Anda di halaman 1dari 24

Referat

GANGGUAN WAHAM DAN PENYALAHGUNAAN ZAT


PSIKOAKTIF : AIBON

Disusun Oleh:

Novi Putri Dwi Iriani (712019076)

Nazla Fakhirah (712019102)

Pembimbing:

dr. Abdullah Sahab, Sp.KJ, MARS

DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN JIWA


RUMAH SAKIT DR. ERNALDI BAHAR PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2021

ii
HALAMAN PENGESAHAN

REFERAT
Gangguan Waham dan Penyalahgunaan Zat Psikoaktif : Aibon

Dipersiapkan dan disusun oleh


Novi Putri Dwi Iriani (712019076)

Nazla Fakhirah (712019102)

Telah diterima dan disetujui sebagai tugas ujian Kepaniteraan Klinik Kesehatan
Jiwa Rumah Sakit DR. Ernaldi Bahar Palembang Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Palembang periode 18 Oktober - 31 Oktober 2021.

Palembang, Oktober 2021


Pembimbing

dr. Abdullah Sahab, Sp.KJ, MARS

iii
KATA PENGANTAR DAN UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas karunia-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan referat yang berjudul ”Gangguan Waham dan
Penyalahgunaan Zat Psikoaktif : Aibon”.

Referat ini merupakan salah satu tugas ujian Kepaniteraan Klinik di


Bagian/Departemen Ilmu Kedokteran Jiwa Rumah Sakit Ernaldi Bahar
Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Abdullah Sahab, Sp. KJ,
MARS selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama penulisan
dan penyusunan referat ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan referat ini.


Oleh karena itu, kritik dan saran dari berbagai pihak sangat penulis harapkan.
Semoga laporan kasus ini dapat memberi manfaat bagi pembaca.

Palembang, Agustus 2021

Penulis

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................I


HALAMAN PENGESAHAN........................................................................II
KATA PENGANTAR DAN UCAPAN TERIMA KASIH..........................III
DAFTAR ISI...................................................................................................IV
BAB I : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .......................................................................... 5
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gangguan Waham ..................................................................... 6
2.2 Penyalahgunaan Zat Psikoaktif : Aibon .................................. 13
BAB III : KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan ......................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 21

v
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Waham merupakan keyakinan tentang suatu isi pikiran yang tidak


sesuai dengan kenyataannya atau tidak cocok dengan inteligensi dan latar
belakang kebudayaannya meskipun sudah dibuktikan hal itu mustahil.
Keyakinan tentang dirinya yang dikendalikan oleh suatu kekuatan
tertentu dari luar (delusion of control). Waham yang lain dapat berupa
waham tentang dirinya yang dipengaruhi oleh suatu kekuatan tetentu dari
luar (delusion of influence), waham tentang dirinya yang tidak berdaya
dan pasrah pada kekuatan tertentu dari luar (delusion of passivity), dapat
pula berupa “delusional perception” suatu pengalaman inderawi yang tak
wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik
atau mukjizat. .1

Berbagai kondisi medis non psikiatrik dan zat dapat menyebabkan


waham. Menghisap lem atau dikenal dengan istilah ngelem (snifing)
adalah menghirup uap yang ada dalam kandungan lem dengan tujuan
untuk mendapatkan sensasi tersendiri, misalnya dalam mencari
ketenangan dan kesenangan. Menurut Badan Narkotika Nasional (2004),
lem aibon tidak mengandung bahan narkoba, tetapi terdapat zat adiktif
didalamnya dan itu sangat berbahaya jika dikonsumsi dalam jumlah
banyak, baik anak-anak maupun dewasa.1,2

Menurut Undang-undang No 5 tahun 1997, zat adiktif adalah obat


serta bahan-bahan aktif yang apabila dikomsumsi oleh organisme hidup
dapat mengakibatkan kerja biologi, serta menimbulkan ketergantungan
atau adiksi yang sulit dihentikan atau efek ingin menggunakannya secara
terus menerus, jika dihentikan mendapat efek lelah yang luar biasa atau
rasa sakit luar biasa.2

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gangguan Waham

Waham adalah kepercayaan yang salah, didasarkan pada kesimpulan


yang salah tentang realitas eksterna, tidak konsisten dengan latar belakang
inteligensi dan budaya pasien; tidak dapat dikoreksi dengan penalaran.1

A. Etiologi Waham

1. Faktor Biologis

Berbagai kondisi medis non psikiatrik dan zat dapat


menyebabkan waham, jadi menyatakan bahwa faktor biologis
yang jelas dapat menyebabkan waham. Tetapi tidak setiap
orang dengan tumor memiliki waham. Keadaan neurologis yang
paling sering berhubungan dengan waham adalah keadaan yang
mempengaruhi sistem limbik dan ganglia basalis.

