UNIVERSITAS JAMBI
2021
HALAMAN PENGESAHAN
DISUSUN OLEH
Bagian Ilmu Penyakit Saraf RSUD Raden Mattaher/ Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Jambi
PEMBIMBING
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa sebab
karena kasih-Nya, laporan kasus atau case report sesion (CRS) yang berjudul
“Epilepsi Simpyomatik ec Stroke Non Hemoragik” ini dapat terselesaikan. Laporan
kasus ini dibuat agar penulis dan teman–teman sesama koas periode ini dapat
memahami tentang gejala klinis dan bagaimana alur penegakan diagnose serta
tatalaksana pada pasien epilepsi dan stroke non hemoragik (SNH). Selain itu case
report sesion (CRS) ini dibuat sebagai tugas dalam menjalankan Kepaniteraan Klinik
Senior di Bagian Ilmu penyakit Saraf RSUD Raden Mattaher Jambi.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Nur Amaliah Verbty, Sp.S
selaku pembimbing dalam kepaniteraan klinik senior ini dan khususnya pembimbing
dalam laporan kasus ini. Penulis menyadari bahwa laporan ini jauh dari sempurna,
Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran agar lebih baik kedepannya. Akhir
kata, semoga laporan kasus ini bermanfaat bagi kita semua dan dapat menambah
informasi serta pengetahuan kita.
Epilepsi merupakan salah satu penyakit otak yang sering ditemukan dan
merupakan salah satu penyakit neurologi tertua, ditemukan pada semua umur dan
dapat menyebabkan hendaya serta mortalitas. Diduga terdapat sekitar 50 juta orang
dengan epilepsi di dunia.1
Stroke adalah suatu sindrom klinis gangguan fungsi saraf akut oleh karena
terganggunya sirkulasi darah cerebri yang bersifat mendadak (menit-jam) yang dapat
menyebabkan gangguan fungsi fokal maupun global. Stroke dapat disebabkan baik
oleh perdarahan spontan atau suplai darah yang tidak adekuatnya ke suatu bagian otak
sebagai akibat aliran darah yang rendah, trombosis, dan emboli yang berhubungan
dengan suatu penyakit pembuluh darah, jantung atau darah (stroke iskemik atau infark
serebri) .Stroke merupakan suatu kondisi yang terjadi ketika pasokan darah ke suatu
bagian otak tiba-tiba terganggu. Bekas penderita stroke bisa terserang. Dalam jaringan
otak, kurangnya aliran darah menyebabkan serangkaian reaksi bio-kimia, dapat
menimbulkan serangan kejang pada penderita stroke.4,5
BAB II
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. L
Usia : 54 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Merlung
Pekerjaan : Kepala Sekolah
MRS : 27-12- 2020
Daftar Masalah
Masalah
No Masalah Aktif Tanggal Tanggal
Pasif
1 Kejang 26 Desember
2020
2 Hemiparase Dextra 26 Desember
2020
3 DM Tipe II Tidak 4 tahun yang
Terkontrol lalu
4 Hiperlipidemia 28 Desember
2020
3. Status Psikitus
Cara berpikir : Disorientasi
Perasaan hati : Labil
Tingkah laku : Tampak bingung dan gelisah
Ingatan : Terganggu
Kecerdasan : Tergan
4. Status Neurologi
1. Kesadaran kualitatif : Compos Mentis
2. Kesadaran kuantitatif (GCS) :15 (E4M6V4)
3. Tanda Rangsang meningeal
a. Kaku kuduk : -
b. Brudzinsky 1 :-
c. Brudzinsky 2 :-
d. Brudzinsky 3 : -|-
e. Brudzinsky 4 : -|-
4. Tanda Rangsang Radikuler :
a. Laseque : -/-
b. Kontra laseque : -/-
c. Pattrick : -/-
d. Kontra Patrick : -/-
a. Nervus kranialis
Nervus Kranialis Kanan Kiri
N I (Olfaktorius)
Subjektif + +
Objektif (dengan
+ +
bahan)
N II (Optikus)
Tajam penglihatan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Lapangan pandang normal normal
