya kaku otot atau kejang otot.

6. Terdapat sesak napas, berdebar-debar, atau gangguan kesadaran.

 Pertolongan pertama yang harus dilakukan adalah:

 Cegah infeksi pada luka

 Untuk mencegah infeksi pada luka, orang yang akan merawat luka harus mencuci
tangannya dengan air bersih dan sabun terlebih dahulu. Jika tak ada air bersih,

46
Anda bisa menggunakan hand sanitizer. Sebisa mungkin, hindari menyentuh luka
terbuka dengan tangan.

 Hentikan perdarahan pada luka

 Lihat dengan saksama, apakah darah terus menerus mengalir pada luka tersebut.
Jika ya, carilah kain pembalut luka (perban) atau kain bersih lainnya. Selanjutnya,
letakkan perban pada daerah luka dan tekan bagian tersebut dengan tangan selama
setidaknya 3-5 menit terus menerus untuk menghentikan perdarahan. Setelah itu,
amati apakah perdarahannya sudah berhenti. Jika belum, lakukan hal yang sama
selama lima menit lagi. Begitu seterusnya.

 Cegah tetanus

 Untuk mencegah tetanus, nantinya tim medis akan memberikan vaksinasi dan
imunoglobulin antitetanus. Namun sebelum itu dilakukan, hal yang tak kalah
penting untuk mencegah tetanus adalah dengan mencuci luka dengan air mengalir
dan sabun. Alirkan air (misalnya air minum) ke daerah luka, lalu secara lembut
dan perlahan, gosok luka dengan air dan sabun hingga tak ada kotoran menempel
pada luka.

 Tutup luka dengan perban tahan air (waterproof)

 Jika yakin bahwa luka bisa dibersihkan dengan optimal, maka luka sebaiknya
ditutup setelah pencucian luka selesai. Idealnya, luka ditutup dengan perban tahan
air. Namun jika ini tak tersedia, sementara waktu bisa juga luka ditutup dengan
plastik yang bersih. Namun demikian, jika tak semua kotoran di daerah luka bisa
dibersihkan, justru sebaiknya luka tak ditutup. Penutupan luka justru akan
”menjebak” bakteri untuk berkembang biak di daerah luka.

 Konsumsi obat anti nyeri

 Jika rasa nyeri pada luka mulai terasa mengganggu, boleh mengonsumsi untuk
membantu meredakan nyeri. Obat antinyeri yang dijual bebas - misalnya
parasetamol – bisa menjadi pilihan.

D. Penanganan luka pada situasi Bencana

 Pencegahan Risiko Situasi Darurat – Risk Emergency Situation (A)

 Rencana persiapan dan manajemen perawatan luka (B), (C), (D), (E)

 Langkah Evaluasi (F)

 Kolaborasi multidisiplin (G)

47
 Pencegahan Risiko Situasi Darurat

1. Fase pertama difokuskan pada pencegahan risiko situasi darurat sebelum


melakukan manajemen perawatan luka.

2. Kode A – Airway and Manajement (Bersihkan jalan napas dan manajemen ABC
– Airway Breathing Circulasi).

3. Lakukan Survey Primer.

4. Apabila Kode A selesai, lanjutkan pengkajian sekunder.

 Persiapan perencanaan dan manajemen perawatan luka.

1. Tahap kedua a/ rencana persiapan dan prosedur perawatan luka yg memiliki 4


tahap tugas, yaitu Kode B, C, D dan E yg efisien dan bermanfaat utk mengukur
kondisi luka dan proses penyembuhan luka, serta utk meminimalkan risiko
infeksi.

2. Kode B – base line wound assessment (pengkajian luka utama),

 Dalam kondisi bencana luka akut setidaknya harus dikaji setiap 48 jam utk
melihat perkembangan penyembuhan luka dan mengevaluasi hasil dari
dressing yang digunakan.

 Hasil pengkajian harus dilaporkan dan didokumentasikan meliputi


karakteristik luka, termasuk lokasi, bentuk, ukuran, kedalaman, tepi,
undermining (destruksi jaringan yg terjadi dibawah kulit) dan tunneling
(saluran dari suatu luka yg menghubungkan subcutan atau otot),
karakteristik jaringan nekrotik, karakteristik drainase atau eksudat, warna
kulit disekitarnya, edema jaringan perifer dan indurasi dan adanya jaringan
granulasi dan epitelisasi.

3. Kode C – Cleaning - Pembersihan Luka


 Irigasi yg tepat (menuangkan cairan ke luka) dapat secara signifikan
menurunkan risiko infeksi.
 Cairan pembersih haruskan cairan mudah digunakan dan non sitotoksik
seperti normal saline atau air keran. Membuang jaringan mati atau benda
asing, jika tdk dpt menghindari infeksi maka harus lakukan debridement.
4. Kode D - Dressing dan Dokumentasi
 Luka yg dirawat dengan dressing modern dan aplikasi penyerap cairan
dari penyerapan moderate sampai banyak seperti hidrokoloid, calcium
alginate, zinc cream, foam.

48
 Dokumentasi utk penilaian luka harus menjadi bagian dari kebijakan dan
prosedur.
5. Kode E - Evaluasi dan Transfer
 Fase ini adalah kondisi unik tentang evakuasi, transfer antra triase dan
mengirim pasien setelah luka dibalut.
 Pasien akan dikirim ke 3 pilihan yaitu antara basecamp, posko rumah sakit
atau RSUD.
 Manajemen ABC harus dilakukan sebelum transport pasien.

 Evaluasi

1. Evaluasi penggantian balutan luka atau perawatan lanjutan adalah fase yang
sangat penting antara 3 hingga 5 hari karena merupakan pergantian dari proses
inflamasi ke tahap proliferasi.

2. Kode F - Follow Up.

 Follow up care atau re evaluasi adalah proses utk melihat perkembangan


atau dampak dari balutan topical yang diberikan.

 Perawat luka menggunakan skor indicator performance utk mengevaluasi


dan menilai perkembangan pasien terhadap outcame pasien dalam
kerangka tujuan.

 Pengkajian ulang luka dan pengkajian adanya inflamasi atau infeksi yg


persistent adalah focus dari evaluasi yang menunjukkan bahwa luka
membaik atau memburuk.

 Jika infeksi terjadi dan penggunaan balutan topical tdk tepat diiindikasikan
dengan adanya kegagalan perkembangan penyembuhan luka, maka rujuk
pasien ke rumah sakit.

 Kolaborasi

1. Pendekatan kolaborasi interprofesional atau multidisipin selama perawatan sejak


awal hingga fase rehabilitasi yg kurang lebih akan membutuhkan waktu 0-3
minggu akan membantu utk menyelamatkan nyawa pasien dan mencegah dari
kerusakan atau cidera lebih lanjut.

2. Pasien luka akan dikirim ke RS utk memperoleh perawatan intensif.

3. Kode G - Kolaborasi dan Pendekatan Multidisiplin.

49
 Jika luka bertambah buruk dan terinfeksi, surgical debridement dan
antibiotic sistemik sangat dibutuhkan utk mengatasi infeksi secara
signifikan.

 Buatlah rujukan segera apabila menemukan luka yg membutuhkan


perawatan lebih kepada praktisi yg lebih terampil dan memiliki
pengetahuan lebih.

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PADA PENANGGULANGAN BENCANA SERTA


PENDIDIKAN DAN KESIAPSIAGAAN BENCANA

Latar Belakang Dilakukannya Pemerdayaan Masyarakat Menghadapi Bencana

 Masyarakat merupakan orang terdampak dan penolong pertama (first responder) dalam
situasi krisis kesehatan secara mandiri.

 Berdasarakan Perka BNPB 01/2012, masyarakat perlu dibekali dalam konteks


pemberdayaan agar menjadi tangguh, bukan hanya siap menghadapi bencana.

 Beberapa kegiatan yang merupakan bentuk upaya pemberdayaan masyarakat adalah


membentuk desa siaga bencana/ desa tangguh bencana, RW/ RT siaga bencana, forum
masyarakat siaga bencana, sekolah siaga bencana dan sebagainya.

 Pemberdayaan masyarakat dalam penanggulangan krisis kesehatan adalah masyarakat


sebagai pelaku utama, masyarakat terlibat dan bermitra dengan fasilitator (pemerintah,
LSM) dalam rangka membangun kemandirian masyarakat.

 Pemberdayaan ini dilakukan melalui Upaya Kegiatan Bersumber Masyarakat (UKBM)


yang ada. Kegiatan UKBM dilakukan sejak saat sebelum, saat dan pasca krisis kesehatan

Tujuan Pemberdayaan Masyarakat saat terjadi Bencana

1. Terwujudnya komitmen masyarakat dalam menghadapi bencana


2. Terlaksananya kesiap dan kemampuan masyarakat dalam upaya penanggulangan bencana
3. Terwujudnya kesadaran dan kemampuan masyarakat dalam melaksanakan upaya
pengurangan risiko bencana
4. Terwujudanya masyarakat sadar dan akrab bencana

Pemberdayaan Masyarakat adalah Upaya proses Fasilitasi individu, keluarga dan Masyarakat
Untuk

1. Mengambil tanggung jawab atas diri, keluarga, dan masyarakat dalam penguragan risiko
bencana.

50
2. Menegembangkan kemampuan untuk berperan dalam upaya pengurangan risiko bencana
bagi diri sendiri dan masyarakat sehingga termotivasi untuk mengenali ancaman bencana
dan risikonya.
3. Menjadikan pelaku/perintis dalam upaya pengurangan risiko dan menjadi pemimpin
pergerakan masyarakat yang dilandasi semangat gotong royong, kebersamaan, dan
kemandirian.

Sasarannya:

1. Individu sebagai kader (pelopor dan tauladan)


2. Kelompok/lembaga masyarakat menuju tangguh
3. Lembaga usaha
4. Masyarakat edukasi/akademisi

Prinsip pemberdayaan Masyarakat :

1. Sesuai dengan budaya, kebutuhan, dan potensi masyarakat.


2. Mendapat informasi dan kesempatan
3. Meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan
4. Peran pemerintah hanya sebagai pendorong, pendamping, facilitator, dan asistensi
5. Kemitraan

Ciri Pemberdayaan

1. Pemimpin berasal dari masyarakat


2. Merupakan organisasi masyarakat
3. Pembiayaan dari masyarakat
4. Sarana dan prasaran dari masyarakat
5. Pemahaman pengetahuan masyarakat
6. Pemanfaatan teknologi masyarakat
7. Penetapan keputusan oleh masyarakat

Proses Pemberdayaan

1. Menyiapkan sumber daya. Pada tahap awal perlu dipersiapkan sumber daya manusia,
logistic, alat, media, dan informasi yang diperlukan.
2. Melakukan pendekatan (advokasi ke tomas, toga, toda, pemerintah nagari/jorong) untuk
memperoleh dukungan.
3. Membentuk kelompok kerja (pokja/ksb) di masyarakat pokja ini sebagai wadah untuk
komunikasi dan informasi membahas berbagai keperluan berkaitan dengan
pemberdayaan.
4. Mengidentifikasi anggota masyarakat yang akan dilatih/diberdayakan (sebagai kader)

51
5. Melakukan pelatihan dengan memberikan pengetahuan tentang ancaman/potensi, dan
risiko bencana pada daerah masing-masing.
6. Melakukan pembinaan untuk keberlangsungan kegiatan.