2. Faktor Psikodinamika

Teori psikodinamika spesifik tentang penyebab dan


evolusi gejala waham adalah anggapan tentang orang
yang hipersensitif dan mekanisme ego spesifik :
formasi reksi, proyeksi, dan penyangkalan. Freud
mengambil teori dari pengamatannya terhadap
autobiografi Daniel Paul Schreber bahwa
kecenderungan homoseksual yang tidak disadari itu
dilawan dengan penyangkalan dan proyeksi. Karena
homoseksualitas secara sadar tidak dapat diterima oleh
beberapa pasien paranoid, perasaan pasien laki-laki

7
tentang" Saya mencintainya (laki-laki)" disangkal dan
diubah oleh formasi reaksi menjadi" Saya tidak
mencintainya (laki-laki"; saya membencinya (laki-laki)
itu. Hipotesis ini menyarankan bahwa pasien yang
memiliki waham kejar telah merepresi impuls
homoseksualnya. Menurut teori klasik dinamik dari
impuls homoseksual adalah serupa untuk pasien
wanita dan pasien pria.

B. Klasifikasi Waham

1. Waham menurut konsep dasarnya1

a. Waham sistematis: Keyakinan yang palsu yang digabungkan oleh


suatu tema atau peristiwa tunggal, melibatkan situasi yang menurut
pikiran dapat terjadi dikehidupan nyata.

b. Waham yang kacau (Bizarre Delusion) Keyakinan palsu yang aneh,


mustahil dan sama sekali tidak masuk akal tidak berasal dari
pengalaman hidup pada umumnya.

2. Waham berdasarkan klasifikasinya

Dalam defenisi waham, menegaskan bahwa keyakinan harus


dipegang teguh. Namun keyakinan mungkin saja tidak benar-benar
dipegang sebelum atau sesudah waham telah terbentuk sepenuhnya.
Walaupun beberapa waham telah terbentuk sepenuhnya dalam
pikiran pasien dan dengan keyakinan yang kuat waham lainnya
berkembang lebih secara berangsur-angsur. Dengan cara yang sama
selama proses penyembuhan daripenyakitnya seorang pasien
mungkin melewati tahap dimana peningkatan keraguan tentang
keyakinannya sebelum akhirnya menolak keyakinan itu sebagai
suatu hal yang palsu. Fenomena ini disebut waham parsial. Adalah

8
cara yang sangat aman menggunakan istilah waham parsial (hanya
jika itu dikenali sebelumnya sebagai waham komplit atau dengan
melihat ke belakang) untuk mendapat perkembangan lebih lanjut
menuju waham komplit. Waham parsial terkadang ditemukan
selama tingkat dini skizofrenia.

3. Menurut Onsetnya

Waham juga dikategorikan dalam bentuk primer dan sekunder

a. Waham Primer (autochthonous)

Merupakan salah satu waham yang muncul secara tiba-tiba dan


dengan keyakinan penuh namun tanpa peranan perilaku kejiwaan
kearah itu. Contoh: Seorang pasien mungkin secara tiba-tiba dan
penuh keyakinan bahwa dia sedang mengalami perubahan kelamin,
tanpa pernah memikirkan hal itu sebelumnya dan tanpa ada ide atau
kejadian sebelumnya yang dapat dimengerti atas kesimpulan
tersebut. Keyakinan datang di dalam pikiran secara tiba-tiba
dibentuk penuh dan dalam bentuk keyakinan sempurna. Agaknya
hal tersebut merupakan ekspresi langsung dari proses patologi
penyebab penyajit jiwa-satu gejala primer. Tidak semua waham
primer dimulai dengan suatu ide, suatu mood waham atau persepsi
waham juga dapat muncul tiba-tiba dan tanpa pendahuluan untuk
menjelaskan hal tersebut. Tentu saja pasien untuk mengingat saat-
saat tepat dari sesuatu yang tidak biasa dan sering mempengaruhi
keadaan jiwa dan untuk alasan ini, merupakan hal yang sulit untuk
meyakini apa yang disebut primer.

