Anda di halaman 1dari 5

Gambaran Perawatan Paliatif Secara Umum

PENDAHULUAN 
Perawatan paliatif adalah perawatan yang bisa didapatkan para pasien yang menderita penyakit kronis dengan stadium lanjut, yang
bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Peningkatan hidup dilakukan dengan cara pendekatan dari sisi psikologis, psikososial,
mental serta spiritual pasien, sehingga membuat pasien lebih tenang, bahagia, serta nyaman ketika menjalani pengobatan. 

Di Indonesia sendiri sebenarnya telah ada ketentuan dari Kementerian Kesehatan yang menyatakan bahwa harus ada penerapan
perawatan paliatif untuk beberapa jenis penyakit serius. Namun sampai saat ini memang pelaksanaannya masih terhambat dengan berbagai
hal sehingga belum ada perawatan paliatif yang maksimal yang bisa diterima pasien di rumah sakit.

Sebagaimana perawatan paliatif, perawatan di fasilitiasi oleh tenaga professional yang bekerja secara tim yang di kenal dengan istilah tim
interprofesional atau tim interdisiplin. Pasien akan mendapatkan pelayanan perawatan paliatif di rumah sendiri atau di fasilitas kesehatan
lainnya seperti rumah sakit. Di Amerika Serikat beberapa rumah sakit telah melakukan kerjasama dan kesepahaman terhadap kolaborasi
pasien rumah sakit yang membutuhkan pelayanan disaat kondisi pasien membutuhkan penanganan intervensi secara agresif, atau di saat
pasien dinyatakan dalan kondisi sekarat, atau ketika keluarga ingin beristirahat sejenak dari rutinitas mengurus anggota keluarganya.

Manifestasi klinis yang dapat muncul dari aspek fisik, psikologis dan sosial memerlukan penanganan secara cepat dan tepat pada fase
rehabilitasi yang berdampak pada kualitas hidup. Pasien yang memiliki keterbatasan fisik, kognitif dan sosial dapat menyebabkan
menurunnya kualitas hidup.

Penilaian kualitas hidup pada pasien penting dalam praktek klinis, penelitian dan kebijakan kesehatan klinis serta evaluasi program. Oleh
karena itu, salah satu tujuan dari rehabilitasi adalah untuk meningkatkan kualitas hidup terkait kesehatan sehingga dapat mencapai tujuan
dan kesejahteraan hidup pasien dan keluarga dengan perawatan Palliative homecare.

Masalah utama yang dihadapi pasien yaitu bagaimana keluarga, lingkungan dan tenaga medis mampu memberikan dan memenuhi
kebutuhan perawatan pasien stroke dalam perawatan Palliative homecare, karena membutuhkan pendampingan untuk meningkatkan
kemampuan dirinya walaupun dalam  keterbatasan, sehingga kualitas hidupnya menjadi bermakna. Perawatan yang diberikan dapat
dilakukan secara berkesinambungan, dengan perawatan Palliative homecare yang berkualitas. Maka kondisi pasien dapat memberikan efek
membaik pada fisik maupun psikologisnya. Perawat sangat berperan dalam meningkatkan kualitas hidup pasien. Tujuan penelitian ini
adalah mengekplorasi kualitas hidup pasien dalam perawatan Palliative homecare meliputi domain fisik, psikologis dan sosial.

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka rumusan masalah ini adalah: “Bagaimana Gambaran Perawatan Paliatif Secara Umum”.

Tujuan
1.       Tujuan Umum Untuk mengetahui tentang gambaran perawatan paliatif secara umum.
2.       Tujuan Khusus : 
          a.      Mengetahui definisi perawatan paliatif secara umum 
          b.      Mengetahui tujuan perawatan paliatif secara umum 
          c.      Mengetahui perkembangan perawatan paliatif secara umum 
          d.      Mengetahui karakteristik perawatan paliatif secara umum
          e.      Mengetahui Etika perawatan paliatif secara umum 
          f .      Mengetahui klasifikasi perawatan paliatif secara umum 
          g.      Mengetahui kebijakan perawatan paliatif secara umum di Indonesia

Tinjauan Teori

Definisi Perawatan Paliatif 


Perawatan paliatif adalah pelayanan kepada pasien yang penyakitnya sudah tidak bereaksi terhadap pengobatan kuratif, atau tidak dapat
disembuhkan secara medis (stadium akhir). Tujuan perawatan paliatif adalah untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dalam menghadapi
setiap penyakit yang diderita dan mempersiapkan diri menghadapi kematian dengan tenang dan nyaman tanpa merasa tertekan atas
penyakit yang diderita, baik secara fisik (nyeri, mual, muntah) maupun psikis yang berbasis spiritual. 

