PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired
Immunodeficiency Syndrome (AIDS) merupakan salah satu penyakit
mematikan di dunia yang menjadi wabah internasional sejak pertama
kehadirannya (Arriza, Dewi, Dkk, 2011). Penyakit ini merupakan penyakit
menular yang disebabkan oleh infeksi virus Human Immunodeficiency Virus
(HIV) yang menyerang sistem kekebalan tubuh (Kemenkes, 2015). Penyakit
AIDS diartikan sebagai sekumpulan gejala yang menunjukkan kelemahan atau
kerusakan daya tahan tubuh yang diakibatkan oleh faktor luar dan sebagai
bentuk paling hebat dari infeksi HIV, mulai dari kelainan ringan dalam respon
imun dan tanpa gejala yang nyata, hingga keadaan imunosupresi yang
berkaitan dengan berbagai infeksi yang dapat membawa kematian
(Padila,2012).
Laporan dariJointUnited Nations Programme on HIV and AIDS atau
UNAIDS pada tahun 2015 terdapat 2,1 juta infeksi HIV baru diseluruh dunia,
yang banyak tersebar di wilayah afrika dan asia. Data ini menambah total
penderita HIV menjadi 36.7 juta dan penderita AIDS sebanyak 1,1 juta orang
(UNAIDS, 2016). Laporan perkembangan HIV AIDS dari Direktorat Jendral
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit atau Ditjen P2P Kementrian
Kesehatan RI pada tanggal 18 Mei 2016 menyebutkan bahwa di Indonesia
dari bulan Januari sampai denganMaret 2016 jumlah HIV yang dilaporkan
sebanyak 7.146 orang dan AIDS sebanyak 305 orang. Rasio perbandingan
antara laki-laki dan perempuan yaitu 2:1 (Ditjen P2P Kementrian Kesehatan
RI, 2016).
Penyakit HIV dan AIDS menyebabkan penderita mengalami penurunan
ketahanan tubuh sehingga sangat mudah untuk terinfeksi berbagai macam
penyakit lain (Kemenkes, 2015). Meskipun telah ada kemajuan dalam
pengobatannya, namun infeksi HIV dan AIDS masih merupan masalah
kesehatan yang penting di dunia ini (Smeltzer dan Bare, 2015).
Proporsi orang yang terinfeksi HIV, tetapi tidak mendapat pengobatan anti
HIV dan akhirnya akan berkembangmenjadi AIDS diperkirakan mencapai
lebih dari90%. Karena tidak adanya pengobatan anti HIV yang efektif, Case
Fatality Rate dari AIDS menjadi sangat tinggi, kebanyakan penderita di
negara berkembang (80-90%)mati dalam 3 sampai 5 tahun sesudah di
diagnosa terkena AIDS (Kunoloji,2012).
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana cara mengidentifikasi definisi dari perawatan paliatif?
2. Bagaimana cara mengidentifikasi tujuan dari perawatan paliatif?
3. Bagaimana cara mengidentifikasi pasien apa saja yang mendapatkan
perawatan paliatif?
4. Bagaimana cara mengidentifikasi asuhan keperawatan paliatif pada
pasien HIV?
1.3 TUJUAN
1.3.1 Tujuan Umum
Mampu memahami tentang perawatan paliatif pada pasien HIV
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mampu mengidentifikasi definisi dari perawatan paliatif
2. Mampu mengidentifikasi tujuan perawatan paliatif
3. Mampu ngidentifikasi pasien apa saja yang mendapatkan
perawatan paliatif
4. Mampu mengidentifikasi asuhan keperawatan paliatif pada pasien
HIV
1.4 MANFAAT
1.4.1 Bagi Pembaca
1. Pembaca dapat mengetahui lebih jauh tentang asuhan keperawatan
paliatif pada pasien HIV
2. Pembaca dapat memperluas wawasannya
1.4.2 Bagi Mahasiswa
1. Mahasiswa dapat mengetahui definisi asuhan keperawatan paliatif
2. Mahasiswa dapat mengetahui contoh asuhan keperawatan paliatif
1.4.3 Bagi Fakultas Keperawatan dan Kebidanan
1. Memberikan pendidikan pada mahasiswa khususnya pada mata
kuliah Keperawatan HIV
2. Menambah literatur bacaan bagi mahasiswa
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Perawatan Paliatif
1. Definisi
Perawatan paliatif adalah setiap bentuk perawatan medis atau
perawatan yang berkonsentrasi pada pengurangan keparahan gejala
penyakit, daripada berusaha untuk menghentikan, menunda, atau
menghambat perkembangan dari penyakit itu sendiri atau memberikan
penyembuhan. (Chilyatiz, 2015).
Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan meperbaiki hidup
pasien dan keluarga yang meghadapi masalah yang berhubungan dengan
penyakit yang dapat mengancam jiwa, melalui pencegahan dan peniadaan
melalui identifikasi dini dan penilaian yang tertib serta penanganan nyeri
dan masalah-masalah lain, fisik, psikososial, dan spiritual (KEPMENKES
RI NOMOR:812, 2007).
Definisi perawatan paliatif telah mengalami beberapa evolusi. Menurut
WHO pada tahun 1990 perawatan paliatif adalah perawatan total dan aktif
dari untuk penderita yang penyakitnya tidak lagi responsive terhadap
pengobatan kuratif. Saat ini perawatan paliatif diberikan sejak diagnosis
ditegakkan sampai akhir hayat. Artinya tidak memperdulikan pada
stadium dini atau lanjut, masih bisa disembuhkan atau tidak, mutlak
perawatan paliatif harus diberikan kepada penderita itu. Perawatan paliatif
tidak berhenti setelah penderita meninggal, tetapi masih diteruskan dengan
memberikan dukungan kepada anggota keluarga yang berduka. Maka
timbullah pelayanan palliative care atau perawatan paliatif yang mencakup
pelayanan terintegrasi atara dokter, perawat, terapis, petugas social-medis,
psikolog, rohaniwan, relawan, dan profesilain yang diperlukan.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menekankan lagi bahwa
pelayanan paliatif berpijak pada pola dasar, yaitu :
1) Meningkatkan kualitas hidup dan menganggap kematian sebagai
proses yang normal
2) Tidak mempercepat atau menunda kematian
3) Menghilangkan nyeri dan keluhan lain yang mengganggu
4) Menjaga keseimbangan psikologis dan spiritual
5) Berusaha agar penderita tetap aktif sampai akhir hayatnya
6) Berusaha membantu mengatasi suasana dukacita pada keluarga
2. Tujuan
a. Tujuan perawatan paliatif
Tujuan dari perawatan paliatif adalah untuk meningkatkan kualitas
hidup pasien dan keluarga yang hidup dengan HIV dan penyakit
lainnya yang membutuhkan perawatan paliatif.(Chilyatiz, 2015)
Tujuan utama dari perawatan paliatif, adalah :
1. Meningkatkan kapasitas keluarga untuk memberikan perawatan
paliatif.
2. Mendukung peningkatan akses ke perawatan paliatif untuk
mendapatkan perawatan secara terus menerus.
3. Mengintegrasikan perawatan paliatif dalam perawatan, dukungan,
dan layanan pengobatan yang ada.
4. Menganjurkan untuk perawatan paliatif yang berkelanjutan dan
holisitik.
5. Meningkatkan akses terhadap obat-obatan dan komoditas penting
dalam perawatan paliatif.
6. Meningkatkan kualitas pelayanan perawatan paliatif.
b. Tujuan perawatan paliatif pada pasien HIV
Perawatan paliatif pada HIV yaitu perawatan yang diberikan dengan
pendekatan secara komprehensif, mencakup pengobatan sakit,
pengobatan gejala, konsultasi dan pengobatan untuk mengatasi
masalah kejiwaan dan psikologis, dukungan dalam mengatasi stigma
dan diskriminasi atau penolakan dari keluarga, rujukan pada layanan
sosial, layanan kesehatan primer, perawatan rohani dan konsultasi,
perawatan akhir-kehidupan, dan dukunghan dukacita bagi keluarga.
Pada perawatan paliatif disamping pengobatan penyakit dasarnya HIV
dan infeksi opportunistic/opportunistic infections (OI) atau
komorbiditas/ co-morbidities, perawatan juga termasuk dalam layanan
pencegahan dan promosi kesehatan. Layanan ini dapat diberikan
sebagai bagian dari perawatan berkelanjutan oleh sistem layanan
kesehatan atau melalui layanan dari organisasi sosial di masyarakat.
Layanan tersebut seperti perawatan masyarakat dan perawatan berbasis
rumah, tempat penitipan anak, atau rumah sakit/klinik yang
melaksanakan perawatan paliatif. Layanan ini dapat dibentuk dan
digambarkan sebagai berikut :
c. Tenggorokan
I : Normal
P : Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid
d. Dada
I : Normal
P : Tidak cekung, dada terlihat normal
- Pulmo
I : Tidak ada tekanan infercorta
P : Tidak ada benjolan
P : Paru sonor
A : Vesikuler ka/ki
- Cor
I : Normal
P : Ictus Cordis teraba
P : Pekak
A : S1 : Normal
S2 : Normal
S3 : Tidak ada murmur
e. Abdomen
I : Normal
A : Bising usus hiperaktif
P : Normal, tidak ada hematomegali
P : Normal, tidak ada hypertimpani
f. Genetalia
I : Tidak ada lesi dan keputihan
P : Tidak ada clitoris
g. Ekstremitas
- Atas : I : Normal
P : akral dingin, tonus otot menurun, kelemahan otot
- Bawah : I : Normal
P : Akral dingin, kekuatan otot ka/ki lemah
III. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan pungsi lumbal (untuk menghitung rasio glukosa)
Waktu melakukan pungsi lumbal adalah penting untuk mengukut
tekanan CSS pada awal dengan manometer. Tekanan yang normal adalah
dibawah 20 cm. Hal ini penting karena untuk menentukan dan menangani
peningkatan tekanan dalam otak yang dikaitkan dengan resiko yang lebih
tinggi terhadap kematian pada meningitis kriptokokal, dank arena kurang
lebih 70% orang dengan meningitis kriptokokal mengalami peningkatan
dalam otak.
