Anda di halaman 1dari 19

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian


4.1.1. Deskripsi Wilayah Penelitian
Rumah Sakit Umum Daerah H. Abdul Manap Kota Jambi adalah
rumah sakit milik Pemerintah Daerah Kota Jambi. Rumah sakit ini beralamat
di Jl. Sk. Rd. Syahbuddin Kelurahan Mayang Mangurai Kecamatan Alam
Barajo Kota Jambi. Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2008
RSUD Kota Jambi resmi menggunakan nama RSUD H. Abdul Manap Kota
Jambi. 
RSUD H. Abdul Manap Kota Jambi dengan kualifikasi rumah sakit
tipe C berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1705/MENKES/SK/XI/2010 tentang Penetapan Kelas Rumah Sakit Umum
Daerah H. Abdul Manap Kota Jambi Milik Pemerintah Kota Jambi Provinsi
Jambi tanggal 25 November 2010, terletak diatas tanah seluas 5 H dengan
bangunan yang didirikan dan digunakan untuk operasional pelayanan.
Hingga saat ini diantaranya gedung utama seperti pelayanan rawat jalan,
rawat inap, IGD dan kantor, ditambah penunjang pelayanan seperti dapur,
laundry, CSSD, IPAL, juga tersedia asrama perawat, perumahan dinas
perawat dan dokter, musholla, rumah duka dan fasilitas olah raga.
4.1.2. Gambaran Karakteristik Responden
Responden dalam penelitian ini berjumlah 54 orang pasien. Hasil
tentang karakteristik responden dalam penelitian ini digunakan untuk
mengetahui gambaran umum responden berdasarkan jenis kelamin, umur,
dan indikasi terhadap transfusi darah.

37
38

Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden

Karakteristik Frekuensi Persentase(%)


Jenis Kelamin
a. Laki-Laki 28 51,9
b. Perempuan 26 48,1
Umur
a. 0-18 tahun 45 83,3
b. 19-60 tahun 6 11,1
c. > 60 tahun 3 5,6
Indikasi terhadap transfusi darah
a. Hemoglobinopati 46 85,2
b. Kehilangan darah akut post bedah 2 3,7
c. Lain-lain 6 11.1
Ruang Perawatan:
a. Rawat Inap Anak 46 85,2
b. Rawat Inap Saraf dan Penyakit Dalam 6 11,1
c. Rawat Gabung 2 3,7
Produk Darah:
a. Packed Red Cell 54 100
b. Trombosit - -
c. Plasma darah - -

Berdasarkan hasil penelitian terhadap 54 orang responden, tabel diatas


menunjukkan bahwa karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin
didominasi oleh laki-laki sebanyak 28 responden (51,8%), responden berjenis
kelamin perempuan sebanyak 26 responden (48,2%). Hasil perhitungan
terhadap umur responden paling banyak terdapat pada rentang usia 0-18 tahun
sebanyak 45 responden (83,3 %), dan usia responden paling sedikit pada usia
>60 tahun sebanyak 3 responden (5,6%). Dilihat dari indikasi terhadap
transfusi darah dan tempat rawat inap, responden didominasi oleh pasien
dengan hemoglobinopati yang dirawat di ruang rawat inap anak sebanyak 46
responden (85,1%), dan indikasi lain sebanyak 6 responden (11,2%).
Ditemukan bahwa 100% produk darah yang digunakan pasien untuk transfusi
adalah packed red cells.
39

4.1.3. Gambaran Lama Penyimpanan Kantong Darah Sebelum Ditransfusikan


Berdasarkan hasil penelitian diketahui gambaran lama penyimpanan
kantong darah sebelum ditransfusikan kepada pasien di RSUD H. Abdul
Manap selama bulan Juli – Agustus 2019 adalah sebagai berikut:

Tabel 4.2. Statistik lama penyimpanan kantong darah

Lama Penyimpanan
Standard
Mean Median Min – Maks Modus
Deviasi
6,67 4,50 0 – 25 6,087 2

Lama penyimpanan darah paling banyak adalah darah dengan usia


penyimpanan 2 dan 3 hari, dimana frekuensi masing-masing sebanyak 9
kantong darah. Hasil statistika data menunjukkan bahwa rata-rata lama darah
yang ditransfusikan adalah 6,67 hari, dengan nilai median 4,5 hari. Nilai lama
penyimpanan darah berada pada rentang yaitu 0 sampai 25 hari. Berdasarkan
lama penyimpanannya, darah dibedakan menjadi darah baru yaitu darah yang
disimpan < 14 hari dan darah lama yaitu darah yang disimpan ≥ 14 hari.5
Sehingga dari hasil penelitian, data kemudian dikelompokkan menjadi 2
kategori: darah baru dan darah lama.