Peraturan menteri sosial RI No 128 Tahun 2011 tentang Kampung Siaga Bencana

KAMPUNG SIAGA BENCANA (KSB)

 Dibentuknya kampung siaga bencana adalah untuk meningkatkan kapasitas masyarakat


agar lebih siap siaga untuk menghadapi kerawanan kerentanan dan resiko bencana

 Dengan diadakan kegiatan Kampung Siaga Bencana (KSB) diharapkan meningkatkan


kapasitas masyarakat lebih siap untuk menghadapi kerentanan dan risiko bencana
sehingga masyarakat yang tinggal didaerah bencana dapat melakukan penanggulangan
dengan tepat, cepat dan tanggap dengan semangat gotong royong.

 Dibentuknya KSB dapat meningkatkan rasa kebersamaan, kesadaran saling andarbeni


dengan saling asah dan asuh akhirnya terwujud masyarakat ayem tentrem mulyo lan
tinoto.

Maksud, Tujuan Dan Ruang Lingkup Kampung Siaga Bencana

 KSB dibentuk dengan maksud untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat dari
ancaman dan risiko bencana dengan cara menyelenggarakan kegiatan pencegahan dan
penanggulangan bencana berbasis masyarakat melalui pemanfaatan sumber daya alam
dan manusia yang ada pada lingkungan setempat.

Pembentukan KSB bertujuan untuk :

 Memberikan pemahaman dan kesadaran masyarakat tentang bahaya dan risiko bencana;

 Membentuk jejaring siaga bencana berbasis masyarakat dan memperkuat interaksi sosial
anggota masyarakat;

 Mengorganisasikan masyarakat terlatih siaga bencana;

 Menjamin terlaksananya kesiapsiagaan bencana berbasis masyarakat yang


berkesinambungan; dan

 Mengoptimalkan potensi dan sumber daya untuk penanggulangan bencana.

Ruang Lingkup KSB

 Ruang lingkup peraturan ini mengatur mengenai Pembentukan KSB, Keanggotaan Tim,
Pelaksanaan Kegiatan, Kewenangan Pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah

52
kabupaten/kota, Pendanaan, Pemantauan dan Evaluasi, Pembinaan dan Pengawasan,
Pelaporan KSB.

 KSB ditetapkan oleh bupati/walikota.

 Masyarakat dapat mengusulkan pembentukan KSB kepada bupati/walikota.

KSB Harus Memenuhi Syarat-Syarat :

 Daerah yang akan dibentuk sebagai KSB harus memiliki kerawanan terhadap jenis
bencana tertentu; dan

 Adanya kesiapan dan peran serta aktif masyarakat yang bermukim di daerah rawan
bencana untuk membentuk KSB.

Tata Cara Pembentukan KSB

 Masyarakat di daerah rawan bencana melakukan musyawarah untuk memilih


keanggotaan Tim KSB.

 Tim KSB mengusulkan penetapan KSB kepada bupati/walikota melalui dinas/instansi


sosial yang dilengkapi dengan rekomendasi kepala desa/lurah dan camat setempat.

 Bupati/walikota menetapkan nama, lokasi, dan Tim KSB.

Hakikat dari kegiatan kampung siaga bencana adalah mitigasi

Pendekatan penguatan kampung siaga bencana melalui social engineering (rekayasa social)
yaitu:

Menggunakan modal social potensi local (kearifan lokal) atau local wisdom yang diolah
sedemiakan rupa agar menjadi suatu instrumen pelembagaan azas-azas penanggulangan bencana
agar dapat dilakukan secara berkesinambungan (sustainable).

MANAGEMEN BENCANA BERDASARKAN KARAKTERIKTIK BENCANA DAN


EVIDENCE BASED PRACTICE PADA KEPERAWATAN BENCANA

Definisi

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu
kehidupan dan penghidupan masyarakat yang di sebabkan, baik oleh faktor alam serta faktor
non-alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,
kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis

53
Jenis bencana berdasarkan penyebab

Menurut UU no 24 tahun 2007

1. Bencana Alam

Bencana yang di akbitkan oleh alam antara lain, gempa bumi, tsunami, tanah longsor,
gunung meletus, banjir, kekeringan, dan angin topan

2. Bencana non-alam.

Bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa oleh non alam
diantaranya: gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi dan wabah penyakit.

3.Bencana sosial.

Bencana yang dikibatkan karena ulah manusia diantarnya konflik sosial antar kelompok
atau antar komunitas masyarakat dan teror.

Manajemen Bencana

Tujuan:

1. Mencegah kehilangan jiwa

2. Mengurangi penderitaan manusia

3. Memberi informasi masyarakat dan pihak berwenang mengenai aspek resiko

4. Mengurangi kerusakan infrastruktur utama, harta benda dan kehilangan sumber


ekonomis.

Manajemen bencana

Managemen bencana adalah seluruh kegiatan yang meliputi aspek perencanaan dan penanganan
bencana, pada sebelum, saat dan sesudah terjadi bencana mencakup pencegahan, mitigasi,
kesiapsiagaan, tanggap darurat dan pemulihan.

Paradigma baru penanggulangan atau manajemen bencana yang berkembang saat ini
menekankan terhadap pentingnya pemahaman bencana dalam pembangunan, manajemen terpadu
penanganan bencana, mengembangkan mitigasi bencana berbasis masyarakat dan mengelola
bencana dengan otonomi daerah.

Karakteristik Bencana Alam

Gempa Bumi

54
 Teori tektonik lempeng : bumi terdiri dari berbagai lempeng yang saling bergerak satu
sama lain.

 Pergerakan ini dapat mengakibatkan terbentuknya akumulasi energi dan tegangan yang
cukup tinggi pada kerak bumi, yang kemudian suatu saat dapat terlepaskan secara tiba-
tiba dan menghasilkan kejutan gempabumi (earthquake) yang dahsyat.

 Jenis ini di kenal sbg gempa bumi tektonik yang sangat berbahaya

 gempabumi merupakan suatu gejala fisik alamiah yang umumnya ditandai dengan
bergetarnya bumi, sehingga memberikan bahaya dan ancaman yang lebih lanjut dapat
menimbulkan bencana.

 Di permukaan bumi, getaran tersebut dapat mengakibatkan kerusakan dan keruntuhan


bangunan serta dapat menimbulkan korban jiwa.

 Terjadinya tanah longsor, runtuhan batuan dan kerusakan tanah lainnya yang merusakkan
permukiman disekitarnya.

Terjadi kebakaran, kecelakaan industri dan transportasi dan juga banjir akibat runtuhnya
bendungan dan tanggul tanggul penahan lainnya

Efek gempa bumi terhadap suatu komunitas masyarakat umumnya dapat ditinjau dari kerusakan
bangunan dan banyaknya korban. Kerusakan bangunan yang ditimbulkan gempa sangat
bergantung pada beberapa parameter, yaitu • Jarak terhadap pusat gempa

• Kedalaman pusat gempa

• Besaran gempa

• Lama getaran gempa

• Banyaknya frekuensi getaran tanah

• Kondisi geologi dan tanah setempat

• Kelenturan, kekuatan dan kesatuan bangunan itu sendiri

Mitigasi

 Membuat peta-peta daerah rawan gempa bumi.

 Identifikasi tempat-tempat yang retak/pergeseran

 Identifikasi terhadap resiko yang mungkin yang mungkin terjadi akibat gempa bumi.

 Setiap bangunan di rencanakan sesuai dg karakteristik gempa bumi yang ada.

55
 Masyarakat di bekali pengetahuan tentang karakteristik bahaya gempa dan tindakan yg
dapat mengurangi kerugian akibat bencana gempa

Tsunami

 Gelombang panjang yang timbul karena adanya perubahan dasar laut atau perubahan
badan air yang terjadi secara tiba-tiba dan impulsif, akibat gempabumi, erupsi volkanik,
longsoran bawah laut atau runtuhan gunung es, atau bahkan akibat terjangan benda-benda
angkasa ke permukaan laut.

 Tsunami umumnya didahului oleh tanda-tanda alami sebelum datangnya tsunami seperti
gempabumi dan suara yang tidak normal datang dari arah laut, maka segeralah kita dan
mengajak orang di sekitar kita untuk melarikan diri menuju tempat yang lebih tinggi

Mitigasi

 Membuat penghalang atau peredam gelombang.

 Peredaman gelombang secara alami dapat dilakukan dengan membangun kawasan


penyangga (buffer zone) di kawasan pesisir dengan vegetasi pantai, seperti hutan pantai
atau mangrove.

 Penghalang gelombang buatan seperti konstruksi pemecah ombak (breakwater) dan


dinding pantai (seawall), dapat dibangun meskipun umumnya memerlukan biaya yang
lebih mahal.

 Pembangunan sistem peringatan dini

Peringatan dini perlu dilakukan dengan melibatkan partisipasi masyarakat setempat

Letusan Gunung Api

 Gunungapi (volcano) adalah suatu bentuk timbulan di permukaan bumi, yang dapat
berbentuk kerucut besar, kerucut terpancung, kubah atau bukit, akibat oleh adanya
penerobosan magma ke permukaan bumi.

 Beberapa bahaya letusan gunungapi antara lain berupa aliran lava, lontaran batuan pijar,
hembusan awan panas, aliran lahar dan lumpur, hujan abu, hujan pasir, dan semburan gas
beracun.

 pemantauan gunungapi menjadi suatu hal yang cukup krusial dalam usaha mengurangi
dampak akibat bahaya ini.

Pemantauan ini dilakukan untuk menghasilkan informasi tingkat aktivitas gunungapi dalam 4
(empat) tingkatan, yaitu aktif normal, waspada, siaga, dan awas

56
Level tingkatan bahaya gunungapi di Indonesia.

Level I Aktif Normal Kegiatan gunungapi berdasarkan pengamatan dari hasil visual, kegempaan
dan gejala volkanik lainnya tidak memperlihatkan adanya kelainan.

Level II Waspada Terjadi peningkatan kegiatan berupa kelainan yang tampak secara visual atau
hasil pemeriksaan kawah, kegempaan dan gejala volkanik lainnya.

Level III Siaga Peningkatan semakin nyata hasil pengamatan visual/pemeriksaan kawah,
kegempaan dan metoda lain saling mendukung. Berdasarkan analisis, perubahan kegiatan
cenderung diikuti letusan.

Level IV Awas Menjelang letusan utama, letusan awal mulai terjadi berupa abu/asap.
Berdasarkan analisis data pengamatan, segera akan diikuti letusan utama

Longsoran

 Longsoran (landslide) merupakan pergerakan masa batuan dan/atau tanah secara


grafitasional yang dapat terjadi secara perlahan maupun tiba-tiba.

 Longsoran dapat terjadi secara alami maupun dipicu oleh adanya ulah manusia.

Longsoran secara umum selalu menepati intensitas kejadian yang paling banyak, serta dapat
terjadi secara bersamaan dengan bencana alam geologi lainnya, seperti gempabumi dan letusan
gunungapi

Mitigasi

 Penghijauan lereng atau lahan, pengaturan drainase air, pemberian perkuatan lereng, dan
masih banyak lagi beberapa aktifitas lainnya.

 Mengindari mendirikan rumah tinggal lerenglereng yang curam, di tepi tebing atau
bahkan di bawah suatu tebing yang terjal.

 Pengetahuan masyarakat yang cukup akan potensi bencana alam atau bahaya longsoran.

