PARAPARESIS
Disusun Oleh :
Muhammad Dirgantara HR
Cindy Tiara
Pembimbing:
TAHUN 2021
BAB I
PENDAHULUAN
Paraparese adalah terjadinya gangguan antara dua anggota gerak tubuh bagian bawah.Hal ini
terjadi karena adanya efek antara sendi facet superior dan inferior (parsinterartikularis). Paraparese
adalah adanya defek pada pars interartikularis tanpa subluksasi korpus vertebrata parapareses terjadi
pada 5% dari populasi. Kebanyakan penderita tidak menunjukan gejala atau gejalanya hanya
minimal, dan sebagian besar kasus dengan tindakan konservatif memberikan hasil yang baik.
Parapareses dapat terjadi pada semua level vertebrata, tapi yang paling sering terjadi pada vertebrata
Kasus cidera pada tulang vertebra sekitar 70% karena trauma dan kurang lebih setengahnya
termasuk cedera pada vertebra, sekitar 50% dari kasus trauma dikarenakan oleh kecelakan lalu-
lintas. Kecelakaan industry sekitar 26%, kecelakaan dirumah sekitar 10%mayoritas dari kasus
trauma di temukan adanya fraktur atau dislokasi, kurang dari 25% hanya fraktur
saja(Bromley,2006).
Permasalahan yang sering terjadi akibat cidera tulang belakang terutama paraparese yaitu
impairment seperti penurunan kekuatan otot pada ke dua ekstremitas bawah sehingga potensi terjadi
kontraktur otot, keterbatasan LGS, decubitus, dan penurunan atau gangguan sensasi. Fungsional
limitation seperti adanya gangguan fungsional dasar seperti gangguan miring, duduk dan berdiri
serta gangguan berjalan, dan disability yaitu ketidakmampuan melaksanakan kegiatan yang
berhubungan dengan lingkungan. Pasien yang terkena penyakit paraparese akan mengalami
kelemahan pada bagian anggota gerak tubuh bagian bawah, pasien akan mengalami kelumpuhan,
contohnya sulit berjalan, sulit melakukan aktifitas sehari-hari, nyeri di bagian ekstremitas bawah
TINJAUAN PUSTAKA
Tulang belakang atau vertebra adalah susunan tulang beraturan dan terdapat 33 tulang punggung
pada manusia, 7 tulang cervical, 12 tulang thorax (thoraks atau dada), 5 tulang lumbal, 5 tulang sacral,
dan 4 tulang membentuk tulang ekor (coccyx). Tulang punggung terdiri atas dua bagian yakni bagian
anterior yang terdiri dari badan tulang atau corpus vertebrae, dan bagian posterior yang terdiri dari
arcus vertebrae.
Medula spinalis mulai dari akhir medulla oblongata di foramen magnum sampai konus
medullaris L1-L2. Medulla spinalis berlanjut menjadi kauda equina (di bokong) yang lebih
tahan terhadap cedera. Medula spinalis terdiri atas traktus ascenden (yang membawa
informasi di tubuh menuju ke otak seperti rangsang raba, suhu, nyeri dan gerak posisi) dan
traktus descenden (yang membawa informasi dari otak ke anggota gerak dan mengontrol
fungsi tubuh).
Medula spinalis diperdarahi oleh 2 susunan arteri yang mempunyai hubungan istemewa,
yaitu arteri spinalis dan arteri radikularis. Arteri spinalis dibagi menjadi arteri spinalis
anterior dan posterior yang berasal dari arteri vertebralis, sedangkan arteri radikularis dibagi
menjadi arteri radikularis posterior dan anterior yang dikenal juga ramus vertebromedularis
arteria interkostalis.
Medula Spinalis disuplai oleh arteri spinalis anterior dan arteri spinalis posterior.