Hasil analisis data terhadap kategori lama penyimpanan kantong darah


di RSUD H. Abdul Manap dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.3 Kategori lama penyimpanan kantong darah di RSUD H.Abdul


Manap Jambi

Penyimpanan darah Frekuensi % Mean


Darah Baru (< 14 hari) 46 85,2 4,82
Darah Lama (≥ 14 hari) 8 14,8 15,88
40

Hasil analisis univariat menunjukkan bahwa darah yang paling banyak


digunakan pasien untuk transfusi darah adalah darah baru sebanyak 46 sampel
(85,2%) dengan nilai rata-rata 4,82 hari, kemudian diikuti dengan darah lama
sebanyak 8 sampel (14,8%) dan dengan nilai rata-rata 15,88 hari.

4.1.4. Gambaran Tanda-Tanda Vital Pasien Sebelum dan Sesudah Transfusi


Darah
Berdasarkan hasil penelitian, gambaran tanda-tanda vital pasien
sebelum transfusi darah di RSUD H. Abdul Manap dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 4.4. Gambaran tanda-tanda vital pasien sebelum dan sesudah transfusi
darah di RSUD H. Abdul Manap

Tanda Sebelum Setelah


Min-Max Mean Std. Min-Max Mean Std.
Vital
Deviasi Deviasi
Tekanan
70 – 180 99,54 19,384 90 – 160 106 14,064
Sistolik
Tekanan
30 – 86 53,44 13,143 40 – 80 64,63 9,460
Diastolik
Frekuensi
16 – 30 21,81 3,676 16 – 36 22,22 4,165
Napas
Denyut
60 – 152 102,78 20,670 64 – 132 96,39 16,738
Nadi
Suhu Tubuh 34,1 – 37,7 35,7 0,7721 34,5 – 38,1 36,22 0,7130

Dapat ditarik kesimpulan dari bahwa tanda-tanda vital pasien


mengalami peningkatan ataupun penurunan angka yang mendekati nilai range
normal sesudah menjalani proses transfusi darah.Perbandingan tanda-tanda
vital pasien sebelum dan sesudah transfusi darah juga disajikan dalam grafik
berikut ini.
41

200
Tekanan Darah Sistolik
180
160
140
120
Tekanan Darah

100 Sebelum
Sesudah
80
60
40
20
0
0
1
2
2
2
3
3
5
6
8

14
24
11
13
Lama Penyimpanan

Grafik 4.1. Grafik tekanan darah sistolik sebelum dan sesudah transfusi darah.

Tekanan Darah Diastolik


100
90
80
70
60 Sebelum
Tekanan Darah

Sesudah
50
40
30
20
10
0
0 1 2 2 3 3 5 8 1 1 13 1 6
Lama Penyimpanan
Grafik 4.2.Grafik tekanan darah diastolik sebelum dan sesudah transfusi darah
42

Respiratory Rate
40

35

30

25
Frekuensi Napas

Sebelum
Sesudah
20

15

10

0
0 1 2 2 2 3 3 5 6 8 11 13 14 24
Lama Penyimpanan
Grafik 4.3. Grafik respiratory rate sebelum dan sesudah transfusi darah