Definisi Palliative Care telah mengalami beberapa evolusi. Menurut WHO pada 1990 Palliative Care adalah perawatan total dan aktif dari
untuk penderita yang penyakitnya tidak lagi responsive terhadap pengobatan kuratif. Berdasarkan definisi ini maka jelas Palliative Care
hanya diberikan kepada penderita yang penyakitnya sudah tidak respossif terhadap pengobatan kuratif. Artinya sudah tidak dapat
disembuhkan dengan upaya kuratif apapun. Tetapi definisi Perawatan paliatif menurut WHO 15 tahun kemudian sudah sangat berbeda.
Definisi Perawatan paliatif yang diberikan oleh WHO pada tahun 2005 bahwa perawatan paliatif adalah sistem perawatan terpadu yang
bertujuan meningkatkan kualitas hidup, dengan cara meringankan nyeri dan penderitaan lain, memberikan dukungan spiritual dan
psikososial mulai saat diagnosa ditegakkan sampai akhir hayat dan dukungan terhadap keluarga yang kehilangan/berduka.

Di sini dengan jelas dikatakan bahwa perawatan paliatif diberikan sejak diagnosa ditegakkan sampai akhir hayat. Artinya tidak
memperdulikan pada stadium dini atau lanjut, masih bisa disembuhkan atau tidak, mutlak Perawatan paliatif harus diberikan kepada
penderita itu. Perawatan paliatif tidak berhenti setelah penderita meninggal, tetapi masih diteruskan dengan memberikan dukungan kepada
anggota keluarga yang berduka. Perawatan paliatif tidak hanya sebatas aspek fisik dari penderita itu yang ditangani, tetapi juga aspek lain
seperti psikologis, sosial dan spiritual.
Titik pusat dari perawatan adalah pasien sebagai manusia seutuhnya, bukan hanya penyakit yang dideritanya. Dan perhatian ini tidak
dibatasi pada pasien secara individu, namun diperluas sampai mencakup keluarganya. Untuk itu metode pendekatan yang terbaik adalah
melalui pendekatan terintegrasi dengan mengikutsertakan beberapa profesi terkait. Dengan demikian, pelayanan pada pasien diberikan
secara paripurna, hingga meliputi segi fisik, mental, social, dan spiritual. Maka timbulah pelayanan perawatan paliatif   yang mencakup
pelayanan terintegrasi antara dokter, perawat, terapis, petugas social-medis, psikolog, rohaniwan, relawan, dan profesi lain yang diperlukan.

Tujuan Perawatan Paliatif

Perawatan paliatif ini bertujuan untuk mengurangi rasa sakit dan gejala tidak nyaman lainnya, meningkatkan kualitas hidup, dan memberikan
pengaruh positif selama sakit, membantu pasien hidup seaktif mungkin sampai saat meninggalnya, menjawab kebutuhan pasien dan
keluarganya, termasuk dukungan disaat-saat sedih dan kehilangan, dan membantu keluarga agar tabah selama pasien sakit serta disaat
sedih. Perawatan paliatif tidak bertujuan untuk mempercepat ataupun menunda kematian.

Perkembangan Perawatan Paliatif

Perawatan paliatif ini bertujuan mengurangi rasa sakit dan gejala tidak nyaman lainnya, meningkatkan kualitas hidup, dan memberikan
pengaruh positif selama sakit, membantu pasien hidup seaktif mungkin sampai saat meninggalnya, menjawab kebutuhan pasien dan
keluarganya, termasuk dukungan disaat-saat sedih dan kehilangan, dan membantu keluarga agar tabah selama pasien sakit serta disaat
sedih. Perawatan paliatif tidak bertujuan untuk mempercepat ataupun menunda kematian.

Munculnya perawatan paliatif di dunia dimulai dari sebuah gerakan rumah sakit pada awal abad ke-19, kaum beragama menciptakan
hospice yang memberikan perawatan untuk orang sakit dan sekarat di London dan Irlandia. Dalam beberapa tahun terakhir, perawatan
paliatif telah menjadi suatu pergerakan yang besar, yang mempengaruhi banyak penduduk. Pergerakan ini dimulai sebagai sebuah gerakan
yang dipimpin relawan di Negara-negara Amerika dan telah berkembang menjadi bagian penting dari system perawatan di kesehatan.