Melihat warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Funduskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N III (Okulomotorius)
Ptosis Tidak ada Tidak ada
Pergerakan bola mata Normal Normal
Nistagmus Tidak ada Tidak ada
Ekso/endotalmus Tidak ada Tidak ada
Pupil :
Bentuk Bulat, isokor, 3 mm Bulat, isokor, 3 mm
reflex cahaya + +
langsung dan tidak + +
langsung)
reflex konvergensi + +
Melihat kembar - -
N IV (Trochlearis)
Pergerakan bola mata Normal Normal
ke bawah-dalam
Diplopia - -
N V (Trigeminus)
Motorik
Otot Masseter Normal Normal
Otot Temporal Normal Normal
Otot Pterygoideus Normal Normal
Sensorik
Oftalmikus Normal Normal
Maksila Normal Normal
Mandibula Normal Normal
N VI (Abdusen)
Pergerakan bola mata Normal Normal
(lateral)
Diplopia - -
N VII (Fasialis)
Mengerutkan dahi Simetris Simetris
Menutup mata Normal Normal
Memperlihatkan gigi
Senyum Sudut
Tidak Mulut terdorong ke arah
normal kiri
Normal
Sudut Mulut terdorong ke arah kiri
Sensasi lidah 2/3 Normal Normal
depan
N VIII (Vestibularis)
Suara berbisik Normal Normal
Detik arloji Normal Normal
Rinne test Positif Positif
Weber test Tidak ada lateralisasi Tidak ada lateralisasi
Swabach test Sama dengan pemeriksa Sama dengan pemeriksa
Nistagmus Tidak ada Tidak ada
N IX (Glossofaringeus)
Sensasi lidah 1/3 blkg Normal Normal
Refleks muntah Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N X (Vagus)
Arkus faring Simetris
Berbicara Terganggu
Menelan Baik
Refleks muntah Tidak dilakukan
Nadi Normal
N XI (Assesorius)
Menoleh ke kanan + +
Menoleh ke kiri + +
Mengangkat bahu + +
N XII (Hipoglosus)
Kedudukan lidah Sulit dijulurkan keluar
dijulurkan
Atropi papil -
Disartria +
Tremor -
Sensibilitas
Raba dalam batas normal dalam batas normal
Nyeri dalam batas normal dalam batas normal
Thermi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Refleks Fisiologis
Patella normal normal
Achilles normal normal
Refleks Patologis
Babinsky - -
Oppenheim - -
Chaddock - -
Schaefer - -
Rosolimo - -
Bing - -
Mendel battraw -
4 Koordinasi, Gait, Keseimbangan
Cara berjalan : Tidak dilakukan
Test Romberg : Tidak dilakukan
Disdiadokinesis : Tidak dilakukan
Ataksia : Tidak dilakukan
Rebound phenomen : Tidak dilakukan
Dismetria : Tidak dilakukan
5. Gerakan Abnormal
Tremor : (-)
Atetosis : (-)
Miokloni : (-)
Khorea : (-)
Rigiditas : (-)
6. Alat Vegetatif
Miksi : Tidak ada kelainan
Defekasi : Tidak ada kelainan
7. Test Tambahan
Test Nafziger : (-)
Test Valsava : (-)
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
Darah rutin (28 Desember 2020 )
- WBC : 10.3 103/mm3 (3.5-10.0)
- RBC : 5.50 106/mm3 (3.80-5.80)
- HGB : 14.6 g/dl (11.0-16.5)
- HCT : 44.0 % (35.0-50.0)
- PLT : 353 103/mm3 (150-390)
- PCT : 0.171 % (0.1-0.28)
Interpretation :
-Perekaman otak dilakukan saat bangun, didapatkan gelombang dengan irama dasar
alpha, frekuensi 9-10 Hz/dtk, voltase sedang, waxing dan waning, berkurang saat
buka mata
-Didapatkannya gelombang abnormal epileptiform dalam bentuk sharp, frekuensi 1-2
Hz/detik, voltase tinggi, terutama di daerah temporal kanan
-Pada stimulasi photic tidak didapatkan adanya photic driving
-Pada stimulasi hyperventilasi tidak didapatkannya perlambatan irama dasar
-Pada perekaman didaptkan adanya EKG dengan irama sinus
Classification :
EEG Abnormal III
- Sharp Wave Temporal Kanan
Impression :
EEG saat perekaman ini abnormal mengindikasikan adanya potensial epileptogenicity
di regio temporal kanan.
