Shella Desradini*
UNIVERSITAS JAMBI
2020
HALAMAN PENGESAHAN
Case Report Session
Oleh
Shella Desradini
G1A219008
Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior Bagian
Ilmu Penyakit Saraf RSUD H. Abdul Manap Kota Jambi Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Jambi
PEMBIMBING
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT sebab karena
rahmatNya, laporan kasus atau case report sesion yang berjudul “STROKE NON
HEMORAGIK” ini dapat terselesaikan. Laporan kasus ini dibuat agar penulis dan
teman–teman sesama koass periode ini dapat memahami tentang gejala klinis yang
sering muncul ini. Selain itu juga sebagai tugas dalam menjalankan Kepaniteraan
Klinik Senior di Bagian Ilmu penyakit Saraf RSUD H. Abdul Manap Kota Jambi.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Alfindra Tamin, Sp.S selaku
pembimbing dalam kepaniteraan klinik senior ini dan khususnya pembimbing
dalam laporan kasus ini. Penulis menyadari bahwa laporan ini jauh dari sempurna,
untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran agar lebih baik kedepannya.
Akhir kata, semoga laporan kasus ini bermanfaat bagi kita semua dan dapat
menambah informasi serta pengetahuan kita.
penulis
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
Laporan Kasus
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. KA
Usia : 42 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Dsn. Pancuran gading RT. 10, Tebo
Pekerjaan : Petani
MRS : 5 Agustus 2020
e. Faktor memperberat -
f. Faktor memperingan -
g.Gejala yang menyertai Mulut merot ke kiri, bicara pelo, lidah deviasi ke
kanan
2. Status Generalis
Kepala : Normocephal (+)
Mata : Edema palpebra (-/-), conjungtiva anemis (-/-),
sklera ikterik (-/-), pupil bulat, isokor, ± 3 mm/
± 3 mm, refleks cahaya (+/+), papil edema(-)
THT : Dalam batas normal
Mulut : mulut mencong (-), Bibir sianosis (-), mukosa kering
(-), lidah hiperemis (-), T1-T1, faring hiperemis (-).
Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-)
Dada : Simetris ka=ki
Jantung :
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS IV-V
Perkusi : Batas atas : ICS II Linea Parasternalis Sinistra
Batas kiri : ICS VI Linea Mid Clavicula sinistra
Batas kanan : ICS IV Linea Parasternalis Dextra
Auskultasi : BJ I dan BJ II regular, gallop (-), murmur (-)
Paru :
Inspeksi : Gerakan dinding dada simetris kanan dan kiri
Palpasi : Massa (-), nyeri tekan (-), krepitasi (-), fremitus
taktil sama kanan dan kiri
Perkusi : Fremitus vokal sama kiri dan kanan, Sonor (+/+)
Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronkhi (-/+), wheezing (-/-)
Abdomen :
Inspeksi : Distensi (-), masa (-).
Palpasi : Soepel, nyeri tekan epigastrium (-), undulasi (-),
shifting dullness (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani (+)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Alat kelamin : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas :
Superior :Akral hangat, edema (-)/(-), CRT < 2 dtk
Inferior :Akral hangat, edema (-)/(-), CRT < 2 dtk
4. Status Neurologi
1. Kesadaran kualitatif : Komposmentis
2. Kesadaran kuantitatif (GCS) :15 (E4M6V5)
3. Kepala
a. Bentuk : Normocephal
b. Simetris : (+)
c. Pulsasi : (-)
4. Tanda Rangsang meningeal
a. Kaku kuduk :-
b. Brudzinsky 1 :-
c. Brudzinsky 2 :-
d. Brudzinsky 3 : -|-
e. Brudzinsky 4 : -|-
f. Laseque : -/-
g. Kernig : -/-
a. Nervus kranialis
Nervus Kranialis Kanan Kiri
N I (Olfaktorius)
Subjektif Baik Baik
Objektif (dengan bahan) Baik Baik
N II (Optikus)
Tajam penglihatan Baik Baik
Lapangan pandang Baik Baik
Melihat warna Baik Baik
Funduskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N III (Okulomotorius)
Sela mata Simetris Simetris
Ptosis Tidak ada Tidak ada
Pergerakan bola mata Normal Normal
Nistagmus Tidak ada Tidak ada
Ekso/endotalmus Tidak ada Tidak ada
Pupil :
bentuk Bulat, isokor, 3 mm Bulat, isokor, 3 mm
