Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired
Immunodeficiency Syndrome (AIDS) merupakan salah satu penyakit
mematikan di dunia yang menjadi wabah internasional sejak pertama
kehadirannya (Arriza, Dewi, Dkk, 2011). Penyakit ini merupakan penyakit
menular yang disebabkan oleh infeksi virus Human Immunodeficiency Virus
(HIV) yang menyerang sistem kekebalan tubuh (Kemenkes, 2015). Penyakit
AIDS diartikan sebagai sekumpulan gejala yang menunjukkan kelemahan atau
kerusakan daya tahan tubuh yang diakibatkan oleh faktor luar dan sebagai
bentuk paling hebat dari infeksi HIV, mulai dari kelainan ringan dalam respon
imun dan tanpa gejala yang nyata, hingga keadaan imunosupresi yang
berkaitan dengan berbagai infeksi yang dapat membawa kematian
(Padila,2012).
Laporan dariJointUnited Nations Programme on HIV and AIDS atau
UNAIDS pada tahun 2015 terdapat 2,1 juta infeksi HIV baru diseluruh dunia,
yang banyak tersebar di wilayah afrika dan asia. Data ini menambah total
penderita HIV menjadi 36.7 juta dan penderita AIDS sebanyak 1,1 juta orang
(UNAIDS, 2016). Laporan perkembangan HIV AIDS dari Direktorat Jendral
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit atau Ditjen P2P Kementrian
Kesehatan RI pada tanggal 18 Mei 2016 menyebutkan bahwa di Indonesia
dari bulan Januari sampai denganMaret 2016 jumlah HIV yang dilaporkan
sebanyak 7.146 orang dan AIDS sebanyak 305 orang. Rasio perbandingan
antara laki-laki dan perempuan yaitu 2:1 (Ditjen P2P Kementrian Kesehatan
RI, 2016).
Penyakit HIV dan AIDS menyebabkan penderita mengalami penurunan
ketahanan tubuh sehingga sangat mudah untuk terinfeksi berbagai macam
penyakit lain (Kemenkes, 2015). Meskipun telah ada kemajuan dalam
pengobatannya, namun infeksi HIV dan AIDS masih merupan masalah
kesehatan yang penting di dunia ini (Smeltzer dan Bare, 2015).
Proporsi orang yang terinfeksi HIV, tetapi tidak mendapat pengobatan anti
HIV dan akhirnya akan berkembangmenjadi AIDS diperkirakan mencapai
lebih dari90%. Karena tidak adanya pengobatan anti HIV yang efektif, Case
Fatality Rate dari AIDS menjadi sangat tinggi, kebanyakan penderita di
negara berkembang (80-90%)mati dalam 3 sampai 5 tahun sesudah di
diagnosa terkena AIDS (Kunoloji,2012).
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana cara mengidentifikasi definisi dari perawatan paliatif?
2. Bagaimana cara mengidentifikasi tujuan dari perawatan paliatif?
3. Bagaimana cara mengidentifikasi pasien apa saja yang mendapatkan
perawatan paliatif?
4. Bagaimana cara mengidentifikasi asuhan keperawatan paliatif pada
pasien HIV?
1.3 TUJUAN
1.3.1 Tujuan Umum
Mampu memahami tentang perawatan paliatif pada pasien HIV
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mampu mengidentifikasi definisi dari perawatan paliatif
2. Mampu mengidentifikasi tujuan perawatan paliatif
3. Mampu ngidentifikasi pasien apa saja yang mendapatkan
perawatan paliatif
4. Mampu mengidentifikasi asuhan keperawatan paliatif pada pasien
HIV
1.4 MANFAAT
1.4.1 Bagi Pembaca
1. Pembaca dapat mengetahui lebih jauh tentang asuhan keperawatan
paliatif pada pasien HIV
2. Pembaca dapat memperluas wawasannya
1.4.2 Bagi Mahasiswa
1. Mahasiswa dapat mengetahui definisi asuhan keperawatan paliatif
2. Mahasiswa dapat mengetahui contoh asuhan keperawatan paliatif
1.4.3 Bagi Fakultas Keperawatan dan Kebidanan
1. Memberikan pendidikan pada mahasiswa khususnya pada mata
kuliah Keperawatan HIV
2. Menambah literatur bacaan bagi mahasiswa
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Perawatan Paliatif
1. Definisi
Perawatan paliatif adalah setiap bentuk perawatan medis atau
perawatan yang berkonsentrasi pada pengurangan keparahan gejala
penyakit, daripada berusaha untuk menghentikan, menunda, atau
menghambat perkembangan dari penyakit itu sendiri atau memberikan
penyembuhan. (Chilyatiz, 2015).
Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan meperbaiki hidup
pasien dan keluarga yang meghadapi masalah yang berhubungan dengan
penyakit yang dapat mengancam jiwa, melalui pencegahan dan peniadaan
melalui identifikasi dini dan penilaian yang tertib serta penanganan nyeri
dan masalah-masalah lain, fisik, psikososial, dan spiritual (KEPMENKES
RI NOMOR:812, 2007).
Definisi perawatan paliatif telah mengalami beberapa evolusi. Menurut
WHO pada tahun 1990 perawatan paliatif adalah perawatan total dan aktif
dari untuk penderita yang penyakitnya tidak lagi responsive terhadap
pengobatan kuratif. Saat ini perawatan paliatif diberikan sejak diagnosis
ditegakkan sampai akhir hayat. Artinya tidak memperdulikan pada
stadium dini atau lanjut, masih bisa disembuhkan atau tidak, mutlak
perawatan paliatif harus diberikan kepada penderita itu. Perawatan paliatif
tidak berhenti setelah penderita meninggal, tetapi masih diteruskan dengan
memberikan dukungan kepada anggota keluarga yang berduka. Maka
timbullah pelayanan palliative care atau perawatan paliatif yang mencakup
pelayanan terintegrasi atara dokter, perawat, terapis, petugas social-medis,
psikolog, rohaniwan, relawan, dan profesilain yang diperlukan.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menekankan lagi bahwa
pelayanan paliatif berpijak pada pola dasar, yaitu :
1) Meningkatkan kualitas hidup dan menganggap kematian sebagai
proses yang normal
2) Tidak mempercepat atau menunda kematian
3) Menghilangkan nyeri dan keluhan lain yang mengganggu
4) Menjaga keseimbangan psikologis dan spiritual
5) Berusaha agar penderita tetap aktif sampai akhir hayatnya
6) Berusaha membantu mengatasi suasana dukacita pada keluarga
2. Tujuan
a. Tujuan perawatan paliatif
Tujuan dari perawatan paliatif adalah untuk meningkatkan kualitas
hidup pasien dan keluarga yang hidup dengan HIV dan penyakit
lainnya yang membutuhkan perawatan paliatif.(Chilyatiz, 2015)
Tujuan utama dari perawatan paliatif, adalah :
1. Meningkatkan kapasitas keluarga untuk memberikan perawatan
paliatif.
2. Mendukung peningkatan akses ke perawatan paliatif untuk
mendapatkan perawatan secara terus menerus.
3. Mengintegrasikan perawatan paliatif dalam perawatan, dukungan,
dan layanan pengobatan yang ada.
4. Menganjurkan untuk perawatan paliatif yang berkelanjutan dan
holisitik.
5. Meningkatkan akses terhadap obat-obatan dan komoditas penting
dalam perawatan paliatif.
6. Meningkatkan kualitas pelayanan perawatan paliatif.
b. Tujuan perawatan paliatif pada pasien HIV
Perawatan paliatif pada HIV yaitu perawatan yang diberikan dengan
pendekatan secara komprehensif, mencakup pengobatan sakit,
pengobatan gejala, konsultasi dan pengobatan untuk mengatasi
masalah kejiwaan dan psikologis, dukungan dalam mengatasi stigma
dan diskriminasi atau penolakan dari keluarga, rujukan pada layanan
sosial, layanan kesehatan primer, perawatan rohani dan konsultasi,
perawatan akhir-kehidupan, dan dukunghan dukacita bagi keluarga.
Pada perawatan paliatif disamping pengobatan penyakit dasarnya HIV
dan infeksi opportunistic/opportunistic infections (OI) atau
komorbiditas/ co-morbidities, perawatan juga termasuk dalam layanan
pencegahan dan promosi kesehatan. Layanan ini dapat diberikan
sebagai bagian dari perawatan berkelanjutan oleh sistem layanan
kesehatan atau melalui layanan dari organisasi sosial di masyarakat.
Layanan tersebut seperti perawatan masyarakat dan perawatan berbasis
rumah, tempat penitipan anak, atau rumah sakit/klinik yang
melaksanakan perawatan paliatif. Layanan ini dapat dibentuk dan
digambarkan sebagai berikut :

