PENDAHULUAN
1
maupun pada otot itu sendiri. Jika kerusakan mengenai Upper motor neuron
(UMN) dan Lower motor neuron (LMN ) maka lesinya pada Low cervical cord.
Pada beberapa keadaan dapat kita jumpai tetraparese misalnya pada
penyakit infeksi (misalnya mielitis transversa, poliomielitis), Sindrom Guillain
Barre (SGB), Polineuropati, Miastenia Grafis, atau Amyotrophic Lateral Sclerosis
(ALS).
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Gambar 1. Tulang belakang
4
vertebralis, sedangkan arteri radikularis dibagi menjadi arteri radikularis posterior
dan anterior yang dikenal juga ramus vertebromedularis arteria interkostalis.
Medula Spinalis disuplai oleh arteri spinalis anterior dan arteri spinalis
posterior. Nervus spinalis/akar nervus yang berasal dari medula spinalis melewati
suatu lubang di vertebra yang disebut foramen dan membawa informasi dari
medula spinalis samapi ke bagian tubuh dan dari tubuh ke otak. Ada 31 pasang
nervus spinalis dan dibagi dalam empat kelompok nervus spinalis, yaitu :
a. nervus servikal : (nervus di leher) yang berperan dalam pergerakan dan
perabaan pada lengan, leher, dan anggota tubuh bagian atas.
b. nervus thorak : (nervus di daerah punggung atas) yang mempersarafi
tubuh dan perut.
c. . nervus lumbal dan nervus sakral : (nervus didaerah punggung bawah)
yang mempersarafi tungkai, kandung kencing, usus dan genitalia.
Ujung akhir dari medula spinalis disebut conus medularis yang letaknya di
L1 dan L2. Setelah akhir medula spinalis, nervus spinalis selanjutnya bergabung
membentuk cauda equina
5
2.2 Definisi
2.2.1 Parese
Parese adalah kelemahan/kelumpuhan parsial yang ringan/tidak lengkap
atau suatu kondisi yang ditandai oleh hilangnya sebagian gerakan atau gerakan
terganggu. Kelemahan adalah hilangnya sebagian fungsi otot untuk satu atau lebih
kelompok otot yang dapat menyebabkan gangguan mobilitas bagian yang terkena.
Parese pada anggota gerak dibagi mejadi 4 macam, yaitu
Monoparese adalah kelemahan pada satu ekstremitas atas atau
ekstremitas bawah.
Paraparese adalah kelemahan pada kedua ekstremitas bawah.
Hemiparese adalah kelemahan pada satu sisi tubuh yaitu satu
ekstremitas atas dan satu ekstremitas bawah pada sisi yang sama.
Tetraparese adalah kelemahan pada keempat ekstremitas
2.2.2 Tetraparese
Tetraparese juga diistilahkan juga sebagai quadriparese, yang keduanya
merupakan parese dari keempat ekstremitas.Tetra dari bahasa yunani sedangkan
quadra dari bahasa latin. Tetraparese adalah kelumpuhan/kelemahan yang
disebabkan oleh penyakit atau trauma pada manusia yang menyebabkan hilangnya
sebagian fungsi motorik pada keempat anggota gerak, dengan
kelumpuhan/kelemahan lengan lebih atau sama hebatnya dibandingkan dengan
tungkai. Hal ini diakibatkan oleh adanya kerusakan otak, kerusakan tulang
belakang pada tingkat tertinggi (khususnya pada vertebra cervikalis),
kerusakansistem saraf perifer, kerusakan neuromuscular atau penyakit otot.