b. Waham Sekunder

Dimana keyakinan waham dapat dijelaskan atau dinilai sebagai


perluasan dari keyakinan kultur atau mood. Waham sekunder dapat

9
dimengerti saat diperoleh dari beberapa pengalaman yang tidak
wajar sebelumnya. Akhirnya mungkin menjadi beberapa jenis,
seperti halusinasi (Contoh seseorang yang mendengar suara-suara
mungkin akan menjadi percaya bahwa ia telah diikuti) suatu mood
(contoh seseorang yang sebelumnya mengalami depresi mungkin
percaya bahwa orang-orang berpikir ia tidak berharga) atau existing
delusion (contoh seseorang dengan waham bahwa ia telah
kehilangan seluruh uangnya akan mempercayai bahwa ia akan
dipenjara karena tidak bayar hutang). Beberapa waham sekunder
kelihatannya memiliki sebuah fungsi integratif membuat pengalam
asli menjadi lebih dapat dimengerti pasien seperti contoh pertama
diatas. Yang lainnya kelihatan sebaliknya menambah rasa
penyiksaan atau kegagalan seperti pada contoh ketiga.

4. Pengalaman Waham Lainnya

a. Mood Waham

Saat seorang pasien pertama kali mengalami sebuah waham, ia juga


memiliki sebuah respon emosional dan mengartikan lingkungannya
dengan cara yang baru. Kadang-kadang kejadiannya terbalik.
Pengalaman pertama merupakan sebuah perubahan mood,
seringkali sebuah perasaan cemas dengan prasangka bahwa
beberapa kejadian menakutkan akan terjadi dan kemudian waham
terjadi. Di Jerman, perubahan mood ini disebut washtimmung.
sebuah istilah yang biasanya diartikan sebagai mood waham.
Dengan kata lain mood waham (Atmosfir waham) adalah suatu
keadaan yang membibungkan, suatu perasaan yang aneh atau gaib
atau ganjil sedang terjadi melibatkan pasien tapi dengan cara yang
tidak spesifik.

b. Persepsi Waham

10
Mengacu kepada pengalaman dari penafsiran sebuah persepsi yang
normal dengan pengertian waham, yang mana hal ini memiliki
makna pribadi yang begitu besar bagi pasien. Contoh waham
fregoli; illusion desosies sindrom capgras.

c. Memori Waham

Adalah ingatan dari suatu kejadian adalah waham yang


nyata.1

5. Waham Berdasarkan Temanya

Waham dikelompokkan menurut temanya. Pengelompokan ini


berguna karena ada beberapa penyesuaian antara tema dan bentuk-
bentuk utama penyakit jiwa.

a. Waham Kejar Sebuah waham dengan tema utama bahwa pasien


diserang, diganggu, ditipu, disiksa atau dilawan komplotan.1,3

b. Waham Referensi Keyakinan bahwa objek, kejadian atau orang


memiliki sebuah makna pribadi bagi pasien. Umumnya dalam
bentuk negatif diturunkan dari ide referensi, dimana seseorang
secara salah merasa bahwa ia sedang dibicarakan orang lain.4

c. Waham Kebesaran Menunjukkan kepentingan, kemampuan,


kekuatan, pengetahuan atau identitas yang berlebihan atau
hubungan khusus dengan dewa atau orang terkenal.

d. Waham rasa bersalah dan Ketidakberhargaan Ditemukan lebih


sering pada penyakit depresi dan terkadang disebut waham
depresi. Tema-tema yang khas adalah kesalahan yang kecil dari
hukum pada masa yang lalu akan ditemukan dan membawa malu
pada pasien, atau kesalahannya akan membawa ganti rugi pada
keluarganya.

e. Waham Nihilistik Merupakan keyakinan tentang ketiadaan

11
beberapa orang atau sesuatu. Tapi pengertian ini diperluas hingga
termasuk ide-ide pesimis bahwa karier pasien berakhir, ia akan
mati, tidak memiliki uang atau bahwa dunia adalah merupakan
sebuah malapetaka. Waham nihilistik dihubungkan dengan derajat
ekstrim dari mood depresi.

