Anda di halaman 1dari 64

CASE REPORT SESSION

* Kepaniteraan Klinik Senior / G1A220090/G1A220096

** Pembimbing / dr. Mirna Maharmi Iskandar,Sp.S

Hemihipestesi sinistra + parase N. VII dan N. XII sinistra sentral e.c Stroke
Hemoragik dengan Hipertensi Stage II

Anas Tasia K. Tarigan, S.Ked *

Anandha Rizka Amalia,S.Ked*

dr. Mirna Maharmi Iskandar,Sp.S **

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR

BAGIAN/SMF SARAF RSUD RADEN MATTAHER PROVINSI JAMBI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JAMBI

2021
i

HALAMAN PENGESAHAN

CASE REPORT SESSION

Hemihipestesi sinistra + parase N. VII dan N. XII sinistra sentral e.c Stroke
Hemoragik dengan Hipertensi Stage II

Disusun Oleh:

Anas Tasia K. Tarigan, S. Ked

Anandha Rizka Amalia,S.Ked

Kepaniteraan Klinik Senior

Bagian/SMF Saraf RSUD Raden Mattaher Provinsi Jambi

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Jambi

Laporan ini telah diterima dan di presentasikan

Oktober 2021

Pembimbing

dr. Mirna Maharmi Iskandar,Sp.S

i
ii

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan case report session yang
berjudul “Hemihipestesi sinistra + parase N. VII dan N. XII sinistra sentral e.c
Stroke Hemoragik dengan Hipertensi Stage II” sebagai salah satu syarat dalam
mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Saraf di RSUD Raden
Mattaher Provinsi Jambi.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Mirna Maharmi


Iskandar,Sp.S yang telah bersedia meluangkan waktu dan berbagi ilmu untuk
membimbing penulis selama menjalani Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian
Ilmu Saraf RSUD Raden Mattaher Provinsi Jambi.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada laporan ini,


sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan laporan
ini. Penulis mengharapkan semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi penulis dan
pembaca.

Jambi, Oktober 2021

Penulis

ii
iii

iii
1

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit serebrovaskuler/ cerebrovascular disease (CVD) merupakan


penyakit sistem persarafan yang paling sering dijumpai. Stroke merupakan bagian
dari CVD. Menurut World Health Organization (WHO) stroke adalah manifestasi
klinik dari gangguan fungsi serebral, baik fokal maupun global, yang berlangsung
dengan cepat dan lebih dari 24 jam atau berakhir dengan kematian tanpa
ditemukannya penyakit selain daripada gangguan vascular. 1

Penyakit stroke merupakan penyebab kematina kedua dan penyebab


disabilitas ketiga didunia. Data World Stroke Organization menunjukkan bahwa
setiap tahunnya ada 13,7 juta kasus baru stroke, dan sekitar 5,5 juta kematian
terjadi akibat penyakit stroke. Sekitar 70% penyakit stroke dan 87 % kematian
dan disabilitas akibat stroke terjadi pada Negara berpendapatan rendah dan
menengah meningkat lebih dari dua kali lipat. Secara nasional, prevelensi stroke
di Indonesia tahun 2018 berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk umur ≥15
tahun sebesar 10,9 % atau diperkirakan sebanyak 2.120.362 orang. Provinsi
Kalimantan Timur (14,7%) dan DI Yogyakarta (14,6%) merupakan provinsi
dengan prevelensi tertinggi stroke diIndoneisa. Sementara itu, Papua dan Maluku
Utara memiliki prevelensi stroke terendah dibandingkan provinsi lainnya, yaitu
4,1 % dan 4,6%.1

Stroke hemoragik adalah kondisi medis yang ditandai dengan pecahnya


satu atau lebih pembuluh darah di dalam otak. Darah keluar melalui pembuluh
darah yang pecah disekeliling jaringan otak, akumulasi dan menekan jaringan otak
disekitarnya. Gumpalan darah juga dapat terbentuk dan menghentikan suplai
darah ke jaringan otak. 2 Terdapat dua tipe stroke hemoragik tergantung dari lokasi
dimana pembuluh darah tersebut pecah : Stroke hemoragik intraserebral dan
stroke perdarahan subaraknoid. Perdarahan intraserebral (ICH) adalah subtipe
stroke kedua yang paling umum dan yang biasanya menyebabkan kecacatan parah
atau bahkan kematian. ICH lebih sering terjadi pada orang Asia, usia lanjut, jenis
kelamin laki-laki, dan negara berpenghasilan rendah dan menengah. Tingkat
fatalitas kasus ICH tinggi ( 40% pada 1 bulan dan 54% pada 1 tahun), dan
biasanya hanya 12% hingga 39 % dari penderita yang dapat mencapai
kemandirian fungsional jangka panjang. 3

Pada umumnya stroke hemoragik berprognosis buruk terhadap pasiennya


dan disebutkan bahwa volume darah, letak lesi dan penatalaksanaan stroke sangat
3
berpengaruh terhadap prognosis penderita. Oleh karena itu tujuan utama dari
penatalaksaan pasien stroke yaitu mengurangi kerusakan neurologik lebih lanjut,
menurunkan angka kematian dan ketidakmampuan gerak pasien (immobility)
serta mencegah terjadinya keterulangan serangan stroke.

2
3

BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien

Nama : Ny. S

Usia : 55 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Desa Ture RT 07, Kel. Ture Kec. Pemayung,Kab. Batang Hari

Pekerjaan : IRT

MRS : 979216

DAFTAR MASALAH

No Masalah Aktif Tanggal Masalah Tanggal


Pasif
1 15 Oktober 2021
Bicara Pelo

2 Sudut bibir tertarik ke 15 Oktober 2021


arah kanan (mulut mencong)
3 Deviasi lidah ke kiri 15 Oktober 2021
4 Hemihipestesi sinistra
5 Hipertensi grade II
2.2 DATA SUBYEKTIF (Anamnesis tanggal 18 Oktober 2021)

A) Anamnesis : Autoanamnesis dan alloanamnesis

B) Keluhan Utama : Bicara pelo mendadak ± 3 jam SMRS

C) Riwayat Penyakit Sekarang :


Onset : Bicara pelo mendadak terjadi ± 3 jam SMRS

Lokasi :

Gejala penyerta :
Kronologis:
Pasien datang ke IGD RSUD Radden Mattaher dengan keluhan bicara
pelo sejak ± 3 jam SMRS. Keluhan dirasakan mendadak saat pasien
sedang memanen padi dipagi hari. Keluhan tidak disertai dengan lidah
pasien yang terasa kelu, namun pasien mengeluhkan keluar banyak air liur
dari sudut mulut pasien sebelah kiri. Selain itu pasien juga mengeluhkan
tiba-tiba sulit menelan, sulit mengunyah pada mulut sisi kiri dan nyeri
kepala sesaat sebelum pasien mengeluhkan bicara pelo.
± 1 hari SMRS, pasien mengatakan tidak enak badan yang dirasakan
dengan badan yang terasa lemas, terasa sedikit hangat namun membaik
setelah beristirahat.
Pasien tidak mengeluhkan muntah, sesak nafas, pandangan ganda,
penurunan kesadaran, kejang, kelemahan anggota gerak saat ini maupun
setelah kejadian.

D) Riwayat Penyakit Dahulu :


a) Keluhan serupa sebelumnya (-)
b) Riwayat Stroke (-)
c) Riwayat Hipertensi tidak terkontrol (+)
d) Riwayat Diabetes Mellitus (-)
e) Riwayat Dislipidemia (-)
f) Riwayat Asam Urat (-)

4
E) Riwayat Penyakit Keluarga :
a) Keluarga dengan keluhan serupa (-)
b) Riwayat hipertensi (+) (Ibu pasien)
c) Riwayat diabetes mellitus (-)
d) Riwayat Stroke (-)
F) Riwayat Sosial Ekonomi:
Sosial ekonomi baik dengan pekerjaan pasien sebagai ibu rumah tangga.
Riwayat merokok (-), riwayat minum alcohol (-)

2.3 DATA OBJEKTIF (PEMERIKSAAN FISIK)


Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 18 Oktober 2021

A) Keadaan Umum dan Tanda Vital

a. Kesadaran : Compos mentis 15 (E4M6V5)

b. Tekanan Darah : 160/90

c. Nadi : 90 x/menit

d. Respirasi : 22 x/menit

e. Suhu : 36,5 °C

f. SpO2 : 98 %

B) Status Generalis

a. Kepala : Normocephal (+)

b. Mata : Kelopak mata menurun (-), kelopak mata tidak bisa menutup

(-), edema palpebra (-/-), conjungtiva anemis (-/-), sklera


ikterik (-/-), pupil bulat, isokor, refleks cahaya (+/+),

c. THT : Dalam batas normal


d. Mulut : Mulut mencong ke kanan (+), bicara pelo (+),
bibir sianosis (-), mukosa kering (-), deviasi lidah

5
. ke kiri (+), lidah hiperemis (-), faring hiperemis (-)
e. Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-),deviasi
trakea (-)
f. Dada : Simetris
g. Jantung : Bunyi jantung I dan II regular, murmur (-), gallop (-)
h. Paru : Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
i. Abdomen : Bising usus (+) normal
j. Alat kelamin : Tidak dilakukan pemeriksaan

k. Ekstremitas : Superior : Akral hangat, edema(-), CRT < 2 detik

Inferior : Akral hangat, edema (-), CRT < 2 detik

C) Status Psikitus :
a. Cara berpikir : Baik
b. Perasaan hati : Eutimik
c. Tingkah laku : Normoaktif
d. Ingatan : Baik

D) Status Neurologi

a. Kesadaran kualitatif : Compos mentis

b. Kesadaran kuantitatif (GCS) : 15 (E4M6V5)

c. Kepala

Bentuk : Normochepal
Simetri : (+)

d. Tanda Rangsang Meningeal

Kaku kuduk : (-)


Brudzinsky 1 : (-)

6
Brudzinsky 2 : (-)
Brudzinsky 3 : (-)
Brudzinsky 4 : (-)
Laseque : (-)
Kernig : (-)

E) Nervus Kranialias

Nervus Kranialis Kanan Kiri


N I (Olfaktorius)
Subjektif Baik Baik
Objektif (dengan bahan) Baik Baik
N II (Optikus)
Tajam penglihatan Baik Baik
Lapangan pandang Baik Baik
Melihat warna Baik Baik
Funduskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N III (Okulomotorius)
Ptosis Tidak ada Tidak ada
Pergerakan bola mata Normal Normal

