Anda di halaman 1dari 13

POLITEKNIK

KESEHATAN SOP
DEPKES KALTIM TES PITA SUARA

No. Halaman Ditetapkan Oleh Direktur


Jl. W. Monginsidi Dokumen 1/5 Poltekkes Depkes Kaltim
No. 38 Samarinda

Untuk mengetahui adanya kelemahan/kelumpuhan otot yang berulang setelah


1 Tujuan aktivitas dan membaik setelah istirahat, guna mendukung diagnosis penyakit
Myasthenia Gravis.
Ruang Indikasi : Myastenia Gravis,
2
Lingkup Kontra indikasi : -
Journal :
3 Acuan
Nandar, Shahdevi (2015). Kegawatan Pada Neuromuskuler. Universitas Brawijaya
Suatu pemeriksaan atau tes klinik sederhana guna melihat adanya kelemahan/
4 Definisi
kelumpuhan otot ketika beraktivitas
5 Prosedur KOMPONEN Ya Tdk
Fase Orientasi
a. Salam terapeutik
b. Evaluasi/ validasi kondisi pasien
c. Kontrak : topik, waktu/tempat

Fase kerja
Persiapan Alat
Kursi/tempat tidur.

Persiapan pasien
1. Mengkaji pasien terhadap tindakan yang akan dilakukan
2. Memberitahu dan menjelaskan kepada pasien mengenai
prosedur yang akan dilakukan

Cara Kerja
1. Mencuci tangan.
2. Mengatur posisi pasien rileks (fowler/duduk).
3. Minta pasien untuk menghitung dari angka 1-100 dengan
suara yang keras. Tes positif jika lama-kelamaan suara
terdengar makin lemah dan menjadi kurang terang. Pasien
menjadi anartris dan afonia.
4. Setelah suara pasien menjadi parau maka anjurkan
beristirahat. Kemudian tampak bahwa suaranya akan kembali
baik .
5. Mencuci tangan dan dokumentasi.
Sikap:
1. Sabar dan teliti.
2. Peka terhadap reaksi pasien.

Catatan :
POLITEKNIK
KESEHATAN SOP
DEPKES KALTIM TES WARTENBERG

No. Halaman Ditetapkan Oleh Direktur


Jl. W. Monginsidi Dokumen 2/5 Poltekkes Depkes Kaltim
No. 38 Samarinda

Untuk mengetahui adanya kelemahan/ kelumpuhan otot yang berulang setelah


1 Tujuan aktivitas dan membaik setelah istirahat, guna mendukung diagnosis penyakit
Myasthenia Gravis.
Ruang Indikasi : Myastenia Gravis,
2
Lingkup Kontra indikasi : -
Journal :
3 Acuan
Nandar, Shahdevi (2015). Kegawatan Pada Neuromuskuler. Universitas Brawijaya
Suatu pemeriksaan atau tes klinik sederhana untuk mengetahui adanya kelemahan/
4 Definisi
kelumpuhan otot ketika beraktivitas
5 Prosedur KOMPONEN Ya Tdk
Fase Orientasi
a. Salam terapetiuk
b. Evaluasi/ validasi kondisi pasien
c. Kontrak : topik, waktu/tempat

Fase kerja
Persiapan Alat
Kursi/tempat tidur.

Persiapan pasien
1. Mengkaji pasien terhadap tindakan yang akan dilakukan
2. Memberitahu dan menjelaskan kepada pasien mengenai
prosedur yang akan dilakukan

Cara Kerja
1. Mencuci tangan.
2. Mengatur posisi pasien rileks (fowler/duduk).
3. Minta pasien memandang objek di atas bidang antara kedua
bola mata > 30 detik atau pasien ditugaskan untuk
mengedipkan matanya secara terus-menerus. Tes positif jika
pasien menunjukkan ptosis.
4. Minta pasien meletakkan tangan di atas meja. Abduksikan
setiap jari-jari pasien. Lalu minta pasien untuk merapatkan
jari-jarinya (adduksi). Tes positif jika pasien tidak dapat
merapatkan jari kelingkingnya (Wartenberg’s sign).
5. Setelah tampak ada ptosis, maka anjurkan beristirahat.
Kemudian tampak bahwa ptosis juga tidak tampak lagi.
6. Mencuci tangan dan dokumentasi.
Sikap:
1. Sabar dan teliti.
2. Peka terhadap reaksi pasien.

