Anda di halaman 1dari 16

HERNIA INGUINALIS PADA BAYI DAN ANAK

Paper ini Disusun Sebagai Salah Satu Persyaratan Mengikuti Kepaniteraan Klinis Senior
Bagian Ilmu Bedah Rumah Sakit Umum Haji Medan

DISUSUN OLEH :

Cindy Tiara (20360176)

PEMBIMBING : dr. M. Bob Muharly Rambe, M.Ked(Surg), Sp. B

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN ILMU BEDAH


RUMAH SAKIT UMUM HAJI MEDAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MALAHAYATI
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan karunia-Nya sehingga Paper ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya dengan
judul “Hernia Pada Bayi dan Anak”
Dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa laporan kasus ini
masih jauh dari kesempurnaan, baik dara cara penulisannya, penggunaan tata
bahasa, dan dalam penyajiannya sehingga penulis menerima saran dan kritik
konstruktif dari semua pihak. Namun terlepas dari semua kekurangan yang ada,
semoga dapat bermanfaat bagi pembacanya.
Penulis tak lupa pula mengucapkan terima kasih kepada dr. M. Bob
Muharly Rambe, M.Ked(Surg), Sp. B yang telah membimbing dan
mengarahkan kami dalam menyelesaikan paper ini. Penulis juga berterima kasih
kepada rekan-rekan yang telah bekerja sama membantu menyusun laporan kasus
ini..
Akhirnya semoga paper ini dapat bermanfaat bagi kemajuan ilmu
pengetahuan, khususnya di bidang kedokteran. Semoga Tuhan Yang Maha Esa
selalu melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua.

Medan, 25 Mei 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................................2
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................3
PENDAHULUAN..................................................................................................................................4
A. Latar Belakang........................................................................................................................4
B. Tujuan....................................................................................................................................5
C. Manfaat..................................................................................................................................5
PEMBAHASAN....................................................................................................................................6
A. Definisi...................................................................................................................................6
B. Anatomi dan Fisiologi..............................................................................................................7
C. Klasifikasi................................................................................................................................7
D. Etiologi...................................................................................................................................8
E. Manifestasi Klinis....................................................................................................................9
F. Patofisiologi..........................................................................................................................10
G. Penatalaksanaan...................................................................................................................11
KESIMPULAN....................................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................................15
BAB I
PENDAHULUAN

Hernia, atau yang lebih dikenal dengan turun berok, adalah penyakit akibat turunnya
buah zakar seiring melemahnya lapisan otot dinding perut. Penderita hernia, memang
kebanyakan laki-laki, terutama anak-anak. Hernia yang terjadi pada anak-anak, lebih
disebabkan karena kurang sempurnanya procesus vaginalis untuk menutup seiring dengan
turunnya testis atau buah zakar. Sementara pada orang dewasa, karena adanya tekanan yang
tinggi dalam rongga perut dan karena faktor usia yang menyebabkan lemahnya otot dinding
perut. Ternyata penderita hernia seringkali disertai gangguan fungsi saluran cerna lainnya,
hipersensitifitas kulit dan gangguan alergi lainnya. Meski penanganan hernia harus dioperasi
tetapi pada sebagian kasus khususnya hernia inguinalis dan umbilikasis bila dilakukan
penatalaksanaan penanganan alergi hipersentifitas saluran cerna sejak dini ternyata dapat
membantu proseses perbaikan secara spontan.

Insiden hernia pada populasi umum adalah 1%, dan pada bayi prematur 5%. Laki-laki
paling sering terkena (85% kasus). Setengah dari kasus-kasus hernia inguinalis selama
kanak-kanak terjadi pada bayi di bawah 6 bulan. Hernia pada sisi kanan lebih sering daripada
sisi kiri (2: 1). 25% pasien menderita hernia bilateral. Sedangkan insiden tertinggi adalah
pada masa bayi 9 lebih dari 50%), selebihnya terdapat pada anak-anak yang berusia kurang
dari 5 tahun. Oleh karena itu perlu kiranya mengetahui bagaimana penyakit tersebut sehingga
dapat diputuskan tindakan secara tepat, apalagi insiden yang terjadi pada anak-anak, maka
sangat diperlukan suatu tindakan secara dini dan tepat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Hernia, atau sering kita kenal dengan istilah “turun bero”, merupakan penonjolan isi