(Chilyatiz, dkk, 2015)


Berbagai intervensi dapat diberikan untuk pasien HIV dan perawatan
paliatif , termasuk didalamnya perawatan secara umum, perawatan
fisik, perawatan emosional, sosial dan rohani pada pasien dan
keluarga. Secara jelas digambarkan pada tabel berikut ini :
Perawatan paliatif Intervensi
Umum  Penilaian holistik terhadap kebutuhan
fisik, emosi, sosial, dan spiritual pasien
dan keluarganya.
 Sistem rujukan untuk menghubungkan
klien yang dapat membantu mengatasi
masalah yang telah teridentifikasi.
Fisik  Penilaian, pencegahan, dan pengobatan
rasa sakit.
 Penilaian, pencegahan, dan pengobatan
gejala lain.
 Pengajaran kemampuan perawatan diri
untuk mengelola gejala efek samping di
rumah dan mengetahui tanda-tanda
bahaya.
 Memperhatikan kebutuhan fisik dalam
masa akhir kehidupan.
 Perawatan oleh pengasuh kelompok
dukungan konsultasi.
 Dukungan dalam berdukacita, konsultasi
untuk membantu keluarga dalam
kesedihan dan perencanaan masa depan.
Sosial  Bantuan dalam pengelolaan stigma dan
diskriminasi.
 Dukungan dengan isu-isu hukum seperti
mempersiapkan surat wasiat.
 Bantuan terhadap kebutuhan keuangan,
kebutuhan gizi perumahan dan pendidikan.
Rohani  Konsultasi spiritual
 Konsultasi harian untuk aktivitas rohani
 Pemakaman dan tugas-tugas kehidupan

