EPISTAKSIS
Pembimbing :
dr. Yunaldi, Sp.THT-KL**
EPISTAKSIS
Oleh:
Nur Ramlah Rezi, S.Ked
G1A219092
PEMBIMBING
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Case Report Session (CRS) yang
berjudul “Epistaksis”. Tugas ini bertujuan agar penulis dapat lebih memahami
mengenai teori-teori yang diberikan selama menjalani Kepaniteraan Klinik Senior di
Bagian THT-KL RSUD Raden Mattaher Jambi dan melihat penerapannya secara
langsung di lapangan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Yunaldi,
Sp.THT-KL yang telah bersedia meluangkan waktu dan pikirannya untuk
membimbing penulis selama menjalani Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian THT-
KL RSUD Raden Mattaher Jambi.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada Case Report
Session (CRS) ini, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran untuk
menyempurnakan Case Report Session (CRS). Penulis mengharapkan semoga Case
Report Session (CRS) ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Halaman Judul................................................................................................................i
Lembar Pengesahan.......................................................................................................ii
Kata Pengantar.............................................................................................................iii
Daftar Isi.......................................................................................................................iv
BAB I Pendahuluan.......................................................................................................1
BAB II Status Pasien.....................................................................................................2
BAB III Tinjauan Pustaka.............................................................................................8
BAB IV Analisi Masalah.............................................................................................27
BAB V Kesimpulan.....................................................................................................28
Daftar Pustaka..........................................................................................29
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Epistaksis atau mimisan ialah perdarahan dari dalam hidung. Epistaksis bisa
terjadi pada semua usia. Epistaksis ialah gejala bukan merupakan suatu penyakit dan
seringkali membutuhkan penanganan segera.1
Epistaksis terdiri dari anterior dan posterior. Epistaksis anterior lebih banyak
terjadi pada anak-anak dan dewasa muda. Epistaksis posterior lebih sering terjadi
pada orang tua dengan perdarahan akut yang berat. Epistaksis disebabkan karena
kelainan lokal yang serius atau penyakit sistemik. Etiologi dari epistaksis harus dicari
tau terlebih dauhulu kemudian dilakukan penatalaksanaan yang tepat.1
1
BAB II
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. M
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 36 Tahun
Alamat : Telanai Pura
No RM : 752675
Tanggal Pemeriksaan : 16 Desember 2021
B. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Keluar darah dari kedua hidung sejak ± 1 hari SMRS
Pasien datang ke poli THT RSUD Raden Mataher dengan keluhan keluar
darah dari kedua lubang hidung sejak ± 1 hari, keluhan timbul awalnya pada
sore hari setelah pasien berpergian jauh, perdarahan yang keluar sedikit, lalu
berhenti sendiri dengan memencet hidung dan menyumpalnya dengan tisu,
lalu keesokan harinya pasien kembali lagi mimisan, perdarahan yang keluar
juga sedikit dan berhenti dengan memasukkan daun sirih ke dalam hidung.
Badan terasa tidak enak, pasien juga merasa sedikit pusing. Pasien tidak
sedang mengkonsumsi obat-obatan antikoagulan, riwayat sering mengorek
hidung (-), demam (-), batuk pilek (-)
Sebelumnya tidak pernah seperti ini, Hipertensi, DM, dan penyakit kelainan
darah (-), riwayat trauma pada wajah/hidung (-)
2
Riwayat Penyakit Keluarga :
C. PEMERIKSAAN
1. Status Generalis
TD : 120/90 mmhg
RR : 22 x/menit
Nadi : 98 x/menit
Suhu : 36,6ºC
PEMERIKSAAN FISIK
3
- Ott Hematoma - -
- Liang Telinga
- Atresia - -
- Serumen prop - -
- Epidermis prop - -
- Korpus alineum - -
- Jaringan granulasi - -
- Exocytosis - -
- Osteoma - -
- Ferunkel - -
- Hiperemis - -
- Membrane timpani
- Hiperemis - -
- Retraksi - -
- Bulging - -
- Atropi - -
- Perforasi - -
- Bula - -
- Secret - -
- Retroaurikular
- Fistel - -
- Kista - -
- Abses - -
4
- Preaurikular - -
- Fistel - -
- Kista - -
- Abses
5
LARING Pemeriksaan laringoskopi indirek tidak dilakukan
Pangkal lidah :
Epiglottis :
Valekula :
Plika ventrikularis :
Plika vokalis :
Komisura anterior :
Aritenoid :
Massa tumor :
Sinus piriformis :
Trakea :
6
D. DIAGNOSIS
Diagnosis Banding :
Epistaksis anterior
Epistaksis posterior
Diagnosis Kerja :
Epistaksis anterior
E. TERAPI
Tampon hidung dengan adrenalin 1/5000-1/10.000
F. PROGNOSIS
Quo Ad Vitam : Bonam
Quo Ad Functionam : Bonam
Quo Ad Sanationam : Bonam
7
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Hidung dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi
oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk
melebarkan dan menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang terdiri dari os
nasal, prosesus frontalis os maksila, dan prosesus nasalis os frontal.
