Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH TUGAS PATOLOGI KHUSUS (NEUROMUSKULAR)

PENJABARAN HERNIA NUCLEUS PULPOSUS DAN

THORACIC OUTLET COMPRESSION SYNDROM

DALAM PENJABARAN ICF

DI SUSUN OLEH:

A. NURUL INDRASWARI

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN MAKASSAR JURUSAN
FISIOTERAPI PRODI DIV (ALIH JENJANG)
2018
KATA PENGANTAR

Dengan ini kami ucapkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas
makalah ini.

Makalah ini penulis susun untuk menambah ilmu serta untuk memenuhi
salah satu tugas dalam mata kuliah “PATOLOGI KHUSUS
(NEUROMUSCULAR)”. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah
ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran
dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca.

Dengan tersusunnya makalah ini semoga bermanfaat, khususnya bagi


penulis dan pembaca pada umumnya. Untuk itu kami sampaikan terima kasih
apabila ada kurang lebihnya penulis minta maaf.

Makassar, 18 September 2018

Penuli
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

A. Hernia Nucleus Pulposus (HNP)


1. Definisi
Hernia adalah protrusi atau penonjolan dari sebuah organ atau
jaringan melalui lubang yang abnormal. Nukleus pulposus adalah massa
setengah cair yang terbuat dari serat elastis putih yang membentuk bagian
tengah dari diskus intervertebralis (Company, 2000).
Hernia Nucleus Pulposus(HNP) merupakan suatu gangguan yang
melibatkan ruptur annulus fibrosus sehingga nukleus pulposis menonjol
(bulging) dan menekan kearah kanalis spinalis (Autio, 2006).
HNP mempunyai banyak sinonim antara lain : Hernia Diskus
Intervertebralis, Ruptur Disc, Slipped Disc, Prolapsed Disc dan sebagainya
(Lucas, 2003).
Menurut Muttaqin (2008), Hernia Nucleus Pulposus (HNP) adalah
turunnya kandungan annulus fibrosus dari diskus intervertebralis lumbal
pada spinal canal atau rupture annulus fibrosus dengan tekanan dari nucleus
pulposus yang menyebabkan kompresi pada element saraf. Pada umumnya
HNP pada lumbal sering terjadi pada L4-L5 dan L5-S1. Kompresi saraf
pada level ini melibatkan root nerve L4, L5, dan S1. Hal ini akan
menyebabkan nyeri dari pantat dan menjalar ketungkai. Kebas dan nyeri
menjalar yang tajam merupakan hal yang sering dirasakan penderita HNP.
Weakness pada grup otot tertentu namun jarang terjadi.
Gambar: HNP (Hansen and Lambert, 2013)

2. Prevalensi
Prevalensi HNP berkisar antara 1 – 2 % dari populasi. Usia yang
paling sering adalah usia 30 – 50 tahun. Pada penelitian HNP paling sering
dijumpai pada tingkat L4-L5; titik tumpuan tubuh di L4-L5-S1. Penelitian
Dammers dan Koehler pada 1431 pasien dengan herniasi diskus lumbalis,
memperlihatkan bahwa pasien HNP L3-L4 secara bermakna dari usia tua
dibandingkan dengan pasien HNP L4-L5 (Pinzon, 2012).
HNP merupakan salah satu penyebab dari nyeri punggung bawah
yang penting. dan merupakan salah satu masalah kesehatan yang utama.
Inside HNP di Amerika Serikat adalah sekitar 5% orang dewasa. Kurang
lebih 60-80% individu pernah mengalami nyeri punggung dalam hidupnya.
Nyeri punggung bawah merupakan 1 dari 10 penyakit terbanyak di Amerika
Serikat dengan angka prevalensi berkisar antara 7,6-37% insidens tertinggi
dijumpai pada usia 45-60 tahun. Pada penderita dewasa tua, nyeri punggung
bawah mengganggu aktivitas sehari-hari pada 40% penderita dan
menyebabkan gangguan tidur pada 20% penderita akan mencari
pertolongan medis, dan 25% diataranya perlu rawat inap untuk evaluasi
lebih lanjut (Pinzon, 2012).
3. Etiologi