Heart Rate
160

140

120

100 Sebelum
Frekuensi Nadi

Sesudah
80

60

40

20

0
0 1 1 2 2 2 3 3 3 5 5 7 8 1 0 1 1 13 1 4 2 1
Lama Penyimpanan

Grafik 4.4. Perbandingan heart rate sebelum dan sesudah transfusi darah
43

Suhu Tubuh
39.0

38.0

37.0
Sebelum
36.0
Suhu Tubuh

Sesudah
35.0

34.0

33.0

32.0
0
1
2
2
2
3
3
5
6
8

13
14
24
11
Lama Penyimpanan

Grafik 4.5. Perbandingan suhu tubuh sebelum dan sesudah transfusi darah

4.1.5. Gambaran Reaksi yang Timbul pada Transfusi Darah


Berdasarkan hasil penelitian, gambaran reaksi transfusi darah yang
timbul dilihat dari lama penyimpanan kantong darah di RSUD H. Abdul
Manap Kota Jambi adalah sebagai berikut:
Tabel 4.5. Gambaran Reaksi Transfusi Yang Timbul pada Transfusi Darah

Reaksi Transfusi Frekuensi (orang) Persentase (%)


Tidak ada reaksi 45 83.3
Demam 5 9.3
Pusing 2 3.7
Kemerahan 1 1.9
Demam dan Menggigil 1 1.9

Hasil penelitian terhadap 54 orang responden menunjukkan berbagai


reaksi transfusi yang terjadi pada responden saat transfusi darah adalah
kemerahan, pusing, demam, ada pula pasien yang mengalami lebih dari satu
44

reaksi transfusi darah. Dari hasil observasi didapatkan bahwa sebanyak 45


(83,3%) reponden tidak mengalami reaksi tranfusi darah, dan reaksi transfusi
yang paling sedikit adalah reaksi kemerahan dan reaksi pusing disertai demam
yaitu sebesar 1,9%.

4.1.6. Hubungan Lama Penyimpanan Kantong Darah Terhadap Tanda-Tanda


Vital Pasien Sebelum dan Setelah Transfusi Darah
berdasarkan hasil uji normalitas Kolmogrov-Smirnov didapatkan nilai
p > 0,05 data, artinya data berdistribusi normal sehingga untuk mengetahui
nilai rata-rata perbedaan tanda-tanda vital sebelum dan sesudah digunakan uji
T berpasangan. Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan perbedaan tanda-
tanda vital sebelum dan sesudah transfusi darah di RSUD H Abdul Manap.
Tabel 4.6. Tekanan Darah, Frekuensi Pernapasan, Denyut Nadi dan Suhu
Tubuh Sebelum dan Setelah Transfusi Darah di RSUD H. Abdul Manap

Sebelum Setelah p-
Tanda Vital
Min Maks Mean Min Maks Mean value
Tekanan Sistolik 70 180 99,54 90 160 106 0,000
Tekanan Diastolik 30 86 53,44 40 80 64,63 0,000
Frekuensi Napas 16 30 21,81 16 36 22,22 0,441
Denyut Nadi 60 152 102,78 64 132 96,39 0,008
Suhu Tubuh 34,1 37,7 35,7 34,5 38,1 36,22 0,000

Dari hasil penelitian terhadap 54 orang responden didapatkan nilai p-


value < 0,05 pada tekanan darah, denyut nadi dan suhu tubuh pasien sebelum
dan setelah transfusi darah. Namun pada frekuensi pernapasan didapatkan
nilai p-value sebesar 0,441.
Perbandingan rerata tanda-tanda vital responden dapat dilihat pada
grafik berikut ini.
45

Gambar 4.1. Perbandingan rata-rata tekanan darah sistolik sebelum dan


sesudah transfusi darah.

Gambar 4.2. Perbandingan rata-rata tekanan darah diastolik sebelum dan


sesudah transfusi darah
46

Gambar 4.3. Perbandingan rata-rata respiratory rate sebelum dan sesudah


transfusi darah

Gambar 4.4. Perbandingan rata-rata heart rate sebelum dan sesudah


transfusi darah
47

Gambar 4.5. Perbandingan rata-rata suhu tubuh sebelum dan sesudah


transfusi darah
Hubungan antara lama penyimpanan kantong darah terhadap tanda-
tanda vital pasien dinilai dengan analisis data menggunakan uji Anova satu
jalur (One Way Anova). Hubungan antara variabel terkait disajikan pada tabel
dibawah.