Gerakan hospice berkembang secara massif sekitar tahun 1960an, dimana era pelayanan hospice modern dimulai. Seseorang yang
menggagas gerakan perubahan tersebut adalah Dame Cicely Saunders (yang selanjutnya lebih dikenal dengan sebutan Dame). Dame
mengkreasikan sebuah konsep tentang caring, terutama untuk pasien yang dengan stadium akhir dan menjelang ajal/kematian. Konsep
tersebut merupakan sebuah cara pandangan atau perspektif untuk melihat sebuah fenomena secara holistic, termasuk pasien. Sehingga
pasien tidak hanya di lihat sebagai individu yang memiliki masalah fisik saja, tetapi melihat pasien sebagai mahluk yang kompleks. Dame
menyakini bahwa gejala fisik yang di alami oleh pasien juga dapat mempengaruhi psikologis, emotional, social dan spiritual pasien, maupun
sebaliknya.

Sejak awal di saat Dame menggagas dan mendirikan rumah hospice, Dame telah mengintegrasikan pendidikan dan penelitian dalam
pelayanan di rumah hospice. Rumah hospice pertama yang di dirikan oleh Dame yaitu rumah hospice yang terletak di kota London pada
tahun 1967. Seiring dengan perkembangan gerakan rumah hospis, pelayanan perawatan paliatif mulai menekankan pada aspek “Care”
bukan pada aspek “Cure” atau pengobatan. Sehingga pada saat itu prioritas intervensi yang dilakukan adalah bagaimana pasien dapat
mengontrol keluhannya, seperti nyeri. pada tahun 1982, dokter spesialis paliatif mulai diperkenalkan secara formal. pada saat itu dokter
paliatif tidak hanya memberikan pelayanan pada pasien yang membutuhkan perawatan paliatif, namun juga penelitian mengenai praktis
klinis pada pasien yang mendapatkan perawatan paliatif, dan melakukan pengajaran ataupun pendidikan berkelanjutan dalam perspektif
multidisiplin. Sekalipun konsep hospis modern dan “perawatan paliatif” merupakan hal yang baru, namun pelayanan yang diberikan di
perawatan paliatif mampu memberikan perubahan yang sangat signifikan terhadap peningkatan kualitas hidup pasien, mempersiapkan
pasien meninggal dengan damai dan bermartabat, dan memberikan dukungan pada anggota keluarga setelah pasien meninggal.

Standar perawatan pertama kali diperkenalkan pada 1997 di Jepang. Pendidikan perawatan paliatif masuk kedalam kurikulum sekolah-
sekolah kedokteran dan semua sekolah keperawatan. Dua puluh layanan yang terkait dengan perawatan paliatif tersedia di seluruh negeri.
Tiga belas organisasi yang dibangun di Singapura untuk menyediakan perawatan paliatif. Modul perawatan paliatif ditambahkan ke
kurikulum sekolah kedokteran. Pemerintah mulai menerapkan di setiap kabupaten dan rumah sakit umum untuk memperkenalkan suatu
perawatan paliatif pada tahun 1998 di Malaysia. Perawatan paliatif dimasukkan ke dalam rencana kesehatan nasional Mongolia. Modul
perawatan paliatif termasuk dalam kurikulum sekolah kedokteran di Mongolia. Sebuah program pendidikan perawatan paliatif telah
diterapkan untuk asisten keperawatan di Selandia Baru. Empat puluh satu pelayanan keperawat paliatif ini sudah tersebar di seluruh negeri
dan mulai tahun 2005 perawatan paliatif diakui sebagai spesialisasi medis di Australia.

Sejarah dan perkembangan perawatan paliatif di Indonesia bermula dari adanya perubahan yang terus-menerus setiap rapat kerja untuk
membahas system penanggulangan penyakit pada tahun 1989. Penanggulangan penyakit ini harus dilaksanakan secara paripurna dengan
mengerjakan berbagai intervensi mulai dari pencegahan, deteksi dini, terapi, dan perawatan paliatif.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia menerbitkan surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor: 812/Menkes/SK/VIII/2007 pada
tanggal 19 Juli 2007 yang berisi keputusan Menkes tentang kebijakan perawatan paliatif. Dengan terbitnya surat keputusan tersebut
diharapkan bisa menjadi pedoman-pedoman pelaksanaan perawatan paliatif di seluruh Indonesia serta mendorong lajunya pengembangan
perawatan paliatif secara kualitas maupun kuantitas.
  

