Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

HADIST EKONOMI
“KEUANGAN NEGARA”
Dosen Pengampu : Rabiatun Hadawiyah S.Pd.I, M.Pd

Disusun oleh:
Fajar Akbar Nuari 0502192050
Faujiah 0502193223
Wardah T. Simamora 0502191024

JURUSAN AKUNTANSI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
2019/2020
KEUANGAN NEGARA
A. PENGERTIAN
Menurut UU. No. 17 tahun 2003 Bab 1 Ketentuan Umum Pasal 1, “Keuangan
Negara” adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala
sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara
berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.
Secara umum, keuangan negara mengurus masalah keuangan seperti penerimaan,
pengeluaran, dan utang negara, begitu pula pada administrasi dan pengawasan keuangan.
Keuangan negara dalam pemerintahan Islam bertujuan untuk mensejahterahkan warga
negaranya sedangkan sumbernya diperoleh dua, yaitu:
1. Sumber pendapatan permanen yaitu pendapatan baitul mal yang dikumpulkan pada
masa-masa tertentu dalam setahun yang terdiri dari zakat, kharaj, jizyah dan usyr.
2. Sumber pendapatan temporer adalah pendapatan baitul mal yang diperoleh tidak
berdasarkan masa-masa tertentu tetapi bergantung pada keberadaan sumber
pendapatan tersebut seperti ganimah, wakaf, hadiah, kafarat, dan sedekah.
B. HADIST
Berikut ini salah satu hadist tentang zakat sebagai salah satu dari sumber keuangan negara
pada pemerintahan Islam:
‫اس‬--‫د عن بن عب‬--‫يفي عن ابي معب‬--‫حاق عن يحي بن عبدهللا بن ص‬-‫ا ء بن اس‬--‫د عن زكري‬--‫حد شنا ابو عاصم الضحاك بن مخل‬
‫ال‬--‫ه الى اليمن فق‬--‫ي هللا عن‬--‫ا ذا رض‬--‫رضي هللا عليه وسلم بعث معاذا رضي هلل عنهما ان النبي صلى هللا عليه وسلم بعث مع‬
ٍ ‫لَ َوا‬- ‫ص‬
‫ت‬ َ ‫س‬ َ ‫ض َعلَ ْي ِه ْم خَ ْم‬ َ ‫ر‬-َ -َ‫ك فَأ َ ْعلِ ْمهُ ْم أَ َّن هَّللا َ قَ ِد ا ْفت‬َ ِ‫ فَإ ِ ْن هُ ْم أَطَاعُوا لِ َذل‬، ِ ‫ َوأَنِّى َرسُو ُل هَّللا‬، ُ ‫ا ْد ُعهُ ْم إِلَى َشهَا َد ِة أَ ْن الَ إِلَهَ إِالَّ هَّللا‬
َ ُ‫ائِ ِه ْم َوت‬-َ‫ ُذ ِم ْن أَ ْغنِي‬-َ‫ تُ ْؤخ‬، ‫ َوالِ ِه ْم‬-‫ َدقَةً فِى أَ ْم‬-‫ص‬
‫ر ُّد َعلَى‬- َ ‫ض َعلَ ْي ِه ْم‬َ ‫ َر‬-َ‫أ َ ْعلِ ْمهُ ْم أَ َّن هَّللا َ ا ْفت‬-َ‫ك ف‬
َ ِ‫ فَإ ِ ْن هُ ْم أَطَاعُوا لِ َذل‬، ‫فِى ُكلِّ يَوْ ٍم َولَ ْيلَ ٍة‬
‫فُقَ َرائِ ِه ْم‬
Telah menceritakan kepada kami Abu ‘Ashim Adh-Dlohhak bin Makhlad dari Zakariya’ bin
Ishaq dari Yahya bin ‘Abdullah bin Shayfiy dari Abu Ma’bad dari Ibnu ‘Abbas
radiallahu’anhuma bahwa ketika Nabi SAW mengutus Mu’adz ra ke negeri Yaman, Beliau
berkata “Ajaklah merekakepada syahadah (persaksian) tidak ada illah yang berhak disembah
kecuali Allah dan bahwa aku adalah utusan Allah. . Jika mereka menaati itu, beritahukanlah
pada mereka bahwa Allah telah mewajibkan atas mereka shalat lima waktu sehari semalam.
Jika mereka menaati itu, beritahukanlah pada mereka bahwa Allah telah mewajibkan atas
mereka shadaqah (zakat) yang wajib dari harta mereka yang diambil dari orang kaya di
antara mereka dan diberikakan kepada orang faqir di tengah-tengah mereka.” (HR. Bukhari,
1308).
Zakat merupakan rukun Islam dan kewajiban untuk mengeluarkan sebagian
pendapatan atau harta seseorang yang telahmemenuhisyarat untuk diserahkan kepada
Masyarakat yang memenuhi syarat syariah Islam.Pada zaman Rasulullah SAW dan
Khulafaur Rasyidin memegang prinsip bahwa pengeluaran hanya boleh dilakukan apabila ada
penerimaan. Zakat yang pertama dikeluarkan adalah zakat Fitrah sejak tahun ke-2 H,
diwajibkan setiap bulan Ramadhan. Besarnya satu sha’ kurma, tepung keju, atau kismis, atau
setengah sha’ gandum untuk muslim, budak dan siapapun, dibayar sebelum sholat Hari Raya
Idul Fitri.Menurut salah satu riwayat, zakat harta mulai diwajibkan pada tahun ke-9 H, dan
menurut riwayat lain adalah ke-5 H. Dan pendapat lain adalah pada masa periode Mekkah.
Rasulullah SAW menetap jenis-jenis harta yang dikenakan zakat seperti dari sektor
peternakan (unta, kambing), pertanian (gandum,buah, dan biji-bijian), harta perniagaan,
barang tambang, mata uang (emas dan perak), dan harta temuan (rikaz).Dan masing-masing
jenis harta tersebut dikeluarkan tarif yang berbeda. Pada zaman Khalifah Umar bin Khattab
terdapat improvisasi sistem perekonomian seperti departemen keuangan regular yang dikenal
dengan istilah diwan. Setelah pemerintahan Islam mengalami masa perkembangan, maka