Tabel 4.7. Hubungan Lama Penyimpanan Kantong Darah Terhadap Tanda


Tanda Vital Pasien Sebelum dan Setelah Transfusi Darah di RSUD H. Abdul
Manap.

Tanda-Tanda Vital p-value


Tekanan darah sistolik 0,649
Tekanan darah diastolic 0,754
Respiratory Rate 0,158
Heart Rate 0,434
Suhu tubuh 0,764
48

Hasil analisis data bivariat menunjukkan hubungan lama penyimpanan


dengan tekanan darah sistolik adalah sebesar 0,649. Sedangkan untuk tekanan
darah diastolik adalah 0,754. Nilai p untuk frekuensi pernapasan sebesar 158,
sedangkan nilai p untuk denyut nadi sebesar 0,434. Selanjutnya, nilai p suhu
tubuh sebesar 0,764. Artinya, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara
lama penyimpanan darah dan tanda-tanda vital pasien sebelum dan sesudah
transfusi darah. dan tidak terdapat korelasi yang bermakna antara variabel
terkait.
4.1.7. Hubungan Lama Penyimpanan Kantong Darah Terhadap Reaksi yang
Timbul

Pengujian hubungan lama penyimpanan kantong darah terhadap reaksi


transfusi yang timbul setelah transfusi darah digunakan dengan uji Chi
Square. Pada uji Chi Square digunakan data kategorik atau nominal. Sehingga
untuk analisis data, lama penyimpanan darah dikategorikan menjadi 2
kategori, yaitu: darah baru dan darah lama. Untuk reaksi transfusi
dikategorikan menjadi 2 kategori, yaitu: tidak ada reaksi dan ada reaksi
transfusi. Hasil analisis data menunjukkan terdapat satu sel yang nilai
ekspektasi nya < 5, sehingga untuk nilai signifikansi yang digunakan adalah
nilai dari Fisher’s Exact Test. Adapun hubungan lama penyimpanan kantong
darah terhadap reaksi transfusi yang timbul, disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 4.8. Hubungan Lama Penyimpanan Kantong Darah Terhadap Reaksi


Transfusi yang Timbul di RSUD H. Abdul Manap

Reaksi Transfusi
Ada Tidak Ada p (CI 95%)
Reaksi Reaksi
Darah Lama 3 5
Lama
(≥ 14 hari) 37,5% 62,5% 0,118 (0,754 –
Penyimpanan
Darah Baru 6 40 21,224)
Darah
(< 14 hari) 13,0% 87%
49

Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang menggunakan


darah baru untuk melakukan transfusi darah didapatkan sebanyak 40 (87 %)
responden tidak mengalami reaksi transfusi dan yang mengalami reaksi
transfusi sebesar 13 %. Sedangkan pada responden yang menggunakan darah
lama, didapatkan hasil bahwa sebanyak 5 (62,5%) tidak mengalami reaksi
transfusi dan sebanyak 3 (37,5%) mengalami reaksi transfusi darah. Dan
didapatkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara lama
penyimpanan darah dengan reaksi transfusi di RSUD H. Abdul dengan nilai
signifikansi (p-value) sebesar 0,118 (> 0,05), dengan batas CI antara 0,754
dan 21,224.

4.2. Pembahasan
4.2.1. Karakteristik Responden

Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin didominasi oleh


laki-laki sebanyak 28 responden (51,9%). Penelitian lain yang membahas
tentang efek transfusi darah dengan durasi penyimpanan kantong darah yang
dilakukan oleh Dhabangi et al, menunjukkan bahwa responden berjenis
kelamin laki-laki yang menerima darah transfusi lebih banyak dibandingkan
responden perempuan.38 Berbeda dengan penelitian Katsios et al, yang
menunjukkan bahwa frekuensi responden perempuan yang melakukan
transfusi darah lebih banyak dibandingkan laki-laki.39 Perbedaan ini
disebabkan karena latar belakang penyakit responden yang diteliti berbeda.
Dimana prevalensi berdasarkan jenis kelamin pada setiap penyakit dapat
berbeda-beda.