Penyebab dari Hernia Nucleus Pulposus (HNP) biasanya dengan


meningkatnya usia terjadi perubahan degeneratif yang mengakibatkan
kurang lentur dan tipisnya nucleus pulposus. Annulus fibrosus mengalami
perubahan karena digunakan terus menerus. Akibatnya, annulus fibrosus
biasanya di daerah lumbal dapat menyembul atau pecah (Moore dan Agur,
2013).
Hernia nucleus pulposus (HNP) kebanyakan juga disebabkan oleh
karena adanya suatu trauma derajat sedang yang berulang mengenai discus
intervertebralis sehingga menimbulkan sobeknya annulus fibrosus. Pada
kebanyakan pasien gejala trauma bersifat singkat, dan gejala ini disebabkan
oleh cidera pada diskus yang tidak terlihat selama beberapa bulan atau
bahkan dalam beberapa tahun. Kemudian
pada generasi diskus kapsulnya mendorong ke arah medulla
spinalis, atau mungkin ruptur dan memungkinkan nucleus pulposus
terdorong terhadap sakus doral atau terhadap saraf spinal saat muncul dari
columna spinal (Helmi, 2012).
4. Patogenesis

a. Proses Degenaratif
Diskus intervertebralis tersusun atas jaringan fibrokartilago yang
berfungsi sebagai shock absorber, menyebarkan gaya pada kolumna
vertebralis dan juga memungkinkan gerakan antar vertebra. Kandungan
air diskus berkurang dengan bertambahnya usia (dari 90% pada bayi
sampai menjadi 70% pada orang usia lanjut). Selain itu serabut-serabut
menjadi kasar dan mengalami hialinisasi yang ikut membantu terjadinya
perubahan ke arah herniasi nukleus pulposus melalui anulus dan
menekan radiks saraf spinal. Pada umumnya hernia paling mungkin
terjadi pada bagian kolumna vertebralis dimana terjadi peralihan dari
segmen yang lebih mobil ke yang kurang mobil (perbatasan lumbosakral
dan servikotolarak).
b. Proses Traumatik
Dimulainya degenerasi diskus mempengaruhi mekanika sendi
intervertebral, yang dapat menyebabkan degenerasi lebih jauh. Selain
degenerasi, gerakan repetitive, seperti fleksi, ekstensi, lateral fleksi,
rotasi, dan mengangkat beban dapat memberi tekanan abnormal pada
nukleus. Jika tekanan ini cukup besar sampai bias melukai annulus,
nucleus pulposus ini berujung pada herniasi. Trauma akut dapat pula
menyebabkan herniasi, seperti mengangkat benda dengan cara yang
salah dan jatuh.
Hernia Nukleus Pulposus terbagi dalam 4 grade berdasarkan
keadaan herniasinya, dimana ekstrusi dan sequestrasi merupakan hernia
yang sesungguhnya, yaitu: (Grade I) Protrusi diskus intervertebralis:
nukleus terlihat menonjol ke satu arah tanpa kerusakan annulus
fibrosus., (Grade II) Prolaps diskus intervertebral: nukleus berpindah,
tetapi masih dalam lingkaran anulus fibrosus., (Grade III) Extrusi diskus
intervertebral: nucleus keluar dan anulus fibrosus dan berada di bawah
ligamentum, longitudinalis posterior., (Grade IV) Sequestrasi diskus
intervertebral: nukleus telah menembus ligamentum longitudinalis
posterior.

