Anda di halaman 1dari 6

PANDUAN PRAKTIK KLINIS

PERDARAHAN POSTPARTUM (O72)


Perdarahan postpartum (PPP) didefinisikan sebagai kehilangan 500 ml
1. Pengertian (definisi) atau lebih darah setelah persalinan pervaginam atau 1000 ml atau lebih
setelah seksio sesaria (Leveno, 2009; WHO, 2012).

 perdarahan segera setelah lahir


 Perdarahan yang menetap setelah melahirkan
2. Anamnesis  Nyeri Perut
 Lemah yang diikuti tanda Syok.

Efek perdarahan banyak bergantung pada volume darah sebelum


hamil, derajat hipervolemia-terinduksi kehamilan, dan derajat anemia
saat persalinan. Gambaran PPP yang dapat mengecohkan adalah
kegagalan nadi dan tekanan darah untuk mengalami perubahan besar
sampai terjadi kehilangan darah sangat banyak. Kehilangan banyak
darah tersebut menimbulkan tanda-tanda syok yaitu penderita pucat,
3. Pemeriksaan Fisik tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstrimitas dingin,
dan lain-lain (Wiknjosastro, 2006; Cunningham, 2005). Gambaran
klinis pada hipovolemia dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 1.
Gambaran klinis perdarahan obstetri Volume darah yang hilang
Tekanan darah (sistolik) Tanda dan gejala Derajat syok 500-1000 mL
(120 kali/menit) Anuria Berat Sumber : B-Lynch (2006)
4. Kriteria Diagnosis

