Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

Kementerian Kesehatan Indonesia telah memperkirakan terdapat 240.000 insiden


kanker per tahun dengan 70% pasien datang pada stadium lanjut, dan kebanyakan pasien
meninggal di rumah sakit dalam keadaan menderita akibat gejala penyakitnya dan masih
belum dapat memenuhi kebutuhan pasien dan keluarga.1
Dalam pelayanan kesehatan/kedokteran, sebagai pusat perhatian dan yang
diutamakan adalah pasien (‘core’), disusul dengan aspek pengobatan medis (‘cure’), dan
yang terakhir adalah perawatan (‘care’). ‘Core’, ‘Cure’, dan ‘Care’ merupakan tiga aspek
yang saling berkaitan dan berpengaruh satu sama lain. Pada kondisi dimana pasien telah
berada pada stadium terminal dimana ‘cure’ sudah tidak menjadi bagian yang dominan,
maka ‘care’ menjadi bagian yang paling berperan.2
Perawatan paliatif adalah pendekatan yang meningkatkan kualitas hidup pasien dan
keluarga mereka menghadapi masalah yang terkait dengan penyakit yang mengancam jiwa,
melalui pencegahan dan pengurangan penderitaan melalui identifikasi dini dan penilaian
serta pengobatan nyeri dan masalah lain, fisik, psikososial dan spiritual.3

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Definisi Pelayanan Paliatif


Pelayanan paliatif didefinisikan oleh WHO adalah seluruh kegiatan aktif yang
dilakukan pada penyakit dimana pengobatan sudah tidak lagi berguna. Tindakan aktif yang
dimaksud antara lain mengontrol rasa sakit serta keluhan lainnya, serta perbaikan
penatalaksanaan pada aspek psikologis, sosial dan spiritual.2
Perawatan paliatif dapat diterapkan pada awal perjalanan penyakit, bersamaan
dengan terapi utama yang dimaksudkan untuk memperpanjang hidup. Akan tetapi,
perawatan paliatif tidak berfokus untuk menunda kematian tetapi berusaha untuk
memaksimalkan kualitas hidup mereka. Pada anak, perawatan paliatif di definisikan
sebagai perawatan total aktif dari tubuh, pikiran dan jiwa anak, dan juga memberikan
dukungan kepada keluarga. Perawatan dimulai ketika penyakit didiagnosis, dan berlanjut
terlepas dari apakah seorang anak menerima perawatan yang diarahkan pada penyakit
tersebut atau tidak.1

Tujuan Pelayanan Paliatif


Tujuan utama perawatan paliatif adalah sebagai berikut:
1. Menghilangkan keluhan nyeri dan keluhan lain yang mengganggu; terapi
simptomatis.
2. Menjaga keseimbangan psikologis dan spiritual sehingga pasien dan keluarga dapat
menerima kondisi penyakitnya serta berada dalam kondisi sesiap mungkin untuk
proses kematiannya.
3. Dukungan untuk membantu pasien hidup seaktif dan sekreatif mungkin sampai saat
kematiannya sehingga meningkatkan kepercayaan diri pasien.
4. Dukungan untuk membantu keluarga menghadapi penyakit dan masa duka.
Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa tujuan perawatan paliatif tidak
hanya menghilangkan keluhan nyeri dan keluhan lain yang menyertai, tapi juga
memberikan motivasi kepada pasien dan keluarganya dan menjalankan sisa kehidupan
dengan aktif dan berdaya guna.2

2
Persentase Penyakit dalam Perawatan Paliatif

Sebagian besar penyakit yang membutuhkan perawatan paliatif, dewasa maupun


anak, merupakan penyakit penyakit tidak menular. Kanker memiliki proporsi yang
signifikan dalam pemutuhan perawatan paliatif terutama pada pasien dewasa dimana
menempati proporsi kedua terbesar setelah penyakit kardiovaskular.1

Gambar 1. Global Atlas of Palliative Care at the End of Life Pasien Dewasa.1

Gambar 2. Global Atlas of Palliative Care at the End of Life Pasien Anak.1

Keadaan Pelayanan Paliatif di Indonesia


Asuhan paliatif sudah mulai dikembangkan di Indonesia, Surabaya, sejak tahun
1992. Namun perkembangan yang ada masih relatif lambat. Kementerian Kesehatan
Indonesia telah memperkirakan terdapat 240.000 insiden kanker per tahun dengan 70%
pasien datang pada stadium lanjut, dan kebanyakan pasien meninggal di rumah sakit dalam