Nistagmus Tidak ada Tidak ada

Ekso/endoftalmus Tidak ada Tidak ada

7
Pupil :
bentuk Bulat, isokor Bulat, isokor
reflex cahaya + +
reflex konvergensi + +
Melihat kembar - -

N IV (Trochlearis)
Pergerakan bola mata Normal Normal

Diplopia - -
N V (Trigeminus)
Motorik
Otot Masseter Normal Normal
Otot Temporal Normal Normal
Otot Pterygoideus Normal Normal
Sensorik
Oftalmikus Normal Normal
Maksila Normal Normal
Mandibula Normal Normal
N VI (Abdusen)
Pergerakan bola mata Normal Normal

Diplopia - -
N VII (Fasialis)
Wajah Asimetris Asimetris
Mengerutkan dahi Simetris Simetris
Menutup mata Normal Normal
Memperlihatkan gigi Normal Sudut kiri tertinggal
Bersiul/mencucu Sulit dilakukan Sulit dilakukan
Senyum Sudut mulut kanan Sudut mulut kiri turun
terangkat

8
Menggembungkan pipi Sulit dilakukan Sulit dilakukan
Sensasi lidah 2/3 depan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N VIII (Vestibularis)
Suara berbisik Normal Normal
Detik arloji Normal Normal
Rinne test Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Weber test Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Swabach test Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Nistagmus Tidak ada Tidak ada
N IX (Glossofaringeus)
Sensasi lidah 1/3 blkg Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Refleks muntah Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N X (Vagus)
Arkus faring Simetris
Berbicara Disartria
Menelan Sulit menelan
Refleks muntah Baik
Nadi Normal
N XI (Assesorius)
Menoleh ke kanan + +
Menoleh ke kiri + +
Mengangkat bahu + +
N XII (Hipoglosus)
Kedudukan lidah Deviasi lidah ke kiri

Dijulurkan
Atropi papil -
Disartria +
Tremor -

F) Badan dan Anggota Gerak

9
a. Badan

Motorik Kanan Kiri


Respirasi Simetris Simetris
Duduk Normal Normal
Bentuk kolumna Normal Normal
Vertebralis
Sensibilitas
Raba :dalam batas normal
Nyeri :dalam batas normal
Thermi :tidak dilakukan

b. Anggota Gerak atas

Motorik Kanan Kiri


Pergerakan Normal Normal
Kekuatan 5
5
Tonus Normal Normal
Sensibilitas
Raba dalam batas normal Hipestesia
Nyeri dalam batas normal Hipestesia
Thermi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Refleks Fisiologis
Biseps + +
Triseps + +
Refleks Patologis
Hoffman-Tromner - -

c. Anggota gerak bawah

10
Motorik
Kanan Kiri
Pergerakan Normal Normal
Kekuatan 5
5
Tonus Normal Normal
Sensibilitas

Raba dalam batas normal Hipestesia


Nyeri dalam batas normal Hipestesia
Thermi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Refleks Fisiologis
Patella + +
Achilles + +
Refleks Patologis:
Babinsky - +
Oppenheim - -
Chaddock - -
Schaefer - -

d. Gerakan Abnormal
Tremor : (-)

Atetosis : (-)

Miokloni : (-)
Khorea : (-)
Rigiditas : (-)

e. Alat Vegetatif

Miksi : Tidak ada kelainan


Defekasi : Tidak ada kelainan

11
f. Koordinasi, gait dan keseimbangan

Cara berjalan : Tidak dilakukan


Romberg Test : Tidak dilakukan
Disdiadokokinesis : Tidak dilakukan
Dismetri : Tidak dilakukan
Ataxia : Tidak dilakukan
Rebound Phenomena : Tidak dilakukan

2.4 Pemeriksaan Penunjang


Laboratorium
a. Darah Rutin (15 Oktober 2021)

Parameter Hasil Nilai Rujukan

Hemoglobin 14.7 g/dL 13.4-15.5 g/dL


Hematokrit 42.1 % 34.5 -54 %
Eritrosit 5.03 x 106/uL 4.0-5.0 106/uL
Trombosit 244 x 103/uL 150-450 x 103/uL
Leukosit 7.27 x 103/uL 4.0-10.0 x103/uL

b. Glukosa Darah (15 Oktober 2021)

Parameter Hasil Nilai Rujukan

Gula Darah Sewaktu 169 mg/dl < 200 mg/dl

12
c. Faal Ginjal (15 Oktober 2021)

Parameter Hasil Nilai Rujukan

Ureum 25 mg/dl 15-39 mg/dl


Creatinin 0.73 mg/dl 0,55-1,3 mg/dl

d. Elektrolit (15 Oktober 2021)

Parameter Hasil Nilai Rujukan

Natrium 140.1 mmol/L 135-147 mmol/L


Kalium 3.54 mmol/L 3.5-5.0 mmol/L
Chlorida 105.4 mmol/L 95-105 mmol/L
Calcium ion++ 1,33 mmol/L 1,00-1,15 mmol/L

2.5 Pemeriksaan Penunjang


a. Foto Thorax

13
Kesan : Kardiomegali, TB DD/Pneumonia

b. CT-Scan

Kesan : Multipel perdarahan di lobus parietal kanan, Infark Lakunar di


basal ganglia bilateral

2.5 Diagnosis

a. Siriraj Stroke Score

14
Variabel Gambaran Klinis Score
Kesadaran Composmentis 0
Muntah Tidak ada 0
Nyeri Kepala Ada 1
Tanda Ateroma Hipertensi 1
Tekanan Diastolik 100 mmgHg

(2,5 x derajat kesadaran) + (2 x muntah) + (1 x nyeri kepala) +


(0,1 x tekanan diastolic) – (3 x tanda ateroma) – 12

Score: (2,5x0) + (2x0) + (2x1) + (0,1x100) – (3x1) – 12

Score: -3 (infark cerebri)

b. Algoritma Gadjah Mada

Variabel Gambaran
Klinis
Penurunan Tidak
Kesadaran
Nyeri Kepala Ada
Refleks Ya
Babinsky
Muntah Tidak
Kesan: Stroke Haemoragik

Diagnosa Klinis : Hemihipestesi sinistra + parase N. VII dan


N. XII sinistra sentral e.c Stroke
Hemoragik
Diagnosa Topis : Hemisfer cerebri dextra
Diagnosa Etiologi : ICH ( Stroke hemoragik)
Diagnosa sekunder : Hipertensi grade II
Diagnosa banding : - Stroke Non Haemoragik

-Space Occupying Lession (SOL)

15
2.6 Tatalaksana :

Non Medikamentosa :

a. Pemantuan kesadaran dan tanda vital


b. Non-farmakologis

c. Bedrest head up 45o

d. Ubah posisi tidur setiap 2 jam

e. Fisioterapi

f. Mengkontrol fikiran dan emosi terhadap trauma psikologis yang dialami


pasien yang dapat mempengaruhi hipertensi pasien.
Edukasi keluarga :

a. Penjelasan mengenai stroke iskemik, resiko dan komplikasi selama


perawatan
b. Penjelasan mengenai faktor resiko dan pencegahan stroke berulang

c. Penjelasan mengenai gejala stroke, dan yang harus dilakukan sebelum


dibawa ke RS
d. Membantu pasien untuk melatih bagian anggota gerak yang mengalami
kelemahan
e. Edukasi untuk mencegah stroke berulang seperti

g. Menjaga tekanan darah terkontrol : kelola stres, olahraga, menjaga berat


badan yang ideal, membatasi konsumsi natrium dan alkohol,
mengkonsumsi obat antihipertensi
h. Mengatur pola hidup yang baik dengan makanan bergizi, mengurangi
kebiasaan makan gorengan, dan makanan berlemak, serta berolahraga.

Medikamentosa

a. IVFD Nacl 0,9% 20 tpm

16
b. Inj Citicoline 2x1000 mg

c. Inj Omeprazol 1x40 mg

d. Po Amlodipin 1x10 mg

e. Po Candesartan 1 x 16 mg

2.7 PROGNOSIS
a. Quo ad vitam : dubia ad malam
b. Quo ad fungsionam : dubia ad malam
c. Quo ad sanationam : dubia ad malam

2.8 Riwayat Perkembangan Pasien (Follow Up)

Tanggal/Hari
Catatan Instruksi
Rawatan
16/10/2021 S/ Bicara pelo(+), sulit menelan (+), Th/
nyeri kepala (-), mual (+), muntah (-) - IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
H1 - Inj. Citicolin 2x1 g

Onset H2 O/ TD: 160/100 mmHg - Inj. Omeprazol 1x40 mg


- PO amlodipine 1x10mg
HR: 96 x/i
- PO candesartan 1x16mg
BB: 50 kg RR: 22 x/i
TB: 150cm T : 36,0 °C
PF/
Status Internus : dalam batas normal
Status Neurologis :
N VII (Fasialis)
Memperlihatkan gigi : sudut kiri
tertinggal
Senyum : sudut kiri tertinggal
N XII : lidah tertarik ke kiri, disartria
(+)
Anggota gerak atas:

17
Motorik
Kanan Kiri
Pergerakan Baik Baik
Kekuatan 5 5
Anggota gerak bawah :
Motorik
Kanan Kiri
Pergerakan Baik Baik
Kekuatan 5 5

Ass/ Hemihipestesi sinistra + parase N. VII


dan N. XII sinistra sentral e.c Stroke
Hemoragik dengan Hipertensi Stage II

17/10/2021 S/ Bicara pelo(+), sulit menelan (+), Th/


nyeri kepala (-), mual (-), muntah (-) - IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
H-2 - Inj. Citicolin 2x1 g

Onset H-3 O/Kesadaran (E5V5M6) - Inj. Omeprazol 1x40 mg


- PO amlodipine 1x10mg
TD: 167/80 mmHg
- PO candesartan 1x16mg
BB: 50 kg HR: 81 x/i
TB: 150cm RR: 22 x/i
T : 36,2 °C
PF/
Status Internus : dalam batas normal
Status Neurologis :
N VII (Fasialis)
Memperlihatkan gigi : sudut kiri
tertinggal
Senyum : sudut kiri tertinggal
N XII : lidah tertarik ke kiri, disartria
(+)
Anggota gerak atas:
Motorik
Kanan Kiri
Pergerakan Baik Baik
Kekuatan 5 5

18
Anggota gerak bawah :
Motorik
Kanan Kiri
Pergerakan Baik Baik
Kekuatan 5 5

Ass/ Hemihipestesi sinistra + parase N. VII


dan N. XII sinistra sentral e.c Stroke
Hemoragik dengan Hipertensi Stage II

18/10/2021 S/ Bicara pelo(+), sulit menelan (+), Th/


nyeri kepala (-), mual (-), muntah (-) - IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
H-3 - Inj. Citicolin 2x1 g

