KONGENITAL
Makalah ini Disusunn Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Patofisiologi
Dosen Pengampu : Ns. Priyanto, S.Kep, M.Kep, Sp.Kep, MB
DISUSUN OLEH :
1. NANDA KRISTABELLA (010117A061)
2. NIKO ANGGI HENDRAWAN (010117A064)
3. SISMIANITA ASTUTI (010117A100)
4. SUPRIATI (010117A105)
1
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
penulisan makalah yang berjudul “SISTEM RESPIRASI DAN FASE EMBRIOGENESIS
BESERTA KELAINAN KONGENITAL” dapat di selesaikan.
Makalah ini dibuat dalam rangka memperdalam pemahaman sistem respirasi dan fase
embriogenesis beserta kelainan kongenital yang di perlukan dalam mempelajari peran
keperawatan. Dan sekaligus memenuhi tugas mahasiswa S1 Keperawatan yang mengikuti mata
kuliah Patofisiologi.
Dalam proses pendalaman materi sistem respirasi dan fase embriogenisis beserta kelainan
kongenital ini,tentunya kami mendapat bimbingan,arahan,koreksi dan saran. Untuk itu rasa
terima kasih yang sedalam dalamnya kami sampaikan :
1. Dosen pengampu mata kuliah Patofisiologi
2. Ns. Priyanto, S.Kep, M.Kep, Sp.Kep, MB.
3. Rekan – rekan mahasiswa yang telah banyak memberi masukan dalam pembuatan
makalah ini
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun
makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Kami mohon untuk saran dan kritikan supaya
kedepannya akan lebih baik dari sebelumnya.
Kelompok 1
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................. 2
DAFTAR ISI............................................................................................................ 3
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG................................................................................. 4
B. RUMUSAN MASALAH………………………………………………….. 5
C. TUJUAN...................................................................................................... 5
D. MANFAAT.................................................................................................. 5
BAB II PEMBAHASAN
A. STRUKTUR DAN FUNGSI RESPIRATORY........................................... 6
B. GANGGUAN VENTILASI DAN PERTUKARAN GAS.......................... 13
C. PENYAKIT OBSTRUKTIF DAN RESTRIKTIF...................................... 16
D. GEJALA DAN PROSES TERJADINYA GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN
.....................................................................................................................
.....................................................................................................................18
E. EMBRIOGENESIS..................................................................................... 20
F. KONGENITAL........................................................................................... 28
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN............................................................................................ 32
B. SARAN........................................................................................................ 32
C. DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 32
3
BAB I
pendahuluan
A. Latar belakang
Respirasi adalah pertukaran gas yaitu oksigen yang dibutuhkan untuk
metabolism sel dan karbondioksida yang dihasilkan dari metabolism tersebut
dikeluarkan dari tubuh melalui paru-paru. Sistem respirasi terdiri dari
hidung, faring (tenggorokan), laring (kotak suara), trakea, bronkus, dan
paru-paru. Bagian-bagiannya dapat diklasifikasikan berdasarkan struktur dan
fungsinya. Secara structural, sistem respirasi terdiri dari sistem pernapasan
atas, yaitu hidug, faring, dan struktur yang terkait, dan sistem pernapasan
bawah, yaitu laring, trakea bronkus, dan paru-paru. Secara fungsional,
sistem respirasi terdiri dari 2 bagian, yaitu zona konduksi yang terdiri dari
rangkaian interkoneksi rongga dan tabung baik di luar ataupun di dalam
paru-paru. Ini termasuk hidung, faring, laring, trakea, bronkus, bronkiolus,
dan bronkiolus terminal yang fungsinya untuk menyaring, menghangatkan,
dan melembabkan udara dan menghubungkannya ke dalam paru-paru. Zona
kedua adalah zona respiratori yang terdiri dari jaringan di dalam paru-paru di
mana terjadi pertukaran gas. Ini termasuk bronkiolus respiratori, duktus
alveolar, kantung alveolar, dan alveoli yang mereka merupakan tempat
utama pertukaran gas antara air dan darah
Embriogenesis adalah proses pembentukan dan perkembangan
embrio. Proses ini merupakan tahapan perkembangan sel setelah mengalami
pembuahan atau fertilisasi
Kongenital merupakan kondisi abnormal yang disebabkan beberapa
masalah semasa perkembangan bayi di dalam kandungan.