Dari beberapa penelitian menunjukkan 30-98% orang dengan HIV


mengalami rasa sakit, yang umumnya meningkat frekuensi dan tingkat
keparahannya pada akhir hidup. Penelitian lain mencatat nyeri
walaupun ODHA mendapat terapi ART masih terdapat 30-60% derajat
nyeri sedang sampai yang berat. Gejala lain seperti kelelahan, mual
dan insomnia prevalensinya juga tinggi dikalangan orang dengan
HIVdiperkirakan anoreksia 63%, kelelahan 60-71%, demam 48%,
insomnia 51-55%, masalah kulit 34-72% dan batuk 37-58%. Gejala
dan efek samping obat ARV menjadi penghalang dalam peningkatan
kepatuhan meminum obat. Kekhawatiran spiritual telah dicatat sebagai
sumber yang sangat signifikan dari penderitaan. Sebuah penelitian
rohani dan perawatan paliatif pada tahun 2003 menemukan korelasi
yang kuat antara skor rendah kesejahteraan rohani(kurangnya
perdamaian, perasaan bahwa hidup seseorang adalah sia-sia atau tanpa
tujuan) dengan keputusan keinginan untuk mempercepat kematian atau
bunuh diri. Sehingga mewajibkan pelaksana paliatif melakukan
pelayanan rohani yang bertujuan untuk memberikan rasa damai dan
perasaan hidup tak sia-sia.(Chilyatiz, 2015)
Anak-anak membutuhkan pelayanan perawatan paliatif yang
disesuaikan dengan mereka, tapi kesiapan dikalangan penyedia
perawatan paliatif pada anak-anak sering terbatas. Nyeri pada anak
dengan HIV merupakan indikator pesatnya perkembangan penyakit
dan kematian, tetapi sering kurang diperhatikan, sebuah penelitian di
Afrika menemukan bahwa separuh dari anak-anak dengan terminal
AIDS tidak menemukan analgesic, dan 65% tidak memiliki rencana
perwatan yang jelas.
3. Pelayanan paliatif diberikan kepada:
1) Pasien dengan nyeri
2) Pasien kanker stadium lanjut
3) ODHA (orang dengan HIV/AIDS)
4) Pasien dengan penyakit degenerative, seperti : stroke, dan penyakit-
penyakit ketuaan
5) Lain-lain: pasien dengan kelainan bawaan dan gangguan dalam
aktivitas
2.2 Asuhan Keperawatan Paliatif
Asuhan keperawatan paliatif merupakan suatu proses atau rangkaian
kegiatan praktek keperawatan yang langsung diberikan kepada pasien paliatif
dengan menggunakan pendekatan metodologi proses keperawatan
berpedoman pada standar keperawatan, dilandasi etika profesi dalam lingkup
wewenang serta tanggung jawab perawat yang mencakup seluruh proses
kehidupan, dengan pendekatan yang holistic mencakpup pekayanan
biopsikososiospiritual yang komprehensif dan bertujuan untuk meningkatkan
kualitas hidup pasien.
Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam memberikan asuhan
keperawatan pada pasien HIV/AIDS :
1. Melakukan pengkajian secara cermat , mendengarkan keluhan dengan
sungguh-sungguh.
2. Menetapkan diagnosis/masalah keperawatan dengan tepat sebelum
bertindak.
3. Melaksanakan tindakan/asuhan pemberian obat, perawatan luka, dll
secara tepat dan akurat.
4. Mengevaluasi perkembangan pasien secara cermat.
Asuhan keperawatan paliatif diberikan dengan melihat kebutuhan pasien
HIV/AIDS secara holistic meliputi kebutuhan biologis, sosial, spiritual, dan
kultural pasien dan keluarga dengan menggunakan pendekatan proses
keperawatan.
Proses keperawatan secara umum diartikan sebagai pendekatan dalam
pemecahan masalah yang sistematis untuk memberikan asuhan keperawata
terhadap setiap orang. Demikian juga dalam keperawatan paliatif, proses
keperawatan yang meliputi : pegkajian, diagnosis, intervensi, implementasi,
evaluasi dan dokumentasi juga digunakan sebagai pendekatan dalam
pemecahan masalah keperawatan.
Karakteristik dari proses keperawatan antara lain:
a. Merupakan kerangka berpikir dalam memberikan asuhan keperawatan
kepada klien, keluarga, dan komunitas
b. Bersifat teratur dan sistematis
c. Bersifat saling bergantung satu degan yang lain
d. Memberikan asuhan keperawatan secara individual
e. Klien menjadi pusat dan menghargai kekuatan klien
f. Dapat digunakan dalam keadaan apapun
Tahap-tahap dalam proses keperawatan
A. Pengkajian
Pengkajian keperawatan meliputi pengkajian fisik dan bio-psiko-sosio-
spiritual-kultural.
a. Pengkajian fisik
Perawat melakukan pengkajian kondisi fisik pasien secara
keseluruhan dari ujung rambut sampai ujung kaki.
Permasalahan fisik yang sering dialami pasien HIV/AIDS biasanya
diakibatkan oleh karena penyakitnya maupun efek samping dari