Kerusakan diketahui karena adanya lesi yang menyebabkan hilangnya
fungsi motorik pada keempat anggota gerak, yaitu lengan dan tungkai. Penyebab
khas pada kerusakan ini adalah trauma (seperti tabrakan mobil, jatuh atau sport
injury) atau karena penyakit (seperti mielitis transversal, polio, atau spina bifida)
6
Pada tetraparese kadang terjadi kerusakan atau kehilangan kemampuan
dalam mengontrol sistem pencernaan, fungsi seksual, pengosongan saluran kemih
dan rektum, sistem pernafasan atau fungsi otonom. Selanjutnya, dapat terjadi
penurunan/kehilangan fungsi sensorik. adapun manifestasinya seperti kekakuan,
penurunan sensorik, dan nyeri neuropatik. Walaupun pada tetraparese itu terjadi
kelumpuhan pada keempat anggota gerak tapi terkadang tungkai dan lengan masih
dapat digunakan atau jari-jari tangan yang tidak dapat memegang kuat suatu
benda tapi jari-jari tersebut masih bisa digerakkan, atau tidak bisa menggerakkan
tangan tapi lengannya masih bisa digerakkan. Hal ini semua tergantung dari luas
tidaknyanya kerusakan
2.4. Epidemiologi
Tetraparese salah satunya disebabkan karena adanya cedera pada medula
spinalis. menurut Pusat Data Nasional Cedera Medula Spinalis (The National
Spinal Cord Injury Data Research Centre) memperkirakan ada 10.000 kasus baru
cedera medula spinalis setiap tahunnya di Amerika Serikat. Angka insidensi
paralisis komplet akibat kecelakaan diperkirakan 20 per 100.000 penduduk,
dengan angka tetraparese 200.000 per tahunnya. Kecelakaan kendaraan bermotor
merupakan penyebab utama cedera medula spinalis. Cedera medula spinalis dapat
dibagi menjadi komplet dan tidak komplet berdasarkan ada/tidaknya fungsi yang
7
dipertahankan di bawah lesi. Pembagian ini penting untuk meramalkan prognosis
dan penanganan selanjutnya. Data di Amerika Serikat menunjukkan urutan
frekuensi disabilitas neurologis karena cedera medula spinalis traumatika sbb : (1)
tetraparese inkomplet (29,5%), (2) paraparese komplet (27,3%), (3) paraparese
inkomplet (21,3%), dan (4) tetraparese komplet (18,5%)
8
yaitu lesi komplit dan inkomplit. Lesi komplit dapat menyebabkan kehilangan
kontrol otot dan sensorik secara total dari bagian dibawah lesi, sedangkan lesi
inkomplit mungkin hanya terjadi kelumpuhan otot ringan (parese) dan atau
mungkin kerusakan sensorik. Lesi pada UMN dapat menyebabkan parese spastic
sedangkan lesi pada LMN menyebabkan parese flacsid
9
kortikospinal, sindrom lesi yang merusak motoneuron dan funikulus
anterolateralis dan sindrom lesi di substantia grisea sentralis.
Lesi ini biasanya disebabkan karena adanya infeksi, misalnya
poliomielitis. Pada umumnya motoneuron-motoneuron yang rusak didaerah
intumesensia servikal dan lumbalis sehingga kelumpuhan LMN adalah anggota
gerak. Kerusakan pada radiks ventralis (dan dorsalis) yang reversibel dan
menyeluruh dapat terjadi. Kerusakan itu merupakan perwujudan reaksi
imunopatologik. walaupun segenap radiks (ventralis/dorsalis) terkena, namun
yang berada di intumesensia servikalis dan lumbosakralis paling berat mengalami
kerusakan. Karena daerah ini yang mengurus anggota gerak atas dan bawah. Pada
umumnya bermula dibagian distal tungkai kemudian bergerak ke bagian
proksimalnya.
Kelumpuhannya meluas ke bagian tubuh atas, terutama otot-otot kedua
lengan. Kelainan fungsional sistem saraf tepi dapat disebabkan kelainan pada
saraf di sumsum tulang belakang atau kelainan sepanjang saraf tepi sendiri. Salah
satu penyakit dengan lesi utama pada neuron saraf perifer adalah Polineuropati.
Lesi di otot dapat berupa kerusakan struktural pada serabut otot atau selnya yang
disebabkan infeksi, intoksikasi eksogen/endogen, dan degenerasi herediter.
Karena serabut otot rusak, kontraktilitasnya hilang dan otot tidak dapat melakukan
tugasnya. Penyakit di otot bisa berupa miopati dan distrofi, dapat menyebabkan
kelemahan di keempat anggota gerak biasanya bagian proksimal lebih lemah
dibanding distalnya. Pada penderita distrofia musculorum enzim kreatinin
fosfokinase dalam jumlah yang besar, sebelum terdapat manifestasi dini kadar
enzim ini di dalam serum sudah jelas meningkat. akan tetapi mengapa enzim ini
dapat beredar didalam darah tepi masih belum diketahui.