Onset H-4 O/Kesadaran (E5V5M6) - Inj. Omeprazol 1x40 mg


- PO amlodipine 1x10mg
TD: 200/97 mmHg
- PO candesartan 1x16mg
BB: 50 kg HR: 88 x/i
TB: 150cm RR: 23 x/i
T : 36,0 °C
PF/
Status Internus : dalam batas normal
Status Neurologis :
N VII (Fasialis)
Memperlihatkan gigi : sudut kiri
tertinggal
Senyum : sudut kiri tertinggal
N XII : lidah tertarik ke kiri, disartria
(+)
Anggota gerak atas:
Motorik
Kanan Kiri
Pergerakan Baik Baik
Kekuatan 5 5
Anggota gerak bawah :
Motorik
Kanan Kiri
Pergerakan Baik Baik

19
Kekuatan 5 5

Ass/ Hemihipestesi sinistra + parase N. VII


dan N. XII sinistra sentral e.c Stroke
Hemoragik dengan Hipertensi Stage II

19/10/2021 S/ Bicara pelo(+), sulit menelan (-), Th/


nyeri kepala (-), mual (-), muntah (-) - IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
H-5 - Inj. Citicolin 2x1 g

Onset H-6 O/Kesadaran (E5V5M6) - Inj. Omeprazol 1x40 mg


- PO amlodipine 1x10mg
TD: 170/100 mmHg
- PO candesartan 1x16mg
BB: 50 kg HR: 88 x/i
Jika TDS >180 mmHg berikan
TB: 150cm RR: 23 x/i
Nicardipin drip mulai 0,6 Meg/Kg
T : 36,0 °C
BB Titrasi naik per 15 menit target
PF/ 160 mmHg
Status Internus : dalam batas normal
Status Neurologis :
N VII (Fasialis)
Memperlihatkan gigi : sudut kiri
tertinggal
Senyum : sudut kiri tertinggal
N XII : lidah tertarik ke kiri, disartria
(+)
Anggota gerak atas:
Motorik
Kanan Kiri
Pergerakan Baik Baik
Kekuatan 5 5
Anggota gerak bawah :
Motorik
Kanan Kiri
Pergerakan Baik Baik
Kekuatan 5 5

Ass/ Hemihipestesi sinistra + parase N. VII


dan N. XII sinistra sentral e.c Stroke

20
Hemoragik dengan Hipertensi Stage II

20/10/2021 S/ Bicara pelo (+), sulit menelan (-), Th/


nyeri kepala (-), mual (-), muntah (-) - IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
H-6 - Inj. Citicolin 2x1 g

Onset H-7 O/Kesadaran (E5V5M6) - Inj. Omeprazol 1x40 mg


- PO amlodipine 1x10mg
TD: 160/90 mmHg
- PO candesartan 1x16mg
BB: 50 kg HR: 86 x/i
TB: 150cm RR: 20 x/i
T : 36,3 °C
PF/
Status Internus : dalam batas normal
Status Neurologis :
N VII (Fasialis)
Memperlihatkan gigi : sudut kiri
tertinggal
Senyum : sudut kiri tertinggal
N XII : lidah tertarik ke kiri, disartria
(+)
Anggota gerak atas:
Motorik
Kanan Kiri
Pergerakan Baik Baik
Kekuatan 5 5
Anggota gerak bawah :
Motorik
Kanan Kiri
Pergerakan Baik Baik
Kekuatan 5 5

Ass/ Hemihipestesi sinistra + parase N. VII


dan N. XII sinistra sentral e.c Stroke
Hemoragik dengan Hipertensi Stage II

21/10/2021 S/ Bicara pelo (+), sulit menelan (-), P/


nyeri kepala (-), mual (-), muntah (-) - Pulang rawat jalan

21
H-7
Onset H-8 O/Kesadaran (E5V5M6)
TD: 150/90 mmHg
BB: 50 kg HR: 85 x/i
TB: 150cm RR: 20 x/i
T : 36,1 °C
PF/
Status Internus : dalam batas normal
Status Neurologis :
N VII (Fasialis)
Memperlihatkan gigi : sudut kiri
tertinggal
Senyum : sudut kiri tertinggal
N XII : lidah tertarik ke kiri, disartria
(+)
Anggota gerak atas:
Motorik
Kanan Kiri
Pergerakan Baik Baik
Kekuatan 5 5
Anggota gerak bawah :
Motorik
Kanan Kiri
Pergerakan Baik Baik
Kekuatan 5 5
Ass/ Hemihipestesi sinistra + parase N. VII
dan N. XII sinistra sentral e.c Stroke
Hemoragik dengan Hipertensi Stage II

22
23

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi Otak


Otak terletak dalam rongga cranium, terdiri atas semua bagian
system saraf pusat (SSP) diatas korda spinalis. Secara anatomis terdiri
dari cerebrum cerebellum, brainstem, dan limbic system. Otak
merupakan organ yang sangat mudah beradaptasi meskipun neuron-
neuron telah di otak mati tidak mengalami regenerasi, kemampuan
adaptif atau plastisitas pada otak dalam situasi tertentu bagian-bagian
otak mengambil alih fungsi dari bagian – bagian yang rusak. Otak belajar
kemampuan baru, dan ini merupakan mekanisme paling penting dalam
pemulihan stroke.
Secara garis besar, sistem saraf dibagi menjadi 2, yaitu sistem saraf
pusat dan sistem saraf tepi. Sistem saraf pusat (SSP) terbentuk oleh otak
dan medulla spinalis. Sistem saraf disisi luar SSP disebut sistem saraf
tepi (SST). Fungsi dari SST adalah menghantarkan informasi bolak balik
antara SSP dengan bagian tubuh lainnya.
Otak merupakan bagian utama dari sistem saraf, dengan komponen
bagiannya adalah:
1) Cerebrum
Bagian otak yang terbesar yang terdiri dari sepasang hemisfer kanan
dan kiri dan tersusun dari korteks. Korteks ditandai dengan sulkus (celah)
dan girus.
Cerebrum dibagi menjadi beberapa lobus, yaitu:
a. Lobus Frontalis
Lobus frontalis berperan sebagai pusat fungsi intelektual yang lebih
tinggi, seperti kemampuan berpikir abstrak dan nalar, bicara (area
broca di hemisfer kiri), pusat penghidu, dan emosi. Bagian ini
mengandung pusat pengontrolan gerakan volunter di gyrus presentralis
(area motorik primer) dan terdapat area asosiasi motorik (area
premotor). Pada lobus ini terdapat daerah broca yang mengatur
ekspresi bicara, lobus ini juga mengatur gerakan sadar, perilaku sosial,
berbicara, motivasi dan inisiatif.
b. Lobus Temporalis
Mencakup bagian korteks serebrum yang berjalan ke bawah dari fisura
laterali dan sebelah posterior dari fisura parieto-oksipitalis. Lobus ini
berfungsi untuk mengatur daya ingat verbal, visual, pendengaran dan
berperan dalam pembentukan dan perkembangan emosi.
c. Lobus parietalis
Lobus parietalis merupakan daerah pusat kesadaran sensorik di gyrus
postsentralis (area sensorik primer) untuk rasa raba dan pendengaran.
d. Lobus oksipitalis
Lobus Oksipitalis berfungsi untuk pusat penglihatan dan area asosiasi
penglihatan: menginterpretasi dan memproses rangsang penglihatan
dari nervus optikus dan mengasosiasikan rangsang ini dengan
informasi saraf lain & memori.
2) Cerebellum
Cerebellum adalah struktur kompleks yang mengandung lebih banyak
neuron dibandingkan otak secara keseluruhan. Memiliki peran koordinasi
yang penting dalam fungsi motorik yang didasarkan pada informasi
somatosensori yang diterima, inputnya 40 kali lebih banyak dibandingkan
output. Cerebellum merupakan pusat koordinasi untuk keseimbangan dan
tonus otot. Mengendalikan kontraksi otot-otot volunter secara optimal.

24
3) Brainstem
Berfungsi mengatur seluruh proses kehidupan yang mendasar.
Berhubungan dengan diensefalon diatasnya dan medulla spinalis
dibawahnya. Struktur-struktur fungsional batang otak yang penting adalah
jaras asenden dan desenden traktus longitudinalis antara medulla spinalis
dan bagian-bagian otak, anyaman sel saraf dan 12 pasang saraf cranial.
Batang otak terdiri dari tiga bagian, yaitu:

a. Mesensefalon atau otak tengah (disebut juga mid brain) adalah bagian
teratas dari batang otak yang menghubungkan serebrum dan
serebelum. Saraf kranial III dan IV diasosiasikan dengan otak tengah.
Otak tengah berfungsi dalam hal mengontrol respon penglihatan,
gerakan mata, pembesaran pupil mata, mengatur gerakan tubuh dan
pendengaran.
b. Pons merupakan bagian dari batang otak yang berada diantara
midbrain dan medulla oblongata. Pons terletak di fossa kranial
posterior. Saraf Kranial (CN) V diasosiasikan dengan pons.
c. Medulla oblongata adalah bagian paling bawah belakang dari batang
otak yang akan berlanjut menjadi medulla spinalis. Medulla oblongata
terletak juga di fossa kranial posterior. CN IX, X, dan XII disosiasikan
dengan medulla, sedangkan CN VI dan VIII berada pada perhubungan
dari pons dan medulla.4
3.1.1 Vaskularisasi
Darah mengangkut zat asam, makanan dan substansi lainnya yang
diperlukan bagi fungsi jaringan hidup yang baik. Kebutuhan otak sangat
mendesak dan vital, sehingga aliran darah yang konstan harus terus
dipertahankan. Suplai darah arteri ke otak merupakan suatu jalinan pembuluh
– pembuluh darah yang bercabang-cabang, berhubungan erat satu dengan
yang lain sehingga dapat menjamin suplai darah yang adekuat untuk sel.

25
1. Peredaran Darah Arteri
Suplai darah ini dijamin oleh dua pasang arteri, yaitu arteri
vertebralis dan arteri karotis interna, yang bercabang dan beranastosmosis
membentuk circulus willisi. Arteri karotis interna dan eksterna bercabang
dari arteri karotis komunis yang berakhir pada arteri serebri anterior dan
arteri serebri medial. Di dekat akhir arteri karotis interna, dari pembuluh
darah ini keluar arteri communicans posterior yang bersatu kearah kaudal
dengan arteri serebri posterior. Arteri serebri anterior saling berhubungan
melalui arteri communicans anterior. Arteri vertebralis kiri dan kanan
berasal dari arteria subklavia sisi yang sama. Arteri subklavia kanan
merupakan cabang dari arteria inominata, sedangkan arteri subklavia kiri
merupakan cabang langsung dari aorta. Arteri vertebralis memasuki
tengkorak melalui foramen magnum, setinggi perbatasan pons dan medula
oblongata. Kedua arteri ini bersatu membentuk arteri basilaris.
2. Peredaran Darah Vena
Aliran darah vena dari otak terutama ke dalam sinus-sinus
duramater, suatu saluran pembuluh darah yang terdapat di dalam struktur
duramater. Sinus-sinus duramater tidak mempunyai katup dan sebagian
besar berbentuk triangular. Sebagian besar vena cortex superfisial
mengalir ke dalam sinus longitudinalis superior yang berada di medial.
Dua buah vena cortex yang utama adalah vena anastomotica magna yang
mengalir ke dalam sinus longitudinalis superior dan vena anastomotica
parva yang mengalir ke dalam sinus transversus. Vena-vena serebri
profunda memperoleh aliran darah dari basal ganglia.