f. Waham Somatik Keyakinan palsu yang menyangkut fungsi tubuh


pasien. Dimana pasien memiliki suatu cacat fisik atau kondisi
medis umum.3,5

g. Waham Agama Waham yang berisi nilai agama, lebih sering


terjadi pada abad daripada masa sekarang, agaknya mencerminkan
bagian terbesar bahwa agama dijalankan dalam kehidupan orang-
orang biasa dimasa lalu. Suatu keyakinan agama yang tidak biasa
dan dipegang dengan kuat ditemui diantara anggota kelompok
agama minoritas, dapat disarankan untuk berbicara kepada
anggota yang lain sebelum menentukan apakah ide-ide itu
abnormal atau tidak.

h. Waham Cemburu Keyakinan palsu yang didapatkan dari


kecemburuan patologis bahwa kekasih pasien adalah tidak jujur.5

i. Waham Seksual atau Cinta (Erotomania) Keduanya jarang terjadi


namun jika terjadi hal ini sering terjadi pada wanita. Waham
mengenai hubungan seksual seringkali sekunder pada halusinasi
somatik yang dirasakan pada genital. Seorang wanita dengan
waham cinta percaya bahwa ia dicintai oleh pria yang biasanya tak
dapat digapai, dari golongan status sosial yang lebih tinggi dan
kepada siapa dia belum pernah bicara.6

j. Waham Pengendalian Keyakinan bahwa tindakan, perasaan dan


kemauan adalah benar- benar berasal dan dipengaruhi atau diatur
oleh orang atau kekuatan dari luar.4,6

- Penarikan Pikiran (thought witdrawal) Keyakinan bahwa

12
pikirannya telah ditarik keluar.

- Penanaman Pikiran (thought insertion) Keyakinan bahwa


beberapa pikirannya adalah bukan miliknya telah ditanamkan
kedalam pikirannya oleh kekuatan dari luar.

- Penyiaran Pikiran (thought broadcasting) Keyakinan bahwa


pikirannya telah diketahui oleh yang lain, seolah-olah setiap
orang dapat membaca pikirannya.

- Pengendalian pikiran (thought control) Keyakinan bahwa


pikiran pasien dikendalikan oleh orang atau tenaga lain

6. Menurut Ciri lainnya

Waham Terbagi Waham tidak hanya terdapat pada individu yang


terisolasi, gangguan waham dapat terjadi pada pasangan (folie a
deux) dan pada famili (folie en famille) Maradon de Montyel
membagi folie a deux kedalam tiga kelompok.1,6

a. Folie impose Bentuk gangguan yang paling sering dan klasik,


orang yang dominan mengembangkan suatu sistem waham dan
secara progresif menanamkan siswam waham tersebut kedalam
orang yang biasanya lebih muda dan lebih pasif.

b. Folie Simultanee Sistem waham yang serupa dikembangkan


secara terpisah pada dua orang yang berhubungan erat. Perpisahan
kedua orang tersebut tidak menyebabkan perbaikan pada
keduanya.

c. Folie communiquite Orang yang dominan terlibat dalam


mengakibatkan sistem waham yang mirip pada orang yang
tunduk, tetapi orang yang tunduk mengembangkan sistem
wahamnya sendiri, yang tidak menghilang setelah perpisahan
kedua pihak.

13
d. Folie Induite (Heinz Lehmann menambahkan yang keempat): Satu
orang dengan waham memperluas wahamnya dengan mengambil
waham dari orang kedua.

Waham terbagi biasanya terjadi dimana orang yang dominant


biasanya menderita skizofrenia atau gangguan psikotik simpleks. Pada
25% orang yang tunduk memiliki kecacatan fisik termasuk ketulian,
penyakit serebrovaskuler atau kecacatan lain yang meningkatkan
ketergantungan orang yang tunduk terhadap yang dominan.

7. Kesesuaian antara Waham dengan mood

a. Waham sejalan dengan mood: Waham dengan isi yang sesuai


dengan mood.

b. Waham yang tidak sejalan dengan mood: Waham dengan isi yang
tidak mempunyai hubungan dengan mood atau merupakan mood
netral.