3
keadaan menderita akibat gejala penyakitnya dan masih belum dapat memenuhi kebutuhan
pasien dan keluarga.1
Tahun 2007 Kementerian Kesehatan telah menetapkan kebijakan nasional terkait
asuhan paliatif dalam (Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 812/Menkes/SK/VII/2007
mengenai Kebijakan Perawatan Paliatif). Namun hingga saat ini asuhan paliatif di
Indonesia hanya terpusat di lima kota besar (Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar,
Makassar) dengan pengembangan SDM, sarana dan prasarana yang berbeda dan
berdasarkan The Economist Intelligence Unit (EIU) tahun 2015 mengenai kualitas
kematian, Indonesia menempati peringkat 53 dinilai berdasarkan integrasinya terhadap
pelayanan kesehatan nasional, dukungan hospis, dan keterlibatan komunitas terhadap isu
paliatif.1

Indikasi Pelayanan Paliatif

Program Paliatif dimulai sejak diagnosis kanker ditegakkan serta bila didapatkan satu
atau lebih kondisi di bawah ini:4
1. Nyeri atau keluhan fisik lainnya yang belum dapat diatasi.
2. Gangguan psikologis terkait dengan diagnosis atau terapi kanker.
3. Penyakit penyerta yang berat dan kondisi sosial yang diakibatkannya.
4. Permasalahan dalam pengambilan keputusan tentang terapi yang akan atau sedang
dilakukan.
5. Pasien/keluarga meminta untuk dirujuk ke perawatan paliatif (sesuai dengan
prosedur rujukan).
6. Angka harapan hidup < 12 bulan (ECOG> 3 atau Karnofsky < 50%, metastasis otak
dan leptomeningeal, metastasis di cairan interstisial, sindromvena cava superior,
kaheksia, serta kondisi berikut bila tidak dilakukan tindakan atau tidak respon
terhadap tindakan, yaitu kompresi tulang belakang, bilirubin ≥2,5 mg/dl, kreatinin
≥3 mg/dl, tidak berlaku bagi pasien anak).
7. Pasien kanker stadium lanjut yang tidak memberikan respon dengan terapi yang
diberikan.

Selain itu dapat digunakan skoring penapisan perawatan paliatif sebagai berikut.

4
Tempat Perawatan Paliatif

5
Tempat untuk melakukan perawatan paliatif adalah:5

a. Rumah sakit : Untuk pasien yang harus mendapatkan perawatan yang memerlukan
pengawasan ketat, tindakan khusus atau peralatan khusus.
b. Puskesmas : Untuk pasien yang memerlukan pelayanan rawat jalan.
c. Rumah singgah/panti (hospis) : Untuk pasien yang tidak memerlukan pengawasan
ketat, tindakan khusus atau peralatan khusus, tetapi belum dapat dirawat di rumah
karena masih memerlukan pengawasan tenaga kesehatan.
d. Rumah pasien : Untuk pasien yang tidak memerlukan pengawasan ketat, tindakan
khusus atau peralatan khusus atau ketrampilan perawatan yang tidak mungkin
dilakukan oleh keluarga.

Lingkup Kegiatan Perawatan Paliatif5

1. Jenis kegiatan perawatan paliatif meliputi :


 Penatalaksanaan nyeri.
 Penatalaksanaan keluhan fisik lain.
 Asuhan keperawatan
 Dukungan psikologis
 Dukungan sosial
 Dukungan kultural dan spiritual
 Dukungan persiapan dan selama masa dukacita (bereavement).
2. Perawatan paliatif dilakukan melalui rawat inap, rawat jalan, dan kunjungan/rawat
rumah.

Penatalaksanaan Nyeri

Kontrol nyeri untuk meningkatkan kualitas hidup merupakan aspek penting dari
perawatan paliatif. Namun prognosis dan tujuan perawatan untuk pasien yang menerima
perawatan paliatif dapat sangat bervariasi tergantung pada individu. Seseorang dengan
penyakit serius mungkin memiliki kondisi yang dapat disembuhkan atau disembuhkan
dengan potensi untuk jangka waktu yang lama untuk bertahan hidup. Untuk pasien
tersebut, strategi manajemen nyeri harus mencakup penimbangan yang cermat potensi