TATALAKSANA
Non Medikamentosa :
Pemantauan jalan nafas selama kejang edukasi kepada keluarga untuk
memiringkan kepala pasien saat kejang agar jalan nafas nya baik
Pemantuan tanda vital dan gejala defisit neurologis
Pemantauan kejang dan pencatatan durasi serta frekuensi kejang
Pemasangan kateter
Menghindari aktivitas sendiri tanpa pantauan keluaga untuk mencegah bahaya
apabila adanya kejang berulang
Latihan menggerakkan anggota gerak 10 kali diangkat kedepan, keatas, kekanan,
kekiri, kebelakang, latihan menggerakkan jari, latihan berjinjit dan melangkah
sesering mungkin untuk melatih otot yang mengalami kelemahan.
a. Edukasi untuk mencegah stroke berulang seperti
Mengatur pola hidup yang baik dengan makanan bergizi, mengurangi
kebiasaan makan gorengan, dan makanan berlemak, serta berolahraga untuk
mencegah karena pasien memiliki kolesterol
Menjaga kadar gula darah : mengurangi menkonsumsi makanan dan
minuman yang manis dan mengkonsumsi obat diabetes melitus dan pantau
gula darah karena pasien memiliki faktor resiko terjadinya DM.
Medikamentosa :
- IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/I
- Inj. Phenitoin 2 x 100 cc
- Inj. Ranitidin 2 x 1 amp ( 25 mg )
- Inj. Citikolin 2 x 500 mg
- P.O Aspilet 1x 80 mg
- P.O Simvastatin 1 x 10 mg
- P.O Glimepirid 1x 2 mg
- P.O Metformin 3 x 500 mg
- P.O Siprofloxacin 3 x 500 mg
- P.O As Mefenamat 3 x 500 mg
V. PROGNOSIS
- Quo ad vitam : dubia ad bonam
- Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
- Quo ad sanationam : dubia ad bonam
FOLLOW UP PASIEN
Tanggal S O A P
28 Desember Kejang berulang KU : Tampak Epilepsi ● IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
2020 pada bagian tubuh sakit sedang Simptomatik
● Inj. Phenitoin 900 mg
sebelah kanan Kesadaran : + Hemiparase
sebanyak 16x GCS 14 Dextra ec Nacl 0,9% 50 ml
durasi kejang 3-4 (E4V4M6) Stroke Non
● Inj. Ranitidin 2 x 1 am
menit, jarak antar TD : 130/90 Hemoragik
kejang 10 menit mmHg ( 25 mg )
saat kejang pasien T : 36,7ºC ● Inj. Citikolin 2 x 500 mg
tidak sadar, setelah RR : 24x/i
kejang pasien N : 88 x/i ● P.O Aspilet 1x 80 mg
sadar, selama SpO2 : 99% ● P.O Glimepirid 1x 2 mg
kejang otot wajah
GDS : 395
kanan nya kejang, ● P.O Metformin 3 x 500 mg
mulutnya seperti
● P.O Simvastatin 1 x 10 mg
mengunyah, dan
matanya berkedip
kedip lalu diikuti
kejang pada tangan
kannnya
Kelemahan
angggota gerak
kanan setelah
kejang
Bicara pelo
Nyeri kepala
(-),Mual muntah(-),
demam(-),
Penurunan
kesadaran(-)
29 Desember Kejang berulang KU : Tampak Epilepsi IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
2020 pada tubuh sisi sakit sedang Simptomatik
Inj. Phenitoin 2 x 100 cc
kanan sebanyak Kesadaran : + Hemiparase
12x dengan durasi GCS 14 Dextra ec Inj. Ranitidin 2 x 1 am
3-4 menit (E4V4M6) Stroke Non
( 25 mg )
Kelemahan TD : 120/80 Hemoragik
angggota gerak mmHg Inj. Citikolin 2 x 500 mg
sebelah kanan T : 36,5 ºC
Bicara pelo RR : 22x/i P.O Aspilet 1x 80 mg
Nyeri kepala N : 90 x/i P.O Glimepirid 1x 2 mg
(-),Mual muntah(-), SpO2 : 99%
demam(-), GDS : 345 P.O Metformin 3 x 500 mg
Penurunan
P.O Simvastatin 1 x 10 mg
kesadaran(-)
30 Desember Kejang berulang KU : Tampak Epilepsi IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
2020 pada tubuh sisi sakit sedang Simptomatik
Inj. Phenitoin 2 x 100 cc
kanan sebanyak 7x Kesadaran : + Hemiparase
dengan durasi 3-4 GCS 14 Dectra ec Inj. Ranitidin 2 x 1 am
