TINJAUAN PUSTAKA
Hernia adalah protrusi atau penonjolan dari sebuah organ atau jaringan
melalui lubang yang abnormal.Nukleus pulposus adalah massa setengah cair
yang terbuat dari serat elastis putih yang membentuk bagian tengah dari diskus
intervertebralis (Sjamsuhidayat,2005).
Hernia Nukleus Pulposus(HNP) merupakan suatu gangguan yang
melibatkan ruptur annulus fibrosus sehingga nukleus pulposis menonjol
(bulging) dan menekan kearah kanalis spinalis (Sjamsuhidayat,2005).
HNP mempunyai banyak sinonim antara lain : Hernia Diskus
Intervertebralis, Ruptur Disc, Slipped Disc, Prolapsed Disc dan sebagainya
(Sjamsuhidayat,2005).
2.12.Epidemiologi
Prevalensi HNP berkisar antara 1 – 2 % dari populasi. Usia yang paling
sering adalah usia 30 – 50 tahun. Pada penelitian HNP paling sering dijumpai
pada tingkat L4-L5; titik tumpuan tubuh di L4-L5-S1. Penelitian Dammers dan
Koehler pada 1431 pasien dengan herniasi diskus lumbalis, memperlihatkan
bahwa pasien HNP L3-L4 secara bermakna dari usia tua dibandingkan dengan
pasien HNP L4-L5 (Pinzon, 2012).
HNP merupakan salah satu penyebab dari nyeri punggung bawah yang
penting. dan merupakan salah satu masalah kesehatan yang utama. Inside HNP
di Amerika Serikat adalah sekitar 5% orang dewasa. Kurang lebih 60-80%
individu pernah mengalami nyeri punggung dalam hidupnya. Nyeri punggung
bawah merupakan 1 dari 10 penyakit terbanyak di Amerika Serikat dengan
angka prevalensi berkisar antara 7,6-37% insidens tertinggi dijumpai pada usia
45-60 tahun. Pada penderita dewasa tua, nyeri punggung bawah mengganggu
aktivitas sehari-hari pada 40% penderita dan menyebabkan gangguan tidur pada
20% penderita akan mencari pertolongan medis, dan 25% diataranya perlu
rawat inap untuk evaluasi lebih lanjut (Pinzon, 2012).
1. Proses Degenaratif
Diskus intervertebralis tersusun atas jaringan fibrokartilago yang berfungsi
sebagai shock absorber, menyebarkan gaya pada kolumna vertebralis dan juga
memungkinkan gerakan antar vertebra. Kandungan air diskus berkurang dengan
bertambahnya usia (dari 90% pada bayi sampai menjadi 70% pada orang usia
lanjut). Selain itu serabut-serabut menjadi kasar dan mengalami hialinisasi yang
ikut membantu terjadinya perubahan ke arah herniasi nukleus pulposus melalui
anulus dan menekan radiks saraf spinal. Pada umumnya hernia paling mungkin
terjadi pada bagian kolumna vertebralis dimana terjadi peralihan dari segmen yang
lebih mobil ke yang kurang mobil (perbatasan lumbosakral dan servikotolarak)
(Meli, 2003).
2. Proses Traumatik
2.15.Faktor Resiko
Berikut ini adalah faktor risiko yang meningkatkan seseorang mengalami
HNP: (Sylvia, 1995)
a. Usia
Usia merupakan faktor utama terjadinya HNP karena annulus fibrosus
lama kelamaan akan hilang elastisitasnya sehingga menjadi kering dan keras,
menyebabkan annulus fibrosus mudah berubah bentuk dan ruptur.
b. Trauma
Terutama trauma yang memberikan stress terhadap columna vertebralis,
seperti jatuh.
c. Pekerjaan
Pekerjaan terutama yang sering mengangkat barang berat dan cara
mengangkat barang yang salah, meningkatkan risiko terjadinya HNP
d. Gender
Pria lebih sering terkena HNP dibandingkan wanita (2:1), hal ini terkait
pekerjaan dan aktivitas yang dilakukan pada pria cenderung ke aktifitas fisik
yang melibatkan columna vertebralis.
2.16.Gambaran Klinis
Radikulopati adalah suatu keadaan yang berhubungan dengan gangguan
fungsi dan struktur radiks akibat proses patologis yang dapat mengenai satu atau
lebih radiks saraf dengan pola gangguan yang bersifat dermatomal, radikulopati
Salah satu penyebabnya dari hernia nukleus pulposus (HNP). Secara umum,
manifestasi klinis radikulopati adalah adanya rasa nyeri berupa nyeri tajam yang
menjalar yang mengikuti pola dermatomal. Nyeri bersifat tajam dan diperhebat oleh
gerakan, batuk, mengedan, atau bersin. Nyeri biasanya dideskripsikan seperti rasa
tertusuk pisau. Rasa nyeri juga disertai dengan parestesia yang sesuai dengan
dermatomnya, terutama pada bagian distal dermatomnya. Selain itu terdapat
kehilangan atau berkurangnya sensorik (hipesthesia) di permukaan kulit dan
kelemahan otot-otot sepanjang distribusi dermatom radiks yang bersangkutan
(Maradewi, 2016).
