Dosen pengampu :
PRODI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
2019
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah, karena berkat rahmat serta hidayah-
Nya akhirnya kami dan menyelesaikan makalah dengan judul “ASUHAN KEPERAWATAN
ANAK DENGAN LEUKEMIA” dalam rangka untuk memenuhi tugas masa kuliah keperawatan
anak. Makalah ini di buat dalam rangka memper dalam pemahaman tentang asuhan keperawatan
anak dengan penyakit leukimia yang di perlukan dalam proses pembelajaran dan memenuhi
tugas mata kuliah keperawatan anak bagi mahasiswa S1 Keperawatan Universitas Ngudi Waluyo
Ungaran. Dalam menyelesaikan penyusunan karya makalah ini tidak terlepas dari bantuan
banyak pihak. Kami mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan masalah ini.
Kami menyadari bahwa pada makalah ini masih terdapat banyak kekurangan mengingat
keterbatasan kemampuan kami.Oleh sesab itu, kami sangat mengharapkan adanya kritik dan
saran yang membangun dari para pembaca sebagai masukan dari kami. Akhir kata kami berharap
makalah ini dapat bermanfaat bagi pebaca pada umumnya dan kami sebagai penulis pada
khusnya. Atas segala pengertiannya kami mengucapkan banyak terimakasih
Kelompok 13
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Leukemia adalah neoplasma akut atau kronis dari sel-sel pembentuk darah dalam
sumsum tulang dan limfa nadi (Reeves, 2001).
Sifat khas leukemia adalah proliferasi tidak teratur atau akumulasi sel darah putih dalam
sumsum tulang, menggantikan elemen sumsum tulang normal. Juga terjadi proliferasi di
hati, limpa dan nodus limfatikus, dan invasi organ non hematologis, seperti meninges,
traktus gastrointesinal, ginjal dan kulit.
Insidensi Leukemia di Amerika adalah 13 per 100.000 penduduk /tahun ( Wilson, 1991 ).
Leukemia pada anak berkisar pada 3 – 4 kasus per 100.000 anak / tahun . Untuk insidensi
ANLL di Amerika Serikat sekitar 3 per 200.000 penduduk pertahun. Sedang di Inggris,
Jerman, dan Jepang berkisar 2 – 3 per 100.000 penduduk pertahun. ( Rahayu, 1993, cit
Nugroho, 1998 ) .
Pada sebuah penelitian tentang leukemia di RSUD Dr. Soetomo/FK Unair selama bulan
Agustus-Desember 1996 tercatat adalah 25 kasus leukemia akut dari 33 penderita leukemia.
Dengan 10 orang menderita ALL ( 40% ) dan 15 orang menderita AML (60 %)
( Boediwarsono, 1998 ). Berdasarkan dari beberapa pengertian mengenai Leukemia maka
penulis berpendapat bahwa leukemia merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh
prolioferasi abnormal dari sel-sel leukosit yang menyebabkan terjadinya kanker pada alat
pembentuk darah.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari leukemia pada anak?
2. Bagaimana saja karakteristik dari leukemia yang biasa teradi pada anak-anak?
3. Apa penyebab leukemia bisa terjadi pada anak-anak?
4. Bagaimana patofisologi atau perjalan dari penyakit leukemia pada anak-anak ?
5. Bagaimana manifestasi dari leukemia ?
6. Bagaimana bentuk pemeriksaan penunjang dan pentalaksanan yang bisa diberikan pada
anak dengan leukemia ?
7. Apa saja komplikasi yang dapat terjadi pada anak-anak ?
8. Bagaimana konsep Asuhan Keperawatan yang diterapkan pada anak dengan leukemia ?
C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui bagaimana definisi dari leukimia?