Sedangkan tulang rawan terdiri dari sepasang kartilago nasalis lateralis
superior, sepasang kartilago nasalis lateralis inferior atau kartilago ala mayor
dan tepi anterior kartilago septum.1,4,8
8
3.1.2 Hidung dalam
Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk seperti terowongan dari
depan ke belakang yang dipisahkan oleh septum nasi dan di bagian tengahnya
menjadi kavum nasi kanan dan kiri. Pintu atau lubang masuk kavum nasi
bagian depan disebut nares anterior dan lubang belakang disebut nares
posterior atau koana yang menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring.
Kavum nasi yang letaknya sama dengan ala nasi, atau lebih tepat di
belakang nares anterior disebut dengan vestibulum. Vestibulum dilapisi oleh
kulit yang memiliki banyak kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang yang
disebut vibrise.
Kavum nasi memiliki empat buah dinding, yaitu dinding medial,
lateral, inferior dan superior. Dinding medial hidung adalah septum nasi.
Septum nasi dibentuk oleh tulang dan tulang rawan. Bagian tulang yaitu 1)
lamina perpendikularis os etmoid, 2) vomer, 3) krista nasalis os maksila dan
4) krista nasalis os palatina. Bagian tulang rawan yaitu 1) kartilago septum
(lamina kuadran agularis) dan 2) kolumela.
Dinding lateral dari hidung terdapat empat buah konka. Konka
terbesar dan letaknya paling bawah adalah konka inferior, yang lebih kecil
adalah konka media, dan yang lebih kecil lagi adalah konka superior,
sedangkan konka terkecil disebut konka suprema.
Rongga sempit yang terletak diantara konka dengan dinding lateral
hidung disebut meatus, yaitu meatus inferior, medius dan superior. Meatus
inferior terletak diantara konka inferior dengan dasar hidung dan dinding
lateral rongga hidung, kemudian terdapat muara duktus nasolakrimalis.
Meatus medius terletak diantara konka media dengan dinding lateral rongga
hidung, kemudian terdapat muara sinus frontal, sinus maksila dan sinus
etmoid anterior. Meatus superior terletak di ruang diantara konka superior
dengan konka media dan terdapat muara sinus etmoid posterior dan sinus
sfenoid.
9
Batas dari dinding inferior rongga hidung adalah dasar rongga hidung
yang dibentuk oleh os maksila dan os palatum. Dinding superior dari hidung
sangat sempit dan dibentuk oleh lamina kribriformis, yang memisahkan
rongga tengkorak dari rongga hidung. Lamina kribriformis merupakan
lempeng tulang berasal dari os etmoid, tulang ini berlubang- lubang yang
merupakan tempat masuknya serabut saraf olfaktorius.
Bagian posterior dari rongga hidung dibentuk oleh os sfenoid.1,4
10
sistem a.karotis eksterna terdiri dari cabang dari arteri sfenopalatina yang
terdiri dari a.nasalis lateralis posterior, cabang dari arteri maksilaris yang
terdiri dari a.palatina mayor, cabang dari arteri infraorbitalis yaitu cabang
nasalis yang terdiri dari a.dentalis anterior superior, cabang dari arteri dentalis
anterior superior dan cabang-cabang dari arteri fasialis untuk vestibulum nasi.1
11
Cabang etmoidalis anterior dan posterior yang berasal dari arteri oftalmika
menyuplai sinus frontalis dan etmoidalis serta atap hidung.