 Mengetahui tanda-tanda umum dan menyebarkan informasi akan terjadi longsoran

Tanda-tanda umum yang harus diwaspadai akan adanya longsoran antara lain :

• Lapisan tanah yang searah kemiringan lereng

• Curah hujan yang tinggi

• Curah hujan tidak tinggi tetapi terus-menerus dalam waktu lama

• Susunan tanah atau batuan yang lolos air di atas yang kompak dan relatif kedap air

57
• Rembesan air pada lereng atau munculnya mata air baru secara tiba-tiba

• Munculnya tetakan pada lereng dan retakan-retakan di lereng yang sejajar dengan arah
tebing.

• Tebing rapuh dan kerikil mulai berjatuhan

PENANGANAN BENCANA: PRA – SAAT – PASCA BENCANA

Tahapan Bencana

Pra Bencana (Pra Disaster)

 Durasi mulai saat sebelum terjadi bencana sampai tahap serangan atau impact

 Tahap yang sangat strategis

 Masyarakat perlu di latih tanggap terhadap bencana yang akan menimpanya

 Latihan pada petugas dan masyarakat akan berdampak terhadap jumlah korban

 Latihan yg buat masyarakat : Kemampuan minta tolong, kemampuan menolong diri


sendiri, menentukan arah evakuasi yang tepat, memberikan pertolongan serta melakukan
transfortasi.

Peran Petugas kesehatan dalam fase Pra Disaster

a. Tenaga kesehatan mengikuti pelatihan dan pendidikan yang berhubungan dengan


penanggulangan ancaman bencana untuk tiap fasenya.
b. Tenaga kesehatan ikut terlibat dalam berbagai dinas pemerintah, organisasi lingkungan, palang
merah nasional, maupun lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam memberikan penyuluhan dan
simulasi persiapan menghadapi bencana kepada masyarakat.
c. Tenaga kesehatan terlibat dalam program promosi kesehatan untuk meningkatkan kesiapan
masyarakat dalam menghadapi bencana yang meliputi hal-hal berikut ini:
1. Usaha pertolongan diri sendiri ketika ada bencana.

2. Pelatihan pertolongan pertama dalam


keluarga seperti menolong anggota
keluarga yang lain
3. Tenaga kesehatan dapat memberikan beberapa alamat dan nomor telepon darurat seperti dinas
kebakaran, rumah sakit dan ambulance.

Tahapan Bencana (Impact)

 Bisa terjadi beberapa detik sampai beberapa minggu atau bahkan bulan

 Contoh. Angin puting beliung, tsunami aceh dan lumpur lapindo

58
Peran tenaga kesehatan pada fase Impact adalah:

a. Bertindak cepat

b. Do not promise, tenaga kesehatan seharusnya tidak menjanjikan apapun secara pasti dengan
maksud memberikan harapan yang besar pada korban selamat

c. Berkonsentrasi penuh terhadap apa yang dilakukan

d. Koordinasi dan menciptakan kepemimpinan untuk setiap kelompok yang menanggulangi


terjadinya bencana

Tahapan Emergency

 Dimulai sejak berakhirnya serangan bencana yang pertama sampai terjadi rekonstruksi

 Bisa terjadi beberapa minggu sampai beberapa bulan

 Korban membutuhkan bantuan medis, awam yang terampil. Alat evakuasi, Makanan, dan
pakaian

 Mini hospital dilapangan

Peran tenaga kesehatan ketika fase emergency

a. Memfasilitasi jadwal kunjungan konsultasi medis dan cek kesehatan sehari-hari.

b. Tetap menyusun rencana prioritas asuhan ketenaga kesehatan harian.

c. Merencanakan dan memfasilitasi transfer pasien yang memerlukan penanganan kesehatan di RS.

d. Mengevaluasi kebutuhan kesehatan harian.

e. Memeriksa dan mengatur persediaan obat, makanan, makanan khusus bayi, peralatan kesehatan.

f. Membantu penanganan dan penempatan pasien dengan penyakit menular maupun kondisi kejiwaan
labil hingga membahayakan diri dan lingkungan.

g. Mengidentifikasi reaksi psikologis yang muncul pada korban (ansietas, depresi yang ditunjukkan
dengan seringnya menangis dan mengisolasi diri) maupun reaksi psikosomatik (hilang nafsu makan,
insomnia, fatigue, mual muntah, dan kelemahan otot).

h. Membantu terapi kejiwaan korban khususnya anak-anak, dapat dilakukan dengan memodifikasi
lingkungan misalkan dengan terapi bermain.

i. Memfasilitasi konseling dan terapi kejiwaan lainnya oleh para psikolog dan psikiater.

j. Konsultasikan bersama supervisi setempat mengenai pemeriksaan kesehatan dan kebutuhan masyarakat
yang tidak mengungsi.

59
Tahap Rekonstruksi (Pasca bencana)

 Mulai di bangun tempat tinggal, sarana umum, jalan atau pasar dan tempat pertemuan umum

 Dilakukan rekonstruksi budaya yang diharapkan kehidupan seyelah bencana akan menjasi lebih
baik.

 Momentum buat pemerintah

Peran tenaga kesehatan pada fase rekonstruksi adalah:

a. Tenaga kesehatanan pada pasien post traumatic stress disorder (PTSD).

b. Ttim kesehatan bersama masyarakat dan profesi lain yang terkait bekerjasama dengan unsur lintas
sector menangani masalah kesehatan masyarakat pasca gawat darurat serta mempercepat fase pemulihan
(Recovery) menuju keadaan sehat dan aman.

Siklus Manajemen Bencana

1. Penanganan Darurat; yaitu upaya untuk menyelamatkan jiwa dan melindungi harta serta
menangani gangguan kerusakan dan dampak lain suatu bencana. Sedangkan keadaan darurat
yaitu kondisi yang diakibatkan oleh kejadian luar biasa yang berada di luar kemampuan
masyarakat untuk menghadapinya dengan sumber daya atau kapasitas yang ada sehingga tidak
dapat memenuhi kebutuhan kebutuhan pokok dan terjadi penurunan drastis terhadap kualitas
hidup, kesehatan atau ancaman secara langsung terhadap keamanan banyak orang di dalam suatu
komunitas atau lokasi.

2. Pemulihan (recovery) adalah suatu proses yang dilalui agar kebutuhan pokok terpenuhi

Proses recovery terdiri dari:

a. Rehabilitasi : perbaikan yang dibutuhkan secara langsung yang sifatnya


sementara atau berjangka pendek.
b. Rekonstruksi : perbaikan yang sifatnya permanen.

3. Pencegahan (prevension); upaya untuk menghilangkan atau mengurangi kemungkinan timbulnya suatu
ancaman. Namun perlu disadari bahwa pencegahan tidak bisa 100% efektif terhadap sebagian besar
bencana.

4. Mitigasi (mitigation); yaitu upaya yang dilakukan untuk mengurangi dampak buruk dari suatu
ancaman. Misalnya: penataan kembali lahan desa agar terjadinya banjir tidak menimbulkan kerugian
besar.

5. Kesiap-siagaan (preparedness); yaitu persiapan rencana untuk bertindak ketika terjadi (kemungkinan
akan terjadi) bencana. Perencanaan terdiri dari perkiraan terhadap kebutuhan-kebutuhan dalam keadaan
darurat danidentifikasi atas sumber daya yang ada untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Perencanaan ini
dapat mengurangi dampak buruk dari suatu ancaman.

60
Struktur organisasi

1. Team Pendukung

Kelompok ini melakukan analisis kemungkinan-kemungkinan dari resiko yang terjadi di Rumah
Sakit. Beberapa tanggung jawab mereka adalah:

a. Mengamankan perlengkapan rumah sakit


b. Menyiapkan peralatan yang dibutuhkan setelah bencana, termasuk
air bersih, makanan dan pengobatan yang dibutuhkan.
c. Menggambar dari peta daerah tersebut lokasi dari rumah sakit serta
mengidentifikasi tempat yang aman atau yang berbahaya.
d. Mengaktifkan sistem manajemen bencana di rumah sakit

2. Team Manajemen Informasi

Bagian aktifitas dari kelompok manajemen informasi selama bencana, adalah:

a. Waspada terhadap kondisi yang mungkin bisa terjadi saat itu.


b. Menyediakan informasi dan panduan untuk pasien dan personal rumah sakit lainnya.
c. Mengatur informasi dan menghubungkan informasi tersebut pada setiap team pencarian,
penampungan, pemadam kebakaran serta team pendukung.
d. Memeriksa setiap pintu keluar darurat serta jalan-jalan yang saling digunakan.
e. Kewaspadaan publik melalui media massa.
f. Memberikan list dari nomer telepon darurat untuk kepentingan pasien yang
membutuhkan.
g. Melaporkan segala akibat dari bencana

3. Team Pencarian
Kelompok ini bertujuan untuk pencarian dan penyelamatan pada saat dan selama terjadinya
bencana. Kegiatan utama
mereka adalah:
a. Membangun penyidikan untuk mencari korban dan yang terjebak
b. Melakukan observasi dari kerusakan di daerah tersebut dan mencegah orang untuk masuk di
daerah tersebut
c. Memindahkan dan mengevakuasi yang cedera dari tempat yang berbahaya ke tempat yang
aman.

4. Team Penampungan Sementara


Kelompok ini termasuk penempatan tenda, tempat penampungan sementara atau tenda darurat
setelah bencana. Beberapa aktifitas mereka adalah:
a. Melakukan list kondisi fisik dari setiap pasien untuk mengidentifikasi siapa

61
diantara mereka yang membutuhkan perawatan lebihdalam kondisi emergency.
b. Mengidentifikasi list dari pasien yang mana tidak membutuhkan bantuan yang darurat.
c. Menyediakan asisten atau bantuan pada yang terluka, terutama pada orang yang membutuhkan
bantuan alat-alat kesehatan
d. Menyediakan alat-alat kesehatan seperti alat-alat kesehatan yang steril, pelayanan kesehatan
dan peralatan medis yang bisa dimobiliasikan.
e. Kebutuhan emergency bagi pasien termasuk suplai air dan distribusi makanan dan obatobatan
diantara pasien dan yang terluka.
f. Menyediakan tempat penampungan bagi korban, pasien maupun yang terluka pada daerah
yang aman.

5. Team Pemadam Kebakaran


Kemungkinan untuk terjadinya kebakaran ketika terjadi bencana adalah sangat tinggi, kelompok
pemadam kebakaran mempunyai tugas sebagai berikut:
a. Memeriksa gedung rumah sakit akan kemungkinan terjadinya kebakaran
b. Menyiapkan panduan untuk keamanan dari terjadinya kebakaran
c. Menyediakan sistem penanggulangan terjadinya kebakaran di Rumah Sakit ketika bencana
d. Melatih secara perseorangan untuk menjadi team pemadam kebakaran dan menyarankan
mereka untuk tenang ketika
terjadi kebakaran
e. Melakukan evakuasi di Rumah Sakit apabila terjadi kebakaran

6. Team Pemulihan
Bagian dari team pemulihan adalah:
a. Pemulihan jangka panjang dan membantu
menstabilkan kondisi rumah sakit
b. Melakukan pelayanan kesehatan ulang di rumah sakit
c. Menyediakan bantuan fisik dan psikologis pada pasien, korban yang terluka dan pada mereka
yang kehilangan anggota keluarganya.

7. Team Rekonstruksi
Bagian dari tanggung jawab team rekonstruksi adalah
a. Mempertimbangkan area yang rusak dari
rumah sakit
b. Merekonstruksi struktur kerusakan yang ada di Rumah Sakit
c. Pembangunan jangka panjang dari gedung

EMERGENCY RESPONSE PLAN

Emergency Response Plan

62
Sistem penanganan tanggap darurat/bencana yang terintegrasi antara beberapa departemen
mencakup diantaranya HRD, keamanan, kesehatan, termasuk K3 untuk menanggulangi
kejadian bencana secara menyeluruh, terencana efektif & efisien.