2.2. Penyalahgunaan Zat Psikoaktif : Aibon

Maraknya perilaku menghirup uap lem aibon kini bukan sesuatu yang
asing lagi bagi para remaja. Kegiatan seperti ini sudah menjadi suatu hal yang
lazim dan sering diperlihatkan oleh mereka. Kebiasaan remaja mengkonsumsi
lem aibon seolah sudah menjadi kebutuhan sehari – hari bagi mereka.
Dampak umum yang terjadi pada remaja pengguna lem aibon mengakibatkan
mereka tidak mempunyai masa depan yang cemerlang. Selalin dampak
umum, perilaku menghirup aibon juga akan membawa dampak negatif
terhadap tubuh. Dampak tersebut diantaranya adalah organ fisik tubuh remaja
mengalami penurunan aktivitas, anggota tubuh menjadi rusak, mulai dari
daya berpikir menurun, jantung, paru – paru, hati, sel darah menjadi
terganggu. Jantung akan lambat memompa darah sehingga memperlambat

14
oksigen menuju ke otak bila mereka melakukan aktivitas menghirup lem
yang berlebihan akan menyebabkan remaja tersebut mengalami pusing
bahkan bisa hingga pingsan.7

A. Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Penggunaan Aibon

1. Rasa Ingin Tahu

Beberapa remaja mengungkapkan bahwa saat


pertama kali menghirup lem aibon ini karena kemauan
sendiri dan tidak ada yang menyuruh atau memaksa
mereka untuk mulai mencium lem aibon. Awalnya
dorongan untuk melakukan aktivitas menghirup lem
karena merasa pusing. Pusing yang dimaksud disini
adalah sedang menghadapi suatu masalah, serta rasa
penasaran yang mendorong mereka untuk ingin tahu
tentang lem yang membuat mereka merasa terpuaskan
setelah menghirup aroma lem.7

2. Faktor Ketidakharmonisan Dalam Keluarga

Faktor ketidak harmonisan keluarga merupakan salah satu pemicu


remaja menghirup lem aibon. Faktor ketidakharmonisan keluarga
tersebut diantaranya adalah kondisi keluarga dan faktor ekonomi.
Faktor-faktor inilah yang kemudian mendorong remaja untuk
mencari pelarian ke hal-hal yang tidak benar, diantaranya adalah
perilaku menghirup lem aibon. Perilaku penggunaan lem aibon
memungkinkan secara fisik untuk menghilangkan rasa lapar,
kelelahan dan juga rasa sakit terhadap penyakit yang dideritanya.
Sementara secara psikis, penggunaan lem aibon bisa menghilangkan
rasa cemas, depresi dan stres. Kehidupan yang miskin ini
menyebabkan remaja memilih lem aibon sebagai penghilang stres
mereka.8

3. Faktor Ketergantungan

15
Terdapat beberapa jenis ketergantungan, diantaranya yaitu
ketergantungan/ketagihan secara fisik, ketagihan secara psikologis,
perilaku maladaptif, gejala putus zat.

a. Ketagihan Secara Fisik

Secara fisik orang yang sudah terbiasa menggunakan atau


menghirup lem aibon berbeda dengan orang normal karena mereka
sudah ketagihan sehingga terus melakukan apa saja untuk memenuhi
keinginan dalam kepuasaan menghirup lem tanpa mempedulikan
kesehatan diri sendiri, waktu istirahat dan lain sebagainya.

b. Ketagihan Secara Psikologis

Suatu keadaan, keinginan atau dorongan yang tak tertahankan


karena sudah merasa nyaman sehingga sulit untuk melepaskan
seperti

c. Perilaku Maladaptif

Perilaku yang menimbulkan akibat yang negatif dan tidak


menyenangkan bagi pelaku maupun lingkungan sosialnya, yang
dikarenakan ketidaktahuan, ketidakmampuan, menanggapi atau
merespon stimulus pada saat dan tempat yang tepat atau
disfungsional, suatu perilaku yang menimbulkan akibat yang tidak
baik yang tidak menyenangkan bagi individu maupun orang lain
yang ada dilingkungan sekitarnya

d. Gejala Putus Zat

Gejala putus zat merupakan suatu keadaan yang sangat menyiksa,


baik secara fisik maupun secara psikologis, sehingga dapat
mengakibatkan seorang yang sudah mengalami ketagihan akan
merasa pusing, stres bahkan selalu terlihat gelisah

e. Faktor Pengaruh Teman Sebaya

16
Dalam mekanisme terjadinya penyalahgunaan lem aibon, teman
sebaya mempunyai pengaruh yang dapat mendorong atau
mencetuskan penyalahgunaan lem dari pada diri seseorang.Pengaruh
teman kelompok sebaya ini dapat menciptakan keterikatan dan
kebersamaan, sehinggga yang bersangkutan sukar untuk melepaskan
diri.9

B. Dampak Penyalahgunaan Zat Psikoaktif : Aibon10,11

Bahan pembuatan Adhesive atau lem, banyak


mengandung bahan yang sangat berbahaya yang
mengandung beberapa bahan kimia seperti
Trichloroethylene dan Toluene. Berikut sedikit indikasi
yang disebabkan oleh bahan kimia tersebut :
Trichloroethylene :Liquid Chemical tsb jika terhirup dalam
jangka waktu yang lama dapat memicu terjadinya kanker
dan kerusakan pada syaraf .