suatu rongga melalui defek atau bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan. Hernia

adalah perpindahan isi suatu ruangan ke ruangan lain melewati dinding pemisah. “Biasanya

dari ruangan yang tekanannya tinggi ke ruangan yang tekanannya rendah.” Hernia adalah

defek dalam dinding abdomen yang memungkinkan isi abdomen (seperti peritoneum, lemak,

usus atau kandung kemih) memasuki defek tersebut, sehingga timbul kantong berisikan

materi abnormal Hernia inguinalis adalah suatu keadaan dimana sebagian usus masuk

melalui sebuah lubang pada dinding perut kedalam kanalis inguinalis. Kanalis inguinalis

adalah saluran yang berbentuk tabung, yang merupakan jalan tempat turunnya testis dari

perut kedalam skrotum sesaat sebelum bayi dilahirkan.

2.2. Klasifikasi

Klasifikasi hernia inguinalis, adalah: 1. Hernia Inguinalis Lateralis Disebut juga

Hernia Inguinalis Indirek, karena menonjol melalui annulus dan kanalis inguinalis. 2. Hernia

Inguinalis Medialis Disebut juga Hernia Inguinalis direk, karena menonol langsung melalui

trigonum Hesselbach, tanpa melalui kanalis inguinalis.


2.3. Etiologi

1. Kongenital Muncul ketika bayi dalam kandungan dan umumnya tidak diketahui

penyebabnya. Secara umum bayi laki-laki lebih sering mengalami hernia dibandingkan

perempuan karena proses penurunan testis yang merupakan organ reproduksinya berlangsung

lebih kompleks. Hernia pun lebih sering terjadi pada bayi prematur, sebab pada saat

kelahirannya proses penurunan testis dan pembentukan ligamen belum sempurna.

2. Didapat Ditemukan adanya factor kausal/predisposisi yang berperan untuk

timbulnya hernia: - Prosesus vaginali yang tetap terbuka - Peninggian tekanan intra abdomen:

Pekerjaan mengangkat barang-barang berat, Batuk kronik - Elemahan otot dinding perut:

Usia tua, Sering melahirkan. Hernia inguinalis atau hernia pada lipatan paha umumnya

diderita bayi/anak laki-laki (dominan pada bayi prematur). Sebab saluran tempat turunnya

testis dari rongga perut ke kantung tetis tetap terbuka saat lahir. Ukuran lubang cukup besar,

sehingga sebagian usus bayi bisa turun ‘mengikuti’ testis membentuk benjolan (kurang-lebih

sebesar ibu jari orang dewasa). Kamaluan penderita hernia tipe ini membesar.

2.4. Insidensi dan Faktor Resiko

Insidens inguinalis pada bayi dan anak tidak diketahui pasti, penelitian dan populasi

tertentu didapatkan 10-20 hernia inguinalis per 1000 kelahiran hidup, dengan perbandingan

anak laki-laki dan wanita berkisar 4:1 sampai 10:1 terutama pada seri kasus dalam jumlah

banyak. Sebagian besar hernia inguinalis ditemukan pada sisi kanan. Penelitian mendapatkan

pada anak laki-laki 60% hernia inguinalis terdapat pada sisi kanan, 30% sisi kiri, dan 10%

bilateral. Insidens hernia inguinalis bayi premature mencapai 30% dengan angka inkarserasi

lebih dari 31%. Insidens hernia inguinalis inkarserasi strangulasi seri pasien yang besar
didapatkan 10%- 20% hampri setengahnya pada bayi usia kurang dari 6 bulan. Insidens

hernia inguinalis inkarserasi pada anak usia dibawah 1 tahun mencpai 30%, dan insiden

hernia inkarserasi yang perlu tindkan pembedahan segera lebih tinggi pada wanita

dibandingkan laki-laki. Prematuritas merupakan factor risiko yang paling sering

menyebabkan peningkatan insidens hernia inguinalis. Dalam suatu penelitian hernia

inguinalis didapatkan sebanyak 7% pada bayi laki-laki usia kehamilan kurang dari 6 minggu,

dn hanya 0,6% pada bayi laki-laki lahir dengan usia kehamilan lebih besar dari 36 minggu.