Nervus spinalis/akar nervus yang berasal dari medula spinalis melewati suatu lubang di
vertebra yang disebut foramen dan membawa informasi dari medula spinalis samapi ke
bagian tubuh dan dari tubuh ke otak. Ada 31 pasang nervus spinalis dan terdapat empat
pleksus, yaitu:
a. Pleksus servikalis (C1-C4), mempersarafi leher dan bagian belakang kepala. Salah satu
pada lengan yang penting yaitu saraf radialis, medianus dan ulnaris. Saraf-saraf torakal
bawah dan ekstremitas bawah. Saraf utamanya yaitu saraf femoralis dan obturatorius.
d. Pleksus sakralis (L4-S4), saraf utama dari pleksus ini adalah saraf isiadikus, saraf
terbesar dalam tubuh. Saraf isiadikus menembus bokong dan turun ke bawah melalui
dan kaki dan hamper seluruh kulit tungkai. Pleksus koksigealis, dimulai dari S4 sampai
saraf koksigealis. Saraf-saraf dari sakralis bawah dan pleksus koksigealis mempersarafi
perineum.
Ujung akhir dari medula spinalis disebut cornus medularis yang letaknya di L1 dan
L2. Setelah akhir medula spinalis, nervus spinalis selanjutnya bergabung membentuk cauda
equina.
Medula spinalis berfungsi sebagai pusat refleks spinal dan juga sebagai jaras konduksi
impuls dari atau ke otak. Medula spinalis terdiri dari substansia alba (serabut saraf bermielin)
dengan bagian dalam terdiri dari substansia grisea (jaringan saraf tak bermielin). Substansia
alba berfungsi sebagai jaras konduksi impuls aferen dan eferen antara berbagai tingkat medulla
spinalis dan otak. Substansia grisea merupakan tempat integrasi refleks-refleks spinal.
Pada penampang melintang, substansia grisea tampak menyerupai huruf H capital, kedua
kaki huruf H yang menjulur ke bagian depan tubuh disebut kornu anterior atau kornu ventralis,
sedangkan kedua kaki belakang dinamakan kornu posterior atau kornu dorsalis.
Kornu ventralis terutama terdiri dari badan sel dan dendrit neuron-neuron motorik eferen
multipolar dari radiks ventralis dan saraf spinal. Sel kornu ventralis (lower motor neuron)
biasanya dinamakan jaras akhir bersama karena setiap gerakan (baik yang berasal dari
korteks motorik serebral, ganglia basalis atau yang timbul secara refleks dari reseptor
sensorik) harus diterjemahkan menjadi suatu kegiatan atau tindakan melalui struktur tersebut.
Kornu dorsalis mengandung badan sel dan dendrit asal serabut-serabut sensorik yang
akan menuju ke tingkat SSP lain sesudah bersinaps dengan serabut sensorik dari saraf-saraf
sensorik.
serabut eferen sistem saraf otonom, serta akson-akson yang berasal dari berbagai tingkatan
SSP. Neuron internunsial menghantar impuls dari satu neuron ke neuron lain dalam otak dan
medulla spinalis. Dalam medulla spinalis neuron- neuron internunsial mempunyai banyak
hubungan antara satu dengan yang lain, dan hanya beberapa yang langsung mempersarafi sel
kornu ventralis. Hanya sedikit impuls saraf sensorik yang masuk ke medulla spinalis atau
impuls motorik dari otak yang langsung berakhir pada sel kornu ventralis (lower motor
neuron). Sebaliknya, sebagian besar impuls mula-mula dihantarkan lewat sel-sel internunsial
dan kemudian impuls tersebut mengalami proses yang sesuai, sebelum merangsang sel kornu
anterior. Susunan seperti ini memungkinkan respons otot yang sangat terorganisasi.
Gambar 3: Peta Dermatom Sistem Sensori Saraf
Traktus ascendens membawa informasi sensorik ke SSP dan dapat berjalan ke bagian-
bagian medulla spinalis dan otak. Traktus spinotalamikus lateralis merupakan suatu traktus
ascendens penting, yang membawa serabut-serabut untuk jaras nyeri dan suhu. Jaras untuk
raba halus, propiosepsi sadar dan getar mempunyai serabut-serabut yang membentuk kolumna
dorsalis substansia alba medulla spinalis. Impuls dari berbagai bagian otak yang menuju
neuron-neuron motorik batang otak dan medulla spinalis disebut traktus descendens. Traktus
kortikospinalis lateralis dan ventralis merupakan jaras motorik voluntary dalam medulla
spinalis. Traktus asosiatif merupakan traktus ascendens atau descendens yang pendek;
misalnya, traktus ini dapat hanya berjalan antara beberapa segmen medulla spinalis, sehingga
disebut juga traktus intersegmental. Tabel 1 menyebutkan beberapa traktus ascendens dan
descendens yang penting pada medulla spinalis.