2. Mengetahui karakteristik dari leukemia yang biasa teradi pada anak-anak?
3. Mengetahui penyebab dari leukimia pada anak?
4. Mengetahui patofisologi atau perjalan dari penyakit leukemia pada anak-anak ?
5. Mengetahui bagaimana manisfestasi dari penyakit leukimia?
6. Mengetahui bagaimana pemeriksaan penunjang dan pentalaksanan yang bisa diberikan
pada anak dengan leukemia ?
7. Mengetahui komplikasi leukimia yang dapat terjadi pada anak-anak?
8. Mengetahui konsep Asuhan Keperawatan yang diterapkan pada anak dengan leukemia ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI LEUKEMIA
Leukemia adalah kanker dari salah satu jenis sel darah putih di sumsum tulang belakang,
yang menyebabkan proliferasi salah satu jenis sel darah putih dengan menyingkirkan jenis sel
lain (Corwin, 2008).
Leukemia tampak merupakan penyakit klonal, yang berarti satu sel kanker abnormal
berproliferasi tanpa terkendali, menghasilkan sekelompok sel anak yang abnormal. Sel-sel ini
menghambat sel darah lain di sum-sum tulang untuk berkembang secara normal, sehingga
mereka tertimbun di sum-sum tulang. Karena faktor-faktor ini, leukemia disebut gangguan
akumulasi sekaligus gangguan klonal. Pada akhirnya, sel-sel leukemia mengambil alih sum-sum
tulang, sehingga menurunkan kadar sel-sel non leukemik di dalam darah yang merupakan
penyebab berbagai gejala umum leukemia (Corwin, 2008).
d. Plasma darah
Bagian darah yang encer tanpa sel-sel darah warna bening kekuningan
hampir 90% plasma darah terdiri dari :
Dalam istilah yang paling luas, leukemia pada anak dapat diklasifiaksikan sebagai akut,
kronis, atau kongenital. Akut dan Kronis sebenarnya menunjukkan durasi relatif ketahanan
hidup; tetapi, dengan penemuan kemoterapi yang efektif sekarang leukemia menunjukkan
proliferasi maligna sel immatur (yaitu, blastik). Jika proliferasi itu sebagian besar melibatkan
jenis sel yang lebih matur (yaitu, berdiferensiasi), leukemia di klasifikasikan menajadi
kronis.tidak seperti leukemia pada orang dewasa, pada anak biasanya adalah jenis akut dan
limfoblastik. Leukemia limfositik, atau limfoblastik akut (ALL) meliputi kira-kira 80% leukemia
aku pada anak-anak, dan sisanya sebagian besar adalah leukemia mieloid akut (non-limfoblastik)
(AML). leukemia kongenital atau neonatal adalah leukemia yang terdiagnosa dalam 4 minggu
pertama kehidupan bayi.
D. ETIOLOGI
Etiologi leukimia anak bersifat multifactorial. Faktor genetik dan lingkungan memegang
peran penting. Terdapat banyak translokasi kromosom non-acak rekuren pada sel leukimia.
Translokasi dapat menyebabkan pembentukan gen baru, yang ekspresinya dapat
menghasilkan protein baru dengan kemampuan bertransformasi. Pada leukimia meloid
kronik, translokasi antara kromosom 9 dan 22 menghasilkan gen gabungan yang
menggambungkan bagian dari 2 gen, BCR dan ABL. Protein yang dibentuk oleh gen baru
ini berperan penting dalam perkembangan leukimia meloid kronik. Sebagai tambahan,
genotip tertentu dapat merupakan predisposisi terjadinya leukimia akut pada seorang anak.
Pasien dengan sindrom Down, anemia Fanconi, syndrome down, ataksia-telangietaksia,
dindrom wiskott-Aldrich, dan neurofibromatosis tipe 1, semua mengalami peningkatan
risiko untuk terjadinya leukimia akut. Saudara kandung dengan anak leukimia juga
mengalami peningkatan risiko untuk terkena leukimia (sekitar 2-4 kali lipat diatas populasi
anak). Risiko ini meningkat bagi saudara kembar (hingga 25% untuk kembar monozigot).