1. Atonia Uteri
2. Laserasi jalan lahir
5. Diagnosis Kerja 3. Retensio plasenta
4. Koagulopati

6. Diagnosis Banding Ruptur Uterina

Laboratorium :
- Hemoglobin
- Hematokrit
- Trombosit
7. Pemeriksaan - Waktu pembekuan darah
Penunjang - Waktu protombrin
- Waktu tromboplastin
- Elektrolit plasma
USG : Menilai letak plaesenta
1. Dokter harus menilai setiap risiko perdarahan post partum dan
8. Tata Laksana : membuat rencana tindakan yang sesuai. (III) Banyak penelitian dan
beberapa tinjauan telah membuktikan bahwa pemberian oksitosin
rutin pada kala III dapat menurunkan risiko perdarahan postpartum
lebih dari 40%, yang berarti 22 wanita memerlukan terapi profilaksi
untuk mencegah perdarahan postpartum. Hal ini dapat disamakan
bahwa penggunaan profilaksi oksitosin rutin menurunkan kebutuhan
obat terapeutik.
2. Profilaksi oksitosin rutin setelah lahirnya bahu menurunkan resiko
perdarahan post partum. (I) Perdebatan masih terjadi berkaitan
dengan saat penting manajemen aktif kala III, diluar profilaksi
oksitosin. Ini termasuk saat pengekleman tali pusat dan metode
pelahiran plasenta. Walaupun pengekleman segera tali pusat
tampaknya memperpendek kala III, tapi tidak ada bukti bahwa cara
ini menurunkan kemungkinan perdarahan postpartum. Traksi
terkendali dan pemijatan uterus belum diteliti secara independen.
Manajemen aktif kala II harus mencakup pemberian oksitosin
setelah kelahiran bahu depan. Protokol efektif mencakup 10 unit IM,
5 unit IV atau 10-20 unit per liter IV drip dalam 100-150 ml/jam.
3. Penanganan kala tiga juga harus mencakup pengekleman tali pusat
segera, traksi terkendali dengan palpasi uterus dan inspeksi plasenta
dan jalan lahir (III)
4. Penanganan awal perdarahan postpartum meliputi pengenalan awal
disertai penanganan cepat resusitasi dan pencarian penyebab
perdarahan secara simultan. Tes laboratorium dasar harus
dikerjakan. (III)
5. Langkah kedua pada penanganan perdarahan postpartum meliputi
perhatian terhadap penyebab khusus, pijatan uterus, kompresi dan
medikasi terhadap atonia, evakuasi jendalan darah atau hasil
konsepsi, penjahitan laserasi jalan lahir dan perbaikan gangguan
koagulasi (III).
6. Untuk sebagian kecil pasien yang tidak berespon terhadap langkah
penanganan awal, tim multidisiplin harus diikutsertakan meliputi
obstetrik kedua atau ahli bedah, ahli anestesi, staf kamar operasi,
bank darah dan ICU. Jika tersedia radiologi invasif dapat dikerjakan
embolisasi angiografi. Saat semua dipersiapkan, kehilangan darah
harus diminimalisasi dengan kompresi, packing dan atau vasopresin.
Terapi cairan dan darah harus diteruskan untuk menjaga
hemodinamik dan status koagulasi (III).
7. Penanganan perdarahan postpartum intractable tergantung secara
individual pada situasi klinis serta ketersediaan ahli dan teknologi.
Pengawasan berkelanjutan dan pengantian cairan serta komponen
darah dan penggunaan semua kemampuan yang ada adalah hal yang
sangat penting (III)
8. Ligasi arteri uterina mungkin efektif dalam perdarahan postpartum
(II-3)
9. Ligasi arteri iliaka interna telah dilaporkan dalam penanganan
perdarahan postpartum, akan tetapi efektifitasnya belum dapat
dibuktikan. Prosedur ini membutuhkan kemampuan bedah yang
lebih tinggi dan keadaan akan lebih berbahaya jika vena iliaka
mengalami cedera (II-3)
10. Histerektomi peripartum dapat sebagai cara penyelamatan nyawa
pada perdarahan postpartum. Histerektomi harus dikerjakan secepat
mungkin (II-3)
11. Perdarahan banyak post histerektomi dapat diatasi dengan packing
abdominal untuk menunggu normalisasi hemodinamik pasien dan
status koagulasi. Pembuluh darah tertentu yang mengalami
kebocoran persisten dapat diatasi dengan tindakan embolisasi (II-3)
12. Pasien yang tidak dapat diberikan darah membutuhkan penilaian
perpersalinan yang hati-hati dan dikirim ke pusat pelayanan yang
lebih lengkap dalam penanganan perdarahan postpartum jika hal ini
terjadi. Dimana keinginan seorang pasien untuk tidak diberikan
transfusi darah, dokter harus mengerjakan semua pengobatan untuk
perdarahan postpartum yang tersedia.

1. Meningkatnya usia ibu merupakan faktor independen terjadinya


9. Edukasi : PPP.
(Hospital Health 2. Risiko perdarahan akan meningkat dengan meningkatnya indeks
Promotion) massa tubuh. Pada wanita dengan indeks massa tubuh lebih
dari 40 memiliki resiko sebesar 5,2% dengan persalinan normal

Outcome
10.Prognosis Komplikasi : diharapkan minimal/tidak ada
Kesembuhan : diharapkan sempurna

Frekuensi perdarahan post partum 4/5-15 % dari seluruh persalinan.


Berdasarkan penyebabnya :

1. Atoni uteri (50-60%).

2. Retensio plasenta (16-17%).


11.Tingkat Evidens
3. Sisa plasenta (23-24%).