Kedaruratan

Suatu keadaan yang harus ditangani dengan segera dan tindakan yang luar biasa akibat
terjadinya suatu kejadian dan ikutannya yang dapat mengancam nyawa, harta benda, jam
kerja/sumber penghasilan dan kesejahteraan masyarakat/pekerja.

Keadaan Darurat Menurut OHSAS 18001:2007 klausul 4.4.7 Emergency Preparedness and
Response (Persiapan Tanggap Darurat).

 Kebakaran yang tidak mampu dipadamkan Regu Pemadam Kebakaran


Perusahaan dalam waktu singkat.

 Peledakan spontan pada tangki, bin, silo, dsb.

 Kebocoran gas/cairan/bahan material berbahaya lainnya dalam sekala besar dan tidak
bisa diatasi dalam waktu singkat.

 Bencana alam di lingkungan Perusahaan (Banjir, Gempa Bumi, Angin Ribut, Gunung
Meletus, dsb).

 Terorisme (Ancaman Bom, Perampokan, dsb).

 Demonstrasi/Unjuk Rasa/Huru-hara di dalam/di luar lingkungan Perusahaan.

 Kecelakaan /Keracunan Massal.

Bencana

Peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan
penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam
maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. (UU 24/2007 tentang
Penanggulangan Bencana)

3 Masalah Krusial Saat Terjadinya Kedaruratan Atau Bencana

63
1. Waktu = Terbatas, singkat.

2. Kebutuhan = Luar biasa, diluar kebutuhan rutin.

3. Koordinasi = Memerlukan kolaborasi antar departemen/lembaga dan pihak luar.

Jenis-jenis Keadaan Darurat & Bencana

Keadaan Darurat Di Kantor dll

1. Kebakaran 5. Keracunan

2. Ledakan 6. Tabrakan

3. Terjatuh 7. Tenggelam

4. Wabah 8. Dll

Pernyataan darurat dari lingkup kantor, sekolah, ponpes, dll.

Bencana Di Kantor

1. Gempa bumi 4. Pandemik

2. Banjir 5. Kebocoran gas/nuklir

3. Tanah longsor 6. Dll.

Ada pernyataan situasi bencana dari Pemerintah.

Identifikasi Hazards, Analisa Risiko & Pengurangan/ Pengendalian Risiko

1. Lakukan identifikasi ancaman kedaruratan atau bencana.

2. Analisa risiko bila ancaman terjadi.

3. Penentuan tindakan pengurangan/ pengendalian risiko

Bentuk Sistem Komando Penanganan Darurat / Bencana Tingkat Kantor / Sekolah / Ponpes

“Satu kesatuan upaya terstruktur dalam satu komando yang digunakan untuk
mengintegrasikan kegiatan penanganan darurat secara efektif dan efisien dalam

64
mengendalikan ancaman/penyebab bencana dan menanggulangi dampak pada saat keadaan
darurat bencana”.

Bentuk Sistem Komando Penanganan Darurat/Bencana Tingkat Kantor/ Sekolah/ Ponpes

 Sistem komando harus memiliki 5 fungsi dasar, yaitu:

 komando, kendali, koordinasi, komunikasi & informasi;

 perencanaan;

 operasi; = Perlu dibentuk Tim Penanganan Darurat

 logistik;

 administrasi & keuangan.

Tugas dan Fungsi

 Menentukan dan menanggulangi keadaan darurat Perusahaan.

 Melaksanakan latihan tanggap darurat bersama serta melibatkan seluruh karyawan


secara berkala.

 Melaksanakan pertemuan rutin/non-rutin kinerja Tim Tanggap Darurat.

PERSONIL ERP

 Pegawai (top position to lower position)

 Secara sukarela

 Sehat secara jasmani & rohani, mampu memberikan komando/perintah baik lisan
maupun isyarat.

INCIDENT COMMANDER/ KETUA

 Menentukan dan memutuskan Kebijakan Tanggap Darurat Perusahaan

 Mengajukan anggaran dana yang berkaitan dengan sarana dan prasarana tanggap darurat
Perusahaan.

65
 Mengundang partisipasi seluruh karyawan untuk melangsungkan latihan tanggap darurat
di lingkungan Perusahaan.

 Menjadwalkan pertemuan rutin maupun non-rutin Tim Tanggap Darurat.

 Menyusun rencana pemulihan keadaan darurat Perusahaan.

DEPUTY IC/WAKIL KETUA

 Membuat laporan kinerja Tim Tanggap Darurat.

 Melakukan pemantauan kebutuhan dan perawatan sarana dan prasarana tanggap darurat
Perusahaan.

 Melaksanakan kerja sama dengan pihak terkait yang berkaitan dengan tanggap darurat
Perusahaan.

 Membantu tugas-tugas Ketua apabila Ketua berhalangan.

FLOOR WARDEN/CAPTAIN

 Adalah petugas lantai yang bertanggung jawab memimpin para karyawan dilantainya
bila terjadi keadaan darurat.

 Tugas:

 Memahami Prosedur Evakuasi, Tanggap Darurat, Pintu Darurat, Assembly Area


dan tehnik berkomunikasi.

 Memahami letak dan tata cara pemakaian APAR, sistem alarm, ketentuan
evakuasi dll.

 Memastikan seluruh karyawan disektornya telah memahami Prosedur Evakuasi


yang telah ditetapkan.

 Saat keadaan darurat, memandu semua karyawan di lantainya, evakuasi melalui


tangga darurat ke tempat aman (Assembly Area)

 Memastikan bahwa seluruh karyawan di lantainya telah meninggalkan tempat


berbahaya.

 Melakukan absensi/laporan setelah evakuasi.

66
 Mengetahui siapa-siapa yang membutuhkan bantuan khusus (cacat / hambatan)
bila perlu minta bantuan First Aider.

 Melaporkan kondisi karyawan & tamu dari lantai yang menjadi tanggung
jawabnya kepada Meeting Point Warden

 Bertanggung jawab atas peralatan Tanggap Darurat yang tersedia.

MEETING POINT WARDEN

 Adalah petugas yang bertanggung jawab memimpin para FW untuk mengumpulkan


karyawan yang menjadi tanggung jawabnya di titik kumpul.

 Tugas:

 Memastikan FW dan Petugas Evakuasi memandu karyawan dan tamu ke titik


kumpul.

 Menerima laporan FW dan PE.

 Berkoordinasi dan memerintahkan tim First Aid dan Damkar untuk bekerja bila
dibutuhkan.

 Berkoordinasi dengan Petugas Komunikasi, Logistik dan Transportasi.

PETUGAS FIRST AID/ PERTOLONGAN PERTAMA

 Melaksanakan tindakan P3K.

 Melaporkan segala kekurangan/kerusakan sarana dan prasarana P3K di lingkungan


Perusahaan kepada Koordinator, Wakil maupun Ketua Tim Tanggap Darurat.

 Melaporkan kepada Koordinator ataupun wakil Unit Tanggap Darurat jika terdapat
korban yang memerlukan tindakan medis lanjut pihak ke tiga di luar Perusahaan.

PETUGAS PEMADAM KEBAKARAN

 Melangsungkan pemadaman kebakaran menggunakan semua sarana pemadam api di


lingkungan Perusahaan secara aman, selamat dan efektif.

67
 Melaporkan segala kekurangan/kerusakan sarana dan prasarana pemadam api di
lingkungan Perusahaan kepada Koordinator, Wakil maupun Ketua Tim Tanggap
Darurat.

PETUGAS EVAKUASI

 Memimpin prosedur evakuasi secara aman, selamat dan cepat.

 Melaporkan segala kekurangan/kerusakan sarana dan prasarana evakuasi di lingkungan


Perusahaan kepada Meeting Point Warden, Wakil maupun Ketua Tim Tanggap Darurat.

 Melaporkan adanya korban tertinggal, terjebak ataupun terluka kepada Regu P3K/First
Aid, Koordinator maupun wakil Tim Tanggap Darurat.

LOGISTIK

Mengakomodasi kebutuhan umum tanggap darurat (makanan, minuman, pakaian, selimut,


pakaian, dsb).

TRANSPORTASI

Mengakomodasi sarana transportasi darurat dari dalam/luar lingkungan Perusahaan.

PENGHUBUNG/CARAKA

internal

• Memantau perkembangan penanganan kondisi darurat dan menjembatani komunikasi


antar regu Unit Tanggap Darurat.

• Memastikan alur komunikasi antar regu Unit Tanggap Darurat dapat dilangsungkan
secara baik dan lancar.

eksternal

• Memantau seluruh informasi internal dan mengakomodasi informasi/ pemberitaan untuk


pihak luar.

• Menghubungi pihak eksternal terkait untuk kepentingan tanggap darurat


(Kepolisian/Damkar/BPBD/PMI/Warga).

SECURITY/KEAMANAN

68
Melaksanakan tindakan keamanan internal maupun eksternal selama berlangsungnya tanggap
darurat Perusahaan.

Prosedur-prosedur dalam situasi darurat atau bencana (masing-masing dibuatkan protap-


protapnya)

1. Penyelamatan diri

2. Evakuasi

3. Berkumpul di titik kumpul

4. Pemadaman awal kebakaran

5. Pertolongan pertama

6. Lockdown

7. Komunikasi

CONTOH PENYELAMATAN DIRI SAAT GEMPA TERJADI

1. DROP “Jatuhkan” diri anda/bersujud di mana Anda berada. Posisi ini dapat
melindungi Anda dari terjatuh dan juga memungkinkan Anda untuk tetap rendah dan
merangkak ke tempat berlindung jika berdekatan.

2. LINDUNGI kepala dan leher Anda dengan satu tangan dan lengan.

 Jika ada meja yang kokoh di dekat anda, merangkaklah ke

bawahnya untuk berlindung

 Jika tidak ada tempat berlindung di sekitar anda, merangkaklah ke

pinggir dinding (dan jauh dari jendela atau kaca)

 Tetaplah berlutut; membungkuk untuk melindungi organ vital

3. BERPEGANGANLAH sampai gempa berhenti.

 Di bawah lindungan: berpegang pada kaki lindungan dengan satu tangan; siap
untuk pindah mengikuti pergerakan lindungan (bila lindungan bergerak karena
gempa)

69
 Tidak ada lindungan: pegang kepala dan leher Anda dengan kedua tangan dan
lengan.

PROTAP EVAKUASI PASCA GEMPA

1. Keputusan Evakuasi ada pada Floor Warden

2. Saat proses evakuasi

a. Patuhi arahan dan perintah Floor Warden

b. Jangan Doralali

 Jangan saling DOrong

 Jangan BersuaRA (berteriak)

 Jangan ber LAri

 Jangan KembaLI ke kantor sebelum dinyatakan aman

 melalui Floor Warden

c. Lepas sepatu dengan hak tinggi (HighHeel)

3. Berkumpul di Tempat berkumpul sesuai warna bendera Kantor atau Lantai.

RANTAI DAN ALUR KOMUNIKASI DARURAT

1. Emergency tree – sistem komunikasi & informasi keadaan darurat di kantor dan sekitar
kantor: WA.

2. Communication tree – Sistem komunikasi ERT – Manajemen Keselamatan – Top


Manajemen Kantor: struktur alur komunikasi, kanal komunikasi (frek, nomor, dll), PiC
masing-masing bagian dalam Sistem Komando.