26
3.2 Stroke Hemoragik

A. Definisi
Stroke merupakan gangguan fungsi saraf akut oleh karena terganggunya
sirkulasi darah serebral yang bersifat mendadak (dalam beberapa detik)
atau cepat (dalam beberapa jam) menimbulkan gangguan bisa fokal maupun
global sesuai area otak yang terganggu
B. Epidemiologi

Secara umum, angka kaejadian stroke semakin meningkat. Berdasarkan


data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia terdapat peningkatan prevalensi stroke dari 8,3 (tahun 2007)
menjadi 12,2 (tahun 2013) per 1000 penduduk.5

Angka kejadian stroke hemoragik di Asia lebih tinggi dibandingkan di


negara Barat. Hal ini dapat disebabkan tingginya angka kejadian hipertensi
pada populasi Asia. Berdasarkan data Stroke registry di Indonesia, yang di
mulai sejak tahun 2012 sebagai kerjasama antara perhimpunan Dokter
Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI) dengan Badan Penelitian dan
Pengembangan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2014
didapatkan 5411 kasus stroke akut dari 18 RS dengan angka kejadian stroke
hemoragik sebesar 33%.5

C. Faktor Risiko Stroke Hemoragik

Faktor-faktor yang berperan dalam meningkatkan risiko terjadinya stroke


hemoragik dijelaskan dalam table berikut:6

Faktor Resiko Keterangan

Umur Umur merupakan faktor risiko yang paling kuat untuk


stroke. Sekitar 30% dari stroke terjadi sebelum usia 65;
70% terjadi pada mereka yang 65 ke atas. Risiko stroke
adalah dua kali ganda untuk setiap 10 tahun di atas 55

27
tahun.

Hipertensi Risiko stroke berkaitan dengan tingkat sistolik hipertensi.


Hal ini berlaku untuk kedua jenis kelamin, semua umur,
dan untuk resiko perdarahan, atherothrombotik, dan stroke
lakunar, menariknya, risiko stroke pada tingkat hipertensi
sistolik kurang dengan meningkatnya umur, sehingga ia
menjadi kurang kuat, meskipun masih penting dan bisa
diobati, faktor risiko ini pada orang tua.

Jenis Kelamin Infark otak dan stroke terjadi sekitar 30% lebih sering pada
laki-laki berbanding perempuan, perbedaan seks bahkan
lebih tinggi sebelum usia 65.

Riwayat keluarga Terdapat lima kali lipat peningkatan prevalensi stroke


antara kembar monozigotik dibandingkan dengan
pasangan kembar laki-laki dizigotik yang menunjukkan
kecenderungan genetik untuk stroke. Pada 1913 penelitian
kohort kelahiran Swedia menunjukkan tiga kali lipat
peningkatan kejadian stroke pada laki-laki yang ibu
kandungnya meninggal akibat stroke, dibandingkan dengan
laki-laki tanpa riwayat ibu yang mengalami stroke. Riwayat
keluarga juga tampaknya berperan dalam kematian stroke
antara populasi Kaukasia kelas menengah atas di
California.

Diabetes mellitus Setelah faktor risiko stroke yang lain telah dikendalikan,
diabetes meningkatkan risiko stroke tromboemboli sekitar
dua kali lipat hingga tiga kali lipat berbanding orang-orang
tanpa diabetes. Diabetes dapat mempengaruhi individu
untuk mendapat iskemia serebral melalui percepatan
aterosklerosis pembuluh darah yang besar, seperti arteri
koronari, arteri karotid atau dengan, efek lokal pada
mikrosirkulasi serebral.

28
Penyakit jantung Individu dengan penyakit jantung dari jenis apa pun
memiliki lebih dari dua kali lipat risiko stroke
dibandingkan dengan mereka yang fungsi jantungnya
normal.

Penyakit Arteri koroner :

Indikator kuat kedua dari keberadaan penyakit difus


vaskular aterosklerotik dan potensi sumber emboli dari
thrombi mural karena miocard infarction.

Gagal Jantung kongestif, penyakit jantung hipertensi :

Berhubungan dengan meningkatnya kejadian stroke

Fibrilasi atrial :

Sangat terkait dengan stroke emboli dan fibrilasi atrial


karena penyakit jantung rematik; meningkatkan risiko
stroke sebesar 17 kali.

Lainnya :

Berbagai lesi jantung lainnya telah dikaitkan dengan stroke,


seperti prolaps katup mitral, patent foramen ovale, defek
septum atrium, aneurisma septum atrium, dan lesi
aterosklerotik dan trombotik dari ascending aorta.

Merokok Beberapa laporan, termasuk meta-analisis angka studi,


menunjukkan bahwa merokok jelas menyebabkan
peningkatan risiko stroke untuk segala usia dan

29
kedua jenis kelamin, tingkat risiko berhubungan dengan
jumlah batang rokok yang dihisap, dan penghentian
merokok mengurangi risiko, dengan resiko kembali seperti
bukan perokok dalam masa lima tahun setelah penghentian.

Peningkatan Penigkatan viskositas menyebabkan gejala stroke ketika


hematokrit hematokrit melebihi 55%. Penentu utama viskositas darah
keseluruhan adalah dari isi sel darah merah;
plasma protein, terutamanya fibrinogen, memainkan
peranan penting. Ketika meningkat viskositas hasil dari
polisitemia, hyperfibrinogenemia, atau paraproteinemia,
biasanya menyebabkan gejala umum, seperti sakit kepala,
kelesuan, tinnitus, dan penglihatan kabur. Infark otak fokal
dan oklusi vena retina jauh kurang umum, dan dapat
mengikuti disfungsi trombosit akibat trombositosis.
Perdarahan Intraserebral dan subarachnoid kadang-kadang
dapat terjadi.

Penyalahgunaan Obat yang telah berhubungan dengan stroke termasuk


obat methamphetamines, norepinefrin, LSD, heroin, dan kokain.
Amfetamin menyebabkan sebuah vaskulitis nekrosis yang
dapat mengakibatkan pendarahan petechial menyebar, atau
fokus bidang iskemia dan infark. Heroin dapat timbulkan
sebuah hipersensitivitas vaskular menyebabkan alergi.
Perdarahan subarachnoid dan difarction otak telah
dilaporkan setelah penggunaan kokain.

Hiperlipidemia Meskipun tingkat kolesterol tinggi telah jelas berhubungan


dengan penyakit jantung koroner, mereka sehubungan
dengan stroke kurang jelas. Peningkatan kolesterol tidak
muncul untuk menjadi faktor risiko untuk aterosklerosis
karotis, khususnya pada laki-laki di bawah 55 tahun.
Kejadian hiperkolesterolemia menurun dengan

30
bertambahnya usia. Kolesterol berkaitan dengan perdarahan
intraserebral atau perdarahan subarachnoid. Tidak ada
hubungan yang jelas antara tingkat kolesterol dan infark
lakunar.

Diet Konsumsi alkohol :

Ada peningkatan risiko infark otak, dan perdarahan


subarakhnoid dikaitkan dengan penyalahgunaan alkohol
pada orang dewasa muda. Mekanisme dimana etanol dapat
menghasilkan stroke termasuk efek pada darah tekanan,
platelet, osmolalitas plasma, hematokrit, dan sel-sel darah
merah. Selain itu, alkohol bisa menyebabkan
miokardiopati, aritmia, dan perubahan di darah aliran otak
dan autoregulasi.

Kegemukan :

Diukur dengan berat tubuh relatif atau body mass indexs,


obesitas telah secara konsisten meramalkan berikutnya
stroke. Asosiasi dengan stroke dapat dijelaskan sebagian
oleh adanya hipertensi dan diabetes. Sebuah berat relatif
lebih dari 30% di atas rata-rata kontributor independen ke-
atherosklerotik infark otak berikutnya.

Infeksi Infeksi meningeal dapat mengakibatkan infark serebral


melalui pengembangan perubahan inflamasi dalam dinding
pembuluh darah. Sifilis meningovaskular dan
mucormycosis dapat menyebabkan arteritis otak dan infark.

D. Patofisiologi4

31
Patofisiologi stroke hemoragik umumnya didahului oleh kerusakan
dinding pembuluh darah kecil di otak akibat hipertensi. Penelitian
membuktikan bahwa hipertensi kronik dapat menyebabkan terbentuknya
aneurisma pada pembuluh darah kecil di otak. Proses turbulensi aliran darah
mengakibatkan terbentuknya nekrosis fibrinoid, yaitu nekrosis sel/jaringan
dengan akumulasi matriks fibrin. Terjadi pula herniasi dinding arteriol dan
ruptur tunika intima, sehingga terbentuk mikroaneurisma yang disebut
Charcot-Bouchard. Mikroaneurisma ini dapat pecah seketika saat tekanan
darah arteri meningkat mendadak.
Pada beberapa kasus, pecahnya pembuluh darah tidak didahului oleh
terbentuknya aneurisma, namun semata-mata karena peningkatan tekanan
darah yang mendadak.
Pada kondisi normal, otak mempunyai system autoregu!asi pembuluh
darah serebral untuk mempertahankan aliran darah ke otak. Jika tekanan darah
sistemik meningkat, sistem ini bekerja melakukan vasokonstriksi pembuluh
darah serebral. Sebaliknya, bila tekanan darah sistemik menurun, akan terjadi
vasodilatasi pembuluh darah serebral. Pada kasus hipertensi, tekanan darah
meningkat cukup tinggi selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Hal ini
dapat mengakibatkan terjadinya proses hialinisasi pada dinding pembuluh
darah, sehingga pembuluh darah akan kehilangan elastisitasnya. Kondisi ini
berbahaya karena pembuluh darah serebral tidak lagi bisa menyesuaikan diri
dengan fluktuasi tekanan darah sistemik, kenaikan tekanan darah secara
mendadak akan dapat tnenyebabkan pecahnya pembuluh darah.
Darah yang keluar akan terakumulasi dan membentuk bekuan darah
(hematom) di parenkim otak. Volume hematom tersebut akan bertambah,
sehingga memberikan efek desak ruang, menekan parenkim otak, serta
menyebabkan peningkatan TIK. Hal ini akan memperburuk kondisi klinis
pasien, yang umumnya berlangsung dalam 24-48 jam onset, akibat perdarahan
yang terus berlangsung dengan edema disekitarnya, serta efek desak ruang
hematom yang mengganggu metabolisme dan aliran darah.