Pada mielopati, pemeriksaan fisik biasanya didapatkan dominansi pada gejala
upper motor neuron, yaitu dengan gambaran berupa spastisitas (hipertonus), hiper
reflex ketidakseimbangan, kelemahan yang lebih parah pada ekstremitas superior,
dan refleks babinski dan Hoffman tromer yang positif (respon plantar pada
ekstremitas). Refleks tendon mempunyai nilai yang penting untuk mengetahui
tingginya lesipada mielum. Lesi di atas C5 akan menyebabkan peningkatan semua
refleks. Lesi dibawah C7 akan menyebabkan hiperrefleks hanya pada tungkai saja.
Lesi pada C6 akan menyebabkan hiporefleks pada refleks brachioradialis.
Hiporefleks pada biceps, triceps dan patela dapat terjadi pada lesi mielum setinggi
C5, C6 dan L4 (Maradewi, 2016).
2.17.Penegakan Diagnosis
Anamnesis
Anamnesis dapat ditanyakan hal yang berhubungan dengan nyerinya.
Pertanyaan itu berupa kapan nyeri terjadi, frekuensi, dan intervalnya; lokasi nyeri;
kualitas dan sifat nyeri; penjalaran nyeri; apa aktivitas yang memprovokasi nyeri;
memperberat nyeri; dan meringankan nyeri. Selain nyerinya, tanyakan pula
pekerjaan, riwayat trauma
Pemeriksaan neurologi
untuk memastikan bahwa nyeri yang timbul termasuk dalam
gangguan saraf. meliputi pemeriksaan sensoris, motorik, reflex.
a. Pemeriksaan sensoris, pada pemeriksaan sensoris ini apakah ada
gangguan sensoris, dengan mengetahui dermatom mana yang terkena
akan dapat diketahui radiks mana yang terganggu.
b. Pemeriksaan motorik, apakah ada tanda paresis, atropi otot.
c. Pemeeriksaan reflex, refleks fisiologis: refleks bisep, refleks trisep,
refleks patela, refleks achilles. refleks patologis: reflek babinski,
reflek caddock, refleks hoffmann-tromer,reflek palmomental, , reflek
oppenheim, reflek gordon, reflek rossolimo.
d. Pemeriksaan range of movement (ROM) : Pemeriksaan ini dapat
dilakukan secara aktif oleh penderita sendiri maupun secara pasif oleh
pemeriksa. Pemeriksaan ROM ini memperkirakan derajat nyeri,
function laesa, atau untuk memeriksa ada/ tidaknya penyebaran rasa
nyeri (Rasad, 2005).
Diagnosis Penunjang
1. X-Ray
X-Ray tidak dapat menggambarkan struktur jaringan lunak secara akurat.
Nucleus pulposus tidak dapat ditangkap di X-Ray dan tidak dapat
mengkonfirmasikan herniasi diskus maupun jebakan akar saraf. Namun, X-
Ray dapat memperlihatkan kelainan pada diskus dengan gambaran
penyempitan celah atau perubahan alignment dari vertebra.
2. Mylogram
Pada myelogram dilakukan injeksi kontras bersifat radio-opaque dalam
columna spinalis. Kontras masuk dalam columna spinalis sehingga pada X-ray
dapat nampak adanya penyumbatan atau hambatan kanalis spinalis
3. MRI
Merupakan gold standard diagnosis HNP karena dapat melihat struktur
columna vertebra dengan jelas dan mengidentifikasi letak herniasi.
Gambar 2.15 MRI dari columna vertebralis cervikal dan mengalami herniasi
4. Elektromyografi
Untuk melihat konduksi dari nervus, dilakukan untuk mengidentifikasi
kerusakan nervus (Nugteren, 2012).
2.18.Penatalaksanaan
Terapi konservatif, terdiri atas: (Meli, 2003)
Terapi Non Farmakologis
Terapi fisik pasif biasanya digunakan untuk mengurangi nyeri akut,
misalnya:
a. Kompres hangat/dingin
Kompres hangat/dingin ini merupakan modalitas yang mudah
dilakukan. Untuk mengurangi spasme otot dan inflamasi. Beberapa pasien
merasakan nyeri hilang pada pengkompresan hangat, sedangkan yang lain
pada pengkompresan dingin.
b. Iontophoresis
Merupakan metode pemberian steroid melalui kulit. Steroid tersebut
menimbulkan efek anti inflamasi pada daerah yang menyebabkan nyeri.