Di samping kelainan pada sistem enzim, secara klinis juga dapat
ditentukan kelaian morfologik pda otot. jauh sebelum tenaga otot berkurang sudah
terlihat banyak sel lemak (liposit) menyusup diantara sel-sel serabut otot. Ketika
kelemahan otot menjadi nyata, terdapat pembengkakan dan nekrosis-nekrosis
serabut otot. Seluruh endoplasma serabut otot ternyata menjadi lemak. Otot-otot
yang terkena ada yang membesar dan sebagian mengecil. Pembesaran tersebut
10
bukan karena bertambahnya jumlah serabut otot melainkan karena degenerasi
lemak. Central cord syndrome (CCS) biasanya terjadi setelah trauma
hiperekstensi. Sering terjadi pada individu di usia pertengahan dengan spondilosis
cervicalis. Predileksi lesi yang paling sering adalah medula spinalis segmen
servikal, terutama pada vertebra C4-C6. Sebagian kasus tidak ditandai oleh
adanya kerusakan tulang.
Mekanisme terjadinya cedera adalah akibat penjepitan medula spinalis
oleh ligamentum flavum di posterior dan kompresi osteofit atau material diskus
dari anterior. Bagian medula spinalis yang paling rentan adalah bagian dengan
vaskularisasi yang paling banyak yaitu bagian sentral. Pada Central Cord
Syndrome, bagian yang paling menderita gaya trauma dapat mengalami nekrosis
traumatika yang permanen. Edema yang ditimbulkan dapat meluas sampai 1-2
segmen di bawah dan di atas titik pusat cedera 8,9,15.Gambaran khas Central
Cord Syndrome adalah kelemahan yang lebih prominen pada ekstremitas atas
(tipe LMN) dibanding ektremitas bawah (tipe UMN). Pemulihan fungsi
ekstremitas bawah biasanya lebih cepat, sementara pada ekstremitas atas
(terutama tangan dan jari) sangat sering dijumpai disabilitas neurologik permanen.
Hal ini terutama disebabkan karena pusat cedera paling sering adalah setinggi
VC4-VC5 dengan kerusakan paling hebat di medula spinalis C6 dengan ciri
LMN. Gambaran klinik dapat bervariasi, pada beberapa kasus dilaporkan
disabilitas permanen yang unilateral neurologis lokalis pada pasien cedera medula
spinalis mengacu pada panduan dari American Spinal Cord Injury Association/
AISA
11
iskemik didaerah kedua arteri serebri (anterior/media) atau di kedua kapsula
interna. Lesi pada arteri basilaris dapat menyebabkan infark pada daerah
mesensefalon. Lesi ini dapat disebabkan oleh adanya arterosklerosis, emboli,
aneurisma, dan inflamasi 8,13,16,17.Pada awal stroke terjadi hemiparese
unilateral karena infark di hemisfer serebral unilateral yang disebabkan adanya
lesi pada arteri serebri (anterior/media) atau di kapsula interna unilateral. Lama -
kelamaan lesi ini juga dapat ditemukan pada arteri serebri (anterior/media) atau
kapsula interna yang lain, sehingga terjadi infark pada hemisfer serebral bilateral.
Oklusi pada arteri basilaris juga dapat menyebabkan hemiparese bilateral
12
a. Poliomieliti
Poliomielitis adalah peradangan pada daerah medula spinalis yang mengenai
substantia grisea. Jika lesi mengenai medula spinalis setinggi servikalatas maka
dapat menyebabkan kelemahan pada anggota gerak atas dan bawah. Pada
umumnya kelompok motoneuron di segmen-segmen intumesensia servikal dan
lumbalis merupakan substrat tujuan viral. Tahap kelumpuhan bermula pada akhir
tahap nyeri muskular. Anggota gerak yang dilanda kelumpuhan LMN adalah
ekstremitas.
b. Polineuropati
Polineuropati adalah kelainan fungsi yang berkesinambungan pada
beberapa saraf perifer di seluruh tubuh. Penyebab karena infeksi bisa
menyebabkan polineuropati, kadang karena racun yang dihasilkan oleh beberapa
bakteri (misalnya pada difteri) atau karena reaksi autoimun, bahan racun bisa
melukai saraf perifer dan menyebabkan polineuropati atau mononeuropati (lebih
jarang), kanker bisa menyebabkan polineuropati dengan menyusup langsung ke
dalam saraf atau menekan saraf atau melepaskan bahan racun, kekurangn gizi dan
kelainan metabolik juga bisa menyebabkan polineuropati. Kekurangan vitamin B
bisa mengenai saraf perifer di seluruh tubuh, penyakit yang bisa menyebabkan
polineuropati kronik (menahun) adalah diabetes, gagal ginjal dan kekurangan gizi
(malnutrisi) yang berat.