Catatan :
POLITEKNIK
KESEHATAN SOP
DEPKES KALTIM UJI PROSTIGMIN

No. Halaman Ditetapkan Oleh Direktur


Jl. W. Monginsidi Dokumen 3/5 Poltekkes Depkes Kaltim
No. 38 Samarinda

Untuk mengetahui kebenaran kelemahan otot yang terjadi merupakan myasthenia


1 Tujuan
gravis.
Ruang Indikasi : Myastenia Gravis,
2
Lingkup Kontra indikasi : -
Journal :
3 Acuan
Nandar, Shahdevi (2015). Kegawatan Pada Neuromuskuler. Universitas Brawijaya
Merupakan suatu tes dengan menyuntikkan antikolinesterase ke dalam pembuluh
4 Definisi darah vena untuk memperpanjang kerja acetilkolin pada nerumuscular juction
dalam beberapa menit.

5 Prosedur KOMPONEN Ya Tdk


Fase Orientasi
a. Salam terapetiuk
b. Evaluasi/ validasi kondisi pasien
c. Kontrak : topik, waktu/tempat

Fase kerja
Persiapan Alat
1. Spuit
2. Zat antikolinesterase (edrophonium chloride)
3. Bengkok
4. Kapas alkohol
5. Plester

Persiapan pasien
1. Pasien diberi tahu tindakan yang akan dilakukan.
2. Pasien dipersilahkan duduk tegak di kursi atau di tempat tidur
senyaman mungkin dan membebaskan baju yang menutupi
lengannya.

Cara Kerja
1. Perawat mencuci tangan.
2. Lakukan antiseptik/desinfeksi pada area yang akan diinjeksi.
3. Ambil edrophonium chloride sebanyak 2 mg ke dalam spuit.
Suntikkan edrophonium chloride secara intravena sesuai
prosedur. Observasi selama 15 detik setelah penyuntikan.
Bila dalam 30 detik tidak terdapat reaksi, maka disuntikkan
lagi sebanyak 8-9 mg tensilon secara intravena.
4. Setelah antikolinesterase disuntikkan kita harus segera
memperhatikan otot-otot yang lemah seperti misalnya
kelopak mata yang memperlihatkan adanya ptosis,
strabismus, dan gejala-gejala lain. Bila kelemahan itu benar
disebabkan oleh Miastenia gravis, maka gejala tersebut
kemudian akan lenyap.
5. Rapikan pasien dan alat.
6. Mencuci tangan dan dokumentasi.

Sikap:
1. Sabar dan teliti.
2. Peka terhadap reaksi pasien.

Catatan :
POLITEKNIK
KESEHATAN SOP
DEPKES KALTIM UJI TENSILON

No. Halaman Ditetapkan Oleh Direktur


Jl. W. Monginsidi Dokumen 3/5 Poltekkes Depkes Kaltim
No. 38 Samarinda

Untuk mengetahui kebenaran kelemahan otot yang terjadi merupakan myasthenia


1 Tujuan
gravis.
Ruang Indikasi : Myastenia Gravis,
2
Lingkup Kontra indikasi : -
Journal :
3 Acuan
Nandar, Shahdevi (2015). Kegawatan Pada Neuromuskuler. Universitas Brawijaya
Merupakan suatu tes dengan menyuntikkan antikolinesterase ke dalam pembuluh
4 Definisi darah vena untuk memperpanjang kerja acetilkolin pada nerumuscular juction
dalam beberapa menit.

5 Prosedur KOMPONEN Ya Tdk


Fase Orientasi
a. Salam terapetiuk
b. Evaluasi/ validasi kondisi pasien
c. Kontrak : topik, waktu/tempat

Fase kerja
Persiapan Alat
1. Spuit
2. Zat antikolinesterase (prostigmin methylsulfat)
3. Bengkok
4. Kapas alkohol
5. Plester

Persiapan pasien
1. Pasien diberi tahu tindakan yang akan dilakukan.
2. Pasien dipersilahkan duduk tegak di kursi atau di tempat tidur
senyaman mungkin dan membebaskan baju yang menutupi
lengannya.