Traktus Fungsi
ASCENDENS
Kolumna dorsalis (posterior)
Fasikulus kuneatus (T6 Kemampuan untuk melokalisasi stimulus dari
dan di atasnya, bagian sentuhan halus, kemampuan untuk
atas tubuh) membedakan tekanan dan intensitas
Fasikulus grasilis (T7 dan (membedakan dua-titik, persepsi berat badan)
di bawahnya, bagian Kesadaran propioseptif (merasakan posisi)
bawah tubuh) Vibrasi (sensasi fasik)
Hantaran cepat informasi sensorik
Spinotalamikus
Spinotalamikus lateralis Nyeri
Spinotalamikus ventralis Temperatur, termasuk sensasi hangat dan dingin
Kurang dapat melokalisasi stimulus dari sentuhan
kasar serta membedakan tekanan dan intensitas
Sensasi gatal dan geli
Hantaran informasi sensorik lebih lambat
daripada kolumna dorsalis
Spinoserebelaris
Spinoserebelaris dorsalis Propioseptif yang tidak disadari (sensasi otot)
Spinoserebelaris ventralis Koordinasi postur tubuh dan gerakan ekstremitas
Informasi sensorik yang dihantarkan hampir
seluruhnya dari apparatus tendon Golgi dan
gelendong otot
Serabut traktus-besar yang menghantarkan
impuls lebih cepat daripada neuron-neuron lain
dalam tubuh
DESCENDENS
Kortikospinalis
Kortikospinalis lateralis Traktus piramidalis membawa impuls untuk
pengendalian voluntar otot ekstremitas
Kortikospinalis ventralis Traktus piramidalis membawa impuls untuk
pengendalian voluntar otot tubuh
Rubrospinalis Traktus ekstrapiramidalis mengurus integrasi
yang tidak disadari dan koordinasi gerakan
otot yang disesuaikan dengan masukan
propioseptif
Tektospinalis
Traktus ekstrapiramidalis mengurus gerakan
pemindaian dan pergantian refleks pada kepala
dan gerakan refleks pada lengan sebagai
respons terhadap sensasi penglihatan,
pendengaran, atau kulit.
Vestibulospinalis
Traktus ekstrapiramidalis terlibat dalam
mempertahankan keseimbangan dan
koordinasi gerakan kepala dan mata
Tabel 1
Sistem motorik berhubungan dengan sistem neuromuskular terdiri atas Upper Motor Neuron
(UMN) dan Lower Motor Neuron (LMN). Upper Motor Neuron (UMN) merupakan kumpulan saraf-
saraf motorik yang menyalurkan impuls dan area motorik di korteks motorik sampai inti-inti motorik
susunan ekstrapiramidal. Susunan piramidal terdiri dari traktus kortikospinal dan traktus kortikobulbar.
Melalui lower motor neuron (LMN), yang merupakan kumpulan saraf motorik yang berasal dari batang
otak, pesan tersebut dari otak dilanjutkan ke berbagai otot dalam tubuh seseorang. Kedua saraf motorik
tersebut mempunyai peranan penting di dalam sistem neuromuscular tubuh. Sistem ini yang
Traktus kortikospinalis berfungsi menyalurkan impuls motorik pada sel-sel motorik batang
otak dan medula spinalis untuk geraakan-gerakan otot kepala dan leher. Traktus kortikobulber
membentuk traktus piramidalis, mempersarafi sel-sel motorik batang otak secara bilateral, kecuali
nervus VII & XII, berfungsi untuk menyalurkan impuls motorik untuk gerak otot tangkas. Dalam
klinik gangguan traktus piramidalis memberikan kelumpuhan tipe UMN berupa parese/paralisis
spastis disertai dengan tonus meninggi, hiperrefleksi, klonus, refleks patologis positif, tak ada atrofi.