4. Laserasi jalan lahir (4-5%).

5. Kelainan darah (0,5-0,8%).

12.Tingkat Rekomendasi Post partum dan membuat rencana tindakan yang sesuai. Banyak
penelitian dan beberapa tinjauan telah membuktikan bahwa pemberian
oksitosin rutin pada kala III dapat menurunkan risiko perdarahan
postpartum lebih dari 40%, yang berarti 22 wanita memerlukan terapi
profilaksi untuk mencegah perdarahan postpartum. Hal ini dapat
disamakan bahwa penggunaan profilaksi oksitosin rutin menurunkan
kebutuhan obat terapeutik (LOA;B)
Profilaksi oksitosin rutin setelah lahirnya bahu menurunkan
resiko perdarahan post partum. Perdebatan masih terjadi berkaitan
dengan saat penting manajemen aktif kala III, diluar profilaksi
oksitosin. Ini termasuk saat pengekleman tali pusat dan metode
pelahiran plasenta. Walaupun pengekleman segera tali pusat
tampaknya memperpendek kala III, tapi tidak ada bukti bahwa cara ini
menurunkan kemungkinan perdarahan postpartum.
Manajemen aktif kala III harus mencakup pemberian oksitosin
setelah kelahiran bahu depan. Protokol efektif mencakup 10 unit IM, 5
unit IV atau 10-20 unit per liter IV drip dalam 100-150 ml/jam.
(LOA;A)
Penanganan kala tiga juga harus mencakup pengekleman tali
pusat segera, traksi terkendali dengan palpasi uterus dan inspeksi
plasenta dan jalan lahir (LOA:B)
Penanganan awal perdarahan postpartum meliputi pengenalan
awal disertai penanganan cepat resusitasi dan pencarian penyebab
perdarahan secara simultan. Tes laboratorium dasar harus
dikerjakan(LOA:B)
Langkah kedua pada penanganan perdarahan postpartum
meliputi perhatian terhadap penyebab khusus, pijatan uterus, kompresi
dan medikasi terhadap atonia, evakuasi jendalan darah atau hasil
konsepsi, penjahitan laserasi jalan lahir dan perbaikan gangguan
koagulasi (LOA;B)
Untuk sebagian kecil pasien yang tidak berespon terhadap
langkah penanganan awal, tim multidisiplin harus diikutsertakan
meliputi obstetrik kedua atau ahli bedah, ahli anestesi, staf kamar
operasi, bank darah dan ICU. Jika tersedia radiologi invasif dapat
dikerjakan embolisasi angiografi. Saat semua dipersiapkan,
kehilangan darah harus diminimalisasi dengan kompresi, packing dan
atau vasopresin. Terapi cairan dan darah harus diteruskan untuk
menjaga hemodinamik dan status koagulasi
Penanganan perdarahan postpartum intractable tergantung secara
individual pada situasi klinis serta ketersediaan ahli dan teknologi.
Pengawasan berkelanjutan dan pengantian cairan serta komponen
darah dan penggunaan semua kemampuan yang ada adalah hal yang
sangat Penting (LOA:B)
Ligasi arteri uterina mungkin efektif dalam perdarahan
postpartum (LOA:B)
Ligasi arteri iliaka interna telah dilaporkan dalam penanganan
perdarahan postpartum, akan tetapi efektifitasnya belum dapat
dibuktikan. Prosedur ini membutuhkan kemampuan bedah yang lebih
tinggi dan keadaan akan lebih berbahaya jika vena iliaka mengalami
cedera (LOA:A)
Histerektomi peripartum dapat sebagai cara penyelamatan
nyawa pada perdarahan postpartum. Histerektomi harus dikerjakan
secepat mungkin (LOA:A)
Perdarahan terbanyak post histerektomi dapat diatasi dengan
packing abdominal untuk menunggu normalisasi hemodinamik pasien
dan status koagulasi. Pembuluh darah tertentu yang mengalami
kebocoran persisten dapat diatasi dengan tindakan embolisasi
(LOA:A)
13.Penelaah Kritis
14.Indikator Perdarahan post partum teratasi.

5 -7 hari (tergantung tindakan operatif, transfusi darah, tindakan lain,


15. Lama Hari Rawat dan komplikasi lainnya).
Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Spong CY, Dashe JS,
16.Kepustakaan Hoffman BL, Casey BM, Sheffield JS. William Obstetrics 24th Edition
2014;

Anda mungkin juga menyukai