Emergency Response Plan

Dokumen ERP paling tidak memuat:

 Hazards, Risiko & upaya pengurangan risiko

 Sistem komando penanganan darurat/bencana à terdapat ERT

70
 Skenario kejadian & asumsi dampak`

 Protap tindakan darurat

 Rantai dan alur komunikasi darurat

Emergency Response Plan

 Simulasi

 Prinsip:

 Berbasis skenario yang real.

 Direncanakan

 Dinilai

 Dievaluasi

 Masukan revisi untuk ERP

PENGURANGAN RESIKO, PENCEGAHAN PENYAKIT DAN PROMOSI


KESEHATAN SERTA KOMUNIKASI DAN PENYEBARAN INFORMASI

Bencana Penyebab

• yang menyatakan bahwa timbulnya masalah kesehatan seperti adanya trauma atau cidera
ringan sampai berat bahkan yang memerlukan perawatan intensif, meningkatnya penyakit
menular maupun tidak menular diawali dari masalah bencana.

Faktor-faktor penyebab perubahan pola dan jenis penyakit ketika bencana

• Kerumunan manusia korban bencana dalam jumlah besar dan waktu yang pendek

• Interaksi dengan populasi asing di tempat pengungsian

• Penurunan daya tahan tubuh korban bencana akibat tekanan fisik dan psikis

• Kondisi lingkungan yang tidak mendukung

• Tidak berfungsinya sistem pelayanan kesehatan

• Terputusnya upaya-upaya sebelumnya dalam pengendalian penularan penyakit menular

71
• Berkembangnya faktor-faktor baru penularan penyakit dalam lingkungan spt kondisi fisik
, biologi (vektor), kimia (zat radioaktif)

Penyakit2 saat Bencana

• Diare

• Infeksi akut saluran pernapasan

• Campak

• Ditempat-tempat endemis: malaria, TB Paru

Kasus tersering

• Bencana alam yang merusak sarana system sanitasi dan air bersih dapat menimbulkan
potensi penyakit yang dapat ditularkan melalui media air (water-borne diseases) seperti
ISPA dan diare

Langkah-Langkah dalam Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular

• Pemahaman tentang faktor-faktor lingkungan dan populasi yang akan terkena penyakit

• Pola transmisi lengkap dengan karakteristik organisme penyakit

• Masalah yang memperberat: mobilitas tinggi populasi

• Surveilans penyakit

• Kesiapan menghadapi epidemi

• Pengendalian dan pencegahan efektif penularan penyakit

• Manajemen kasus penderita penyakit

STRATEGI PENGENDALIAN PENYAKIT MENULAR

PENGENDALIAN PENYAKIT MENULAR

72
PENCEGAHAN PRIMER PENCEGAHAN SEKUNDER PENCEGAHAN TERSIER

• Sanitasi Lingkumgan • Sistem Pemasokan • Sistem Kesehatan


Pangan
• Sistem Pemasokan • Layanan Sosial
Pangan • Layanan Kesehatan

• Layanan Kesehatan • Layanan Medik

Pencegahan Primer

• Menjaga kesehatan dengan menyingkirkan penyebab penyakit dan determinan/faktor


risiko yang berpotensi menjauhkan individu dari kesehatan optimal

• Upaya mengurangi insidens penyakit, cedera dan kematian dini dalam masyarakat

Pencegahan Sekunder

• Deteksi dini penyakit sebelum sempat berkembang dan menimbulkan kerusakan


permanen

• Mengurangi prevalensi penyakit dan cacat

Pencegahan Tersier

• Mencegah bertambah parahnya dan munculnya komplikasi apabila kesakitan sudah


terjadi

• Misal penderita yang sakit/cacat berat dirawat dengan hati-hati untuk mencegah
komplikasi lainnya

TAHAP-TAHAP PENGENDALIAN PENYAKIT MENULAR

1. Pengkajian (Cepat, Rinci, Masa Pemulihan)

2. Penentuan Prioritas Program

Proses menimbang dan memilih langkah-langkah dan program mana yang harus
didahulukan, berdasarkan:

 Bobot masalah dan dampaknya


 Kemudahan mengatasi
 Ketersediaan tenaga dan sumber daya lain, biaya
 Kapasitas institusi penyelenggara

73
3. Penentuan Pencapaian, Objektif, dan Strategi

Pencapaian

• Mencegah morbiditas dan mortalitas berlebih akibat penyakit menular

Objektif

• Menurunkan angka kasar kematian menjadi angka kematian sebelum bencana

• Menurunkan insiden diare dalam 1 bulan sampai mencapai angka seperti sebelum
bencana (fase darurat)

• Pengobatan berhasil menyembuhkan 85% penderita TB paru yang terdeteksi diantara


para pengungsi (fase pasca darurat)

Strategi

• Rencana kegiatan yang dirancang untuk mencapai suatu tujuan melalui proses
pengambilan keputusan dan pemecahan masalah gabungan.

• Rencana kegiatan disusun sesuai tahap-tahap situasi kedaruratan.

• Kegiatan terfokus pada penyakit-penyakit yang berpotensi menunjukkan angka


morbiditas dan mortalitas yang tinggi.

Pengertian Promkes

• aktifitas komunikasi informasi yang menitikberatkan pada upaya untuk meningkatkan


perilaku mempelajari keterampilan dan pemberdayaan diri sedemikian rupa sehingga
mampu melakukan tindakan yang memungkinkan untuk mengurangi resiko bahaya
bencana.

Fungsi Promkes

• mengurangi permasalahan dalam menyiapkan kelompok rawan jika terjadi bencana,


menurunkan dampak bagi korban terkena dampak. memodifiksai kesiapan
(preparedness) komunitas terancam untuk menghadapi bencana.

• Perancangan program belum disusun dan dilakukan secara sistematis

Persiapan Komunitas
74
• mampu mempertahankan kapasitas untuk tetap survive. “Daya tahan” ini merupakan area
yang bisa dimasuki oleh berbagai intervensi, salah satu yang akhirnya juga harus ada
adalah promosi.

• Promosi akan meningkatkan produktifitas positif respon terhadap bencana. produktif


(positif) respon maka semakin kecil kerentanan (vulnerabilitas)

Promosi Bencana

• Bersifat Berubah secara cepat

• Harus Disesuaikan dengan kedaan terkini

• rapid assesment menggunakan metode- metode yang mampu menyerap informasi dengan
cepat khususnya. Metode observasi, interview sederhana, diskusi kelompok terbatas
(rentan)

Metode Promkes

• focus group discussion (FGD) adalah diantara metode yang baik dan bisa dengan cepat
menyerap informasi

Tujuan Promkes

• promosi kesehatan dilakukan untuk mengajak dan melibatkan orang-orang dalam


aktifitas untuk mencegah, Persiapan dan untuk merespon bencana sehingga akan mampu
secara signfikan mengurangi risiko, meningkatkan kemampuan dan menurunkan dampak
terhadap kesehatan

• Meningkatkan Partisipasi Warga

PERLINDUNGAN DAN PERAWATAN BAGI PETUGAS KESEHATAN SAAT


BENCANA

A. Perlindungan dan Perawatan Pada Tenaga Kesehatan

Perlindungan hukum adalah perlindungan akan harkat dan martabat, serta pengakuan terhadap
hak-hak asasi manusia yang dimiliki oleh subyek hukum berdasarkan ketentuan hukum dari
kesewenangan atau sebagai kumpulan peraturan atau kaidah yang akan dapat melindungi suatu

75
hal dari hal lainnya. Menurut Setiono, perlindungan hukum adalah tindakan atau upaya untuk
melindungi masyarakat dari perbuatan sewenang-wenang oleh penguasa yang tidak sesuai
dengan aturan hukum, untuk mewujudkan ketertiban dan ketentraman sehingga memungkinkan
manusia untuk menikmati martabatnya sebagai manusia
Merujuk pada Pasal 57 Undang-Undang Tenaga Kesehatan menyebutkan bahwa Tenaga
kesehatan dalam menjalankan praktik berhak :

1. Memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan


standar profesi, standar pelayanan profesi, dan standar prosedur operasional.
2. Memperoleh informasi yang lengkap dan benar dari penerima pelayanan kesehatan
atau keluarganya
3. Menerima imbalan jasa
4. Memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, perlakuan yang
sesuai dengan harkat dan martabat manusia, moral, kesusilaan, serta nilai-nilai agama
5. Mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan profesinya
6. Menolak keinginan penerima pelayanan kesehatan atau pihak lain yang bertentangan
dengan standar profesi, kode etik, standar pelayanan, standar prosedur operasional,
atau ketentuan peraturan perundang-undangan
7. Memperoleh hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dari bunyi Pasal 57 Undang-Undang Tenaga Kesehatan di atas, maka profesi tenaga
kesehatan sangat perlu mendapatkan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugasnya,
serta berhak atas keselamatan dan kesehatan kerja dalam memberikan pelayanan
Kesehatan.

Pemerintah juga bertanggung jawab dalam menyediakan fasilitas pelayanan


kesehatan bagi para tenaga kesehatan untuk menjalankan pekerjaannya. Hal ini diatur dan
tertuang dalam Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2016 tentang Fasilitas
Pelayanan Kesehatan.

B. Contoh Perawatan Pada Tenaga Kesehatan Saat Bencana


Saat ini, tenaga kesehatan menjadi garda terdepan dalam penanganan pasien positif infeksi
virus corona atau Covid-19. Namun, inilah yang membuat mereka menjadi kelompok
yang juga rentan tertular. Disebut sebagai garda terdepan dalam penanganan Covid-19
karena tenaga kesehatan langsung berhadapan dengan pasien terpapar Covid19. Di sini,

76
tenaga kesehatan sangat rentan terhadap jumlah atau dosis virus yang masuk ke dalam
tubuh ketika mereka berhadapan dengan pasien positif. Maka dari itu, tenaga kesehatan
penting untuk menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) lengkap apabila berhadapan
dengan pasien yang terkait Covid-19, khususnya mereka yang berada dalam ruang isolasi.
Selain itu, penting juga untuk menjaga kesehatan serta memberikan pelatihan yang lebih,
terkait penanganan virus corona bagi tenaga kesehatan serta petugas rumah sakit. Karena
merekalah yang menjadi garda terdepan dalam penanganan pasien.

Fakta saat ini menunjukan bahwa perlindungan hukum terhadap tenaga kesehatan akibat
pandemi Covid-19 belum dapat dilaksanakan dengan baik sebagaimana yang diamanatkan
dalam peraturan perundang-undangan, dalam Pelaksanaannya hak-hak tenaga kesehatan
pada masa pandemi Covid-19 masih terabaikan dan belum terpenuhi. Oleh karena itu,
peran dan tanggungjawab pemerintah snagat dibutuhkan guna memenuhi hak-hak tenaga
kesehatan sebagai garda terdepan dalam penanganan penyebaran Covid-19 di Indonesia.