4
B.Rumusan masalah
1. Apa struktur dan fungsi system respiratori?
2. Apa definisi gangguan ventilasi dan pertukaran gas?
3. Apa definisi penyakit paru obstruktif dan restriktif?
4. Bagaimana tanda gejala dan proses terjadinya gangguan
system pernafasan?
5. Bagaimana tahapan embriogenesis?
6. Factor apa saja yang menyebabkan kongenital?
C.Tujuan
1. untuk mengetahui struktur dan fungsi system respiratori
2. untuk mengetahui gangguan ventilasi dan pertukaran gas
3. untuk mengetahui gangguan penyakit paru obstruktif dan
restriktif
4. untuk megetahui tanda gejala dan proses terjadinya
gangguan system pernafasan
5. untuk mengetahui tahapan embryogenesis
6. untuk mengetahui factor terjadinya kongenital
D.Manfaat
1. Sebagai bahan dalam memenuhi tugas dari dosen
2. Sebagai tambahan wawasan bagi para pembaca tentang
system respiratori
3. Sebagai bahan ajar dan sumber materi bagi mahasiswa
5
BAB II
pembahasan
Struktur dan Fungsi system respiratori
Hidung
Hidung atau nasal merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai dua
lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi). Di dalamnya
terdapat bulu-bulu yang berguna untuk menyaring udara, debu, dan kotoran
yang masuk ke dalam lubang hidung (Syaifuddin, 2006).
Di bagian depan berhubungan keluar melalui nares (cuping hidung) anterior dan
di belakang berhubungan dengan bagian atas farings (nasofaring). Masing-
masing rongga hidung dibagi menjadi bagian vestibulum, yaitu bagian lebih
lebar tepat di belakang nares anterior, dan bagian respirasi (Graaff, 2010).
Menurut Pearce (2007)permukaan luar hidung ditutupi oleh kulit yang memiliki
ciri adanya kelenjar sabesa besar, yang meluas ke dalam vestibulum nasi tempat
terdapat kelenjar sabesa, kelenjar keringat, dan folikel rambut yang kaku dan
besar. Rambut ini berfungsi menapis benda-benda kasar yang terdapat dalam
udara inspirasi.
Menurut Graaff (2010) pada potongan frontal, rongga hidung berbentuk seperti
buah alpukat, terbagi dua oleh sekat (septum mediana). Dari dinding lateral
menonjol tiga lengkungan tulang yang dilapisi oleh mukosa, yaitu:
6
1) Konka nasalis superior,
2) Konka nasalis medius,
3) Konka nasalis inferior, terdapat jaringan kavernosus atau jaringan erektil
yaitu pleksus vena
besar, berdinding tipis, dekat permukaan.
Diantara konka-konka ini terdapat 3 buah lekukan meatus yaitu meatus superior
(lekukan bagian atas), meatus medialis (lekukan bagian tengah dan meatus
inferior (lekukan bagian bawah). Meatus-meatus inilah yang dilewati oleh udara
pernafasan, sebelah dalam terdapat lubang yang berhubungan dengan tekak,
lubang ini disebut koana.
Dasar dari rongga hidung dibentuk oleh tulang rahang atas, keatas rongga
hidung berhubungan dengan beberapa rongga yang disebut sinus paranasalis,
yaitu sinus maksilaris pada rongga rahang atas, sinus frontalis pada rongga
tulang dahi, sinus sfenoidalis pada rongga tulang baji dan sinus etmodialis pada
rongga tulang tapis (Syaifuddin, 2006).
Disebelah belakang konka bagian kiri kanan dan sebelah atas dari langit-langit
terdapat satu lubang pembuluh yang menghubungkan rongga tekak dengan
rongga pendengaran tengah, saluran ini disebut tuba auditiva eustaki, yang
menghubungkan telinga tengah dengan faring dan laring. Hidung juga
berhubungan dengan saluran air mata disebut tuba lakminaris (Syaifuddin,
2006).