Secara global, WHO (2014) melaporkan bahwa pendidikan dan pengetahuan para petugas kesehatan masih sangat minim mengenai
perawatan pasien di area paliatif. WHO memperkirakan sekitar 19 juta orang di dunia saat ini membutuhkan pelayanan perawatan paliatif,
dimana 69% dari mereka adalah pasien usia lanjut yaitu usia diatas 65 tahun. Sehingga hal ini menjadi tantangan para petugas kesehatan
terutama tenaga professional yang bekerja di area paliatif untuk dapat memahami dengan baik cara memberikan pelayanan yang
berkualitas pada kelompok lanjut usia tersebut dengan mengacu pada pilosofi dan standart pelayanan perawatan paliatif.

Karakteristik Perawatan Paliatif

Perawatan paliatif sangat luas dan melibatkan tim interdisipliner yang tidak hanya mencakup dokter dan perawat tetapi mungkin juga ahli
gizi, ahli fisioterapi, pekerja sosial, psikolog/psikiater, rohaniwan, dan lainnya yang bekerja secara terkoordinasi dan melayani sepenuh hati.
Perawatan dapat dilakukan secara rawat inap, rawat jalan, rawat rumah (home care), day care dan respite care. Rawat rumah dilakukan
dengan kunjungan ke rumah pasien, terutama mereka yang tidak dapat pergi ke rumah sakit. Kunjungan dilakukan oleh tim untuk memantau
dan memberikan solusi atas masalah-masalah yang dialami pasien dan keluarganya, baik masalah medis maupun psikis, sosial, dan
spiritual. Day care adalah menitipkan pasien selama jam kerja jika pendamping atau keluarga yang merawatnya memiliki keperluan lain
(seperti day care pada penitipan anak). Sedangkan respite care adalah layanan yang bersifat psikologis melalui konseling dengan psikolog
atau psikiater, bersosialisasi dengan pasien lain, mengikuti terapi musik, dan lain-lain. Berikut salah satu karakteristik perawat paliatif adalah:
1.  Mengurangi rasa sakit dan keluhan lain yang mengganggu.
2. Menghargai kehidupan dan menyambut kematian sebagai proses yang normal.
3.  Tidak berusaha mempercepat atau menunda kematian.
4.  Mengintegrasikan aspek psikologis dan spiritual dalam perawatan pasien.
5.  Membantu pasien hidup seaktif mungkin sampai akhir hayat.
6. Membantu keluarga pasien menghadapi situasi selama masa sakit dan setelah kematian.
7. Menggunakan pendekatan tim untuk memenuhi kebutuhan pasien dan keluarganya, termasuk konseling masa duka cita, jika diindikasikan.
8.  Meningkatkan kualitas hidup, dan mungkin juga secara positif memengaruhi perjalanan penyakit.
9.  Bersamaan dengan terapi lainnya yang ditujukan untuk memperpanjang usia, seperti kemoterapi atau terapi radiasi, dan mencakup
penyelidikan yang diperlukan untuk lebih memahami dan mengelola komplikasi klinis yang berat.
  
Etika Perawatan Paliatif 

Tindakan yang telah disetujui oleh pasien dan atau keluarga harus dituangkan dalam “inform consent” dan ditandatangani oleh pasien dan
keluarga dan petugas kesehatan sebelum tindakan dilakukan atau tidak dilakukan. Berikut adalah beberapa etika yang harus dilakukan
sebagai seorang perawat ketika melakukan perawatan paliatif:

1.   Autonomy

Hak individu dalam membuat keputusan terhadap tindakan yang akan dilakukan atau tidak dilakukan setelah mendapatkan informasi dari
dokter serta memahami informasi tersebut secara jelas. Pada pasien anak, autonomytersebut diberikan pada orangtua atau wali.
2.   Beneficence
Tindakan   yang   dilakukan   harus  memberikan  manfaat   bagi pasien   dengan   memperhatikan   kenyamanan,   kemandirian,
kesejahteraan pasien dan keluarga, serta sesuai keyakinan dan kepercayaannya.
3.   Non-maleficence
Tindakan  yang  dilakukan  harus  tidak  bertujuan  mencederai atau memperburuk keadaan kondisi yang ada.
4.   Justice
                      Memperlakukan    semua    pasien    tanpa    diskriminasi    (tidak membe-
                      dakan ras, suku, agama, gender dan status ekonomi). 