pengobatan yang diterimanya. Diantaranya adalah nyeri, nutrisi,
kelemahan umum, eliminasi, luka decubitus, pernafasan, serta masalah
keperawatan lainnya.
b. Pengkajian biopsikososiospiritualkultural
Perawat melakukan pengkajian kemampuan fungsi sosial, kondisi
mental/emosional, hubungan interpersonal, kegiatan yang dilakukan
oleh pasien HIV/AIDS, konflik dalam keluarga yang dialami pasien
jika ada, peran sistem budaya, spiritual dan aspek religious, sumber
keuangan, komunikasi, kepribadian/personality, adat istiadat/pembuat
keputusan, aspek religious/kepercayaan, pertahanan/koping, sistem
nilai, hubungan anatar anggota keluarga juga stressor yang dihadapi
pasien HIV/AIDS.
Pada dasarnya tujuan pengkajian adalah megumpulkan data objektif dan
subjektif dari klien. Adapun data yang terkumpul mencaku klien, keluarga,
masyarakat, lingkunagn, atau kebudayaan (Mc Farland & mc Farlano,
1997).
Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan selama pengkajian antara lain:
1. Memahami secara keseluruhan situasi yang sedang dihadapi oleh klien
dengan cara memperhatikan kondisi fisik, psikologi, emosi,
sosialkultural, dan spiritual yang biasa mempengaruhi status
kesehatan.
2. Mengumpulkan semua informasi yang bersangkutan dengan masa lalu,
saat ini bahkan sesuatu yang berpotensi meliputi masalah bagi klien
guna membuat suatu database yang lengkap. Data yang terkumpul
berasal dari perawat-klien selama berinteraksi dan sumber yang lain
(Gordon, 1987, 1994).
3. Memahami bahwa klien adalah sumber informasi primer.
4. Sumber informasi sekunder meliputi anggota keluarga, orang yang
berperan penting dan catatan kesehatan klien.
Metode pengumpulan data meliputi:
1. Melakukan interview atau wawancara
2. Riwayat kesehatan atau keperawatan
3. Pemeriksaa fisik
4. Mengumpulkan data penunjang hasil laboratorium dan daignostik lain
serta catatan kesehatan (Rekam medis)
B. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatana adalah menganalisa data subjektif dan
objektif untuk membuat diagnosa keperawatan. Diagnosa keperawatan
melibatkan proses berpikir kompleks tentang data yang dikumpulkan dari
klien, keluarga, rekam medic, dan pemberi pelayanan kesehatan yang lain.
The North American Nursing Diagnosis Association (NANDA, 1992)
mendefinisikan diagnosis keperawatan adalah keputusan klinik yang
mencakup klien, keluarga, dan respon komunitas terhadap sesuatu yang
berpotensi sebagai masalah kesehatan dalam proses kehidupan.
1. Pembuatan diagnosis keperawatan membutuhkan keteampilan klinik
yang baik, mencakup proses diagnosis keperawatan dan perumusan
dalam pembuatan pernyataan keperawatan.
2. Perumusan pernyataan diagnosis keperawatan memiliki beberapa
syarat yaitu mempunyai pengetahuan yang dapat membedakan antara
sesuatu yang actual, risiko, dan potensial dalam diagnosis
keperawatan.
Masalah keperawatan yang sering muncul pada perawatan paliatif pasien
HIV/AIDS adalah :
1. Gangguan body imager (rambut rontok, luka, bau, dll).
2. Gangguan hubungan seksual.
3. Gangguan pelaksanaan fungsi peran dalam keluarga.
4. Gangguan komunikasi.
5. Kurang pengetahuan/informasi.
6. Gangguan pola tidur.
7. Gangguan interaksi sosial.
8. Koping pasien/keluarga yang tidak efektif.
C. Intervensi
Intervensi keperawatan adalah preskripsi untuk perilaku spesifik yang
diharapkan dari pasien dan/ atau tindakan yang harus dilakukan oleh
perawat. Intervensi dilakukan untuk membantu pasien dalam mencapai
hasil dan tujuan yang diharapkan.
Intervensi keperawatan harus spesifik dan dinyatakan dengan jelas.
Pengkualifikasian seperti bagaimana, kapan, dimana, frekuensi, dan
besarnya memberikan isi dari aktivitas yang direncanakan. Intervensi
keperawatan dapat dibagi menjadi dua yaitu mandiri yaitu dilakukan oleh
perawat dan kolaboratif yaitu yang dilakukan oleh pemberi perawat
lainnya.
Berikut ini adalah hal-hal yang perlu diperhatikan pada intervensi
keperawatan pada perawatan paliatif pasien HIV/AIDS adalah :
1. Strategi pencapaian tujuan dari askep.
2. Memberikan prioritas intervensi keperawatan dan sesuai dengan
masalah keperawatan : nyeri, intake, perawatan luka, kateter,
psikososiospiritual, dan lain-lain.
3. Libatkan pasien dan keluarga.