Rangkaian neuron di korteks selanjutnya membentuk jalan saraf sirkuit meliputi berbagai inti di sub
motor neuron.
c. Pusat kesadaran
Susunan ekstrapiramidal berfungsi untuk gerak otot dasar / gerak otot tonik, pembagian
tonus secara harmonis, mengendalikan aktifitas pyramidal.
2.2.2 Lower Motor Neuron
Merupakan neuron yang langsung berhubungan dgn otot, dapat dijumpai pada batang
otak dan kornu anterior medulla spinalis. Gangguan pada LMN memberikan kelumpuhan tipe
LMN yaitu parese yang sifatnya flaccid, arefleksi, tak ada refleks patologis, atrofi cepat terjadi.
Perasaan yang dirasa oleh bagian tubuh baik dari kulit, jaringan ikat, tulang maupun otot
1. Perasaan eksteroseptif dalam bentuk rasa nyeri, rasa suhu dan rasa raba.
2. Perasaan proprioseptif : disadari sebagai rasa nyeri dalam, rasa getar,rasa tekan,
Parese adalah kelemahan/ kelumpuhan parsial yang ringan/ tidak lengkap atau suatu
kondisi yang ditandai oleh hilangnya sebagian gerakan atau gerakan terganggu. Kelemahan
adalah hilangnya sebagian fungsi otot untuk satu atau lebih kelompok otot yang dapat
menyebabkan gangguan mobilitas bagian yang terkena. Parese pada anggota gerak dibagi
e. Monoparese adalah kelemahan pada satu ekstremitas atas atau ekstremitas bawah.
g. Hemiparese adalah kelemahan pada satu sisi tubuh yaitu satu ekstremitas atas dan
Paraparesis merupakan lesi intraspinal setinggi atau dibawah level medulla spinalis
thorakalis dengan defisit sensoris yang dapat diidentifikasi setinggi dermatom medulla
spinalis yang terkena lesi. Paraparesis juga dapat berasal dari lesi pada lokasi lain yang
mempengaruhi UMN (terutama lesi parasagital dan hidrocepalus) dan LMN (lesi pada cornu
anterior, kauda equina, dan neuropati perifer). Paraparesis digunakan untuk mendeskripsikan
kelemahan pada kedua kaki. Terminologinya cukup luas, menyangkut gangguan gait yang
disebabkan lesi pada UMN, walaupun tidak ditemukan kelemahan pada pemeriksaan otot
secara manual.
ini, istilah paraparese umumnya dipakai untuk semua keadaan kelemahan kedua tungkai, baik
a. Paraparesis Spastik
Terjadi karena kerusakan yang mengenai Upper Motor Neuron (UMN), sehingga
menyebabkan peningkatan tonus otot atau hipertoni. Rekoil kaki yang kuat untuk tarik intens
b. Paraparesis Flaccid
Terjadi karena kerusakan yang mengenai Lower Motor Neuron (LMN), sehingga
menyebabkan penurunan tonus otot atau hipotoni serta tidak ada peregangan. Recoil kaki
lemah untuk tarik intens tiba-tiba dan tidak ada clonus pergelangan kaki.
Etiologi dari paraparese diantaranya adalah genetik, infeksi dan virus dan faktor
lingkungan. Selain itu Paraparese juga dapat disebabkan oleh tumor yang menekan medulla
spinalis, baik primer maupun skunder. Juga dapat disebabkan oleh kelainan vascular pada
pembuluh darah medulla spinalis, yang bisa berujung pada stroke medulla spinalis (Iskandar,
2006).