Pada pasien tertentu dengan leukimia, tatanan gen reseptor gen yang unik atau translokasi
kromosom spesifik yang menandakan clone leukemic pasien dapat terlihat pada sel darah
tali pusat dan darah neonates yang dapat digunakan untuk penapisan penyakit metabolic, hal
ini menunjukkan bahwa kemungkinan etiologi in utero. Terdapat laporan tentang leukimia
familial. Faktor lingkungan yang dapat meningkatkan resiko leukimia meliputi radiasi
pengion dan paparan terhadap agen kemoterapi tertentu, khususnya inhibitor topoisomerase
II. Faktor-faktor lingkungan berupa kontak dengan radiasi ionisasi disertai manifestasi
leukemia yang timbul bertahun-tahun kemudia. Zat kimia (misalnya, benzen, arsen,
kloramfenikol, dan agen sntineoplasstik) dikaitkan dengan frekuensi yang meningkat,
khususnya agen-agen alkil. Kemungkinan leukemia meningkat pada penderita yang diobati
dengan kemoterapu. Setiap keadaan sumsum tulang hipopastik merupakan predisposisi
terhadap leukemia. Agen-agen virus sudah lama diidentifikasi sebagai penyebab leukemia
pada hewan.
1. Faktor Eksogen
a) Radiasi, khususnya yang mengenai sumsum tulang, kemungkinan leukemia
meningkat pada penderita yang diobati dengan radiasi atau kemoterapi
b) Zat kima, seperti benzene, orsen, kloramvenikol, venilbutazon dan agen
antineoplastik. Terpapar zat kimi dapat menyebabkan displasia sumsum tulang
belakang, anemia aplastik dan perubahan kromosom yang akhirnya dapat
menyebabkan leukemia.
c) Infeksi virus, pada awal tahun 1980 diisolasi virus HTLV-1 (Human T Leukemia
Virus) dari leukemia sel T manusia pada limfosit seorang penderita limfoma kulit
dan sejak itu diisolasi daari sample serum penderita leukemia sel T.
2. Faktor Endogen
a) Bersifat herediter, insiden meningkat pada beberapa penyakit herediter seperti
sindrom down mempunyai insiden leukemia akut 20x lipat dan riwayat leukemia
dalam keluarga. Insiden leukemia lebih tinggi dari sel darah kandung anak-anak yang
terserang, dengan insiden yang meningkat sampai 20% pada kembar monozigot.
b) Kelainan genetik, mutasi genetik dari gen yang mengatur sel darah yang tidak
diturunkan.
(Price, 2006 : 248)
E. MANIFISTASI KLINIS
1) Leukemia mieloid akut
(Price, Sylvia A. : 1995) manifestasi klinis berkaitan dengan berkurangnya atau
tidak adanya sel hematopoetik normal. Ada bukti bahwa leukemia akut merupakan
neoplasma uniklonal yang berasal dari transformasi atau beberapa sel hematopetik. Sifat
sebenarnya dari lesi molekular yang bertanggung jawaba atas sifat-sifat neoplastik dari
sel yang berubah bentuknya tidak jelas, tetapi defek kritis adalah intrinsik dan dapat
diturunkan oleh keturunan sel tersebut.
Tanda dan gejala yang sering muncul pada penderita LMA adalah pucat, demam
nyeri tulang, dan perdarah kulit serta mukosa. Lamanya gejala prodmoral memiliki
kisaran yang panjang, tetapi medianya 6 minggu. Pasien yang biasanya memiliki gejala
yang berlangsung singkat biasanya menderita demam, perdarahan, infeksi, atau gejala
gastrointestinal, sedangkan pasien dengan gejala prodromalyang lebih lama sering kali
memperlihatkan kelemahan dan mengalami infeksi yang berulang. (Maria, Joshep, Jr :
2014)
2) Leukemia mielogenesis kronis
Anak yang menderita LMK dengan Ph-positif memperlihatkan hiperleukositosis
yang berat, sehingga memerlukan leukoforesis atau pemberian hidroksiurea atau
busulfan. Biasanya terdapat fase kronis pada LMK Ph-positif selama sel mieloid tampak
mengalami maturasi secara normal. (Maria Joshep, Jr : 2014)
Tanda dan gejala berkaitan dengan keadaan hipermetabolik-kelelahan, kehilangan
berat badan, diaforesis meningkat, dan tidak tahan pada panas. Limpa membesar pada
90% kasus yang mengakibatkan perasaan penuh pada abdomen dan mudah merasa
kenyang.