32
Pada hematom yang besar, efek desak ruang menyebabkan pergeseran
garis tengah (midline shift) dan herniasi otak yang pada akhirnya
mengakibatkan iskemia dan perdarahan sekunder. Pergeseran tersebut juga
dapat menekan sistem ventrikel otak dan mengakibatkan hidrosefalus
sekunder. Kondisi seperti ini sering terjadi pada kasus strcke hemoragik akibat
pecahnya pembuluh darah arteri serebri posterior dan anterior. Keadaan
tersebut akan semakin meningkatkan TIK dan meningkatkan tekanan vena di
sinus-sinus duramater. Sebagai kompensasi untuk mempertahankan perfusi
otak, tekanan arteri juga akan meningkat. Dengan demikian, akan didapatkan
peningkatan tekanan darah sistemik pascastroke.

E. Gejala dan Tanda Klinis4

Perjalanan klinis pasien stroke hemoragik dapat berkembang dari defisit


neurologis fokal hingga gejala peningkatan TIK berupa nyeri kepala,
penurunan kesadaran, dan muntah, serta perburukan klinis defisit neurologis
seiring dengan perluasan lesi perdarahan yang memberikan efek desak
ruang.Perkembangan ini dapat beriangsung dalam periode menit, jam, dan
bahkan hari.

Computed tomography (CT) scan menunjukkan hematom akan membesar


dalam enam jam pertama. Keadaan klinis kemudian akan menetap apabila
terjadi keseimbangan antara TIK, luasnya hematom, efek desak ruang pada
jaringan otak, dan berhentinya perdarahan. TIK dapat berkurang seiring
dengan berkurangnya volume hematom akibat perdarahan yang telah berhenti
atau hematom masuk ke ruang ventrikel. Selain itu, efek desak ruang juga
disebabkan oleh edema di sekitar hematom (perihematomal). Pada beberapa
kasus yang mengalami perburukan setelah kondisi klinis stabil dalam 24-48
jam pertama, di duga mengalami perluasan edema perihematomal.

Beberapa gejala klinis stroke hemoragik antara lain nyeri kepala,


penurunan kesadaran, muntah, kejang, kaku kuduk, serta gejala lain seperti

33
aritmia jantung dan edem paru. Nyeri kepala merupakan gejala yang paling
sering dikeluhkan, berkaitan dengan lokasi dan luasnya lesi perdarahan, yaitu
pada stroke hemoragik di daerah lobaris, serebelum, dan lokasi yang
berdekatan dengan struktur permukaan meningen. Pada perdarahan kecil di
parenkim otak yang tidak memiliki serabut nyeri, tidak terdapat nyeri kepala
saat fase awal perdarahan. Namun seiring perluasan hematom yang
menyebabkan peningkatan TIK dan efek desak ruang, keluhan nyeri baru
muncul yang biasanya disertai muntah dan penurunan kesadaran.

Penurunan kesadaran terjadi pada stroke hemoragik yang besar atau


berlokasi di batang otak. Hal ini disebabkan efek desak ruang dan peningkatan
TIK, serta keterlibatan struktur reticulating activating system (RAS) di batang
otak. Muntah juga akibat peningkatan TIK atau kerusakan lokal di ventrikel
keempat, biasanya ada perdarahan sirkulasi posterior. Kejang merupakan
gejala yang dikaitkan dengan lokasi perdarahan. Lokasi yang bersifat
epileptogenik antara lain perdarahan lobar, gray white matter function di
korteks serebri dan putamen.

Gejala lain yang dapat terjadi adalah kaku kuduk, aritmia jantung dan
edema paru. Kaku kuduk dapat terjadi pada perdarahan di talamus, kaudatus
dan serebelum. Aritmia jantung dan edema paru biasanya berhubungan
dengan peningkatan TIK dan pelepasan katekolamin.

F. Diagnosis4

Penegakan diagnosis stroke dilakukan berdasarkan anamnesis,


pemeriksaan fisik umum dan neurologis, serta pemeriksaan penunjuang. Hal
terpenting adalah menentukan tipe stroke; stroke iskemik atau perdarahan. Hal
ini berkaitan dengan tatalaksana yang sangat berbeda diantara keduanya,
sehingga kesalahan akan mengakibatkan morbiditas bahkan mortalitas.

Dalam anamnesis, hal yang perlu ditanyakan meliputi identitas,


kronologis terjadinya keluhan, faktor risiko pada pasien maupun keluarga dan
kondisi sosial ekonomi pasien. Dari anamnesis seharusnya didapatkan

34
informasi apakah keluahan terjadi secara tiba-tiba, saat pasien beraktivitas,
atau saat pasien baru bangun tidur. Pada stroke hemoragik, pasien umumnya
berada dalam kondisi sedang beraktivitas atau emosi yang tidak terkontrol.
Durasi sejak serangan hingga dibawa ke pusat kesehatan juga merupakan hal
penting yang turut menentukan prognosis.

Keluhan yang dialami pasien juga dapat menuntun proses penegakan


diagnosis. Pasien dengan keluhan sakit kepala disertaia muntah (tanpa mual)
dan penurunan kesadaran, umumnya mengarahkan kecurigaan kepada stroke
hemoragik dengan peningkatan TIK akibat efek desak ruang. Meskipun
demikian, pada stroke hemoragik dengan volume perdarahan kecil, gejala
dapat menyerupai stroke iskemik tanpa ditemukan tanda-tanda peningkatan
TIK. Perlu ditanyakan juga faktor risiko stroke yang ada pada pasien dan
keluarganya, seperti diabetes mellitus, hipertensi, dislipidemia, obesitas,
penyakit jantung, dan pola hidup. (merokok, alkohol, obat-obatan)

Pemeriksaan fisik dimulai dengan keadaan umum, kesadaran, dan tanda


vital. Pada stroke hemoragik, keadaan umum pasien bisa lebih buruk
dibandingkan dengan kasus stroke iskemik. Selanjutnya, dilakukan
pemeriksaan kepala, mata, telinga, hidung dan tenggorokan (THT), dada
(terutama jantung), abdomen, dan ekstremitas. Pemeriksaan ekstremitas
bertujuan terutama untuk mencari edema tungkai akibat thrombosis vena
dalam atau gagal jantung.

Pada pemeriksaan tekanan darah, perlu dibandingkan tekanan darah di


ekstremitas kiri dan kanan, serta bagian tubuh atas dan bawah dengan cara
menghitung rerata tekanan darah arteri (mean arterial blood pressure/ MABP),
karena akan mempengaruhi tatalaksana stroke. Pola pernapasan merupakan
merupakan hal penting yang harus diperhatikan, karena dapat menjadi
petunjuk lokasi perdarahan, misalnya : Cheyne Stokes, hiperventilasi
neurogenik, klaster, apneuristik, atau ataksik.

35
Pemeriksaan neurologis awal adakah penilaian tingkat kesadaran dengan
skala koma Glasgow (GCS), yang selanjutnya dipantau secara berkala.
Kemudian diikuti pemeriksaan reflex batang otak meliputi reaksi pupil
terhadap cahaya, reflex kornea, dan reflex okulosefalik. Setelah itu dilakukan
pemeriksaan nervus kranialis. Satu persatu serta motorik untuk menilai trofi,
tonus, dan kekuatan otot, dilanjutkan reflex fisiologis dan reflex patologis.
Hasil pemeriksaan motorik dibandingkan kanan dan kiri, serta atas dan bawah
guna menentukan luas dan lokasi lesi. Selanjutnya pemeriksaan sensorik dan
pemeriksaan otonom.

Penggunaan sistem skor dapat bermanfaat bila tidak terdapat fasilitas


pencitraan otak yang dapat membedakan secara jelas patologi penyebab
stroke. Skor stroke siriraj merupakan sistem penskoran yang sering digunakan
untuk membedakan stroke iskemik atau hemoragik.

Sistem penskoran :

(2,5 x kesadaran) + (2 x vomitus) + (2 x nyeri kepala) + (0,1 x tekanan diastolik) –


(3 x ateroma) – 12

Interpretasi :

Skor < 1 = Stroke iskemik

Skor > 1 = Sroke hemoragik

Skor -1 s/d 1 = meragukan

Tabel . Keterangan siriraj Skor

Keterangan Komponen skor

36
Kesadaran Kompos mentis 0
Somnolen 1
Sopor/koma 2
Vomitus Tidak ada 0
Ada 1
Nyeri kepala Tidak ada 0
Ada 1
Ateroma Tidak ada 0
Ada DM, hipertensi, angina atau penyakit pembuluh 1
darah

Algoritma Gajah Mada

Pemeriksaan
Penunjang

Pemeriksaan
laboratorium yang dapat dilakukan pada penderita stroke diantaranya adalah

37
hitung darah lengkap, profil pembekuan darah, kadar elektrolit dan kadar serum
glukosa.

Pencitraan otak menggunakan CT scan merupakan gold standart dalam


diagnosis stroke hemoragik. CT scan lebih unggul dalam mendeteksi perdarahan
lansung berdasarkan gambaran hiperdensitas di parenkim otak dibandingkan MRI
yang memerlukan perbandingan beberapa sekuens gambar. Selain itu,
pemeriksaan CT scan membutuhkan waktu yang lebih singkat dengan harga yang
lebih ekonomis.

Magnetic resonance imaging (MRI) menggunakan gelombang magnetik


untuk membuat gambaran otak. Gambar yang dihasilkan MRI jauh lebih detail
jika dibandingkan dengan CT scan, tetapi ini bukanlah pemeriksaan garis depan
untuk stroke.
Pemeriksaan Elektrokardiografi (EKG) untuk memonitor aktivitas
jantung. Disritmia jantung dan iskemia miokard memiliki kejadian signifikan
dengan stroke.

G. Penatalaksanaan3,4

Tujuan dari penatalaksanaan stroke secara umum adalah menurunkan


morbiditas dan menurunkan tingkat kematian serta menurunnya angka
kecacatan. Salah satu upaya yang berperan penting untuk mencapai tujuan
tersebut adalah pengenalan gejala-gejala stroke dan penanganan stroke secara
dini yang dimulai dari penanganan prahospital yang cepat dan tepat.