7
4) Membunuh kuman-kuman yang masuk, bersama-sama udara pernafasan
oleh leukosit yang terdapat dalam selaput lendir (mukosa) atau hidung.
Faring
Tekak atau faring merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan dan
jalan makanan. Terdapat dibawah dasar tengkorak, dibelakang rongga hidung
dan mulut sebelah depan ruas tulang leher. Hubungan faring dengan organ-
organ lain keatas berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantaraan
lubang yang bernama koana. Ke depan berhubungan dengan rongga mulut,
tempat hubungan ini bernama istmus fausium. Ke bawah terdapat dua lubang,
ke depan lubang laring, ke belakang lubang esofagus (Syaifuddin, 2006).
Dibawah selaput lendir terdapat jaringan ikat, juga dibeberapa tempat terdapat
folikel getah bening. Perkumpulan getah bening ini dinamakan adenoid.
Disebelahnya terdapat 2 buah tonsilkiri dan kanan dari tekak. Di sebelah
belakang terdapat epiglottis (empang tenggorok) yang berfungsi menutup laring
pada waktu menelan makanan (Syaifuddin, 2006).
8
untuk mencegah makanan masuk ke dalam saluran pernapasan. Orofaring
dipisahkan dari mulut oleh fauces. Fauces adalah tempat terdapatnya macam-
macam tonsila, seperti tonsila palatina, tonsila faringeal, dan tonsila lingual.
Laring
Pangkal Tenggorokan (laring)merupakan saluran udara dan bertindak sebagai
pembentukan suara terletak di depan bagian faring sampai ketinggian vertebra
servikalis dan masuk ke dalam trakea dibawahnya. Pangkal tenggorokan itu
dapat ditutup oleh sebuah empang tenggorok yang disebut epiglotis, yang
terdiri dari tulang-tulang rawan yang berfungsi pada waktu kita menelan
makanan menutupi laring (Syaifuddin, 2006).
Pergerakan ini dibantu pula oleh otot-otot laring, udara yang dari paru-paru
dihembuskan dan menggetarkan pita suara. Getaran itu diteruskan melalui
9
udara yang keluar – masuk. Perbedaan suara seseorang bergantung pada tebal
dan panjangnya pita suara. Pita suara pria jauh lebih tebal daripada pita suara
wanita (Syaifuddin, 2006).
Trakea
Batang Tenggorokan (trakea)merupakan lanjutan dari laring yang terbentuk
oleh 16-20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berbentuk seperti
kuku kuda. Panjang trakea 9-11 cm dan dibelakang terdiri dari jaringan ikat
yang dilapisi oleh otot polos.Sebelah dalam diliputi oleh selaput lendir yang
berbulu getar yang disebut sel bersilia hanya bergerak kearah luar (Syaifuddin,
2006).
Bronkus
Bronkus terbagi menjadi bronkus kanan dan kiri, bronkus lobaris kanan ( 3
lobus) dan bronkus lobaris kiri ( 2 bronkus). Bronkus lobaris kanan terbagi
menjadi 10 bronkus segmental dan bronkus lobaris kiri terbagi menjadi 9
bronkus segmental. Bronkus segmentalis ini kemudian terbagi lagi menjadi
bronkus subsegmental yang dikelilingi oleh jaringan ikat yang memiliki arteri,
limfatik dan saraf (Syaifuddin, 2006).
1) Bronkiolus
Bronkus segmental bercabang-cabang menjadi bronkiolus. Bronkiolus
mengandung kelenjar submukosa yang memproduksi lendir yang
membentuk selimut tidak terputus untuk melapisi bagian dalam jalan nafas.
2) Bronkiolus terminalis
10
Bronkiolus membentuk percabangan menjadi bronkiolus terminalis (yang
mempunyai kelenjar lendir dan silia).
3) Bronkiolus respiratori
Bronkiolus terminalis kemudian menjadi bronkiolus respirstori. Bronkiolus
respiratori dianggap sebagai saluran transisional antara lain jalan nafas
konduksi dan jalan udara pertukaran gas.
4) Duktus alveolar dan sakus alveolar
Bronkiolus respiratori kemudian mengarah ke dalam duktus alveolar dan
sakus alveolar. Dan kemudian menjadi alvioli.
Paru-Paru
Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung
(gelembung hawa atau alveoli). Gelembug alveoli ini terdiri dari sel-sel epitel dan
endotel. Jika dibentangkan luas permukaannya kurang lebih 90 m². Pada lapisan ini
terjadi pertukaran udara, O2 masuk ke dalam darah dan CO2 dikeluarkan dari darah.
Banyaknya gelembung paru-paru ini kurang lebih 700.000.000 buah (paru-paru
kiri dan kanan) (Syaifuddin, 2006).
Paru-paru dibagi dua yaitu paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus (belahan paru),
lobus pulmo dekstra superior, lobus media, dan lobus inferior. Tiap lobus
tersusun oleh lobulus. Paru-paru kiri, terdiri dari pulmo sinistra lobus superior
dan lobus inferior. Tiap-tiap lobus terdiri dari belahan yang kecil bernama
segmen. Paru-paru kiri mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus
superior, dan 5 buah segmen pada inferior. Paru-paru kanan mempunyai 10
segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior, 2 buah segmen pada lobus
medialis, dan 3 buah segmen pada lobus inferior. Tiap-tiap segmen ini masih
terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang bernama lobulus (Syaifuddin, 2006).
Di antara lobulus satu dengan yang lainnya dibatasi oleh jaringan ikat yang
berisi pembuluh darah getah bening dan saraf, dan tiap lobulus terdapat sebuah
bronkiolus. Di dalam lobulus, bronkiolus ini bercabang-cabang banyak sekali,
cabang ini disebut duktus alveolus. Tiap duktus alveolus berakhir pada alveolus
yang diameternya antara 0,2-0,3 mm (Syaifuddin, 2006).
Di dalam paru terdapat peredaran darah ganda. Darah yang miskin oksigen dari
ventrikel kanan masuk ke paru melalui arteri pulmonalis. Selain system arteri
dan vena pulmonalis, terdapat pula arteri dan vena bronkialis, yang berasal dari
aorta, untuk memperdarahi jaringan bronki dan jaringan ikat paru dengan darah
kaya oksigen. Ventilasi paru (bernapas) melibatkan otot-otot pernapasan, yaitu
diafragma dan otot-otot interkostal. Selain ini ada otot-otot pernapasan
tambahan eperti otot-otot perut (Graaff, 2010).
12
5) Kapasitas Vital (KV) : Volume udara yang dapat dihembuskan sekuat-
kuatnya setelah melakukan inspirasi sekuat-kuatnya (KV = VT + VK + VS)
3500 cc
6) Kapasitasi Total (KT) : Volume total udara yang dapat tertampung di
dalam paru-paru (KT = KV + VR) 4500 cc
13
Central alveolar hypoventilation – atau hipoventilasi alveolar
pusat merupakan jenis hipoventilasi yang disebabkan oleh gangguan sistem saraf
pusat, baik karena penyakit, faktor genetik, pengaruh obat terhadap saraf pusat,
trauma kecelakaan, ataupun adanya neoplasma. Jenis hipoventilasi ini ditandai
dengan otak tidak memberikan sinyal kepada otot saluran pernapasan untuk
bernapas lebih dalam dan lebih cepat meskipun kadar oksigen sudah tidak
mencukupi.
Sindroma hipoventilasi obesitas – kondisi berat badan berlebih
atau obesitas diketahui sebagai faktor penyebab hipoventilasi karena dapat
mengganggu sistem pernapasan pusat yang menyebabkan hiperkapnia dan
gangguan tidur obstruktif sleep apnea.
Hipoventilasi akibat gangguan neuromuskular – terjadi karena
adanya gangguan koordinasi sistem saraf dengan otot saluran pernapasan yang
menyebabkan otot saluran bernapasan bekerja secara abnormal dan menghambat
proses pertukaran oksigen. Jenis hipoventilasi ini dapat dialami oleh penderita
gagguan neuromuskular seperti myasthenia gravis, amyotrophic lateral sclerosis,
sindroma Guillain-Barré, dan distrofi otot.
Hipoventilasi akibat deformitas sekitar dada – kondisi
hipoventilasi yang disebabkan berbagai gangguan deformitas seperti
kyphoscoliosis (deformitas tulang belakang), fibrothorax (kelainan jaringan fibrosa
sekitar paru) dan efek samping akibat operasi.
Penyakit obstruksi paru kronis (PPOK) – hipoventilasi
merupakan gangguan yang umum pada penderita PPOK, namun hal ini juga
dipengaruhi oleh faktor lainnya pada penderita seperti kemampuan bernapas,
genetik, dan kondisi otot saluran pernapasan.
Rasa lelah
Sering mengantuk
Sakit kepala pada pagi hari
Pembengkakkan pada kaki, khususnya area tumit
Tidak merasa bertenaga setelah bangun dari tidur
14
Sering terbangun saat tidur malam
Perubahan warna kulit menjadi kebiruan akibat hipoksia
Perubahan warna kulit menjadi kemerahan pada penderita obesitas
2.Hiperventilasi
Keadaan ini terjadi apabila CO2 yang dikeluarkan oleh paru lebih besar dari CO2
yang dihasilkan oleh jaringan sehingga akan terjadi penurunan kadar CO2 dalam
darah. Hiperventilasi dapat dipicu oleh keadaan cemas, demam dan keracunan
aspirin. Hiperventilasi menyebabkan hipokapnia (PCO2 arteri di bawah normal
karena PCO2 dipengaruhi oleh jumlah CO2 yang larut dalam darah). Pada
15
hipokapnia jumlah H+ yang dihasilkan melalu pembentukan asam karbonat
berkurang. Keadaan ini sering disebut dengan alkalosis respiratorik.
Factor :
1. Kebiasaan merokok, polusi udara, paparan debu, asap dan gas kimiawi.
2. Faktor Usia dan jenis kelamin sehingga menyebabkan semakin
menurunnya fungsi paru-paru.
3. Infeksi sistem pernafasan akut, seperti peunomia, bronkitis, dan asma
orang dengan kondisi ini berisiko mendapat PPOK.
4.Keadaan menurunnya alfa anti tripsin. Enzim ini dapat melindungi paru-
paru dari proses peradangan. Menurunnya enzim ini menyebabkan seseorang
menderita empisema pada saat masih muda meskipun tidak ada riwayat
merokok.
Terapi :
2. Terapi oksigen dirumah untuk menambah kadar oksigen yang rendah dalam
darah
16
3. Reabilitasi pulmonary meliputi pendidikan pasien panduan pola makan dan
konseling psikologis
17
Gejala dan proses terjadinya gangguan system pernafasan
Asma
asma adalah salah satu gangguan sistem pernafasan yang cukup umum dan
merupakan kondisi jangka panjang. Proses terjadinya asma diawali saat bronkus
terserang peradangan. Bronkus sendiri adalah saluran pernafasan yang fungsinya
supaya udara bisa keluar masuk dari paru – paru.
Gejala asma
1. Sesak nafas
Pengobatan asma
saat serangan asma terjadi, biasanya penderita kronis diberikan obat semprot yang
mengandung epinefrine atau isoproterenol yang dapat dihisap dengan segera saat
terjadi serangan asma. Untuk tingkat akut, epinefrin tidak lagi disemprotkan,
namun diinjeksikan ke dalam tubh penderita.
Faringitis
Faringitis adalah radang pada faring karena infeksi sehingga timbul rasa nyeri pada
waktu meneln makanan ataupun kerongkongan terasa kering. Proses terjadinya
faringitis di sebabkan oleh virus atau infeksi bakteri. Bakteri yang biasa menyerang
penyakit ini adalah Streptococcus pharyngitis.
Gejala faringitis
a. Akibat bakteri
1. pembengkakan pada amandel
2. demam tinggi
b. Akibat virus
1. pembesaran kelenjar yang ada di bagian leher
2. Sakit kepala
18
3. Sakit dibuat menelan atau sakit tenggorokan
4. Batuk
Pengobatan faringitis
obat untuk faringitis secara medis biasanya adalah penisilin G. obat tersebut akan
diberikan dalam waktu 4-36 jam,obat akan bekerja dengan baik. Sedangkan untuk
menurunkan panas, demam, dan rasa sakit, aspirin dan paracetamol dapat menjadi
obatnya.
TBC (Tuberkulosis)
TBC adalah penyakit yang di sebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberculosis.
bakteri ini menyerang paru-paru, sehingga pada bagian dalam alveolus terdapat
bintil-bintil. Penyakit ini menyebabkan proses difusi oksigen yang terganggu
karena adanya bintik-bintik kecil pada dinding alveolus.
Gejala TBC
Pengobatan TBC
19
Embriogenesis
Embriogenesis adalah proses pembentukan dan perkembangan embrio.
Proses ini merupakan tahapan perkembangan sel setelah mengalami
pembuahan atau fertilisasi. Fertilisasi akan menghasilkan sel individu baru
yang disebut dengan zygote dan akan melakukan pembelahan diri /
pembelahan sel ( cleavage ) menuju pertumbuhan dan perkembangan
menjadi embrio. Embriogenesis meliputi pembelahan sel dan pengaturan di
tingkat sel. Sel pada embryogenesis disebut sebagai sel sembriogenik.
Berikut tahapan pertumbuhan dan perkembangan embryogenesis :
Tahapan embryogenesis
1. Tahap Germinal
1.1. Fertilisasi (Pembuahan)
Fertilisasi terjadi ketika spermatozoon telah berhasil memasuki
sel telur dan dua set materi genetik yang dibawa oleh gamet
melebur sehingga terbentuk zigot (sel diploid tunggal). Proses
ini biasanya terjadi di ampula dari salah satu saluran tuba.
Pembuahan berhasil diaktifkan oleh tiga proses yang juga
bertindak sebagai kontrol untuk memastikan kekhususan (ciri
khas) spesies. Pertama adalah kemotaksis yang mengarahkan
pergerakan sprma menuju ke sel telur.Kedua, adalah adanya
kompatibilitas perekat antara sel sprma dan sel telur. Pada saat
sel sprma menempel pada sel telur proses ketiga berlangsung,
proses ini berupa terjadinya reaksi akrosom; bagian kepala
depan spermatozoon dibatasi oleh akrosom yang mengandung
20
enzim pencernaan yang berfungsi memecah zona pelusida
sehingga memungkinkan masuknya spermatozoon ke dalam sel
telur (ovum). Masuknya sprma menyebabkan pelepasan kalsium
yang akan menghambat masuknya sel-sel sperma lainnya. Reaksi
paralel terjadi di dalam ovum disebut reaksi zona (zona
reaction).Reaksi ini memicu pelepasan butiran kortikal yang
melepaskan enzim yang mencerna protein reseptor sprma,
sehingga mencegah polispermia.Granula juga berfusi (melebur)
dengan membran plasma dan memodifikasi zona pelusida
sedemikian rupa untuk mencegah masuknya sprma lebih lanjut.
Zigot mengandung materi genetik gabungan yang dibawa oleh
kedua gamet jantan dan betina yang terdiri dari 23 kromosom
dari inti sel telur dan 23 kromosom dari inti sprma. Kromosom
yang berjumlah 46 tersebut akan mengalami perubahan sebelum
terjadinya pembelahan mitosis yang mengarah pada
pembentukan embrio yang memiliki dua sel.
3. Neurulasi
Setelah gastrulasi, ektoderm akan mengembangkan jaringan
epitel dan saraf, dan gastrula ini sekarang disebut sebagai
neurula. Pelat saraf yang telah terbentuk sebagai piringan yang
menebal dari ektoderm, terus meluas dan ujung-ujungnya mulai
melipat ke atas sebagai lipatan saraf. Neurulasi mengacu pada
proses pelipatan ini, dimana lempeng saraf (neural) diubah
menjadi tabung saraf (neural tube). Piringan saraf akan melipat
sepanjang alur saraf dangkal yang telah terbentuk sebagai garis
median pembagi di dalam pelat saraf. Proses ini akan terus
melipat ke dalam hingga mendapatkan tinggi tertentu dimana
pringan saraf tersebut akan bertemu dan berdekatan. Nerupore
tengkorak (kranial) dan ekor (kaudal) menjadi semakin kecil
sampai mereka menutup sepenuhnya (hari ke-26) dan
membentuk tabung saraf (neural tube).
4. Kerentanan Embriogenesis
Paparan beracun selama tahap germinal dapat menyebabkan
kematian perinatal sehingga mengakibatkan keguguran, tetapi
tidak menyebabkan cacat perkembangan.Namun, paparan racun
pada periode embrio dapat menjadi penyebab utama malformasi
kongenital, karena prekursor dari sistem organ utama sedang
dalam taha perkembangan.
5. Diagnosis Genetik
Setiap sel dari embrio praimplantasi bersifat
pluripotent.Artinya, setiap sel memiliki potensi untuk
membentuk semua jenis sel yang berbeda dalam embrio yang
sedang berkembang. Potensi sel memiliki artian bahwa beberapa
sel dapat dihilangkan dari embrio praimplantasi dan sel-sel yang
tersisa akan mengimbangi ketidakhadiran sel-sel tersebut. Hal
26
ini telah memungkinkan pengembangan teknik yang dikenal
sebagai diagnosis genetik praimplantasi / Preimplantation
Genetic Diagnosis (PGD), dimana sejumlah kecil sel dari embrio
praimplantasi diciptakan melalui In vitro Fertilisation (IVF) dan
dapat dihilangkan dengan biopsi. Hal ini memungkinkan embrio
yang tidak terpengaruh oleh penyakit genetik tertentu dapat
dipilih dan kemudian ditransfer ke rahim ibu.
27
KONGENITAL
Kongenital atau kelainan bawaan adalah kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi
yang timbul sejak kehidupan hasil konsepsi sel telur. Kelainan congenital dapat
merupakan sebab penting terjadinya abortus, lahir mati atau kematian segera
setelah lahir. Kematian bayi dalam bulan – bulan pertama kehidupannya sering
diakibatkan oleh kelainan congenital yang cukup berat, hal ini seakan – akan
merupakan suatu seleksi alam terhadap kelangsungan hidup bayi yang dilahirkan.
Bayi yang dilahirkan dengan kelainan congenital besar, umumnya akan dilahirkan
sebagai bayi berat lahir rendah bahkan sering pula sebagai bayi kecil untuk masa
kehamilannya. Bayi berat lahir rendah dengan kelainan congenital berat, kira – kira
20% meninggal dalam minggu pertama kehidupannya. Disamping pemeriksaan
fisik, radiologic dan laboratorik untuk menegakkan diagnose kelainan congenital
setelah bayi lahir, dikenal pula adanya diagnosis pre/- ante natal kelainan
congenital dengan beberapa cara pemeriksaan tertentu misalnya pemeriksaan
ultrasonografi, pemeriksaan ai ketuban dan darah janin.
Faktor kongenital :
1. Faktor Etiologi
28
b. Faktor Mekanik
Tekanan mekanik pada janin selama kehidupan intrauterin dapat
menyebabkan kelainan hentuk organ tubuh hingga menimbulkan deformitas
organ tersebut. Faktor predisposisi dalam pertumbuhan organ itu sendiri
akan mempermudah terjadinya deformitas suatu organ. Sebagai contoh
deformitas organ tubuh ialah kelainan talipes pada kaki seperti talipes varus,
talipes valgus, talipes equines dan talipes equinovarus ( clubfoot ).
c. Faktor Infeksi
Kelainan kongenital ialah infeksi yang terjadi pada periode organogenesis
yakni dalam trimester pertama kehamilan. Adanya infeksi tertentu dalam
periode organogenesis ini dapat menimbulkan gangguan dalam pertumbuhan
suatu organ tubuh. Infeksi pada trimester pertama disamping dapat
menimbulkan kelainan congenital dapat pula meningkatkan kemungkinan
terjadinya abortus. Sebagai contoh infeksi virus pada trimester pertama ialah
infeksi oleh virus Rubella. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang menderita
infeksi Rubella pada trimester pertama dapat menderita kelainan kongenital
pada mata sebagai katarak, kelainan pada sistem pendengaran sebagai tuli
dan ditemukannya kelainan jantung bawaan. Beberapa infeksi lain pada
trimester pertama yang dapat menimbulkan kelainan congenital antara lain
ialah infeksi virus sitomegalovirus, infeksi toksoplasmosis, kelainan –
kelainan kongenital yang mungkin dijumpai ialah adanya gangguan
pertumbuhan pada sistem saraf pusat seperti hidrosefalus, mikrosefalus, atau
mikroftalmia.