3) Leukemia limfoblastik akut
Manifestasi LLA berupa proliferasi limfoblas abnormal dalam sumsum tulang dan
tempat-tempat ekstramedular (luar sumsum tulang). Sedangkan tanda dan gejala yang
sering etrlihat pada penderita LLA adalah berkaitan denga penekanan unsur-unsur
sumsum tulang normal. Karena itu, infeksi perdarahan dan anemia sering menjadi tanda
dan gejala yang utama atau umumnya sering terlihat. Penderita dengan LLA mengalami
pembersaran pada kelenjar limfa (limfadenopati) dan hepatosplenomegali dan juga
seringnya mengalami nyeri tulang. Sistem saraf pusat dengan gejala seringnya
mengalami ssakit kepala, muntah, kejang dan juga kehilangan penglihatan (Price, Sylvia.
M : 1995).
Sedangkan sebagian besar pasien memiliki riwayat penyakit 3 atau 4 minggu
sebelum penyakitnya terdiagnosa, manifestasi atau tanda yang ering muncul adalah pucat,
mudah mengalami memar, letargi, anoreksia, malaise, demam, inetrmiten, nyeri tulang,
atralgia, nyeri perut,dan perdarahan (Pui, Ching-Hon, Crist, William M. (2014:19)
4) Leukemia Limfobalstik kronik
Proliferasi dan gangguan limfoproliferatif menjadi manifestasi pada leukemia
limfoblastik kronik dengan kelompok umur tua (sekitar 60 tahun). Waktu penyakitnya
berkembang, hati juga mengalami pembesaran, mengalami anemia dini dan juga
trombositopenia. Tanda dan gejala yang seeringnya muncul juga menggambarkan tentang
keadaan yang hipermetabolisme. Pembesaran organ secara masif menyebabkan tekanan
mekanik pada lambung sehingga menimbulkan gejala cepat kenyang, dan rasa tidak enak
pada abdomen. Pada LLK juga memungkinkan terjadi infeksi kulit dan pneumonia
keadaan ini terjadi karena perubahan imunologik (Price, Sylvia A. : 1995).
F. PATOFISIOLOGI
Leukemia adalah jenis gangguan pada system hemapoetik yang fatal dan terkait dengan
sumsum tulang dan pembuluh limfe ditandai dengan tidak terkendalinya proliferasi dari
leukosit. Jumlah besar dari sel pertama-tama menggumpal pada tempat asalnya (granulosit
dalam sumsum tulang, limfosit di dalam limfe node) dan menyebar ke organ hematopoetik
dan berlanjut ke organ yang lebih besar sehingga mengakibatkan hematomagali dan
splenomegali.
Limfosit imatur berproliferasi dalam sumsum tulang dan jaringa perifer serta
mengganggu perkembangan sel normal. Akibatnya, hematopoesis normal terhambat,
mengakibatkan penurunan jumlah leukosit, eritrosit, dan trobosit. Eritrosit dan trombosit
jumlahnya dapat rendah atau tinggi tetapi selalu terdapat sel imatur.
Proliferasi dari satu jenis sel sering mengganggu produksi normal sel hematopoetik
lainnya dan mengarah ke pembelahan sel yang cepat dan sitopenia atau penurunan jumlah.
Pembelahan dari sel darah putih meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi karena
penurunan imun.
Trombositopeni mengakibatkan perdarahan yang dinyatakan oleh ptekie dan ekimosis
atau perdarahan dalam kulit, epistaksis atau perdarahan hidung, hematoma dalam membrane
mukosa, serta perdarahan saluran cerna dan saluran kemih. Tulang mungkin sakit dan lunak
yang disebabkan oleh infark tulang.
(Long, 1996 : 704)
G. PENATALAKSANAAN
1. Kemoterapi
a) Kemoterapi pada penderita Leukemia Limfoblastik Akut
Pengobatan umumnya terjadi secara bertahap meskipun tidak semua fase yang
digunakan untuk semua orang (penderita).
b) Kemoterapi pada penderita Leukemia Mielogenosis Akut
Fase induksi, adalah regimen kemoterapi yang intensif bertujuan untuk
mengeradikasikan sel-sel leukemia secara maksimum sehingga tercapai
remisi komplit
Fase konsolidasi, adalah dilakukan sebagai tindakan lanjut dari fase induksi.
Kemoterapi konsolidasi biasanya terdiri dari beberapa siklus kemoterapi dan
menggunakan obat-obat dengan jenis dan dosis yang sama ataupun lebih
besar dari dosis yang digunkan pada fase induksi
c) Kemoterapi pada penderita Leukemia Limfoblastik kronis
Derajat penyakit LLK harus ditetapkan terlebih dahulu karena menentukan stategi
terapi dan prognosis. Terapi untuk LLK jarang mencapai kesembuhan karena
tujuan terapi bersifat konvensional, terutama untuk mengendalikan gejala.
Pengobatan tidak diberikan kepada penderita tana gejala karena tidak
memperpanjang hidup.
d) Kemoterapi pada penderita Leukemia Mieloid kronis
Fase kronik, Busulfan dan hidroksiurea merupakan obat pilihan yang mampu
menahan pasien leukemia bebas dari gejala untukn jangka waktu lama. Regimen
dengan bermacam obat yang intensif merupakan terapi pilihan fase kronis LMK
tidak diarahkan pada tindakan transplantasi sumsum tulang.
2. Radioterapi
Radioterapi menggunkan sinar berenergi tinggi untuk membunuh sel-sel leukemia.
3. Transplantasi sumsum tulang
Transplantasi sumsum tulang dilakukan untuk mengganti sumsum tulang yang rusak
karena dosis tinggi kemoterapi ataupun terpai radiasi. Selain itu, transplantasi
sumsum tulang berguna untuk mengganti sel-sel darah yang rusak karena kanker.
4. Terapi supportif
Berfungsi untuk mengatasi akibat-akibat yang ditimbulkan penyakit leukemia dan
mengatasi efek samping obat. Misalanya transfusi darah untuk penderita leukemia
dengan keluhan utama anemia, transfusi trombosit untuk mengatasi perdarahan dan
antibiotik untuk mengatasi resiko.
H. KOMPLIKASI
Komplikasi yang mungkin timbul pada anak dengan Leukemia adalah komplikasi
metabolik biasanya dapat disebabkan oleh lisis sel leukemik akibat kemoterapi atau secara
spontan dan komplikasi ini dapat mengancam jiwa pasien yang memiliki beban sel leukemia
yang berat. Terlepasnya komponen intraselular dapat menyebabkan hiperurusemia,
hiperkalsiemia dan hiperfosfatemia dengan hipokalsemia sekunder. Beberapa pasien dapat
menderita nefropasti asam urat atau nefrokalsinosis. Karena efek mielosupresif dan
imunosupresif penyakit tersebut dan juga efek dari kemoterapi anak dengan leukemia lebih
rentan terhadap infeksi. Sifat infeksi ini bervariasi dengan pengobatan dan fase penyakit.
