Anda di halaman 1dari 11

TRAUMA

A. PENGERTIAN TRAUMA

Trauma berasal dari bahasa Yunani “tramatos” yang artinya luka.


Dalam kamus konseling, traumatik adalah pengalaman dengan tiba-tiba
mengejutkan yang meninggalkan kesan yang mendalam pada jiwa seseorang
sehingga dapat merusak fisik maupun psikologis.

Trauma adalah kejadian jiwa atau tingkah laku yang tidak normal
sebagai akibat dari tekanan atau cedera jasmani. Trauma juga diartikan
sebagai respon secara emosional akibat sebuah kejadian, seperti kekerasan,
bully, atau bencana alam. Reaksi jangka pendek yang biasa terjadi pada
seseorang yang mengalami taruma adalah shock dan penolakan.1

Sedangkan reaksi jangka panjang pada penderita trauma meliputi emosi


yang tidak terduga. Misalnya selalu teringat kejadian yang terjadi pada masa
lalu, hubungan yang tegang, bahkan gejala-gejala fisik, seperti pusing dan
mual.2

B. CIRI-CIRI PERISTIWA TRAUMATIK

Adapun ciri-ciri peristiwa traumatis ialah sebagai berikut:

1. Terjadi secara tiba-tiba


2. Mengerikan, menimbulkan perasaan takut yang amat sangat
3. Mengancam keutuhan fisik maupun mental
4. Dapat menimbulkan dampak fisik, pikiran, perasaan dan perilaku
yang amat membekas bagi mereka yang mengalami ataupunn
menyaksikan.

1
Winkel dan Sri Hastuti, Bimbingan dan Konseling di Institut Pendidikan. (Yogyakarta:
Media Abadi, 2006), hlm: 54
2
Achmanto Mendatu, Pemulihan Trauma: Strategi Penyembuhan Trauma Untuk Diri
Sendiri, Anak dan Orang Lain di Sekitar Anda, (Yogyakarta: Pandua, 2010), hlm: 56
C. FAKTOR PENYEBAB TRAUMA

Faktor-faktor penyebab trauma terbagi atas 2 (dua) bagian, yaitu:


1. Faktor Internal
Secara sederhana, trauma dirumuskan sebagai gangguan kejiwaan
akibat ketidakmampuan seseorang mengatasi persoalan hidup yang
harus dijalaninya, sehingga yang bersangkutan bertingkah secara
kurang wajar. Berikut ini penyebab yang mendasari timbulnya trauma
pada diri seseorang:
a) Kepribadian yang lemah dan kurangnya percaya diri sehingga
menyebabkan yang bersangkutan merasa rendah diri.
b) Terjadi konflik sosial budaya akibat adanya norma yang berbeda
antara dirinya dengan llingkungan masyarakat
c) Pemahaman yang salah sehingga memberikan reaksi berlebihan
terhadap kehidupan sosial dan juga sebaliknya terlalu rendah.
Proses-proses yang diambil oleh seseorang dalam menghadapi
kekalutan mental, sehingga mendorongnya ke arah positif.

2. Faktor eksternal (fisik)


Adapun faktor eksternal tersebut, ialah:
a) Faktor orangtua dalam bersosialisasi dalam kehidupann keluarga,
terjadinya penganiayaan yang menjadikan luka atau trauma fisik
b) Kejahatan atau perbuatan yang tidak bertanggungjawab yang
mengakibatkan trauma fisik dalam bentuk luka pada badan dan
organ pada tubuh korban.3

Selain itu, kondisi trauma yang dialami individu (anak) disebabkan oleh
berbagai situasi dan kondisi, diantaranya:
a) Peristiwa atau kejadian alamiah (bencana alam) seperti gempa
bumi, tsunami, banjir, tanah longsor, angin topan dan sebagainya.

3
Ibid., hlm: 58
b) Pengalaman di kehidupan sosial (psiko-sosial), seperti pola asuh
yang salah, ketidakadilan, penyiksaan, kekerasan, perang dan
sebagainya.
c) Pengalaman langsung atau tidak langsung, seperti melihat sendiri,
mengalami sendiri (secara langsung) dan pengalaman orang lain
(tidak langsung), dan sebagainya.4

D. JENIS-JENIS TRAUMA

Dalam kajian psikologi dikenal beberapa jenis trauma sesuai dengan


penyebab dan sifatnya trauma, yaitu trauma psikologi, trauma neurosis,
trauma psikosis dan trauma diseases.
1. Trauma Psikologis

Trauma psikologis merupakan akibat dari suatu peristiwa atau


pengalaman yang luasr biasa, yang terjadi secara spontan (mendadak)
pada diri individu tanpa berkemampuan untuk mengontrolnya (loss
control and loss helpness) dan merusak fungsi ketahanan mental individu
secara umum. Ekses dari jenis trauma ini dapat menyerang individu
secara menyeluruh (fisik dan psikis).