Penelitian lain mendpatkan angka 30% insidens hernia pada bayi dengan berat badan lahir

kurang dari insidens hernia inguinalis didapatkan meningkat Karen factor risiko lain seperti

terdapat riwayat keluarga denganhernia inguinalis, penyakit kistik fibrosis, dislokasi panggul

congenital, undensensus testis, ambigus genitalia, hipospadia atau epispadia, asites, pasien

dengan pipa ventrikuloperitoneal, dialysis peritoneal yang menetap, defek congenital dinding

abdomen. Terdapat juga peningkatan insidens hernia inguinalis pada bayi dengan kelainan

jaringan ikat ( Ehler-Danlos Syndrome) dan kelainan mukopolisakarida ( Hunter Huler

Syndrome

2.5. Patofisiologi dan Manifestasi Klinis

Perjalanan Gonands mencapai skrotum pada usia janin 28 minggu mengikuti

gubernakulum ( terbentuk pada usia kehamilan 12 minggu ). Pada annulus internus kanalis

inguinalis, divertikulum peritoneum yang disebut proseus vaginalis melekat pada bagian

anteromedial testis, kemudian secara bersamaan melalui kanalis inguinalis dan annulus

eksternus mencapai skrotum. Prosesus vaginalis yang melekat dengan testis kemudian

menjadi tunika vaginalis, sisanya mengalami obliterasi sehingga hubungan rongga


peritoneum dengan kanalis inguinalis tertutup. Kapan obliterasi sisa prosesus vaginalis masih

diperdebatka, namun secara umum disepakati obliterasi terjadi pada fase terahir kehamilan.

Kegagalan penutupan sisa prosesus vaginalis tersebut menimbulkan berbagai kelainan di

daerah inguinal seperti hernia dan hidrokel.

Benjolan di lipat paha yang timbu hilang. Muncul saat penderita beraktifitas berlebih,

batuk, bersin, mengedan dan menghilang saat penderita berbaring - Nyeri timbul bila

strangulasi. Gejala khususnya muncul berdasarkan berat-ringan hernia: 1. Reponible:

Benjolan di daerah lipat paha atau umbilikus tampak keluar masuk (kadang-kadang terlihat

menonjol, kadang-kadang tidak). Benjolan ini membedakan hernia dari tumor yang

umumnya menetap. Ini adalah tanda yang paling sederhana dan ringan yang bisa dilihat dari

hernia eksternal. Bisa dilihat secara kasat mata dan diraba, bagian lipat paha dan umbilikus

akan terasa besar sebelah. Sedangkan pada bayi wanita, seringkali ditemukan bahwa labianya

besar sebelah. Labia adalah bagian terluar dari alat kelamin perempuan. 2. Irreponible:

benjolan yang ada sudah menetap, baik di lipat paha maupun di daerah pusat. Pada hernia

inguinalis misalnya, air atau usus atau omentum (penggantungan usus) masuk ke dalam

rongga yang terbuka kemudian terjepit dan tidak bisa keluar lagi. Di fase ini, meskipun

benjolan sudah lebih menetap tapi belum ada tanda-tanda perubahan klinis pada anak. 3.

Incarcerata, benjolan sudah semakin menetap karena sudah terjadi sumbatan pada saluran

makanan sudah terjadi di bagian tersebut. Tak hanya benjolan, keadaan klinis bayi pun mulai

berubah dengan munculnya mual, muntah, perut kembung, tidak bisa buang air besar, dan

tidak mau makan. 4. Strangulata, ini adalah tingkatan hernia yang paling parah karena

pembuluh darah sudah terjepit. Selain benjolan dan gejala klinis pada tingkatan incarcerata,

gejala lain juga muncul, seperti demam dan dehidrasi. Bila terus didiamkan lama-lama
pembuluh darah di daerah tersebut akan mati dan akan terjadi penimbunan racun yang

kemudian akan menyebar ke pembuluh darah. Sebagai akibatnya, akan terjadi sepsis yaitu

beredarnya kuman dan toxin di dalam darah yang dapat mengancam nyawa si bayi. Sangat

mungkin bayi tidak akan bisa tenang karena merasakan nyeri yang luar biasa.