A. Terapi umum
1. Stabilisasi jalan napas dan pernapasan
a. Pemantauan secara terus menerus terhadap status neurologis, nadi,
tekanan darah, suhu tubuh, dan saturasi oksigen dianjurkan dalam 72
jam, pada pasien dengan defisit neurologis yang nyata
b. Pemberian oksigen dianjurkan pada keadaan dengan saturasi oksigen <
95%

38
c. Perbaiki jalan nafas termasuk pemasangan pipa orofaring pada pasien
yang tidak sadar. Berikan bantuan ventilasi pada pasien yang mengalami
penurunan kesadaran atau disfungsi bulbar dengan gangguan jalan napas
2. Stabilisasi Hemodinamik
a. Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena
b. Optimalisasi tekanan darah
c. Pemasangan central venous catheter (CVC) bila diperlukan, untuk
memantau kecukupan cairan serta sebagai sarana memasukkan cairan
dan nutrisi dengan target tekanan 5-12mmHg.
3. Penanganan peningkatan TIK
a. Pemantauan ketat terhadap penderita dengan risiko edema serebral harus
dilakukan dengan memperhatikan perburukan gejala dan tanda
neurologis pada 48 jam pertama setelah serangan stroke.
b. Monitor tekanan intrakranial terutama pada pasien dengan perdarahan
intraventrikular (dilakukan sebagai monitoring TIK dan evaluasi
perdarahan intraventrikular). Target terapi adalah TIK <20mmHg dan
CPP >70mmHg.
c. Penatalaksanaan penderita dengan peningkatan tekanan intrakranial
meliputi:
1) Tinggikan posisi kepala 30o
2) Posisi pasien hendaklah menghindari tekanan vena jugular
3) Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik
4) Jaga normovolernia
5) Osmoterapi atas indikasi
Manitol 0.25 - 0.50 gr/kgBB, selama >20 menit, diulangi setiap 4 - 6
jam dengan target ≤ 310 mOsrn/L. Osmolalitas sebaiknya diperiksa 2
kali dalam sehari selama pemberian osmoterapi. Agen osmoterapi lain
yang dapat digunakan adalah NaCl 3%.
Kalau perlu, berikan furosemide dengan dosis inisial 1 mg/kgBB i.v.

39
6) Intubasi untuk menjaga normoventilasi (pCO2 35 - 40 mmHg).
Hiperventilasi mungkin diperlukan bila akan dilakukan tindakan
operatif
4. Pengendalian Suhu Tubuh
a. Peningkatan suhu 1ºC akan meningkatkan energi 7%. Oleh karena itu,
setiap pasien stroke yang disertai febris harus diberikan antipiretik, yakni
parasetamol 1000 mg 3x baik per oral atau IV, kemudian dicari dan
diatasi penyebabnya.
b. Pada pasien febris atau berisiko terjadi infeksi, harus dilakukan kultur
dan hapusan (trakea, darah dan urin) dan diberikan antibiotik. Jika
memakai kateter ventrikuler, analisa cairan serebrospinal harus dilakukan
untuk mendeteksi meningitis.
c. Jika didapatkan meningitis, maka segera diikuti terapi antibiotik.
5. Tatalaksana Cairan
a. Pada umumnya kebutuhan cairan 30ml/kgBB/hari (parenteral maupun
enteral)
b. Pemberian cairan isotonic seperti NaCl 0,9% untuk menjaga euvolemia.
Tekanan vena sentral dipertahankan antar 5-12mmHg
c. Perhatikan keseimbangan cairan dengan melakukan pengukuran cairan
masuk dan keluar secara ketat.
d. Elektrolit harus selalu diperiksa dan diatasi bila terjadi kekurangan
e. Gangguan keseimbangan asam basa harus segera dikoreksi dengan
monitor analisis gas darah.
6. Nutrisi
a. Pemberian nutrisi enteral harus dilakukan sedini mungkin bila tidak
terjadi perdarahan lambung
b. Jika terjadi komplikasi perdarahan lambung, maka pemberian nutrisi
enteral dapat ditunda sampai terjadi perbaikan dan sisa caiaran lambung
dalam 2 jam pertama ≤150 cc. evaluasi cairan lambung yang dialirkan
dalam 2 jam.

40
c. Bila terdapat gangguan menelan atau kesadaran menurun makanan
diberikan melalui pipa nasogastric.
d. Jika tidak terdapat gangguan pencernaan atau residu lambung ≤150 cc,
maka dapat diberikan nutrisi enteral 30 cc perjam dalam 3 jam pertama.
Jika toleransi baik, berupa tidak terdapatnya residu dalam pipa
nasogastric pada saat jam berikutnya, maka dapat dilanjutkan pemberian
makanan enteral. Pemberian nutrisi enteral selanjutnya disesuaikan
dengan target kebutuhan yang tebagi dalam 6 kali perhari.
e. Pada keadaan akut, kebutuhan kalori adlaha 20-25 kkal/kg/hari dengan
komposisi :
- Komposisi 50-60% dari total kalori
- Lemak 25-30%
- Protein 10-20%
a. Jika kemungkinan pemakaian pipa nasogastric diperkirakan >6 minggu
pertimbangkan untu percutaneous endoscopic gastrotomy (PEG).
b. Pada keadaan pemberian nutrisi enteral tidak memungkinkan, boleh
diberikan secara parenteral.
7. Pencegahan dan Penanganan Komplikasi
a. Mobilisasi dan penilaian dini untuk mencegah komplikasi subakut seperti
aspirasi, malnutrisi, pneumonia, thrombosis vena dalam, emboli paru,
decubitus, komplikasi ortopedik dan kontraktur.
b. Pemberian antibiotic atas indikasi sesuai dengan tes kultur dan
sensitivitas kuman atau minimal terapi empiris sesuai dengan pola
kuman.
c. Pencegahan decubitus dengan mobilisasi terbats dan/atau memakai kasur
antidekubitus,
d. Pencegahan thrombosis vena dalam dan emboli paru dengan intermittent
pneumatic compression, tidak direkomendasikan penggunaan
compression stocking.
e. Pencegahan tromboemboli vena pada pasien imobilisasi setelah 1-4 hari
onset, dapat diberikan low molecular weight heparin (LMWH) dosis

41
rendah subkutan atau unfractionated heparin, setelah terdokumentasi
tidak lagi perdarahan.
f. Antikoagulan sistemik atau pemasangan vena kava filter dapat
diindikasikan pada pasien dengan gejala trombosis vena dalam atau
emboli paru. Pemilihan harus mempertimbangkan beberapa faktor,
seperti waktu sejak onset stroke, stabilitas hematom, penyebab
perdarahan, dan kondisi umum pasien.
8. Penatalaksanaan Medik Lain
a. Pemantauan kadar glukosa darah sangat diperlukan.
- Hiperglikemia (kadar glukosa darah >180mg/dL) pada stroke akut
harus diobati dengan titrasi insulin.
- Target yang harus dicapai adalah normoglikemia.
- Hipoglikemia berat (<50mg/dL) harus diobati dengan dekstrosa 40%
intravena atau infus glukosa 10-20%.
b. Jika pasien gelisah, dapat dilakukan terapi psikologi atau pemberian
major and minor tranquilizer, seperti benzodiazepin short acting atau
propofol.
c. Pemberian analgesik, anti muntah, dan antagonis H2 sesuai indikasi.
d. Hati-hati dalam menggerakkan, penghisapan lendir (suction), atau
memandikan pasien, karena dapat mempengaruhi TIK.
e. Mobilisasi bertahap bila hemodinamik dan pernapasan stabil.
f. Kandung kemih yang penuh dikosongkan, sebaiknya dengan kateterisasi
intermiten.
g. Rehabilitasi.
h. Edukasi keluarga.

9. Pengendalian Kejang
a. Bila kejang, berikan diazepam bolus lambat IV 5-20mg dan diikuti oleh
fenitoin loadinc dose 15-20mg/kg bolus dengan kecepatan maksimum
50mg/menit

42
b. Bila kejang belum teratasi, maka perlu dirawat di ruang rawat intensif
(intensive care unit/ICU).

B. Terapi Khusus
1. Perawatan di Unit Stroke
Perawatan di unit stroke akan menurnkan kematian dan dependesi
dibandingkan dengan perawatan di bangsal biasa. Penderita dengan stroke
hemoragik di supratentorial seharusnya di rawat di unit stroke. Diagnosis
dan
2. Koreksi Koagulapati
a. Melakukan pemeriksaan hemostasis antara lain prothrombin time (PT),
activated partial thrombin time (APTT), international normalized ratio
(INR) dan trombosit, serta koreksi secepat mungkin jika didapatkan
kelainan.
b. Pasien dengan defisiensi berat faktor koagulasi atau trombositopenia berat
harus diberikan factor replacement therapy atau trombosit. sebaiknya
mendapat erapi penggantian factor koagulasi atau trombosit.
c. Pasien dengan peningkatan INR karena penggunaan antagonis vitamin K
(VKA), maka VKA harus dihentikan. Diberikan terapi untuk penggantian
faktor pembekuan yang bersifat vitamin K-dependent dan memperbaiki
INR, serta mendapat vitamin K intravena. Prothrombin complex
concentrates (PCC) memiliki efek samping lebih sedikit dan memperbaiki
INR lebih cepat dibandingkan Fresh Frozen Plasma (FFP), sehingga
lebih dianjurkan.
3. Tekanan Darah
Penurunan tekanan darah yang tinggi pada stroke akut sebagai tindakan
rutin tidak dianjurkan, karena kemungkinan dapat memperburuk keadaan
neurologis. Pada sebagian besar pasien, tekanan darah akan turun dengan
sendirinya dalam 24 jam pertama setelah awitan serangan stroke. Berbagai
Gudeline (AHA/ASA 2007 dan ESO 2009) merekomendasikan penuurunan

43
tekanan darah yang tinggi pada stroke perdarahan akut agar dilakukan secara
hati-hati dengan memperhatikan beberapa kondisi di bawah ini.

a. Pada pasien stroke perdarahan intraserebral akut, apabila TDS >200


mmHg atau Mean Arterial Preassure (MAP) >150 mmHg, tekanan darah
diturunkan dengan menggunakan obat antihipertensi intravena secara
kontiniu dengan pemantauan tekanan darah setiap 5 menit.
b. Apabila TDS >180 mmHg atau MAP >130 mmHg disertai dengan gejala
dan tanda peningkatan tekanan intracranial, dilakukan pemantauan
tekanan intracranial. Tekanan darah diturunkan dengan menggunakan
obat antihipertensi intravena secara kontinu atau intermiten dengan
pemantauan tekanan perfusi serebral ≥60 mmHg.
c. Apabila TDS >180 mmHg atau MAP >130 mmHg tanpa disertai gejala
dan tanda peningkatan tekanan intracranial, tekanan darah diturunkan
secara hati-hati dengan menggunakan obat antihipertensi intravena
kontinu atau intermitten dengan pemantauan tekanan darah setiap 15
menit hingga MAP 110 mmHg atau tekanan darah 160/90 mmHg. Pada
studi INTERACT 2010, penurunan TDS hingga 140 mmHg masih
diperbolehkan.
d. Pada pasien stroke perdarahan intraserebral dengan TDS 150-220 mmHg,
penurunan tekanan darah dengan cepat hingga TDS 140 mmHg cukup
aman. Setelah kraniotomi, target MAP adalah 100mmHg.
e. Penanganan nyeri termasuk upaya penting dalam penurunan tekanan
darah pada penderita stroke perdarahan intraserebral.
f. Pemakaian obat antihipertensi parenteral golongan penyekat beta
(labetalol dan esmolol), penyekat kanal kalsium (nikardipin dan
diltiazem) intravena, digunakan dalam upaya diatas.
g. Hidralasin dan nitroprusid sebaiknya tidak digunakan karena
mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial, meskipun bukan
kontraindikasi mutlak.

44
h. Penurunan tekanan darah pada stroke akut dapat dipertimbangkan hingga
lebih rendah dari target di atas pada kondisi tertentu yang mengancam
target organ lainnya, misalnya diseksi aorta, infark miokard akut, edema
paru, gagal ginjal akut dan ensefalopati hipertensif. Target penurunan
tersebut adalah 15-25% pada jam pertama, dan TDS 160/90 mmHg dalam
6 jam pertama.
4. Penatalaksanaan Bedah
Evakuasi rutin hematom dengan pembedahan seharusnya tidak
dilakukan. Tidak didapatkan bukti evakuasi hematom nemperbaiki keluaran dan
tidak didapatkan data mengenai kraniektomi dekompressi memperbaiki
keluaran setelah perdarahan intrakranial. Kraniotomi yang sangat dini dapat
disertai peningkatan risiko perdarahan berulang. Namun demikian, tindakan
bedah yang dilakukan lebih awal (early surgery) dapat bermanfaat pada pasien
dengan GCS 9-12. Pada prinsipnya, pengambilan keputusan tergantung lokasi
dan ukuran hematom dan status neurologis penderita.

Secara umum indikasi bedak pada perdarahan intraserebral sebagai


berikut:

a. Hematom serebelar dengan diameter >3cm yang disertai penekanan


bataug otak dan atau hidrosefalus akibat obstruksi ventrikel
seharusnya dilakukan dengan sesegara mungkin.
b. Pendarahan dengan kelainan struktur seperti aneurisma atau
malformasi arteriovena (MAV).
c. Perdarahan lobaris dengan ukuran sedang-besar yang terletak dekat
dengan korteks (<1cm) pada pasien berusia <45 tahun dengan GCS
9-12, dapat dipertimbangkan evakuasi hematom supratentorial
dengan kraniotomi standar.
d. Evakuasi rutin hematom supratentorial dengan kraniotomi standar
dalam 96 jam tidak direkomendasikan kecuali pada hematom lcbaris
1cm dari korteks.

45
5. Pemberian Obat Antiepilepsi (OAE)
Pemberian OAE yang sesuai seharusnya selalu digunakan untuk terapi
bangkitan klinis pada pasien dengar stroke hemoragik. Pemberian profilaksis
OAE tidak direkomendasikan. Pada pasien koma (GCS <8) termasuk pada
perdarahan profunda di supratentorial (intracerebral hemorrhage
supratentorial profunda) dapat dipertimbangkan elektroensefalografi (EEG)
monitoring 24 jam.

6. Pencegahan Perdarahan Intraserebral Berulang


Tata laksana hipertensi noin-akut merupakan hal yang sangat penting untuk
menurunkan risiko perdarahan berulang. Kebiasaan merokok, alkoholisme
berat, dan penggunaan kokain merupakan faktor risiko perdarahan intraserebral,
sehingga direkomendasikan untuk menghentikan kebiasaan tersebut.

7. Rehabilitasi Medik
Selayaknya stroke iskemik, fisioterapi dan mobilisasi cepat sangat dianjurkan
pada mereka stabil secara klinis.

3.2.1 Perdarahan Intraserebral


A. Definisi

Stroke perdarahan intraserebral adalah ekstravasasi darah yang


berlangsung spontan dan mendadak ke dalam parenkim otak yang bukan
disebabkan oleh trauma (non traumatis).9

B. Epidemiologi

Angka kejadian berkisar antara 12-15 per 100.000 penduduk per tahun dan
lebih sering di jumpai pada laki-laki, usia tua dan orang Asia Afrika. 9

C. Etiologi

Penyebab utama stroke ICH dapat dikelompokkan dalam tiga kategori,


yaitu : 9

46
1. Faktor anatomic pembuluh darah otak :
Arteriovenous Malformation
Microaneurisma
Amyloid angiopathy
Cerebral venous occlusive disease (CVOD)
2. Faktor hemodinamik
Hipertensi
3. Faktor hemostatic
Penggunaan terapi obat antikoagulan
D. Patofisiologi
Mekanisme ICH yang sering terjadi adalah faktor hemodinamik yang
berupa peningkatan tekanan darah. Hipertensi kronis menyebabkan pembuluh
darah arteriol yang berdiameter 100-400 mikrometer mengalami perubahan
yang patologik. Perubahan tersebut berupa lipohyalinosis, fragmentasi,
nekrosis fibrinoid dan mikroaneurisma (Charcot Bourchard) pad arteria
perforans kecil di otak. Kenaikan tekanan darah secara mendadak ini dapat
menginduksi pecahnya pembuluh darah. Jika pembuluh darah tersebut pecah,
maka akan menyebabkan perdarahan. Perdarahan dapat berlanjut dan jika
volume perdarahan besar sehingga akan menyebabkan kerusakan pada
struktur anatomi otak justru menyebabkan gejala klinis. Perdarahan yang luas
ini menyebabkan destruksi jaringan otak, peningkatan tekanan intracranial
(TIK), penurunan perfusi ke otak, gangguan drainase otak dan yang lebih
berat dapat menyebabkan herniasi otak. 8
E. Tanda dan Gejala Klinis

Perdarahan intraserebral berlaku secara mendadak. Setengah daripada


jumlah penderita mengeluh serangan dimulai dengan nyeri kepala yang berat
dan sering sewaktu melakukan aktivitas. Namun pada penderita yang usianya
lebih lanjut nyeri kepalanua lebih ringan atau tidak ada. Gejala disfungsi
menggambarkan perkembangan yang terus memburuk daripada perdarahan.
Gejala stroke ICH meliputi kelemahan atau kelumpuhan setengah badan,

47
kesemutan, hilang sensasi atau mati rasa setengah badan. Selian itu,
sesetengah orang juga mengalami sulit berbicara atau bicara pelo, mulutnya
merot ke samping, merasa bingung, masalah penglihatan, mual, muntah,
kejang dan kehilangan kesadaran secara umum. 9

F. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum dan tanda vital, meliputi : 9

a. Penurunan kesadaran
b. Gangguan bicara dan memahami (Dysarthria dan afasia)
c. Tekanan darah meningkat
Pemeriksaan neurologi, meliputi :

a. Gangguan N.VII dan N.XII sentral


b. Kelemahan atau kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh
c. Hemihiperestesi
d. Reflex fisiologis pada sisi lumpuh meningkat
G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksan penunjang untuk memastikan stroke intraserebral adalah
sebagai berikut:
1) Pemeriksaan Radiologi
a. CT scan kepala : didapat gambaran hipedense
b. MRI kepala : lebih sensitif dari CT scan
c. MR Angiografi serebral : aneurisme atau malformasi vaskuler
d. Xray thorax
2) Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan gula darah : gula darah bisa meningkat karena keadaan
hiperglikemia
b. Pemeriksaan darah lengkap : untuk mencari kelainan hemostatic pada
darah
c. Pemeriksaan faktor pembekuan darah (bila ada indikasi)

48
H. Tatalaksana
Terapi pada stroke pendarahan intraserebral merangkumi : 9

1. Evaluasi cepat dan diagnosis

2. Terapi umum (suportif)

a. stabilisai jalan napas dan pernapasan


b. stabilisasi hemodinamik/sirkulasi
c. pemeriksaan awal fisik umum
d. pengendalian peninggian TIK
e. penanganan transformasi hemoragik
f. pengendalian kejang
g. pengendalian suhu tubuh
Penatalaksanaan Stroke Pendarahan Intraserebral

A. Tindakan bedah pada ICH


Keputusan mengenai apakah dioperasi dan kapan dioperasi masih
tetap kontroversial.
Tidak dioperasi bila :
1) Pasien dengan perdarahan kecil (<10cm3) atau defisit neurologis
minimal
2) Pasien dengan GCS <4 meskipun dengan perdarahan
intraserebral disertai kompresi batang otak masih mungkin
untuk life saving.
Dioperasi bila:

1) Pasien dengan perdarahan serebesar >3 cm dengan perburukan


klinis atau kompresi batang otak dan hidrosefalus dari obstruksi
ventrikel harus secepatnya dibedah.
2) ICH dengan lesi struktural seperti aneurisma malformasi AV
atau angioma cavernosa dibedah jika mempunyai harapan
outcome yang baik dan lesi strukturnya terjangkau.

49
3) Pasien usia muda dengan perdarahan lobar sedang sehingga
besar yang memburuk.
4) Pembedahan untuk mengevaluasi hematoma terhadap pasien
usiamuda dengan perdarahan lobar yang luas (>50cm3) masih
menguntungkan.

3.2.2 Perdarahan Subarakhnoid


A. Definisi
Perdarahan Subarakhnoid (PSA) adalah ekstravasasi darah ke dalam ruang
sub arahnoid yang meliputi sistem saraf pusat yang diisi dengan cairan
serebrospinal. 9
B. Epidemiologi

Angka kejadian rata-rata perdarahan subarachnoid adalah 9 per 100.000


per tahun. Risiko PSA meningkat pada riwayat keluarga, merokok, hipertensi
dan asupan alkohol yang berlebihan. 9

C. Etiologi

Kelainan anatomi pembuluh darah : Aneurisma saccular, fusiform dan


mikotik (85%), AVM (10%), sisanya kelainan rongga arteri, karena tumor dan
lainnya. 9

D. Patofisiologi

Aneurisma merupakan lesi yang didapatkan karena berkitan dengan


tekanan hemodinamik pada dinding arteri percabangan dan perlekukan. Hal
ini dikarenakan kurangnya lapisan elastika eksterna pada dindingnya dan
memiliki lapisan adventitia yang sangat. tipis yang menjadi faktor
pembentukan aneurisma.

Prekursor awal aneurisma adalah adanya kantong kecil melalui arteri


media yang rusak. Kerusakan ini meluas akibat tekanan hidrostatik dari aliran
darah pulsatif dan turbulensi darah, yang paling besar berada di bifurcatio

50
arteri. Suatu aneurisma matur memiliki sedikit lapisan media, diganti dengan
jaringan ikat, dan mempunyai lamina elastika yang terbatas atau tidak ada.
Sehingga mudah rupture.

Saat aneurisma ruptur, terjadi ekstravasasi darah dengan tekanan arteri


masuk ke ruang subarachnoid dan dengan cepat meyebar melalui cairan
serebrospinal mengelilingi otak dan medulla spinalis. Ekstravasasi darah
menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial (TIK) global dan mengiritasi
meningeal. 9

E. Tanda dan Gejala Klinis


a. Sakit kepala mendadak hebat.
b. Defisit saraf kranialis
c. Hemiparese
d. Penurunan kesadaran
F. Pemeriksaan Fisik
a. Meningeal sign positif
b. Pemeriksaan funduskopi : perdarahan retina sub hyaolid
c. Parese nervus kranialis (terutama N. Occulomotorius)
d. Kejang
e. Kesadaran menurun
f. Defisit neurologi lokal (motorik, sensorik)
g. 40% tidak ada desifsit local
G. Pemeriksaan Penunjang
a. CT scan kepala (pilihan pertama)
b. Lumbal pungsi (Bila CT scan kepala meragukan )
c. Angiograf serebral (untuk mencari etiologi)

H. Tata laksana
a. Mempertahankan airway, brething dan circulation secara optimal
b. Pencegahan peningkatan tekanan intrakranial

51
c. Mempertahankan tekanan darah optimal (tekanan darah dipertahankan
dibawah 160 mmHg dengan labetolol diltiazem dan nikardipin dengan
intravena secara kontinyu
d. Mencegah vasopasme dengan profilaksis nimodipin 6x60 mg oral
selama 21 hari
e. Mengatasi hiperglikemia dengan mempertahankan kadar glukosa 90-
126 mg/dl
f. Hidrocephalus di lakukan operasi EVD atau VP shunt. 9

52
53

BAB IV

ANALISIS KASUS

Teori Temuan
Stroke merupakan gangguan fungsi Hal ini sesuai dengan keluhan pasien
saraf akut oleh karena gangguan bicara pelo secara mendadak saat pasien
sirkulasi darah serebral yang terjadi sedang bertani. Keluhan juga disertai
mendadak dalam beberapa detik atau dengan sulit menelan, air liur keluar dari
cepat dalam beberapa jam sehingga sudut bibir kiri, nyeri kepala (+), mual
menimbulkan gejala defisit neurologi (+).
fokal/global sesuai area otak yang
terganggu.
Faktor resiko stroke yang bisa Pasien mengaku terdapat riwayat
dimodifikasi yaitu: hipertensi sejak 2 tahun yang lalu dan
1. Hipertensi tak terkontrol. Didukung dari
2. DM pemeriksaan fisik didapatkan TD pasien
3. Merokok 160/100 mmhg (saat di IGD) yang
4. Dislipidmia merupakan hipertensi grade II.
5. Alkohol
6. Kurang olahraga Selain itu, dari pemeriksaan
7. dll laboratorium ditemukan kadar Kolesterol
total, LDL pasien meningkat yaitu 139
mg/dl

Dari anamnesis juga didapatkan nahwa


pasien kurang olahraga

53
Faktor resiko stroke yang tidak bisa Pasien berusia 55 tahun, sesuai dengan
dimodifikasi: insiden stroke yang meningkat pada usia
1. Usia di atas 50 tahun
2. Jenis kelamin
3. Keturunan
4. Ras
Pemeriksaan pasien stroke meliputi: Dari pemeriksaan fisik status genralisata
1. Stataus Generalisata dalam batas normal, kekuatan motorik
2. Status Neurologi 5/5/5/5, pemeriksaan sensorik terdapat
a. Fungsi motorik hemihipestei sisnistra, untuk fungsi
b. Fungsi sensorik otonom & fungsi luhur tidak ada
c. Fungsi otonom keluhan. Pada pemeriksaan n.craniales
d. Fungsi luhur ditemukan parese N.VII sinistra tipe
e. Nervus Craniales sentral dimana mulut pasien mencong
3. Lainnya kekanan, sudut nasolabialis datar pada
a. Refleks Fisiologis sisi kiri, namun dapat mengerutkan dahi
b. Refleks patologis dan menutup mata baik pada sisi kiri dan
c. Rangsang meningeal kanan wajah. Pada pemeriksaan nervus
XII sinistra tipe sentaral ditemukan
deviasi lidah kearah kiri.

Dari pemeriksaan reflex fisiologis dalam


batas normal, pada pemeriksaan reflex
patologis ditemukan reflex babinsky
(-/+)

Pada pemeriksaan tanda rangsang


meningeal didapatkan hasil negatif yang
menunjukkan tidak ada keterlibatan
meningen, maka kemungkinan
perdarahan subarachnoid dapat

54
disingkirkan.
Gold standard stroke adalah CT-scan Hal ini sesuai dengan hasil ct-scan
tanpa kontras. Pada stroke hemoragik kepala non kontras pasien yaitu multiple
diemukan lesi hiperdens perdarahan (hiperdens) di lobus parietal
kanan dengan volume perdarahan 8 cc.
Pemeriksaan penunjang lainnya : Didapatkan imbalance elektrolit yaitu
Pemeriksaan darah rutin dan EKG peningkatan chlorida dan cacium ion++,
lalu ditemukan peningkatan LDL. Dan
dari pemeriksaan EKG didapatkan SR.
Diagnosis hemihipestesi sinistra + Hal ini sesuai dengan anamnesis,
parese n.vii dan n.xii sinistra tipe pemeriksaan fisik, pemeriksaan
sentral ec stroke hemoragik (ICH) penunjang

Dari hasil ct scan ditemukan etiologinya


berasal dari hemisfer kanan pasien
sehingga manifestasi klinis terjadi pada
sisi yang sebelah kiri.

Hemihipestesi dapat terjadi karena


terganggunya jaras spinotalamikus, hal
ini sesuai dengan lobus parietal yang
terkena yang berfungsi sebagai
somatosensorik.
Tatalaksana pada pasien ini meliputi Pada pasien dilakukan tata laksana :
non farmakologi dan farmakologi. IGD
Non farmakologi berupa melakukan 1. NGT (karena keluhan pasien susah
stabilisasi jalan nafas, bedrest, menelan untuk mencegah aspirasi,
pemantauan kesadaran, tanda vital dan namun pasien menolak)
gejala defisit neurologis, menjaga 2. IVFD NaCl 0,9% 20 tpm (sebagai
peningkatan tekanan intrakranial terapi cairan pada pasien untuk jaga
hemodinamik, dan NaCl 0,9% adalah
larutan isotonic)

55
3. IV Omeprazole 1x40 mg (karena
keluhan mual (+))

Bangsal neurologi
1. IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
2. IV Omeprazole 1 x 40 mg
3. IV Citicoline 2x1 gr (Sebagai
neuroprotektor untuk mempertahankan
daerah penumbra)
4. PO PCT 4x1000 mg (anti nyeri)
5. PO Amlodipine 1x 10 mg) – Sebagai
anti hipertensi; amlodipine yang
merupakan golongan calcium channel
blocker, bekerja dengan penghambatan
masuknya Ca2+ ke dalam sel sehingga
terjadi relaksasi otot polos vaskular dan
menurunnya kecepatan nodus SA
(sinoatrial) serta konduksi AV
(atrioventricular).
6. PO Candesartan 1x 16 mg) – Sebagai
anti hipertensi; yang merupakan
golongan ARB yang bekerja
menghambat pengikatan angiotensin II
ke reseptornya. Angiotensin II
merupakan senyawa yang memiliki efek
menyempitkan pembuluh darah.

- Tekanan darah pasien berkisar


160-200/87-100 mmhg. Menurut
guidelines 2 jenis obat dapat
diberikan pada saat yang sama

56
saat SBP ≥ 160 mmhg dan/atau
DBP >100 mmhg. Dimana
kombinasi ARB dan CCB
direkomendasikan.
7. Disarankan istirhat bedrest ±10 hari
agar tidak terjadi re-bleeding

57
58
58

BAB V

KESIMPULAN

Stroke merupakan gangguan fungsi saraf akut oleh karena terganggunya


sirkulasi darah serebral yang bersifat mendadak (dalam beberapa detik) atau
cepat (dalam beberapa jam) menimbulkan gangguan bisa fokal maupun global
sesuai area otak yang terganggu.

Pada kasus ini stroke yang terjadi adalah stroke hemoragik. Stroke
hemoragik terjadi bila pembuluh darah di otak pecah atau mengalami kebocoran,
sehingga terjadi perdarahan ke dalam otak. Bagian otak yang dipengaruhi oleh
pendarahan dapat menjadi rusak, dan darah dapat terakumulasi sehingga
memberikan tekanan pada otak.

Banyak faktor resiko yang mengakibatkan seseorang terkena stroke yaitu


umur, jenis kelamin, riwayat keluarga, merokok dan konsumsi alkohol, hipertensi,
diabetes mellitus, penyakit jantung, hiperlipidemia, peningkatan hematokrit,
penyalahgunaan obat dan infeksi. Pada pasien ini terdapat faktor resiko berupa
usia, jenis kelamin, dan hipertensi.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan


pemeriksaan penunjang. Pada pasien ini sudah memenuhi gejala dan tanda klinis
yang mengarah pada stroke hemoragik dan dilengkapi dengan hasil CT scan yang
merupakan gold standard dalam mendiagnosis stroke hemoragik.
59

DAFTAR PUSTAKA

1. KEMENKES RI . INFODATIN Stroke : DONT BE THE ONE . Jakarta:


Pusat Data dan Informasi KEMENKES RI;2019. Available from :
infodatin-stroke-dont-be-the-one.pdf

2. Soewarno, S. A., & Annisa, Y. (2017). Pengaruh hipertensi terhadap


terjadinya stroke hemoragik berdasarkan hasil ct-scan kepala di instalasi
radiologi RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo. MEDISAINS, 15(1), 39-46.

3. An, S. J., Kim, T. J., & Yoon, B. W. (2017). Epidemiology, risk factors,
and clinical features of intracerebral hemorrhage: an update. Journal of
stroke, 19(1), 3.

4. Aninditha. Buku ajar neurologi. Jakarta: Departemen neurologi Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia RS Cipto Mangunkusumo. 2017
5. Haynes, E., Pancioli, A., Shaw, G., & Woo, D. 2012. Peripheral
Leucocytes and Intracerebral Hemorrhage. Opeolu Ohio Edu, 22: 221-228
6. Sotirios AT,. Differential Diagnosis in Neurology and Neurosurgery.New
York. Thieme Stuttgart. 2000
7. Price, Sylvia A. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit
ed.6.EGC, Jakarta. 2006
8. Parmet, S., Tiffany, J.G., Richard, M.G. 2004. Hemmorhagic stroke. J of
American Medical Association. 15(292):1916.
9. Munir, B. Neurologi dasar edisi kedua. Malang: Fakultas Universitas
sBrawijaya

Anda mungkin juga menyukai