Polineuropati kronik cenderung berkembang secara lambat (sampai
beberapa bulan atau tahun) dan biasanya dimulai di kaki (kadang di tangan).
Kelainan pada saraf perifer dijumpai sebagai berikut : tiga sampai empat hari
pertama pembengkakan dan menjadi irreguler dari selubung myelin. Hari ke lima
terjadi desintegrasi myelin dan pembengkakan aksis silinder. Pada hari ke
sembilan timbul limfosit, hari ke sebelas timbul fagosit dan pada hari ketiga belas
proliferasi Schwan sel. Kesemutan, mati rasa, nyeri terbakar dan ketidakmampuan
untuk merasakan getaran atau posisi lengan, tungkai dan sendi merupakan gejala
utama dari polineuropati kronik. Nyeri seringkali bertambah buruk di malam hari
dan bisa timbul jika menyentuh daerah yang peka atau karena perubahan suhu.
13
Ketidakmampuan untuk merasakan posisi sendi menyebabkan
ketidakstabilan ketika berdiri dan berjalan. Pada akhirnya akan terjadi kelemahan
otot dan atrofi (penyusutan otot). Kelumpuhan biasanya timbul sesudah tidak ada
panas, kelumpuhan otot biasanya bilateral dan simetris dengan tipe "lower motor
neuron dengan penyebaran kelumpuhan yang bersifat ascending yaitu mulai dari
ekstrimitas bawah yang menjalar ke ekstrimitas atas, tetapi bisa pula descending
yaitu mulai dari ekstrimitas atas yang turun ke ekstrimitas bawah. Sindrom
Guillain Barre (SGB) Sindroma Guillain Barre (SGB) adalah suatu kelainan
sistem saraf akut dan difus yang mengenai radiks spinalis dan saraf perifer, dan
kadang-kadang juga saraf kranialis, yang biasanya timbul setelah suatu infeksi.
Manifestasi klinis utama dari SGB adalah suatu kelumpuhan yang simetris tipe
lower motor neuron dari otot-otot ekstremitas, badan dan kadang-kadang juga
muka.
c. Sindrom Guillain Barre (SGB)
Sindroma Guillain Barre (SGB) adalah suatu kelainan sistem saraf akut
dan difus yang mengenai radiks spinalis dan saraf perifer, dan kadang-kadang
juga saraf kranialis, yang biasanya timbul setelah suatu infeksi. Manifestasi klinis
utama dari SGB adalah suatu kelumpuhan yang simetris tipe lower motor neuron
dari otot-otot ekstremitas, badan dan kadang-kadang juga muka. Akibat suatu
infeksi atau keadaan tertentu yang mendahului SGB akan timbul autoantibodi atau
imunitas seluler terhadap jaringan sistim saraf-saraf perifer. Infeksi-infeksi
meningokokus, infeksi virus, sifilis ataupun trauma padamedula spinalis, dapat
menimbulkan perlekatan-perlekatan selaput araknoid. Di negara-negara tropik
penyebabnya adalah infeksi tuberkulosis. Pada tempat-tempat tertentu perlekatan
pasca infeksi itu dapat menjirat radiks ventralis (sekaligus radiks dorsalis). Karena
tidak segenap radiks ventralis terkena jiratan, namun kebanyakan pada yang
berkelompokan saja, maka radiks-radiks yang diinstrumensia servikalis dan
lumbosakralis saja yang paling umum dilanda proses perlekatan pasca infeksi.
Oleh karena itu kelumpuhan LMN paling sering dijumpai pada otot-otot anggota
gerak, kelompok otot-otot di sekitar persendian bahu dan pinggul. Kelumpuhan
14
tersebut bergandengan dengan adanya defisit sensorik pada kedua tungkai atau
otot-otot anggota gerak.
Secara patologis ditemukan degenerasi mielin dengan edema yang dapat
atau tanpa disertai infiltrasi sel. Infiltrasi terdiri atas sel mononuklear. Sel-sel
infiltrat terutama terdiri dari sel limfosit berukuran kecil, sedang dan tampak pula,
makrofag, serta sel polimorfonuklear pada permulaan penyakit. Setelah itu
muncul sel plasma dan sel mast. Serabut saraf mengalami degenerasi segmental
dan aksonal. Lesi ini bisa terbatas pada segmen proksimal dan radiks spinalis atau
tersebar sepanjang saraf perifer. Predileksi pada radiks spinalis diduga karena
kurang efektifnya permeabilitas antara darah dan saraf pada daerah tersebut.
