Stres pasca trauma (Post traumatic stress Disorder/PTSD) merupakan suatu kondisi
atau keadaan yang terjadi setelah seseorang mengalami peristiwa traumatik atau kejadian
buruk dalam hidupnya. Orang yang mengalami stres pasca traumatik merespon peristiwa
traumatik yang dialami dengan ketakutan dan keputus asaan, individu akan terus mengenang
peristiwa itu dan selalu menghindari hal-hal yang dapat mengingatkan kembali ke peristiwa
tersebut (Kaplan dkk., 1997). Salah satu stressor traumatic pada PTSD adalah mengalami
secara actual/terancam mengalami perkosaan, pelecehan, seksual yang mengancam integritas
fisik dan harga disi seseorang. Kepribadian juga dianggap sebagai factor pencetus terjadinya
PTSD, seperti pesimisme dan introvert, menyalahkan diri sendiri, penyangkalan (Shiraldi,
2000). PTSD memiliki gejala yang menyebabkan gangguan. Umumnya, gangguan tersebut
adalah panic attack (serangan panik), perilaku menghindar, depresi, membunuh pikiran dan
perasaan, merasa disisihkan dan sendiri, merasa tidak percaya dan dikhianati, mudah marah,
dan gangguan yang berarti dalam kehidupan sehari-hari. Membunuh pikiran dan perasaan.
Kadang -kadang orang yang depresi berat merasa bahwa kehidupannya sudah tidak berharga.
Hasil penelitian menjelaskan bahwa 50 % korban kejahatan mempunyai pikiran untuk bunuh
diri. Finkelhor dan Browne (Tower, 2002) mengkategorikan empat jenis dampak trauma
akibat kekerasan seksual yang dialami oleh anak-anak, yaitu:
a. Gangguan ini timbul dalam kurun waktu enam bulan setelah kejadian traumatik berat
(masa laten yang berkisar antara beberapa minggu sampai beberapa bulan, jarang
sampai melampaui enam bulan).
• Kemungkinan diagnosis masih dapat ditegakkan apabila tertundanya waktu mulai saat
kejadian dan onset gangguan melebihi waktu enam bulan, asal saja manifestasi klinisnya
adalah khas dan tidak didapat alternatif kategori gangguan lainnya.
b. Sebagai bukti tambahan selain trauma, harus didapatkan bayang-bayang atau mimpi-
mimpi dari kejadian traumatik tersebut secara berulang-ulang kembali (flashback).
c. Gangguan otonomik, gangguan afek, dan kelainan tingkah laku semuanya dapat mewarnai
diagnosis tetapi tidak khas.
d. Suatu “sequelae” menahun yang terjadi lambat setelah stres yang luar biasa,misalnya saja
beberapa puluh tahun setelah trauma, diklasifikasi dalam kategori F 62.0 (perubahan
kepribadian yang berlangsung lama setelah mengalami katastrofia).
Sumber :
PPT Dosen IKMKPKK UC. dr. Azimatul Karimah, SpKJ(K), FISCM. Gangguan Stress
Pasca Trauma
Noviana, I., 2015. Kekerasan seksual terhadap anak: dampak dan penanganannya. Sosio
Informa, 1(1).
Uyun, Z., 2015. Kekerasan Seksual Pada Anak: Stres Pasca Trauma.
Wahyuni, H., 2016. Faktor Resiko Gangguan Stress Pasca Trauma Pada Anak Korban
Pelecehan Seksual. KHAZANAH PENDIDIKAN, 10(1).