6
risiko efek samping pengobatan seperti komplikasi penggunaan opioid yang
berkepanjangan, kecanduan atau kerusakan jaringan dari perawatan radiasi.6
Pasien yang perjalanan penyakitnya menunjukkan harapan hidup yang lebih
pendek, seperti mereka yang menderita penyakit stadium akhir yang memprioritaskan
kenyamanan dan kontrol gejala yang optimal daripada umur panjang, mungkin kurang
peduli dengan jangka panjang efek samping dari berbagai pengobatan.6
Nyeri adalah gejala subjektif; tidak ada tes untuk mengukur rasa sakit. Rasa sakit
adalah apa yang dikatakan pasien, dan dibutuhkan ditangani secara memadai untuk
meningkatkan kualitas hidup. Pasien bersama anggota keluarga harus terlibat aktif dalam
menetapkan tujuan manajemen nyeri paliatif.6
Penilaian nyeri dapat menggunakan kriteria-kriteria berikut:6,7
1. Numeric Rating Scale (NRS)
Tanyakan intensitas nyeri dengan menggunakan angka 0-10. Angka 0 berarti tidak
nyeri dan 10 sangat nyeri.

Gambar 3. Numeric Rating Scale.


2. Categorial Scale

Dibagi atas : nyeri ringan – nyeri sedang – nyeri berat

3. Faces Rating Scale

Gambar 4. Faces Rating Scale.


Keterangan:

a. Nilai 0 : Tidak ada/ bebas nyeri

7
b. Nilai 1-2 : Nyeri ringan (tidak bisa bercanda, serius, wajah datar, nyeri dapat
diabaikan)
c. Nilai 3-5 : Nyeri sedang (Alis berkerut, bibir mengerucut, menahan nafas,
aktivitas terganggu)
d. Nilai 5-7 : Nyeri sedang (hidung berkerut, mengangkat bibir bagian atas,
bernafas cepat, konsentrasi terganggu)
e. Nilai 7-9 : Nyeri berat (mulut terbuka, slow blink, mengganggu kebutuhan
dasar)
f. Nilai 10 : Nyeri hebat (mata tertutup, mengerang menangis, memerlukan
bedrest

Berikut pada tabel 1 adalah jenis nyeri yang umum pada pasien perawatan paliatif
dan manajemen yang disarankan.

Tabel 1. Jenis nyeri yang umum pada pasien perawatan paliatif dan manajemen yang
disarankan.7

8
Pemberian anti nyeri dapat menggunakan panduan WHO analgesic ladder. Opioid
memiliki peran khusus dalam perawatan paliatif. Ada keadaan dimana ketika penggunaan
opioid dibenarkan oleh situasi klinis. Opioid kerja pendek disarankan, dimulai dengan
dosis rendah dan meningkat perlahan. Sejumlah kecil opioid harus diresepkan pada suatu
waktu.

Gambar 5. WHO Stepladder.7

WHO Analgesic Ladder Step 1 - Non-opioids


 Paracetamol, dosis maksimal 4g/hari
 NSAIDs
 Ibuprofen 200-400mg tiga kali sehari.
 Naproxen 250-500mg dua kali sehari.
 Celecoxib 100mg dua kali sehari, dapat dinaikkan menjadi 200mg dua kali
sehari.

WHO Analgesic Ladder Step 2 - Weak Opioids


 Codeine, dosis maksimal 240mg/hari
 Dihydrocodeine, dosis maksimal 240mg/hari
 Tramadol, dosis maksimal 400mg/hari

WHO Analgesic Ladder Step 3 - Strong Opioids


 Morfin adalah opioid kuat pilihan untuk manajemen nyeri sedang sampai berat pada
pasien perawatan paliatif, berdasarkan ketersediaan yang mudah dan biaya. Rute

9
oral lebih disarankan selama pasien tidak memiliki masalah dengan menelan atau
penyerapan.
 Ketika morfin tidak dapat digunakan, opioid kuat alternatif yang biasa digunakan
dalam perawatan paliatif yaitu:
o Oxycodone (oral or subcutaneous).
o Buprenorphine (transdermal).
o Fentanyl (transdermal).

Analgetik adjuvan yang dapat diberikan yaitu sebagai berikut:

Tabel 2. Analgesik Adjuvan.7

10
Tatalaksana nyeri non-medikamentosa meliputi:8
 Teknik relaksasi,
 Pengalihan perhatian,
 Bantalan panas/ kompres es,
 Fisioterapi,
 Penilaian dan dukungan psikologis,
 Terapi kreatif,
 Transcutaneous electrical nerve stimulation (TENS) dan akupuntur.