Cara Kerja
1. Perawat mencuci tangan.
2. Lakukan antiseptik/desinfeksi pada area yang akan diinjeksi.
3. Suntikkan 3 cc atau 1,5 mg prostigmin methylsulfat secara
intramuskular sesuai prosedur (bila perlu, diberikan pula
atropin 0,8 mg).
4. Setelah antikolinesterase disuntikkan kita harus segera
memperhatikan otot-otot yang lemah seperti misalnya
kelopak mata yang memperlihatkan adanya ptosis,
strabismus, dan gejala-gejala lain. Bila kelemahan itu benar
disebabkan oleh Miastenia gravis, maka gejala tersebut
kemudian akan lenyap.
5. Rapikan pasien dan alat.
6. Mencuci tangan dan dokumentasi.

Sikap:
1. Sabar dan teliti.
2. Peka terhadap reaksi pasien.

Catatan :
POLITEKNIK
KESEHATAN SOP
DEPKES KALTIM UJI KININ

No. Halaman Ditetapkan Oleh Direktur


Jl. W. Monginsidi Dokumen 3/5 Poltekkes Depkes Kaltim
No. 38 Samarinda

Untuk mengetahui apakah kelemahan (ptosis, strabismus, dll) yang terjadi pada
1 Tujuan
pasien merupakan myasthenia gravis.
Ruang Indikasi : Myastenia Gravis,
2
Lingkup Kontra indikasi : -
Journal :
3 Acuan
Nandar, Shahdevi (2015). Kegawatan Pada Neuromuskuler. Universitas Brawijaya
Merupakan suatu tes dengan memberikan obat oral untuk mendiagnosis
4 Definisi myasthenia gravis.

5 Prosedur KOMPONEN Ya Tdk


Fase Orientasi
d. Salam terapetiuk
e. Evaluasi/ validasi kondisi pasien
f. Kontrak : topik, waktu/tempat

Fase kerja
Persiapan Alat
1. Tablet kinin 200 mg
2. Injeksi prostigmin

Persiapan pasien
1. Pasien diberi tahu tindakan yang akan dilakukan.
2. Pasien dipersilahkan duduk tegak di kursi atau di tempat tidur
senyaman mungkin

Cara Kerja
1. Mencuci tangan.
2. Mengatur posisi pasien rileks (fowler/duduk).
3. Berikan 3 tablet kinin masing-masing 200 mg, anjurkan
pasien untuk meminumnya.
4. Setelah pemberian pertama, 3 jam kemudian diberikan 3
tablet kinin lagi (masing-maisng 200 mg per tablet).
5. Bila kelemahan itu disebbakan oleh myasthenia gravis, maka
gejala seperti ptosis, strabismus, dll, klien akan merasa
seperti bertambah berat pada kelemahan tersebut. Namun jika
tidak bertambah berat berarti kelemahan tersebut disebabkan
karena penyakit lain.
6. Jika pasien bertambah berat berikan injeksi prostigmin, agar
gejala-gejala mistenik tidak bertambah berat..

Sikap:
1. Sabar dan teliti.
2. Peka terhadap reaksi pasien.

Catatan :
POLITEKNIK
SOP
KESEHATAN
ANESTESI PADA OPERASI TORAKS: TIMEKTOMI DENGAN
DEPKES KALTIM
MYASTENIA GRAFIS

No. Halaman Ditetapkan Oleh Direktur


Jl. W. Monginsidi Dokumen 3/5 Poltekkes Depkes Kaltim
No. 38 Samarinda

Untuk mengetahui pelaksanaan tindakan anestesi pada pasien toraks dengan


1 Tujuan
myasthenia grafis yang akan menjalani tindakan timektomi.
Ruang Indikasi : Myastenia Gravis,
2
Lingkup Kontra indikasi : -
Journal :
3 Acuan
Nandar, Shahdevi (2015). Kegawatan Pada Neuromuskuler. Universitas Brawijaya
Sebagai acuan dalam pelaksanaan tindakan anestesi pada pasien toraks dengan
4 Definisi myasthenia grafis yang akan menjalani tindakan timektomi.

5 Prosedur KOMPONEN Ya Tdk


Fase Orientasi
a. Salam terapetiuk
b. Evaluasi/ validasi kondisi pasien
c. Kontrak : topik, waktu/tempat