menit (E4V4M6) Stroke Non
( 25 mg )
Kelemahan TD : 120/80 Hemoragik
angggota gerak mmHg Inj. Citikolin 2 x 500 mg
sebelah kanan T : 36,6 ºC
Bicara pelo RR : 23 x/i P.O Aspilet 1x 80 mg
Nyeri kepala N : 87 x/I P.O Glimepirid 1x 2 mg
(-),Mual muntah(-), SpO2 : 99%
demam(-), GDS : 286 P.O Metformin 3 x 500 mg
Penurunan
P.O Simvastatin 1 x 10 mg
kesadaran(-)
31 Desember Kejang berulang (-) KU : Tampak Epilepsi IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
2020 Kelemahan sakit sedang Simptomatik
Inj. Phenitoin 2 x 100 cc
angggota gerak Kesadaran : + Hemiparase
sebelah kanan GCS 14 Dectra ec Inj. Ranitidin 2 x 1 am
Bicara pelo (E4V4M6) Stroke Non
( 25 mg )
Nyeri lidah karena TD : 110/70 Hemoragik +
ada luka bekas mmHg Vulnus Inj. Citikolin 2 x 500 mg
gigitan T : 36,6 ºC Morsum
Nyeri kepala RR : 22 x/i P.O Aspilet 1x 80 mg
(-),Mual muntah(-), N : 85 x/i P.O Glimepirid 1x 2 mg
demam(-), SpO2 : 99%
Penurunan P.O Metformin 3 x 500 mg
kesadaran(-) P.O Simvastatin 1 x 10 mg
P.O Siprofloxacin 3 x 50
mg
P.O As Mefenamat 3 x 50
mg
1 Januari 2020 Kejang berulang (-) KU : Tampak Epilepsi IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
Kelemahan sakit sedang Simptomatik
Inj. Phenitoin 2 x 100 cc
angggota gerak Kesadaran : + Hemiparase
sebelah kanan (+) GCS 14 Dectra ec Inj. Ranitidin 2 x 1 am
Bicara pelo (E4V4M6) Stroke Non
( 25 mg )
Nyeri lidah karena TD : 110/70 Hemoragik +
ada luka bekas mmHg Vulnus Inj. Citikolin 2 x 500 mg
gigitan T : 36,5ºC Morsum
Nyeri kepala (-), RR : 24 x/i P.O Aspilet 1x 80 mg
Mual muntah(-), N : 90 x/i P.O Glimepirid 1x 2 mg
demam(-), SpO2 : 99%
Penurunan P.O Metformin 3 x 500 mg
kesadaran(-) P.O Simvastatin 1 x 10 mg
P.O Siprofloxacin 3 x 50
mg
P.O As Mefenamat 3 x 50
mg
2 Januari 2020 Kejang berulang (-) KU : Tampak Epilepsi IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
Kelemahan sakit sedang Simptomatik
angggota gerak Kesadaran : + Stroke Non Inj. Phenitoin 2 x 100 cc
sebelah kanan (-) GCS 15 Hemoragik + Inj. Ranitidin 2 x 1 am
Bicara pelo (E4V5M6) Vulnus
TD : 120/70 Morsum ( 25 mg )
Nyeri lidah karena
ada luka bekas mmHg Inj. Citikolin 2 x 500 mg
gigitan T : 36,8 ºC
Nyeri kepala (-), RR : 24 x/i P.O Aspilet 1x 80 mg
Mual muntah(-), N : 90 x/i P.O Glimepirid 1x 2 mg
demam(-), SpO2 : 97%
Penurunan P.O Metformin 3 x 500 mg
kesadaran(-) P.O Simvastatin 1 x 10 mg
P.O Siprofloxacin 3 x 50
mg
P.O As Mefenamat 3
500 mg
3 Januari 2020 Kejang berulang (-) KU : Tampak Epilepsi IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
Kelemahan sakit sedang Simptomatik
Inj. Phenitoin 2 x 100 cc
angggota gerak Kesadaran : + Stroke Non
sebelah kanan (-) GCS 15 Hemoragik + Inj. Ranitidin 2 x 1 am
Bicara pelo (E4V5M6) Vulnus
Morsum ( 25 mg )
Nyeri lidah karena TD : 120/80
ada luka bekas mmHg Inj. Citikolin 2 x 500 mg
gigitan T : 36,7ºC
Nyeri kepala P.O Aspilet 1x 80 mg
RR : 20 x/i
(-),Mual muntah(-), N : 88 x/i P.O Glimepirid 1x 2 mg
demam(-), SpO2 : 96%
Penurunan P.O Metformin 3 x 500 mg
kesadaran(-) P.O Simvastatin 1 x 10 mg
P.O Siprofloxacin 3 x 50
mg
P.O As Mefenamat 3
500 mg
4 Januari 2020 Kejang berulang (-) KU : Tampak Epilepsi IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
Kelemahan sakit sedang Simptomatik
Inj. Phenitoin 2 x 100 cc
angggota gerak Kesadaran : + Stroke Non
sebelah kanan (-) GCS 15 Hemoragik + Inj. Ranitidin 2 x 1 am
Bicara pelo (E4V5M6) Vulnus