Selain baunya yang sangat menyengat, jika terkena


kekulit langsung, bisa menyebabkan iritasi.
Trichloroethylene biasanya digunakan untuk
membersihkan sisa resin agar tidak mengeras pada selang
atau tabung. Resin sendiri digunakan sebagai isolator suatu
produk agar tidak terjadi hubungan pendek antara
komponen di dalamnya. Penggunaannya sendiri dengan
cara di tuang dan di alirkan ke seluruh selang yang dilalui
oleh resin, sehingga sisa resin dapat keluar dan komponen
dalam mesin bisa bersih. Jadi intinya bahan ini sangat
berbahaya apabila digunakan tanpa mengikuti aturan yang
dianjurkan, seperti pemakaian masker khusus, kacamata

17
safety, sarung tangan karet serta intruksi dalam
penempatanya.

Zat yang terkandung dalam lem Aibon dan sejenisnya


bukan hanya dapat memabukkan dan merusak sel-sel saraf
otak penggunanya. Bahkan, jika digunakan dalam jangka
waktu lama, dapat membuat penggunanya tidak normal dan
sakit hingga kemudian meninggal dunia. Dalam lem Aibon
terkandung zat Lysergic Acid Diethyilamide atau LSD. Zat
tersebut sejenis zat hirup yang sangat mudah ditemui di
produk lem perekat. Pengaruhnya sangat luar biasa bagi
penggunanya.

Ketika mengisap aromanya, zat kimia tersebut


mempengaruhi sistem saraf dan melumpuhkan, zat yang
dihirup dalam lem Aibon menjadikan penggunanya merasa
bahagia hingga aktivitas sang pengguna akhirnya
berkurang lantaran halusinasi yang dialami. “Efeknya dapat
menjadi nikmat yang luar biasa, sangat tenang dan
mendorong perasaan nyaman. Selain itu, anak-anak yang
ngelem menunjukkan tanda-tanda fisik seperti matanya
memerah, kepala pusing dan kondisi emosionalnya
meningkat” (hasil wawancara dengan masyarakat)

Dari beberapa literatur yang didapatkan, zat LSD


pertama kali dibuat secara sintetis sekitar tahun 1940. Zat
tersebut digunakan untuk menghilangkan hambatan yang
merintangi pada kasus kejiwaan. Halusinasi dengan
menghirup ini juga dapat diperoleh dari tumbuh-tumbuhan,
seperti kaktus peyote yang dipakai oleh pribumi Meksiko
selama beberapa ratus tahun dalam kegiatan keagamaan
dan hiburan. Halusinasi atau halusinogen juga dikenal
sebagai psikedelik yang dapat membuat susunan saraf

18
pusat pengguna berubah dan sering radikal. Akibatnya,
keadaan kesadaran pengguna juga dapat mengacaukan
perasaan kenyataan waktu dan emosi.

Untuk diketahui, LSD sensitif terhadap udara, sinar


matahari, dan klorine, terutama dalam bentuk solutio atau
cairan tanpa warna. Zat ini akan bertahan selama satu tahun
jika dijauhkan dari cahaya dan dijaga suhunya tetap berada
di bawah temperatur rendah. Penggunaan jangka panjang
juga dapat mengakibatkan sorot balik dan halusinasi yang
dapat terjadi berhari-hari, berminggu minggu, hingga
berbulan-bulan. Namun, dari beberapa literatur belum
dijumpai bukti ketergantungan fisik dari gejala putus zat,
meski dipakai secara berkesinambungan. Namun, diduga
dapat terjadi ketergantungan kejiwaan bagi penggunanya.

Efeknya mungkin sama dengan pengguna narkoba,


seperti hilangnya kendali emosi, disorientasi, depresi,
kepeningan, perasaan panik yang akut dan perasaan tak
terkalahkan. Bahkan, dapat mengakibatkan pengguna
menempatkan diri dalam bahaya fisik. Secara umum zat
yang terkandung dalam penyalahgunaan lem dapat
merusak kesehatan penggunanya. Bau lem yang dihirup
lewat saluran pernapasan berpengaruh pada bagian
pernapasan sebelum akhirnya sampai ke otak dan
menyebabkan halusinasi.