reflex cahaya + +
reflex konvergensi + +
Melihat kembar - -
N IV (Trochlearis)
Pergerakan bola mata ke Normal Normal
bawah-dalam
Diplopia - -
N V (Trigeminus)
Motorik
Otot Masseter Normal Normal
Otot Temporal Normal Normal
Otot Pterygoideus Normal Normal
Sensorik
Oftalmikus Normal Normal
Maksila Normal Normal
Mandibula Normal Normal
N VI (Abdusen)
Pergerakan bola mata Normal Normal
(lateral)
Diplopia - -
N VII (Fasialis)
Mengerutkan dahi Simetris Simetris
Menutup mata Normal Normal
Memperlihatkan gigi Gigi kanan tidak terlihat Normal
senyum Sudut mulut tertarik ke Normal
kiri
Sensasi lidah 2/3 depan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N VIII (Vestibularis)
Suara berbisik Normal Normal
Detik arloji Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Rinne test Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Weber test Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Swabach test Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Nistagmus Tidak ada Tidak ada
N IX (Glossofaringeus)
Sensasi lidah 1/3 blkg Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Refleks muntah + +
N X (Vagus)
Arkus faring Simetris
Berbicara Baik
Menelan Baik
Refleks muntah Baik
Nadi Normal
N XI (Assesorius)
Menoleh ke kanan + +
Menoleh ke kiri + +
Mengangkat bahu + +
N XII (Hipoglosus)
Kedudukan lidah Tidak bisa dijulurkan
dijulurkan
Atropi papil -
Disartria +
Tremor -
b. Badan dan Anggota Gerak
1. Badan
Motorik Kanan Kiri
Respirasi Simetris Simetris
Duduk simetris simetris
Bentuk kolumna Normal Normal
Vertebralis
Sensibilitas
Raba dalam batas normal
Nyeri dalam batas normal
Thermi tidak dilakukan
Refleks
Reflek kulit perut atas Tidak dilakukan
Reflek kulit perut tengah Tidak dilakukan
Reflek kulit perut bawah Tidak dilakukan
Reflek kremaster Tidak dilakukan
Sensibilitas
Raba dalam batas normal dalam batas normal
Nyeri dalam batas normal dalam batas normal
Thermi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Refleks Fisiologis
Biseps + ++
Triseps + ++
Radius + ++
Ulna + ++
Refleks Patologis
Hoffman-Tromner - -
Sensibilitas
Raba dalam batas normal dalam batas normal
Nyeri dalam batas normal dalam batas normal
Thermi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Refleks Fisiologis
Patella + ++
Achilles + ++
Refleks Patologis
Babinsky + -
Oppenheim - -
Chaddock + -
Schaefer - -
Rosolimo - -
b. Gerakan Abnormal
Tremor : (-)
Atetosis : (-)
Miokloni : (-)
Khorea : (-)
Rigiditas : (-)
c. Alat Vegetatif
Miksi : Tidak ada kelainan
Defekasi : Tidak ada kelainan
P:
Non Medikamentosa :
Pemantuan kesadaran, Tanda vital dan gejala defisit neurologis
Bedrest
Pemasangan kateter
Menjaga tekanan intrakranial : Elevasi kepala 20-30 derajat, memposisikan
pasien dengan menghindari penekanan vena jugular, menjaga suhunya tetap
normal.
Mecegah ulkus dekubitus : miring ke kanan dan kiri setiap 2 jam
Edukasi keluarga :
a. penjelasan sebelum masuk RS (rencana rawat, biaya, pengobatan, prosedur,
masa dan tindakan pemulihan dan latihan, manajemen nyeri, resiko dan
komplikasi
b. Penjelasan mengenai stroke iskemik, resiko dan komplikasi selama perawatan
c. Penjelasan mengenai faktor resiko dan pencegahan stroke berulang
d. Penjelasan program pemulangan pasien
e. Penjelasan mengenai gejala stroke, dan yang harus dilakukan sebelum dibawa
ke RS
f. Edukasi untuk mencegah stroke berulang seperti
Menjaga tekanan darah terkontrol : kelola stres, olahraga, menjaga
berat badan yang ideal, membatasi konsumsi natrium dan alkohol,
mengkonsumsi obat antihipertensi
mengurangi konsumsi makanan berlemak dan banyak mengandung
purin untuk mencegah pasien memiliki kolesterol dan asam urat yang
tinggi
Berhenti merokok
Menjaga kadar gula darah : mengurangi menkonsumsi makanan dan
minuman yang manis dan mengkonsumsi obat diabetes melitus dan
pantau gula darah karena pasien memiliki faktor resiko terjadinya DM.