Klasifikasi Perawatan Paliatif

Perawatan (terapi) paliatif terbagi menjadi beberapa macam diantaranya adalah sebagai berikut:
1.    Perawatan paliatif religius
2.    Terapi perawatan paliatif radiasi

3.    Terapi perawatan paliatif kemoterapi

4.    Pembedahan
5.    Terapi Musik

6.    Psikoterapi

7.    Hipnoterapi

Kebijakan Perawatan Paliatif di Indonesia

Perawatan paliatif terhadap pasien yang berada pada kondisi ‘terminal’ seperti kanker, alzheimer, dan stroke di Indonesia belum optimal.
Perawat yang memerankan posisi penting dalam perawatan paliatif masih terkendala baik dari sisi pengetahuan maupun kebijakan.
Akibatnya, perawatan paliatif yang seharusnya melibatkan peran keluarga yang cukup besar belum bisa berjalan dengan baik.

Menurut keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 812/Menkes/SK/VII/2007 Tentang Kebijakan Perawatan Paliatif Menteri
Kesehatan Republik Indonesia yang isinya yaitu  perawat ditugaskan untuk melakukan suatu perawatan paliatif terhadap pasien dengan
penyakit terminal yang kemungkinan tidak bisa sembuh dan sudah dinyatakan akan meninggal. Tujuan dari perawatan paliatif ini yaitu
pasien dengan penyakit terminal tersebut dapat meninggal secara damai. Perawat juga dituntut untuk membantu keluarga yang ditinggalkan
pasien agar menerima dan tidak mengalami depresi berkelanjutan.

Ada beberapa isu terkait Perawatan Paliatif (Palliative Care) baik hal itu tentang pasien maupun perawat. Yang pertama yaitu tentang
pasien-pasien dengan penyakit apa saja yang seharusnya mendapatkan Perawatan Paliatif. Sedangkan, yang kedua terkait dengan dimensi
kualitas hidup pasien yaitu spiritual. Dan yang ketiga yaitu tentang jumlah Rumah Sakit yang dapat memberikan Perwataan Paliatif dan
Jumlah Hospice di Indonesia.

Kualitas hidup pasien di sini meliputi dimensi – dimensi antara lain : gejala fisik, kemampuan fungsional (aktivitas), kesejahteraan keluarga,
spiritual, fungsi sosial, kepuasan terhadap pengobatan (termasuk masalah keuangan), orientasi masa depan, kehidupan seksual, termasuk
gambaran terhadap diri sendiri, fungsi dalam bekerja (Clinch, Dudgeeon dan Schipper, 1999).2 Istilah “perawatan paliatif” sebenarnya telah
digunakan selama lebih dari 40 tahun di dunia. Namun, di Indonesia sendiri Perawatan Paliatif baru ditetapkan dan di jalankan beberapa
tahun terakhir ini saja (12 tahun jika dihitung dengan tahun ini 2019).

Dari semua penjelasan tersebut, timbul pertanyaan terkait siapa sebenarnya orang-orang yang berhak mendapatkan perawatan paliatif itu.
Dalam Keputusan Nomor 812/MENKES/SK/VII/2007 pada latar belakangnya berbunyi, “Perawatan paliatif adalah pelayanan kesehatan
yang bersifat holistik dan terintegrasi dengan melibatkan berbagai profesi dengan dasar falsafah bahwa setiap pasien berhak mendapatkan
perawatan terbaik sampai akhir hayatnya (Doyle & Macdonald, 2003: 5).” Keputusan tersebut menjelsakan, bahwa perawatan paliatif itu
dilakukan agar pasien mendapatkan perawatan terbaik sampai akhir hayatnya, berarti setiap orang berhak mendapatkan perawatan
paliatif tersebut.

Namun, apabila kita melihat, perawatan paliatif di Indonesia sendiri itu lebih ditekankan pada seseorang yang menderita penyakit kanker.
Padahal perawatan paliatif pada hakikatnya ditujukan pada pasien penyakit terminal yang merupakan penyakit progresif yaitu penyakit yang
menuju ke arah kematian yang berarti bukan hanya kanker saja. Akan tetapi, kebanyakan dari keputusan yang dibuat oleh Menteri
Kesehatan sendiri tentang perawatan paliatif itu, bahwa perawatan paliatif tersebut lebih mengarah ke seseorang dengan penyakit kanker.
Seperti pada Kementerian Kesehatan RI 2013 tentang Pedoman Teknis Pelayanan Paliatif Kanker dan Keputusan Menteri Kesehatan
Indonesia Nomor 430/MENKES/SK/IV/2007 tentang Pedoman Pengendalian Penyakit Kanker.
Banyak penyakit kronis di Indonesia selain Kanker yang dapat menyebabkan pasien yang mengidapnya meninggal dan perlu mendapatkan
Perawatan Paliatif. Memang, seperti yang tertulis dalam Keputusan Menteri Kesehatan Indonesia Nomor 430/MENKES/SK/IV/2007 tentang
Pedoman Pengendalian Penyakit Kanker bahwa Kanker merupakan penyebab kematian terbesan urutan ke-5 (SKRT, 2001) dan setiap
tahunnya mengalami peningkatan. Dan merupakan penyebab kematian terbesar nomor 2 di dunia setelah penyakit kardiovaskuler. Akan
tetapi menilik lagi, ada penyakit yang lebih dominan sebagai penyebab kematian pasien antara lain, Stroke, Jantung dan HIV/AIDS.