Gambar: Grading dari Hernia Nucleus Pulposus

Nukleus pulposus yang mengalami herniasi ini dapat menekan


nervus di dalam medulla spinalis jika menembus dinding diskus
(annulus fibrosus); hal ini dapat menyebabkan nyeri, rasa tebal, rasa
keram, atau kelemahan. Rasa nyeri dari herniasi ini dapat berupa nyeri
mekanik, yang berasal dari diskus dan ligamen; inflamasi, nyeri yang
berasal dari nucleus pulposus yang ekstrusi menembus annulus dan
kontak dengan suplai darah; dan nyeri neurogenik, yang berasal dari
penekanan pada nervus.
5. Patofisiologi
Pada tahap pertama sobeknya annulus fibrosus bersifat sirkum
ferensial. Karena adanya gaya traumatic yang berulang, sobekan tersebut
menjadi lebih besar dan timbul sobekan radial. Apabila hal ini telah terjadi,
maka risiko HNP hanya menunggu waktu dan trauma berikutnya saja. Gaya
presipitasi itu dapat diasumsikan sebagai gaya traumatik ketik hendak
menegakkan badan waktu terpeleset, mengangkat benda berat dan
sebagainya. Menjebolnya (herniasi) nucleus pulposus dapat mencapai ke
korpus tulang belakang diatas atau di bawahnya. Bisa juga menjebol
langsung ke kanalis vertebralis. Menjebolnya sebagian nucleus pulposus ke
dalam korpus vertebra dapat dilihat pada foto rontgen polos dan dikenal
sebagai nodus schmorl.
Sobekan sirkum ferensial dan radial pada annulus fibrosus diskus
intervertebralis berikut dengan terbentuknya nodus schmorl merupakan
kelainan yang mendasari low back pain subkronis atau kronis yang
kemudian disusul oleh nyeri sepanjang tungkai yang dikenal sebagai
ischialgia atau siatika. Menjebolnya nucleus pulposus ke kanalis vertebralis
berarti bahwa nucleus pulposus menekan radiks yang bersama-sama dengan
arteria radikularis yang berada dalam lapisan dura. Hal itu terjadi jika
penjebolan berada disisi lateral. Setelah terjadi HNP, sisa discus
intervertebralis mengalami lisis, sehingga dua korpus vertebra bertumpang
tindih tanpa ganjalan (Muttaqin, 2008).

B. Thoracic Outlet Compression Syndrome


1. Definisi
Thoracic Outlet Compression Syndrome merupakan suatu kondisi
dimana terjadinya kompresi pada struktur neurovascular berupa pleksus
brakhialis, pembuluh darah arteri serta vena subklavia di daerah apertura
superior thoraks. Kelainan ini dapat menyebabkan timbulnya rasa nyeri dan
sensasi seperti tertusuk-tusuk jarum pada bahu dan lengan.
Thoracic Outlet Compression Syndrome (TOCS) adalah kumpulan
gejala yang disebabkan oleh penekanan struktur neurovaskular ekstremitas
atas saat berjalan di antara kosta pertama dan klavikula menuju ke aksila.
Penekanan dapat disebabkan oleh kelainan tulang atau jaringan lunak di
sekitarnya. Gejala TOCS dapat berupa gejala neurologi seperti nyeri lengan
atas dan bawah, kesemutan, hilangnya rasa raba, kelemahan motorik, dan
gejala vaskular seperti klaudikasio ekstremitas atas selama aktifitas, pucat,
dingin, kelainan suplai darah perifer, mikroemboli, dan perubahan warna
kulit. Pemeriksaan foto rontgen, elektromiografi dan arteriografi/venografi
dapat digunakan untuk mendukung diagnosis TOCS. Terapi TOCS berupa
terapi konservatif dengan mengontrol nyeri dan udem, memperbaiki postur
tubuh, modifikasi gaya hidup, dan terapi pembedahan melalui pendekatan
supraklavikular anterior, transaksila, dan subskapular posterior (Medicina,
2015).