2.6. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis Paraparese inferior adalah timbul kelemahan yang bersifat spastik secara
perlahan-lahan pada tungkai yang mengakibatkan kesukaran berjalan, reflek tendon yang meningkat
Gejalanya antara lain ditemukan kelemahan pada tungkai, apakah unilateral terlebih dahulu atau
langsung bilateral dan simetris. Bila disertai kelemahan otot kedua lengan, maka dicurigai ada
gangguan pada level cervical. Dapat ditemukan pula rasa tebal sesuai/setinggi dermatom tertentu. Nyeri
dapat ditemukan di punggung, pinggang, yang dapat berupa nyeri nociceptik ataupun nyeri neuropatik,
berupa rasa terbakar, atau kesetrum, yang menjalar sesuai dermatom tertentu. Dapat pula ditemui
gangguan BAK dan BAB (frekuensi, hesitansi, hingga retensi urine dan feses).
Kelumpuhan UMN, dicirikan oleh tanda – tanda khas disfungsi susunan UMN adalah:
Gejala ini terjadi karena hilangnya pengaruh inhibisi korteks motorik tambahan terhadap
inti – inti intrinsik medula spinalis. Hipertonia adalah ciri khas bagi disfungsi komponen
ekstrapiramidal susunan UMN. Hipertonia tidak akan bangkit, bahkan tonus otot menurun, jika
lesi paralitik merusak hanya korteks motorik primer saja. Lesi hipertonia menjadi jelas apabila
korteks motorik tambahan (area 6 dan 4) ikut terlibat dalam lesi. Lesi paralitik yang menganggu
piramidal juga pasti akan menganggu ekstrapiramidal. Lesi di kapsula interna menganggu serabut
serabut – serabut striatal utama. Hal itu menggambarkan bahwa komponen piramidal dan
ekstrapiramidal akan mengalami gangguan bersama. Hal ini terjadi karena lintasan piramidal dan
ekstrapiramidal berada di kawasan yang sama yaitu pendukulus serebri, pes pontis, dan funikulus
posterolateral/sulkomarginal.
Hipertonia yang diiringi kelumpuhan pada UMN tidak melibatkan semua otot skeletal,
melainkan otot fleksor seluruh lengan serta otot abduktor bahu dan pada tungkai selurug otot
ekstensornya serta otot plantar flexi. Tergantung dalam jumlah serabut penghantar impuls
ekstrapiramidal dan piramidal yang terkena gangguan, anggota gerak yang lumpuh dapat
memperlihatkan hipertonia dalam posisi fleksi atau ekstensi. Hal ini terjadi pada kelumpuhan
UMN yang melanda bagian bagian bawah (paraplegi) akibat oleh karena lesi transversal di
Apabila paraplegi yang disebabkan oleh lesi yang terutama merusak serabut penghantar
impuls piramidal saja, maka parapleginya hanya menunjukkan hipertonia dalam posisi ekstensi.
vestibulospinalis) ikut terlibat dalam lesi, maka paraplegi dalam posisi fleksi.
2. Hiperfleksia
Pada kerusakan UMN refleks tendon lebih peka daripada keadaan biasa (normal). Dalam
hal ini gerak otot bangkit secara berlebihan, walaupun rangsangan tendon sangat lemah.
Hiperfleksia merupakan keadaan setelah impuls inhibisi dari susunan piramidal dan
ekstrapiramidal tidak dapat disampaikan motorneuron. Refleks tendon merupakan refleks spinal
yang bersifat segmental. Ini berarti bahwa lengkung refleks disusun oleh neuron -neuron yang
berada di satu segmen. Tetapi ada juga gerak reflektorik, yang lengkung refleks segmentalnya
berjalin dengan lintasan – lintasan UMN yang ikut mengatur efektornya. Hal ini dijumpai pada
refleks kulit dinding perut. Pada refleks tersebut menghilang atau menurun.