Berikut ini adalah intervensi keperawatan aspek psikososiospiritual :


1. Berikan informasi dengan tepat dan jujur.
2. Lakukan komunikasi terapeutik, jadilah pendengar yang aktif.
3. Tunjukkan rasa empati yang dalam.
4. Support pasien : meskipun pasien akan melewati hari-hari terakhir
tetap ia tetap berarti dan sangat penting bagi keluarga/lingkungan.
5. Tetap menghargai pasien sesuai dengan perannya dalam keluarga.
6. Selalu melibatkan pasien dalam proses keperawatan.
7. Tingkatkan penerimaan lingkungan terhadap perubahan kondisi
pasien.
8. Lakukan pendamping spiritual yang intensif.
D. Implementasi
Implementasi merupakan tahap pelaksanaan terhadap rencana tindakan
(intervensi) yang telah dituliskan pada tahap sebelumnya.
Dalam melaksanakan implementasikeperawatan paliatif, terdapat
beberapa hal yang harus diperhatikan :
1. Pelaksanaan rencana tindakan yang telah dibuat.
2. Memberikan askep sesuai masalah keperawatan.
3. Langsung pada pasien dan keluarga.
4. Hak pasien untuk menerima atau menolak pelaksanaan tindakan
keperawatan.
5. Rasa empati, support, motivasi dari berbagai pihak, khususnya
perawat.
6. Kolaborasi tim paliatif.
E. Evaluasi
Evaluasi mengacu kepada penilaian, tahapan, dan perbaikan. Pada
tahap ini perawat menemukan penyebab mengapa suatu proses keperawata
dapat berhasil atau gagal. Perawat menemukan reaksi klien terhadap
intervensi keperawatan yang telah diberikan dan menetapkan apa yang
menjadi sasaran dari rencana keperawatan dapat diterima. Perencanaan
merupakan dasar yang mendukung suatu evaluasi. Menetapkan kembali
informasi baru yang diberikan kepada klien untuk mengganti atau
menghapus diagnosis keperawatan, tujuan, atau intervensi keperawatan.
Menentukan target dari suatu hasil yang ingin dicapai adalah keputusan
bersama antara perawat dan klien (Yura & Walsh, 1998).
Evaluasi keperawatan merupakan tahapan akhir dari proses asuhan
keperawatan paliatif, namum bukan berarti asuhan keperawatan akan
berhenti pada tahapan ini, melainkan lebih menekankan pada tahapan
mengevaluasi perkembangan pasien dengan melakukan analisa
perkembangan dari data subyektif dan obyektif pasien, melakukan
reassessment dan replanning melihat perkembangan kondisi yang ada pada
pasien. Tahapan evaluasi keperawatan berorientasi pada tujuan
keperawatan, apakah tercapai atau tidak.
BAB III
CONTOH KASUS
3.1 KASUS
Nama pasien Ny. Y usia 30 tahun. Pasien masuk RSUD Kemang pada tanggal
19 April 2017 dengan keluhan demam tinggi sejak 1 minggu yang lalu, leher
pasien terasa kaku, sakit kepala disertai pusing, pasien juga mengalami kejang
dan mual muntah. Pada malam hari pasien mengalami keringat dingin dan
kadang demam. Pasien juga merasa cemas, sedih, dan takut karena pasien
menganggap hidupnya sudah tidak lama lagi. Pasien akhir-akhir ini jarang
meminum obatnya karena dirasa percuma. Pasien malu karena penyakit yang
dialaminya.
3.2 ASUHAN KEPERAWATAN PALIATIF
1. Pengkajian
PENGKAJIAN DATA KEPERAWATAN
No.Register : 314xxxx Tgl Pengkajian: 19 April 2017,
Ruang : Anggrek Pukul : 19.10 WIB
Tgl MRS: 19 April 2017, 09.00WIB Diagnosa Medis: Meningitis + HIV
a. Biodata Klien b. Penanggung Jawab
Nama : Ny.N Nama : Tn. H
Jenis kelamin : Perempuan Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 30 Umur : 35
Agama : Islam Agama : Islam
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta Pekerjaan : Swasta
Alamat : Jl. karangrejo Alamat : Jln. Ketintang Surabaya
I. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Pasien mengatakan demam tinggi sejak 1 minggu yang lalu
b. Riwayat penyakit sekarang
Pasien mengeluhkan sakit kepala, kaku pada leher, mual, muntah, nyeri
otot dan demam.
c. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hubungan seks bebas atau berhubungan seks dengan
penderita HIV/AIDS .

d. Riwayat penyakit keluarga


Adanya anggota keluarga yang mendrita penyakit HIV/AIDS.
II. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum : pasien tampak lemah
b. Kesadaran : Apatis
c. GCS : 3-4-5.
d. TTV : TD : 120/90
RR : 22x/mnt
N : 105 x/mnt
S : 390 C
a. Kepala :
I :Kulit normal, tidak ada hematom /lesi
P : Tidak ada nyeri tekan
- Rambut
I : Tidak kering, tidak kotor
P : Tidak rontok
- Muka
I : normal, tidak bells palsy ataupun lesi
P : tidak nyeri bila ditekan
- Mata
I : Sklera tidak ikterik
P : Konjungtiva anemis
- Hidung
I :Tidak ada pernapasan cuping hidung
P : Tidak ada hematom
- Mulut
I : normal, tidak ada stomatitis, bibir tampak kering
b. Leher
I : Adanya kaku kaduk karena lehernya susah digerakkan
P : Adanya demam pada leher dan leher terasa kaku