Manajemen Preoperatif
a. Optimalisasi kondisi pasien myasthenia secara signifikan
akan mengurangi resiko terhadap pembedahan.
b. Idealnya operasi dilakukan pada keadaan telah terjadi remisi
dengan keadaan semua problem medis telah dioptimalkan.
c. Evaluasi secara cermat terhadap parameter respirasi dan
kekuatan otot bulbar sebelum memberikan premedikasi.
d. Kekuatan otot respirasi dapat dinilai denghan melakukan tes
fungsi paru dengan menilai volume tidal, kapasitas vital,
kapasitas pernapasan maksimum, dan kekuatan inspirasi.
e. Premedikasi harus dihindari pada pasien dengan gejala-gejala
bulbar dan gangguan respirasi.
f. Ansiolisis dengan benzodiazepin dapat diberikan dengan
dosis kecil pada pasien myasthenia yang sudah terkontrol.
g. Premedikasi dengan opioid harus dihindari untuk mencegah
depresi terhadap respiratory drive yang dapat memperbesar
kemungkinan terjadinya kegagalan pernapasan pada
myastenik atau krisis kolinergik.
h. Pemberian antikolinesterase preoperatif saat ini masih
kontroversial. Beberapa peneliti berpendapat dengan
menunda pemberian antikolinesterase akan menurunkan
interaksi terhadap obat lain yang akan diberikan. Interaksi
tersebut dapat berupa antagonism parsial dari pelemas otot
golongan non depolarisasi dan memperpanjang durasi kerja
suksinil kolin. Penundaan pemberian antikolinesterase juga
akan mengeliminasi kemungkinan terjadinya krisis kolinergik
yang merupakan penyebab kegagalan pernapasan
pascaoperatif. Tetapi pendapat ini tidak berlaku pada pasien
yang secara fisiologi dan fisik tergantung pada
antikolinesterase. Namun beberapa penulis lainnya
berpendapat bahwa antikolinesterase tidak akan berinteraksi
dengan obat anestesi sehingga dapat tetap diberikan.
i. Pemberian steroid pada pasien dalam terapi steroid yang
kronik harus tetap diberikan.

Manajemen Intraoperatif
a. Monitor yang diperlukan pada setiap tindakan anestesi pada
pasien myasthenia adalah: EKG kontinyu, tekanan darah,
pulse oksimeter, EtCO2, stimulasi saraf perifer (bila
dipergunakan pelemas otot), dan monitoring oksigen
inspirasi.
b. Induksi anestesi didahului dengan preoksigenasi dengan
oksigen 100%.
c. Induksi dapat dilakukan dengan memberikan injeksi obat-
obatan dengan onset cepat dan durasi pendek, seperti;
barbiturat, propofol, atau etomidat.
d. Intubasi trakeal pada pasien ini seringkali tidak memerlukan
pelemas otot dan dapat difasilitasi dengan hanya memberikan
ventilasi dengan agen inhalasi yang poten.
e. Pemberian suksinilkolin untuk kontrol yang cepat terhadap
jalan napas dapat diberikan dengan dosis 2 mg/ kgbb, akan
tetapi akan menyebabkan pemanjangan durasi kerja obat ini.
f. Beberapa penulis berpendapat bahwa pada pasien dengan
myasthenia sebaiknya dihindari pemberian pelemas otot,
relaksasi yang adekuat dapat dicapai dengan pemberian
anestesi inhalasi yang poten. Tetapi pada beberapa pasien
tidak dapat mentoleransi perubahan hemodinamik yang
diakibatkannya sehingga memerlukan teknik balans dengan
mempergunakan pelemas otot.
g. Pelemas otot dapat diberikan dengan menggunakan pelemas
otot intermediet golongan non depolarisasi secara titrasi
dengan bantuan alat nerve stimulator perifer.
h. Pemberian antikolinesterase untuk mengatasi residual
blokade neuromuskular harus dipertimbangkan secara
individual dengan melihat kondisi masing-masing pasien.
Harus dipertimbangkan antara besarnya resiko akibat
pemberian inhibitor kolinesterase (krisis kolinergik,
bradiaritmia, dan sekresi) dan kemungkinan kerugian akibat
gangguan ventilasi pascaoperatif..
i. Distres pernapasan dapat diatasi dengan memberikan 1/30
dosis piridostigmin secara i.v.
j. Kelemahan residual pada saat pemulihan dari anestesi tidak
boleh hanya disimpulkan sebagai blokade otot residual akibat
pemakaian pelemas otot, hal ini dikarenakan transmisi
neuromuskular juga dapat terganggu akibat pengaruh dari
anestesi inhalasi, anestesi lokal, antikonvulsan, beta bloker,
dan beberapa antibiotik.

Sikap:
3. Sabar dan teliti.
4. Peka terhadap reaksi pasien.

Catatan :

Anda mungkin juga menyukai