Penatalaksanaan Perawatan Fisik

 Perawatan mulut
 Gunakan sikat gigi yang lembut untuk membersihkan gigi, lidah, palatum dan
gusi dari kotoran dan sisa makanan
 Gunakan pasta gigi yang mengandung natrium bikarbonat
 Bersihkan mulut dengan air garam yang telah dilarutkan setelah makan dan
sebelum tidur (biasanya 3-4 kali dalam sehari)
 Mencegah terjadinya ulkus dekubitus lebih baik dari pada mengobati, dengan cara :
 Bantu pasien yang mengalami tirah baring untuk duduk di kursi dari waktu ke
waktu bila memungkinkan
 Pasien yang sakit di bawa ke tempat tidur dengan cara di angkat, tidak dengan
ditarik karena dapat menyebabkan kerusakan kulit

11
 Anjurkan pasien untuk membolak balik badan di tempat tidur bila
memungkinkan setiap 2 jam, gunakan bantal atau guling untuk mempertahankan
posisi tersebut
 Pertahankan tempat tidur tetap bersih dan kering
 Lihat setiap hari apakah terdapat kulit yang rusak yang ditandai dengan
perubahan warna pada bagian punggung, lengan, bahu dan pinggul.

 Mencegah nyeri, kaku dan kontraktur sendi

12
Gambar 6. Perawatan Fisik.

Dukungan Psikologis

Penilaian faktor sosial dan emosional, suasana hati, kecemasan dan depresi
merupakan bagian dari penilaian komprehensif penderitaan pasien. Adanya tekanan
emosional dan gejala psikologis adalah umum, dengan gangguan mood berkisar antara
30% dan 40% pada pasien. Pasien dengan gangguan kejiwaan yang sudah ada sebelumnya
cenderung membutuhkan lebih banyak dukungan dan bantuan.9
Seorang dokter harus dapat menghadapi emosi dan reaksi pasien yang sudah dalam
tahap penyakit stadium terminal serta keluarganya.2 Salah satu kepustakaan menjelaskan
terdapat 5 tahap reaksi seseorang ketika mengetahui dirinya dalam tahap stadium terminal
suatu penyakit:9,10
1) Pada fase Menyangkal

13
Petugas Rumah Sakit perlu waspada terhadap isyarat pasien dengan
denial dengan cara menanyakan tentang kondisi atau prognosisnya dan pasien
dapat mengekspresikan perasaan perasaannya.
2) Pada fase Marah
Biasanya pasien akan merasa berdosa telah mengekspresikan
perasaannya yang marah. Petugas Rumah Sakit perlu membantunya agar
mengerti bahwa masih merupakan hal yang normal dalam merespon perasaan
kehilangan menjelang kematian. Akan lebih baik bila kemarahan ditujukan
kepada perawat sebagai orang yang dapat dipercaya, memberikan rasa aman dan
akan menerima kemarahan tersebut, serta meneruskan asuhan sehingga
membantu pasien dalam menumbuhkan rasa aman.
3) Pada fase Menawar/Ragu-Ragu
Pada fase ini Petugas Rumah Sakit perlu mendengarkan segala
keluhannya dan mendorong pasien untuk dapat berbicara karena akan
mengurangi rasa bersalah dan takut yang tidak masuk akal.
4) Pada fase Depresi
Pada fase ini Petugas Rumah Sakit selalu hadir didekatnya dan
mendengarkan apa yang dikeluhkan oleh pasien. Akan lebih baik jika
berkomunikasi secara non verbal yaitu duduk dengan tenang disampingnya dan
mengamati reaksi-reaksi non verbal dan pasien sehingga menumbuhkan rasa
aman bagi pasien.

5) Pada fase Penerimaan


Fase ini ditandai pasien dengan perasaan tenang, damai. Kepada keluarga
dan teman-temannya dibutuhkan pengertian bahwa pasien telah menerima
keadaannya dan perlu dilibatkan seoptimal mungkin dalam program pengobatan
dan mampu untuk menolong dirinya sendiri sebatas kemampuannya.