PENANGANAN BENCANA KOMPREHENSIF PADA BERBAGAI KASUS : TANAH


LONGSOR, TSUNAMI, DAN GEMPA

A. Penaganan Bencana Komprehensif Pada Tanah Longsor


Pengertian Bencana
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana menyebutkan bahwa bencana merupakan peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik
oleh faktor alam dan/ atau faktor non-alam, maupun faktor manusia, sehingga mengakibatkan
timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak
psikologis. (Adri, Rahmat, Ramdhani, Najib, & Priambodo, 2020)
Manajemen Bencana
Wiarto (2017), menyebutkan bahwa penanganan dan penanggulangan bencana meliputi 3 fase :
1) Sebelum bencana
Kegiatan yang dilakukan bertujuan untuk mengurangi kerugian harta dan korban manusia
yang disebabkan oleh bahaya dan memastikan bahwa kerugian yang ada juga minimal
ketika terjadi bencana
2) Saat Bencana
Serangkaian kegiatan yang dilakuakan segera pada saat kejadian bencana yang bertujuan
untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan

77
3) Pasca Bencana
Penanggulangan pasca bencana meliputi 2 tindakan utama yaitu rehabilitasi dan
rekonstruksi
Tanah Longsor
Longsoran atau tanah longsor adalah suatu peristiwa geologi yang merupakan salah satu jenis
gerakan massa tanah atau batuan, ataupun percampuran keduanya, menuruni atau keluar lereng
akibat dari terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng tersebut. Semakin curam
kemiringan lereng suatu kawasan, semakin besar pula kemungkinan terjadi longsor. Longsor
terjadi saat lapisan bumi paling atas dan bebatuan terlepas dari bagian utama gunung atau bukit.
Tanah longsor biasa terjadi pada musim hujan di dataran tinggi atau pegunungan, tetapi longsor
juga dapat terjadi pada dataran yang relatif rendah. (Akbar, 2020)
Tanda Awal Tanah Longsor
Menurut Anies (2017) menyebutkan bahwa tanda-tanda awal tanah longsor
1. Setelah hujan turun, dilereng muncul retakan-retakan yang arahnya sejajar dengan
tebing.
2. Di daerah sekitar lereng, air sungai dan air sumur tiba-tiba naik permukaannya
serta berwarna keruh.
3. Sewaktu hujan, air pada permukaan tanah biasanya tergenang, tetapi tiba-tiba
mengering menjelang terjadinya tanah longsor.
4. Pada permukaan tanah, di lokasi yang baru muncul mata air secara tiba-tiba.
5. Secara tiba-tiba pula muncul rembesan air lumpur pada lereng
6. Terjadi ambles tanah pada beberapa lokasi.
7. Terjadi pengembungan pada lereng atau dinding konstruksi penguat lereng.
8. Timbul rembesan air lumpurt pada lereng.
9. Disekitar lereng, pohon-pohon, tiang-tiang, serta rumah-rumah tampak miring.
10. Terjadi perubahan bangunan rumah, pintu dan jendela sulit dibuka atau ditutup.
11. Terjadi retakan pada lantai dan tembok bangunan.
12. Terdengar suara gemuruh dari atas lereng, disertai dengan getaran pada
permukaan tanah.
13. Akhirnya terjadi runtuhan massa tanah atau batuan dalam jumlah besar, dan
sering mengakibatkan bencana tanpa dapat diantisipasi sebelumnya.
Jenis-Jenis Tanah Longsor
1. Longsoran Transisi
2. Longsoran Rotasi
3. Pergerakan Blok
4. Runtuhan Batu
5. Rayapan Tanah
6. Aliran Bahan Rombakan
Faktor Penyebab Kondisi Bencana Tanah Longsor
Menurut Peraturan Kepala BNPB Nomor 2 Tahun 2012 faktor-faktor penyebab terjadinya tanah
longsor antara lain :
78
1. Hujan
2. Lereng Terjal
3. Tanah Yang Kurang Padat dan Terjal
4. Batuan Yang Kurang Kuat
5. Jenis Tata Lahan
6. Getaran
7. Pengikisan/erosi
Dampak Yang Di Akibatkan Tanah Longsor
1. Dampak yang diakibatkan oleh bencana tanah longsor adalah korban meninggal dan
hancurnya rumah yang tertimpa longsoran tanah. Dampak negatif yang lain yaitu
rusaknya lahan hutan dan pertanian yang berada dilokasi tanah longsor.
2. Secara ekonomi bencana tanah longsor dapat menyebabkan kerugian secara ekonomi,
serta dampak sosial dan psikologi masyarakat antara lain
 Jatuhnya korban jiwa yang membuat sedih keluarga maupun kerabat.
 Kerugian negara akibat rusaknya insfrastruktur yang tertimbun tanah
longsor.
 Perokonomian yang tersendat, khususnya diwilayah terjadinya tanah
longsor.
 Menurunya harga tanah diwilayah setempat.
 Trauma psikis bagi para korban selamat sehingga menimbulkan berbagai
gangguan jiwa baik ringan maupun berat (Anies, 2017)
Penilaian Risiko Tanah Longsor
1. Penilaian risiko merupakan suatu metodologi untuk menentukan proses dan keadaan
risiko melalui analisis potensi bahaya (hazard) dan evaluasi kondisi kini dari keretanan
yang dapat berpotensi membahayakan orang, harta, kehidupan dan lingkungan tempat
tinggal (ISDR-Living with Risk, 2004).
2. Dalam penyusun penilaian risiko bencana diperlukan perhitungan komponen berdasarkan
perhitungan indeks dan data yang akan dijelaskan sebagai berikut :
a. Indeks Ancaman Bencana Tanah Longsor
b. Indeks Kerentanan Bencana Tanah Longsor
c. Kapasitas Bencana
Pemberdayaan Masyarakat Dalam Kondisi Tanah Longsor
a. Terwujudnya komitmen masyarakat dalam menghadapi bencana
b. Terlaksananya kesiapan dan kemampuan masyarakat dalam upaya penanggulanga
bencana
c. Terwujudnya keadaan dan kemampuan masyarakat dalam melaksanakan upaya
pengurangan risiko bencana
d. Terwujudnya masyarakat sadar dan akrab bencana
Permasalahan Kesehatan dan Solusi Dalam Kondisi Tanah Longsor
Permasalahan bencana terhadap kesehatan masyarakat relatif berbeda-beda, antara lain
tergantung dari jenis dan besaran bencana yang terjadi. Seperti halnya pada kondisi bencana
79
tanah longsor termasuk dalamjangka pendek yang dapat mengakibatkan korban meninggal,
cedera berat yang memerlukan perawatan intensif, peningkatan risiko penyakit menular,
kerusakan fasilitas kesehatan dan sistem penyediaan air (American Health Organization, 2006).
Prinsip Penanggulangan Tanah Longsor
Dalam Undang-Undang Nomor 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana, disebutkan
sejumlah prinsip penanggulangan yaitu :
a. Cepat dan Tepat
b. Prioritas
c. Koordinasi dan Ketepatan
d. Berdaya Guna dan Berhasil Guna
Upaya Pencegahan Tanah Longsor
1. Tidak menebang atau merusak hutan
2. Melakukan penanaman tumbuh-tumbuhan berakar kuat seperti nimba, bambu, lamtoro,
akar wangi dsb, maupun pada lereng-lereng yang gundul
3. Mmembuat saluran air hujan
4. Membangun dinding oenahan dilereng-lereng yang terjal
5. Memeriksakan keadaan tanah secara berkala
6. Mengukur tingkat kederasan
Mitigasi Bencana Tanah Longsor
Mitigasi bencana tanah longsor merupakan upaya Pengurangan Risiko Bencana (PRB), dengan
cara mengurangi dampak tanah longsor, sampai sekecil mungkin (Anies, 2017).
Tujuan Mitigasi Tanah Longsor :
Tujuan utama mitigasi adalah untuk mengembangkan berbagai tindakan untuk mengurangi risiko
korban meninggal dunia, luka-luka dan menderita sesuatu penyakit. Disamping itu juga unntuk
mengurangi kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, serta terganggunya perekonomian
masyarakat (Anies, 2017)
Upaya Mitigasi Bencana Tanah Longsor
1. Sebelum Bencana
 Mendatangi daerah rawan longsor lahan berdasarkan peta kerentanannya
 Memberi tanda khusus pada daerah rawan longsor lahan
 Memanfaatkan peta-peta kajian tanah longsor secepatnya
 Permukiman sebaiknya menjauhi tebing
 Tidak melakukan pemotongan lereng
 Melakukan reboisasi pada hutang yang pada saat ini dalam keadaan gundul, menanam
pohon-pohon penyangga, melakukan penghijauan pada lahan terbuka .
 Membuat terasering atau sengkedan pada lahan yang memiliki kemiringan yang relatif
curam
 Membatasi lahan untuk pertanian
 Membuat saluran pembuangan air menurut kontur tanah
 Menggunakan Teknik penanaman dengan sistem kontur tanah
 Waspadalah gejala tanah longsor (retakan, penurunan tanah) terutama di musim hujan
80
2. Saat Bencana
Bagaimana menyelamatkan diri dan kearah mana jalur evakuasi yang harus dilewati.
3. Sesudah Bencana
 Menyelamatkan korban secepatnya kedaerah yang lebih aman
 Penyelamatan harta benda yang mungkin masih dapat diselamatkan
 Menyiapkan tempat-tempat penampungan sementara bagi para pengungsi seperti tenda-
tenda darurat
 Menyediakan dapur-dapur umum
 Menyediakan air bersih, sarana kesehatan.
 Memberikan dorongan semangat nagi para korban bencana agar para korban tersebut
tidak frustasi
 Koordinasi dengan apparat seceparnya (Anies, 2017).

Kasus Bencana Tanah Longsor


Desa Snepo Kecamatan Slahung kabupaten Ponorogo

Hampir setiap tahun saat musim hujan tiba, bencana tanah longsor menghantui penduduk
Desa Snepo Kecamatan Slahung kabupaten Ponorogo. Tanah longsor terbesar terjadi pada
tahun 2017 silam ketika puluhan rumah rusak berat dan puluhan ekor sapi menjadi korban
serta terputusnya akses jalan yang menghubungkan antara dusun satu dengan dusun dan desa
lain. Dari survei yang dilakukan, bencana akan semakin mengancam karena adanya
perubahan penggunaan lahan yang semula berupa hutan rakyat berubah menjadi lahan
pertanian. Pemanfaatan lahan sebagai lahan pertanian memanfaatkan lereng yang relatif
curam, sehingga erosi akan sering terjadi dalam bentuk erosi alur dan gerakan massa tanah
(longsor). Erosi pada tingkat lanjut ini menyebabkan dampak yang besar bagi kerusakan
lingkungan, misalnya banjir, tanah longsor, dan daerah rawan longsor.
Berdasarkan permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat Desa Snepo dalam menghadapi
ancaman bahaya tanah longsor tersebut, maka metode yang dilakukan untuk memecahkan
berbagai permasalahan tersebut adalah sebagai berikut:
a. Memberikan pemahaman pada penduduk Desa Snepo tentang daerah/lokasi rawan
longsor dan aliran air
b. Memberikan penyuluhan tentang:
1. Bagaimana menghadapi bahaya tanah longsor
2. Mitigasi bencana
c. Melakukan pemetaan pada areal terdampak bencana tanah longsor
d. Melakukan pemetaan daerah aliran air
e. Edukasi kepada masyarakat tentang kedaruratan bencana