3. Klonus
Hiperfleksia sering diiringi oleh klonus. Tanda ini adalah gerak otot reflektorik, yang
bangkit secara berulang – ulang selama perangsangan masih berlangsung. Pada lesi UMN
4. Refleks Patologis
Motor neuron dengan sejumlah serabut–serabut otot yang disarafinya menyusun satu
kesatuan motorik. Kesatuan fisiologik ini mencakup hubungan timbali balik antara kehidupan
motorneuron dan serabut oto yang disarafinya. Runtuhnya motorneuron akan disusul dengan
kerusakan serabut–serabut saraf motoriknya. Oleh karena itu otot yang terkena akan menjadi
atrofi. Dalam hal kerusakan UMN, motor neuron tidak dilibatkan. Oleh karena itu otot – otot
yang lumpuh karena lesi UMN tidak akan memperlihatkan atrofi. Namun demikian, otot yang
lumpuh masih dapat mengecil, bukan karena serabut–serabut yang hilang akan tetapi dikarenakan
Jika motorneuron tidak mempunyai hubungan dengan korteks motorik primer dan korteks
motorik tambahan, bukan berarti tudak berdaya menggerakkan otot. Otot masih dapat digerakkan
oleh rangsang yang datang dari bagian susunan saraf pusat dibawah tingkat lesi yang dinamakan
sebagai gerakan refleks automatism spinal. Pada penderita paraplegi akibat lesi transversal di
medula spinalis atas, dapt dijumpai kejang fleksi lutut sejenak padahal kedua tungkai lumpuh,
apabila penderita terkejut. Tanda - tanda kelumpuhan UMN tersebut di atas dapat seluruhnya
atau sebagian saja ditemukan pada tahap kedua masa setelah terjadinya lesi UMN.
Paraparese dapat terjadi tiba-tiba maupun secara bertahap. Kelumpuhan tersebut juga
dapat terjadi hilang timbul tergantung penyebabnya. Kelumpuhan yang terjadi tidak hanya di
kedua tungkai, namun juga terjadi pada otot di daerah panggul termasuk organ di dalamnya.
Sehingga, penderita paraparese juga dapat mengalami hilangnya kontrol terhadap buang air besar
dan buang air kecil. Aktivitas seksual dan kesuburan juga dapat terganggu. Selain kelumpuhan,
kedua tungkai dapat mati rasa atau malah menjadi kesemutan dan nyeri. Beberapa penyebab dari
paraparese dapat mengakibatkan kelumpuhan yang perlahan-lahan naik ke tubuh bagian atas
(Bromley,2006).
2.6 Patofisiologi Paraparesis
Lesi yang mendesak medulla spinalis sehingga merusak daerah saraf kortikospinalis
lateral dapat menimbulkan kelumpuhan UMN (Upper Motor Neuron) pada toto-otot bagian tubuh
yang terletak dibawah tingkat lesi. Lesi transversal medulla spinalis pada tingkat servikal,
Beberapa saraf di leher termasuk saraf oksipital besar dan kecil, saraf supraklavikularis dan nervus
frenikus. Pengelompokan saraf dalam tulang belakang leher diberi nama setelah mencocokkan
cakram serviks. Cakram atau (disk) ini diwakili oleh huruf “C” dan angka sesuai dengan lokasi
cakram antara vertebra lainnya yang membentuk tulang belakang leher, dimulai dengan C1 di
bagian atas dan bekerja turun ke C8. Saraf di leher mengontrol berbagai fungsi tubuh manusia
misalnya saraf C5 dapat mengakibatkan kelumpuhan UMN (Upper Motor Neuron) pada otot-otot,
kedua lengan yang berasal dari miotoma saraf C6 sampai miotoma saraf C8, lalu otot-otot toraks
dan abdomen serta seluruh otot-otot kedua ekstremitas. Akibat terputusnya lintasan somatosensory
dan lintas autonom neuro vegetative asendens dan desendens, maka dari tingakat lesi kebawah,
penderita tidak dapat melakukan buang air besar dan kecil, serta tidak memperlihatkan reaksi
neuro vegetative.
Lesi transversal yang memotong medulla spinalis pada tingkat thorakal atau tingkat lumbal
atas mengakibatkan kelumpuhan yang pada dasarnya serupa dengan lesi yang terjadi pada daerah
servikal yaitu pada tingkat lesi terjadi gangguan motoric berupa kelumpuhan LMN (Lower
Motor Neuron) pada otot-otot yang merupakan sebagian kecil dari otot-otot toraks dan abdomen,
namun kelumpuhan yang terjadi tidak begitu jelas terlihat dikarenakan peranan dari otot-otot
tersebut kurang menonjol, hal ini dikarenakan lesi dapat mengenai kornu anterior medulla spinalis.