12
3.1.4 Persarafan hidung
Fungsi persarafan ialah sebagai indra penghidu (penciuman). Tersusun
atas reseptor olfaktorius yang tersebar di mukosa olfaktorius pada septum nasi
bagian superior, konka superior dan konka media yang berdekatan dengan
lamina kibrosa.
13
Hidung berfungsi sebagai penyejuk udara untuk paru-paru. Hidung
menyaring dan memurnikan udara serta menyesuaikan suhu dan kelembaban
sebelum udara masuk ke paru-paru.
3. Humidifikasi.
1. Mekanisme mukosiliar.
14
superfisial dan lapisan serosa yang lebih dalam yang mengambang di atas silia
yang berjalan menuju nasofaring. Selimut lendir bergerak dengan kecepatan
5-10 mm/menit dan dibersihkan ke dalam faring setiap 10-20 menit. Bakteri,
virus, dan debu yang terhirup partikel akan terperangkap pada selimut lendir
yang kental dan kemudian dibawa ke nasofaring untuk ditelan. Konka
berfungsi untuk menggandakan luas permukaan untuk melakukan fungsi ini.
Sekitar 600-700 mL sekret hidung diproduksi dalam 24 jam.
3. Bersin.
D. Fungsi fonetik
15
mole. Pembentukan konsonan nasal (m, n, ng) rongga mulut tertutup dan
hidung terbuka, palatum mole turun untuk aliran udara.4
F. Fungsi penghidu
3.3 Epistaksis
3.3.1 Definisi
Epistaksis atau mimisan ialah perdarahan dari dalam hidung.
Epistaksis ialah gejala, bukan suatu penyakit dan sering terjadi sebagai tanda
kegawatdaruratan yang membutuhkan pertolongan segera. Epistaksis sendiri
dapat terjadi pada semua umur, baik bayi, anak-anak, remaja maupun usia
lanjut. Epistaksis yang ringan dapat berhenti sendiri tanpa memerlukan
bantuan medis, tetapi untuk epistaksis yang berat ialah masalah
kegawatdaruratan yang dapat berakibat fatal bila tidak segera ditangani.
Epistaksis harus dicari penyebabnya terlebih dahulu baru dilakukan
penanganannya.1,3,4
16
3.3.2 Epidemiologi
Epistaksis merupakan tanda kegawatdaruratan di bidang THT-KL.
60% penduduk pernah mengalami epistaksis dan 6% diantaranya mencari
bantuan medis. Insiden epistaksis sekitar 108 per 100.000 penduduk per
tahun. Di Inggris didapatkan 10,2 per 100.000 pasien epistaksis dengan rata-
rata masa rawatan 2,9 hari dalam 3 bulan dan di Amerika Serikat tercatat 17
per 100.000 penduduk(6%). Insiden tertinggi epistaksis dijumpai pada usia
dibawah 10 tahun dan usia diatas 40 tahun.2
3.3.3 Etiologi
Epistaksis seringkali timbul spontan tanpa dapat diketahui
penyebabnya, terkadang jelas bila disebabkan karena trauma. Epistaksis juga
dapat disebabkan oleh kelainan lokal pada hidung atau kelainan sistemik
maupun idiopatik. Kelainan lokal misalnya trauma, kelainan anatomi,
kelainan pembuluh darah, infeksi lokal, benda asing, tumor, pengaruh udara
lingkungan, deviasi nasal septum. Kelainan sistemik seperti penyakit
kardiovaskuler, kelainan darah, infeksi sistemik, perubahan tekanan atmosfir,
kelainan hormonal dan kelainan kongenital.1,3,4
a. Trauma
17
Epistaksis sering terjadi karena kongenital, seperti pembuluh darah
lebih lebar, tipis, jaringan ikat dan sel-selnya lebih sedikit.
c. Infeksi
Epistaksis juga bisa terjadi karena infeksi hidung dan sinus paranasal
seperti rinitis atiau sinusitis. Epistaksis bisa juga terjadi karena infeksi spesifik
seperti rinitis jamur, tuberkulosis, lupus, sifilis atau lepra.