c. Tenggorokan
I : Normal
P : Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid
d. Dada
I : Normal
P : Tidak cekung, dada terlihat normal
- Pulmo
I : Tidak ada tekanan infercorta
P : Tidak ada benjolan
P : Paru sonor
A : Vesikuler ka/ki
- Cor
I : Normal
P : Ictus Cordis teraba
P : Pekak
A : S1 : Normal
S2 : Normal
S3 : Tidak ada murmur
e. Abdomen
I : Normal
A : Bising usus hiperaktif
P : Normal, tidak ada hematomegali
P : Normal, tidak ada hypertimpani
f. Genetalia
I : Tidak ada lesi dan keputihan
P : Tidak ada clitoris
g. Ekstremitas
- Atas : I : Normal
P : akral dingin, tonus otot menurun, kelemahan otot
- Bawah : I : Normal
P : Akral dingin, kekuatan otot ka/ki lemah
III. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan pungsi lumbal (untuk menghitung rasio glukosa)
Waktu melakukan pungsi lumbal adalah penting untuk mengukut
tekanan CSS pada awal dengan manometer. Tekanan yang normal adalah
dibawah 20 cm. Hal ini penting karena untuk menentukan dan menangani
peningkatan tekanan dalam otak yang dikaitkan dengan resiko yang lebih
tinggi terhadap kematian pada meningitis kriptokokal, dank arena kurang
lebih 70% orang dengan meningitis kriptokokal mengalami peningkatan
dalam otak.
b. Pemeriksaan CSS (cairan serebrospinal)
c. Tes pewarnaan gram
Untuk meningitis kriptokokal, pewarnaan untuk basil tahan asam (BTA)
untuk TB, dan pewarnaan gram untuk meningitis bakteri
d. Tes antigen kriptokokal
Dilakukan jika hasil tes pewarnaan adalah negative, dan tidak ada tes
diagnosis lain yang dilakukan (karena tes ini harganya mahal).
e. Pemeriksaan jumlah dan pembedaan sel
f. Pemeriksaan protein dan konsentrasi glukosa
g. Pemeriksaan biakan mikrobakteri, bakteri, dan jamur
h. Tes serologi
IV. Terapi
a. Penisilin
b. Ampisilin
c. Vankomisin
d. Kloramfenikol
e. Seftriakson
f. Deksametason
g. Terapi induksi
Amfoterisin B 0,7 mg IV dan flusitosin 100 mg secara oral (setiap hari
selama 2 minggu), flukonazol400 mg oral ( setiap hari selama 8 minggu),
flukonazol 200 mg oral setiap hari
2. Diagnosa Keperawatan
Tanggal/
Pengelompokan Data Masalah Etiologi
Jam
19-4-2017 DS: Domain 12 : Faktor :
09.30 1. Pasien mengeluh nyeri dibagian Kenyamanan Agens cedera fisik
WIB kepala,nyeri dirasakan sejak 1 Kelas 1 : (mis.,infeksi, iskemia,
minggu yang lalu, nyeri yang Kenyamanan fisik neoplasma)
dirasakan seperti tertusuk-tusuk, Diagnosa :
nyeri hilang timbul Nyeri akut
DO: (00132)
1. Pasien terlihat meringis kesakitan.
2. Pasien tidak memakan makanannya
3. Pasien tampak memegangi area
yang nyeri
19-4-2017 DS: pasien mengatakan merasakan Domian 2 : Faktor biologis
09.45 mual muntah dan tidak nafsu makan Nutrisi
WIB Kelas 1:
DO : Makan
Pasien tampak mual-mual, bising usus Diagnosa :
meningkat Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
(00002)
19-4-2017 DS: Domain 9 : Faktor :
09.55 1. Pasien mengatakan cemas Koping/ toleransi Merasa dekat dengan
WIB menghadapi kematian karena dia stress kematian
merasa hidupnya tak lama lagi Kelas 2 :
DO: Respons koping
1.Pasien terlihat cemas. Diagnosa :
2.Pasien nampak sedih dan takut Ansietas kematian
(00147)

19-4-2017 DS: Domain 9 : Ansietas


10.00 1. Pasien mengatakan semua yang Koping/ toleransi
WIB terjadi saat ini adalah kesalahan stress
dirinya Kelas 2 :
2. Pasien mengatakan hidupnya tak Respons koping
lama lagi (berulang-ulang) Diagnosa :
DO: Gangguan pengelolaan
1. Pasien terlihat cemas. mood
2. Pasien nampak sedih dan takut (00241)

19-4-2017 DS: Domain 6 : Faktor :


10.05 1. Pasien mengatakan tidak mau Persepsi diri Kehilangan kepercayaan
WIB minum obat karena percuma masih Kelas 1 : pada nilai tinggi
merasakan nyeri. Konsep diri
2. Pasien mengatakan tidak nafsu Diagnosa :
makan, karena mual, muntah Keputusasaan
DO: (00124)
1. Pasien terlihat putus asa dengan
keadaan yang dialami saat ini
2. Pasien tidak memakan
makanannya
19-4-2017 DS: Domain 12 : Faktor :
10.10 1. Pasien merasa malu karena Kenyamanan Gangguan kesehatan
WIB penyakitnya Kelas 1 :
DO: Kenyamanan fisik
1. Pasien terlihat sedih dan murung. Diagnosa :
2. Pasien tampak menjauh dari orang- Isolasi sosial
orang terdekatnya (00053)

19-4-2017 DS: Domain 11 : Faktor :


10.05 1. Pasien mengatakan badannya Keamanan Penyakit
WIB demam sejak 1 minggu yang lalu /Perlindungan
DO : Kelas 6 :
1. Suhu : 390c, pasien tampak Termoregulasi
berkeringat dan lemas Diagnosa :
2. Badan pasien terasa panas, dan Hipertermia (00007)
kemerahan
3. Pasien tampak sesekali kejang
4. Nadi : 105 x/mnt

PRIORITAS MASALAH
No Diagnosis Keperawatan/Masalah Kaloboratif
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik yang
ditandai dengan agen cidera fisik

2. Hipertermia berhubungan dengan penyakit ditandai


dengan suhu tubuh yang tinggi
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan factor biologis ditandai dengan
mual muntah dna nafsu makan menurun
4. Gangguan pengelolaan mood berhubungan dengan
ansietas ditandai dengan pasien tampak cemas

5. Keputusasaan berhubungan dengan kehilangan


kepercayaan pada nilai tinggi ditandai dengan pasien
terlihat putus asa
6. Ansietas kematian berhubungan dengan merasa dekat
dengan kematian ditandai cemas
7. Isolasi sosial berhubungan dengan gangguan kesehatan
ditandai dengan menjauhi orang-orang terdekat.
3. Intervensi

