Anda di halaman 1dari 4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Response Time
1. Definisi
Response time (waktu tanggap) merupakan indikator proses untuk mencapai
indikator hasil yaitu kelangsungan hidup. Response time adalah waktu yang
dibutuhkan pasien untuk mendapatkan pertolongan yang sesuai dengan
kegawatdaruratan penyakitnya sejak memasuki pintu IGD (Depkes, 2004).

Response time (waktu tanggap) pada sistem realtime, didefinisikan sebagai


waktu dari saat kejadian (internal atau eksternal) sampai instruksi pertama rutin
layanan yang dimaksud dieksekusi, disebut dengan event response time. Sasaran
dari penjadwalan ini adalah meminimalkan waktu tanggap Angka keterlambatan
pelayanan pertama gawat darurat /emergency response time rate (WHO-
Depkes;1998 dalam Nafri, 2009).

Waktu tanggap dapat dihitung dengan hitungan menit dan sangat dipengaruhi
oleh berbagai hal baik mengenai jumlah tenaga maupun komponen – komponen
lain yang mendukung seperti pelayanan laboratorium, radilogi, farmasi dan
administrasi. Waktu Tanggap dikatakan tepat waktu atau tidak terlambat apabila
waktu yang diperlukan tidak melebihi waktu rata – rata standar yang ada.

2. Standar Pelayanan Minimal


Setiap Standar Pelayanan Minimal adalah ketentuan tentang jenis dan mutu
pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh
wargasecara minimal, juga merupakan spesifikasi teknis tentang tolak ukur
pelayanan minimum yang diberikan oleh Badan Layanan Umum kepada
masyarakat. Standar pelayanan minimal Rumah Sakit dimaksudkan agar
tersedianya panduan bagi daerah dalam melaksanakan perencanaan, pelaksanaan

7
8

dan pengendalian serta pengawasan dan pertanggungjawaban penyelenggaraan


standar pelayanan minimal Rumah Sakit

Standar pelayanan minimal pelayanan gawat darurat, dengan indikator :


a. Kemampuan menangani life saving anak dan dewasa, standar 100%
b. Jam buka pelayanan gawat darurat, standar 24 jam
c. Pemberi pelayanan kegawatdaruratan yang bersertifikat ’yang masih berlaku’
(BLS / PPGD / GELS / ALS), standar 100%
d. Ketersediaan tim penanggulangan bencana, standar 1 tim
e. waktu tanggap pelayanan dokter dan perawat instalasi gawat darurat, standar
≤ 5 menit terlayani setelah pasien datang
f. Kepuasan pelanggan, standar ≥ 70%
g. Kematian pasien ≤ 24 jam, standar ≤ 2 per 1000 (pindah ke pelayanan rawat
inap setelah 8 jam)
h. Khusus untuk RS jiwa, pasien dapat ditenangkan dalam waktu ≤ 48 jam,
standar 100%
i. Tidak adanya pasien yang diharuskan membayar uang muka, standar 100%.

Pelayanan kegawat daruratan merupakan hak asasi sekaligus kewajiban yang


harus diberikan perhatian penting oleh setiap orang. Kecepatan dan ketepatan
pertolongan yang di berikan pada pasien yang datang ke IGD memerlukan
standar sesuai dengan kompetensi dan kemampuannya sehingga dapat menjamin
suatu penanganan gawat darurat dengan response time yang cepat dan
penanganan yang tepat. Hal ini dapat di capai dengan peningkatan sarana,
prasarana, sumberdaya manusia, dan manajemem IGD Rumah Sakit sesuai
standar (Kemenkes, 2009)

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Response time perawat IGD Berdasarkan


penelitian yang dilakukan oleh Wa Ode, dkk (2012) mengatakan bahwa faktor-
faktor yang berhubungan dengan ketepatan waktu tanggap penanganan kasus di
UGD bedah dan non bedah adalah :
9

a. Ketersediaan stretcher
b. Ketersediaan petugas triase
c. Pola penempatan staf
d. Tingkat karakteristik pasien
e. Faktor pengetahuan, keterampilan dan pengalaman petugas kesehatan yang
menangani kejadian gawat darurat.

berdasarkan hasil penelitian Widodo, dkk (2007), tentang hubungan beban kerja
dengan waktu tanggap perawat gawat darurat mengatakan bahwa faktor beban
kerja fisik memiliki pengaruh terhadap waktu tanggap perawat IGD.

4. Klasifikasi Response time berdasarkan kegawatan


Salah satu indikator keberhasilan penanggulangan medik penderita gawat
daruratadalah kecepatan memberikan pertolongan yang memadai kepada
penderitagawat darurat baik pada keadaan rutin sehari-hari atau sewaktu
bencana. Keberhasilan waktu tanggap sangat tergantung pada kecepatan yang
tersedia serta kualitas pemberian pertolongan untuk menyelamatkan nyawa atau
mencegah cacat sejak di tempat kejadian, dalam perjalananhingga pertolongan
rumah sakit (Moewardi, 2005)

Response time (waktu tanggap) pelayanan pada pasien cedera kepala dapat di
klasifikasikan atau dikategorikan berdasarkan kegawatan menjadi 5 (lima) yaitu:
a. Kategori I, resusitasi yaitu pasien memerlukan resusitasi segera, seperti
pasien dengan epidural atau sub dural hematoma
b. Kategori II, pasien emergensi, seperti pasien cedera kepala disertai tanda-
tanda syok, apabila tidak melakukan pertolongan segera akan menjadi lebih
buruk
c. Kategori III, pasien urgen, seperti cedera kepala disertai luka robek, rasa
pusing
d. Kategori IV, pasien semi urgen, keadaan pasien cedera kepala dengan rasa
pusing ringan, luka lecet dan luka superficial
10

e. Kategori V, false emergency, pasien datang bukan indikasi kegawatdaruratan


medis, cedera kepala tanpa keluhan fisik (Depkes RI, 2004)

Menurut Pusponegoro (2005), mengatakan bahwa Penanggulangan Penderita


Gawat Darurat (PPGD) dalam mencegah kematian dan cacat ditentukan oleh
faktor :
a. Kecepatan ditemukan penderita
b. Kecepatan meminta pertolongan
c. Kecepatan dalam kualitas pertolongan yang diberikan untuk
menyelamatkannya.

Dari hasil studi awal yang dilakukan Haryatun (2008) di RSUD Dr. Moewardi
mengatakan pada Januari 2005 dengan menghitung waktu pelayanan pasien
gawat darurat, cedera kepala dari pasien masuk pintu IGD sampai siap keluar
dari IGD di dapatkan rata-rata waktu tanggap pelayanan selama 145 menit
(kategori I), 130 menit (kategori II), 67,15 menit (kategori III), 56 menit
(kategori IV), 45 menit (kategori V). hal ini jauh lebih lama dibandingkan hasil
penelitian yang hampir sama dilakukan di RS Dr. Soetomo Surabaya, dengan
mendapat waktu rata-rata kategori I yaitu 42,66 menit, mulai pasien masuk
sampai dilakukan operasi (Murtedjo & Mucthi, 2005).

Keterlambatan pertolongan pada cedera ini dapat menyebabkan kerusakan sel-


sel otak secara permanen dan tidak bisa pulih kembali karena se otak merupakan
sel yang tidak mampu mengalami regenerasi apabila terjadi kerusakan.

Anda mungkin juga menyukai