Kelima tahapan ini tidak terjadi berurutan, tapi bisa terjadi secara bervariasi. Hal
utama yang mendasari timbulnya reaksi tersebut adalah ‘harapan’ akan kesembuhan.
Tujuan psikoterapi adalah menurunkan kadar stress dari rasa cemas dan kebingungan,

14
memberi kesempatan kepada pasien untuk menceritakan segala sesuatu yang
mengkhawatirkan dirinya (ventilasi) serta dukungan terhadap keluarga.9

Depresi

Depresi adalah hal umum dalam perawatan paliatif dan kadang tidak disadari.
Perkiraan prevalensi depresi bervariasi, tetapi kemungkinan bahwa setidaknya 25% pasien
dengan penyakit lanjut akan mengalami gangguan mood yang signifikan.
Penatalaksanaan depresi nonfarmakologis:7
1. Pengalihan perhatian
2. Relaksasi
3. Manajemen pola tidur dan kecemasan
4. Perawatan psikologis khusus termasuk cognitive behavioural therapy (CBT)
5. Aktivitas
Terapi medikamentosa direkomendasikan pada depresi sedang atau berat. Panduan
NICE adalah bahwa pengobatan lini pertama harus dengan SSRI (misalnya Sertraline,
Citalopram). Jika tidak ada respons atau efek samping yang tidak dapat diterima,
pertimbangkan beralih ke SSRI lain atau ke Mirtazapine. Mirtazapine adalah ansiolitik
antidepresan dengan profil efek samping berupa peningkatan nafsu makan, penambahan
berat badan dan meningkatkan tidur, yang mungkin berguna pada beberapa pasien.
Antidepresan trisiklik mungkin membantu jika rasa sakit atau kurang tidur adalah gejala
yang menonjol. Pertimbangkan rujukan spesialis untuk depresi dalam beberapa minggu
terakhir kehidupan.8

Kecemasan

Orang dengan penyakit yang bersifat life-limiting illnesses mungkin menderita


kecemasan atau kepanikan umum karena sejumlah alasan termasuk ketidakpastian tentang
masa depan, perpisahan dari orang yang dicintai, kekhawatiran keuangan, pekerjaan dan
sosial serta rasa sakit yang tak kunjung hilang atau gejala lainnya. Kecemasan mungkin
baru bagi individu, tetapi lebih umum pada pasien dengan gangguan kecemasan yang
sudah ada sebelumnya, seperti gangguan kecemasan umum atau gangguan panik.

15
Cemas ditandai oleh perasaan takut atau ketakutan yang sangat dan dapat muncul
dengan bentuk gejala fisik seperti palpitasi, mual, pusing, perasaan sesak nafas, tremor,
berkeringat atau diare.
Tatalaksana Non-medikamentosa:
 Dukungan termasuk mencari dan mengerti kebutuhan dan apa yang menjadi
kecemasannya dengan mendengarkan dengan seksama dan memberikan perhatian
pada hal- hal yang khusus.
 Memberikan informasi yang jelas dan meyakinkan bahwa akan terus memberikan
dukungan untuk mencapai harapan yang realistik.
 Intervensi psikologi: distraksi untuk menghilangkan kejenuhan dan pikiran yang
terpusat pada diri sendiri.4
Tatalaksana medikamentosa:
 Benzodiazepin: diazepam, alprazolam, lorazepam.
 Penghambat Beta untuk mengatasi gejala perifer.

Beberapa Hari Terakhir Kehidupan


Terdapat lima prioritas telah diakui penting untuk pasien yang menjelang kematian.7
1. Mengenali kemungkinan orang tersebut kemungkinan besar akan meninggal
Penting untuk mengenali kapan seorang pasien sekarat. Karena hal ini tidak
selalu mudah. Ketika seorang pasien memiliki penyakit lanjut dan progresif yang
membatasi hidup dan memburuk tanpa penyebab yang (tepat) reversibel, kematian
mungkin dikenali jika mereka:
• Menjadi semakin lemah dan harus terbaring di tempat tidur.
• Mengantuk sepanjang hari.
• Mengalami kesulitan menelan tablet.
• Kehilangan minat pada makanan dan minuman.
• Kehilangan rentang perhatian atau menjadi bingung.
2. Berkomunikasi dengan orang tersebut dan orang-orang penting bagi pasien.
• Jelaskan bahwa memprediksi kematian dapat menjadi sulit
• Jelaskan bahwa pasien tampaknya akan meninggal