2.6. Pemeriksaan Fisik

Daerah inguinalis pertama-tama diperiksa dengan inspeksi , sering benjolan muncul

dalam lipat paha dan terlihat cukup jelas. Kemudian jari telunjuk diletakkan disisi lateral

kulit skrotum dan dimasukkan sepanjang funikulus spermatikus sampai ujung jari tengah

mencapai annulus inguinalis profundus. Suatu kantong yang diperjelas dengan batuk

biasanya dapat diraba pada titik ini. Jika jari tangan tak dapat melewati annulus inguinalis

profundus karena adanya massa, maka umumnya diindikasikan adanya hernia. Hernia juga

diindikasikan, bila seseorang meraba jaringan yang bergerak turun kedalam kanalis

inguinalis sepanjang jari tangan pemeriksa selama batuk.

2.7. Gejala Klinis

Gejala klinis hernia inguinalis pada bayi dan anak terdapat benjolan suprainguinal meluas

ke daerah srotum. Sebagian besar gejala muncul pada anak usia kurang dari 1 tahun. Pertama

kali benjolan ditemukan orang tua bayi atau anak saat memandikan, mengganti popok atau

pakaian, dan saat anak menangis atau mengedan, setelah anak relaks dan diam spontan

benjolan menghilang atau dengan sedikit tekanan diatas benjolan tersebut. Benjolan timbul

hilang paling sering terdapat pada lipatan paha, kemudian benjolan bertambah besar tanpa

menimbulkan keluhan lain, dan selanjutnya benjolan menetap sehingga sulit untuk direduksi
dengan tekanan seperti yang sering diceriterakan orang tua pasien. Dari gejala ini dapat dibuat

diagnosis banding antara hernia inguinalis, hidrokel, testis retraktil, testis undesensus,

varikokel atau tumor testis. Pemeriksaan fisik benjolan didaerah inguinal dan penentuan posisi

testis akan dapat membedakannya. Pada testis retraktil, pemeriksaan fisik akan mendapatkan

testis teraba dalam posisi kanalis inguinalis atau annulus eksternus. Sedangkan undesensus

testis seringkali didapatkan terjadi bersamaan dengan hernia inguinalis. Bayi dengan hernia

inguinalis dapat di identifikasikan melalui ekstensi kaki dan tangannya, pada posisi telentang

melewati kepala, sehingga bayi menangis dan tekanan didalam rongga abdomen meningkat.

Jika dengan cara ini benjolan tidak nampak, dilakukan perabaan didaerah inguinal biasanya

funikulus spermatikus menebal seperti sutera disebut sebagai silk sign,namun demikian tanda

ini tidak selalu bernilai diagnosis. Anak lebih besar diperiksa dalam posisi berdiri dibuat

tekanan abdomen meningkat melalui batuk atau meniup balon akan terlihat benjolan diderah

inguinal. Tidak jarang terdapat benjolan inguinal maupun skrotum menetap, tidak bertambah

besar, ini disebabkan penumpukan cairan pada tunika vaginalis disebut hidrokel. Umumnya

hidrokel dapat diserap spontan sampai usia 1 tahun, jika tidak diserap perlu intervensi

pembedahan. Pada hidrokel komunikan ditemukan benjolan yang bertambah besar pasa saat

sedang aktif kemudian mengecil kembali setelah anak istirahat. Hernia inguinalis inkarserasi

atau strangulasi memberikan gejala akut abdomen, anak menjadi rewel, nyeri abdomen,

muntah. Pemeriksaan fisik daerah inguinal ditemukan benjolan tegang meluas sampai ke

skrotum. Pada awalnya kulit skrotum hanya udem, jika organ dalam kantong hernia

mengalami iskemi kulit skrotum menjadi eritematus, pucat dan lunak. Jika proses berlanjut

akan memberikan gejala obstruksi usus mekanik strangulasi. Dalam menegakkan diagnosis