2. Trauma Neurosis

Trauma ini merupakan suatu gangguan yang terjadi pada saraf pusat
(otak) individu, akibat benturan-benturan benda keras atau pemukulan di
kepala. Penderita trauma ini biasanya saat terjadi tidak sadarkan diri,
hilang kesadaran dan lain-lain yang sifatnya sementara.

3. Trauma Psychosis

Trauma psikosis merupakan suatu gangguan yang bersumber dari kondisi


atau problema fisik individu, seperti cacat tubuh, amputasi salah satu
anggota tubuh dan sebagainya yang menimbulkan shock dan gangguan

4
Abu Ahmadi dan Ahmad Rohani, Bimbingan dan Konseling Di Sekolah, (Jakarta:
Rhineka Cipta, 1991), hlm: 87
emosi. Pada saat-saat tertentu gangguan kejiwaan ini biasanya terjadi
akibat

4. Trauma Diseases

Gangguan kejiwaan jenis ini oleh para ahli ilmu jiwa dan medis dianggap
sebagai suatu penyakit yang bersumber dari stimulus-stimulus luar yang
dialami individu secara spontan atau berulang-ulang, seperti keracunan,
terjadi pemukulan, teror, ancaman dan sebagainya.5

E. KARAKTERISTIK KORBAN TRAUMA

Adapun karakteristik yang ada atau yang dialami oleh seseorang yang
menderita traumatik, ialah:

1) Mengalami kejadian yang buruk dan mengerikan


2) Sulit tidur dan mudah terbangun
3) Mimpi buruk terhadap hal atau kejadian yang mengerikan
4) Seperti mengalami kembali peristiwa buruk dan mengerikan
5) Menghindari tempat, orang, situasi dan hal-hal yang mengingatkan pada
peristiwa buruk dan mengerikan
6) Mudah terkejut
7) Mudah tersinggung dan marah
8) Sering teringat pengalaman atau kejadian terburuk dan mengerikan
9) Merasa tidak semangat dan putus asa
10) Takut memikirkan masa depan
11) Pemurung
12) Sulit berkonsentrasi
13) Khawatir berlebihan
14) Perubahan perilaku dari sebelumnya.6

5
Dewa Ketut Sukardi, Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling Di
Sekolah, (Jakarta: Rhineka Cipta, 2000), hlm: 224
6
Achmanto Mendatu, Pemulihan Trauma: Strategi Penyembuhan Trauma Untuk Diri
Sendiri, Anak dan Orang Lain di Sekitar Anda, (Yogyakarta: Pandua, 2010), hlm: 60
F. PROSES PEMULIHAN TRAUMA

1. Pertolongan pertama pada trauma

Pertolongan pertama pada trauma adalah tindak pertolongan yang


dilakukan atau diberikan pertama kali kepada korban trauma dan
dilakukan dengan segera setelah seseorang mengalami trauma.

Adapaun langkah-langkah pertolongan pertama pada trauma adalah:

a) Secepat mungkin jauhkan korban dari peristiwa traumatik


b) Buat fisik korban trauma merasa nyaman
c) Pertemukan segera dengan orang-orang terdekat korban

2. Pemulihan stres paska trauma

a) Pemulihan fisik

Membuat fisik konselii menjadi nyaman akan memudahkan untuk


memulihkan traumanya. Apabila konseli tidak nyaman misalnnya
nafas tersengal-sengal berkeringat dingin gemetaran dan sebagainya
maka bisa dilakukan setidaknya ada beberapa hal berikut ini, yaitu :
(a) mengatur pernafasan; (b) segeralah dibawa ke dokter atau balai
pengobatan jika konseli mengalami cidera fisik; (c) penuhilah
kebutuhan fisik dengan segera, misalnya jika telah tiba waktunya
makan diperlukan makan, jika perlu minum dan lain-lain.

b) Pemulihan emosi

Pemulihan emosi dapat dilakukan dengan cara: (a) segera cari


informasi tentang orang-orang terdekat; (b) ekspresikan perasaan; (c)
berbicara dengan orang lain yang dipercaya tentang perasaan dan apa
yang terjadi; (d) jangan mengisolasi diri; (e) relaksasi.

c) Pemulihan kognitif

Dalam pemulihan kognitif, hal yang dapat dilakukan berupa; (a)


terus mengaktifkan otak; (b) jangan menjauhkan diri dari situasi,
orang dan tempat yang mengingatkan pada trauma terjadi; (c)
berfikir positif; (d) selalu memiliki harapan; (e) belajar tentang
trauma.

Selain itu, pemulihan trauma yang biaasa dilakukan untuk anak-anak ialah:

1. Pemulihan fisik anak

Teknik pemulihan fisik untuk anak-anak, hampir sama dengan yang


lainnya, yaitu: (a)menenangkan dan membuat nyaman kondisi fisik
anak-anak; (b) segera bawalah ke dokter atau balai pengobatan jika
anak mengalami cidera fisik; (c) penuhi kebutuhan fisik anak dengan
segera; (d) perhatikan tidurnya.

2. Pemulihan emosi anak

Kenali perasaan anak-anak. Pada prinsipnya jangan khawatir untuk


membiarkan anak-anak membicarakan bencana yang terjadi sebelum
anak siap. Dengarkan dan pahami sudut pandang anak terhadap
bencana yang terjadi dan peristiwa yang mengikutinya. Bertanyalah
mengenai perasaannya tentang suatu kejadian atau bencana yang
dialami itu dengan pertanyaan terbuka tertutup sehingga ia benar-
benar bisa mengekspresikan perasaannya.7

G. KONSELING UNTUK KORBAN TRAUMATIK

Proses konseling yang dilakukan untuk menangani korban traumtik


dikenal dengan istilah konseling traumatik. Konseling traumatik merupakan
konseling yang diselenggarakan dalam rangka membantu konseli yang
mengalami peristiwa traumatik, agar konseli dapat keluar dari peristiwa
trauma tersebut.

Tujuan konseling pada korban trauma adalah untuk mendengarkan


pengalaman trauma mereka dan memberikan bantuan yang mereka perlukan
dalam situasi stress pasca trauma, dan dapat membantu para korban bencana
menata kestabilan emosinya sehingga mereka bisa menerima kenyataan hidup

7
Ibid., hlm: 65
sebagaimana adanya meskipun dalam kondisi yang sulit. Konseling traumatik
juga bermanfaat untuk membantu para korban untuk lebih mampu mengelola
emosinya secara benar dan berpikir realistk.

Adapun konseling yang akan diterapkan dalam kasus ini adalah harus
dilakukan secara continue, penuh kesabaran, penuh keikhlasan dan benar-
benar memiliki kesadaran dari profesional (orang-orang yang terlatih)untuk
menanganinya secara baik.

Dalam hal ini, peran konselor yang dapat dilakukan dengan segera
ialah:

a) Meredakan perasaan-perasaan (cemas/ gagal/ bodoh/ putus asa/ tidak


berguna/ malu/ tidak mampu/ rasa bersalah) dengan menunjukkan sikap
menerima situasi kritis, menciptakan keseimbangan pribadi dan
penguasaan diri serta bertanggungjawab terhadap diri konseli (mampu
menyelesaikan diri dengan situasi yang baru (situasi kritis)
b) Agar konseli dapat menerima kesedihan secara wajar
c) Memberikan intervensi langsung dalam upaya mengatasi situasi kritis
d) Memberikan dukungan kadar tinggi kepada konseli.8

Dalam melakukan proses konseling traumatik pada konseli, konselor


sangat memerlukan keterampilan dasar, yaitu:

1. Keterampilan membangun hubungan dengan korban (konseli)

Keberhasilan konseling akan sangat ditentukan oleh sejauh mana


hubungan konselor dengan konseli berhasil dijalani. Konseli biasanya
akan memberikan respon baik jika konselor melakukan hal-hal berikut
ini:
a) Konselor memberikan empati
b) Konselor tenang dalam menghadapi mereka
c) Konselor bisa mendengarkan mereka dengan perhatian total

8
Winkel dan Sri Hastuti, Bimbingan dan Konseling di Institut Pendidikan. (Yogyakarta
Media Abadi, 2006), hlm: 63
2. Keterampilan bertanya dengan tepat

Bercerita tentang pengalaman dan perasaan yang dialami pada saat


bencana atau peristiwa traumatik lain, diketahui sangat membantu
proses pemulihan trauma. Tugas konselor adalah membantu korban
untuk bercerita atau mengekspresikan pengalaman dan perasaan mereka
sebaik-baiknya. Untuk itu diperlukan kemampuan bertanya yang tepat.
Pertanyaan yang tepat dalam kondisi ini adalah pertanyaanp-pertanyaan
terbuka, bukan pertanyaan tertutup yang memungkinkan korban
menjawab “ya” atau “tidak”.

