209
Perawatan paliatif sangat luas dan melibatkan tim interdisipliner yang tidak
hanya mencakup dokter dan perawat tetapi mungkin juga ahli gizi, ahli fisioterapi,
pekerja sosial, psikolog/psikiater, rohaniwan, dan lainnya yang bekerja secara
terkoordinasi dan melayani sepenuh hati. Perawatan dapat dilakukan secara rawat
inap, rawat jalan, rawat rumah (home care), day care dan respite care. Rawat rumah
dilakukan dengan kunjungan ke rumah pasien, terutama mereka yang tidak dapat
pergi ke rumah sakit. Kunjungan dilakukan oleh tim untuk memantau dan
memberikan solusi atas masalah-masalah yang dialami pasien dan keluarganya, baik
masalah medis maupun psikis, sosial, dan spiritual. Day care adalah menitipkan
pasien selama jam kerja jika pendamping atau keluarga yang merawatnya memiliki
keperluan lain (seperti day care pada penitipan anak). Sedangkan respite care adalah
layanan yang bersifat psikologis melalui konseling dengan psikolog atau psikiater,
bersosialisasi dengan penderita kanker lain, mengikuti terapi musik, dan lain-lain.
210
III. KAPAN DIBERIKAN PERAWATAN PALIATIF?
Menurut keterangan gambar, Palliative care bisa diberikan diawal, namun dalam
kisaran yang sedikit dilakukannya. Pada bagian awal kebanyakan masih melakukan
perawatan kuratif yang memang bertujuan menyembuhkan. Apabila kuratif tidak
berhasil, seiring dengan menurunnya harapan hidup pasin, maka perawatan
paliatiflah yang dilakukan. Namu paliatif care tidak selalu sama dengan perawatan
Hospice.
211
VI. MACAM-MACAM “SUFFERING”/ DERITA
A. Physical Suffering/ Derita fisik → banyaknya gejala dan keluhan, gangguan
fungsi, keselamatan, hidrasi, dan nutrisi
B. Psychological Suffering/Derita psikologis → Emosi, kognisi, mood, menerima
respon, dan rasa takut
C. Spiritual Suffering → keagamaan, arti hidup dan mati, akibat dari kehilangan.
VIII. SPIRITUALITAS
90% populasi menyadari pentingnya keseimbangan aspek spiritual dan kesehatan.
Jadi, jika kita fokus hanya pada perawatan fisik saja, maka kita ketinggalan perahu!
Walau, merawat rohani pasien tidak boleh menghindari topik kematian.
213
4. Komunikasi dan InformasI → Memahami psikis penderita
Perlu atau tidaknya pasien mengetahui saat kematian itu tiba. Tim medis
bertanggungjawab memberikan penjelasan kondisi pasien. Memastikan tingkat
pengetahuan mereka mengenai kondisinya. Keluarga mungkin tidak siap untuk
menghadapi kematian, perlu dukungan.
Sikap dan pendekatan tim paliatif terhadap aspek psikis penderita menuju
kematian
214
215
5. Perawatan Paliatif Umum
1. Medikasi secara per oral, karena lebih nyaman dan farmakodinamis lebih baik.
2. Medikasi per rectal, subkutaneus, intramuskuler, atau intravena dapat
dipergunakan setelah tidak mampu mentolerir medikasi per oral.
3. Harus diperhatikan:
- Sasaran pengobatan dan keuntungannya
- Efek yang merugikan dari pengobatan
a. Nutrisi
Faktor utama: cairan, karbohidrat, lemak, protein, vitamin dan
mineral.Sebagai sumber energi, menjamin keadaan pasien tidak makin
menurun yang dapat memperburuk keadaan umum. Normal lanjut usia
membutuhkan asupan cairan 1500 ml tiap hari. Makanan dan air harus
tersedia dengan bebas selama pasien mampu menelan dengan aman.
b. Farmakologis - Simptomatis
6. Perawatan Paliatif Akhir (Berkabung)
216
5. Kulit tampak pucat, kebiru-biruan
6. Denyut nadi mulai tidak teratur
7. Nafas berbunyi keras (stridor)
8. Tekanan darah menurun
9. Ingatan menjadi kabur
C. Cara meringankan Penderitaan
1. Rasa Nyeri: Anestesi local, pemakaian kateter dilakukan pada pasien
retensi urin.
2. Dispnea: tabung oksigen, morfin, chlorpromazine efektif bagi kanker
stadium lanjut dengan sesak nafas.
3. Serang panic respiratori
- Meredakan ansietas akut
- Pasien diminta bernapas secara perlahan dan dalam
- Dapat diberikan Lorazepam 0,5 mg sublingual.
4. Takipnea
- Terjadi peningkatan frekuensi napas (30–50 x/ menit).
- Morfin IV adalah obat terpilih.
- Tujuan terapi: mengurangi kebisingan dengan mengurangi
frekuensi napas dan napas yang dalam.
- Midazolam 10–20 mg parenteral atau Diazepam 20–30 mg per
rectal mungkin diperlukan.
5. Mual dan muntah
- Dapat disebabkan faktor lokal (gastritis, obtruksi).
- Antasid dan ah2 dapat digunakan
6. Konstipasi
- Penambahan air dan serat pada asupan makanan
- Psilium hidrofilik musiloid, pencahar oral
7. Kecemasan → short acting benzodiazepin seperti lorazepam atau
alprazolam
8. Halusinasi → antipsikotik seperti haloperidol, klorpromazin, dan
thioridazine
9. Depresi: antidepresan
10. Kulit pecah–pecah
- Tubuh diubah posisinya setiap 2 jam
- Matras busa yang lembut dapat membantu menyebarkan tekanan
217
11. Pruritus: difenhidramin
12. Kejang
- Fenitoin, fenobarbital, karbamazepin
- Pada kasus epileptikus, diazepam iv adalah obat terpilih
13. Infeksi traktus urinarius: antibiotik yang cukup
14. Inkontinensia urin: kateter
218
2. Period of RELAXING
3. Periode of RESENTING
4. Periode of REMEMBERING
5. Periode of REPAIRING.
B. Dorong keluarga untuk:
1. Menerima realitas kematian tersebut.
2. Tabah menjalani duka karena kematian tersebut.
3. Mengumpulkan energi emosional dari almarhum dan mengalihkan
energi.
4. tersebut untuk melakukan aktivitas lain.
XIII. MASALAH YANG MASIH KONTROVERSIAL
A. ETANASIA (EUTHANASIA)
Etanasia atau tindakan yang membantu seseorang agar dapat
meninggal. Baik secara PASIF dengan menghentikan semua alat perpanjangan
hidup dan/atau obat-obatan pada saat masih jelas-jelas ada kemungkinan
kehidupan maupun secara AKTIF. Tidak di benarkan secara etika dan hukum di
Indonesia. Tetapi di salah satu negara bagian di Australia, hal ini diperbolehkan.
B. PERINTAH TIDAK MERESUSITASI (PTR)/DO NOT RESUCITATE (DNR).
1. Di Indonesia belum banyak di kenal.
2. Di negara maju biasa di kerjakan pada penyakit terminal (Misal: mati batang
otak-MBO).
3. Komunikasikan dengan keluarga: sosial ekonomi; penderitaan penderita dan
keluarganya.
4. PTR, bukan berarti perintah tidak mengerjakan apa-apa, artinya: upaya
untuk rasa nyaman, kurangi rasa nyeri/sesak nafas tetap di lakukan, sampai
saat terakhir kehidupannya.
219