Dan dibawah tingkat lesi dapat terjadi gangguan motorik berupa kelumpuhan UMN (Upper Motor
Neuron) karena saraf kortikospinal lateral segmen thorakal terputus (Bromley, 2006).
d) Depresi.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mengetahui penyakit paraparese antara lain
(Bromley, 2006).
infark, haemoragik
2.9 Penatalaksanaan
1. Farmakologi
a) Metilprednisolon
mg/kg BB 45 menit setelah bolus selama 23 jam. Hasil optimal bila pemberian dilakukan <
8 jam onset.
b) Bila terdapat comotio medulla spinalis, fraktur atau dislokasi tidak stabil harus disingkirkan.
Jika pemulihan sempurna, pengobatan tidak diperlukan. Antibiotic pada umumnya untuk
imunomodulator lain. Ketika fase akut selesai, biasanya pasein akan meninggalkan gejala
sisa yang sangat mempengaruhi hidupnya. Lamanya fase penyembuhan tergantung terapi
fisik dan okupasi yang diberikan segera mungkin. Kuat, mencegah decubitus, kontaktur,
permanen(Ngastiyah,2005).
DAFTAR PUSTAKA
Baehr, Mathias & Frotscher, Michael. 2012. Diagnosis Topik Neurologi DUUS. Jakarta : EGC, hal. 59
Mardjono, Mahar, Prof, dr. 2004. Neurologi klinis dasar. Jakarta : Dian Rakyat, hal. 37-40
Price, Sylvia A. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6. Jakarta: EGC, 2012
BAB III
LAPORAN KASUS
STATUS ORANG SAKIT
IDENTITAS PRIBADI
ANAMNESA PENYAKIT
Keluhan Utama : Kedua kaki kebas dan
susah untuk berjalan
Pendidikan : SD
PEMERIKSAAN FISIK
PEMERIKSAAN UMUM
Nadi : 89 x/menit
Temperatur : 36 oc
Rongga Dada
Rongga Abdomen
Inspeksi :Simetris
Palpasi : Soepel, nyeri tekan (-), massa(-)
Perkusi :Timpani
Auskultasi : Peristaltik (+) Normal
Genitalia
Toucher : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
Status Neurologi
Sensorium : Composmentis (GCS: E=4, M=6V=5)
Kranium
Bentuk :Normocepali
Fontanella : Tertutup, keras
Palpasi : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
Perkusi : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
Auskultasi : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
Transiluminasi : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
Perangsangan Meningeal
Kaku kuduk :-
Tanda kernig :-
Tanda Lasegue :-
Tanda brudzinski I :-
Tanda Brudzinski II :-
Peningkatan Tekanan Intrakranial
Muntah :-
Mual :-
Nyeri kepala :-
Kejang :-
Nervus II (Opticus)
OculiDextra OkuliSinistra
Nistagmus : - -
Pupil : Isokor isokor
Lebar : - -
Bentuk : Bulat Bulat
Refleks Cahaya Langsung : + +
Refleks cahaya tidak langsung : + +
Rima Palpebra : <7mm <7mm
Deviasi Konjugate : - -
Fenomena Doll’s Eye : TDP TDP
Strabismus : - -
Mimik : - -
Kerut Kening : - -
Kedipan Mata : + +
Menutup Mata : + +
Mengerutkan Alis : - -
Lipatan Naso Labial : - -
Meringis : - -
Menggembungkan Pipi : - -
Meniup Sekuatnya : - -
Memperlihatakan Gigi : - -
Tertawa : - -
Bersiul : Tidak dilakukan pemeriksaan
Sensorik
Pengecapan 2/3depan lidah : Masih dapat merasakan manis
Produksi kelenjar ludah :Normal
Hiperakusis :-