3. Keterampilan mendengarkan secara aktif

Mendengarkan secara aktif berarti memberikan perhatian total pada


konseli, konselor harus mendengarkan dengan seksama apa yang
dikatakannya dan mampu menangkap informasi dari bahasa tubuhnya.
Gunakan bahasa nonverbal sebaik mungkin. Berikan kontak mata
yang teduh, tatapan yang penuh kasih, anggukan kepala, ekspresikan
kata-kata seperti “ya,,ya, hmmm...” dan lainnya. Buat konseli tahu
bahwa konselor benar-benar memperhatikannya.

4. Keterampilan penyelesaian masalah

Kenali masalah-masalah-masalah yang dialami konseli, pastikan


fokus pada salah satu masalah yang dihadapi korban yang menurut
konselor dapat diselesaikan sendiri oleh konseli. Amatilah kondisi
korban dalam menyelesaikan masalah itu. Tunjukkan kepada korban,
kepada siapa mereka bisa mendapat berbagai akses untuk membantu
mereka. Seperti contoh, jikakorban merasa takut masuk rumah setelah
peristiwa, tunjukkan bahwa tidak ada masalah masuk rumah dengan
membiarkan dia melihat konselor memasuki rumahnya.
5. Keterampilan memberdayakan korban (konseli)

Tugas konselorr adalah membuat konseli merasa mampu


mengontrol, lebih percaya diri, lebih mampu. Jadi lakukan secukupnya
saja peran ini. Berikut hal-hal yang bisa diinformasikan kepada konseli
agar ia merasa lebih berdaya:
a) Trauma bisa terjadi pada siapa saja. Tidak ada seorangpun
mampu melindungi diri mereka secara sempurna dari pengalaman
traumatik
b) Mengalami gejala-gejala khusus setelah trauma bukan merupakan
penanda kelemahan diri
c) Seseorang tidak akan hancur gara-gara trauma yang dialaminya
d) Jika seseorang bisa memahami dengan baik seluk beluk trauma
dan gejala-gejala stres. Maka ketakutan orang tersebut akan turun
dan akan merasa lebih mampu menanganinya.9

9
mauntus.blogspot.com/2013/05/makalah-ilmiah-konseling-dan.html
KESIMPULAN

Trauma berasal dari bahasa Yunani “tramatos” yang artinya luka. Dalam
kamus konseling, traumatik adalah pengalaman dengan tiba-tiba mengejutkan
yang meninggalkan kesan yang mendalam pada jiwa seseorang sehingga dapat
merusak fisik maupun psikologis.

Faktor seseorang trauma terbagi atas dua bagian, yakni faktor internal,
seperti kepribadian yang lemah dan kurangnya percaya diri sehingga
menyebabkan yang bersangkutan merasa rendah diri. Dan faktor eksternal, seperti
orangtua dalam bersosialisasi dalam kehidupann keluarga, terjadinya
penganiayaan yang menjadikan luka atau trauma fisik

Dalam kajian psikologi dikenal beberapa jenis trauma sesuai dengan


penyebab dan sifatnya trauma, yaitu trauma psikologi, trauma neurosis, trauma
psikosis dan trauma diseases.

Adapun karakteristik yang ada atau yang dialami oleh seseorang yang
menderita traumatik, ialah mengalami kejadian yang buruk dan mengerikan, sulit
tidur dan mudah terbangun, mimpi buruk terhadap hal atau kejadian yang
mengerikan.

Tujuan konseling pada korban trauma adalah untuk mendengarkan


pengalaman trauma mereka dan memberikan bantuan yang mereka perlukan
dalam situasi stress pasca trauma, dan dapat membantu para korban bencana
menata kestabilan emosinya sehingga mereka bisa menerima kenyataan hidup
sebagaimana adanya meskipun dalam kondisi yang sulit. Pemulihan kognitif
DAFTAR PUSTAKA

Winkel dan Sri Hastuti. 2006. Bimbingan dan Konseling di Institut Pendidikan.
Yogyakarta: Media Abadi
Mendatu, Achmanto. 2010. Pemulihan Trauma: Strategi Penyembuhan Trauma
Untuk Diri Sendiri, Anak dan Orang Lain di Sekitar Anda. Yogyakarta:
Pandua
Abu Ahmadi dan Ahmad Rohani. 1991. Bimbingan dan Konseling Di Sekolah.
Jakarta: Rhineka Cipta
Sukardi, Dewa Ketut. 2000. Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan
Konseling Di Sekolah. Jakarta: Rhineka Cipta
mauntus.blogspot.com/2013/05/makalah-ilmiah-konseling-dan.html

Anda mungkin juga menyukai