d. Faktor Obat
Beberapa jenis obat tertentu yang diminum wanita hamil pada trimester
pertama kehamilan diduga sangat erat hubungannya dengan terjadinya
kelainan kongenital pada bayinya. Satu jenis obat yang telah diketahui dapat
menimbulkan kelainan kongenital ialah thalidomide yang dapat
mengakibatkan terjadinya fokomelia atau mikromelia. Beberapa jenis jamu –
jamuan yang diminum wanita hamil muda dengan tujuan yang kurang baik
diduga erat pula hubungannya dengan terjadinya kelainan kongenital,
walaupun hal ini secara laboratorik belum banyak diketahui secara pasti.
Sebaiknya selama kehamilan, khususnya trimester pertama, dihindari
pemakaian obat – obatan yang tidak perlu sama sekali; walaupun hal ini
kadang – kadang sukar dihindari karena calon ibu memang terpaksa harus
minum obat. Hal ini misalnya pada pemakaian trankuilaiser untuk penyakit
tertentu, pemakaian sitostatik atau prepaat hormone yang tidak dapat
29
dihindarkan; keadaan ini perlu dipertimbangkan sebaik – baiknya sebelum
kehamilan dan akibatnya terhadap bayi.
Telah diketahui bahwa mongoIisme lebih sering ditemukan pada bayi-bayi yang
dilahirkan oleh ibu yang mendekati masa menopause. Di bangsal bayi baru lahir
Rumah Sakit Dr Cipto Mangunkusumo pada tahun 1975-1979, secara klinis
ditemukan angka kejadian mongolisme 1,08 per 100 kelahiran hidup dan
ditemukan resiko relatif sebesar 26,93 untuk kelompok ibu berumur 35 tahun atau
lebih; angka keadaan yang ditemukan ialah 1: 5500 untuk kelompok ibu berumur <
35 tahun, 1: 600 untuk kelompok ibu berumur 35-39 tahun, 1 : 75 untuk kelompok
ibu berumur 40 - 44 tahun dan 1 : 15 untuk kelompok ibu berumur 45 tahun atau
lebih.
3. Faktor hormonal
4. Faktor radiasi
5. Faktor gizi
Pada binatang percobaan, kekurangan gizi berat dalam masa kehamilan dapat
menimbulkan kelainan kongenital. Pada manusia, pada penyelidikan-penyelidikan
menunjukkan bahwa frekuensi kelainan kongenital pada bayi-bayi yang dilahirkan
oleh ibu yang kekurangan makanan lebih tinggi bila dibandingkan dengan bayi-
bayi yang lahir dari ibu yang baik gizinya. Pada binatang percobaan, adanya
defisiensi protein, vitamin A ribofIavin, folic acid, thiamin dan lain-Iain dapat
menaikkan kejadian &elainan kongenital.
6. Faktor-faktor lain
30
Banyak kelainan kongenital yang tidak diketahui penyebabnya. Faktor janinnya
sendiri dan faktor lingkungan hidup janin diduga dapat menjadi faktor
penyebabnya. Masalah sosial, hipoksia, hipotermia, atau hipertermia diduga dapat
menjadi faktor penyebabnya. Seringkali penyebab kelainan kongenitai tidak
diketahui.
31
BAB III
penutup
A. KESIMPULAN
1. Sistem respirasi terdiri dari hidung, faring (tenggorokan), laring
(kotak suara), trakea, bronkus, dan paru-paru. Bagian-bagiannya dapat
diklasifikasikan berdasarkan struktur dan fungsinya.
B. SARAN
c. DAFTAR PUSTAKA
https://www.strukturdanfungsisistemrespiratory/2018/03/02catatan diana
32
https://www.wikippedia.com/2018/03/02gangguan ventilasi dan pertukaran
gas
https://www.nafiun.com/2018/03/02prosespengembanganembriogenesispada
manusia
https://www.alodokter.com/2018/03/02memahamikelainan
kongenitaldanpenyebabnya
33