d. Tumor
e. Penyakit kardiovaskuler
f. Kelainan darah
g. Kelainan kongenital
18
mukosa dan organ tubuh dan sering menyebabkan perdarahan di saluran
cerna.1
h. Infeksi sistemik
j. Gangguan hormonal
Epistaksis juga dapat terjadi pada wanita hamil atau menopause karena
pengaruh perubahan hormonal.4
3.3.4 Klasifikasi
a. Epistaksis anterior
19
Gambar 2.5 Epistaksis Anterior7
b. Epistaksis posterior
20
Gambar 2.7 Perbedaan epistaksis anterior dan posterior.3
3.3.5 Diagnosa
Penegakkan diagnosis penyebab terjadinya epistaksis diperlukan
serangkaian pemeriksaan meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan keadaan umum diperlukan sebelum
melakukan anamnesis untuk mewaapadai adanya kegawatdaruratan:1
1. Lihat keadaan umum pasien apakah dalam keadaan compos mentis, dapat
berjalan sendiri atau tampak lesu, pucat maupun berkeringan dingin.
4. Pasien diperiksa dalam posisi duduk dengan kepala menunduk agar darah
keluar melalui hidung, jangan dibiarkan kepala mengadah keatas karena dapat
masuk ke dalam saluran napas bawah. Pasien dibaringakn dengan posisi
tempat tidur ditinggikan agar darah tidak mengalir kearah tenggorokan jika
dalam keadaan lemah.
21
5. Pasien anak duduk dengan badan dan tangan dipeluk, jika memberontak,
kepalanya dipegang oleh perawat atau keluarga pasien.
a. Anamnesis
b. Pemeriksaan THT
22
3.3.6 Tatalaksana
Prinsip penatalaksanaan epistaksis adalah perbaiki keadaan umum,
cari sumber perdarahan, hentikan perdarahan, cari faktor penyebab untuk
mencegah berulangnya perdarahan.4
a. Perdarahan anterior
23
Gambar 2.5 Pemasangan tampon anterior9
b. Perdarahan posterior
24
mulut diikatkan secara longgar pada pipi pasien, berguna untuk menarik
tampon keluar melalui mulut setelah 2-3 hari. Hati-hati dalam mencabut
tampon karena dapat menyebabkan laserasi mukosa.1,4
3.3.7 Komplikasi
Komplikasi dapat terjadi karena epistaksisnya sendiri maupun akibat
dari usaha penanggulangan epistaksis. Komplikasi perdarahan yang hebat
dapat terjadi aspirasi darah ke dalam saluran napas bawah, juga dapat
menyebabkans syok, anemia dan gagal ginja. Turunnya tekanan darah secara
mendadak dapat menimbulkan hipotensi, hipoksia, iskemia serebri,
insufisiensi koroner sampai infark miokard sehingga dapat menyebabkan
kematian. Pemberian infus atau transfusi darah secepatnya jika hal ini terjadi.
25
setelah 2-3 hari tampon harus dicabut, jika perdarahan masih berlanjut
dipasang tampon baru.
26
BAB IV
ANALISIS MASALAH
Pasien datang ke poli THT RSUD Raden Mataher dengan keluhan keluar
darah dari kedua lubang hidung sejak ± 1 hari, keluhan timbul awalnya pada sore
hari setelah pasien berpergian jauh, perdarahan yang keluar sedikit, lalu berhenti
sendiri dengan memencet hidung dan menyumpalnya dengan tisu, lalu keesokan
harinya pasien kembali lagi mimisan, perdarahan yang keluar juga sedikit dan
berhenti dengan memasukkan daun sirih ke dalam hidung. Badan terasa tidak enak,
pasien juga merasa sedikit pusing. Pasien tidak sedang mengkonsumsi obat-obatan
antikoagulan, riwayat sering mengorek hidung (-), demam (-), batuk pilek (-).
Pemeriksaan hidung tidak ditemukan darah.
Maka dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, maka dapat diambil
diagnosis sementara yaitu epistaksis anterior. Mekanisme epistaksis dari pasien
adalah :
Etiologi
↓
Pecahnya pleksus Kiesselbach atau a.etmoidalis anterior
↓
Epiktaksis
Pasien diberikan terapi berupa pemasangan tampon adrenalin 1/5000-1/10.000
dan pantocain atau lidocain 2% dimasukkan kedalam rongga hidung untuk
menghentikan perdarahan mengurangi rasa nyeri pada saat tindakan selanjutnya.
Tampon dibiarkan selama 10-15 menit, setelah terjadi vasokonstriksi biasanya dapat
dilihat apakah perdarahan berasal dari bagian anterior atau posterior hidung.
27
BAB III
KESIMPULAN
28
DAFTAR PUSTAKA
29