Mobilisasi bertahap bila hemodinamik dan pernafasan stabil
Medikamentosa :
Nasal kanul 2L/min
IVFD Asering 20 tpm
Inj. Mecobalamin 500 mg / 8 jam
Inj. Citicolin 1000 mg / 12 jam
Inj. Omeprazole 40 mg / 12 jam
Inj. Ceftriaxone 1 g / 24 jam
Po. Aspilet 80 mg / 24 jam
Po. Ambroxol syr 3x1
Usul : CT scan, Rontgen thoraks
V. PROGNOSIS
- Quo ad vitam : dubia ad bonam
- Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
- Quo ad sanationam : dubia ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA
3.1.2. Epidemiologi
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar Kementerian Kesehatan Tahun
2013, prevalensi stroke di Indonesia meningkat dari 8,3% pada tahun 2007
menjadi 12,1% pada tahun 2013. Terdapat perbedaan prevalensi di berbagai
provinsi dengan posisi tiga besar secara berurutan yakni Sulawesi Selatan
(17,9%), daerah Istimewa Yogyakarta (16,9%) dan Sulawesi Tengah
(16,6%).1
Pravelensi stroke meningkat seiring bertambahnya usia, dengan
puncaknya pada usia > 75 tahun. Di indonesia, prevalensi stroke tidak
berbeda berdasarkan jenis kelamin. Namun di Jepang, insidens stroke pada
jenis kelamin laki-laki dua kali lipat dari perempuan yakni masing-masing
442 per 100.000 penduduk dan 212 per 100.000.1
Persentase stroke iskemik lebih tinggi dibandingkan dengan stroke
heoragik menurut laporan AHA tahun 2016 mendapatkan stroke iskemik
mencapai 87% serta sisanya adalah perdarahan intraserebral dan
subachnoid. Hal ini sesuai dengan data stroke registry tahun 2012-2014
terhadap 5.411 pasien stroke di indonesia, mayoritas adalah stroke iskemik
(67%). Demikian pula dari 384 pasien stroke yang menjalani rawat inap di
RSUPN Cipta Mangunkusumo pada tahun 2014 sebanyak 71,4% adalah
stroke iskemik.1
Adapun angka kematian akibat stroke iskemik (11,3%) relatif lebih
kecil dibandingkan stroke perdarahan (17,2%). Secara umum dari 61,9%
pasien stroke iskemik yang dilakukan CT Scan di indonesia di dapatkan
infark terbanyak pada sirkulasi anterior (27%) diikuti infark lakunar(11,7%)
dan infark sirkulasi posterior (4,2%).1
2. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi, seperti usia, jenis kelamin
dan etnis, riwayat keluarga dan genetik
a. Usia, jenis kelamin, ras/suku bangsa
Angka kejadian stroke meningkat seiring dengan
bertambahnya usia, yaitu 0,4% (usia 18-44 tahun), 2,4% (usia 65-74
tahun) hingga 9,7% (usia 75 tahun atau lebih), sesuai dengan studi
framingham yang berskala besar. Hal ini disebabkan oleh
peningkatan terjadinya arterosklerosis seiring peningkatan usia yang
dihubungkan pula dengan faktor risiko stroke lainnya, seperti artrial
fibrilasi dan hipertensi. AF dan hipertensi sering dijumpai pada usia
lanjut.
Laki-laki memiliki risiko stroke 1,25-2,5% kali lebih tinggi
dibandingkan perempuan. Namun, angka ini bereda pada usia lanjut.
Prevalensi stroke pda penduduk amerika perempuan berusia > 75
tahun lebih tinggi dibandingkan laki-laki.
Data pasien stroke di Indonesai juga menunjukkan rerata usia
perempuan lebih tua dibandingkan laki-laki. Hal ini dipikirkan
berhubungan dengan estrogen. Estrogen berpean dalam pencegahan
plak arterosklerosis seluruh pembuluh darah, termasuk pembuluh
darah serebral. Dengan demikian, perempuan pada usia produktif
memiliki proteksi terhadap kejadian penyakit vaskular dan
arterosklerosis yang menyebabkan kejadian stroke lebih rendah
dibandingkan laki-laki. Namun, pada keadaan premenopause dan
menopause yang terjadi pada usia lanjut, produksi estrogen menurun
hingga menurunkan efek proteksi tersebut.
Berdasarkan suku bangsa, didapatkan suku kulit hitam
amerika mengalami resiko stroke lebih tinggi dibandingkan kulit
putih.
b. Riwayat keluarga
Terdapat lima kali lipat peningkatan prevalensi stroke antara
kembar monozigotik dibandingkan dengan pasangan kembar laki-
laki dizigotik yangmenunjukkan kecenderungan genetik untuk
stroke. Pada 1913penelitian kohort kelahiran Swedia menunjukkan
tiga kali lipatpeningkatan kejadian stroke pada laki-laki yangibu
kandungnya meninggal akibat stroke, dibandingkan dengan laki-laki
tanpariwayat ibu yang mengalami stroke. Riwayat keluarga juga
tampaknyaberperan dalam kematian stroke antara populasi Kaukasia
kelas menengah atas di California.
ASPEK KLINIS
Kelainan yang letak atau topisnya di otak mempunyai karakteristik yakni
didapatkan gejala yang kontraleral dari lesi di otak karena umumnya terjadi
penyilangan traktus baik yang desenden maupun asenden. Kelainan yang letaknya
di daerah basal ganglia akan terjadi gejala kelainan gerak seperti : tremor, chorea,
atethosis, hemibalismus, hipertonus dan lain-lain.
3.1.8. Tatalaksana1
Pengobatan pada stroke non hemoragis dibedakan menjadi :
I.Pengobatan Umum
Untuk pengobatan umum ini dipakai patokan 5 B, yaitu
1. Breathing
Harus dijaga agar jalan nafas bebas dan fungsi paru-paru cukup baik.
Fungsi paru sering terganggu karena curah jantung yang kurang, maka
jantung harus dimonitor dengan seksama. Pengobatan dengan oksigen
hanya perlu bila kadar oksigen dalam darah berkurang. pemberian
oksigen jika saturasi oksigen < 95%. Perbaikan jalan nafas termasuk
pemasangan pipa orofaring pada pasien yang tidak sadar, pemberian
bantuan ventilasi pada pasien yang mengalami penurunan kesadaran atau
disfungsi bulbar dengan gangguan jalan nafas. ETT ata laryngeal mask
airway diperlukan pada pasien hipoksia, syok atau pada pasien yang
berisiko mengalami aspirasi.
2. Blood
a. Tekanan darah
Tekanan darah dijaga agar tetap cukup tinggi untuk
mengalirkan darah ke otak. Pada fase akut pada umumnya tekanan
darah meningkat dan secara spontan akan menurun secara gradual.
Pengobatan hipertensi pada fase akut dapat mengurangi tekanan
perfusi yang justru menambah iskemik lagi. Pemberian cairan
kristaloid atau koloid IV dan hindari pemberian hipotonik seperti
glukosa. Bila tekanan darah sistolik < 120mmHg dan cairan sudah
mencukupi dapat diberikan agen vasopresor secara titrasi seperti
norefrinefrin atau efinefrin dengan target tekanan darah sistolik
berkisar 140 mmHg.
b. Komposisi darah
Kadar Hb dan glukosa harus dijaga cukup baik untuk
metabolisme otak. Bila terdapat polisitemia harus dilakukan
hemodilusi. Pemberian infus glukosa harus dihindari karena akan
menambah terjadinya asidosis di daerah infark yang mempermudah
terjadinya edem dan karena hiperglikemia menyebabkan perburukan
fungsi neurologis dan keluaran. Keseimbangan elektrolit harus
dijaga.
c. Bowel
Defekasi dan nutrisi harus diperhatikan. Hindari terjadinya
obstipasi karena akan membuat pasien gelisah. Nutrisi harus cukup,
bila perlu diberikan melalui nasogastric tube jika ada gangguan
menelan atau penurunan kesadaran. Nutrisi enteral paling lambat
diberikan 49 jam, nutri oral dapat diberikan setelah hasil fungsi
menelan baik. Pada keadaan akut, kebutuhan kalori 25-
30kkal/kg/hari.
d. Bladder
Miksi dan balance cairan harus diperhatikan. Jangan sampai
terjadi retensio urin. Bila terjadi inkontinensia, untuk laki-laki harus
dipasang kondom kateter, kalau wanita harus dipasang kateter tetap.
e. Brain
Edema otak dan kejang harus dicegah dan diatasi. Bila terjadi
edema otak, dapat dilihat dari keadaan penderita yang mengantuk,
adanya bradikardi atau dengan pemeriksaan funduskopi, dapat
diberikan manitol. Untuk mengatasi kejang-kejang yang timbul
dapat diberikan Diphenylhydantion atau Carbamazepin.
Pengendalian tekanan intrakranial, pemantauan ketat pada resiko
edema serebri dengan memperhatikan perburukan gejala dan tanda
neurologis pada hari-hari pertama setelah serangan stroke. Sasaran
terapi adalah TIK kurang dari 20 mmhg dan tekanan perfusi otak
>70 mmhg. Penatalaksanaan meliputi elevasi kepala 20-300,
memposisikan pasien dengan menghindari penekanan vena jugular,
menghindari cairan hipotonik dan hipertermia, memberikan manitol
atau furosemid.
Tambahan:
Pengedalian suhu tubuh serta cegah komplikasi lainnya :
1. Mobilisasi dan penilaian dini untuk mencegah komplikasi subakut
dan kontraktur
2. Berikan antibiotik atas indikasi
3. Pencegahan dekubitus
Penatalaksanaan medik umum lainnya :
1. Hiperglikemia ( kadar glukosa darah > 180 mg/dl) diatasi dengan
titrasi insulin, jika hipoglikemia (<50 mg/dl diatasi dengan
dekstrose 40% IV atau infus glukosa 10-20%.
2. Manajemen hipertensi
3. Jika gelisah berikan terapi psikologi atau obat seperti
benzodiazepin atau propofol
4. Analgesik dan anti muntah sesuai indikasi
5. Pemberian antagonis H2 apabila ada indikasi
6. Rehabilitasi
7. Edukasi keluarga
a. Penjelasan sebelum masuk RS (rencana rawat, biaya,
pengobatan, prosedur, masa dan tindakan pemulihan dan
latihan, manajemen nyeri, resiko dan komplikasi
b. Penjelasan mengenai stroke iskemik, resiko dan komplikasi
selama perawatan
c. Penjelasan mengenai faktor resiko dan pencegahan stroke
berulang
d. Penjelasan program pemulangan pasien
e. Penjelasan mengenai gejala stroke, dan yang harus dilakukan
sebelum dibawa ke RS
f. Edukasi untuk mencegah stroke berulang seperti
- Menjaga tekanan darah terkontrol : kelola stres, olahraga, menjaga
berat badan yang ideal, membatasi konsumsi natrium dan alkohol,
mengkonsumsi obat antihipertensi
- Turunkan kolesterol, lemak jenuh dan asam urat : mengurangi
konsumis makanan berlemak dan banyak mengandung purin
- Berhenti merokok
- Menjaga kadar gula darah : mengurangi menkonsumsi makanan dan
minuman yang manis dan mengkonsumsi obat diabetes melitus dan pantau
gula darah.
6. terapi endovaskular
adalah terapi yang menggunakan kateterisasi untuk melenyapkan trombus di
pembuluh darah dengan cara melisiskan trombus secara langsung atau dengan
menarik trombus yang menyumbat dengan alat khusus yaitu tromboektomi
mekanik.
3.1.9. Komplikasi
Komplikasi stroke:5,6
- Infeksi: Infeksi sering terjadi pada pasien stroke dan sering berhubungan
dengan keparahan klinis stroke. Imunosupresi pasca stroke mungkin
menyebabkan aktivasi asympathico-adrenal yang dapat dijumpai setelah
stroke yang berat dan berkontribusi menyebabkan infeksi pada pasien
stroke. Infeksi yang paling sering adalah ISK dan Pneumonia.