Manifestasi klinis utama adalah kelumpuhan otot-otot ekstremitas tipe
lower motor neuron. Pada sebagian besar penderita kelumpuhan dimulai dari
kedua ekstremitas bawah kemudian menyebar secara asenden ke badan, anggota
gerak atas dan saraf kranialis. Kadang-kadang juga bisa keempat anggota gerak
dikenai secara serentak, kemudian menyebar ke badan dan saraf kranialis.
Kelumpuhan otot-otot ini simetris dan diikuti oleh hiporefleksia atau arefleksia.
Biasanya derajat kelumpuhan otot-otot bagian proksimal lebih berat dari bagian
distal, tapi dapat juga sama beratnya, atau bagian distal lebih berat dari bagian
proksimal.
d. Miastenia Grafis
Miastenia grafis adalah penyakit neuromuskular yang menyebabkan otot
skelet menjadi lemah dan lekas lelah. Kelelahan/kelemahan ini disebabkan karena
sirkulasi antibodi yang memblok acetylcholine receptors pada post sinaptik
neuromuscular junction, stimulasi penghambatan ini berpengaruh pada
neurotransmiter asetilkolin. Manifestasi klinisnya dapat berupa kelemahan pada
otot yang mengatur pergerakan mata, kelemahan otot pada lengan dan tungkai,
perubahan ekspresi wajah, disfagia, dan disartria.
e. Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS)
Penyakit Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS) adalah suatu kelainan yang
progresif dari sistem saraf yang banyak terjadi pada orang dewasa dengan
penyakit motoneuron. Kondisi tersebut menyebabkan degenerasi saraf motorik
15
bagian atas (brain) dan saraf motorik bagian bawah (spinal cord) dengan
kombinasi tanda upper motor neuron (UMN) dan lower motor neuron (LMN).
Penurunan kualitas saraf ini, menyebabkan Kelemahan pada otot dan dapat
berakhir pada kematian.
Proses degenerasi hanya menyerang pada neuron motorik, yaitu sel-sel saraf
yang mengatur pergerakkan otot. Akibat kelemahan itu, kemampuan tubuh untuk
mengatur gerakan otot yang disadari akan hilang secara perlahan-lahan. Misalnya,
memegang, menjentik, menggaruk, dan sebagainya. Namun penyakit ini tidak
mempengaruhi saraf sensoris (perasa) dan fungsi mental. Meskipun penyebab
pasti ALS belum diketahui, teori yang dikenal saat ini menyatakan
neurotransmiter glutamat (suatu zat kimia yang menghantarkan impuls atau sinyal
ke sel-sel saraf) kemungkinan memegang peranan sebagai penyebab matinya sel-
sel saraf motorik. Zat-zat kimia lainnya, seperti molekul radikal bebas dan
kalsium kemungkinan juga ikut terlibat.
Penyakit ALS mengakibatkan sistem neuromuscular tidak berfungsi karena
kedua saraf motorik penderita ALS telah rusak. Seiring berjalannya waktu,
penyakit ALS menyebabkan sarafsaraf motorik yang berada di otak dan batang
tubuh mengecil, dan pada akhirnya menghilang. Akibatnya, otot otot tubuh tidak
lagi mendapat sinyal untuk bergerak. Karena otot yang berada dalam tubuh
kehilangan pemasok nutrisinya, sehingga otototot yang menjadi lebih kecil dan
melemah. Saraf-saraf di dalam sistem neuromuscular yang memberi nutrisi ke
otot-otot tersebut terlokalisir, sehingga menyebabkan tumbuhnya jaringan yang
rusak mengantikan sarafsaraf yang normal.
16
BAB III
PENUTUP
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Apley, A Graham and Louis Solomon, 1995 ; Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur
Sistem Apley; Edisi Ketujuh, Widya Medika.
2. Bromley, Ida, 1991: Tetraplegi and Paraplegi A Guide for
Physiotetapist;Fourth edition, Edinburg London Melbourne New York and
Tokyo, Churchill Livingstone.
3. Cailliet, R, 1981; Low Back Pain Syndrome; Second Edition, F. A Davis
Company, Philadelphia.
4. Chusid, J. G 1983; Neuroanatomi Korelatif & Neurologi Fungsional; bagian
pertama, Yogyakarta, Gajah Mada University Press.
5. Cox, James, 1990 ; Low Back Pain Mechanisme, Diagnosis, and Treatment;
Fifth Edition, Williams & Wilkins, Philadelphia.
18