4.2.2. Lama penyimpanan kantong darah

Hasil penelitian terhadap responden didapatkan bahwa gambaran


lama penyimpanan darah sebelum ditransfusikan kepada pasien terbanyak
adalah 2 hari dan 3 hari, yaitu sebanyak 9 (16,7%) kantong darah dari 54
50

sampel kantong darah yang digunakan pasien. Dengan rata-rata seluruh lama
penyimpananan darah adalah 6,67 hari. Nilai rata-rata penyimpanan untuk
darah baru adalah sebesar 4,82 hari dan nilai rata-rata untuk darah lama adalah
15,88 hari. Penelitian lain yang dilakukan oleh Tinmouth et al, juga
menyebutkan bahwa rata-rata durasi penyimpanan darah yang digunakan
dalam penelitiannya adalah 6,1±4,9 hari untuk darah baru dan 22±8,4 hari
untuk darah lama.40 Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Bishnoi et al,
menunjukkan rata-rata penyimpanan darah yang ditransfusikan pada pasien
CBP (Cardiopulmonary Bypass) adalah 8,4±3,7 hari untuk darah baru, dan
21,9 ± 4,5 hari untuk darah lama.5 Berbeda dengan penelitian yang dilakukan
oleh Syed, dari total unit darah yang ditransfusikan, rata-rata usia
penyimpanan darah yang akan ditransfusi adalah 17,7 hari.32

4.2.3. Tanda – tanda vital pasien sebelum dan setelah transfusi darah

Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital sebelum dan setelah transfusi


darah, didapatkan peningkatan nilai rata-rata dari setiap tanda-tanda vital.
Dimana untuk rata-rata tekanan darah sebelum transfusi adalah sebesar
99,54/53,44 mmHg, dengan nilai rata-rata MAP (Mean Arterial Pressure)
adalah sebesar 68,8 mmHg, sedangkan setelah transfusi didapatkan haasil
rata-rata 106/64,63 mmHg, dengan nilai MAP sebesar 78,2 mmHg, dengan p-
value sebesar 0,000 (< 0,05), hal ini menunjukkan bahwa transfusi darah
memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap perubahan tekanan darah
pada responden. Penelitian yang dilakukan oleh Dhabangi et al,
memperlihatkan bahwa rata-rata MAP responden setelah transfusi darah
adalah sebesar 73 mmHg.38 Peningkatan nilai tekanan darah pasien secara
teori disebabkan karena terjadinya penambahan volume darah.41 Untuk nilai
frekuensi pernapasan yang didapatkan pada penelitian ini sebelum responden
melakukan transfusi adalah sebesar 21,81 dan setelah transfusi darah sebesar
22,22 kali per menit, dengan nilai p-value 0,409 (> 0,05), hal ini
51

menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara


frekuensi pernapasan sebelum dan setelah transfusi darah. Dan penelittian
yang dilakukan oleh Dhabangi et al, menunjukkan hasil yang berbeda pada
frekuensi pernapasan sesudah transfusi darah. Dimana frekuensi pernapasan
sebesar 55 kali permenit untuk darah baru dan 53,8 kali permenit untuk darah
lama.38 Perbedaan dalam hasil penelitian ini terletak pada subyek yang
menjadi responden penelitian, dimana Dhabangi et al, menjadikan anak-anak
sebagai responden penelitian. Selanjutnya untuk nilai frekuensi denyut nadi
sebelum transfusi darah adalah 102,78 kali per menit dan setelah transfusi
darah sebesar 96,39 kali per menit, dengan p-value 0,002. Sama halnya
dengan terjadinya peningkatan tekanan darah setealah transfusi, penurunan
denyut nadi juga disebabkanan oleh penambahan volume darah dalam tubuh
responden akibat proses transfusi darah. Dhabangi et al, menunjukkan hasil
yang berbeda pada nilai frekuensi denyut nadi responden setelah transfusi
darah, mereka mendapatkan bahwa frekuensi denyut nadi pasien anak-anak
setelah transfusi adalah 163 kali per menit untuk darah lama dan 157,8 kali
per menit untuk darah baru. Dan untuk rata-rata suhu tubuh responden
sebelum transfusi darah adalah sebesar 35,7˚C, sedangkan setelah transfusi
sebesar 36,22˚C, dengan nilai p-value sebesar 0,000 (< 0,05). Penelitian yang
dilakukan oleh Dhabangi et al, menunjukkan bahwa suhu tubuh pasien setelah
transfusi pada darah baru adalah 37,6˚C, dan darah lama sebesar 37,4˚C.
Selain itu, Blumberg et al, menemukan adanya perubahan tanda-tanda vital
pada pasien sebelum dan sesudah transfusi, dimana pada pasien yang
mengalami reaksi transfusi berupa peningkatan suhu mengalami peningkatan
denyut nadi rata-rata 10 bpm. Transfusi dengan jenis reaksi yang lain
mengalami peningkatan rata-rata 8 bpm, respiratory rate bertambah lebih dari
2 tarikan napas dan mengalami peningkatan suhu lebih dari 0,4 ˚C
dibandingkan dengan pasien yang tidak mengalami reaksi transfusi. 11 Pada
52