TD : 120/80 Morsum ( 25 mg )
Nyeri lidah karena
ada luka bekas mmHg Inj. Citikolin 2 x 500 mg
gigitan T : 36,8 ºC
Nyeri kepala (-), RR : 24 x/i P.O Aspilet 1x 80 mg
Mual muntah(-), N : 94x/i P.O Glimepirid 1x 2 mg
demam(-), SpO2 : 99%
Penurunan P.O Metformin 3 x 500 mg
kesadaran(-) P.O Simvastatin 1 x 10 mg
P.O Siprofloxacin 3 x 50
mg
P.O As Mefenamat 3
500 mg
5 Januari 2020 Kejang berulang (-) KU : Tampak Epilepsi IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
Kelemahan sakit sedang Simptomatik
Inj. Phenitoin 2 x 100 cc
angggota gerak Kesadaran : + Stroke Non
sebelah kanan (-) GCS 15 Hemoragik + Inj. Ranitidin 2 x 1 am
Bicara pelo (E4V5M6) Vulnus
Morsum ( 25 mg )
Nyeri lidah karena TD : 110/70
ada luka bekas mmHg Inj. Citikolin 2 x 500 mg
gigitan T : 36,5ºC
Nyeri kepala (-), RR : 24 x/i P.O Aspilet 1x 80 mg
Mual muntah(-), N : 90 x/i P.O Glimepirid 1x 2 mg
demam(-), SpO2 : 99%
Penurunan P.O Metformin 3 x 500 mg
kesadaran(-) P.O Simvastatin 1 x 10 mg
P.O Siprofloxacin 3 x 50
mg
P.O As Mefenamat 3
500 mg
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Otak
3.1.1 Anatomi
Otak terletak dalam rongga cranium , terdiri atas semua bagian system saraf pusat
(SSP) diatas korda spinalis. Secara anatomis terdiri dari cerebrum cerebellum,
brainstem, dan limbic system. Secara garis besar, sistem saraf dibagi menjadi 2, yaitu
sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi. Sistem saraf pusat (SSP) terbentuk oleh otak
dan medulla spinalis. Sistem saraf disisi luar SSP disebut sistem saraf tepi (SST).
Fungsi dari SST adalah menghantarkan informasi bolak balik antara SSP dengan
bagian tubuh lainnya.6
Otak merupakan bagian utama dari sistem saraf, dengan komponen bagiannya
adalah:
1. Cerebrum
Bagian otak yang terbesar yang terdiri dari sepasang hemisfer kanan dan kiri dan
tersusun dari korteks. Korteks ditandai dengan sulkus (celah) dan girus.
Cerebrum dibagi menjadi beberapa lobus, yaitu:
a. Lobus Frontalis
b. Lobus Temporalis
c. Lobus parietalis
d. Lobus oksipitalis
2. Cerebellum
Cerebellum adalah struktur kompleks yang mengandung lebih banyak neuron
dibandingkan otak secara keseluruhan. Memiliki peran koordinasi yang penting dalam
fungsi motorik yang didasarkan pada informasi somatosensori yang diterima,
inputnya 40 kali lebih banyak dibandingkan output. Cerebellum merupakan pusat
koordinasi untuk keseimbangan dan tonus otot. Mengendalikan kontraksi otot-otot
volunter secara optimal.6
3. Brainstem
Berfungsi mengatur seluruh proses kehidupan yang mendasar. Berhubungan
dengan diensefalon diatasnya dan medulla spinalis dibawahnya. Struktur-struktur
fungsional batang otak yang penting adalah jaras asenden dan desenden traktus
longitudinalis antara medulla spinalis dan bagian-bagian otak, anyaman sel saraf dan
12 pasang saraf cranial.Batang otak terdiri dari tiga bagian, yaitu:
a. Mesensefalon atau otak tengah (disebut juga mid brain) adalah bagian teratas
dari batang otak yang menghubungkan serebrum dan serebelum. Saraf kranial
III dan IV diasosiasikan dengan otak tengah. Otak tengah berfungsi dalam hal
mengontrol respon penglihatan, gerakan mata, pembesaran pupil mata,
mengatur gerakan tubuh dan pendengaran.
b. Pons merupakan bagian dari batang otak yang berada diantara midbrain dan
medulla oblongata. Pons terletak di fossa kranial posterior. Saraf Kranial (CN)
V diasosiasikan dengan pons.
c. Medulla oblongata adalah bagian paling bawah belakang dari batang otak yang
akan berlanjut menjadi medulla spinalis. Medulla oblongata terletak juga di
fossa kranial posterior. CN IX, X, dan XII disosiasikan dengan medulla,
sedangkan CN VI dan VIII berada pada perhubungan dari pons dan medulla.6
Vaskularisasi
Otak memperoleh darah melalui dua sistem yakni sistem karotis (arteri karotis
interna kanan dan kiri) dan sistem vertebral. Arteri koritis interna, setelah
memisahkan diri dari arteri karotis komunis, naik dan masuk ke rongga tengkorak
melalui kanalis karotikus, berjalan dalam sinus kavernosum, mempercabangkan arteri
oftalmika untuk nervus optikus dan retina, akhirnya bercabang dua: arteri serebri
anterior dan arteri serebri media. Untuk otak, sistem ini memberi darah bagi lobus
frontalis, parietalis dan beberapa bagian lobus temporalis.7
- Otak disuplai oleh dua arteri carotis interna dan dua arteri vertebralis.
- Keempat arteri ini beranastomosis pada permukaan inferior otak dan membentuk
sirkulus Willisi.
- Vena-vena otak tidak mempunyai jaringan otot didalam dindingnya yang sangat
tipis dan tidak mempunyai katup. Vena tersebut keluar dari otak dan bermuara ke
dalam sinus venosus cranialis.
- Sistem karotis terutama melayani kedua hemisfer otak, dan sistem vertebrabasilaris
terutama memberi darah bagi batang otak, serebelum dan bagian posterior hemisfer.
Aliran darah di otak (ADO) dipengaruhi terutama 3 faktor. Dua faktor yang paling
penting adalah tekanan untuk memompa darah dari sistem arteri-kapiler ke sistem
vena, dan tahanan (perifer) pembuluh darah otak. Faktor ketiga, adalah faktor darah
sendiri yaitu viskositas darah dan koagulobilitasnya (kemampuan untuk membeku).8
1. Trombus
Trombus adalah bekuan darah yang menempel dinding vaskuler, proses
terbentuknya trombus disebut dengan trombosis. Trombus mulai terbentuk karena
permukaan tempat darah mengalir yaitu endotel mengalami kerusakan yang dikenal
sebagai disfungsi endotel. Adanya disfungsi endotel ini akan mengundang trombosit
untuk melakukan adhesi dan selanjutnya dengan bantuan faktor-faktor pembekuan
darah akan terjadi agregasi trombosit dan terbentuklah bekuan darah yang komponen
utamanya berupa trombosit. Adanya trombus yang masih melekat pada dinding ini
akan mengakibatkan gangguan aliran karena trombus tersebut berpotensi untuk
membesar dan sewaktu-waktu trombus tersebut dapat terlepas dari tempat
perlekatannya dan berjalan mengikuti aliran darah yang disebut sebagai embolus.
Stroke trombotik yaitu stroke yang disebabkan karena adanya penyumbatan lumen
pembuluh darah otak karena trombus yang makin lama makin menebal, sehingga
aliran darah menjadi tidak lancar. Penurunan aliran darah ini menyebabkan iskemia.
Trombosis serebri adalah obstruksi aliran darah yang terjadi pada proses oklusi satu
atau lebih pembuluh darah lokal.
2. Embolus
Embolus adalah suatu benda asing yang tersangkut pada suatu tempat dalam
sirkulasi darah. Benda tersebut ikut terbawa oleh aliran darah dan berasal dari suatu
tempat lain pada sirkulasi darah. Embolus 95 % berasal dari trombus. Embolus akan
menimbulkan gangguan apabila diameter pembuluh darah yang dilalui lebih kecil
daripada diameter embolus tersebut sehingga terjadilah oklusi pembuluh darah secara
mendadak. Apabila embolus sudah menyumbat arteri ke otak, maka aliran darah akan
terhenti dan mengakibatkan infark jaringan otak. Emboli merupakan 32% dari
penyebab stroke non hemoragik.11
ASPEK KLINIS
Kelainan yang letak atau topisnya di otak mempunyai karakteristik yakni
didapatkan gejala yang kontraleral dari lesi di otak karena umumnya terjadi
penyilangan traktus baik yang desenden maupun asenden. Kelainan yang letaknya di
daerah basal ganglia akan terjadi gejala kelainan gerak seperti : tremor, chorea,
atethosis, hemibalismus, hipertonus dan lain-lain.
Perbedaan Stroke Hemoragik Dan Non Hemoragik
ALGORITMA GAJAH MADA DAN SIRIRAJ STROKE SCORE
Interpretasi:
- Skor < -1 : Curiga SNH
- -1 s/d 1 : Ragu-ragu
- ≥1 : SH
3.3.9 Tatalaksana6
Pada fase akut pengobatan ditujukan untuk membatasi kerusakan otak
semaksimal mungkin agar kecacatan yang ditimbulkan menjadi seminimal mungkin.
Untuk daerah yang mengalami infark, kita tidak bisa berbuat banyak. Yang penting
adalah menyelamatkan daerah di sekitar infark yang disebut daerah penumbra.
Neuron-neuron di daerah penumbra ini sebenarnya masih hidup, akan tetapi
tidak dapat berfungsi oleh karena aliran darahnya tidak adekuat. Daerah inilah yang
harus diselamatkan agar dapat berfungsi kembali. Untuk keperluan tersebut maka
aliran darah di daerah tersebut harus diperbaiki.
Menurut hukum Hagen-Poisseuille, viskositas darah memegang peranan
penting. Viskositas darah dipengaruhi oleh :
Hematokrit
Plasma fibrinogen
Rigiditas eritrosit
Agregasi trombosit
1. Trombolisis
Satu- satunya obat yang diakui FDA sebagai standar adalah pemakaian r-TPA
(Recombinant - Tissue Plasminogen Activator) yang diberikan pada penderita stroke
iskemik dengan syarat tertentu baik i.v maupun arterial dalam waktu kurang dari 4,5
jam setelah onset stroke, dalam dosis 0,6 - 0,9 mg/kg (max 90 mg) dan 10% dari dosis
tersebut diberikan bolus IV sedangkan sisanya diberikan dalam 1 jam.
2. Antikoagulan
Obat yang diberikan adalah heparin atau heparinoid (fraxiparine). Efek
antikoagulan heparin adalah inhibisi terhadap faktor koagulasi dan mencegah atau
memperkecil pembentukkan fibrin dan propagasi trombus. Antikoagulansia mencegah
terjadinya gumpalan darah dan embolisasi trombus. Antikoagulansia masih sering
digunakan pada penderita stroke dengan kelainan jantung yang dapat menimbulkan
embolus. Warfarin dapat mencegah terjadinya stroke emboli kardiogenik dan
mencegah emboli berulang pada keadaan resiko mayor dapat dimulai dari dosis 2 mg
per hari dengan target INR 2,0-3,0.
3. Anti agregasi trombosit
Obat yang dipakai untuk mencegah pengumpulan sehingga mencegah
terbentuknya trombus yang dapat menyumbat pembuluh darah. Obat ini dapat
digunakan pada TIA. Obat yang banyak digunakan adalah asetosal (aspirin) dengan
dosis 40 mg – 1,3 gram/hari dimana dosis awal 325 mg dalam 12 jam setelah onset
stroke. Akhir-akhir ini digunakan tiklopidin dengan dosis 2 x 250 mg.
4. Neuroprotektor
Mencegah dan memblok proses yang menyebabkan kematian sel-sel terutama
di daerah penumbra. Berperan dalam menginhibisi dan mengubah reversibilitas
neuronal yang terganggu akibat ischemic cascade. Obat-obat ini misalnya piracetam,
citikolin, nimodipin, pentoksifilin.
5. Terapi endovaskular
Adalah terapi yang menggunakan kateterisasi untuk melenyapkan trombus di
pembuluh darah dengan cara melisiskan trombus secara langsung atau dengan
menarik trombus yang menyumbat dengan alat khusus yaitu tromboektomi mekanik.
3.3.10 Komplikasi
Komplikasi stroke:10
- Infeksi: Infeksi sering terjadi pada pasien stroke dan sering berhubungan
dengan keparahan klinis stroke. Imunosupresi pasca stroke mungkin
menyebabkan aktivasi asympathico-adrenal yang dapat dijumpai setelah
stroke yang berat dan berkontribusi menyebabkan infeksi pada pasien stroke.
Infeksi yang paling sering adalah ISK dan Pneumonia.
- Tromboemboli vena (Deep venous thromboembolism and pulmonary
embolism): frekuensi dan penyebab DVT dilaporkan terjadi pada 10-15%
pasien dan emboli pulmonal pada 3-4% pasien setelah stroke. Sejumlah faktor
yang meningkatkan resiko tromboemboli vena adalah imobilisasi, dan juga
komorbiditas yang meningkatkan resiko termasuk kondisi neoplastik serta
predisposisi genetik untuk tromboemboli vena.