DIAGNOSA NOC NIC


KEPERAWATAN
KODE DIAGNOSA KODE KRITERIA HASIL KODE INTERVENSI
00132 Nyeri akut Tujuan: Domain : 1
Setelah dilakukan (fisiologis dasar)
intervensi selama Kelas: E
1X24jam diharapkan (peningkatan kenyamanan
masalah Nyeri akut fisik)
dapat teratasi dengan Manajemen nyeri :
kriteria hasil: 1400 1) Berikan individu penurun
Domain: V nyeri yang optimal dengan
(kondisi kesehatan yang peresepan analgesic
dirasakan) 2) Ajarkan prinsip-prinsip
Kelas :V manajemen nyeri
(status gejala) 3) Gali penggunaan metode
2102 Tingkat nyeri farmakologi yang dipakai
Outcome: pasien saat ini untuk
21020 Ekspresi nyeri wajah menurunkan nyeri
6 dari skala 2(cukup 4) Gali bersama pasien
berat) ke skala 4(ringan) faktor-faktor yang dapat
Kehilangan nafsu menurunkan atau
21021 makan dari skala memperberat nyeri
5 2(cukup berat) ke skala
4 (ringan)
00007 hipertermia Tujuan: Domain 2
Setelah dilakukan Fisiologi komplek
intervensi selama Kelas M
1X24jam diharapkan Termoregulasi
masalah hipertermia 3786 Perawatan Hipertermia :
dapat teratasi dengan 1) Monitor tanda-tanda vital
kriteria hasil: 2) Longgarkan atau lepaskan
Domain II : pakaian pasien
Kesehatan fisiologis 3) Tempatkan pasien pada air
Kelas I : dingin yang dapat
Regulasi metabolic ditoleransi pasien untuk
0800 Tingkat termoregulasi : menghindari menggigil
Outcome : 4) Berikan obat anti
08001 Hipertermia dari skala 2 menggigil sesuai
9 (cukup berat) menjadi 4 kebutuhan
(ringan) 5) Monitor suhu tubuh
Sakit kepala dari skala 2 menggunakan alat yang
08000 (cukup berat) menjadi 4 sesuai
3 (ringan) 6) Instruksikan pasien
Berkeringat saat panas mengenai tindakan-
dari skala 3 (cukup tindakan untuk mencegah
08001 terganggu) menjadi 5 kondisi sakit yang
0 (tidak terganggu) berhubungan dengan panas
Ketidakseim Tujuan: Manajemen nutrisi :
bangan Setelah dilakukan 1) Identifikasi adanya alergi
nutrisi intervensi selama 1x24 atau intoleransi makanan
kurang dari jam diharapkan masalah yang dimiliki pasien
kebutuhan Ketidakseimbangan Terapi nutrisi :
tubuh nutrisi kurang dari 1) Kaji kebutuhan nutrisi
kebutuhan tubuh parenteral
dapat teratasi dengan 2) Berikan nutrisi enteral
kriteria hasil: 3) Berikan nutrisi yang
-asupan nutrisi tidak dibutuhkan sesuai batas
menyipang dari rentang diet yang dianjurkan
normal 2(cukup berat)
ke skala 4 (ringan)
- asupan makan tidak
menyimpang dari
rentang normal 2(cukup
berat) ke skala 4
(ringan)
00147 Ansietas Tujuan: Domain : 3
kematian Setelah dilakukan (perilaku, lanjutan)
intervensi selama 1x24 Kelas: T
jam diharapkan masalah (peningkatan kenyamanan
ansietas kematian dapat psikologis)
teratasi dengan kriteria 5820 Pengurangan kecemasan
hasil: 1) Gunakan pendekatan yang
Domain: V tenang dan meyakinkan
(kondisi kesehatan yang 2) Berada disisi klien untuk
dirasakan) meningkatkan rasa aman
Kelas :U dan mengurangi ketakutan
(kesehatan dan kualitas 3) Dukung penggunaan
hidup) mekanisme koping yang
2007 Kematian yang nyaman sesuai
Outcome:
20072 Kesejahteraan
2 psikologis dari skala 2
(banyak terganggu) ke
skala 4(tidak terganggu)
Gelisah dari skala
20073 2(cukup berat) ke skala
2 4(ringan)
00241 Gangguan Tujuan: Domain : 3
pengelolaan Setelah dilakukan (perilaku, lanjutan)
mood intervensi selama 1x24 Kelas: R
jam diharapkan masalah (bantuan koping)
gangguan pengelolaan Peningkatan koping
mood dapat teratasi 5230 1) Gunakan pendekatan yang
dengan kriteria hasil: tenang dan memberikan
Domain: III jaminan
(kesehatan psikososial) 2) Instruksikan pasien untuk
Kelas :O menggunakan teknik
(kontrol diri) relaksasi sesuai dengan
1402 kontrol kecemasan diri kebutuhan
Outcome: 3) Dukung keterlibatan
14020 Menggunakan strategi keluarga, dengan cara
6 koping yang efektif dari yang tepat.
skala 2(jarang
dilakukan) ke skala
4(sering dilakukan)
Mempertahankan
14021 hubungan social dari
1 skala 2(jarang
dilakukan) ke skala
4(sering dilakukan)
00124 Keputus Tujuan: Domain : 3
asaan Setelah dilakukan (perilaku, lanjutan)
intervensi selama 1x24 Kelas: R
jam diharapkan masalah (bantuan koping)
keputusasaan dapat
teratasi dengan kriteria 5240
Konseling
hasil:
1) Bangun hubungan
Domain: III
terapeutik yang didasarkan
(kesehatan psikososial)
pada rasa saling percaya
Kelas :P
dan saling menghormati
(interaksi sosial)
2) Tunjukkan empati,
1504 Dukungan sosial
kehangatan, ketulusan
Outcome:
3) Dukung ekspresi perasaan
15040 Orang-orang yang dapat
7 membantu sesuai
kebutuhan 2(sedikit
adekuat) ke skala
4(sebagian besar
adekuat)
Jaringan sosial yang
15040 membantu 2(sedikit
9 adekuat) ke skala
4(sebagian besar
adekuat)
00053 Isolasi social Tujuan: Domain : 3
Setelah dilakukan (perilaku, lanjutan)
intervensi selama 1x24 Kelas: R
jam diharapkan masalah (bantuan koping)
isolasi social dapat 5440 Peningkatan system dukungan
teratasi dengan kriteria 1) Tentukan kecukupan
hasil: dari jaringan social
Domain: III yang ada
(kesehatan psikososial) 2) Sediakan layanan
Kelas :M dengan sikap peduli
(kesejahteraan dan mendukung
psikologis) 3) Libatkan keluarga,
orang terdekat, dan
1216 Tingkat kecemasan teman-teman dalam
sosial perawatan dan
Outcome: perencanaan
12160 Menghindari orang
2 yang tidak dikenal dari
skala 2(cukup berat) ke
skala 4(ringan)
Persepsi diri yang
12160 negatif pada
7 keterampilan sosial dari
skala 2(cukup berat) ke
skala 4(ringan)