81
Upaya pencegahan tanah longsor
a. Survey
Kegiatan awal yang dilakukan oleh tim Pengabdian Masyarakat adalah melakukan
survei, bermitra dengan BPBD Kabupaten Ponorogo. Dari survei diperoleh informasi
tentang keadaan Desa Snepo beserta struktur tanahnya.
b. Kegiatan Penyuluhan
Salah satu strategi untuk mengantisipasi bahaya tanah longsong adalah penyuluhan
kepada masyarakat terdampak. Penyluhan ini juga bagian dari edukasi kepada masyarakat
tentang kedaruratan bencana
Kegiatan penyuluhan dibagi menjadi beberapa tahap yaitu:
1. Penyuluhan mitigasi bencana. Dari penyuluhan ini masyarakat menjadi tahu lokasi
rawan longsor dan sigap bila ada bencana.
2. Penyuluhan pelestarian hutan. Penyuluhan ini memberikan pemahaman kepada
masyarakat tentang fungsi hutan.
c. Menyusun Peta
Pembuatan peta daerah rawan longsor untuk Desa Snepo dan Pembuatan peta aliran
air hujan untuk Desa Snepo.
Dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh penduduk dan mitra adalah
dengan melakukan penyuluhan menyusun peta rawan longsor, peta aliran air hujan,
melakukan mitigasi bencana, mengadakan edukasi tentang bencana tanah longsor.
Tindakan-tindakan tersebut sudah sesuai dengan strategi pemerintah dalam
penanggulangan bencana berdasarkan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007, tentang
penanggulangan bencana yang bertujuan untuk:
1. Memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman bencana.
2. Menyelaraskan peraturan perundang-undangan yang sudah ada.
3. Menjamin terselenggaranya penanggulangan bencana secara terencana, terpadu,
terkoordinasi, dan menyeluruh.
4. Menghargai budaya lokal.
5. Membangun partisipasi dan kemitraan publik serta swasta.
6. Mendorong semangat gotong roryong, kesetiakawanan, dan kedermawanan.
7. Mencipatakan perdamaian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.
B. Penanganan bencana komprehensif pada tsunami
Tsunami
Tsunami berasal dari kata jepang yaitu tsu yang berarti pelabuhan, dan nami berarti gelombang.
Tsunami biasa terjadi jika gempa bumi berada di dasar laut dengan pergerakan vertikal yang
cukup besar. Tsunami juga bisa terjadi jika terjadi letusan gunungapi di laut atau terjadi
longsoran di laut (Nur 2010)

82
Penyebab Tsunami
1. Gempa bumi berpusat dibawah laut
2. Letusan gunung berapi
3. Longsor bawah laut
4. Hambatan meteor laut
Rambatan Tsunami
Kecepatan rambat gelombang tsunami berbeda-beda, tergantung pada kedalaman laut. Di laut
dalam, kecepatan rambat tsunami mencapai 500 – 1000km per jam atau setara dengan kecepatan
pesawat terbang namun ketinggian gelombang nya hanya sekitar 1 meter. Ketika gelombang
tsunami ini sudah mendekati pantai, kecepatan rambatnya hanya sekitar 30 km per jam, namun
ketinggian gelombangnya bisa mencapai puluhan meter. Ini sebabnya banyak orang yang sedang
berlayar di laut dalam tak menyadari adanya tsunami. Mereka baru mengetahui tsunami telah
terjadi ketikatiba di daratan dan menyaksikan kehancuran mengerikan yang disebabkan oleh
tsunami.
Tanda-tanda akan terjadinya Tsunami
1. Air laut yang surut secara tiba-tiba.
2. Bau asin yang sangat menyengat.
3. Dari kejauhan tampak gelombang putih dan suara gemuruh yang sangat keras.
Cara Mengantisipasi Tsunami
Untuk mengurangi jumlah korban akibat Tsunami :
a. Perlindungan Garis Pantai
b. Sistem Peringatan Dini
c. Pendidikan dan Pembelajaran
d. Pemetaan Kawasan Rawan Bencana dan Tempat Evakuasi
e. Penyiapan Posko Bencana
f. Kemitraan
g. Satgas Penanganan Bencana
Penanggulangan Bencana Tsunami
Sebelum terjadi tsunami
1. Memasang peralatan sistem peringatan dini di wilayah-wilayah laut yang berpotensi
mengalami tsunami.
2. Melakukan pemetaan tingkat kerawanan bencana tsunami dan mensosialisasikannya
kepada masyarakat.
3. Sosialisasi peristiwa bencana tsunami kepada masyarakat yang tinggal di wilayah-
wilayah rawan bencana tsunami.
4. Menentukan jalur-jalur dan tempat evakuasi bagi penduduk yang tinggal di wilayah-
wilayah rawan tsunami.
5. Menanam dan memelihara hutan, khususnya hutan mangrove disepanjang pantai untuk
menahan laju ombak.
Pada saat terjadinya tsunami

83
1. Memberikan tanda peringatan dan informasi untuk memandu penduduk mencapai tempat
yang aman
2. Mengerahkan tim penyelamat beserta peralatan pendukung untuk membantu penduduk
mencapai tempat evakuasi.
3. Memantau perkembangan keadaan untuk menentukan langkah-langkah berikutnya.
Setelah terjadinya tsunami
1. Mencari korban untuk dievakuasi ke tempat yang aman
2. Memberikan pertolongan bagi para korban bencana
3. Menyiapkan tend-tenda darurat untuk menampung para korban bencana
4. Memberikan bantuan makanan dan obat-obatan.
5. Mengidentifikasi kerusakan yang terjadi
6. Memperbaiki sarana dan prasarana yang mengalami kerusakan.
Penanganan Kasus Bencana Tsunami Aceh Tahun 2004
Tanggal 27 Desember 2004 presiden RI mengeluarkan keputusan bahwan bencana alam gempa
dan tsunami Aceh sebagai bencana nasional. Presiden juga mengeluarkan arahan agar Gubernur
Aceh untuk melakukan tindakan yang kompherensif dalam penanganan tanggap darurat tersebut.
Presiden juga menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2005 tentang kegiatan tanggap
darurat dan perencanaan serta persiapan rehabilitasi dan rekontruksi pasca gempa dan tsunami di
Aceh :

1. Tahap Tanggap Darurat (Januari 2005 – Maret 2005)

Tahapan ini dilakukan untuk menyelamatkan korban yang masih hidup, termasuk memberikan
kebutuhan-kebutuhan yang mendasar pada korban. Tahapan ini hanya dilakukan selama 3 bulan,
selama proses berlansung respon dari masyarakat, unsur-unsur dari pemerintah dan LSM sangat
baik. Tahapan ini juga di dukung oleh pendanaan yang sangat baik, setidaknya untuk upaya
tangga darurat dana yang di janjikan oleh beberapa pendonor mencapai 80 juta dollar

2. Tahap Rehabilitasi (April 2005 – Desember 2006)

Tahapan ini merupakan tindakan lanjutan dari tahan tanggap darurat. Tujuaan tahapan
rehabilitasi adalah memulihkan dan mengembalikan fungsi-fungsi bangunan dan infrastruktur
dasar yang di anggap menjadi keperluan mendesak, seperti rehabilitasi sarana kesehatan,
sekolah, tempat ibadah, serta sarana dan prasarana perekonomian. Proses rehalibitasi ini
mempunyai target sampai fasilitas pelayanan publik dapat berfungsi pada tingkat yang memadai
dalam pelayanannya. Pada tahapan ini juga difokuskan pada penyelesaian permasalahan terkait
pada aspek hukum seperti penyelesaian hak atas tanah dan juga pemulihan non struktural berupa
pemulihan trauma pada korban-korban tsunami.

3. Tahap Rekonstruksi (Juli 2005 – Desember 2009)

Tahap ini merukapan tahapan lanjutan setelah selesai tahap rehabilitasi. Tahap rekontruksi
bertujuan melakukan pembangunan kembali fasilitas-fasilitas umum dan hunian masyarakat

84
sehingga terbentuknya kembali kawasan kota dan desa. Pada tahapan ini semua kegiatan
melibatkan pemerintah, para pakar, LSM dan masyarakat yang terkena bencana. Pembangunan
sarana dan prasarana ini harus sesuai dengan rencana tata ruang yang telah di susun oleh
pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pembangunan bangunan penting baru juga
dilaksanakan pada tahapan ini, seperti pembangunan tower sirine tsunami yang berfungsi
memberi peringatan dini jika terjadi kembali bencana tsunami. Diharapkan keberadaan tower
tersebut mampu memberikan informasi yang dibutuhkan masyarakat ketikan bencana terjadi

Pemerintah Pusat berserta BNPB melakukan tindakan Mitigasi dimana tindakan mitigasi untuk
mengantisipasi bencana susulan disela – sela tahan rehabilitasi dan rekonstruksi yang sedang
berjalan, dimana hal tersebut dibagi menjadi kedalam beberapa bagian yaitu mitigasi secara
terstruktural,non-struktural serta mitigasi hijau

1. Mitigasi Struktural

Mitigasi tsunami yang bersifat struktural mengedapankan pembangunan dan intervensi fisik
seperti perbaikan bangunan/infrastruktur, pembangunan konstruksi yang langsung dapat
mereduksi energi gelombang tsunami atau memperlambat tibanya gelombang tsunami, dan
pembangunan jalur-jalur evakuasi. Bentuk-bentuk mitigasi tsunami yang bersifat struktural yang
lazim ditemui adalah:

a) Pembangunan dinding laut untuk mereduksi gelombang tsunami;

b) Relokasi pemukiman ke wilayah yang lebih aman dari bahaya tsunami;

c) Pembangunan jalur dan rambu evakuasi tsunami;

d) Pembangunan Gedung evakuasi atau bukit evakuasi tsunami

2. Mitigasi Non-struktural

a. Mitigasi tsunami yang bersifat non-struktural melibatkan upaya peningkatan kesiapan


masyarakat dan pemerintah berdasarkan scenario akan terjadinya bencana tsunami.
Mitigasi non-struktural juga dapat dilaksanakan melalui beberapa jenis aktivitas atau
program, seperti:

b. Pemberlakuan zonasi pada penataan kawasan yang meliputi beberapa tingkatan zona
rawan/risiko tsunami (misalnya tinggi, sedang, rendah);

c. Peningkatan kapasitas pemerintah di tingkat provinsi dan kabupaten dalam


mengantisipasi situasi kedaruratan tsunami;

d. Melatih para praktisi penanggulangan bencana dalam merespon informasi peringatan dini
tsunami dan mengkomunikasikannya kepada khalayak masyarakat yang lebih luas;

85
e. Penguatan rantai sistem peringatan dini tsunami terutama pada sisi kultural sistem
peringatan dini yang berada di tingkat provinsi dan kabupaten.

f. Mengadakan upaya-upaya peningkatan kesiapsiagaan terhadap tsunami melalui latihan


evakuasi tsunami, sosialisasi daerah rawan tsunami, dan pembentukan sekolah dan
komunitas yang siaga bencana tsunami

3. Mitigasi Hijau

Istilah mitigasi hijau tidak begitu popular dibandingkan istilah sabuk hijau. Namun dalam Teknik
konstruksi, konsep desain Teknik berbasiskan perlindungan ekologi akhir-akhir ini semakin
mengemuka (Pioch et al. 2018). Konsep mitigasi hijau ini mencakup hal-hal yang lebih luas
daripada penanaman/pemeliharaan hutan pantai.

Bentuk-bentuk mitigasi hijau yang dapat ditemukan dalam mitigasi tsunami adalah
sebagai berikut:

1. Melakukan perencanaan dengan sejak awal mempertimbangkan material yang ramah


terhadap lingkungan;

2. Mempertimbangkan keseimbangan ekologis sekalipun harus membangun konstruksi fisik


seperti dinding laut untuk mereduksi gelombang tsunami;

3. Pengelolaan hutan pantai yang berdaya guna mereduksi gelombang tsunami sekaligus
memberikan sumber penghidupan bagi masyarakat di sekelilingnya.