penelitian sebelumnya, kebanyakan penelitian yang bersangkutan terfokus


pasien pediatrik dan pasien dewasa yang membutuhkan transfusi multipel.
4.2.4. Gambaran Reaksi yang Timbul

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa dari 54 responden, sebanyak


45 reponden (83,3%) tidak mengalami reaksi transfusi apapun, dan 9
responden (16,7%) mengalami reaksi transfusi ringan-sedang. Reaksi transfusi
yang paling banyak dijumpai adalah reaksi demam sebanyak 5 orang (9,3 %).
Selanjutnya diikuti dengan pusing sebanyak 2 orang (3,7%), dan reaksi paling
sedikit timbul adalah reaksi kemerahan dan reaksi demam disertai menggigil
masing-masing hanya dialami oleh satu orang responden (1,9%). Sebuah
penelitian melaporkan bahwa reaksi transfusi yang tidak diharapkan
ditemukan pada 6,6% resipien, dimana sebagian besar (55%) berupa demam.
Gejala lain adalah menggigil tanpa demam sebanyak 14%, reaksi alergi
(terutama urtikaria) 20%, hepatitis serum positif 6%, reaksi hemolitik 4%, dan
overload sirkulasi 1%.42 Penelitian yang dilakukan oleh Payandeh et al,
menemukan bahwa insiden reaksi akut transfusi darah sebesar 0,94%, dan
kejadian yang paling umum ditemukan pada reaksi akut transfusi darah adalah
reaksi alergi dengan berbagai jenis manifestasi kulit seperti urtikaria,
kemerahan, dan gatal-gatal (49,2%), diikuti dengan febril nonhemolitik
(37,2%). Dan reaksi yang lain termasuk nyeri pada daerah transfusi darah
(6,8%) dan hipotensi (6,8%). Selain itu juga, diketahui bahwa gejala paling
banyak yang dialami pasien yang mengalami reaksi transfusi pada umumnya
pada derajat ringan sampai sedang dengan gejala yang paling sering adalah
demam, menggigil, kemerahan atau urtikaria.43 Payung dkk, menjelaskan
bahwa reaksi transfusi darah febris non hemolitik dapat terjadi dengan diikuti
gejala seperti menggigil, mual, muntah, sakit kepala, dan sakit punggung.
Kondisi ini dapat tejadi karena tubuh menerima darah sebagai antibodi human
leukocyte antigen (HLA) dan pelepasan siokin.44 Menurut Koch et al,
53

komponen yang terakumulasi selama proses penyimpanan darah diantaranya:


komplemen C3a, C5a, MAC, sitokin, IL-8, TNF alfa, yang mana kemudian
komponen ini yang dapat memicu terjadinya demam.6