Tentunya ada zat adiktif berbahaya yang terkandung


dalam lem tersebut. Mereka yang menggunakan akan
merasa nyaman, tenang, dan berhalusinasi. Sejauh ini
memang masyarakat belum banyak yang mengetahui zat
berbahaya dalam lem, yang sering dihirup beberapa anak
jalanan dan remaja. Berbeda dengan narkotika yang sudah

19
banyak tersebar informasinya dan berpengaruh terhadap
kesehatan. Justru penyalahgunaan lem belum terlalu
mendapat perhatian, padahal efeknya hampir sama dengan
menggunakan narkotika.

Efek yang ditimbulkan jika seseorang menghirup lem


melewati ambang batas ini begitu fatal karena tidak bisa
ditoleransi oleh tubuh. Bahkan bisa sampai kepada
kematian mendadak, sesak nafas, depresi yang berlebihan
hingga sampai melakukan bunuh diri, dan kekurangan
suplai oksigen ke otak. Seseorang yang “ngelem‟ atau
menghirup uap lem hingga mabuk, efeknya hampir mirip
dengan jenis narkoba yakni menyebabkan halusinasi,
sensasi melayang-layang dan rasa tenang sesaat meski
kadang efeknya bisa bertahan hingga 5 jam sesudahnya.

C. Upaya Pencegahan Penggunaan Lem Aibon10,11

Upaya pencegahan terhadap penyalah gunaah lem aibon di kalangan


pelajar, sudah menjadi tanggung jawab kita bersama. Dalam hal ini
semua pihak termasuk orang tua, guru, dan masyarakat harus turut
berperan aktif dalam mewaspadai ancaman Penyalahgunaan lem aibon
terhadap anak-anak. Adapun upaya-upaya yang lebih kongkret yang
dapat dilakukan adalah melakukan kerja sama dengan pihak yang
berwenang untuk melakukan penyuluhan tentang bahaya
Penyalahgunaan lem aibon, atau mungkin mengadakan razia mendadak
secara rutin.

Kemudian pendampingan dari orang tua siswa itu sendiri dengan


memberikan perhatian dan kasih sayang. Pihak sekolah harus melakukan
pengawasan yang ketat terhadap gerak-gerik anak didiknya, karena
biasanya kegiatan menghirup lem aibon sering terjadi di pojok-pojok
sekitar lingkungan sekolah. Yang tak kalah penting adalah, pendidikan

20
moral dan keagamaan harus lebih ditekankan kepada siswa. Karena salah
satu penyebab terjerumusnya anak-anak ke dalam lingkaran setan ini
adalah kurangnya pendidikan moral dan keagamaan yang mereka serap,
sehingga perbuatan seperti ini pun, akhirnya mereka jalani. Oleh sebab
itu, mulai saat ini, selaku pendidik, pengajar, dan sebagai orang tua,
harus sigap dan waspada, yang sewaktu-waktu dapat menjerat anak-anak
yang masih rentan akan pengaruh tidak baik.Banyak hal yang masih bisa
dilakukan dan membantu remaja yang sudah terjerumus penyalahgunaan
menghirup lem aibon. Ada tiga tingkat, yaitu : (1) Sebelum
penyalahgunaan terjadi, biasanya dalam bentuk pendidikan, penyebaran
informasi mengenai bahaya menghirup lem aibon, pendekatan melalui
keluarga, dll. Instansi pemerintah, lebih banyak berperan pada tahap
intervensi ini. kegiatan dilakukan seputar pemberian informasi melalui
berbagai media yang ditujukan kepada remaja langsung dan keluarga; (2)
Pada saat penggunaan sudah terjadi dan diperlukan upaya penyembuhan
(treatment). Fase ini meliputi: Fase penerimaan awal (initialintake)
antara 1 - 3 hari dengan melakukan pemeriksaan fisik dan mental, dan
Fase detoksifikasi dan terapi komplikasi medik, antara 1 - 3 minggu
untuk melakukan pengurangan ketergantungan bahan-bahan adiktif
secara bertahap; dan (3) Upaya untuk merehabilitasi mereka yang sudah
memakai dan dalam proses penyembuhan. Tahap ini biasanya Fase
sosialiasi dalam masyarakat, agar pelaku mampu mengembangkan
kehidupan yang bermakna di masyarakat. Tahap ini biasanya berupa
kegiatan konseling, membuat kelompok-kelompok dukungan,
mengembangkan kegiatan alternatif, dll.