Modalitas ini terutama efektif dalam mengurangi serangan nyeri akut.
c. Unit TENS (Transcutaneous Electrical Nerve Stimulator)
Sebuah unit transcutaneous electrical nerve stimulator (TENS)
menggunakan stimulasi listrik untuk mengurangi sensasi nyeri punggung
bawah dengan mengganggu impuls nyeri yang dikirimkan ke otak
d. Ultrasound
Ultrasound merupakan suatu bentuk penghangatan di lapisan dalam
dengan menggunakan gelombang suara pada kulit yang menembus sampai
jaringan lunak dibawahnya. Ultrasound terutama berguna dalam
menghilangkan serangan nyeri akut dan dapat mendorong terjadinya
penyembuhan jaringan.
e. Latihan dan modifikasi gaya hidup
Berat badan yang berlebihan harus diturunkan karena akan
memperberat tekanan ke punggung bawah. Program diet dan latihan
penting untuk mengurangi NPB pada pasein yang mempunyai berat badan
berlebihan.
Direkomendasikan untuk memulai latihan ringan tanpa stres secepat
mungkin. Endurance exercisi latihan aerobit yang memberi stres minimal
pada punggung seperti jalan, naik sepeda atau berenang dimulai pada
minggu kedua setelah awaitan NPB.
Conditional execise yang bertujuan memperkuat otot punggung
dimulai sesudah dua minggu karena bila dimulai pada awal mungkin akan
memperberat keluhan pasien.
Latihan memperkuat otot punggung dengan memakai alat tidak
terbukti lebih efektif daripada latihan tanpa alat.
Terapi Farmakologis
• Analgetik dan NSAID ( Non Steroid Anti Inflamation Drug) obat ini diberikan
dengan tujuan untuk mengurangi nyeri dan inflamasi sehingga mempercepat
kesembuhan. Contoh analgetik : paracetamol, Aspirin Tramadol. NSAID :
Ibuprofen, Natrium diklofenak, Etodolak, Selekoksib.
• Obat pelemas otot (muscle relaxant) bermanfaat bila penyebab NPB adalah
spasme otot. Efek terapinya tidak sekuat NSAID, seringkali di kombinasi
denganNSAID. Sekitar 30% memberikan efek samping mengantuk. Contoh
Tinazidin, Esperidone dan Carisoprodol.
• Opioid Obat ini terbukti tidak lebih efektif daripada analgetik biasa yang jauh
lebih aman. Pemakaian jangka panjang bisa menimbulkan toleransi dan
ketergantungan obat.
• Anelgetik ajuvan. Terutama dipakai pada HNP kronis karena ada anggapan
mekanisme nyeri pada HNP sesuai dengan neuropatik. Contohnya : amitriptilin,
Karbamasepin, Gabapentin.
• Suntikan pada titik picu. Cara pengobatan ini dengan memberikan suntikan
campuran anastesi lokal dan kortikosteroid ke dalam jaringan lunak/otot pada
titik picu disekitar tulang punggung. Cara ini masih kontroversi. Obat yang
dipakai antara lain lidokain, lignokain, deksametason, metilprednisolon dan
triamsinolon.
Terapi operatif pada pasien dilakukan jika:
• Pasien mengalami HNP grade 3 atau 4.
• Tidak ada perbaikan lebih baik, masih ada gejala nyeri yang tersisa, atau ada
gangguan fungsional setelah terapi konservatif diberikan selama 6 sampai 12
minggu.
• Terjadinya rekurensi yang sering dari gejala yang dialami pasien menyebabkan
keterbatasan fungsional kepada pasien, meskipun terapi konservatif yang
diberikan tiap terjadinya rekurensi dapat menurunkan gejala dan memperbaiki
fungsi dari pasien.
• Terapi yang diberikan kurang terarah dan berjalan dalam waktu lama. Pilihan
terapi operatif yang dapat diberikan adalah:
a. Distectomy
Pengambilan sebagian diskus intervertabralis.
b. Percutaneous distectomy
Pengambilan sebagian diskus intervertabralis dengan
menggunakan jarum secara aspirasi.
c. Laminotomy/laminectomy/foraminotomy/facetectomy
Melakukan dekompresi neuronal dengan mengambil beberapa
bagian dari vertebra baik parsial maupun total.
d. Spinal fusion dan sacroiliac joint fusion:
Penggunaan graft pada vertebra sehingga terbentuk koneksi yang
rigid diantara vertebra sehingga terjadi stabilitas.
Rehabilitasi Medik
Rehabilitasi medik adalah terapi yang dilakukan guna mengembalikan
fungsi tubuh yang mengalami masalah. Biasanya bagi seseorang yang telah
menjalani pengobatan atau operasi akibat cedera parah, infeksi, stroke, maupun
tumor.
Pencegahan
Hernia nukleus pulposus dapat dicegah terutama dalam aktivitas fisik
dan pola hidup. Hal-hal berikut ini dapat mengurangi risiko terjadinya HNP
: (Sylvia, 1995)
a. Olahraga secara teratur untuk mempertahankan kemampuan otot, seperti
berlari dan berenang.
b. Hindari mengangkat barang yang berat, edukasi cara mengangkat
yang benar.
c. Tidur di tempat yang datar dan keras.
d. Hindari olahraga/kegiatan yang dapat menimbulkan trauma
e. Kurangi berat badan.