Penanganan bencana komprehensif pada gempa bumi

Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana

Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab dalam penyelenggaraan


penanggulangan bencana. Sebagaimana didefinisikan dalam UU 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana, penyelenggaraan Penanggulangan Bencana adalah serangkaian upaya
yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan
pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi (Perka BNPB No. 4, 2008).

2. Perencaan dalam Penanggulangan Bencana

a) tahap Prabencana dalam situasi tidak terjadi bencana, dilakukan penyusunan Rencana
Penanggulangan Bencana (Disaster Management Plan), yang merupakan rencana umum dan
menyeluruh yang meliputi seluruh tahapan / bidang kerja kebencanaan. Secara khusus untuk

86
upaya pencegahan dan mitigasi bencana tertentu terdapat rencana yang disebut rencana mitigasi
misalnya Rencana Mitigasi Bencana Banjir DKI Jakarta.

b) Pada tahap Prabencana dalam situasi terdapat potensi bencana dilakukan penyusunan
Rencana Kesiapsiagaan untuk menghadapi keadaan darurat yang didasarkan atas skenario
menghadapi bencana tertentu (single hazard) maka disusun satu rencana yang disebut Rencana
Kontinjensi (Contingency Plan).

c) Pada Saat Tangap Darurat dilakukan Rencana Operasi (Operational Plan) yang merupakan
operasionalisasi/aktivasi dari Rencana Kedaruratan atau Rencana Kontinjensi yang telah disusun
sebelumnya.

d) Pada Tahap Pemulihan dilakukan Penyusunan Rencana Pemulihan (Recovery Plan) yang
meliputi rencana rehabilitasi dan rekonstruksi yang dilakukan pada pasca bencana. Sedangkan
jika bencana belum terjadi maka untuk mengantisipasi kejadian bencana dimasa mendatang
dilakukan penyusunan petunjuk/pedoman mekanisme penanggulangan pasca bencana

Gempa bumi

Gempabumi (earthquake) adalah peristiwa bergetar atau bergoncangnya bumi karena


pergerakan/pergeseran lapisan batuan pada kulit bumi secara tiba-tiba akibat pergerakan
lempeng-lempeng tektonik. Gempabumi yang disebabkan oleh aktivitas pergerakan lempeng
tektonik disebut gempabumi tektonik. Namun selain itu, gempabumi bisa saja terjadi akibat
aktifitas gunung berapi yang disebut sebagai gempabumi vulkanik (Sunarjo, Gunawan, &
Pribadi, 2012).

Penyebab gempa bumi

4. Gempa bumi tektonik


5. Gempabumi Vulkanik
6. Gempabumi Runtuhan
7. Gempabumi Jatuhan Meteor
8. Gempabumi karena Aktivitas Manusia

Jenis Gempa bumi

• Gempabumi utama (main shock) langsung diikuti gempabumi susulan


tanpa gempabumi pendahuluan (fore shock).

87
• Gempabumi sebelum terjadi gempabumi utama diawali dengan adanya
gempabumi pendahuluan dan selanjutnya diikuti oleh gempabumi susulan

• Gempabumi terus‐menerus dan dengan tidak terdapat gempabumi utama


yang signifikan disebut gempabumi swarm. Biasanya dapat berlangsung
cukup lama dan bisa mencapai 3 bulan atau lebih. Terjadi pada daerah
vulkanik seperti di Gunung Lawu 1979, dan Kemiling, Bandar Lampung
2006.

Penangan Bencana Komperehensif pada Bencana Gempabumi

1. Tindakan Pra Bencana

Membangun negara dan kota yang aman dari benca gempabumi

Menjaga ketahanan bangunan dan infrastruktur dari bangunan arsitekturil, struktur sipil,
fasilitas komunikasi, fasilitas bantuan, dan fasilitas yang berkaitan dengan bencana, sangatlah
penting dalam upaya membangun negara dan kota yang tahan menghadapi gempa bumi. Metode
rancangan yang tahan gempa bumi dapat berbeda-beda tipe struktural dan tujuan penggunaannya

2. Menyiapkan tanggap darurat serta rehabilitasi/rekontruksi yang cepat dan lancar

 Mengumpulkan informasi dan korespondensi

 Menetapkan sistem tanggap darurat

 Kegiatan penyelamatan/bantuan pertama, perawatan medis, dan


pemadam kebakaran

 Transportasi darurat

 Kegiatan evakuasi dan akomodasi

 Pengadaan Makanan, Air dan Kebutuhan Harian

 Kegiatan pemulihan sementara pada bangunan dan fasilitas

 Kegiatan menyampaikan informasi kepada korban bencana

 Kegiatan pencegahan bencana sekunder

 Kegiatan penerimaan bantuan dari luar negeri

88
 Pelaksanaan latihan darurat penanggulangan bencana oleh
organisasi yang berkaitan dengan bencana

 Persiapan rehabilitasi dan rekonstruksi setelah bencana

3. Mendukung partisipasi warga dalam kegiatan pencegahan/persiapan menghadapi


bencana

• Mendukung tindakan pencegahan bencana

• Menyebarkan pengetahuan dan pelatihan bencana

• Memperbanyak sarana partisipasi warga dalam kegiatan


pencegahan bencana

4. penelitian dan observasi atas bencana gempabumi dan penanganannya setelah


bencana terjadi

Tindakan Tanggap Darurat

• Mengamankan sistem pengumpulan dan penyebaran informasi dan


komunikasi

• Mengamankan sistem operasi tanggap darurat

• Penyelamatan/bantuan pertama, perawatan medis, dan kegiatan


pemadaman kebakaran

• Mengamankan jaringan dan fungsi trasfortasi dalam keadaan darurat

• Kegiataan pengadaan mekanan, air dan kebutuhan harian

• Kegiatan menjaga sanitasi, kesehatan, pencegahan wabah, dan pengurusan


jenazah

• Kegiatan pengendalian keamaan dan stabilitas harga barang

• Kegiatan pemulihan sementara bangunan dan fasilitas lainnya

• Kegiatan menyampaikan informasi kepada korban bencana

• Kegiatan pencegahan bencana susulan

• Menerima bantuan dari para relawan dan bantuan dari dalam/luar negeri

89
Tindakan Pasca Bencana
• Penetapan persyaratan rehabilitasi dan rekontruksi
• Prosedur rehabilitas
• Prosedur rekontruksi
• Pemulihan kehidupan korban bencana
• Membantu rekontruksi usaha kecil menengah serta pemulihan ekonomi
Analisis Implementasi Penanganan Bencana Gempa Bumi di Kota Padang
Kota Padang merupakan daerah yang berpotensi tinggi akan bencana gempa bumi yang
diikuti oleh gelombang tsunami. Pada tanggal 30 September 2009 telah terjadi bencana
gempa bumi degan kekuatan 7,9 sr di Padang, Sumatera Barat, kondisi yang dihadapi
Kota Padang tentunya harus disikapi secara cepat dan serius oleh Pemerintah Pusat
maupun Pemerintah Daerah setempat sehingga tidak menimbulkan kerugian. Menyikapi
UU No. 24 tahun 2007, berikut analisis implementasi penanganan bencana gempa bumi
di Kota Padang ditinjau dari rencana nasional penanggulangan bencana gempa bumi
sebagai berikut (Leofano, 2013)
Pra Bencana
Dalam tahap pra bencana berbagai upaya yang telah dilakukan diantarnya yaitu
Pemerintah Kota Padang sudah mengatur kebijakan terkait pembangunan struktur yang
aman dari gempa bumi yang di atur dalam Perda No. 4 Tahun 2012 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Kota Padang. Namun dalam pelaksanaannya, ternyata Pemerintah Kota
Padang belum sepenuhnya menerapkan struktur bangunan tahan gempa di seluruh Kota
Padang, penerapan struktur bangunan tahan gempa hanya diterapkan pada bangunan vital
seperti gedung pemerintahan, gedung pelayanan kesehatan seperti rumah sakit dll.
Seharusnya, penerapan struktur bangunan tahan gempa ini menyeluruh di Kota Padang.
Namun, pemerintah belum bisa melaksanakan hal tersebut karena berbagai kendala salah
satunya belum adanya anggaran dana khusus untuk pembangunan tahan gempa. Dalam
mempersiapkan sistem kesiapsiagaan bencana, pemerintah Kota Padang mendukung
adanya partisipasi warga dengan geladi atau simulasi mengahadapi gempa bumi oleh
BPBD Kota Padang, kegiatan tersebut dilakukan secara rutin selama satu bulan sekali.
Tidak hanya itu, pemerintah Kota Padang juga mendukung berbagai penelitian terkait
analisis bencana gempa bumi di Kota Padang dengan mengalokasikan dana APBD
khusus untuk penelitian.
Tanggap Darurat
Dalam tanggap darurat, pemerintah Kota Padang melalui BPBD Kota Padang melakukan
berbagai upaya diantaranya yaitu melakukan penyebaran informasi mengenai gempabumi
dan kerusakan yang ditimbulkan saat bencana gempa, mengumpulkan/menyebarkan
informasi kerusakan awal saat gempabumi, menyampaikan informasi berkaitan dengan
kerusakan secara umum
Pasca Bencana

90
Pada tahap pra bencana, pemerintah Kota Padang telah melakukan berbagai upaya
rehabilitasi dan rekontruksi sesuai dengan Perka BNPB No. 11 Tahun 2008. Dimana
dalam pelaksanaan rehabilitasi dan rekontruksi yang di lakukan di Kota Padang setelah
terjadi bencana gempabumi yaitu rehabilitasi dan rekontruksi perumahan yang rusak.
Selain itu, pemerintah juga melakukan trauma healing pada korban bencana gempabumi
dengan penerapan terapi mental yang dilakukan oleh para tenaga medis untuk membantu
mengatasi atau mebgurangi trauma pada korban bencana gempabumi di Kota Padang.

BAB III
PENUTUP

91
A. Kesimpulan
Mahasiswa keperawatan dituntut untuk mempersiapkan diri dengan memiliki
pengetahuan dasar serta keterampilan untuk merespon kegawatdaruratan bencana.
Beberapa kompetensi yang diperlukan untuk mahasiswa keperawatan bencana
diantaranya empati; kejujuran; kemampuan kerja tim; sikap mendasar terhadap
keperawatan bencana; penilaian sistematis berupa triase dan penyediaan asuhan
keperawatan bencana, penyediaan perawatan untuk orang- orang yang rentan dan
keluarga mereka; manajemen perawatan dalam situasi bencana (seperti bantuan jalan
nafas, perawatan luka); serta pengembangan profesional keperawatan bencana.

B. Saran
Dengan dibuatnya makalah ini diharapkan mahasiswa khususnya saya lebih paham
lagi materi tentang keperawatan keperawatan bencana I. Saya merasa dan mengakui
bahwa makalah ini masih jauh sekali dari kata sempurna, untuk itu mohon
masukannya sebagai bahan koreksi dan pembelajaran saya.

DAFTAR PUSTAKA

92
Maulana, Sidik & Bambang Aditya Nugraha (2021). Kompetensi Mahasiswa
Keperawatan Bencana: Tinjauan Literatur. Jurnal Penelitian Perawat Profesional,
Volume 3 No 1. Hal 143 – 152.
Wisnu Kanita, Maria & Ika Subekti Wulandari (2019). Simulasi Bencana Bagi
Mahasiswa Keperawatan: Studi Fenomenologi. Jurnal Ilmiah Media Husada. 8(1 ),
27-32.
PPT dari Dosen mata kuliah Keperawatan Bencana I

93

Anda mungkin juga menyukai