- Komplikasi pada jantung: Komplikasi jantung adalah komplikasi yang paling
umum terjadi setelah stroke, seperti aritmia, dalam bentuk atrial fibrilasi,
penyakit jantung iskemik dan gagal jantung kongestif.
- Resiko jatuh: pasien dengan stroke beresiko tinggi untuk jatuh. Usia tua,
infeksi, gangguan kognitif, depresi, gangguan penglihatan, gangguan
keseimbangan, tungkai yang lemah, gangguan sensorik dapat meningkatkan
resiko jatuh.
- Depresi: hilangnya harapan, hilangnya kesenangan, kesulitan tidur dan merasa
bersalah akan kondisi dirinya dan selalu menyendiri.
- Edema cerebri dan peningkatan tekanan intracranial yang dapat menyebabkan
herniasi atau kompresi batang otak
- Kejang
- Gangguan daily life activity
3.3.11 Prognosis
Prognosis stroke dapat dilihat dari 6 aspek yakni: death, disease, disability,
discomfort, dissatisfaction, dan destitution. Keenam aspek prognosis tersebut terjadi
pada stroke fase awal atau pasca stroke. Untuk mencegah agar aspek tersebut tidak
menjadi lebih buruk maka semua penderita stroke akut harus dimonitor dengan hati-
hati terhadap keadaan umum, fungsi otak, EKG, saturasi oksigen, tekanan darah dan
suhu tubuh 20 secara terus-menerus selama 24 jam setelah serangan stroke. Sekitar
30-60 % penderita stroke yang bertahan hidup menjadi tergantung dalam beberapa
aspek aktivitas hidup sehari-hari . Suatu penelitian mendapatkan perbaikan fungsi
paling cepat pada minggu pertama dan menurun pada minggu ketiga sampai 6 bulan
pasca stroke.
Prognosis stroke juga dipengaruhi oleh berbagai faktor dan keadaan yang
terjadi pada penderita stroke. Hasil akhir yang dipakai sebagai tolok ukur diantaranya
outcome fungsional, seperti kelemahan motorik, disabilitas, quality of life, serta
mortalitas. Menurut Hornig et al., prognosis jangka panjang setelah TIA dan stroke
batang otak/serebelum ringan secara signifikan dipengaruhi oleh usia, diabetes,
hipertensi, stroke sebelumnya, dan penyakit arteri karotis yang menyertai. Pasien
dengan TIA memiliki prognosis yang lebih baik dibandingkan pasien dengan stroke
minor. Tingkat mortalitas kumulatif pasien dalam sebuah penelitian sebesar 4,8 %
dalam 1 tahun dan meningkat menjadi 18,6 % dalam 5 tahun.
BAB IV
ANALISA KASUS
KESIMPULAN
Stroke Non Hemoragik (SNH) adalah stroke yang disebabkan peredaran darah ke
sebagian jaringan otak terhenti karena sumbatan thrombus dan embolus yang terlepas
dari jantung atau arteri ekstrakranial yang menyebabkan sumbatan di satu atau
beberapa arteri intrakranial.
Kejang pasca stroke dan epilepsi pasca stroke merupakan penyebab tersering dari
sebagian besar pasien yang masuk rumah sakit, baik sebagai gejala klinis ataupun
sebagai komplikasi pasca stroke. Sebuah lesi permanen muncul untuk menjelaskan
mengapa pada pasien epilepsi dengan onset lambat, frekuensi kejadian kejang lebih
tinggi dibandingkan kejadian dengan onset cepat. Seperti dalam epilepsi pasca
trauma, keterlambatan timbulnya serangan dari kejang pertama membawa risiko yang
lebih tinggi untuk terjadi epilepsi. Pada pasien dengan stroke iskemik didapatkan
sekitar 35% pasien epilepsi muncul pada kejang onset cepat dan pada 90 % pasien
pada kejang onset lambat. Risiko epilepsi sebanding dengan pasien stroke hemoragik,
sekitar 29% pasien dengan epilepsi muncul pada kejang onset cepat sedangkan 93%
dengan kejang onset lambat.
DAFTAR PUSTAKA
1. WHO. Epilepsi. WHO fact sheet October 2012; number 999. Available at:
http:// www.who.int/mediacentre/factsheet/fs 999/en/.
2. Li SC, Schoenberg BS, Wang CC, Cheng XM, Zhou SS, Bolis CL.
Epidemiology of epilepsi in urban areas of people‘s republic of China.
Epilepsia 1985; 26(5): 391-4.
11. Guideline Stroke, 2011, Pokdi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia.