Hemihipestesi sinistra + parase N. VII dan N. XII sinistra sentral e.c Stroke
Hemoragik dengan Hipertensi Stage II
UNIVERSITAS JAMBI
2021
i
HALAMAN PENGESAHAN
Hemihipestesi sinistra + parase N. VII dan N. XII sinistra sentral e.c Stroke
Hemoragik dengan Hipertensi Stage II
Disusun Oleh:
Universitas Jambi
Oktober 2021
Pembimbing
i
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan case report session yang
berjudul “Hemihipestesi sinistra + parase N. VII dan N. XII sinistra sentral e.c
Stroke Hemoragik dengan Hipertensi Stage II” sebagai salah satu syarat dalam
mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Saraf di RSUD Raden
Mattaher Provinsi Jambi.
Penulis
ii
iii
iii
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
3
BAB II
LAPORAN KASUS
Nama : Ny. S
Usia : 55 Tahun
Agama : Islam
Alamat : Desa Ture RT 07, Kel. Ture Kec. Pemayung,Kab. Batang Hari
Pekerjaan : IRT
MRS : 979216
DAFTAR MASALAH
Lokasi :
Gejala penyerta :
Kronologis:
Pasien datang ke IGD RSUD Radden Mattaher dengan keluhan bicara
pelo sejak ± 3 jam SMRS. Keluhan dirasakan mendadak saat pasien
sedang memanen padi dipagi hari. Keluhan tidak disertai dengan lidah
pasien yang terasa kelu, namun pasien mengeluhkan keluar banyak air liur
dari sudut mulut pasien sebelah kiri. Selain itu pasien juga mengeluhkan
tiba-tiba sulit menelan, sulit mengunyah pada mulut sisi kiri dan nyeri
kepala sesaat sebelum pasien mengeluhkan bicara pelo.
± 1 hari SMRS, pasien mengatakan tidak enak badan yang dirasakan
dengan badan yang terasa lemas, terasa sedikit hangat namun membaik
setelah beristirahat.
Pasien tidak mengeluhkan muntah, sesak nafas, pandangan ganda,
penurunan kesadaran, kejang, kelemahan anggota gerak saat ini maupun
setelah kejadian.
4
E) Riwayat Penyakit Keluarga :
a) Keluarga dengan keluhan serupa (-)
b) Riwayat hipertensi (+) (Ibu pasien)
c) Riwayat diabetes mellitus (-)
d) Riwayat Stroke (-)
F) Riwayat Sosial Ekonomi:
Sosial ekonomi baik dengan pekerjaan pasien sebagai ibu rumah tangga.
Riwayat merokok (-), riwayat minum alcohol (-)
c. Nadi : 90 x/menit
d. Respirasi : 22 x/menit
e. Suhu : 36,5 °C
f. SpO2 : 98 %
B) Status Generalis
b. Mata : Kelopak mata menurun (-), kelopak mata tidak bisa menutup
5
. ke kiri (+), lidah hiperemis (-), faring hiperemis (-)
e. Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-),deviasi
trakea (-)
f. Dada : Simetris
g. Jantung : Bunyi jantung I dan II regular, murmur (-), gallop (-)
h. Paru : Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
i. Abdomen : Bising usus (+) normal
j. Alat kelamin : Tidak dilakukan pemeriksaan
C) Status Psikitus :
a. Cara berpikir : Baik
b. Perasaan hati : Eutimik
c. Tingkah laku : Normoaktif
d. Ingatan : Baik
D) Status Neurologi
c. Kepala
Bentuk : Normochepal
Simetri : (+)
6
Brudzinsky 2 : (-)
Brudzinsky 3 : (-)
Brudzinsky 4 : (-)
Laseque : (-)
Kernig : (-)
E) Nervus Kranialias
7
Pupil :
bentuk Bulat, isokor Bulat, isokor
reflex cahaya + +
reflex konvergensi + +
Melihat kembar - -
N IV (Trochlearis)
Pergerakan bola mata Normal Normal
Diplopia - -
N V (Trigeminus)
Motorik
Otot Masseter Normal Normal
Otot Temporal Normal Normal
Otot Pterygoideus Normal Normal
Sensorik
Oftalmikus Normal Normal
Maksila Normal Normal
Mandibula Normal Normal
N VI (Abdusen)
Pergerakan bola mata Normal Normal
Diplopia - -
N VII (Fasialis)
Wajah Asimetris Asimetris
Mengerutkan dahi Simetris Simetris
Menutup mata Normal Normal
Memperlihatkan gigi Normal Sudut kiri tertinggal
Bersiul/mencucu Sulit dilakukan Sulit dilakukan
Senyum Sudut mulut kanan Sudut mulut kiri turun
terangkat
8
Menggembungkan pipi Sulit dilakukan Sulit dilakukan
Sensasi lidah 2/3 depan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N VIII (Vestibularis)
Suara berbisik Normal Normal
Detik arloji Normal Normal
Rinne test Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Weber test Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Swabach test Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Nistagmus Tidak ada Tidak ada
N IX (Glossofaringeus)
Sensasi lidah 1/3 blkg Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Refleks muntah Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N X (Vagus)
Arkus faring Simetris
Berbicara Disartria
Menelan Sulit menelan
Refleks muntah Baik
Nadi Normal
N XI (Assesorius)
Menoleh ke kanan + +
Menoleh ke kiri + +
Mengangkat bahu + +
N XII (Hipoglosus)
Kedudukan lidah Deviasi lidah ke kiri
Dijulurkan
Atropi papil -
Disartria +
Tremor -
9
a. Badan
10
Motorik
Kanan Kiri
Pergerakan Normal Normal
Kekuatan 5
5
Tonus Normal Normal
Sensibilitas
d. Gerakan Abnormal
Tremor : (-)
Atetosis : (-)
Miokloni : (-)
Khorea : (-)
Rigiditas : (-)
e. Alat Vegetatif
11
f. Koordinasi, gait dan keseimbangan
12
c. Faal Ginjal (15 Oktober 2021)
13
Kesan : Kardiomegali, TB DD/Pneumonia
b. CT-Scan
2.5 Diagnosis
14
Variabel Gambaran Klinis Score
Kesadaran Composmentis 0
Muntah Tidak ada 0
Nyeri Kepala Ada 1
Tanda Ateroma Hipertensi 1
Tekanan Diastolik 100 mmgHg
Variabel Gambaran
Klinis
Penurunan Tidak
Kesadaran
Nyeri Kepala Ada
Refleks Ya
Babinsky
Muntah Tidak
Kesan: Stroke Haemoragik
15
2.6 Tatalaksana :
Non Medikamentosa :
e. Fisioterapi
Medikamentosa
16
b. Inj Citicoline 2x1000 mg
d. Po Amlodipin 1x10 mg
e. Po Candesartan 1 x 16 mg
2.7 PROGNOSIS
a. Quo ad vitam : dubia ad malam
b. Quo ad fungsionam : dubia ad malam
c. Quo ad sanationam : dubia ad malam
Tanggal/Hari
Catatan Instruksi
Rawatan
16/10/2021 S/ Bicara pelo(+), sulit menelan (+), Th/
nyeri kepala (-), mual (+), muntah (-) - IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
H1 - Inj. Citicolin 2x1 g
17
Motorik
Kanan Kiri
Pergerakan Baik Baik
Kekuatan 5 5
Anggota gerak bawah :
Motorik
Kanan Kiri
Pergerakan Baik Baik
Kekuatan 5 5
18
Anggota gerak bawah :
Motorik
Kanan Kiri
Pergerakan Baik Baik
Kekuatan 5 5
19
Kekuatan 5 5
20
Hemoragik dengan Hipertensi Stage II
21
H-7
Onset H-8 O/Kesadaran (E5V5M6)
TD: 150/90 mmHg
BB: 50 kg HR: 85 x/i
TB: 150cm RR: 20 x/i
T : 36,1 °C
PF/
Status Internus : dalam batas normal
Status Neurologis :
N VII (Fasialis)
Memperlihatkan gigi : sudut kiri
tertinggal
Senyum : sudut kiri tertinggal
N XII : lidah tertarik ke kiri, disartria
(+)
Anggota gerak atas:
Motorik
Kanan Kiri
Pergerakan Baik Baik
Kekuatan 5 5
Anggota gerak bawah :
Motorik
Kanan Kiri
Pergerakan Baik Baik
Kekuatan 5 5
Ass/ Hemihipestesi sinistra + parase N. VII
dan N. XII sinistra sentral e.c Stroke
Hemoragik dengan Hipertensi Stage II
22
23
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
24
3) Brainstem
Berfungsi mengatur seluruh proses kehidupan yang mendasar.
Berhubungan dengan diensefalon diatasnya dan medulla spinalis
dibawahnya. Struktur-struktur fungsional batang otak yang penting adalah
jaras asenden dan desenden traktus longitudinalis antara medulla spinalis
dan bagian-bagian otak, anyaman sel saraf dan 12 pasang saraf cranial.
Batang otak terdiri dari tiga bagian, yaitu:
a. Mesensefalon atau otak tengah (disebut juga mid brain) adalah bagian
teratas dari batang otak yang menghubungkan serebrum dan
serebelum. Saraf kranial III dan IV diasosiasikan dengan otak tengah.
Otak tengah berfungsi dalam hal mengontrol respon penglihatan,
gerakan mata, pembesaran pupil mata, mengatur gerakan tubuh dan
pendengaran.
b. Pons merupakan bagian dari batang otak yang berada diantara
midbrain dan medulla oblongata. Pons terletak di fossa kranial
posterior. Saraf Kranial (CN) V diasosiasikan dengan pons.
c. Medulla oblongata adalah bagian paling bawah belakang dari batang
otak yang akan berlanjut menjadi medulla spinalis. Medulla oblongata
terletak juga di fossa kranial posterior. CN IX, X, dan XII disosiasikan
dengan medulla, sedangkan CN VI dan VIII berada pada perhubungan
dari pons dan medulla.4
3.1.1 Vaskularisasi
Darah mengangkut zat asam, makanan dan substansi lainnya yang
diperlukan bagi fungsi jaringan hidup yang baik. Kebutuhan otak sangat
mendesak dan vital, sehingga aliran darah yang konstan harus terus
dipertahankan. Suplai darah arteri ke otak merupakan suatu jalinan pembuluh
– pembuluh darah yang bercabang-cabang, berhubungan erat satu dengan
yang lain sehingga dapat menjamin suplai darah yang adekuat untuk sel.
25
1. Peredaran Darah Arteri
Suplai darah ini dijamin oleh dua pasang arteri, yaitu arteri
vertebralis dan arteri karotis interna, yang bercabang dan beranastosmosis
membentuk circulus willisi. Arteri karotis interna dan eksterna bercabang
dari arteri karotis komunis yang berakhir pada arteri serebri anterior dan
arteri serebri medial. Di dekat akhir arteri karotis interna, dari pembuluh
darah ini keluar arteri communicans posterior yang bersatu kearah kaudal
dengan arteri serebri posterior. Arteri serebri anterior saling berhubungan
melalui arteri communicans anterior. Arteri vertebralis kiri dan kanan
berasal dari arteria subklavia sisi yang sama. Arteri subklavia kanan
merupakan cabang dari arteria inominata, sedangkan arteri subklavia kiri
merupakan cabang langsung dari aorta. Arteri vertebralis memasuki
tengkorak melalui foramen magnum, setinggi perbatasan pons dan medula
oblongata. Kedua arteri ini bersatu membentuk arteri basilaris.
2. Peredaran Darah Vena
Aliran darah vena dari otak terutama ke dalam sinus-sinus
duramater, suatu saluran pembuluh darah yang terdapat di dalam struktur
duramater. Sinus-sinus duramater tidak mempunyai katup dan sebagian
besar berbentuk triangular. Sebagian besar vena cortex superfisial
mengalir ke dalam sinus longitudinalis superior yang berada di medial.
Dua buah vena cortex yang utama adalah vena anastomotica magna yang
mengalir ke dalam sinus longitudinalis superior dan vena anastomotica
parva yang mengalir ke dalam sinus transversus. Vena-vena serebri
profunda memperoleh aliran darah dari basal ganglia.
26
3.2 Stroke Hemoragik
A. Definisi
Stroke merupakan gangguan fungsi saraf akut oleh karena terganggunya
sirkulasi darah serebral yang bersifat mendadak (dalam beberapa detik)
atau cepat (dalam beberapa jam) menimbulkan gangguan bisa fokal maupun
global sesuai area otak yang terganggu
B. Epidemiologi
27
tahun.
Jenis Kelamin Infark otak dan stroke terjadi sekitar 30% lebih sering pada
laki-laki berbanding perempuan, perbedaan seks bahkan
lebih tinggi sebelum usia 65.
Diabetes mellitus Setelah faktor risiko stroke yang lain telah dikendalikan,
diabetes meningkatkan risiko stroke tromboemboli sekitar
dua kali lipat hingga tiga kali lipat berbanding orang-orang
tanpa diabetes. Diabetes dapat mempengaruhi individu
untuk mendapat iskemia serebral melalui percepatan
aterosklerosis pembuluh darah yang besar, seperti arteri
koronari, arteri karotid atau dengan, efek lokal pada
mikrosirkulasi serebral.
28
Penyakit jantung Individu dengan penyakit jantung dari jenis apa pun
memiliki lebih dari dua kali lipat risiko stroke
dibandingkan dengan mereka yang fungsi jantungnya
normal.
Fibrilasi atrial :
Lainnya :
29
kedua jenis kelamin, tingkat risiko berhubungan dengan
jumlah batang rokok yang dihisap, dan penghentian
merokok mengurangi risiko, dengan resiko kembali seperti
bukan perokok dalam masa lima tahun setelah penghentian.
30
bertambahnya usia. Kolesterol berkaitan dengan perdarahan
intraserebral atau perdarahan subarachnoid. Tidak ada
hubungan yang jelas antara tingkat kolesterol dan infark
lakunar.
Kegemukan :
D. Patofisiologi4
31
Patofisiologi stroke hemoragik umumnya didahului oleh kerusakan
dinding pembuluh darah kecil di otak akibat hipertensi. Penelitian
membuktikan bahwa hipertensi kronik dapat menyebabkan terbentuknya
aneurisma pada pembuluh darah kecil di otak. Proses turbulensi aliran darah
mengakibatkan terbentuknya nekrosis fibrinoid, yaitu nekrosis sel/jaringan
dengan akumulasi matriks fibrin. Terjadi pula herniasi dinding arteriol dan
ruptur tunika intima, sehingga terbentuk mikroaneurisma yang disebut
Charcot-Bouchard. Mikroaneurisma ini dapat pecah seketika saat tekanan
darah arteri meningkat mendadak.
Pada beberapa kasus, pecahnya pembuluh darah tidak didahului oleh
terbentuknya aneurisma, namun semata-mata karena peningkatan tekanan
darah yang mendadak.
Pada kondisi normal, otak mempunyai system autoregu!asi pembuluh
darah serebral untuk mempertahankan aliran darah ke otak. Jika tekanan darah
sistemik meningkat, sistem ini bekerja melakukan vasokonstriksi pembuluh
darah serebral. Sebaliknya, bila tekanan darah sistemik menurun, akan terjadi
vasodilatasi pembuluh darah serebral. Pada kasus hipertensi, tekanan darah
meningkat cukup tinggi selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Hal ini
dapat mengakibatkan terjadinya proses hialinisasi pada dinding pembuluh
darah, sehingga pembuluh darah akan kehilangan elastisitasnya. Kondisi ini
berbahaya karena pembuluh darah serebral tidak lagi bisa menyesuaikan diri
dengan fluktuasi tekanan darah sistemik, kenaikan tekanan darah secara
mendadak akan dapat tnenyebabkan pecahnya pembuluh darah.
Darah yang keluar akan terakumulasi dan membentuk bekuan darah
(hematom) di parenkim otak. Volume hematom tersebut akan bertambah,
sehingga memberikan efek desak ruang, menekan parenkim otak, serta
menyebabkan peningkatan TIK. Hal ini akan memperburuk kondisi klinis
pasien, yang umumnya berlangsung dalam 24-48 jam onset, akibat perdarahan
yang terus berlangsung dengan edema disekitarnya, serta efek desak ruang
hematom yang mengganggu metabolisme dan aliran darah.
32
Pada hematom yang besar, efek desak ruang menyebabkan pergeseran
garis tengah (midline shift) dan herniasi otak yang pada akhirnya
mengakibatkan iskemia dan perdarahan sekunder. Pergeseran tersebut juga
dapat menekan sistem ventrikel otak dan mengakibatkan hidrosefalus
sekunder. Kondisi seperti ini sering terjadi pada kasus strcke hemoragik akibat
pecahnya pembuluh darah arteri serebri posterior dan anterior. Keadaan
tersebut akan semakin meningkatkan TIK dan meningkatkan tekanan vena di
sinus-sinus duramater. Sebagai kompensasi untuk mempertahankan perfusi
otak, tekanan arteri juga akan meningkat. Dengan demikian, akan didapatkan
peningkatan tekanan darah sistemik pascastroke.
33
aritmia jantung dan edem paru. Nyeri kepala merupakan gejala yang paling
sering dikeluhkan, berkaitan dengan lokasi dan luasnya lesi perdarahan, yaitu
pada stroke hemoragik di daerah lobaris, serebelum, dan lokasi yang
berdekatan dengan struktur permukaan meningen. Pada perdarahan kecil di
parenkim otak yang tidak memiliki serabut nyeri, tidak terdapat nyeri kepala
saat fase awal perdarahan. Namun seiring perluasan hematom yang
menyebabkan peningkatan TIK dan efek desak ruang, keluhan nyeri baru
muncul yang biasanya disertai muntah dan penurunan kesadaran.
Gejala lain yang dapat terjadi adalah kaku kuduk, aritmia jantung dan
edema paru. Kaku kuduk dapat terjadi pada perdarahan di talamus, kaudatus
dan serebelum. Aritmia jantung dan edema paru biasanya berhubungan
dengan peningkatan TIK dan pelepasan katekolamin.
F. Diagnosis4
34
informasi apakah keluahan terjadi secara tiba-tiba, saat pasien beraktivitas,
atau saat pasien baru bangun tidur. Pada stroke hemoragik, pasien umumnya
berada dalam kondisi sedang beraktivitas atau emosi yang tidak terkontrol.
Durasi sejak serangan hingga dibawa ke pusat kesehatan juga merupakan hal
penting yang turut menentukan prognosis.
35
Pemeriksaan neurologis awal adakah penilaian tingkat kesadaran dengan
skala koma Glasgow (GCS), yang selanjutnya dipantau secara berkala.
Kemudian diikuti pemeriksaan reflex batang otak meliputi reaksi pupil
terhadap cahaya, reflex kornea, dan reflex okulosefalik. Setelah itu dilakukan
pemeriksaan nervus kranialis. Satu persatu serta motorik untuk menilai trofi,
tonus, dan kekuatan otot, dilanjutkan reflex fisiologis dan reflex patologis.
Hasil pemeriksaan motorik dibandingkan kanan dan kiri, serta atas dan bawah
guna menentukan luas dan lokasi lesi. Selanjutnya pemeriksaan sensorik dan
pemeriksaan otonom.
Sistem penskoran :
Interpretasi :
36
Kesadaran Kompos mentis 0
Somnolen 1
Sopor/koma 2
Vomitus Tidak ada 0
Ada 1
Nyeri kepala Tidak ada 0
Ada 1
Ateroma Tidak ada 0
Ada DM, hipertensi, angina atau penyakit pembuluh 1
darah
Pemeriksaan
Penunjang
Pemeriksaan
laboratorium yang dapat dilakukan pada penderita stroke diantaranya adalah
37
hitung darah lengkap, profil pembekuan darah, kadar elektrolit dan kadar serum
glukosa.
G. Penatalaksanaan3,4
A. Terapi umum
1. Stabilisasi jalan napas dan pernapasan
a. Pemantauan secara terus menerus terhadap status neurologis, nadi,
tekanan darah, suhu tubuh, dan saturasi oksigen dianjurkan dalam 72
jam, pada pasien dengan defisit neurologis yang nyata
b. Pemberian oksigen dianjurkan pada keadaan dengan saturasi oksigen <
95%
38
c. Perbaiki jalan nafas termasuk pemasangan pipa orofaring pada pasien
yang tidak sadar. Berikan bantuan ventilasi pada pasien yang mengalami
penurunan kesadaran atau disfungsi bulbar dengan gangguan jalan napas
2. Stabilisasi Hemodinamik
a. Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena
b. Optimalisasi tekanan darah
c. Pemasangan central venous catheter (CVC) bila diperlukan, untuk
memantau kecukupan cairan serta sebagai sarana memasukkan cairan
dan nutrisi dengan target tekanan 5-12mmHg.
3. Penanganan peningkatan TIK
a. Pemantauan ketat terhadap penderita dengan risiko edema serebral harus
dilakukan dengan memperhatikan perburukan gejala dan tanda
neurologis pada 48 jam pertama setelah serangan stroke.
b. Monitor tekanan intrakranial terutama pada pasien dengan perdarahan
intraventrikular (dilakukan sebagai monitoring TIK dan evaluasi
perdarahan intraventrikular). Target terapi adalah TIK <20mmHg dan
CPP >70mmHg.
c. Penatalaksanaan penderita dengan peningkatan tekanan intrakranial
meliputi:
1) Tinggikan posisi kepala 30o
2) Posisi pasien hendaklah menghindari tekanan vena jugular
3) Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik
4) Jaga normovolernia
5) Osmoterapi atas indikasi
Manitol 0.25 - 0.50 gr/kgBB, selama >20 menit, diulangi setiap 4 - 6
jam dengan target ≤ 310 mOsrn/L. Osmolalitas sebaiknya diperiksa 2
kali dalam sehari selama pemberian osmoterapi. Agen osmoterapi lain
yang dapat digunakan adalah NaCl 3%.
Kalau perlu, berikan furosemide dengan dosis inisial 1 mg/kgBB i.v.
39
6) Intubasi untuk menjaga normoventilasi (pCO2 35 - 40 mmHg).
Hiperventilasi mungkin diperlukan bila akan dilakukan tindakan
operatif
4. Pengendalian Suhu Tubuh
a. Peningkatan suhu 1ºC akan meningkatkan energi 7%. Oleh karena itu,
setiap pasien stroke yang disertai febris harus diberikan antipiretik, yakni
parasetamol 1000 mg 3x baik per oral atau IV, kemudian dicari dan
diatasi penyebabnya.
b. Pada pasien febris atau berisiko terjadi infeksi, harus dilakukan kultur
dan hapusan (trakea, darah dan urin) dan diberikan antibiotik. Jika
memakai kateter ventrikuler, analisa cairan serebrospinal harus dilakukan
untuk mendeteksi meningitis.
c. Jika didapatkan meningitis, maka segera diikuti terapi antibiotik.
5. Tatalaksana Cairan
a. Pada umumnya kebutuhan cairan 30ml/kgBB/hari (parenteral maupun
enteral)
b. Pemberian cairan isotonic seperti NaCl 0,9% untuk menjaga euvolemia.
Tekanan vena sentral dipertahankan antar 5-12mmHg
c. Perhatikan keseimbangan cairan dengan melakukan pengukuran cairan
masuk dan keluar secara ketat.
d. Elektrolit harus selalu diperiksa dan diatasi bila terjadi kekurangan
e. Gangguan keseimbangan asam basa harus segera dikoreksi dengan
monitor analisis gas darah.
6. Nutrisi
a. Pemberian nutrisi enteral harus dilakukan sedini mungkin bila tidak
terjadi perdarahan lambung
b. Jika terjadi komplikasi perdarahan lambung, maka pemberian nutrisi
enteral dapat ditunda sampai terjadi perbaikan dan sisa caiaran lambung
dalam 2 jam pertama ≤150 cc. evaluasi cairan lambung yang dialirkan
dalam 2 jam.
40
c. Bila terdapat gangguan menelan atau kesadaran menurun makanan
diberikan melalui pipa nasogastric.
d. Jika tidak terdapat gangguan pencernaan atau residu lambung ≤150 cc,
maka dapat diberikan nutrisi enteral 30 cc perjam dalam 3 jam pertama.
Jika toleransi baik, berupa tidak terdapatnya residu dalam pipa
nasogastric pada saat jam berikutnya, maka dapat dilanjutkan pemberian
makanan enteral. Pemberian nutrisi enteral selanjutnya disesuaikan
dengan target kebutuhan yang tebagi dalam 6 kali perhari.
e. Pada keadaan akut, kebutuhan kalori adlaha 20-25 kkal/kg/hari dengan
komposisi :
- Komposisi 50-60% dari total kalori
- Lemak 25-30%
- Protein 10-20%
a. Jika kemungkinan pemakaian pipa nasogastric diperkirakan >6 minggu
pertimbangkan untu percutaneous endoscopic gastrotomy (PEG).
b. Pada keadaan pemberian nutrisi enteral tidak memungkinkan, boleh
diberikan secara parenteral.
7. Pencegahan dan Penanganan Komplikasi
a. Mobilisasi dan penilaian dini untuk mencegah komplikasi subakut seperti
aspirasi, malnutrisi, pneumonia, thrombosis vena dalam, emboli paru,
decubitus, komplikasi ortopedik dan kontraktur.
b. Pemberian antibiotic atas indikasi sesuai dengan tes kultur dan
sensitivitas kuman atau minimal terapi empiris sesuai dengan pola
kuman.
c. Pencegahan decubitus dengan mobilisasi terbats dan/atau memakai kasur
antidekubitus,
d. Pencegahan thrombosis vena dalam dan emboli paru dengan intermittent
pneumatic compression, tidak direkomendasikan penggunaan
compression stocking.
e. Pencegahan tromboemboli vena pada pasien imobilisasi setelah 1-4 hari
onset, dapat diberikan low molecular weight heparin (LMWH) dosis
41
rendah subkutan atau unfractionated heparin, setelah terdokumentasi
tidak lagi perdarahan.
f. Antikoagulan sistemik atau pemasangan vena kava filter dapat
diindikasikan pada pasien dengan gejala trombosis vena dalam atau
emboli paru. Pemilihan harus mempertimbangkan beberapa faktor,
seperti waktu sejak onset stroke, stabilitas hematom, penyebab
perdarahan, dan kondisi umum pasien.
8. Penatalaksanaan Medik Lain
a. Pemantauan kadar glukosa darah sangat diperlukan.
- Hiperglikemia (kadar glukosa darah >180mg/dL) pada stroke akut
harus diobati dengan titrasi insulin.
- Target yang harus dicapai adalah normoglikemia.
- Hipoglikemia berat (<50mg/dL) harus diobati dengan dekstrosa 40%
intravena atau infus glukosa 10-20%.
b. Jika pasien gelisah, dapat dilakukan terapi psikologi atau pemberian
major and minor tranquilizer, seperti benzodiazepin short acting atau
propofol.
c. Pemberian analgesik, anti muntah, dan antagonis H2 sesuai indikasi.
d. Hati-hati dalam menggerakkan, penghisapan lendir (suction), atau
memandikan pasien, karena dapat mempengaruhi TIK.
e. Mobilisasi bertahap bila hemodinamik dan pernapasan stabil.
f. Kandung kemih yang penuh dikosongkan, sebaiknya dengan kateterisasi
intermiten.
g. Rehabilitasi.
h. Edukasi keluarga.
9. Pengendalian Kejang
a. Bila kejang, berikan diazepam bolus lambat IV 5-20mg dan diikuti oleh
fenitoin loadinc dose 15-20mg/kg bolus dengan kecepatan maksimum
50mg/menit
42
b. Bila kejang belum teratasi, maka perlu dirawat di ruang rawat intensif
(intensive care unit/ICU).
B. Terapi Khusus
1. Perawatan di Unit Stroke
Perawatan di unit stroke akan menurnkan kematian dan dependesi
dibandingkan dengan perawatan di bangsal biasa. Penderita dengan stroke
hemoragik di supratentorial seharusnya di rawat di unit stroke. Diagnosis
dan
2. Koreksi Koagulapati
a. Melakukan pemeriksaan hemostasis antara lain prothrombin time (PT),
activated partial thrombin time (APTT), international normalized ratio
(INR) dan trombosit, serta koreksi secepat mungkin jika didapatkan
kelainan.
b. Pasien dengan defisiensi berat faktor koagulasi atau trombositopenia berat
harus diberikan factor replacement therapy atau trombosit. sebaiknya
mendapat erapi penggantian factor koagulasi atau trombosit.
c. Pasien dengan peningkatan INR karena penggunaan antagonis vitamin K
(VKA), maka VKA harus dihentikan. Diberikan terapi untuk penggantian
faktor pembekuan yang bersifat vitamin K-dependent dan memperbaiki
INR, serta mendapat vitamin K intravena. Prothrombin complex
concentrates (PCC) memiliki efek samping lebih sedikit dan memperbaiki
INR lebih cepat dibandingkan Fresh Frozen Plasma (FFP), sehingga
lebih dianjurkan.
3. Tekanan Darah
Penurunan tekanan darah yang tinggi pada stroke akut sebagai tindakan
rutin tidak dianjurkan, karena kemungkinan dapat memperburuk keadaan
neurologis. Pada sebagian besar pasien, tekanan darah akan turun dengan
sendirinya dalam 24 jam pertama setelah awitan serangan stroke. Berbagai
Gudeline (AHA/ASA 2007 dan ESO 2009) merekomendasikan penuurunan
43
tekanan darah yang tinggi pada stroke perdarahan akut agar dilakukan secara
hati-hati dengan memperhatikan beberapa kondisi di bawah ini.
44
h. Penurunan tekanan darah pada stroke akut dapat dipertimbangkan hingga
lebih rendah dari target di atas pada kondisi tertentu yang mengancam
target organ lainnya, misalnya diseksi aorta, infark miokard akut, edema
paru, gagal ginjal akut dan ensefalopati hipertensif. Target penurunan
tersebut adalah 15-25% pada jam pertama, dan TDS 160/90 mmHg dalam
6 jam pertama.
4. Penatalaksanaan Bedah
Evakuasi rutin hematom dengan pembedahan seharusnya tidak
dilakukan. Tidak didapatkan bukti evakuasi hematom nemperbaiki keluaran dan
tidak didapatkan data mengenai kraniektomi dekompressi memperbaiki
keluaran setelah perdarahan intrakranial. Kraniotomi yang sangat dini dapat
disertai peningkatan risiko perdarahan berulang. Namun demikian, tindakan
bedah yang dilakukan lebih awal (early surgery) dapat bermanfaat pada pasien
dengan GCS 9-12. Pada prinsipnya, pengambilan keputusan tergantung lokasi
dan ukuran hematom dan status neurologis penderita.
45
5. Pemberian Obat Antiepilepsi (OAE)
Pemberian OAE yang sesuai seharusnya selalu digunakan untuk terapi
bangkitan klinis pada pasien dengar stroke hemoragik. Pemberian profilaksis
OAE tidak direkomendasikan. Pada pasien koma (GCS <8) termasuk pada
perdarahan profunda di supratentorial (intracerebral hemorrhage
supratentorial profunda) dapat dipertimbangkan elektroensefalografi (EEG)
monitoring 24 jam.
7. Rehabilitasi Medik
Selayaknya stroke iskemik, fisioterapi dan mobilisasi cepat sangat dianjurkan
pada mereka stabil secara klinis.
B. Epidemiologi
Angka kejadian berkisar antara 12-15 per 100.000 penduduk per tahun dan
lebih sering di jumpai pada laki-laki, usia tua dan orang Asia Afrika. 9
C. Etiologi
46
1. Faktor anatomic pembuluh darah otak :
Arteriovenous Malformation
Microaneurisma
Amyloid angiopathy
Cerebral venous occlusive disease (CVOD)
2. Faktor hemodinamik
Hipertensi
3. Faktor hemostatic
Penggunaan terapi obat antikoagulan
D. Patofisiologi
Mekanisme ICH yang sering terjadi adalah faktor hemodinamik yang
berupa peningkatan tekanan darah. Hipertensi kronis menyebabkan pembuluh
darah arteriol yang berdiameter 100-400 mikrometer mengalami perubahan
yang patologik. Perubahan tersebut berupa lipohyalinosis, fragmentasi,
nekrosis fibrinoid dan mikroaneurisma (Charcot Bourchard) pad arteria
perforans kecil di otak. Kenaikan tekanan darah secara mendadak ini dapat
menginduksi pecahnya pembuluh darah. Jika pembuluh darah tersebut pecah,
maka akan menyebabkan perdarahan. Perdarahan dapat berlanjut dan jika
volume perdarahan besar sehingga akan menyebabkan kerusakan pada
struktur anatomi otak justru menyebabkan gejala klinis. Perdarahan yang luas
ini menyebabkan destruksi jaringan otak, peningkatan tekanan intracranial
(TIK), penurunan perfusi ke otak, gangguan drainase otak dan yang lebih
berat dapat menyebabkan herniasi otak. 8
E. Tanda dan Gejala Klinis
47
kesemutan, hilang sensasi atau mati rasa setengah badan. Selian itu,
sesetengah orang juga mengalami sulit berbicara atau bicara pelo, mulutnya
merot ke samping, merasa bingung, masalah penglihatan, mual, muntah,
kejang dan kehilangan kesadaran secara umum. 9
F. Pemeriksaan Fisik
a. Penurunan kesadaran
b. Gangguan bicara dan memahami (Dysarthria dan afasia)
c. Tekanan darah meningkat
Pemeriksaan neurologi, meliputi :
48
H. Tatalaksana
Terapi pada stroke pendarahan intraserebral merangkumi : 9
49
3) Pasien usia muda dengan perdarahan lobar sedang sehingga
besar yang memburuk.
4) Pembedahan untuk mengevaluasi hematoma terhadap pasien
usiamuda dengan perdarahan lobar yang luas (>50cm3) masih
menguntungkan.
C. Etiologi
D. Patofisiologi
50
arteri. Suatu aneurisma matur memiliki sedikit lapisan media, diganti dengan
jaringan ikat, dan mempunyai lamina elastika yang terbatas atau tidak ada.
Sehingga mudah rupture.
H. Tata laksana
a. Mempertahankan airway, brething dan circulation secara optimal
b. Pencegahan peningkatan tekanan intrakranial
51
c. Mempertahankan tekanan darah optimal (tekanan darah dipertahankan
dibawah 160 mmHg dengan labetolol diltiazem dan nikardipin dengan
intravena secara kontinyu
d. Mencegah vasopasme dengan profilaksis nimodipin 6x60 mg oral
selama 21 hari
e. Mengatasi hiperglikemia dengan mempertahankan kadar glukosa 90-
126 mg/dl
f. Hidrocephalus di lakukan operasi EVD atau VP shunt. 9
52
53
BAB IV
ANALISIS KASUS
Teori Temuan
Stroke merupakan gangguan fungsi Hal ini sesuai dengan keluhan pasien
saraf akut oleh karena gangguan bicara pelo secara mendadak saat pasien
sirkulasi darah serebral yang terjadi sedang bertani. Keluhan juga disertai
mendadak dalam beberapa detik atau dengan sulit menelan, air liur keluar dari
cepat dalam beberapa jam sehingga sudut bibir kiri, nyeri kepala (+), mual
menimbulkan gejala defisit neurologi (+).
fokal/global sesuai area otak yang
terganggu.
Faktor resiko stroke yang bisa Pasien mengaku terdapat riwayat
dimodifikasi yaitu: hipertensi sejak 2 tahun yang lalu dan
1. Hipertensi tak terkontrol. Didukung dari
2. DM pemeriksaan fisik didapatkan TD pasien
3. Merokok 160/100 mmhg (saat di IGD) yang
4. Dislipidmia merupakan hipertensi grade II.
5. Alkohol
6. Kurang olahraga Selain itu, dari pemeriksaan
7. dll laboratorium ditemukan kadar Kolesterol
total, LDL pasien meningkat yaitu 139
mg/dl
53
Faktor resiko stroke yang tidak bisa Pasien berusia 55 tahun, sesuai dengan
dimodifikasi: insiden stroke yang meningkat pada usia
1. Usia di atas 50 tahun
2. Jenis kelamin
3. Keturunan
4. Ras
Pemeriksaan pasien stroke meliputi: Dari pemeriksaan fisik status genralisata
1. Stataus Generalisata dalam batas normal, kekuatan motorik
2. Status Neurologi 5/5/5/5, pemeriksaan sensorik terdapat
a. Fungsi motorik hemihipestei sisnistra, untuk fungsi
b. Fungsi sensorik otonom & fungsi luhur tidak ada
c. Fungsi otonom keluhan. Pada pemeriksaan n.craniales
d. Fungsi luhur ditemukan parese N.VII sinistra tipe
e. Nervus Craniales sentral dimana mulut pasien mencong
3. Lainnya kekanan, sudut nasolabialis datar pada
a. Refleks Fisiologis sisi kiri, namun dapat mengerutkan dahi
b. Refleks patologis dan menutup mata baik pada sisi kiri dan
c. Rangsang meningeal kanan wajah. Pada pemeriksaan nervus
XII sinistra tipe sentaral ditemukan
deviasi lidah kearah kiri.
54
disingkirkan.
Gold standard stroke adalah CT-scan Hal ini sesuai dengan hasil ct-scan
tanpa kontras. Pada stroke hemoragik kepala non kontras pasien yaitu multiple
diemukan lesi hiperdens perdarahan (hiperdens) di lobus parietal
kanan dengan volume perdarahan 8 cc.
Pemeriksaan penunjang lainnya : Didapatkan imbalance elektrolit yaitu
Pemeriksaan darah rutin dan EKG peningkatan chlorida dan cacium ion++,
lalu ditemukan peningkatan LDL. Dan
dari pemeriksaan EKG didapatkan SR.
Diagnosis hemihipestesi sinistra + Hal ini sesuai dengan anamnesis,
parese n.vii dan n.xii sinistra tipe pemeriksaan fisik, pemeriksaan
sentral ec stroke hemoragik (ICH) penunjang
55
3. IV Omeprazole 1x40 mg (karena
keluhan mual (+))
Bangsal neurologi
1. IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
2. IV Omeprazole 1 x 40 mg
3. IV Citicoline 2x1 gr (Sebagai
neuroprotektor untuk mempertahankan
daerah penumbra)
4. PO PCT 4x1000 mg (anti nyeri)
5. PO Amlodipine 1x 10 mg) – Sebagai
anti hipertensi; amlodipine yang
merupakan golongan calcium channel
blocker, bekerja dengan penghambatan
masuknya Ca2+ ke dalam sel sehingga
terjadi relaksasi otot polos vaskular dan
menurunnya kecepatan nodus SA
(sinoatrial) serta konduksi AV
(atrioventricular).
6. PO Candesartan 1x 16 mg) – Sebagai
anti hipertensi; yang merupakan
golongan ARB yang bekerja
menghambat pengikatan angiotensin II
ke reseptornya. Angiotensin II
merupakan senyawa yang memiliki efek
menyempitkan pembuluh darah.
56
saat SBP ≥ 160 mmhg dan/atau
DBP >100 mmhg. Dimana
kombinasi ARB dan CCB
direkomendasikan.
7. Disarankan istirhat bedrest ±10 hari
agar tidak terjadi re-bleeding
57
58
58
BAB V
KESIMPULAN
Pada kasus ini stroke yang terjadi adalah stroke hemoragik. Stroke
hemoragik terjadi bila pembuluh darah di otak pecah atau mengalami kebocoran,
sehingga terjadi perdarahan ke dalam otak. Bagian otak yang dipengaruhi oleh
pendarahan dapat menjadi rusak, dan darah dapat terakumulasi sehingga
memberikan tekanan pada otak.
DAFTAR PUSTAKA
3. An, S. J., Kim, T. J., & Yoon, B. W. (2017). Epidemiology, risk factors,
and clinical features of intracerebral hemorrhage: an update. Journal of
stroke, 19(1), 3.