Refleks stapeidal : Tidak dilakukan pemeriksaan
Nervus VIII (Vestibulocochclearis) Kanan Kiri
Auditorius
Pendengaran : DBN DBN
Tes Rinne : TDP TDP
Tes Weber : TDP TDP
TesSwabach : TDP TDP
Vestibularis
Nistagmus : - -
Reaksikalori : TDP TDP
Vertigo : - -
Tinitus : - -
Test Sensibilitas
Eksteroseptif
Nyeri superfisial : - -
Raba : - -
Suhu : TDP TDP
Propioseptis
Sikap : + -
Gerak : + -
Tekanan : + -
Fungsi kortikaluntuk sensibilitas
Steorognosis : TDP
Pengenalan 2 titik : TDP
Grafestesia : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
Refleks Kanan Kiri
RefleksFisiologis
Bisep : - -
Trisep : - -
APR : - -
KPR : - -
Strumple : -
Refleks Patologis
Babinski : - -
Oppenheim : - -
Chaddock : - -
Gordon : - -
Schaefer : - -
Hoffman- tromner : - -
Klonuslutut : - -
Klonus kaki : - -
Refleks primitif : TDP TDP
Koordinasi
Lenggang :TDP
Bicara :-
Menulis : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
Percobaan apraksia : Dex (-), Sin (-)
Mimik : Dex (-), Sin (-)
Testelunnjuk-telunjuk : Dex (-), Sin (-)
Testelunjuk-hidung : Dex (-), Sin (-)
Diadokinesia : Dex (-), Sin (-)
Test tumit–lutut : TDP
Test Romberg : TDP
Vegetatif
Vasomotorik : Normal(+)
Sudomotorik : Normal(+)
Piloerektor : Normal(+)
Miksi : Normal(+)
Defekasi : Normal(+)
PotensidanLibido : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
Vertebra
Bentuk
Normal :-
Scoliosis :+
Hiperlordosis :-
Pergerakkan
Leher : Normal(+)
Pinggang : Terbatas
Gejala-Gejala Serebelar
Ataksia :-
Disartria :-
Tremor :-
Nistagmus :-
Fenomena rebound :-
Vertigo :-
Dll :-
Gejala-Gejala Ekstrapiramidal
Tremor :-
Rigiditas :-
Bradikinesia :-
Dan lain-lain :-
Fungsi Luhur
Kesadaran kualitatif : Composmentis
Ingatan baru :-
Ingatan lama :-
Orientasi
Diri :-
Tempat :-
Waktu :-
Situasi :-
Intelegensia : Dalam Batas Normal
Daya pertimbangan : Dalam Batas Normal
Reaksiemosi : Dalam Batas Normal
Afasia
Ekspresif :-
Represif :-
Apraksia :-
Agnosa
Agnosiavisual :-
Agnosia jari-jari :-
Akalkulia :-
Disorientasi Kanan-kiri :-
KESIMPULAN PEMERIKSAAN
Anamnesis
Telaah :
Pasien datang ke Rumah Sakit Umum Haji Medan dengan keluhan kedua kaki kebas dan
susah untuk dibwa jalan. Hal ini dirasakan OS kurang lebih 1 minggu ini, punggung dan
pinggang terasa sakit dan tidak bisa berbaring, susah untuk berdiri. BAB (+), BAK (+).
Riwayat Penyakit Terdahulu : Hipertensi
Riwayat Penggunaan Obat : Captopril
Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak Ada
STATUS PRESENT
Tekanan Darah : 163/96 mmHg
Nadi : 89 x/menit
Temperatur : 36 oc
PEMERIKSAAN FISIK
NERVUS CRANIALIS
• Nervus I : DBN
• Nervus II : DBN
• Nervus III,IV,VI : DBN
• Nervus V : Sensorik : kulit nyeri (-)
• Nervus VII : DBN
• Nervus VIII : DBN
• Nervus IX,X : DBN
• Nervus XI : DBN
• Nervus XII : DBN
SISTEM MOTORIK
DIAGNOSA
Diagnosa Fungsional : Paraparesis UMN
Diagnosa Etiologik : Fraktur kompresi Thoracal IX dan Thoracal XII
Diagnosa Anatomik : Paraparesis UMN e.c trauma medulla spinalis
Amlodipine 10 mg 1x1