Kementerian Kesehatan Indonesia hanya membuat keputusan terkait Kanker saja dan tidak membuat keputusan tentang penyakit kronis
yang lebih parah dari kanker. Bahkan termasuk untuk lansia yang sudah dinyatakan oleh dokter bahwa hidupnya tidak lama lagi pun tidak
ada. Lalu, bukankah para lansia tersebut juga berhak untuk mendapatkan perawatan paliatif, terkhusus untuk lansia yang tidak memiliki
keluarga. Padahal seperti yang dibilang diawal bahwa tujuan dari perawatan paliatif itu sendiri untuk memberikan perawatan terbaik sampai
akhir hidupnya. Di sinilah suatu pertanyaan muncul terkait tidak adanya peraturan atau keputusan tertulis dari Kementerian Kesehatan
Indonesia tentang perawatan Paliatif untuk Lansia.

Rumah sakit yang dapat memberikan perawatan paliatif juga masih terbilang sedikit. Seperti yang tertulis di dalam Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 812/Menkes/SK/VII/2007 bahwa di Indonesia, Rumah Sakit yang mampu memberikan Pelayanan
Paliatif masih terbatas di 5 provinsi yaitu Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar dan Makassar.2 Padahal Rumah sakit juga sangat
dibutuhkan bagi pasien dengan penyakit teminal yang kemungkinan tidak dapat disembuhkan.

Padahal adanya hospice dan rumah sakit sangat bermanfaat tidah hanya bagi pasien tapi juga untuk perawat serta tenaga medis lain
tentunya. Semakin banyak hospice dan rumah sakit yang mampu memberikan perawatan paliatif, maka kesejahteraan perawat dan tenaga
medis lainnya akan semakin tercapai. Kebutuhan dasar dari pasien pun juga akan mudah terpenuhi karena semakin banyak perawat yang
mampu memberikan kebutuhan apa yang diperlukan pasien.

Kesimpulannya, Perawatan Paliatif merupakan perawatan yang sangat bermanfaat bagi pasien dengan penyakit terminal, misalkan stroke,
jantung dan kanker. Perawatan paliatif bertujuan untuk memperbaiki kualitas hidup pasien, serta memberikan perawatan terbaik untuk
pasien sampai akhir hayat pasien tersebut. Namun, di Indonesia ada banyak sekali isu terkait perawatan paliatif tersebut, mulai dari
kurangnya keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tentang seseorang yang berhak memperoleh perawatan paliatif. Lalu juga ada
isu terkait spiritual serta jumlah hospice dan rumah sakit yang mampu memberikan perawatan paliatif yang bisa dibilang sedikit. Padahal
Hospice dan Rumah Sakit tersebut sangat bermanfaat baik dari pihak pasien maupun perawat atau tenaga medis lain.

Solusinya yaitu Menteri Kesehatan harus membuat keputusan tentang orang-orang yang berhak mendapat perawatan paliatif. Jumlah
Hospice dan Rumah Sakit di Indonesia pun harus diperbanyak lagi. Sarannya sendiri yaitu perawat lebih memperdalam lagi
pengetahuannya terkait perawatan paliatif dan lebih melatih lagi sifat caring serta empatinya. Hal ini dikarenakan perawatan paliatif ini
berhubungan dengan pasien penyakit teminal yang sudah ditetapkan oleh dokter bahwa mereka tidak bisa sembuh dari penyakitnya. Oleh
karena itu, dengan melatih empatinya, perawat diharapkan tidak terhanyut dan terbawa suasana ketika ada salah satu pasien yang
meninggal sehingga jatuhnya tidak ke arah simpati.

Anda mungkin juga menyukai