4. Implementasi
No. Tanggal/puku Tindakan Paraf
Diagnos l
a
1 19-04-2017 1) Berikan individu penurun nyeri yang
R
10.00 WIB optimal dengan peresepan analgesic
1 19-04-2017 1) Ajarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri
R
10.15 WIB
1 19-04-2017 1) Gali penggunaan metode farmakologi yang
R
10.25 WIB dipakai pasien saat ini untuk menurunkan
nyeri
1 19-04-2017 1) Gali bersama pasien faktor-faktor yang
R
13.00 WIB dapat menurunkan atau memperberat nyeri

2 19-04-2017 1) monitor tanda-tanda vital


R
13:10 WIB 2) melonggarkan atau melepaskan pakaian
pasien
3) monitor suhu tubuh menggunakan alat yang
sesuai
3 19-04-2017 1) Mengkaji kebutuhan nutrisi parenteral
R
13.20 WIB 2) Berikan nutrisi enteral
3) Memberikan nutrisi yang dibutuhkan sesuai
batas diet yang dianjurkan
4 19-04-2017 1) Gunakan pendekatan yang tenang dan
R
13.30 WIB meyakinkan
2) Berada disisi klien untuk meningkatkan rasa
aman dan mengurangi ketakutan
3) Dukung penggunaan mekanisme koping
yang sesuai
5 19-04-2017 1) Gunakan pendekatan yang tenang dan
R
13.40 WIB memberikan jaminan
2) Instruksikan pasien untuk menggunakan
teknik relaksasi sesuai dengan kebutuhan
3) Dukung keterlibatan keluarga, dengan cara
yang tepat.
6 19-04-2017 1) Bangun hubungan terapeutik yang
R
13.50 WIB didasarkan pada rasa saling percaya dan
saling menghormati
2) Tunjukkan empati, kehangatan, ketulusan
3) Dukung ekspresi perasaan
7 19-04-2017 1) Tentukan kecukupan dari jaringan social
R
14.00 WIB yang ada
2) Sediakan layanan dengan sikap peduli dan
mendukung
3) Libatkan keluarga, orang terdekat, dan
teman-teman dalam perawatan dan
perencanaan

5. Evaluasi

Masalah Tanggal /jam Catatan perkembangan Paraf


Keperawatan
Nyeri akut S : Pasien mengeluh nyeri dibagian
R
kepala,nyeri dirasakan sejak 1 minggu
yang lalu, nyeri yang dirasakan seperti
tertusuk-tusuk, nyeri hilang timbul
O:
1. Pasien terlihat meringis
kesakitan.
2. Pasien tidak memakan
makanannya
3. Pasien tampak memegangi
area yang nyeri
A : masalah teratasi sebagian
P : intervensi dilanjutkan
Hipertermia S : Pasien mengatakan badannya demam
R
sejak 1 minggu yang lalu
O:
1. Suhu : 390c, pasien tampak berkeringat
dan lemas
2. Badan pasien terasa panas, dan
kemerahan
3. Pasien tampak sesekali kejang
4. Nadi : 105 x/mnt
A : masalah teratasi sebagian
P : intervensi dilanjutkan
Ketidakseimbangan S : pasien mengatakan merasakan mual
muntah dan tidak nafsu makan
R
nutrisi kurang dari
O : Pasien tampak mual-mual, bising usus
kebutuhan tubuh
meningkat
A : Masalah teratasi sebagian
P : intervensi dilanjutkan
BAB IV
PENUTUP

IV.1 Simpulan
Dengan menggunakan prosedur baik dan benar serta pengetahuan tentang
asuhan keperawatan penyakit insomnia, kita dapat mengetahui penyebab dan
gejala yang terdapat dalam penyakit insomnia sehingga kita dapat membuat
asuhan keperawatan pada paien dengan insomnia.
IV.2 Saran
Dari uraian makalah yang telah disajikan kami dapat memberikan saran
untuk selalu mennjaga kebersihan lingkungan, makanan yang dikonsumsi
harus higiene dan perlunya penyuluhan kepada masyarakat tentang demam
tipoid.
DAFTAR PUSTAKA

Chilyatis dkk (2015). Modul Keperawatan Paliatif. Surabaya: Universitas


Nahdlatul Ulama Surabaya

Anda mungkin juga menyukai