16
• Diskusikan alasan untuk meninjau intervensi klinis, obat-obatan dan
perawatan lain termasuk nutrisi/hidrasi dengan pasien dan keluarga/teman
• Pastikan komunikasi yang efektif di antara semua yang terlibat
• Komunikasi antar-profesional harus eksplisit: bahwa pasien diyakini akan
meninggal, kematian dapat terjadi.
3. Libatkan keluarga dalam pengambilan keputusan tentang pengobatan dan
perawatan.
• Semua pengambilan keputusan harus dilakukan dalam kemitraan dengan
pasien dan keluarga/teman mereka.
• Ingatlah bahwa seseorang dapat berubah pikiran.
4. Dukung kebutuhan pasien dan orang terdekat yang penting bagi pasien.
• Pastikan dukungan praktis dan emosional kepada keluarga dan pengasuh.
• Dukungan diberikan baik sebelum sebelum dan sesudah kematian.
• Periksa kebutuhan agama, spiritual dan budaya dan penuhi jika
memungkinkan.
5. Pertahankan kenyamanan untuk mencapai kematian yang bebas rasa sakit dan
nyaman
• Gunakan pendekatan pemecahan masalah untuk mengontrol gejala.
• Tinjau semua obat dan gunakan hanya yang penting untuk menjaga
kenyamanan. Hentikan obat profilaksis jangka panjang yang tersisa, mis.
antihipertensi, warfarin, statin.
• Peresepan antisipatif: Analgesik, Antiemetik, Ansiolitik, Antisekresi.
• Kaji dan tinjau intervensi klinis mis. tes darah, pencitraan diagnostik dan
perawatan medis mis. hidrasi dan nutrisi yang dibantu secara klinis.
• Antisipasi dan rencanakan kemungkinan komplikasi, mis. Perdarahan.
• Periksa kembali pasien secara teratur.

BAB III

KESIMPULAN

Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan memperbaiki kualitas hidup


pasien dan keluarga yang menghadapi masalah yang berhubungan dengan penyakit yang

17
dapat mengancam jiwa, melalui pencegahan dan peniadaan melalui identifikasi dini dan
penilaian yang tertib serta penanganan nyeri dan masalah-masalah lain, fisik, psikososial
dan spiritual. Penyakit terminal merupakan penyakit progresif yaitu penyakit yang menuju
ke arah kematian.
Obat paliatif dapat dikombinasikan dengan perawatan atau modalitas lain dengan
tujuan terapi, atau mungkin menjadi fokus lengkap seperti dalam perawatan rumah sakit.
Seorang dokter menyediakan dan mengkoordinasikan rumah sakit atau perawatan tim lain
untuk pasien sekarat dan dapat meringankan gejala fisik dan memberikan dukungan sosial,
emosional, dan spiritual.

DAFTAR PUSTAKA

1. Permata TBM, Octavianus S, Khumaesa NE, Maharani P, Rahmartani LT, Nicholas, et


al. Pedoman Strategi dan Langkah Aksi: Pengembangan Perawatan Paliatif. 2019;1–
52.

18
2. Werdhani RA. Pelayanan Paliatif Oleh Dokter Keluarga. Dep Ilmu Kedokt Komunitas,
Fak Kedokt Univ Indones Jakarta Pendahuluan. 2016;22(12):541–3.
3. Icbs B. Palliative and End of Life Care Statutory Guidance for Integrated Care Boards
(ICBs). 2022;(July). Available from:
https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/palliative-care
4. Rahajeng E. Pedoman Nasional Program Paliatif Kanker. Bakti Husada. Jakarta:
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia; 2015.
5. RI MK. Kebijakan Perawatan Paliatif. In: Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia. 2008.
6. Improvement I for CS. Palliative Care for Adults. 6th ed. 2020. 1–82 p.
7. Greater Manchester and Eastern Cheshire Strategic Clinical Networks. Palliative Care
Pain & Symptom Control Guidelines for Adults Palliative Care Pain & Symptom
Control Guidelines for Adults for Staff Providing Generalist Palliative Care. 2019;
(November):1–128.
8. Wessex Palliative Physicians. The Palliative Care Handbook. A Good Practice Guide.
A Good Pract Guid. 2019;1–106.
9. Crawford GB, Dzierżanowski T, Hauser K, Larkin P, Luque-Blanco AI, Murphy I, et
al. Care of the adult cancer patient at the end of life: ESMO Clinical Practice
Guidelines. ESMO Open. 2021;6(4).
10. HPK. Panduan Pelayanan Pasien Tahap Termminal. 2016;12. Available from:
http://rsjhbsaanin.sumbarprov.go.id/

19

Anda mungkin juga menyukai