Gambar: Tempat terjadinya nyeri pada bahu


2. Epidemiologi
Dari 1000 orang penderita Thoracic Outltet Syndrome mencapai 3-
80 orang di Amerika Serikat. Thoracic Outlet Syndrome 3 kali lebih banyak
diderita oleh wanita dibandingkan pria dan banyak dijumpai pada pasien
pasien usia 20-55 tahun. Prevalensi pada perempuan tinggi dikarenakan
perempuan memiliki beban yang cenderung besar pada bahu karena adanya
jaringan tambahan yakni payudara pada perempuan, menyempitnya saluran
thoraks, dan anatomi sternum yang lebih rendah mengubah otot-otot
scalene.
3. Etiologi
Thoracic Outlet Compression Syndrome diakibatkan adanya
kompresi terhadap pembuluh darah atau saraf yang terletak di Thoracic
Outlet tepat dibawah tulang selangka. Thoracic Outlet Compression
Syndrome dibagi menjadi tiga jenis yaitu: Thoracic Outlet Compression
Syndrome Arterial (ATOCS), Thoracic Outlet Compression Syndrome
Vena (VTOCS) dan Thoracic Outlet Compression Syndrome Neurogenik
(NTOCS).
4. Patofisiologi
Thoracic Outlet Compression Syndrome diakibatkan oleh 3 jenis
penyebab, yaitu pleksus brakhialis (TOCS neurogenik), arteri (TOCS
arteri), dan vena (TOCS vena). Ketiga jenis tersebut merupakan subjek
yang rentan terjadi kompresi. Penyebab terjadinya kompresi pada Thoracic
Outlet Compression Syndrome karena adanya celah sempit dari pangkal
leher menuju aksila dan lengan bagian atas atau proksimal. Selain itu juga
dapat diakibatkan oleh rusaknya jaringan atau iritasi struktur neurovaskular
pada akar leher atau daerah thoraks bagian atas yang dikelilingi oleh otot
scalenus anterior dan scalenus medialis, antara klavikula dengan kosta
pertama atau diatas pectoralis minor muscle. Penekanan pada daerah yang
terserang Thoracic Outlet Compression Syndrome dapat mengakibatkan
kekurangan saraf utama (menyangkut pleksus brakhialis, arteri dan vena
subclavia). Ditemukan suatu kelemahan otot trapezius akibat cedera saraf
pada tulang belakang mempunyai suatu implikasi langsung terhadap
penyebab Thoracic Outlet Compression Syndrome, sehingga menyebabkan
bahu terasa berat diikuti dengan kompresi sekunder bundelan
neurovascular yang secara khusus diperburuk dengan adanya elevasi
lengan (abduksi).

Gambar: X-ray dari Thoracic Outlet Compression Syndrome


BAB II
MODEL ICF
A. Diagnosis Fisioterapi Hernia Nucleus Pulposus Menurut ICF
Worid Health Organisation (WHO) menyediakan kerangka kerja
yang efektif bagi fisioterapi untuk lebih memahami keadaan dan disabilitas
pasien dan membantu dalam memprioritaskan pilihan pengobatan dengan
International Classification of Functioning Disability and Health (ICF).
WHO-ICF model terintregrasi dengan baik rehabilitasi, dan Edward serta
model ICD. Penelitian di masa harus memeriksa hasil terkait dengan
mpenggunaan model WHO_ICF yang dirancang secara memadai uji klinis.
Berdasarkan ICF, problematika HNP dapat dikategorikan sebagai berikut:

a. Body structur impairment, meliputi: degenerasi discus intervertebralis


(s7608)
b. Body function impairment meliputi: nyeri punggung bawah (b28013).
c. Activity limitation, meliputi:
- keterbatasan perawatan diri (mandi, berpakaian ) (d510)
- aktivitas duduk ( 4103)
- berdiri (d 4104)
- berjalan (d415)
- aktivitas mengangkat (d430)
- tidur (d4100-d4150)
- aktifitas sexual (d7702).
d. Participation restriction, meliputi:
- keterbatasan dalam kehidupan sosial (d9205)
- bepergian melakukan perjalanan (d920)
- berolah raga (d9201).
B. Diagnosis Fisioterapi Thoracic Outlet Compression Syndrome Menurut ICF
a. ICF
1) Body Function
- b798 : Neuromusculoskeletal & movement related function
- b729 : Functions of the joints and bones, other specified and
unspecified
- b730 : Muscle power function
- b7301 : Power of muscle of one limb
2) Body Structure
- s730 : Structure of Upper Extremity
- S7308 : Structure of Upper Extremity, other specified
3) Activities and participation
- d430 : Lifting and carrying object
- d 4300 : lifting
- d 4303 : carrying on shoulders, hip and back
4) Environmental Factors
- e140 : Product and technology for culture, recreation and sport

b. Activity Limitation
1) Mencengkeram

2) Mengangkat tangan

c. Body Function and Structure Impairment (kerusakan)


1) Nyeri pada lengan dan tangan

2) Parasthesia sepanjang lengan dan telapak

3) Kram pada otot lengan

d. Participant Restriction (dibatasi)


1) Keterbatasan dalam beribadah

2) Keterbasan dalam pekerjaan

3) Keterbatasan dalam olahraga


e. Diagnosa Fisioterapi
Gangguan aktivitas fungsional akibat nyeri menjalar dari leher hingga
ke tangan dan bagian punggung akibat kompresi atau penekanan et
causa Thoracic Outlet Cervical Syndrome.

Anda mungkin juga menyukai