b. Pemeriksaan CSS (cairan serebrospinal)
c. Tes pewarnaan gram
Untuk meningitis kriptokokal, pewarnaan untuk basil tahan asam (BTA)
untuk TB, dan pewarnaan gram untuk meningitis bakteri
d. Tes antigen kriptokokal
Dilakukan jika hasil tes pewarnaan adalah negative, dan tidak ada tes
diagnosis lain yang dilakukan (karena tes ini harganya mahal).
e. Pemeriksaan jumlah dan pembedaan sel
f. Pemeriksaan protein dan konsentrasi glukosa
g. Pemeriksaan biakan mikrobakteri, bakteri, dan jamur
h. Tes serologi
IV. Terapi
a. Penisilin
b. Ampisilin
c. Vankomisin
d. Kloramfenikol
e. Seftriakson
f. Deksametason
g. Terapi induksi
Amfoterisin B 0,7 mg IV dan flusitosin 100 mg secara oral (setiap hari
selama 2 minggu), flukonazol400 mg oral ( setiap hari selama 8 minggu),
flukonazol 200 mg oral setiap hari
2. Diagnosa Keperawatan
Tanggal/
Pengelompokan Data Masalah Etiologi
Jam
19-4-2017 DS: Domain 12 : Faktor :
09.30 1. Pasien mengeluh nyeri dibagian Kenyamanan Agens cedera fisik
WIB kepala,nyeri dirasakan sejak 1 Kelas 1 : (mis.,infeksi, iskemia,
minggu yang lalu, nyeri yang Kenyamanan fisik neoplasma)
dirasakan seperti tertusuk-tusuk, Diagnosa :
nyeri hilang timbul Nyeri akut
DO: (00132)
1. Pasien terlihat meringis kesakitan.
2. Pasien tidak memakan makanannya
3. Pasien tampak memegangi area
yang nyeri
19-4-2017 DS: pasien mengatakan merasakan Domian 2 : Faktor biologis
09.45 mual muntah dan tidak nafsu makan Nutrisi
WIB Kelas 1:
DO : Makan
Pasien tampak mual-mual, bising usus Diagnosa :
meningkat Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
(00002)
19-4-2017 DS: Domain 9 : Faktor :
09.55 1. Pasien mengatakan cemas Koping/ toleransi Merasa dekat dengan
WIB menghadapi kematian karena dia stress kematian
merasa hidupnya tak lama lagi Kelas 2 :
DO: Respons koping
1.Pasien terlihat cemas. Diagnosa :
2.Pasien nampak sedih dan takut Ansietas kematian
(00147)
PRIORITAS MASALAH
No Diagnosis Keperawatan/Masalah Kaloboratif
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik yang
ditandai dengan agen cidera fisik
4. Implementasi
No. Tanggal/puku Tindakan Paraf
Diagnos l
a
1 19-04-2017 1) Berikan individu penurun nyeri yang
R
10.00 WIB optimal dengan peresepan analgesic
1 19-04-2017 1) Ajarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri
R
10.15 WIB
1 19-04-2017 1) Gali penggunaan metode farmakologi yang
R
10.25 WIB dipakai pasien saat ini untuk menurunkan
nyeri
1 19-04-2017 1) Gali bersama pasien faktor-faktor yang
R
13.00 WIB dapat menurunkan atau memperberat nyeri
5. Evaluasi
IV.1 Simpulan
Dengan menggunakan prosedur baik dan benar serta pengetahuan tentang
asuhan keperawatan penyakit insomnia, kita dapat mengetahui penyebab dan
gejala yang terdapat dalam penyakit insomnia sehingga kita dapat membuat
asuhan keperawatan pada paien dengan insomnia.
IV.2 Saran
Dari uraian makalah yang telah disajikan kami dapat memberikan saran
untuk selalu mennjaga kebersihan lingkungan, makanan yang dikonsumsi
harus higiene dan perlunya penyuluhan kepada masyarakat tentang demam
tipoid.
DAFTAR PUSTAKA