hernia inguinalis tidak perlu pemeriksaan penunjang kecuali terdapat keraguan dengan
kelainan lain seperti undensensus testis, testis retraktil. Pemeriksan penunjang dikerjakan

hanya untuk persiapan tindakan pembedahan

2.8. Penatalaksanaan

Hernia inguinalis tidak dapat hilang sendiri, sehingga pembedahan merupakan terapi

satu-satunya. Pembedahan berencanan sebaiknya dilakukan segera setelah diagnosis

ditegakkan, untuk menghindarkan resiko inkarserasi (12-15%), terutama pada bayi premature

dan anak usia dibawah 1 tahun insidens mencapai 31%. Secara umum pembedahan hernia

inguinalis bayi dan anak dikerjakan dengan pembiusan umum,bahkan terhadap bayi premature

pembiusan dengan pemsangan pipa endotrakeal sangat penting untuk mengamankan jalan

nafas dan mencegah bayi jatuh ke dalam distress pernafasan. Pada pasien dengan gangguan

pernafasan lebih menguntungkan pemakaian anestesi regional atau epidural. Pembedahan

benrencana dikerjakan melalui insisi di garis lipatan kulit dinding abdomen paling bawah

suprainguinal sebelah lateral tuberkulum pubikum. Fascia dan muskulus obliquus eksternus

dibuka secara tajam untuk mencapai kanalis inguinalis. Identifikasi funikukus spermatikus,

kemudian muskulus kremaster dibuka secara tajam ke arah anteromedial sehingga kantung

hernia dapat ditemukan pad bagian posteriornya. Pembuluh darah spermatika dibagian lateral

dan vas deferens dibelakang kantong hernia disishkan secara tumpul, sampai mencapai

annulus internus kanalis inguinalis. Kantong hernia dibuka sehingga isi kantong dapat

dievaluasi kemungkinan terdapat inkarserasi atau sliding hernia. Setelah kantong hernia

kosong dan bebas dari jaringan sekitarkemudian diikat dan dipotong setinggi annulus internus,

sisa kantong bagian distal dapat diangkat jika mudah dipisahkan dengan striktur jaringan

lainnya, jika tidak mungkin dipisahkan dibiarkan pada tempatnya. Pada prinsipnya hindarkan
terjadi cidera struktur funikulus spematikus dan dilakukan ligasi kantong hernia. Hernia

inkarserasi tanpa komplikasi untuk sementara dapat dilakukan reposisi untuk menghindarkan

pembedahan emergensi, sekitar 80% kasus berhasil direposisi. Bayi dan atau anak diberikan

sedasi kuat agar hernia tereduksi sempurna. Tindakna ini harus dibawah pengawasan dan

pengamatan yang ketat mengingat resiko dan akibat pemberian sedasi kuat. Jika dalam waktu

tertentu (8-12 jam) belum tereduksi reposisi hernia dapat dibantu dengan melakukan

penekanan ringan diatas benjolan (taxis). Jika berhasil tindakan pembedahan dilakukan

berencana dalam waktu 24 jam berikutnya. Pembedahan herniotomi emergensi memberikan

resiko 20 kali lipat kemungkinan komplikai seperti infark testis, cidera pembuluh darah testis

dan cidera vas deferens. Udem kanalis inguinalis pada hernia inkarserasi dan atau strangulsi

membuat herniotomi daerah tersebut kabur, sehingga dapat memacu infeksi pascabedah dan

timbulnya kekambuhan. Terdapat indikasi kontra tindakan terapi konservatif, jika ditemukan

tanda radang pada benjolan, peritonitis dan tanda-tanda perforai usus yang mengisi kantung

hernia.

2.9. Diagnosis Banding

a. Hidrocele pada funikulus spermatikus maupun testis. Yang membedakan: pasien

diminta mengejan bila benjolan adalah hernia maka akan membesar, sedang bial hidrocele

benjolan tetap tidak berubah. Bila benjolan terdapat pada skrotum , maka dilakukan pada satu

sisi , sedangkan disisi yang berlawanan diperiksa melalui diapanascopy. Bial tampak bening

berarti hidrocele (diapanascopy +). Pada hernia: canalis inguinalis teraba usus. Perkusi pada

hernia akan terdengar timpani karena berisi usus. Fluktuasi positif pada hernia. b.