terdapat 3 aset negara yang dapat membantu pertumbuhan ekonomi, diantaranya:
1)Ghanimah; 2)Sedekah; 3)Pajak.
Sumber pendapatan lain adalah khums. Pembagian rampasan perang yaitu, seperlimanya
adalah milik Allah dan Rasul-Nya. Berikut pembagiannya oleh Rasulullah SAW menjadi 3
bagian, yaitu: Bagian pertama, untuk dirinya dan keluarganya.Bagian kedua, untuk
kerabatnya. Bagian ketiga,untuk anak yatim piatu,orang yang membutuhkan, dan orang
sedang dalam perjalanan. –Empat perlima bagian yang lain dibagikan kepada para para
prajurit yang ikut dalam perang. Penunggang kuda mendapat dua bagian (untuk dirinya dan
keduanya). Pasukan pejalan kaki juga mendapat bagiannya.
Sumber penerimaan negara lainnya adalah dari Usyr, yaitu bea impor yang dikenakan kepada
semua pedagang. Dibayar hanya sekali, dalam setahun, dan hanya berlaku terhadap barang
yang nilainya lebih dari 200 dirham. Tingkat bea orang-orang yang dilindungi (zinmi) adalah
5% dan pedagang muslim 2,5%. Hal ini juga terjadi di Arab sebelum masa Islam, terutama di
Mekkah sebagai pusat perdagangan regional terbesar.
C. KEUANGAN PUBLIK ISLAM
Baitul mal merupakan satu lembaga keuangan Negara atau kas negara baik dari segi
pemasukan maupun pengeluaran.. Lembaga ini sudag ada sejak Rasulullah SAW dsn
merupakan salah satu pembaharuan yang dibawa Islam dibidang Ekonomi. Dalam Islam,
pemerintah dijalankan berlandaskan kepada prinsip kepercayaan.Berdasarkan kepercayaan
itu, Rasulullah SAW memperkenalkan konsep baru di bidang keuangan Negara dimana
semua hasil kekayaan negara dikumpulkan terlebih dahulu , kemudian dikeluarkan sesuai
dengan kebutuhan Negara. Pada masa Rasulullah, pendapatan Baitul Mal disimpan di Mesjid
Nabawi, tapi berapapun pendapatan masuk langsung didistribusikan pada saat itu juga.
Pendapatannya dibelanjakan secara permanen untuk biaya pertahanan, penyaluran zakat, dan
usyr, pembayaran gaji,upah sukarelawan, hutang negara, dan membantu musafir. Sedangkan
belanja yg sifatnya temporer, dana baitul mal dikeluarkan untuk beberapa pembiayaan seperti
bantuan belajar, akomodasi duta negara,pembebasan budak, hadiah untuk negara lain,
pembayaran denda, pembayaran hutang orang yang meninggal dalam keadaan miskin,
pemberian tunjangan untuk orang miskin, sanak saudara Rasulullah SAW,pengeluaran rumah
tangga Rasulullah SAW (80 btr kurma dan 80 btr gandum untuk setiap isterinya), dan
persediaan darurat.
Keterangan ini menunjukkan bahwa dalam pemerintahan Islam, Baitul Mal berfungsi
untuk memenuhi pengeluaran-pengeluaran wajib bagi baitul mal untuk melaksanakan
kewajiban jihad. Pada masa Khulafaurasyidin , lembaga ini dikelola secara intensif serta
berhati-hati. Selama masa pemerintahan itu, lembaga Baitul Mal menjalankan fungsi sosial
untuk mendapatkan maslahah ammah. Pada masa Umar bin Khattab , zakat diletakkan dalam
kas khusus baitul mal, serta tidak didistribusikan kepada selain delapan asnaf.
Sumber-sumber pendapatan baitul mal secara umum terbagi dua, yaitu sumber
pendapatan yang primer (permanen) dan sumber pendapatan sekunder (temporer).
1.Sumber Pendapatan Primer
a.) Zakat
Zakat merupakan sumber pandapatan utama dalam struktur keuangan negara Islam.
Sevara harfiah, zakat berarti:tumbuh, berkambang, subur atau bertambah. Sedangkan
menurut pengertian syara’, zakat berarti mengeluarkan kadar dari harta yang tertentu,
menurut sifat-sifat yang tertentu, untuk diberikan kepada golongan tertentu. 1 Empat diantara
delapan kategori penerima zakat (santunan terhadaporang-orang fakir, miskin, berhutang, dan
musyafir) disalurkan dalam hubungannya dengan jaminan sosio-ekonomik. Kategori kelima
(fisabilillah) bersifat umum, yaitu mencakup semua kegiatan yang diklasifikasikan sebagai
perbuatan baik atau menguntung bagi Islam. Kategori keenam (muallaf) dimaksudkan untuk
meningkatkan moral dan perilaku individu-individu yang lemah yang mempunyai
kecendrungan yang agresif. Kategori ketujuh (budak yang dijanjikan kemerdekaannya)
merupakan penterjemaan dalam tindakan nyata dari pemahaman dan kebebasan pribadi yaitu
menggunakan zakat untuk membebaskan budak. Sedangkan kategori kedelapan (‘amil)
adalah pendanaan kegiatan penyelenggaraan zakat dan para penyelenggaranya.

b.) Kharaj (Land-Tax)


Kharaj adalah pajak atas tanah pertanian atau pajakhasil bumi. Yaitu merupakan
pendapatan yang diperolehdari biaya sewa atas tanah pertanian dan hutan mulik umat.
Menurut Mannan, kharaj adalah sejenis pajak yang dikenakan atas tanah terutama tanah-
tanah yang diperoleh melalui penaklukan, terlepas dari apakah sipemilik seorang yang
dibawah umur, dewasa, merdeka,atau budak.2
Kharaj dapat dipungut melalui dua cara yaitu menurut perbandingan (muqasimah) dan
kharaj tetap (wazifah). Penetapan kharaj memperhatikan kandungan tanah, sebab ada tiga hal
yang sangat berpengaruh, yaitu:
1. Jenis tanah. Juka tanahnya bagus maka tanamannya akan subur dan hasilnya lebih
baik dari tanah yang buruk.

1
Wahbah al-zahaili, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu ( Bairut: Dar al-fikr, 1989), Juz II, h. 729. Secara teknis,
para fuqaha memberikan defenisi yang berbeda. Tetapi secara umu, defenisi-defenisi tersebut mengacu pada
defenisi seperti diatas. Lihat misalnya Ibn Qudamah, Al-Mugni (Kairo: Maktabah al-Qahirah, 1967), Jilid II, h.
427 Bandingkan dengan Ibn Abidin, Hasyiyah Radd al- Mukhtar ( Kairo: Al-Halabi, 1966), Juz II, h. 256-257.
2
M.A Manna, Islamic economics Moneter Theory and Practice A Comparative Study (delhi: Idarah al-
Adabiat-I, 1980), h. 277
2. Jenis tanaman tanaman ada harganya tinggi dan aja juga yang rendah, jadi tanaman
juga menentukan harga.

3. Jenis irigasi. Tanah yang di irigasi dengan sistem irigasi air yang di pukul hewan atau
dengan kincir (Pengelola dengan biaaya tinggi) tidak dapat disamakan dengan tanah
yang disirami dengan hujan dikelola dengan biaya rendah.3
C) Jizyah (Poll-tax)
Jizyah adalah pajak yg dikenakan atas orang-orang zimmi atau orang non muslim
yang hidup dibawah pemerintahan Islam tetapi tidak mau masuk Islam. Jizyah juga sebagai
alat penyeimbang kewajiban mengeluarkan zakat yamg dikenakan kepada orang Islam.
Jizyah diwajibkan berdasarkan Q.S 9;29. Sebagian berpendapat, Jizyah dibebankan sebagai
sewa untuk tinggal di negara Muslim dan hukuman atas keyakinan mereka. Tetapi menurut
Mannan, asumsi tersebut kurang tepat karna Jizyah hanya diwajibkan kepada laki-laki yang
sudah baligh. Rasulullah menetapkan jumlah Jizyah untuk penduduk Yaman sebesar 1
dinar. Setelah kemenangan kaum Muslimin di berbagai Negara, Umar bin Khattab
menetapkan standar Jizyah, yaitu :
1. 48 dirham per tahun atau 4 dirham perbulan untuk orang-orang kaya (berpenghasilan
tinggi).
2. 24 dirham pertahun atau 2 dirham perbulan untuk orang-orang yang berpenghasilan
menengah.
3. 12 dirham pertahun atau 1 dirham perbulan untuk orang-orang miskin yang bekerja
(berpenghasilan minim).
Jizyah wajib diambil dari orang-orang zimmi selama merekap tetap dalam kekafirannya.
D) Usyr (Bea Cukai)
Usyr (Bea Cukai) adalah pajak atas barang-barang komoditas yang masuk ke negara
Islam. Pajak ini pertama kali dikenalkan pada masa Umar bin Khattab dalam keuangan
Islam. Ia menetapkan usyr ats barang-barang komoditas yang dibawa oleh pedagang non
Muslim dikarenakan para pengusaha non Muslim ketika masuk ke tanah musuh. Penetapan
Usyr diberlakukan oleh Umar dilatarbelakangi oleh surat Abu Mus al – Asy’ari. Untuk
orang-orang zimmi berlaku setengahnya dari 1/10. Sedangkan untuk kaum Muslimin setiap
40-200 dirham , tidak dikenakan apa-apa. Tetapi kalau mencapai 200 dirham, dikenakan 5
dirham. Untuk kafir Harbi, dikenakan 10% dari dagangan yang ia bawa untuk
diperdagangkan., cukai impor bagi kaum zimmi adalah 5% sedangkan bagi pedagang
3
Ibid, h. 277
muslim dikenakan zakat sebesar 2,5% jika komoditas perdagangannya mencapai nisab zakat
yaitu 200 dirham.

E) Harta Rampasan Perang (Ganimah dan Fa’i)


Harta Rampasan Perang merupakan suatu pendapatan Islam yg terus berkurang dan
hanya bertambah selama masa ekpansionis Islam.Karena itu secara teknis, barang rampasan
perang ialah harta benda yg diambil dengan kekerasan selama perang. Harta rampasan
perang terdiri dari 4 jenis yaitu: tentara yang ditawan, perempuan dan anak-anak yg
ditawan, tanah dan salb atau harta yang diperoleh seorang tentara Islam dalam pertempuran
baik berupa pakaian, senjata , maupun kuda yg ditungganginya. Perempuan dan anak-anak
boleh dibagikan, tetapi tidak harusn dibunuh , tanah yg ditinggalkan menjadi milik Negara,
sedangkan tanah yg Tuannya terbunuh 4/5 dari tanah tersebut menjadi milik pejuang Islam
atau milik pembunuh, atau boleh menjadi milik Negara sedangkan 1/5 menjadi milik Baitul
Mal. Sedangkan barangt-barang lain seperti senjata milik pejuang Islam.

2. Sumber Pendapatan Sekunder


Sumber-sumber pendapatan beitul mal sangat banyak dan mencakup segala sumber
pandapatan yang halal banyak dan mencakup segala sumber pendapatan yang halal yang
dibenarkan oleh syra’. Beberapa diantara sumber pendapatan sekunder baitul mal adalah
sebagai berikut:
a. Wakaf : yaitu aset yang dialokasikan untuk kemanfaatan umat dimana substansi,
sementara manfaatnya dinikmati oleh masyrakat.4 Wakaf sebagai sumber pendapatan
baitul mal memilii sejumlah keunggulan seperti manfaatnya yang dapat dinikmati
oleh publik; substansi tidak habis dikonsumsi karena yang dapat digunakan oleh
beneficiary adalah fropit dari harta wakaf dapat dinikmati siapapun sepanjang tidak
melanggar ketentuan syariah dan diizinkan oleh wakif (pemberi wakaf).
4
Secara terminologi, para fuqaha memberikan defenisi yang berbeda, namun menunjukkan kepada makna
yang sama seperti di atas. Lihat misalnya Ibn Qudamah dari mazhab hanabilah yang mendefanisikan wakaf
dengan menahan suatu aset dan menyumbangkan manfaatnya. Ibn Qydamah, Al-Mugni (Kairo: Maktabah al-
Qahirah, 1968), Juz IV,h. 680; Syafi’iyah mendefenisikan wakaf dengan menahan suatu aset yang mungkin
digunakan atau diambil manfaatnya tetapi aset itu tetap, lihat syarbaini al-Khatib, Mugni al-Muhtaj (Beirut:
Dar al-Fikr, t,t), Juz II,h.376; sementara ulama Hanafiyah mendefenisikan wakaf dengan menahan aset yang
dimiliki seorang dari kepemilikan orang lain, lihat Syamsuddin as-Sarkhasi, Al-Mabsut (Beirut: dar al-
Ma’rifah,y,y), Juz 12, h.27
b. Nazar yaitu perbuatan untuk menafkahkan atau mengorbankan kekayaan dalam
jumlah tertentu demi mendapatkan ridha Allah jika tujuan yang diinginkan bisa
tercapai. Walapun nazar bukan satu kewajiban, tetapi seorang muslim bebas untuk
bernazar atau tidak, namun, jika nazar telah diucapkan dan apa yang diinginkan telah
tercapai, makawajib baginya untuk memenuhi nazar tersebut.
c. Nawāib adalah pajak yang jumlahnya cukup besar yang dibebankan pada konglomerat
muslim dalam rangka menutupi5 pengeluaran negara.6
d. Amwal fadla adalah harta benda kaum muslimin yang tidak memiliki pewaris atau
mempunyai waris tetapi tidak dapat menghabisi semua harta warisan, dan harta yang
tidak mempunyai pemilik seperti barang – barang kaum muslimin yang meninggalkan
negaranya. Termasuk juga dalam kategori ini adalah harta luqatah (tercecer), barang-
barang amanah, pinjaman, dan tanah yang tidak diketahui siapa pemiliknya.
Kekayaan seperti ini jika memang tidak diketahui pemiliknya maka menjadi baitul
mal.7
e. Kafarat juga merupakan salah satu sumber pendapatan baitul mal. Kafarat adalah
denda atau tebusan atas kesalahan yang dilakukan seorang muslim terhadap ketentuan
syara’. Ada beberapa pelanggaran ketentuan syara’. Yang harus dibayar adalah cara
ini, misalnya membatalkan puasa tanpa ada uzur, membunuh secara sengaja,
melanggar nazar, berburu pada musim haji, bersumpa palsu, dan lain-lain.8
f. Wasiat. Al-qur’an mengakui adanya wasiat sebagai sebuah institusi sukarela untuk
pemindahan dan distribusi kekayaan (QS 4:11).

Setiap orang memiliki hak dan wewenang untuk memberikan wasiat terhadap harta
yang dia miliki terhadap siapa yang dia kehendaki atau pada lembaga dan institusi
tertentu, dan untuk tujuan serta maksud-maksudnya yang halal. Namun wasiat yang
diberikan hendaknya tidak melebihi batas meksimum yang ditentukan syara’, yaitu
sepertiga dari kekayaan. Aturan sepertiga yang ketat ini adalah demi kepentingan ahli
waris yang sah. Karena pembagian pada ahli waris juga sangat membantu
pemdistribusian kekayaan.9

5
Muataq Ahmad, Business Ethices in Islam (New Delhi: Kitab Bhavan, 1999),h.65

6
Sabzwari, “Sistem Ekonomi dan Fiskal Pada Masa Pemerintahan Rasulullah Saw,”h.33
7
Ibid
8
Mustaq Ahmad, Busness Ethics in Islam, h.63
9
Ibid
g. Sumber_sumber lain yang mebjadi sumber pendapat baitul mal antara lain adalah
sedekah, hadiah,dan qard hasan yaitu pemberian pinjaman bebas bunga.10

Pengeluaran negara (belanja negara) adalah semua pengeluaran negara untuk


membiayai belanja pemerintah pusat dan dana perimbangan (pasal 1 Angka 7 UU Nomor 35
Tahun 2000 Tentang APBN Tahun2001.11 Dalam konsep ekonomi Islam, belanja negara
harus sesuai dengan ketentuan dan skala prioritas. Adapun kaidah-kaidah yang dipergunakan
untuk memandu kebijakan belanja pemerintah sebagai berikut:12
a. Bahwa timbangan kebijakan pengeluaran dan belanja pemerintahan harus senantiasa
mengikuti kaidah maslahah.
b. Menghindari masyaqqah, (al-masyaqqah), menurut arti bahasa adalah at-ta’ab, yaitu
kelelahan, kepayahan, kesulitan dan kesukaran.
c. Mudarat individu dapat dijadikan alasan demi menghindari mudarat skala besar.
d. Pengerbonan individu atau kerugian individu dapat dikorbankan demi menghindari
kerugian dan pengorbanan dalam skala umum.
e. Kaidah “al-giurmu bil gunmi’’ yaitu kaidah yang menyatakan bahwa yang
mendapatkan manfaat harus siap menanggung beban.
f. Kaidah “mala yatimmu al-wajibu illa bihi fahuwa wajib”.

Kebijakan belanja umum pemerintah dalam sistem ekonomi syariah dapat dibagi
menjadi tiga bagian, sebagai berikut:13
a. Belanja kebutuhan operasional pemerintah yang rutin.
b. Belanja umum yang dapat dilakukan pemerintah apabila sumber dananya tersedia.
c. Belanja umu yang berkaitan dengan proyek yang disepakati oleh masyarakat berikut
sistem pendanaannya.
Adapun kaidah syariah yang berkaitan dengan belanja kebutuhan operasional
pemerintah yang rutin mengacu pada kaidah-kaidah yang telah disebutkan di atas, secara
lebih perinci pembelanjaan negara harus didasarkan pada hal-hal berikut ini.14

10
Ibid
11
Adwirman A. Karim, Ekonomi makro Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2000), h.240.
12
Nurul Huda, dkk, Keuangan Publik Islam: Pendekatan Teoritas dan Sejarah, op.cit, h. 188.
13
Ibid, h.189.
14
Ibid,h.189-190.
a. Bahwa kebijakan belanja rutin harus sesuai dengan asas maslahat umum, tidak boleh
dikaitkan dengan kemaslahatan seseorang atau kelompok masyarakat tertentu,apalagi
kemaslahatan pemerintah.
b. Kaidah atau prinsip efisiensi dalam belanja rutin, yaitu mendapatkan sebanyak
mungkin manfaat dalam biaya semurah-murahnya, dengan sendirinya jauh dari sifat
mubadzir dan kikir disamping alokasinya pada sektor-sektor yang tidak bertentangan
dengan syariah.
c. Kaidah selanjutnya adalah tidak bertentangan pada kelompok kaya dalam
pembelanjaannya, walaupun dibolehkan berpihak dalam kelompok miskin.
d. Kaidah atau prinsip komitmen dengan aturan syariah, maka alokasi belanja hanya
boleh pada hal-hal yang mubah dan menjauhi yang haram.
e. Kaidah atau komitmen dengan skala prioritas dimulai dengan yang wajib, sunah dan
mubah.15
Dari semua kaidah di atas, dapat disimpulkan bahwa kebijakan pengeluaran atau
belanja dalam islam harus bisa menjamin pemenuhan kebutuhan pokok yang ditujukan pada
seluruh warga negara tanpa memandang agama, warna kulit, suku bangsa, dan status sosial.
Keberhasilan negara unutuk melakukan kebijakan pengeluaran sesuai tujuan yang disyarakan
syariah akan menciptakan kesejahteraan masyarakat. Ini karena kebijakan pengeluaran
tersebut adalah suatu proses distribusi pendapatan kepada masyrakat.16

15
Ibid
16
Nurul Huda, dkk, Keuangan Publik Islam: pendekatan Teoritas dan Sejarah, (Jakarta: Kencana, 2012),
h. 188.

Anda mungkin juga menyukai