- Tromboemboli vena (Deep venous thromboembolism and pulmonary
embolism): frekuensi dan penyebab DVT dilaporkan terjadi pada 10-15%
pasien dan emboli pulmonal pada 3-4% pasien setelah stroke. Sejumlah
faktor yang meningkatkan resiko tromboemboli vena adalah imobilisasi,
dan juga komorbiditas yang meningkatkan resiko termasuk kondisi
neoplastik serta predisposisi genetik untuk tromboemboli vena.
- Komplikasi pada jantung: Komplikasi jantung adalah komplikasi yang
paling umum terjadi setelah stroke, seperti aritmia, dalam bentuk atrial
fibrilasi, penyakit jantung iskemik dan gagal jantung kongestif.
- Resiko jatuh: pasien dengan stroke beresiko tinggi untuk jatuh. Usia tua,
infeksi, gangguan kognitif, depresi, gangguan penglihatan, gangguan
keseimbangan, tungkai yang lemah, gangguan sensorik dapat meningkatkan
resiko jatuh.
- Depresi: hilangnya harapan, hilangnya kesenangan, kesulitan tidur dan
merasa bersalah akan kondisi dirinya dan selalu menyendiri.
- Edema cerebri dan peningkatan tekanan intracranial yang dapat
menyebabkan herniasi atau kompresi batang otak
- Kejang
- Gangguan daily life activity
3.1.10. Prognosis
Stroke berikutnya dipengaruhi oleh sejumlah faktor, yang paling
penting adalah sifat dan tingkat keparahan defisit neurologis yang
dihasilkan. Usia pasien, penyebab stroke, gangguan medis yang terjadi
bersamaan juga mempengaruhi prognosis. Secara keseluruhan, agak kurang
dari 80% pasien dengan stroke bertahan selama paling sedikit 1 bulan, dan
didapatkan tingkat kelangsungan hidup dalam 10 tahun sekitar 35%.
Angka yang terakhir ini tidak mengejutkan, mengingat usia lanjut di
mana biasanya terjadi stroke. Dari pasien yang selamat dari periode akut,
sekitar satu setengah sampai dua pertiga kembali fungsi independen,
sementara sekitar 15% memerlukan perawatan institusional. Adapun
prognosis ad vitam, ad sanatinam dan ad fungsionam pasien biasanya dubia
ad bonam.1
BAB IV
ANALISA KASUS
Faktor resiko ini meningkatkan terjadinya stroke pada pasien ini dengan
cara meningkatkan kejadian arterosklerosis yang menjadi patofisiologi terjadinya
stroke.
adapun penilaian siriraj stroke score pada pasien ini yaitu – 3 didapatkan dari :
kesadaran : kompos mentis = 0 x 2,5
muntah : tidak ada = 0 x 2
nyeri kepala : tidak ada = 0 x 2
tekanan diastolik : 80 x 10 %
ateroma : tidak ada = 0 x 3
konstanta : - 12
total : -4
sehingga dapat memperkuat stroke non hemoragik karena < -1.
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat diperkirakan topis pada pasien
ini di hemisfer serebri sinistra. Dapat terkena dilobus frontal/parietal/pons/medula
oblongata karena adanya hemiparesis yang dapat berasal dari lobus frontal/pareital.
Sehingga arteri yang diduga mengalami iskemik dapat berupa cabang sirkulasi
anterior : a. Serebri anterior/ media. Tetapi untuk membedakan lokasi lesi dan jenis
stroke secara pasti harus dilakukan pemeriksaan penunjang berupa CT scan kepala,
dimana CT scan merupakan gold standar dari penegakan diagnosa stroke.
KESIMPULAN
Stroke adalah gangguan fungsi saraf akut karena gangguan sirkulasi darah
serebral yang dapat terjadi beberapa detik sampai beberapa jam sehingga
menimbulkan gejala defisit neurologi fokal atau global sesuai daerah yang terkena.
Pada kasus ini stroke yang terjadi adalah stroke non hemoragik. Stroke non
hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh menurunnya/ tidak adanya aliran
darah ke otak akibat obstruksi pada pembuluh darah pada suatu area otak sehingga
area tersebut terjadi penurunan reperfusi dan menyebabkan suatu infark. Stroke non
hemoragil dapat terjadi karena trombus atau emboli.
DAFTAR PUSTAKA