4.2.5. Hubungan Lama Penyimpanan Kantong Darah Terhadap Tanda-Tanda


Vital Pasien dan Reaksi yang Timbul Sebelum dan Setelah Transfusi
Darah

Dari hasil analisis bivariat, dengan menggunakan uji korelasi antara


lama penyimpanan kantong darah terhadap delta perubahan tanda – tanda vital
responden didapatkan p-value untuk tekanan darah sistolik 0,649 (> 0,05),
untuk tekanan darah diastolik sebesar 0,754 (> 0,05), untuk frekuensi
pernapasan sebesar 0,158 (> 0,05), untuk denyut nadi sebesar 0,434 (> 0,05)
dan untuk suhu tubuh sebesar 0,764 (> 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa
seluruh analisis memiliki nilai > 0,05. Sehingga dari hasil penelitian dapat
diketahui bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara lama
penyimpanan kantong darah terhadap perubahan tanda – tanda vital responden
sebelum dan setelah transfusi darah. Namun, secara teori, kurangnya
keuntungan atau kegunaan transfusi darah dihubungkan dengan dengan
adanya jejas penyimpanan (storage lesions) pada darah simpan. Dimana, pada
darah simpanan didapatkan penurunan yang progresif dari 2,3-
diphosphoglycerate (2,3-DPG) yang kemudian akan mengubah kurva
hemoglobin-oksigen ke arah kiri dan meningkatkan afinitas hemoglobin
terhadap oksigen dan menyebabkan lebih sedikit kadar oksigen yang dihantar
ke jaringan.45 Berkurangnya penghantaran oksigen kemudian akan
mempengaruhi cardiac output. Dimana secara fisiologis kemudian tubuh akan
melakukan proses kompensasi untuk memperbaiki oksigenasi, seperti melalui
mekanisme takikardi dan menurunkan viskositas. Selain itu secara teoritikal
darah baru dengan kandungan 2,3-DPG intraseluler yang lebbih banyak
seharusnya mampu memperbaiki oksigenasi dan memperbaiki asidosis laktat
54

lebih baik dibandingkan darah yang disimpan lebih lama. 46,47 Selain itu,
Osterman dan Arora, mengatakan bahwa peningkatan suhu minimal 1˚C dari
suhu tubuh basal atau lebih dari 38˚C yang terjadi pada awal inisiasi transfusi
darah digolongkan kedalam proses reaksi transfusi febril non-hemolitik
dimana salah satu penyebabnya adalah akibat aktivasi sitokin pada produk
darah yang kemudian menyebabkan respon imun berupa reaksi inflamasi. 8
Selain akibat adanya sitokin proinflamasi dalam darah lama, jejas lain juga
dapat timbul dari komponen darah, termasuk peningkatan sel debris dan
stress oksidatif, abnormal rearrangement ataupun hilangnya membran sel
fosfolipid, juga adanya kerusakan pada morfologi sel darah juga memicu
terjadinya reaksi demam pada responden. 48
Sama halnya dengan penelitian
yang dilakukan oleh Chang et al, menemukan bahwa leukoreduksi dapat
mengurangi kejadian FNHTR dan reaksi alergi. 48

Selain itu, pada hasil analisa bivariat antara lama penyimpanan


kantong darah terhadap reaksi transfusi yang timbul, didapatkan nilai p-value
sebesar 0,118 (> 0,05), dimana tidak terdapat hubungan yang signifikan antara
lama penyimpanan kantong darah terhadap reaksi transfusi darah yang timbul
pada pasien. Berbeda dengan penelitian Hod et al, mengenai transfusi sel
darah merah setelah penyimpanan berkepanjangan yang menghasilkan efek
berbahaya yang dimediasi oleh besi dan inflamasi. Pada penelitian tersebut
didapatkan hasil yang signifikan dan didapatkan hubungan bermakna tentang
kejadian reaksi ransfusi dengan usia darah yang digunakan.9 Raza et a,l
meneliti kejadian hiperkelemia akibat transfusi darah pada pasien yang
dirawat di ICU dan menemukan bahwa pasien yang menerima darah lebih dari
12 hari mengalami peningkatan kadar kalium plasma dengan nilai p-value
0,02. 29
55

4.3. Keterbatasan Penelitian


Pada penelitian ini didapatkan bahwa jumlah darah lama jauh lebih
sedikit dibandingkan dengan darah baru sehingga mempengaruhi hasil
penelitian. Telah ditiadakannya bank darah juga menjadikan jumlah darah
lama lebih sedikit. Selain itu, produk darah pada sampel penelitian yang
digunakan seluruhnya adalah PRC sehingga sulit melakukan perbandingan
reaksi transfusi antar komponen darah.

Anda mungkin juga menyukai