BAB III

KESIMPULAN

21
Waham adalah kepercayaan yang salah, didasarkan pada kesimpulan yang
salah tentang realitas eksterna, tidak konsisten dengan latar belakang inteligensi
dan budaya pasien; tidak dapat dikoreksi dengan penalaran. Etiologi waham
sendiri belum jelas, namun terdapat kaitan dari faktor biologis dan psikodinamika.
Klasifikasi waham dibagi berdasarkan konsep dasarnya, klasifikasinya, onset
terjadinya, pengalaman waham, berdasarkan tema, menurut ciri lainnya dan
kesesuaian waham dan mood.

Perilaku menghirup lem aibon pada remaja disebabkan karena rasa ingin tahu,
kondisi keluarga yang tidak harmonis, ketergantungan terhadap lem, serta
pengaruh teman sebaya berupa ajakan bahkan juga ikut – ikutan yang
menimbulkan seorang remaja terjerumus dalam perilaku menghirup lem.
Penggunaan lem memiliki dampak diantaranya adalah organ fisik tubuh remaja
mengalami penurunan aktivitas, anggota tubuh menjadi rusak, mulai dari daya
berpikir menurun, jantung, paru – paru, hati, sel darah menjadi terganggu.

Bahan pembuatan Adhesive atau lem, banyak mengandung bahan yang sangat
berbahaya yang mengandung beberapa bahan kimia seperti Trichloroethylene,
Toluene dan Lysergic Acid Diethyilamide atau LSD. Zat kimia tersebut
mempengaruhi sistem saraf dan melumpuhkan, zat yang dihirup dalam lem Aibon
menjadikan penggunanya merasa bahagia hingga aktivitas sang pengguna
akhirnya berkurang lantaran halusinasi yang dialami.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan & Sadock. 2009. Buku Ajar Psikiatri Klinis Edisi Dua, Jakarta:
Indonesia.

22
2. Kepolisian Indonesia: Satgas Luhpen Narkoba. 2011. Penanggulangan
Penyalahgunaan Bahaya Narkoba : dengan teknik pendekatan yuridis,
psikologis, medis dan religius. Jakarta: Sekretariat subdit Bintibmas
Ditbimmas Polri.

3. American Psychiatric Association. 2013. Diagnostic And Statistical Manual


of Mental Disorder Edision “DSM-V”. Washinton DC: American Psychiatric
Publishing. Washinton DC.

4. Goldman HH, Foreman SA. 2000. Glossary of Psychiatry Sign and symptom
Review of General Psychiatry. Ed. Goldman HH. Singapore. Mc. Graw-Hill
Companies.

5. Shelton RC. 2000. Delusional Disorder. Current Diagnosis & Treatment in


Psychiatry. Ed. Ebbert MH. Loosen PT. Nurcombe B. Singapore. Mc. Graw-
Hill Companies.

6. Gelder M, Lopez-lbor & Andreasen. 2000. New Oxford Textbook of


Psychiatry. Oxford: Oxford University.

7. Husna Asmaul, dkk. 2016. Hubungan Pengetahuan, Teman Sebaya Dan


Status Ekonomi Dengan perilaku Ngelem Pada Anak Jalanan Di Kota
Kendari. ojs.uho.ac.id/indekx.php/JIMKESMAS/articl e/view/1085/744

8. Candra. 2015. Perilaku Ngelem Pada Remaja di Desa Berlimang. Universitas


Tanjungpura Pontianak. Melalui http://fisipuntan.org/jurnal/index.php/sociolo
gique/article/view/1226

9. Murni Tamrin, dkk. 2013. Studi Perilaku ”Ngelem” pada Remaja Di Kec.
Paleteang Kab. Pinrang.repository.Unhas.ac.id/bitstream/han
dle/123456789/5566/JURNI.pdf?sequence1

10. Chomariah, Siti. 2015. Perilaku Menghisap Lem pada Anak Remaja (Studi
Kasus di Kota Pekanbaru). Jurnal Jom FISIP, 2(2): 1-11.

11. Flavianus, Darman. 2006. Mengenali Jenis dan Efek Buruk Narkoba. Jakarta:

23
Visimedia. 2006.

24

Anda mungkin juga menyukai