Dengan penggunaan kemoterapi yang intensif dan pemajanan antibiotika atau hidrokortison
yang lama, infeksi jamur yang diseminata oleh Candida tau Aspergillus lebih sering terjadi
meskipun organisme tersebut sulit dibiakkan didalam darah.
Pneumonia Pneumocystis carinii yang timbul selama fase remisi merupakan komplikasi
yang biasa, tetapi sekarang telah jarang karena adanya komprofilaksis rutin dengan
trimetoprim-sulfametokzasol. Pada kasus AML infeksi merupakan penyebab utama
kematian dalam 10 minggu pertama pada AML. Kerentanan terhadap infeksi bakteri, jamur,
atau virus disebbakan oleh granulositopenia dan imunospresi yang diakibatkan leukemia
atau kemoterapi dan kerusakan pertahanan anatomis akibat mukosistis gastrointestinal dan
jalur vena. Komplikasi perdarahan berat juga terjadi, terutama bila leukemia monoblastik
berhubungan dengan koagulasi intravaskular diseminata.
Anak yang menderita leukemia sering mengalami keluhan-keluhan yang tidak spesifik,
akibatnya anak diduga hanya mengalami sakit yang ringan sifatnya, sehingga tidak segera
dibawa ke dokter. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengkajian secara cermat. Data-data yang
sering dikaji adalah data-data yang didapatkan pada anak berkaitan dengan kegagalan sumsum
tulang dan adanya infilarasi ke organ lain, sebagai berikut :
1. Usia
Leukemia merupakankanker yang banyak diderita oleh anak yang berusia 2-5 tahun, dimana
penderita yang laki-laki lebih banyak jumlahnya dibandingkan dengan yang perempuan.
2. Kegagalan sumsum tulang untuk memproduksi sel darah mengakibatkan berbagai keluhan
dan gejala, yaitu:
Anemia
Gejala pada anemia, anak yang menderita leukemia juga mengalami pucat, mudah lelah,
kadang-kadang sesak napas. Anemia terjadi karena sumsum tulang gagal memproduksi
sel darah merah.
Suhu tubuh tinggi dan dan mudah infeksi
Adanya penurunan leukosit secara otomatis akan menurunkan daya tahan tubuh, karena
leukosit yang berfungsi untuk mempertahankan daya tahan tubuh tidak dapat bekerja
secara optimal. Konsekuensi dari semuanya itu adalah tubuh akan mudah terkena
infeksi yang bersifat lokal ataupun sistemik, dan kejadian tersebut sering berulang. Suhu
tubuh yang meingkat disebabkan karena adanya infeksi kuman secara sistemik (sepsis).
Tanda-tanda infeksi tersebut hanya diwaspadai karena pada anak yang menderita
leukemia, tidak ditemukan tanda-tanda spesifik pada tahap awalnya.
Perdarahan
Tanda-tanda perdarahan dapat dilihat dan dikaji dari adanya perdarahn mukosa seperti
gusi, hidung (epistaxis) atau perdarahan bawah kulit yang sering disebut dengan
petekia. Perdarahan ini dapat terjadi secara spontan atau karena trauma, bergantung
pada kadar trombosit dalam darah. Apabila kadar trombosit sangat rendah, perdarahan
dapat terjadi secara spontan.
3. Adanya sel sel darah abnormal yang melakukan infiltrasi ke organ tubuh lain dapat
mengakibatkan:
a. Nyeri pada tulang persendian
Adnya infiltrasi sel-sel abnormal ke sistem musculoskeletal membuat anak merasa nyeri
pada persendian terutama apabila digerakkan.
b. Pembesaran kelenjar getah bening
Selain tulang belakang, kelenjar getah bening merupakan salah satu tempat pembentukan
limfosit, yang mempunyai salah satu fungsi sebagai mekanisme pertahanan diri. Limfosit
merupakan salah satu bagian dari leukosit. Adanya pertumbuhan sel-sel darah abnormal
pada sumsum tulang mengakibatkan kelenjar getah bening mengalami pembesaran
karena infiltrasi sel-sel abnormal dari sumsum tulang. Pembesaran kelenjar getah bening
dapat diamati atau palpasi karena yang letaknya superficial.
c. Hepatosplenomegali
Lien atau limpa juga merupakan salah satu organ yang berfungsi untuk membentuk sel
darah merah ketika bayi berada dalam kandungan. Apabila sumsum tulang mengalami
kerusakan, lien dan hepar akan mengambil alih fungsinya sebagai pertahanan diri.
Sebagai kompensasi dari keadaan tersebut, lien dan hepar akan mengalami pembesaran.
d. Penurunan kesadaran
Adanya infiltrasi sel-sel abnormal ke otak dapat menyebabkan berbagai gangguan,seperti
kejang sampai koma.
4. Selain data-data tersebut , perlu pula dikaji data-data yang tidak spesifik yang dialami oleh
anak yang sakit, misalnya :
1. Pola makan
Biasanya mengalami penurunan nafsu makan
2. Kelemahan dan kelelahan fisik
3. Pola hidup
Terutama dikaitkan dengan kebiasaan mengkonsumsi bahan makanan yang tergolong
karsinogenik, yaitu makanan yang berisiko mempermudah timbulnya kanker karena
mengandung bahan pengawet/kimia, misalnya, makanan kalengan atau tinggal di
lingkungan yang banyak polutannya.
4. Apabila pasien yang diakji sedang dalam pemberian sitostatika, perlu diperhatikan efek
samping yang kemungkinan timbul, seperti rambut rontok, stamatitis, atau kuku yang
menghitam.
5. Penunjang diagnosis
Pemeriksaan yang sering dilakukan adalah
1). Pemeriksaan darah, umumnya didapatkan hasil:
a. Hb dan eritrosit : menurun
b. Leukosit : normal, menurun atau meningkat
c. Trombosit : menurun (trombositopeni) dan kadang-kadang jumlahnya sangat
sedikit.
2). Pemeriksaan sumsum tulang
Bagi anak yang diduga menderita leukemia, pemeriksaan sumsum tulang mutlak
dilakukan. Hasil pemeriksaan hampir selalu penuh dengan blastosit abnormal dan sistem
hemopoitik normal yang terdesak. (Nursalam, Rekawati Susilaningrum, Sri Utami :
2007)
B. Diagnosa keperawatan
a. Nyeri akut yang berhubungan dengan agen cidera fisik
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan Asupan
diet yang kurang
c. Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh.
d. Intoleransi aktivitas berhubugan dengan ketidak seimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen
C. Rencana Keperawatan
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Leukemia adalah kanker dari salah satu jenis sel darah putih di sumsum tulang belakang,
yang menyebabkan proliferasi salah satu jenis sel darah putih dengan menyingkirkan
jenis sel lain. Ada beberapa klasifikasi dari leukemia diantaranya adalah leukemia
limfoblastik akut, leukemia mieloid akut, leukemia limfoblastik kronik, dan leukemia
mieloid kronik. Pada umumnya leukemia yang baayak terjadi pada anak-anak adalah
leukemia limfoblastik akut. Faktor lingkungan juga ternyata sangat berperan terhadap
terjadinya leukemia ini. Penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk mengobati
leukemia ini diantaranya adalah dengan melakukan kemoterapi, radioterapi, transplantasi
sumsum tulang dan beberapa penatalaksaan lainya. Komplikasi dan relaps dapat terjadi
pada penderita leukemia.
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Buleeheck, Gloria dkk. 2015. Nursing Interventions Classification (NIC). Six Edition.
Jakarta : EGC
Price, Sylvia A., Wilson, Lorraine M. 1994. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Rudolph, Abraham, M. dkk. 2014. Buku Ajar Pediatri Rudolph. Vol 2. Edisi 20.
Nursalam, dkk. 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. Edisi 1. Jakarta : Salemba
Medika