Kriptochismus Testis tidak turun sampai ke skrotum tetapi kemungkinanya hanya sampai
kanalis inguinalis c. Limfadenopati/ limfadenitis inguinal d. Varises vena saphena magna

didaerah lipat paha e. Lipoma yang menyelubungi funikulus spermatikus (sering disangka

hernia inguinalis medialis).

2.10. Prognosis

Perbaikan klasik memberikan angka kekambuhan sekitar 1% -3% dalam jarak waktu

10 tahun kemudian. Kekambuhan disebabkan oleh tegangan yang berlebihan pada saat

perbaikan, jaringan yang kurang, hernioplasti yang tidak adekuat, dan hernia yang

terabaikan. Kekambuhan yang sudah diperkirakan, lebih umum dalam pasien dengan hernia

direk, khususnya hernia direk bilateral. Kekambuhan tidak langsung biasanya akibat eksisi

yang tidak adekuat dari ujung proksimal kantung. Kebanyakan kekambuhan adalah langsung

dan biasanya dalam regio tuberkulum pubikum, dimana tegangan garis jahitan adalah yang

terbesar.insisi relaksasi selalu membantu. Perbaikan hernia inguinalis bilateral secara

bersamaan tidak meningkatkan tegangan jahitan dan bukan merupakan penyebab

kekambuhan seperti yang dipercaya sebelumnya. Hernia rekurren membutuhkan prostesis

untuk perbaikan yang berhasil, kekambuhan setelah hernioplasti prostesisanterior paling baik

dilakukan dengan pendekatan preperitoneal atau secara anterior dengan sumbat prostesis.

2.11. Komplikasi

Hernia Akreta; Isi hernia dapat tertahan dalam kantong hernia pada hernia irreponibel; ini

dapat terjadi kalau hernia terlalu besar atau terdiri dari omentum, organ ektraperitoneal

(hernia geser) atau hernia akreta. Disini tidak timbul gejala klinik kecuali berupa benjolan. -

Hernia Strangulasi; isi hernia tercekik oleh cincin hernia sehingga terjadi hernia strangulate
yang menimbulkan gejala obstruksi usus yang sederhana. Sumbatan dapat terjadi total atau

parsial. - Hernia inkarserasi retrograde; (jarang terjadi) yaitu dua segmen usus terperangkap

didalam kantong hernia dan satu segmen lainnya berada dalam rongga peritoneum seperti

hurup W.

2.12. Pencegahan

Hindari hal-hal yang memicu tekanan di dalam rongga perut Untuk mencegah

terjadinya kekambuhan, hindarkan anak dari hal-hal yang memicu tekanan di dalam rongga

perut, misalnya batuk dan bersin yang kuat, konstipasi (sembelit), mengejan, serta

mengangkat barang berat. Usahakan anak tidak mengejan kuat ketika buang air kecil atau

besar. Jelaskan pada anak mengenai risiko batuk dan mengejan. Anda pun bisa menggunakan

kondisi ini sebagai alasan agar anak menghindar terlalu banyak permen (menghindari batuk),

makan banyak buah agar buang air besarnya mudah.


BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Hernia inguinalis merupakan jenis hernia yang paling sering ditemukan pada bayi dan

anak. Diagnosis dapat dilakukan secara klinis tanpa membutuhkan pemeriksaan penunjang,

resiko inkarserasi dan strangulasi lebih sering didapatkan pada bayi premature dan usia kurang

dari 6 bulan. Herniotomi berencana sebaiknya dilakukan segera setelah diagnosis ditegakkan,

karena herniotomi emergensi dapat menimbulkan komplikasi.


DAFTAR PUSTAKA

Sabiston D, C.2010. Buku Ajar Bedah. EGC. Jakarta. Indonesia.

Sjamsuhidajat, R. 2011. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC. Jakarta. Indonesia.

Schwartz. 2000. Intisari PrinsipPrinsip Ilmu Bedah. EGC. Jakarta. Indonesia.

Grace PA. dan Borley NR. 2006. At Glance Ilmu Bedah. Erlangga. Jakarta. Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai