Anda di halaman 1dari 71

LAPORAN TUTORIAL BLOK GASTROENTEROHEPATOLOGI

MODUL 2
“BAB BERDARAH”

Tutor : dr. Agussalim Ali, Sp.An., M.Kes.

Disusun Oleh:
KELOMPOK 3
K1A117011 Ilham Saputra Juni
K1A118012 Siska Nur Anggraeni
K1A118013 Maimunah Nur Islamiyati
K1A118014 Winda Tri Wahyuni
K1A118015 Rezky Suriyaningsih Rianse
K1A118016 Anggun Musfirah Syarif
K1A118084 Nur Zakiyah Sunardi Putri
K1A118085 Reisyah Mutmarani
K1A118086 Wa Ode Sri Rezeky Amal Janna
K1A117046 Ni Ketut Citra Etika Sari
K1A118108 Jumiarsih Hidayat

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2020

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Laporan : BAB Berdarah


Nama Anggota Kelompok :

K1A117011 Ilham Saputra Juni


K1A118012 Siska Nur Anggraeni
K1A118013 Maimunah Nur Islamiyati
K1A118014 Winda Tri Wahyuni
K1A118015 Rezky Suriyaningsih Rianse
K1A118016 Anggun Musfirah Syarif
K1A118084 Nur Zakiyah Sunardi Putri
K1A118085 Reisyah Mutmarani
K1A118086 Wa Ode Sri Rezeky Amal Janna
K1A117046 Ni Ketut Citra Etika Sari
K1A118108 Jumiarsih Hidayat

Laporan ini telah disetujui dan disahkan oleh:

Kendari, 7 November 2020

Dosen Pembimbing

dr. Agussalim Ali, Sp.An., M.Kes.

MODUL II
BAB BERDARAH
A. Skenario

Seorang anak perempuan berumur 5 tahun dibawa oleh ibunya ke Puskesmas


dengan keluhan berak encer yang disertai darah dan ampas sejak 2 hari yang lalu.
Keluarnya darah baru saja dialami kira – kira sebelum datang ke Puskesmas
sedangkan keluhan berak encer dengan frekuensi hingga >10x sehari . Ibu
penderita memberi obat diare yang dibeli di toko obat. Dikeluhkan pula anak
sangat rewel, tidak mau makan dan minum, mengeluh sakit perut, dan muntah
dua kali selama sakit. Pemeriksaan fisis diperoleh BB 14 kg, suhu tubuh 38,3°C,
B. Kata Sulit : -
C. Kata/Kalimat Kunci
1. Seorang anak perempuan.
2. Berumur 5 tahun.
3. Keluhan berak encer yang disertai darah dan ampas sejak 2 hari yang lalu.
4. Keluarnya darah baru saja dialami kira – kira sebelum datang ke Puskesmas.
5. Keluhan berak encer dengan frekuensi hingga >10x sehari.
6. Ibu penderita memberi obat diare yang dibeli di toko obat.
7. Dikeluhkan pula anak sangat rewel, tidak mau makan dan minum, mengeluh sakit
perut, dan muntah dua kali selama sakit.
8. Pemeriksaan fisis diperoleh BB 14 kg, suhu tubuh 38,3°C, denyut nadi 98x/menit,
mata tampak cekung, perut agak kembung dan nyeri abdomen.
9. Colok dubur diperoleh adanya ampas tinja, lendir dan sedikit darah pada sarung
tangan pemeriksa.

D. Pertanyaan
1. Jelaskan antomi, histologi dan fisiologi organ terkait! (gaster, intestinal, anus)
2. Jelaskan factor penyebab diare pada anak (termasuk pathogen yang menyebabkan
diare)!
3. Bagaimana perbedaan patomekanisme pasien yang berak encer saja, berak encer
disertai darah, berak encer yang masih berampas?
4. Jelaskan penyakit-penyakit dengan gejala BAB berdarah pada anak!
5. Jelaskan mengapa anak sangat rewel, tidak mau makan dan minum, mengeluh
sakit perut, dan muntah dua kali selama sakit!
6. Jelaskan interpretasi dari hasil pemeriksaan fisik (BB 14 kg, suhu tubuh 38,3°C,
denyut nadi 98x/menit, mata tampak cekung, perut agak kembung dan nyeri
abdomen)!
7. Jelaskan interpretasi dari hasil pemeriksaan colok dubur (diperoleh adanya ampas
tinja, lendir dan sedikit darah pada sarung tangan pemeriksa)!
8. jelaskan Langkah Langkah diagnosis, anamnesis dan pemeriksaan fisik apa yang
masih kurang pada scenario dalam menegakkan diagnosis dan penatalaksanaan
pada pasien ?
9. DD dan DS! {Disentri (basiler dan amoeba), Invaginasi, Salmonelisis, Diare)
10. Jelaskan tata laksana awal diare pada anak!
11. Bagaimana mekanisme kerja farmakokinetik dan farmakodinamik obat anti diare?

E. Jawaban Pertanyaan
1. Anatomi, Histologi dan Fisiologi Organ Terkait
A. Anatomi
a. Anatomi Lambung
Lambung adalah organ pencernaan yang paling melebar, dan terletak di
antara bagian akhir dari esofagus dan awal dari usus halus. Lambung merupakan
ruang berbentuk kantung mirip huruf J, berada di bawah diafragma, terletak pada
regio epigastrik, umbilikal, dan hipokondria kiri pada regio abdomen.

Secara anatomik, lambung memiliki lima bagian utama, yaitu kardiak,


fundus, badan (body), antrum, dan pilori . Kardia adalah daerah kecil yang berada
pada hubungan gastroesofageal (gastroesophageal junction) dan terletak sebagai
pintu masuk ke lambung Fundus adalah daerah berbentuk kubah yang menonjol
ke bagian kiri di atas kardia. Badan (body) adalah suatu rongga longitudinal yang
berdampingan dengan fundus dan merupakan bagian terbesar dari lambung.
Antrum adalah bagian lambung yang menghubungkan badan (body) ke pilorik
dan terdiri dari otot yang kuat. Pilorik adalah suatu struktur tubular yang
menghubungkan lambung dengan duodenum dan mengandung spinkter pilorik.
Vaskularisasi gaster dibagi berdasarkan strukturnya . Curvatura minor
divaskularisasi oleh arteri gastrica sinistra yang berasal dari truncus coeliacus,
arteri gastric dekstra yang merupakan cabang dari arteri hepatica. Curvatura major
divaskularisasi oleh arteri gastroomentalis dextra cabang dari arteri
gastricaduodenalis, arteri gastroomentalis sinistra cabang dari arteri
gastroduodenalis. Bagian fundus divaskularisasi oleh arteri gastrica breves cabang
dari arteri splenica. Sisi posterior gaster divaskularisasi oleh arteri gastrica
posterior (Paulsen dan Waschke, 2010). Vena-vena gaster mengikuti arteri-arteri
yang sesuai dengan letak dan lintasan. Vena gastrica dextra dan vena-vena
gastrica sinistra membawa darah kembali ke dalam vena porta hepatis. Vena
gastrica breves dan vena gastroomentalis membawa isinya ke vena splenica yang
bersatu dengan vena mesentrika superior untuk membentuk vena porta hepatis.
Vena gastromentalis dekstra bermuara dalam vena mesentrica superior .

Pembuluh limfe gaster mengikuti arteri sepanjang curvatura mayor dan


curvatura minor. Persarafan gaster parasimpatis berasal dari truncus vagales
anterior dari cabang kiri nervus vagus dan truncus vagales posterior dari cabang
kanan nervus vagus, yang keduanya turun sepanjang oesophagus dan berjalan
sepanjang curvatura minor. Persarafan parasimpatis merangsang produksi asam
gaster dan meningkatkan gerak peristaltik gaster. Persarafan simpatis
preganglionik gaster melintasi diafragma di kedua sisi sebagai nervi splanchnici
major dan minor, bersinaps ke neuron simpatis 9 postganglionik pada pangkal
truncus coeliacus. Inervasi simpatis mengimbangi efek parasimpatis dengan
mengurangi produksi asam gaster, gerak peristaltik, serta perfusi .

b. Anatomi Usus Halus (Intestinum Tenue)


Dimulai dari ujung distal pylorus sampai di caecum. Terdiri dari duodenum, jejenum
dan ileum. Panjang seluruh intestinum tenue adalah kira-kira 7 meter.
1) Duodenum
Disebut usus 12 jari oleh karena panjangnya adalah selebar 12 jari atau kurang lebih
25 cm.
a) Morfologi
Berbentuk huruf C dengan bagian konkaf menghadap ke kiri. Dimulai dari ujung
distal pylorus sampai flexura duodeno-jejenalis.
Terdiri dari :
1. pars superior
2. pars descendens
3. pars horizontalis
4. pars ascendens.

Pars Superior Duodeni


Letaknya ke kanan mengarah ke dorsal, mulai dari sebelah ventral
columna vertebralis dan vena cava inferior. Pangkal pars superior duodeni mudah
mengikuti gerakan dari pylorus. Di sebelah ventralnya terletak hepar dan vesica
fellea, di sebelah dorsal terletak ductus cysticus, vena portae dan pancreas.

Pars Descendens Duodeni


Bagian ini berbatasan :
 di sebelah dorsal dengan renalis dexter dan sinister
 di sebelah ventral dengan hepar, vesica fellea, colon transversum, intestinum
tenue.

Pars Horizontalis Duodeni


Bagian ini terletak mengarah ke kiri menyilang m.psoas major, vena cava
inferior, aorta abdominalis dan m.psoas minor. Di sebelah dorsal terdapat ureter
dexter, vasa testicularis dextra dan vena mesenterica inferior. Di sebelah ventral
terdapat vena mesentrica superior dan radix mesenterii. Bagian ini lebih panjang
bila dibandingkan dengan ketiga bagian lainnya.

Pars Ascendens Duodeni


Berada di sebelah kiri aorta abdominalis, membelok ke ventral menjadi
flexura duodeno-jejenalis. Letak flexura ini kurang lebih setinggi pars superior
duodeni.

b) Lokalisasi
Pangkal duodenum dimulai setinggi vertebra lumbalis I, kurang lebih 2,5
cm di sebelah kanan linea mediana dan berakhir di sebelah kiri linea mediana
setinggi vertebra lumbalis II. Pars descendens turun sampai setinggi vertebra
lumbalis III. Bagian konkaf dari duodenum ditempati oleh caput pancreatic. Batas
antara pars superior duodeni dan pars descendens duodeni disebut flexura
duodeni superior, batas antara pars descendens duodeni dan pars horizontalis
duodeni disebut flexura duodeni inferior.
Antara pars superior duodeni dan hepar terdapat ligamentum
hepatoduodenale yang merupakan penebalan dari tepi bebas omentum minus. Jadi
bagian ini terletak intraperitoneal, sedangkan bagian duodenum lainnya terletak
retroperitoneal.
Ductus choledochus bermuara ke dalam pars descendens duodeni melalui
papilla duodeni major, yang terletak kurang lebih 7 cm dari pylorus di bagian
konkaf dari duodenum. Kadang-kadang terdapat papilla duodeni minor di sebelah
cranial papilla duodeni major.
Flexura duodeno-jejenalis di fixir oleh ligamentum Treitz [ =
lig.suspensorium duodeni ] pada diaphragma. Ligamentum ini terdiri dari jaringan
ikat dan otot.

c) Vascularisasi
 Arteria supra duodenalis, memberi suplai darah kepada pars superior
duodeni; arteri ini adalah suatu end arteri sehingga bagian dari duodenum ini
sering mengalami ulcus [ = ulcus duodeni ].
 Arteria retroduodenalis memberikan aliran darah kepada dinding posterior
duodenum.
 Arteria pancreatico duodenalis superior, yang berada di sebelah posterior
pars superior duodeni, berjalan di antara pancreas dan pars descendens
duodeni, memberi suplai darah kepada duodenum dan pancreas.
 Arteria pancreatico duodenalis inferior, dipercabangkan oleh m.mesenterica
superior, berjalan ke cranialis di antara pancreas dan duodenum,
mengadakan anastomose dengan a.pancreatico duodenalis superior.
Memberi suplai darah kepada duodenum dan pancreas.
 Arteria gastrica dextra, juga memberikan cabang-cabang kepada duodenum.
 Arteria gastro epiploica dextra, memberikan cabang-cabang kepada
duodenum.

d) Innervasi
Menerima serabut-serabut saraf dari plexus coeliacus dan plexus
mesentericus superior, berjalan sesuai dengan pembuluh darah yang
dipercabangkan oleh arteria coeliaca dan arteria mesenterica superior.

e) Lymphonodus
Pembuluh lymphe dari duodenum membawa lymphe menuju ke
lymphonodus pancreatico duodenalis yang terletak di antara caput pancreatis dan
duodenum, kemudian mengalir menuju ke lymphonodus hepaticus dan
l.n.preaorticus.

2) Anatomi Jejenum – Ileum


a) Morfologi
Organ ini berkelok-kelok dan difiksasi pada dinding dorsal cavum
abdominis oleh mesenterium. Panjang seluruh jejenum – ileum adalah 6 – 7
meter; jejenum berada di bagian proximal dengan panjang kurang lebih 2/5
bagian dari keseluruhnya, sedangkan ileum berada di bagian distal (anal) dengan
panjang kira-kira 3/5 bagian yang sisa.
Pada umumnya jejenum berada dalam keadaan kosong, warnanya lebih
merah (lebih banyak mengandung pembuluh darah), dindingnya lebih tebal,
diameter lumen lebih besar, plica circularis Kerkringi lebih besar dan jumlahnya
lebih banyak, vili intestinales lebih besar dan lebih banyak jumlahnya,
percabangan pembuluh-pembuluh darah kurang kompleks. Hal yang tersebut tadi
jelas terlihat perbedaannya bila dibandingkan jejenum bagian proximal dengan
ileum bagian distal, di bagian tengah perbedaan-perbedaan tersebut kurang jelas.
Mesenterium pada jejenum kelihatan lebih terang oleh karena jaringan
lemak extraperitoneal hanya terbatas pada pangkal pembuluh darah, sedangkan
pada ileum jaringan lemak tersebut mengikuti seluruh panjang pembuluh darah
sampai pada dinding ileum.
Kurang lebih 1 meter di sebelah proximal dari ujung terminal ileum
terdapat diverticulum ilei [ = diverticulum Meckeli ], sebagai sisa dari ductus
omphalomesentericus. Ukuran diverticulum ini sebesar 5 cm.

b) Lokalisasi
Jejenum dan ileum menempati sebagian besar cavum abdominis bahkan
sampai ke dalam cavum pelvicum. Mesenterium berbentuk kipas dengan bagian
yang terlebar di bagian tengah sebesar 20 cm, melekat pada dinding dorsal
abdomen dan tempat melekatnya disebut radix mesenterii. Panjang radix
mesenterii kira-kira 15 cm, terletak miring dari kiri atas ke kanan bawah, dimulai
dari flexura duodeno-jejenalis [ setinggi corpus vertebrae lumbalis II ] sampai
setinggi articulatio sacroiliaca dextra. Oleh karena jejenum – ileum bentuknya
lebih panjang daripada radix mesenterii maka jejenum – ileum terletak berkelok-
kelok, sangat mobil atau mudah bergerak.
Di dalam mesenterium terdapat cabang-cabang dari a.mesenterium
superior, nervus, lymphonodus, pembuluh lymphe dan jaringan lemak.
Radix mesenterii menyilang di sebelah ventral pars horizontal duodeni,
corpus vertebrae lumbalis III dan ureter dexter.

c) Vascularisasi
Aliran darah bersumber pada a.mesentrica superior melalui cabang
aa.jejenales dan aa.ileae. Pembuluh-pembuluh darah berjalan di dalam
mesenterium.

d) Innervasi
Jejenum – ileum mendapatkan innervasi dari plexus mesentericus
superior, dan percabangan serabut saraf berjalan mengikuti cabang-cabang arteri.

e) Lymphonodus
Di dalam mesenterium terdapat banyak lymphonodus dari berbagai ukuran
dan dibagi menjadi 3 kelompok, sebagai berikut :
 Dekat jejenum dan ileum
 Mengikuti pembuluh-pembuluh darah
 Pada radix mesenterii

C. Anatomi Anus

Anus manusia terletak di bagian tengah bokong, bagian posterior dari


peritoneum. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot sphinkter. Terdapat
dua otot sphinkter anal (di sebelah dalam dan luar). Otot ini membantu menahan
feses saat defekasi. Salah satu dari otot sphinkter merupakan otot polos yang
bekerja tanpa perintah, sedangkan lainnya merupakan otot rangka. Feses dibuang
dari tubuh melalui proses defekasi (buang air besar) yang merupakan fungsi
utama anus.
Struktur anus terdiri atas :

Kanalis anal
Kanalis anal memiliki panjang sekitar 4 cm, yang dikelilingi dengan
mekanisme sfingter anus. Setengah bagian atas dari kanalis anal dilapisi oleh
mukosa glandular rektal. Mukosa bagian teratas dari kanalis anal berkembang
sampai 6-10 lipatan longitudinal, yang disebut columns of Morgagni, yang
masing masing memiliki cabang terminal dari arteri rektal superior dan vena.
Lipatan-lipatan ini paling menonjol di bagian lateral kiri, posterior kanan dan
kuadran anterior kanan, dimana vena membentuk pleksus vena yang menonjol.
Mukosa glandular relatif tidak sensitif, berbeda dengan kulit kanalis, kulit
terbawahnya lebih sensitive.
Mekanisme spinter anal memiliki tiga unsur pembentuk, spinter internal,
spinter eksternal dan puborektalis. Spinter internal merupakan kontinuasi yang
semakin menebal dari muskular dinding ginjal. Spinter eksternal dan puborektalis
sling (yang merupakan bagian dari levator ani) muncul dari dasar pelvis.
Vaskularisasi rektum dan kanalis anal sebagian besar diperoleh melalui
arteri hemoroidalis superior, media, dan inferior. Arteri hemoroidalis superior
merupakan kelanjutan akhir arteri mesentrika inferior. Arteri hemoroidalis media
merupakan cabang ke anterior dari arteri hipogastrika. Arteri hemoroidalis
inferior dicabangkan oleh arteri pubenda interna yang merupakan cabang dari
arteri iliaca interna, ketika arteri tersebut melewati bagian atas spina ischiadica.
Sedangkan vena-vena dari kanalis anal dan rektum mengikuti perjalanan
yang sesuai dengan perjalanan arteri. Vena-vena ini berasal dari 2 pleksus yaitu
pleksus hemoroidalis superior (interna) yang terletak di submukosa atas anorectal
junction, dan pleksus hemoroidalis inferior (eksterna) yang terletak di bawah
anorectal junction dan di luar lapisan otot.
Persarafan rektum terdiri atas sistem saraf simpatik dan parsimpatik.
Serabut saraf simpatik berasal dari pleksus mesentrikus inferior dan dari sistem
parasakral yang terbentuk dari ganglion simpatis lumbal ruas kedua, ketiga, dan
keempat. Persarafan parasimpatik (nervi erigentes) berasal dari saraf sakral kedua,
ketiga, dan keempat.

Rectum

Rektum merupakan sebuah saluran yang berawal dari ujung usus besar
dan berakhir di anus. Panjang rektum sekitar 15-20cm dan berbentuk-S. Mula-
mula rektum mengikuti kecembungan os sacrum, flexura sacralis, lalu memutar
ke belakang setinggi os coccygis dan berjalan melalui dasar pelvis, flexura
perinealis. Akhirnya rektum menjadi canalis analis dan berakhir pada anus.
Sepertiga atas rektum merupakan bagian yang sangat lebar yaitu ampulla recti.
Jika ampulla terisi maka timbul perasaan ingin defekasi.

Sfingter Anal Internal

Adalah sebuah cincin otot lurik yang mengelilingi kanalis anal dengan
keliling 2,5 sampai 4 cm. Sfingter anal internal ini berkaitan dengan sfingter anal
eksternal meskipun letaknya cukup terpisah. Tebalnya sekitar 5 mm.

Sfingter Anal EKsternal


Adalah serat otot lurik berbentuk elips dan melekat pada bagian dinding
anus. Panjangnya sekitar 8 sampai 10 cm.

Pectinate Line

Adalah garis yang membagi antara bagian dua pertiga (atas) dan bagian
sepertiga (bawah) anus. Fungsi garis ini sangatlah penting karena bagian atas dan
bawah pectinate line memiliki banyak perbedaan.

Kolom Anus

Adalah sejumlah lipatan vertikal yang diproduksi oleh selaput lendir dan
jaringan otot di bagian atas anus.

B. Histologi Organ Terkait


a. Histologi lambung

Lambung dibagi dalam 3 bagian histologik: kardia, fundus dan korpus, pilorus.
Fundus dan korpus adalah bagian lambung yang terluas. Dinding lambung terdiri
atas 4 lapisan: mukosa , submukosa, muskularis eksterna dan serosa.

Mukosa terdiri dari atas epitel permukaan, lamina propria dan muskularis
mukosa. Permukaan lambung dilapisi oleh epitel selapis silindris yang meluas
kedalam dan melapisi foveola gastrica yaitu invaginasi tubular epitel permukaan.
Dibawah epitel terdapat jaringan ikat longgar lamina propria yang mengisi celah-
celah diantara kelenjar gastrika. Batas luar mukosa dibentuk oleh selapis tipis otot
polos muskularis mukosa yang terdiri atas lapisan sirkular dalam dan longitudinal
luar.

Kelenjar gastrika berhimpitan di dalam lamina propria dan menempati


keseluruhan mukosa. Kelenjar mukosa bermuara ke dalam fasar foveola gastrika.
Epitel permukaan mukosa lambung mengandung jenis sel yang dama, dari daerah
kardia sampai pilorus. Dua jenis sel yang dapat diidentifikasi di kelenjar gastrika.
Sel parietal asidofilik terletak dibagian atas kelenjar, sedangkan sel zimogenik
(chief cell) basofilik menempati bagian bawah. Daerah di bawah kelenjar pada
lamina propria mengandung jaringan limfoid atau nodulus limfoid.

Mukosa lambung yang kososng memperlihatkna banyak lipatan temporer


yaitu rugae. Rugae terbentuk akibat kontraksi lapisan otot polos, muskularis
mukosa. Saat lambung terisi, rugae menghilang dan mukosa tampak licin.

Submukosa, terletak dibawah muskularis mukosa. Pada lambung kosong,


submukosa dapat meluas ke dalam rugae. Submukosa mengandung jaringan ikat
padat tidak teratur dan lebih banyak serat kolagen daipada lamina propria. Selain
itu, submukosa mengandung banyak pembuluh limfe, kapiler, arteriol dan venula.
Dibagian yang lebih dalam pada submukosa terlihat kelompok ganglion
parasimpatis pleksus saraf submukosa (Meissner) yang terisolasi.

eksterna terdiri dari tiga lapisan otot polos, masing-masing terorientasi


dalam bidang berbeda: lapisan oblik disebelah dalam, sirkular di tengah, dan
longitudinal disebelah luar. Lapisan oblik tidak utuh dan tidak selalu tampak pada
irisan dinding lambung. Diantara lapisan otot polos sirkular dan longitudinal
terdapat pleksus saraf mienterikus (Auebach) ganglion parasimpatis dan serat
saraf.

Serosa terdiri dari lapisan tipis jaringan ikat yang menutupi muskularis eskterna
dan dilapisi oleh mesotel selapis gepeng peritoneum viscerale. Serosa dapat
mengandung banyak sel adiposa.
b. Histologi Usus halus
 Duodenum

Dinding duodenum terdiri atas 4 lapisan: mukosa dengan epitel, lamina


propria dan muskularis mukosa, jaringan ikat submukosa di bawahnya, dengan
kelenjar duodenal (Brunner), dua lapisan otot polos muskularis eksterna dan
peritoneum vescirale serosa. Lapisan-lapisan ini menyatu dengan lapisa yang
serupa dengan lapisan di lambung, usus halus dan usus besar (kolon).

Usus halus ditandai oleh banyak tonjolan mirip jari-jari yang disebut vili,
epitel sel kolumnair dengan nikrovili yang membentuk limbus striatus; sel goblet
yang terpulas pucat dan kelenjar intestinal (kriptus lieberkuhn) tubular pendek di
lamina propria. Kelenjar duodenal di submukosa merupakan ciri khas duodenum.
Kelenjar ini tidak terdapat di bagian lain usus halus (jejenum dan ileum) dan usus
besar.

Vili merupakan modifikasi permukaan mukosa. DI antara vili terdapat


ruang intervilus. Kelenjar intestinal terletak di lamina propria dan bermuara ke
dalam ruang intervilus.Lamina propria juga mengandung serat jaringan ikat halus
dengan retikuler, jaringan limfoid difus dan nodulus limfoid.
Sel ganglion parasimpatis pleksus saraf mienterikus (Aeurbach),
ditemukan di usus halus dan usus besar.

 Jejenum

Memperlihatkan lipatan permanen dan menonjol plika sirkularis yang


meluas ke dalam lumen jejenum. Bagian tengah plika sirkularis dibentuk oleh
jaringan ikat padat tidak teratur submukosa yang mengandung banyak arteri dan
vena.

Usus halus dikelilingi oleh muskularis eksterna yang mengandung lapisan


otot polos sirkular salam dan lapisan otot polos longitudinal luar. Sel ganglion
parasimpatis pleksus mienterikus terdapat jaringan ikat di antara lapisan otot
muskularis eksterna . Peritoneum viscerale atau serosa membungkus usus halus.
Di bawah lapisan serosa terdapat serat jaringan ikat , pembuluh darah dan sel
adiposa.

 Ileum
Ciri khas ileum adalah agregasi nodulus limfoid yaitu nodulus
lymphoideus aggregatus submucosus (Peyer’s patc). Setiap bercak peyer adalah
aggregasi banyak nodulus limfoid yang terdapat di dinding ilrum bersebrangan
dengan perlekatan mesenterium. Kebanyakan nodulus limfoid, memperlihatkan
pusat germinal. Nodulus limfoid biasanya menyatu dan batas di antara nodulus
menjadi tidak jelas.

Dalam gambar ini juga terlihat epitel permukaan yang melapisi vili
kelenjar intestinal, lakteal di vili, lapisan sirkular dalam dan lapisan longitudinal
luar di muskularis eksterna dan serosa.

c. Histologi Usus Besar


 Kolon
Dinding kolon memiliki lapisan-lapisan dasar yang serupa dengan lapisan
yang ada di usus halus. Mukosa terdiri atas epitel selapis silindris, kelenjar
intestinal, lamina propria dan muskularis mukosa. Submukosa dibawahnya
mengandung sel dan serat jaringan ikat, berbagai pembuluh darah dan saraf.
Serosa melapisi kolon transversum dan kolon sigmoid. Kolon tidka memiliki vili
atau plika sirkularis dan permukaan luminal mukosa licin. DI kolon yang tidak
melebar, mukosa dan submukosa memperlihatkan banyak lipatan temporer.

Lapisan sirkular dalam terlihat utuh di dinding kolon, sedangkan lapisan


longitudinal luar otot polos dibagi menjadi tiga pita memanjang yang lebar yaitu,
tenia coli. Kolon transversum dan kolon sigmoid melekat pada dinding tubuh
melelaui mesenterium.

 Rektum
Histologi rektum bagian atas mirip dengan kolon.
Epitel permukaan lumen dilapisi oleh sel selapis silindris dengan limbus
striatus dan sel goblet. Kelenjar intestinal, sel adiposa dan nodulus limfoid di
dalam lamina propria serupa dengan yang ada di kolon. Kelenjar intestinal lebih
panjang, lebih rapat dan terisi oleh sel goblet. Di bawah lamina propria adalah
muskularis mukosa.
Lipatan longitudinal di rektum bagian atas dan kolon temporer. Lipatan ini
memiliki bagian tengah submukosa yang dilapisi oleh mukosa. Lipatan
longitudinal permanen (kolon rektal) terdapat di rektum bagian bawah dan kanalis
analis.

1. Taut Anorektal ( Potongan Longitudinal )


Bagian kanalis analis di atas taut anorektal ( junctio anorectalis )
menggambarkan bagian terbawah rektum . Bagian kanalis analis di bawah taut
anorektal menunjukkan transisi dari epitel selapis silindris menjadi epitel berlapis
gepeng kulit . Perubahan dari mukosa rektum ke mukosa anus terjadi di taut
anorektal. Mukosa rektum mirip dengan mukosa kolon . Kelenjar intestinal agak
lebih pendek dan terpisah jauh . Akibatnya , lamina propria lebih menonjol ,
jaringan limfoid difus lebih banyak , dan nodulus limfoid soliter lebih banyak .
Muskularis mukosa dan kelenjar intestinal saluran pencernaan berakhir di dekat
taut anorektal. Lamina propria rektum digantikan oleh jaringan ikat padat tidak
teratur lamina propria kanalis analis. Submukosa rektum menyatu dengan jaringan
ikat di lamina propria kanalis analis , bagian yang mengandung banyak pembuluh
darah . Pleksus hemoroidalis internus vena terletak di mukosa kanalis analis .
Pembuluh darah dari daerah ini berlanjut ke dalam submukosa rektum . Lapisan
otot polos sirkular muskularis eksterna meningkat ketebalannya di bagian atas
kanalis analis dan membentuk sfingter ani internus. Di sebelah bawah kanalis
analis , sfingter ani internus digantikan oleh otot rangka sfingter ani eksternus. Di
sebelah luar sfingter ani eksternus yaitu otot rangka levator ani .
C. Fisiologi Organ Terkait

a. FISIOLOGI GASTER

Lambung memiliki dua fungsi utama yaitu, fungsi pencernaan dan fungsi
motorik. Fungsi pencernaan dan sekresi lambung berkaitan dengan pencernaan
protein, sintesis dan sekresi enzim-enzim pencernaan. Selain mengandung sel-sel
yang mensekresi mukus, mukosa lambung juga mengandung dua tipe kelenjar
tubular yang penting yaitu kelenjar oksintik (gastrik) dan kelenjar pilorik.
Kelenjar oksintik terletak pada bagian fundus dan korpus lambung, meliputi 80%
bagian proksimal lambung. Kelenjar pilorik terletak pada bagian antral lambung.
Kelenjar oksintik bertanggung jawab membentuk asam dengan mensekresikan
mukus, asam hidroklorida (HCl), faktor intrinsik dan pepsinogen. Kelenjar pilorik
berfungsi mensekresikan mukus untuk melindungi mukosa pilorus, juga beberapa
pepsinogen, renin, lipase lambung dan hormon gastrin (Guyton dan Hall, 2007).

Fungsi motorik lambung, yaitu menyimpan makanan dalam jumlah besar


sampai makanan tersebut dapat ditampung pada bagian bawah saluran
pencernaan, mencampur makanan tersebut dengan sekret lambung sampai
membentuk suatu campuran setengah padat yang dinamakan kimus, dan
mengeluarkan makanan perlahan-lahan dari lambung masuk ke usus halus dengan
kecepatan yang sesuai untuk pencernaan dan absorpsi oleh usus halus (Guyton
dan Hall, 2007).

Sebagai fungsi pencernaan dan sekresi, yaitu pencernaan protein oleh


pepsin dan HCl, sintesis dan pelepasan gastrin yang dipengaruhi oleh protein yang
dimakan, sekresi mukus yang membentuk selubung dan melindungi lambung
serta sebagai pelumas sehingga makanan lebih mudah diangkut, sekresi
bikarbonat bersama dengan sekresi gel mukus yang berperan sebagai barier dari
asam lumen dan pepsin (Price dan Wilson, 2005).

b. Fisiologi Usus Halus

Duodenum melanjutkan proses pencernaan makanan yang telah dilakukan


oleh organ traktus digestivus sebelumnya. Proses pencernaan selanjutnya oleh
duodenum seperti pencernaan karbohidrat, lemak dan protein menjadi zat yang
lebih sederhana oleh bantuan enzim-enzim dari pankreas (Pearce, 2010).
Pencernaan lemak juga membutuhkan garam empedu untuk mengemusilnya,
prosesnya terjadi ketika lemak yang bersentuhan mukosa duodenum
menyebabkan kontraksi kandung empedu yang diperantarai oleh kerja
kolesistokinin yang merupakan hasil sekresi dari mukosa duodenum. Di epitel
usus halus juga terdapat enzim penting untuk memecah disakarida maupun
polimer glukosa kecil menjadi monosakarida yaitu laktase, sukrase, maltase dan
alfa dekstrinase (Sherwood, 2012).

Proses selanjutnya yaitu absorbsi zat-zat penting dari makanan yang telah
dicerna sebelumnya. Absorbsi gula, asam amino dan lemak sebagian besar terjadi
di duodenum dan jejunum, begitu pula absorbsi besi dan kalsium yang
membutuhkan vitamin D. Vitamin larut lemak (A, D, E, K) di absorbsi di
duodenum dan dibutuhkan garam-garam empedu dalam prosesnya (Sherwood,
2012).
Efisiensi fungsi absorpsi duodenum ditingkatkan oleh sejumlah struktur
yang meningkatkan permukaan total dari lapisan mukosa. Struktur ini disebut
plika sirkularis (valvula koniventes). Plika sirkularis meningkatkan daerah
permukaan absorbsi mukosa menjadi tiga kali lipat. Pada duodenum juga terdapat
kelenjar duodenum (brunner) yang letaknya di submukosa. Kelenjar brunner
menghasilkan mukus yang alkalis untuk melindungi dinding duodenum dari getah
lambung yang sangat asam. Kelenjar ini juga menghasilkan hormon sekretin yang
akan menghambat sekresi HCL gaster dan akan meningkatkan proliferasi epitel
dalam usus halus (Guyton et al, 2013)

c. Fisiologi Usus Besar

Fungsi utama kolon adalah absorbsi air dan elektrolit dari kimus untuk
membentuk feses yang padat dan penimbunan bahan feses sampai dapat
dikeluarkan, kolon mengubah 1000-2000mL kimus isotonik yang masuk setiap
hari dari ileum menjadi tinja semipadat dengan volume sekitar 200-250mL

Sebagian besar absorpsi dalam usus besar terjadi pada pertengahan


proksimal kolon, sehingga bagian ini dinamakan kolon pengabsorpsi, sedangkan
kolon bagian distal pada prinsipnya berfungsi sebagai tempat penyimpanan feses
sampai waktu yang tepat untuk ekskresi feses dan oleh karena itu disebut kolon
penyimpanan. Banyak bakteri, khususnya basil kolon, bahkan terdapat secara
normal pada kolon pengabsorpsi. Bakteri-bakteri ini mampu mencernakan
sejumlah kecil selulosa, dengan cara ini menyediakan beberapa kalori nutrisi
tambahan untuk tubuh.

2. Jelaskan Faktor Penyebab diare pada anak (Termasuk Pathogen yang


menyebabkan diare penyebabnya) !

Diare adalah pengeluaran feses yang konsistensinya lembek sampai cair


dengan frekuensi pengeluaran feses sebanyak 3 kali atau lebih dalam sehari. 1

Faktor risiko diare dibagi menjadi 3 yaitu


 Faktor karakteristik individu yaitu umur balita <24 bulan, status gizi balita, dan
tingkat pendidikan Orang tua dan pengasuh balita.
 Faktor perilaku , yaitu Pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif, Kebiasaan mencuci
tangan, perilaku mencuci tangan sebelum makan, mencuci peralatan makan
sebelum digunakan, mencuci bahan makanan, mencuci tangan dengan sabun
setelah buang air besar, dan merebus air minum, serta kebiasaan memberi makan
anak di luar rumah merupakan faktor perilaku yang berpengaruh dalam
penyebaran kuman enterik dan menurunkan risiko terjadinya diare
 Faktor lingkungan, Diare dapat terjadi karena seseorang tidak memerhatikan
kebersihan lingkungan dan menganggap bahwa masalah kebersihan adalah
masalah sepele meliputi kepadatan perumahan, ketersediaan sarana air bersih
(SAB), pemanfaatan SAB, kualitas air bersih, pembuangan sampah, pembuangan
air kotor (limbah), pembuangan tinja dan sumber air minum. 1

Mikroorganisme seperti bakteri, virus dan protozoa dapat menyebabkan


diare. Tingginya insiden diare salah satunya dapat disebabkan oleh beberapa jenis
bakteri seperti Vibrio cholera, Salmonella sp, Shigella sp, Campylobacter jejuni
dan Escherichia coli. Beberapa subtipe Escherichia coli yang dapat menyebabkan
diare, yaitu Enterotoxigenic Escherichia coli (ETEC), Enterophatogenic
Escherichia coli (EPEC), Enteroaggregative Escherichia coli (EAEC),
Enteroinvasive Escherichia coli (EIEC) dan Enterohemorraghic Escherichia coli
(EHEC).

EPEC merupakan bakteri patogen terpenting yang menyebabkan infeksi


pada anak terutama dibawah dua tahun di Negara berkembang. Setiap tahunnya,
EPEC bertanggung jawab untuk ribuan kematian diseluruh dunia. Walaupun
beberapa penelitian menunjukkan bahwa pasien yang terinfeksi dengan atipikal
EPEC memiliki dehidrasi ringan, tanpa dehidrasi dan tanpa inflamasi diare.
Durasi diare pada pasien yang terinfeksi dengan atipikal EPEC jauh lebih lama
dari pada yang disebabkan oleh patogen lain. 2
3. Bagaimana perbedaan patomekanisme pasien yang berak encer saja, berak
encer disertai darah, dan berak encer yang masih berampas ?

Diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih patofisioloni patomekanisme


sebagai berikut: 1). Osmolaritas intra luminal yang meninggi, disebut diare
osmotik; 2). Sekreei cairan dan elektrolit meninggi, disebut diare sekretorik 3).
Malabsorbsi asam empedu, malabsorbsi lemak; 4. Defek sistem pertukaran
anion / transportasi elektrolit aktif di enterosit; 5). Motilitas dan waktu transit
usus abnormal 6). Gangguan permeabilitas usus; 7). Inflamasi dinding usus,
disebut diare inflamatorik; 8). Infeksi dinding usus, disebut diare infeksi.

 Berak encer
Diare dikarenakan bakteri non invasive
Dimana bakteri ini tidak merusak mukosa usus, missal V.cholerae Eltor.
Enterotoxigenic E.coli (ETEC) dan C. Perfringens. V. Kolera eltor mengeluarkan
toksin yang terikat pada mukosa usus halus 15-30 menit sesudah diproduksi
vibrio. Enterotoksin ini menyebabkan kegiatan berlebihan nikotinamid adenin
dinukleotid pada dinding sel usus, sehingga meningkatkan kadar adenosisn 3,5'-
siklik monofosfat (siklik AMP) dalam sel yang menyebabkan sekresi aktif anion
klorida kedalam lumen usus yang diikuti oleh udara, ion bikarbonat, kation
natrium dan kalium.

 Berak encer disertai darah


Diare karena bakteri/parasite invasif
Bakteri yang dapat merusak mukosa usus antara lain E.coli Enteroinvasive
(EIEC), Salmonella, Shigella, Yersinia, C.perfringens tipe C. Diare disebabkan
oleh kerusakan dinding usus berupa nekrosis dan ulserasi. Sifat diarenya
sekretorik eksudatif. Cairan diare dapat tercampur lendir dan darah.
 Berak encer masih berampas

Virus atau bakteri dapat masuk ke dalam tubuh bersama makanan dan
minuman. Virus atau bakteri tersebut akan sampai ke sel–sel epitel usus halus dan
akan menyebabkan infeksi, sehingga dapat merusak sel-sel epitel tersebut. Sel–sel
epitel yang rusak akan digantikan oleh sel-sel epitel yang belum matang sehingga
fungsi sel–sel ini masih belum optimal. Selanjutnya,vili–vili usus halus
mengalami atrofi yang mengakibatkan tidak terserapnya cairan dan makanan
dengan baik. Cairan dan makanan yang tidak terserap akan terkumpul di usus
halus dan tekanan osmotik usus akan meningkat. Hal ini menyebabkan banyak
cairan ditarik ke dalam lumen usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan
merangsang usus untuk mengeluarkanya sehingga timbul diare. Sehingga berak
encer masih berampa diakibatkan dari makanan atau zat yang tidak dicerna
dengan baik tadi dan langsung dikeluarkan.

4. jelaskan penyakit-penyakit dengan gejala diare berdarah pada anak

a. Diare

Buang air besar dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair(setengah
padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 gram atau
200 ml//24 jamm. Definisi lain memakai kriteria frekuensi, yaitu buang air besar
encer lebih dari 3 kali perhari.

b. Kolitis

Adalah suatu peradangan akut atau kronik pada kolon, yang berdasarkan
penyebabnya dapat diklasifikasikan sebagai : 1)colitis infeksi, misalnya :
shigellosis, colitis tuberculosis, colitis amoeba, colitis pseudomembbran, colitis
karena virus/bakteri/parasite lain. 2) colitis non infeksi, misalnya colitis ulseratif,
penyakit crohn’s, colitis radiasi, colitis sistemik, colitis mikroskopik, colitis non
spesifik

c. Disentri basiler

Disentri merupakan penyakit radang usus yang menimbulkan gejala


meluas, tinja lendir bercampur darah. Penyakit ini disebabkan oleh parasit dan
bakteri, yaitu Entamoeba histolytica dan Shigella spp. Dimana transmisi bisa
melalui fecal-oral yaitu dari makanan / air yang terkontaminasi serta kontak dari
orang ke orang. Namun menurut World Gastroenterology Organization global
guidelines 2005, penyebab diare dapat dibedakan menjadi 4, yaitu infeksi bakteri,
virus, parasit, dan non infeksi.

d. Invaginasi

Invaginasi adalah suatu keadaan dimana segmen usus masuk ke dalam


segmen lainnya, yang pada umumnya berakibat dengan terjadinya obstruksi
ataupun strangulasi. Invaginasi sering disebut juga sebagai intussusepsi.
Umumnya bagian yang proximal (intussuseptum) masuk ke bagian distal
(intususepien).

e. Salmonelitis

Salmonellosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri


Salmonella spp. Dan dapat menyerang baik pada hewan maupun manusia atau
zoonosis. Kebanyakan tipe Salmonella dapat menyebabkan penyakit pada
manusia. Salmonellossis pada manusia ada 2 macam yaitu tifoid dan non tifoid.
Salmonellosis-tifoid meliputi demam tifoid (thyphoid fever) dan demam paratifoid
(parathyphoid fever) yang disebabkan oleh masing-masing Salmonella typhi dan
Salmonella paratyphi A dan B. Sedang salmonellosis-non tifoid biasanya
disebabkan oleh serovar-serovar Salmonella yang tidak mempunyai hospes
spesifik.
5. Jelaskan mengapa anak sangat rewel, tidak mau makan dan minum,
mengeluh sakit perut, dan muntah dua kali selama sakit!

Anak sangat rewel, tidak mau makan dan minum, mengeluh sakit perut
dan muntah merupakan manifestasi gejala yang terjadi sebagai akibat dari berak
encer yang dirasakan sejak 2 hari yang lalu. Kondisi anak yang rewel disebabkan
oleh ketidaknyamanan yang dirasakan pada area abdomen yang diakibatkan oleh
adanya gangguan pencernaan dalam hal ini, dicurigai adanya peradangan. Adanya
keluhan nyeri perut yang dirasakan disebabkan oleh adanya peradangan pada sel-
sel epitel atas yang diserang dan dihancurkan oleh patogen atau penyebab
penyakit. Serangan ini juga dapat menyebabkan terjadinya ulserasi (luka terbuka
yang mungkin sulit untuk sembuh) pada bagian usus besar, sehingga akan
menimbulkan rasa tidak enak atau rasa nyeri pada area perut. Sedangkan gejala
muntah yang terjadi setelah berak encer sejak 2 hari yang lalu ini, disebabkan oleh
lambung yang turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam-basa dan
elektrolit. Dimana diketahui bahwa, pada keadaan berak encer yang terus menerus
dapat menyebabkan terjadi dehidrasi dan akan mengganggu dari pada
keseimbangan asam basa dalam tubuh, sebab banyak zat elektrolit yang terbuang
oleh tubuh bersamaan dengan berak encer tersebut.

6. Jelaskan interpretasi dari hasil pemeriksaan fisik

 suhu 38,30C
Hubungan berak darah dengan suhu 38,30C (demam) karena pada penyakit
ini terjadi reaksi inflamasi sehingga terjadi mekanisme berikut ini:

 perut kembung
Produksi Gas yang berlebihan: Produksi gas yang berlebihan oleh bakteri-
bakteri adalah penyebab umum dari kembung/pembesaran perut sekali-kali
(intermittent). Bakteri-bakteri dapat memproduksi terlalu banyak gas dalam tiga
cara.
Jumlah gas yang diproduksi oleh bakteri-bakteri bervariasi dari individu
ke individu. Dengan kata-kata lain, beberapa individu mungkin mempunyai
bakteri-bakteri yang menghasilkan lebih banyak gas, barangkali karena ada lebih
banyak bakteri-bakteri atau karena bakteri-bakteri tertentu mereka adalah lebih
baik dalam menghasilkan gas.
Mungkin ada pencernaan dan penyerapan makanan yang kurang baik
didalam usus kecil, mengizinkan lebih banyak makanan yang tidak tercerna
mencapai bakteri-bakteri di usus besar. Lebih banyak bakteri-bakteri mendapat
makanan yang tidak tercerna, lebih banyak gas yang mereka hasilkan. Contoh-
contoh dari penyakit-penyakit yang melibatkan pencernaan dan penyerapan yang
buruk termasuk intoleransi (ketidaktoleranan) lactose, kekurangan pankreas, dan
penyakit celiac.
Pertumbuhan bakteri yang berlebihan dapat terjadi didalam usus kecil.
Dibawah kondisi-kondisi normal, bakter-bakteri yang menghasilkan gas dibatasi
pada usus besar. Pada beberapa kondisi-kondisi medis, bakteri-bakteri ini
menyebar kedalam usus kecil. Ketika penyebaran bakteri ini terjadi, makanan
mencapai bakteri-bakteri sebelum ia dapat dicerna dan diserap dengan sempurna
oleh usus kecil. Oleh karenanya, bakteri-bakteri didalam usus kecil mempunyai
banyak sekali makanan yang tidak tercernsa dari mana gas-gas dibentuk. Kondisi
ini dimana bakteri-bakteri penghasil gas bergerak kedalam usus kecil disebut
pertumbuhan bakteri yang berlebihan dari usus kecil.
Produksi gas yang berlebihan oleh bakteri-bakter biasanya diiringi oleh
buang gas yang lebih banyak. Peningkatan buang gas mungkin tidak selalu
terjadi, bagaimanapun, karena gas secara potensi dapat dieliminasi dalam cara-
cara lain - penyerapan kedalam tubuh, penggunaan oleh bakteri-bakteri lain, atau
mungkin, oleh eliminasi pada malam hari tanpa sepengetahuan dari pembuang
gas.
 mata tampak cekung
Mata tampak cekung karena kehilangan cairan dan elektrolit
berlebih.Tubuh manusia 70%-85% disusun oleh air. Setiap sel disusun oleh air
seperti cairan intrasel,ekstrasel,dan intraseluler.begitupula dengan jaringan tubuh
sebagian besar disusun oleh air sehingga pada keadaan dehidrasi maka sel-sel
akan menciut,mengkerut,mengecil, dan menjadi cekung.karena palpebra mata
terdiri dari jaringan ikat longgar maka manifestasi yang tampak adalah mata
menjadi cekung.

7. Interpretasi ditemukan darah pada pemeriksaan colok dubur,


Digital rectal examination pada perdarahan gastrointestinal dapat
membantu mendeteksi adanya gross blood, darah yang bercampur tinja, atau
melena. Darah pada sarung tangan berwarna merah segar kemungkinan berasal
dari saluran gastrointestinal bawah, sedangkan bila berwarna kehitaman berasal
dari saluran gastrointestinal atas. Bila pada pemeriksaan ditemukan melena di
pasien dengan perdarahan gastrointestinal atas (nonvariseal) maka risiko
perdarahan ulang dan mortalitas lebih tinggi.

8. jelaskan Langkah Langkah diagnosis, anamnesis dan pemeriksaan fisik apa


yang masih kurang pada scenario dalam menegakkan diagnosis dan
penatalaksanaan pada pasien ?

A. Anamnesis
 Yang belum ditanyakan Riwayat Penyakit Anak :
1. Tanyakan apakah bayi di beri ASI Apakah bayi mendapat susu formula?
2. Tanyakan apakah diare berhubungan dengan pemberian makanan?
3. Apakah ada mengkomsumsi antibiotika?
4. Apakah disertai dengan anoreksia?
5. Bagaimana buang air kecilnya ?
6. Apakah berwarna seperti teh?
7. Apakah disertai batuk dan sesak nafas?
8. Dari mana asal sumber air minum ? Sumur atau ledeng?
9. Bila sumur, berapa jarak antara sumur dengan tempat MCK?
10. Apakah MCK milik pribadi atau dipergunakan bersama-sama?
11. Kebiasaan memasak, cuci tangan dan makan makanan luar (jajan)?
12. Tanyakan tentang kebersihan rumah dan lingkungannya
13. Keadaan kesehatan anak sebelum sakit sekarang: bagaimana nafsu
makannya?
 Apakah sering menderita sakit?
 Penyakit apa yang pernah diderita?
 Tanyakan riwayat imunisasinya
20. Apakah ada yang menderita diare di lingkungan keluarga/tetangga/sekolah?
 Adakah kontak dengan penderita batuk lama/berdarah?
 Adakah kontak dengan penderita sakit kuning?

B. Pemeriksaan Fisis yang kurang :


1. Apakah ada tanda-tanda dehidrasi?
2. Lihat mata: cekung?
3. Periksa konjungtiva palpebra: anemis?
4. Periksa bibir dan lidah: kering? pucat?
5. Periksa leher: TVJ? Pembesaran kelenjar? Jika di leher ada limfadenopati,
sebutkan: ukuran, kons-istensi, perlekatan/tidak, dan rasa sakit
6. Periksa jantung: bunyi jantung redup atau tidak?
7. Periksa paru: adakah ronki? Atau kelainan yang lain?
8. Periksa abdomen: distensi? sakit daerah abdomen yang difus? Hepatomegali?
Splenomegali? turgor? Bising usus?

C. Pemeriksaan Lab yang Kurang :


1. pemeriksaan darah rutin
2. pemeriksaan air seni rutin
3. pemerikssaan tinja rutin
4. pemeriksaan elektrolit darah
5. foto X-ray abdomen

9. DD dan Ds

A. DISENTRI

Definisi Umum

Disentri merupakan penyakit diare yang terdapat darah di dalam feses.


Disentri sering juga digambarkan sebagai tanda dari diare dengan demam, kram
pada perut, tinja berlendir dan nyeri pada dubur. Pendarahan yang terjadi pada
anak anak biasanya adalah suatu tanda dari infeksi enterik yang invasif yang dapat
berdampak besar terhadap morbiditas dan kematian. 10 % dari semua kejadian
diare yang terjadi pada anak dibawah 5 tahun adalah disentri, dan merupakan
penyebab kematian dari diare hingga 15%. Selain itu, disentri juga didefinisikan
sebagai serangan akut diare yang berlangsung ≤ 14 hari dimana terdapat darah
dalam tinja, atau tanpa ada darah darah dalam tinja namun tinja berlendir.

Klasifikasi

 Disentri basiler atau shigellosis, yang disebabkan oleh infeksi bakteri Shigella.
 Disentri amuba atau amoebiasis yang disebabkan oleh infeksi Entamoeba
histolytica

Disentri Basiler

Definisi

Disentri basiler (Shigellosis) adalah penyakit infeksi usus akut yang secara
umum disebabkan oleh Shigella flexneri 70,6 %, Shigella sonnei 17,6 %, Shigella
boydii 5,9 %, dan Shigella dysenteriae 5,9 %. Anggota genus Shigella yang
memiliki persentase tertinggi sebagai penyebab disentri adalah Shigella flexner.

Epidemiologi

Laporan epidemiologi menunjukkan terdapat 600.000 dari 140 juta pasien


shigellosis meninggal setiap tahun di seluruh dunia. Data di Indonesia
memperlihatkan 29% kematian diare terjadi pada umur 1 sampai 4 tahun
disebabkan oleh disentri basiler.

Patologi

Patogenesis terjadinya diare pada Shigella spp menyerupai diare yang


disebabkan oleh enteroinvasif Escherichia coli (EIEC). Kolonisasi di ileum
terminal atau kolon (terutama kolon distal), kemudian menginvasi sel epitel
mukosa usus dan bereplikasi,sehingga memicu terjadinya infiltrasi sel PMN dan
nekrosis sel epitel mukosa yang kemudian membentuk ulkusulkus kecil, sehingga
eritrosit dan plasma keluar ke lumen usus dan bercampur dengan tinja.Shigella
spp memproduksi enterotoksin yang mengakibatkan hipersekresi usus sehingga
terjadi diare cair/diare sekresi. Selain itu S. dysenteriae type 1 juga memproduksi
eksotoksin (Shiga toxin) yang bersifat sitotoksik.

Salmonella spp dapat menginvasi mukosa usus seperti halnya Shigella


spp, terus masuk ke lamina propria sehingga menyebabkan infiltrasi sel radang
dan penyebaran ke kelenjar getah bening mesenterium, menyerang sistem
retikulo-endotelial (RES) dan dapat mengakibatkan infeksi sistemik.

Shigellosis menyebar dengan cara transmisi fecal-oral. Cara penularan lain


meliputi konsumsi makanan yang terkontaminasi atau air, kontak dengan benda
mati yang terkontaminasi, dan kontak seksual. Vektor seperti lalat dapat
menyebarkan penyakit dengan fisik mengangkut kotoran yang terinfeksi.
Sedikitnya 10 Shigella dysenteriae basil dapat menyebabkan penyakit klinis,
sedangkan 100-200 basil diperlukan untuk Shigella sonnei atau infeksi Shigella
flexneri. Virulen Shigella dapat menahan pH rendah asam lambung. Masa
inkubasi bervariasi dari 12 jam sampai 7 hari, tapi biasanya 2-4 hari; masa
inkubasi berbanding terbalik dengan beban bakteri. Penyakit ini menular selama
orang yang terinfeksi mengeluarkan organisme tersebut dalam tinja. pengeluaran
bakteri biasanya berhenti dalam waktu 4 minggu dari onset penyakit; jarang dapat
bertahan selama berbulan-bulan.

Faktor Resiko

Faktor resiko disentri basiler yaitu mengonsumsi makanan dan minuman


yang terkontaminasi, melalui tangan, serta peralatan makan yang tidak
dibersihkan dengan baik dan benar, dan penularan langsung dari orang ke orang.
Keadaan ini biasanya terjadi di daerah yang memiliki tingkat sanitasi buruk

Etiologi

Disentri basiler disebabkan oleh infeksi bakteri shigella (paling umum


ditemui). Namun demikian, bakteri Campylobacter, E. coli, dan Salmonella, juga
dapat menyebabkan disentri basiler.

Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis bervariasi mulai dari diare ringan tanpa demam, sampai
disentri hebat disertai demam dan tenesmus. Tenesmus merupakan nyeri perut
mulas melilit berkepanjangan, terlebih ketika buang air besar. Nyeri perut pada
anak atau bayi biasanya tidak terlihat dengan jelas, gejala yang tampak biasanya
menangis, rewel atau ekspresi nyeri lainnya.

Gejala disentri basiler bervariasi, seperti defekasi sedikit-sedikit hingga


terus-menerus, nyeri perut, muntah, nyeri kepala dan demam. Permulaan diare
encer tanpa darah, selanjutnya keadaan memberat dengan ditemukannya darah
dan lendir pada tinja (red currant jelly).
Shigellosis dapat menyebabkan tiga bentuk diare, disentri klasik berupa
diare disertai darah dan lendir, watery diarrhea ataupun kombinasi keduanya.
Masa inkubasi shigellosis 2-4 hari, bisa sampai 1 minggu.

Diagnosis

Diagnosis klinis disentri dapat ditegakkan dengan menemukan tinja bercampur


darah dan lendir.

1. Anamnesis

Deskripsi keluhan berupa lama diare, frekuensi, volume, konsistensi tinja,


warna, adanya darah atau lendir, bau, serta gejala nyeri perut, perut kembung,
adanya demam merupakan informasi penting dalam penegakan diagnosis. Gejala
disentri basiler bervariasi, seperti defekasi sedikit-sedikit hingga terus-menerus,
nyeri perut, muntah, nyeri kepala dan demam. Permulaan diare encer tanpa darah,
selanjutnya keadaan memberat dengan ditemukannya darah dan lendir pada tinja
(red currant jelly).

2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan tanda vital meliputi berat badan, suhu tubuh, frekuensi dan
kualitas nadi, pernapasan serta tekanan darah. Penentuan derajat dehidrasi
meliputi tingkat kesadaran, rasa haus, turgor kulit dan tandatanda dehidrasi
lainnya seperti ubun-ubun besar cekung atau tidak, mata cekung atau tidak,
adanya air mata atau tidak, mukosa mulut dan lidah kering atau basah, bising
usus, serta pemeriksaan akral dan capillary refilling time.
3. Laboratorium

Pemeriksaan darah lengkap, elektrolit serum dan analisis gas darah tidak
rutin dilakukan padasemua kasus disentri, sedangkan analisis tinja (termasuk tes
darah samar), kultur dan tes sensitifitas tinja terhadap antimikroba perlu dilakukan
untuk ketepatan diagnosis dan pengobatan. Diagnosis etiologi ditegakkan
berdasarkan penemuan bakteri ataupun parasit pada tinja, bahan pemeriksaan
sebaiknya tinja segar.

Pada disentri basiler secara makroskopis terlihat darah yang berwarna


merah segar bercampur tinja dan secara mikroskopis tampak eritrosit, leukosit, sel
makrofag yang banyak. Selain tinja segar, bahan pemeriksaan dapat diambil dari
rectal swab atau dari ulkus mukosa usus saat pemeriksaan endoskopi. Pada
kondisi spesimen tidak dapat diperiksa langsung, sebaiknya digunakan media
transpor karena Shigella peka terhadap suasana lingkungan. Koloni Shigella spp
tampak kecil, halus dan tidak berwarna, dapat ditanam pada agar Shigella-
Salmonela (SS), agar Endo, atau agar Mac Conkey

Tata Laksana

Disentri basiler dapat mengalami penyembuhan spontan dalam waktu 2-7


hari, tapi dapat menjadi septikemia bahkan kematian pada usia lebih muda dan
penderita dengan komplikasi lain seperti gizi buruk atau imunodefisiensi. Dalam
pemberian obat-obatan, harus diperhatikan bahwa obat-obat yang memperlambat
motilitas usus sebaiknya tidak diberikan karena adanya risiko untuk
memperpanjang masa sakit.

Lima pilar penatalaksanaan diare pada semua kasus diare yang diderita anak
balita baik yang dirawat dirumah atau di rumah sakit :

1. Rehidrasi dengan oralit baru

Penilaian dan koreksi terhadap status hidrasi dan keseimbangan elektrolit


pada penderita diare merupakan hal penting agar tidak terjadi komplikasi lanjut.
Upaya rehidrasi dengan cairan intravena pada kasus dehidrasi berat atau cairan
rehidrasi oral (oralit) untuk kasus dehidrasi sedang atau tanpa dehidrasi. Oralit
merupakan campuran dari air bersih, garam dan gula, sebagai pengganticairan dan
elektrolit yang keluar saat diare. Dosis oralit yang diberikan untuk anak berumur
kurang dari 2 tahun yaitu 50-100 ml tiap kali BAB dan untuk anak lebih dari 2
tahun diberikan 100-200 ml tiap BAB.

2. Suplementasi zinc

Berikan zinc selama 10-14 hari berturut-turut, meskipun anak telah


sembuh dari diare dengan dosis 10 mg/hari untuk usia dibawah 6 bulan dan 20
mg/hari untuk 6 bulan keatas. Suplementasi zinc dapat meningkatkan absorpsi air
dan elektrolit, serta meningkatkan regenerasi epitel usus sehingga mengurangi
durasi dari episode diare dan penurunan volume tinja.

3. ASI dan makanan lain tetap diteruskan

Pemberian diet tetap dilanjutkan sesuai dengan usia anak dan menu yang
diberikan saat anak sehat, berikan makanan lunak tinggi kalori dan protein
termasuk ASI selama diare, untuk mencegah malnutrisi.

4. Antibiotik selektif

Anak dengan diare berdarah harus dicurigai menderita shigellosis dan


mendapatkan terapi yang sesuai. Pengobatan dengan antibiotik yang tepat akan
mengurangi masa sakit dan menurunkan risiko komplikasi dan kematian.
Pemberian antibiotik harus disesuaikan dengan pola resistensi Shigella. Di
Amerika Serikat dan China ditemukan resistensi terhadap ampisilin dan
trimetoprim-sulfametoksazol (kotrimoksazol), dengan tingkat resistensi lebih
tinggi di Asia dan Afrika dibanding Amerika dan Eropa.Terdapat beberapa
laporan resistensi kotrimoksazol di Indonesia. Dari empat Rumah Sakit di Jakarta
didapatkan hampir 87 % dari 50 penderita shigellosis resisten terhadap
kotrimoksazol. Kotrimoksazol diberikan dengan dosis trimetoprim 5-
10mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 kali pemberian, selama 5 hari dan ampisilin
100mg/kgBB/haridibagi dalam 4 dosis.

Penggantian antibiotik harus dipertimbangkan, bila dalam 2 hari tidak


terjadi perbaikan. Antibiotik alternatif lain yang dapat diberikan :

 Gongan macrolide yaitu azithromycin 10 mg/kgBB/hari satu kali sehari selama 3


hari diberikan per oral.

 Golongan sefalosporin generasi ketiga yaitu ceftriaxone satu kali sehari 50


mg/kgBB/hari iv atau im selama 3-5 hari, dan cefixime 8mg/kgBB/hari per oral
dibagi dalam 2 dosis.

 Golongan quinolone generasi pertama yaitu nalidixic acid 55mg/kgBB/hari per


oral dibagi dalam 4 dosis juga efektif untuk shigellosis.

 Golongan fluoroquinolone yaitu ciprofloxacin 15 mg/kgBB diberikan dua kali


sehari selama 3 hari

5. Edukasi atau penyuluhan kepada orangtua atau pengasuh, mencakup tindakan bila
anak diare dan kapan harus kembali ke fasilitas kesehatan

Komplikasi

Komplikasi yang terjadi dapat ringan sampai berat mengancam jiwa,


berupa dehidrasi, gangguan elektrolit, kejang dan hipovolemia. Abses intestinal
dapat terjadi pada infeksi Shigella, serta dapat memicu perforasi usus dan
peritonitis

Pencegahan
Pemberian ASI/makanan yang benar, menjaga higiene dan sanitasi pribadi
serta lingkungan terbukti efektif dalam pencegahan disentri. Mencuci tangan
terutama sebelum makan dan penyiapan makanan, sesudah buang air besar dan
penyediaan sumber air bersih, sarana MCK yang memenuhi standar penting
dalam mencegah penularan

Disentri Amoeba

Definisi

Disentri amuba adalah penyakit infeksi saluran pencernaan akibat


tertelannya kista E. histolytica yang me-rupakan mikroorganisme an-aerob bersel
tunggal dan bersifat pathogen. Entamoeba histolytica (E. histolytica) merupakan
penyebab disentri pada anak yang usianya di atas lima tahun dan jarang
ditemukan pada balita.

Epidemiologi

Disentri amuba dapat ditemukan di seluruh dunia, bersifat kosmopolit


dengan insiden vervariasi antara 3-10%, umumnya terdapat di wilayah tropis dan
sub-tropis dengan tingkat sosio-ekonomi rendah dan hygiene-sanitasi yang buruk
I, 10, 16 Namun di daerah dengan iklim dingin dan kondisi sanitasi yang buruk,
tingginya angka kejadian penyakit setara dengan di daerah tropis. Insiden
tertinggi disentri amuba ditemukan pada kelompok usia 10-25 tahun. Amebiasis
jarang terjadi pada usia di bawah 5 tahun dan terutama di bawah usia 2 tahun.
Pada usia di bawah 5 tahun kasus disentri umumnya disebabkan oleh shigella
(disentri basiler). Di negara beriklim tropis banyak didapatkan strain patogen
dibandingkan dengan negara maju yang beriklim sub tropis, kemungkinan
timbulnya kejadian ini dikarenakan faktor diet rendah protein di samping
perbedaan strain amuba.
Di Indonesia, amebiasis intestinal banyak dijumpai secara endemis dengan
angka insidens yang cukup tinggi berkisar antara 10-18%, pada beberapa survei
yang dilakukan kepada anak sekolah menunjukkan frekuensi antara 0,2-50%.7
Berdasarkan hasil pemeriksaan rutin spesimen tinja pasien yang berkunjung ke
rumah sakit dengan gejala diare, diketahui 39,6% adalah disentri amuba. Dari
berbagai survei parasit intestinal, hasil pemeriksaan tinja diketahui prevalensi
amebiasis antara 1-14%. Demikian juga studi serologis di daerah perkotaan
diperoleh angka yang positif sebesar 1,6%--34%.19. Hasil studi di Jawa Tengah
diketahui angka seropositif E. histolytica di daerah urban bervariasi dari 4%- 34%
dengan rata-rata 18%.20 Di Medan penyakit ini cenderung endemik, meski tidak
menimbulkan epidemi, namun dari catatan RS Pimgadi Medan diperkirakan
terdapat 500 kasus per tahunnya atau 3,2% menderita disentri amuba. Dari studi
yang dilakukan di 7 desa di Kalimantan Selatan pada tahun 1975, ditemukan 12%
dari tinja penduduk positif E. histolytica/i Pada tahun 1988-1990, telah dilakukan
studi retrospektif pada penderita rawat inap di bangsal RSUD Wamena, dari 2.160
penderita rawat inap sebanyak 235 penderita (10,8%) menderita amebiasis.f Pada
tahun 2002, pada saat musim hujan, suatu survei tinja (stool survey) di 6 desa
pada kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan, diperoleh 238 penduduk
positif E. histolytica dari 1.520 penduduk (15,8%); selanjutnya dilakukan lagi
survei pada tahun 2003 di tempat yang sama, saat musim kemarau, diperoleh 53
penduduk positif E. histolytica dari 889 penduduk yang diperiksa.

Etiologi

Disentri amuba disebabkan oleh infeksi parasit bersel satu,


yaitu Entamoeba histolytica. Umumnya, daerah dengan sanitasi yang buruk
merupakan tempat dimana amuba sering ditemui. Komplikasi pada organ hati,
yang berupa abses hati bisa disebabkan karena disentri amuba.

Patologi

Dalam pH asam, kista E. histolytica tidak berkembang, namun jika dalam


suasana pH basa kista aktif berkembang menjadi 4 stadium trofozoit metakistik
dan kemudian berkembang lebih lanjut menjadi trofozoit di dalam usus besar.
Infeksi oleh protozoa ada dalam 2 bentuk yaitu bentuk kista yang infektif dan
bentuk lain yang lebih rapuh, berupa trofozoit yang patogen.

Dalam siklus hidupnya E. histolytica memiliki stadium yang berbentuk


trofozoitprakista-kista-metakista. Trofozoit berukuran diameter 10-60 um,
ditemukan di bagian bawah usus halus, namun lebih sering berada di kolon dan
rektum yang melekat pada bagian mukosa. Trofozoit yang ditemukan pada tinja
encer penderita disentri berukuran lebih besar dibandingkan dengan trofozoit
yang ditemukan pada tinja padat penderita yang asimptomatik. Bagi penderita
disentri, dalam sitoplasma yang ada pada stadium trofozoit dapat terlihat sel darah
merah, sehingga hal ini menjadikan suatu gambaran khas dalam mendiagnosis E.
histolytica didalam usus trofozoit membelah diri secara a-sexual, masuk ke dalam
mukosa usus besar. Di dalam dinding usus besar tersebut trofozoit terbawa aliran
darah menuju hati, paru, otak dan organ lain. Hati merupakan organ yang kerap
diserang selain usus, sehingga menyebabkan kerusakan hati dikarenakan trofozoit
memakan sel parenkhim hati. Trofozoit dalam saluran pencernaan akan
melakukan pemadatan dan berubah bentuk menjadi pra-kista yang berbentuk
bulat.

Bentuk kista bersifat non-patogen tetapi dapat berubah menjadi infektif


bagi manusia. Hewan mamalia lain seperti anjing dan kucing dapat juga
terinfeksi. Kista dihasilkan jika kondisi sekitamya tidak memungkinkan untuk
kehidupan trofozoit. Inti kista dapat membelah menjadi empat dengan ukuran
berkisar 10-20 um, kondisi ini terjadi jika bentuk kista menjadi matang Kista
dikeluarkan bersama tinja. Selama dalam saluran pencernaan, dalam suasana
asam tidak terjadi perkembangan, namun dalam pH basa atau netral, kista menjadi
aktif, berkembang menjadi 4 stadium trofozoit metakistik dan selanjutnya menjadi
trofozoit di dalam usus besar. 10 Adanya dinding kista, menyebabkan bentuk
kista dapat bertahan terhadap adanya pengaruh lingkungan yang buruk yang
berada di luar tubuh manusia. Stadium kista sangat tahan terhadap kondisi
lingkungan yang buruk dan tetap bertahan di tanah selama 8 hari pada suhu 28--
34°C, 40 hari pada suhu 2--6°C, dan 60 hari pada suhu O°C.6 ,9 Kista sangat
tahan terhadap bahan kimia tertentu namun dapat dihancurkan dalam asam asetat
5-10% dan iodine 200 ppm. Sedangkan dalam air dapat bertahan sampai 1 bulan
dan dalam tinja kering sampai 12 hari. Selain itu kista dapat dihilangkan dengan
filtrasi pasir atau dimatikan dengan direbus, filtrasi dilakukan dengan
menggunakan tanah yang mengandung diatomaceaus.

Dalam keadaan an-aerob, E. histolytica tumbuh optimal dan


memperbanyak diri. Jika menginvasi dinding usus, trofozoit mencapai ukuran
yang paling besar dan sering ditemukan adanya sel darah merah. Trofozoit
mampu menghancurkan sel darah merah ketika terjadi kontak Galur yang patogen
biasanya menelan jumlah sel darah merah lebih banyak dan mempunyai gambaran
elektroforetik isoenzim berbeda dari strain yang non-patogen 9. Pra-kista akan
terbentuk ketika keadaan metabolik menjadi tidak cocok sehingga dimulai lagi
awal dari siklus hidup.

Entamoeba histolytica merupakan protozoa komensal usus, ada dalam dua


bentuk, trofozoit atau kista, dapat menginvasi dinding usus dan menyerang hati,
paru dan otak. Perubahan Entamoeba histolytica menjadi patogen diduga karena
faktor kerentanan penderita, keganasan mikroba ataupun lingkungan yang
mendukung terjadinya infeksi. Entamoeba histolytica masuk ke saluran cerna
berupa kista dan kemudian mengeluarkan bentuk trofozoit yang menginvasi sel
epitel mukosa sampai submukosa usus, mengakibatkan nekrosis jaringan mukosa
usus, sehingga menimbulkan ulkus-ulkus yang dapat melebar dan saling
berhubungan sehingga membentuk sinus-sinus submukosa yang mengakibatkan
malabsorpsi karena kerusakan permukaan absorpsi sehingga terjadi diare osmotic.

Faktor Resiko

Banyak faktor yang dapat meningkatkan insidens amebiasis, antara lain


keadaan kurang gizi, kondisi iklim tropis, turunnya daya tahan tubuh, stress,
adanya perubahan flora bakteri di kolon, infeksi bakteri di kolon, adanya trauma
di mukosa kolon, pencandu alkohol, dan faktor genetik. Keadaan kurang gizi,
turunnya daya tahan tubuh, stress dan pecandu alkohol pada penderita amebiasis
merupakan faktor-faktor yang dapat memperparah penderita dan menimbulkan
kematian. Di negara-negara yang baru berkembang, anak-anak dengan kondisi
kurang gizi sangat mudah terserang infeksi. Sering diawali dengan diare ringan
dan hilangnya nafsu makan, selanjutnya diikuti dengan melemahnya tubuh.
Kondisi ini menyebabkan berkurangnya jumlah makanan yang masuk serta
mengakibatkan mal-absorpsi, padahal anak tersebut sudah menderita kekurangan
gizi. Lebih kurang 15% dari semua kasus diare tersebut terdapat pada anak kurang
gizi dan sering timbul setelah anak -anak menderita campak.

Gejala Klinik

Untuk penderita disentri amuba, gejala dapat timbul 10 hari sejak


pengidap terinfeksi dan dapat disertai dengan gejala menggigil, hilang nafsu
makan, penurunan berat badan, nyeri saat buang air besar, serta perdarahan pada
dubur. Amebasis intestinal akut gejalanya berlangsung kurang dari satu bulan.
Pada penderita amebiasis intestinal akut, gejala mulainya infeksi terjadi secara
perlahan, nyeri pada bagian abdomen paling bawah dan paling sering pada
kuadran kanan bawah, rasa tidak enak pada perut dan seringnya keinginan untuk
buang air besar. Tinja akan berbentuk lunak, berair, dan berisi sejumlah darah dan
lendir. Kombinasi adanya darah dalam tinja, nyeri perut dan seringnya keinginan
buang air besar merupakan ciri khas terkenanya disentri amuba. Diare yang terjadi
disertai darah dan lendir dan dapat terjadi sampai 10 kali/hari.

Sekitar sepertiga penderita amebiasis intestinal akut mulai dengan diare


yang banyak mengandung darah dan lendir disertai gejala demam tinggi. Untuk
itu memang perlu pemeriksaan laboratorium guna membedakan dengan penderita
disentri basiler." Penderita amebiasis akut yang tidak diobati akan sembuh dengan
sendirinya. Kondisi seperti inilah yang menyebabkan seseorang menjadi penderita
amebiasis kronik Penderita amebiasis kronik umumnya menderita kejadian diare
bercak berdarah, kehilangan berat badan dan nyeri pada bagian abdomen yang
samar-samar. Penderita penyakit disentri amebiasis yang tanpa gejala, tanpa
disadari merupakan sumber infeksi yang penting sebagai carrier. Carrier dapat
mengeluarkan berjuta-juta kista dalam satu hari. Carrier pada penjamah makanan
yang menghasilkan kista amuba merupakan sumber penyebar infeksi yang
penting ke manusia lainnya.

Diagnosis

Diagnosis pasti disentri amuba ditentukan dengan adanya trofozoit atau


kista di dalam feses atau trofozoit di dalam pus hasil aspirasi atau dalam spesimen
jaringan. Semua penderita tersangka amebiasis sebaiknya dilakukan pemeriksaan
feses 3-6 kali untuk menemukan trofozoit atau kista. Pemeriksaan trofozoit
sebaiknya dilakukan maksimum dalam 1 jam sejak feses diambil, bila tidak
memungkinkan maka sebaiknya disimpan dalam lemari es. Identifikasi trofozoit
Entamuba histolytica memerlukan tenaga yang berpengalaman, karena trofozoit
kadang-kadang tidak ditemukan dalam feses. Leukosit dan makrofag yang telah
memfagosit eritrosit dapat dikelirukan dengan trofozoit.

Diagnosis amebiasis ekstraintestinal sulit untuk ditegakkan, tinja yang diperiksa


sering negatif terhadap adanya trofozoit dan kista. Pada pemeriksaan fisik yang
paling sering ditemukan adalah kondisi abdomen yang lunak pada kuadran atas
kanan, diagnosis yang pasti adalah dengan melakukan aspirasi jarum rongga abses
yang akan menemukan bahan berwarna coklat atau merah coklat. Amoebiasis
ekstraintestinal dapat juga dijumpai di penis, vulva, perineum, kulit dekat hati,
kulit dekat kolon atau di tempat lain yang berupa ulkus dengan bagian tepi yang
tegas, sakit dan mudah berdarah. Jika ditemukan di otak biasanya menunjukkan
berbagai tanda dan gejala seperti abses atau tumor otak, hanya hal ini baru dapat
terdiagnosis pada saat otopsi otak.

Pengobatan

Sampai pertengahan abad ke 20 beberapa obat untuk disentri amuba antara


lain adalah emetin hidrokhlorin, quinin, khloroquin dan dehidroemetin. Tahun
1966, dilaporkan bahwa metronidazol sangat baik untuk pengobatan amebiasis.
Obat yang digunakan untuk penderita amebiasis seyogyanya punya sifat antara
lain bekerja sebagai tissue amoebicide, diserap langsung ke dalam mukosa usus
dan segera membunuh amuba, serta efektif membunuh kista dan trofozoit

Penanganan paling baik adalah yang didasarkan pada pemeriksaan tinja


rutin atau hasil laboratorium tinja, jika positif adanya amuba maka diberikan
Metronidazol dengan dosis 50mg/kg/BB dengan frekuensi 3 kali sehari dan durasi
pemberian selama 5 hari. Metronidazol merupakan obat pilihan karena terbukti
efektif membunuh E. histolytica baik yang berbentuk kista atau pun trofozoit.
Metronidazol memberikan efek samping yang bersifat ringan seperti mual,
muntah dan pusing. Pemberian obat metronidazol pada anak-anak di RS Pimgadi
Medan menunjukkan hasil yang memuaskan dan tidak dijumpai efek samping
yang berarti pada saat pemberian maupun saat evaluasi. Pengobatan dengan
pemberian metronidazol bersamaan dengan emetin temyata memberikan hasil
yang lebih baik dengan tidak ditemukannya kista/trofozoit pada pemeriksaan tinja
pada 62,5% penderita.

Penderita amebiasis dengan abses hati yang disertai demam yang berlanjut
72 jam sesudah terapi dengan metronidazol, dapat dilakukan aspirasi non-bedah.
Selain itu klorokuin dapat ditambahkan pada pengobatan dengan metronidazol
atau dehidroemetin untuk pengobatan abses hati yang sulit disembuhkan. Selama
kehamilan trisemester pertama, sebaiknya jangan menggunakan metronidazol,
namun belum ada bukti adanya teratogenisitas pada manusia

Kompikasi

Entamoeba histolytica selain menginvasi dinding usus, juga dapat


menyerang hati, paru dan otak.

Pencegahan

Kondisi higiene perorangan dan sanitasi lingkungan merupakan faktor


utama pencegahan disentri amuba. Selain itu faktor perilaku dari individu dalam
menjalani pola hidup bersih dan sehat merupakan hal penting dalam menghindari
infeksi amebiasis intestinal. Pada prinsipnya pencegahan penyebaran infeksi
amebiasis adalah terputusnya rantai penularan dari sumber infeksi (tinja) ke
manusia. Ada dua aspek utama pencegahan yaitu dari aspek higiene perorangan
dan sanitasi lingkungan. Higiene perorangan lebih terfokus dalam hal perilaku
individu dalam upaya memutus rantai penularan. Sedangkan sanitasi lingkungan
fokus pencegahan terletak dalam hal rekayasa lingkungan dalam mengisolir
sumber infeksi.

Pencegahan terhadap aspek higiene perorangan adalah

1. Mencuci tangan dengan sabun setelah keluar dari kamar kecil dan
sebelum menjamah makanan.
2. Mengkonsumsi air minum yang sudah dimasak (mendidih). Jika minum
air yang tidak dimasak, dalam hal ini air minum kemasan hendaknya
diperhatikan tutup botol atau gelas yang masih tertutup rapi dan tersegel
dengan baik.
3. Tidak memakan sayuran, ikan dan daging mentah atau setengah matang.
4. Mencuci sayuran dengan bersih sebelum dimasak.
5. Mencuci dengan bersih buah-buahan yang akan dikonsumsi.
6. Selalu menjaga kebersihan tangan dengan mencuci tangan secara teratur
dan menggunting kuku.
7. Mencuci alat makan (piring, sendok, garpu) dan alat minum (gelas,
cangkir) dengan menggunakan sabun dan dikeringkan dengan udara.
Jika menggunakan kain lap, hendaknya menggunakan kain lap yang
bersih dan kering.
8. Mencuci dengan bersih alat makan-minum bayi/anak-anak dan
merendam dalam air mendidih sebelum digunakan.
9. Bagi para pengusaha makanan (restoran, katering) menerapkan aturan
yang ketat dalam penerimaan terhadap calon penjamah makanan (food
handler) yang akan bekerja dengan mensyaratkan pemeriksaan tinja
terhadap kemungkinan adanya carrier atau penderita asimptomatik pada
para calon penjamah makanan. Selama para penjamah makanan tersebut
bekerja, minimal 6 bulan sekali dilakukan pemeriksaan tinja.
10. Membuang kotoran, air kotor dan sampah organik secara baik dengan
tidak membuangnya secara sembarangan.
11. Segera berobat ke petugas kesehatan jika frekuensi buang air meningkat,
sakit pada bagian abdomen dan kondisi tinja encer, berlendir dan
terdapat darah. Sebelum berobat atau minum obat, minum cairan
elektrolit guna mencegah timbulnya kekurangan cairan tubuh.

Pencegahan terhadap aspek sanitasi lingkungan adalah

1. Pembuangan kotoran manusia yang memenuhi syarat. Prinsip pembuangan


kotoran manusia yang memenuhi syarat adalah tinja yang dibuang terisolir
dengan baik sehingga tidak dihinggapi serangga (lalat, kecoak! lipas), tidak
mengeluarkan bau, dan tidak mencemari sumber air.
2. Menggunakan air minum dari sumber air bersih yang sanitair (air ledeng,
pompa sumur dangkal atau dalam, penampungan air hujan).
3. Menghindari pemupukan tanaman dengan kotoran manusia dan hewan.
Jika menggunakan pupuk kandang dan kompos, pastikan bahwa kondisi
pupuk kandang atau kompos tersebut benar-benar kering.
4. Menutup dengan baik makanan dan minuman dari kemungkinan
kontaminasi serangga (lalat, kecoak), hewan pengerat (tikus), hewan
peliharaan (anjing, kucing) dan debu.

B. Invaginasi

Definisi

Invaginasi adalah suatu keadaan dimana segmen usus masuk ke dalam


segmen lainnya, yang pada umumnya berakibat dengan terjadinya obstruksi
ataupun strangulasi. Invaginasi sering disebut juga sebagai intussusepsi.
Umumnya bagian yang proximal (intussuseptum) masuk ke bagian distal
(intususepien).
Insiden

Insiden penyakit ini tidak diketahui secara pasti, masing-masing penulis


mengajukan jumlah penderita yang berbeda-beda. 70% kelainan ini umumnya
ditemukan pada anak-anak dibawah 1 tahun, tersering usia 6-7 bulan dan
frekuensinya menurun dengan bertambahnya usia. Umumnya invaginasi
ditemukan lebih sering pada laki-laki dengan perbandingan antara laki-laki dan
perempuan 3:2.

Invaginasi yang terjadi pada bayi prematur, sering menimbulkan salah


diagnosa dengan Necrotizing Entero Colitis (NEC), sehingga menyebabkan salah
atau tertundanya didalam penanganan intervensi bedah.

Etiologi

±90-95 % invaginasi pada anak < 1 tahun tak dijumpai adanya kelainan
pada ususnya yang dikenal dengan istilah infantile idiopathic intussusception.
Diduga karena penebalan dinding usus, terutama ileum terminal akibat hiperplasi
jaringan limfoid submukosa oleh peradangan virus yaitu adeno virus dan reovirus.
Penyebab lain pada anak > 2 tahun adalah divertikel meckeli, polyposus
neoplasma (leimioma dan leiomiosarkoma), haemangioma, dan lymphoma.
Namun dapat juga dijumpai kasus invaginasi setelah dilakukan tindakan
laparotomi yang dikenal dengan istilah post operative intussuseption. Faktor-
faktor yang dihubungkan dengan terjadinya invaginasi adalah:

1. Perubahan diet makanan,


2. Enteritis akut, dan
3. Perubahan musim

Patofisilogi

Suatu segmen usus berikut mesenterium atau mesokolon masuk ke lumen


usus bagian distal oleh suatu sebab. Proses selanjutnya adalah proses obstruksi
usus strangulasi berupa rasa sakit dan perdarahan peranal. Sakit mula-mula hilang
timbul kemudian menetap dan sering disertai rangsangan muntah. Darah yang
keluar peranal merupakan darah segar yang bercampur lendir. Proses obstruksi
usus sebenarnya sudah terjadi sejak invaginasi, tetapi penampilan klinik obstruksi
memerlukan waktu, umumnya setelah 10-12 jam sampai menjelang 24 jam.

Gambaran klinis

Secara klasik perjalanan invaginasi memperlihatkan gambaran sebagai


berikut : Anak atau bayi yang biasanya dengan keadaan gizi yang baik, tiba-tiba
menangis kesakitan, terlihat kedua kakinya terangkat ke atas, penderita tampak
seperti kejang dan pucat menahan sakit, serangan nyeri perut seperti ini
berlangsung dalam beberapa menit. Diluar serangan anak atau bayi kelihatan
seperti normal kembali, pada waktu itu sudah terjadi proses invaginasi.

Serangan nyeri perut datangnya berulang-ulang dengan jarak waktu 15-20


menit, lama serangan 2-3 menit. Pada umumnya selama serangan nyeri perut
diikuti dengan muntah berisi cairan dan makanan yang ada di lambung. Sesudah
beberapa kali serangan dan setiap kalinya memerlukan tenaga, maka di luar
serangan si penderita terlihat lelah dan lesu dan tertidur sampai datang serangan
kembali. Proses invaginasi yang belum terjadi gangguan pasase isi usus secara
total, anak masih dapat defekasi tetapi biasanya terjadi diare ataupun feses yang
lunak, kemudian feses bercampur darah segar dan lendir, kemudian defekasi
hanya berupa darah segar bercampur lendir tanpa feses.

Karena sumbatan belum total, perut belum kembung dan tidak tegang,
dengan demikian mudah teraba gumpalan usus yang terlibat invaginasi sebagai
suatu massa tumor berbentuk sosis di dalam perut di bagian kanan atas, kanan
bawah, atas tengah atau kiri bawah. Tumor lebih mudah teraba pada waktu
terdapat peristaltik, sedangkan pada perut bagian kanan bawah teraba kosong
yang disebut “dance’s sign” ini akibat caecum dan kolon terdorong ke distal, ikut
proses invaginasi.
Pembuluh darah mesenterium dari bagian yang terjepit meng-akibatkan
gangguan venous return sehingga terjadi kongesti, edem, hiperfungsi goblet sel
serta laserasi mukosa usus, ini memperlihatkan gejala buang air besar darah dan
lendir, tanda ini baru dijumpai sesudah 6-8 jam serangan sakit yang pertama kali,
kadang – kadang sesudah 12 jam. Buang air besar darah lendir ini bervariasi
jumlahnya dari kasus ke kasus, ada juga yang dijumpai hanya pada saat
melakukan colok dubur. Sesudah 18-24 jam serangan sakit yang pertama, usus
yang tadinya tersumbat partial berubah menjadi sumbatan total, diikuti proses
edem yang semakin bertambah, sehingga pasien dijumpai dengan tanda-tanda
obstruksi, seperti perut kembung dengan gambaran peristaltik usus yang jelas,
muntah warna hijau dan dehidrasi.

Oleh karena perut kembung maka massa tumor tidak dapat diraba lagi dan
defekasi hanya berupa darah dan lendir. Apabila keadaan ini berlanjut terus akan
dijumpai muntah feses, dengan demam tinggi, asidosis, toksis dan terganggunya
aliran pembuluh darah arteri, pada segmen yang terlibat menyebabkan nekrosis
usus, ganggren, perforasi, peritonitis umum, syok dan kematian.

Pemeriksaan colok dubur didapatkan:

 Tonus sfingter melemah, mungkin invaginasi dapat diraba berupa massa


seperti portio.
 Bila jari ditarik, keluar darah bercampur lendir.

Perlu perhatian bahwa untuk penderita malnutrisi gejala-gejala invaginasi


tidak khas, tandatanda obstruksi usus berhari-hari baru timbul, pada penderita ini
tidak jelas tanda adanya sakit berat, defekasi tidak ada darah, invaginasi dapat
mengalami prolaps melewati anus, hal ini mungkin disebabkan pada pasien
malnutrisi tonus yang melemah, sehingga obstruksi tidak cepat timbul.

Suatu keadaan disebut dengan invaginasi atypical, bila kasus itu gagal
dibuat diagnosis yang tepat oleh seorang ahli bedah, meskipun keadaan ini
kebanyakan terjadi karena ketidaktahuan dokter dibandingkan dengan gejala tidak
lazim pada penderita.
Diagnosis

1. Diagnosis klinis
Untuk menegakkan diagnosis invaginasi didasarkan pada anamnesis,
pemeriksaan fisik, laboratorium dan radiologi, tetapi diagnosis pasti dari suatu
invaginasi adalah ditemukannya suatu keadaan dimana segmen usus masuk ke
dalam segmen lainnya, pada saat dilakukan operasi laparotomi.
Gejala klinis yang menonjol dari invaginasi dikenal dengan “Trias
Invaginasi”, yang terdiri dari :
1) Nyeri perut yang datangnya secara tiba-tiba, nyeri bersifat serang
serangan, nyeri menghilang selama 10-20 menit, kemudian timbul lagi
serangan (colicky abdominal pain).
2) Teraba massa tumor di perut bentuk bujur pada bagian kanan atas, kanan
bawah, atas tengah, kiri bawah atau kiri atas (palpebra abdominal mass).
3) Buang air besar campur darah dan lendir ataupun terjadi diare (red currant
jelly stools).

Bila penderita terlambat datang ke rumah sakit, sumbatan atau obstruksi


pada usus yang disebabkan oleh invaginasi dapat menyebabkan perut sangat
menggembung atau distensi sehingga pada saat pemeriksaan sukar untuk meraba
adanya massa tumor, oleh karena itu untuk kepentingan diagnosis harus
berpegang kepada gejala trias invaginasi yang lainnya.

Mengingat invaginasi sering terjadi pada anak berumur di bawah 1 tahun,


sedangkan penyakit diare umumnya juga terjadi pada anak usia di bawah 1 tahun
maka apabila ada pasien datang berumur di bawah satu tahun dengan keluhan
sakit perut yang bersifat kolik sehingga anak menjadi rewel sepanjang hari atau
malam, ada muntah, buang air besar campur darah dan lendir maka dapat
dipikirkan kemungkinan terjadinya invaginasi.

2. Diagnosis penunjang
1) Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan darah rutin ditemukan peningkatan jumlah neutrofil
segmen (>70%).
2) Pemeriksaan Radiologi
 Foto polos abdomen: didapatkan distribusi udara didalam usus tidak
merata, usus terdesak ke kiri atas, bila telah lanjut terlihat tanda-tanda
obstruksi usus dengan gambaran “air fluid level”. Dapat terlihat “free air“
bila terjadi perforasi.
 Barium enema: dikerjakan untuk tujuan diagnosis dan terapi, untuk
diagnosis dikerjakan bila gejala-gejala klinik meragukan, pada barium
enema akan tampak gambaran cupping, coiled spring appearance.
 Ultrasonografi: pemeriksaan ultrasonografi menunjukkan gambaran target
sign pada potongan melintang invaginasi dan pseudo kidney sign pada
potongan longitudinal invaginasi.
 Pada infeksi rotavirus akut dijumpai gambaran lymphadenopathy dan
tampak penebalan dinding ileum distal. Penebalan dari dinding ileum distal
merupakan lead point terjadinya invaginasi. Karena itu rotavirus diduga
mempunyai kaitan dengan terjadinya invaginasi.
3. Diagnosis banding
 Gastro – enteritis, bila diikuti dengan invaginasi dapat ditandai jika
dijumpai perubahan rasa sakit, muntah dan perdarahan.
 Diverticulum Meckel, dengan perdarahan, biasanya tidak ada rasa nyeri.
 Disentri amoeba, pada keadaan ini diare mengandung lendir dan darah,
serta adanya obstipasi, bila disentri berat disertai adanya nyeri di perut,
tenesmus dan demam.
 Enterokolitis, tidak dijumpai adanya nyeri di perut yang hebat.
 Prolapsus recti atau Rectal prolaps, dimana biasanya terjadi berulang kali.
Pada colok dubur didapati hubungan antara mukosa dengan kulit perianal,
sedangkan pada invaginasi didapati adanya celah.

Penatalaksanaan
Perbaikan keadaan umum dikerjakan sebelum melakukan tindakan
pembedahan. Pasien baru boleh dioperasi apabila sudah yakin bahwa perfusi
jaringan telah baik. Pasang sonde lambung (NGT) untuk tujuan dekompresi dan
mencegah aspirasi. Rehidrasi cairan elektrolit dan atasi asidosis bila ada. Berikan
antibiotika profilaksis dan obat sedativa, muscle relaxan, dan atau analgetika bila
diperlukan. Tindakan yang dikerjakan oleh ahli bedah tergantung pada temuan
intra-operasi. Invaginasi sering ditemukan di daerah sekum, pada suatu segmen
ileum terminal yang berkaliber kecil menyusup masuk kedalam sekum yang
berkaliber lebih besar. Jenis invaginasi dapat berupa :

1) Invaginasi ileo-colica,
2) Invaginasi ileocaecal, dan
3) Invaginasi ileo-ileal.

Prognosis

Angka kekambuhan mencapai 5% bila dilakukan reduksi hidrostatik dan


2% bila dilakukan pembedahan.

Komplikasi

Bila tidak ditangani dengan baik maka invaginasi dapat menyebabkan


perforasi usus dan berlanjut menjadi peritonitis.

C. SALMONELISIS
Definisi
Salmonellosis adalah penyakit akibat infeksi bakteri Salmonella pada
saluran usus. Infeksi bakteri ystem lla, umumnya disebabkan oleh makanan atau
air yang terkontaminasi. Salmonella adalah yang paling umum di antara anak-
anak. Orang dengan ystem kekebalan tubuh, seperti orang dewasa yang lebih tua,
bayi, dan orang dengan AIDS, lebih mungkin untuk memiliki kasus yang parah.
Salmonellosis paling sering bermanifestasi sebagai gastroenteritis yang sembuh
sendiri. Itu disebabkan oleh Salmonella, genus dalam keluarga
Enterobacteriaceae.

Epidemiologi
Salmonella adalah salah satu penyebab paling umum dari penyakit
Foodborne di Eropa dan AS, dan merupakan salah satu dari empat penyebab
utama penyakit diare. Diperkirakan ada 9,4 juta penyakit FoodBorne di AS setiap
tahun, dengan sebagian besar penyakit disebabkan oleh norovirus (58%), diikuti
oleh penyakit non-tifoidSpesies Salmonella (11%). Salmonellosis diperkirakan
menyebabkan lebih dari 1,2 juta terkena setiap tahun di AS, dengan lebih dari
23.000 rawat inap dan 450 kematian. Bayi dan anak kecil berada pada risiko
tertinggi untuk penyakit tersebut, meskipun Salmonella adalah penyebab sering
gastroenteritis di kalangan orang dewasa juga. Selain itu, orang tua berisiko lebih
tinggi daripada muda hingga dewasa paruh baya. Orang-orang di usia ekstrem
juga berisiko mengalami komplikasi yang lebih parah.

Etiologi
Salmonellosis disebabkan oleh bakteri Salmonella. Salmonellosis terjadi
karena bakteri Salmonella yang terdapat pada makan makanan dan minuman yang
tercemar masuk kedalam saluran cerna dan menginfeksi usus sehingga
menyebabkan berbagai gejala-gejala terkait pencernaan. Salmonellosis juga dapat
ditularkan dari satu individu ke individu lain yang terkena penyakit salmonellosis.
Gejala mulai timbul 8–72 jam setelah bakteri masuk dan menginfeksi usus. Pada
umumnya gejala biasanya terjadi selama 4–7 hari. Dapat terinfeksi Salmonellosis
melalui makanan, terutama telur, daging sapi, daging unggas, buah-buahan, air
atau susu yang terkontaminasi. Makanan yang dimasak dapat mengurangi risiko
terinfeksi, tetapi tidak sepenuhnya menghilangkan risiko infeksi. Salmonellosis
dapat menular dari satu individu ke individu lain jika tidak mencuci tangan
setelah menggunakan toilet. Salmonellosis juga dapat berpindah dari hewan
peliharaan ke manusia.
Faktor resiko

Siapa saja bisa terserang bakteri Salmonella, terutama pada daerah


endemis seperti di Indonesia ini. Beberapa kelompok orang yang lebih
rentan terkena salmonellosis diantaranya:
 Usia. Usia yang rentan terinfeksi bakteri Salmonella, antara lain bayi,
anak-anak berusia kurang dari 5 tahun, atau usia lebih dari 65 tahun.
 Sistem kekebalan tubuh yang lemah, seperti orang dengan HIV / AIDS,
pasien transplantasi organ, dan orang yang menerima pengobatan
kemoterapi dan radiasi.
 Memiliki penyakit peradangan usus sebelumnya, sel-sel selaput lendir
pada usus yang sudah mengalami kerusakan sebelumnya lebih rentan
terinfeksi bakteri Salmonella.
 Penggunaan antasida dapat menyebabkan penurunan pH dalam lambung,
sehingga bakteri Salmonella dapat lebih mudah bertahan hidup dan
menginfeksi usus.
 Penggunaan antibiotik minum tanpa indikasi yang tepat dapat menurunkan
jumlah bakteri baik dalam usus, sehingga Salmonella dengan mudah
menginfeksi usus.
 Foodborne, Paparan makanan, termasuk memakan telur kurang matang
atau daging kurang matang (khususnya unggas), produk mentah yang
terkontaminasi kotoran hewan serta kacang tanah adalah faktor risiko
utama.

Manifestasi Klinis
Gejala utamanya adalah diare. Gejala bisa saja ringan, seperti mencret 2-3
kali per hari. Gejala juga dapat disertai dengan diare parah setiap 10 atau 15
menit. Ada pula sejumlah gejala lain seperti tinja yang disertai darah, kram perut,
muntah, demam dan sakit kepala. 1

Tatalaksana
Infeksi Salmonella yang ringan biasanya sembuh dalam 5–7 hari, dan
sebagian besar tidak memerlukan perawatan khusus selain minum banyak cairan.
Pada infeksi yang berat, perlu untuk mendapatkan rehidrasi dengan cairan
intravena melalui infus. Obat antibiotik diberikan pada kondisi ini, seperti
golongan ampicillin, kloramfenikol, kotrimoksazol, dan lainnya tergantung
kondisi pengidap sesuai rekomendasi dari dokter.1
Obat-obatan antidiare, seperti loperamid sebaiknya dihindari. Walaupun
gejala diare akan berkurang setelah pemberian antidiare, tetapi penggunaan obat
ini dapat memperlama infeksi Salmonella ini. Selain itu obat-obatan lain untuk
mengurangi gejala lainnya dapat diberikan, seperti obat penurun demam dan obat
antimual.
Karena kebanyakan kasus gastroenteritis bersifat sembuh sendiri,
antibiotik tidak dianjurkan sebagai pengobatan awal pengobatan. Pengobatan
antibiotik empiris tidak dianjurkan untuk pasien yang imunokompeten yang
mengalami pendarahan diare sambil menunggu hasil pemeriksaan. Penggunaan
antibiotik tidak memperpendek durasi penyakit atau mengurangi gejala secara
signifikan. Selain itu, antibiotik dapat menyebabkan efek samping,
memperpanjang perjalanan Salmonella, dan meningkatkan risiko kambuh
Pengobatan penyakit diare yang tidak berdiferensiasi (misalnya, Escherichia coli
penghasil racun Shiga) dengan antibiotik mungkin memiliki konsekuensi yang
merugikan, seperti peningkatan risiko sindrom uremik hemolitik. 1

D. DIARE

Definisi

Diare adalah buang air besar dengan konsistensi lembek atau cair, bahkan
dapat berupa air saja dengan frekuensi lebih sering dari biasanya (tiga kali atau
lebih) dalam satu hari (Depkes RI 2011). Diare adalah buang air besar pada balita
lebih dari 3 kali sehari disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan
atau tanpa lendir dan darah yang berlangsung kurang dari satu minggu (Juffrie
dan Soenarto, 2012).
Diare adalah perubahan konsistensi tinja yang terjadi tiba-tiba akibat
kandungan air di dalam tinja melebihi normal (10ml/kg/hari) dengan peningkatan
frekuensi defekasi lebih dari 3 kali dalam 24 jam dan berlangsung kurang dari 14
hari (Tanto dan Liwang, 2014). Berdasarkan ketiga definisi di atas dapat
disimpulkan bahwa diare adalah buang air besar dengan bertambahnya frekuensi
yang lebih dari biasanya 3 kali sehari atau lebih dengan konsistensi cair.

Etiologi

Etiologi menurut Ngastiyah (2014) antara lain :

a. Factor Infeksi
1) Infeksi enternal: infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan
penyebab utama diare pada anak.Meliputi infeksi eksternal sebagai
berikut :
a) Infeksi bakteri: Vibrio’ E coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter,
Yersinia, aeromonas, dan sebagainya.
b) Infeksi virus: Enterovirus (virus ECHO, Coxsacki, Poliomyelitis) Adeno-
virus, Rotavirus, astrovirus, dan lain-lain.
c) Infeksi parasit: cacing (Ascaris, Trichuris, Oxcyuris, Strongyloides)
protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Trichomonas hominis),
jamur (Candida albicans)
2) Infeksi parenteral ialah infeksi di luar alat pencernaan makanan seperti:
otitits media akut (OMA), tonsillitis/tonsilofaringitis, bronkopneumonia,
ensefalitis, dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan
anak berumur di bawah 2 tahun.

b. Faktor malabsorbsi
1) Malabsorbsi karbohidrat disakarida (intoleransi laktosa, maltose dan
sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa,dan galaktosa). Pada
bayi dan anak yang terpenting dan tersering (intoleransi laktosa).
2) Malabsorbsi lemak
3) Malabsornsi protein

c. Faktor makanan, makanan basi,beracun, alergi, terhadap makanan.

d. Faktor psikologis, rasa takut dan cemas (jarang, tetapi dapat terjadi pada anak
yang lebih besar).

Factor Risiko
Faktor Resiko Menurut jufrri dan Soenarto (2012), ada beberapa faktor
resiko diare yaitu :
a. Faktor umur yaitu diare terjadi pada kelompok umur 6-11 bulan pada saat
diberikan makanan pendamping ASI. Pola ini menggambarkan kombinasi
efek penurunan kadar antibody ibu, kurangnya kekebalan aktif bayi,
pengenalan makanan yang mungkin terkontaminasi bakteri tinja.
b. Faktor musim : variasi pola musim diare dapat terjdadi menurut letak
geografis. Di Indonesia diare yang disebabkan oleh rotavirus dapat terjadi
sepanjang tahun dengan peningkatan sepanjang musim kemarau, dan diare
karena bakteri cenderung meningkat pada musim hujan.
c. Faktor lingkungan meliputi kepadatan perumahan, kesediaan sarana air
bersih (SAB), pemanfaatan SAB, kualitas air bersih.
d.
Patogenesis Diare
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare menurut
Ngastiyah (2014) :
e. Gangguan osmotik Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat
diserap akan menyebabkan tekanan osmotic dalam rongga usus meninggi
sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi
rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk
mengeluarkanya sehingga timbul diare.
f. Gangguan sekresi Akibat terangsang tertentu (misalnya toksin) pada
dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi, air dan elektrolit ke dalam
rongga usus dan selanjutnya timbul diare karena terdapat peningkatan isi
rongga usus.
g. Ganggua motilitas usus Hiperperistaltik akan mengkkpuakibatkan
berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul
diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan
bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya timbul diare pula.

Patofisiologi
Patofisiologi Menurut Tanto dan Liwang (2006) dan Suraatmaja (2007),
proses terjadinya diare disebabkan oleh berbagai factor diantaranya
1. Faktor infeksi Proses ini dapat diawali adanya mikroorganisme (kuman)
yang masuk ke dalam saluran pencernaan yang kemudian berkembang
dalam usus dan merusak sel mukosa usus yang dapat menurunkan daerah
permukaan usus. Selanjutnya terjadi perubahan kapasitas usus yang
akhirnya mengakibatkan gangguan fungsi usus dalam absorpsi cairan dan
elektrolit. Atau juga dikatakan adanya toksin bakteri akan menyebabkan
transpor aktif dalam usus sehingga sel mukosa mengalami iritasi yang
kemudian sekresi cairan dan elektrolit akan meningkat.
2. Faktor malabsorpsi Merupakan kegagalan dalam melakukan absorpsi yang
mengakibatkan tekanan osmotik meningkat sehingga terjadi pergeseran air
dan elektrolit ke rongga usus yang dapat meningkatkan isi rongga usus
sehingga terjadilah diare.
3. Faktor makanan Faktor ini dapat terjadi apabila toksin yang ada tidak
mampu diserap dengan baik. Sehingga terjadi peningkatan peristaltik usus
yang mengakibatkan penurunan kesempatan untukmenyerap makan yang
kemudian menyebabkan diare.
4. Faktor psikologis Faktor ini dapat mempengaruhi terjadinya peningkatan
peristaltik usus yang akhirnya mempengaruhi proses penyerapan makanan
yang dapat menyebabkan diare.

Tanda dan Gejala Diare


Tanda dan gejala awal diare ditandai dengan anak menjadi cengeng,
gelisah, suhu meningkat, nafsu makan menurun, tinja cair (lendir dan tidak
menutup kemungkinan diikuti keluarnya darah, anus lecet, dehidrasi (bila terjadi
dehidrasi berat maka volume darah berkurang, nadi cepat dan kecil, denyut
jantung cepat, tekanan darah turun, keadaan menurun diakhiri dengan syok), berat
badan menurun, turgor kulit menurun, mata dan ubun-ubun cekung, mulut dan
kulit menjadi kering (Octa dkk, 2014).

Penatalaksanaan dan Pengobatan Diare


Dasar pengobatan diare adalah
Pemberian cairan:
jenis cairan, cara memberikan cairan, jumlah pemberianya.
1) Cairan per oral.
Pada pasien dengan dehidrasi ringan dan sedang cairan diberikan
per oral berupa cairan yang berisikan NaCL dan NaHCO3, KCL dan
glukosa. Untuk diare akut dan kolera pada anak di atas umur 6 bulan kadar
natrium 90 mEq/L.Formula lengkap sering disebut oralit.Cairan sederhana
yang dapat dibuat sendiri (formula tidak lengkap) hanya mengandung garam
dan gula (NaCL dan sukrosa), atau air tajin yang diberi garam dan gula
untuk pengobatan sementara di rumah sebelum dibawa berobat ke rumah
sakit/pelayanan kesehatan untuk mencegah dehidrasi lebih jauh.
2) Cairan parental.
Sebenarnya ada beberapa jenis cairan yang diperlukan sesuai
dengan kebutuhan pasien misalnya untuk bayi atau pasien yang MEP. Tetapi
kesemuanya itu bergantung tersedianya cairan setempat. Pada umumnya
cairan ringer laktat (RL) selalu tersedia di fasilitas kesehatan dimana saja.
Mengenai pemberian cairan seberapa banyak yang diberikan bergantung
dari berat /ringanya dehidrasi, yang diperhitungkan dengan kehilangan
cairan sesuai dengan umur dan berat badanya.
3) Pemberian cairan pasien malnutrisi energi protein (MEP) tipe marasmik.
Kwashiorkor dengan diare dehidrasi berat, misalnya dengan berat
badan 3-10 kg, umur 1bln-2 tahun, jumlah cairan 200 ml/kg/24jam.
Kecepatan tetesan 4 jam pertama idem pada pasien MEP.Jenis cairan DG aa.
20 jam berikutnya: 150 ml/kg BB/20 jam atau 7 ml/kg BB/jam atau 1 ¾
tetes/kg/BB/menit ( 1 ml= 15 menit) atau 2 ½ tetes /kg BB/menit (1 ml=20
tetes). Selain pemberian cairan pada pasien-pasien yang telah disebutkan
masih ada ketentuan pemberian cairan pada pasien lainya misalnya pasien
bronkopneumonia dengan diare atau pasien dengan kelainan jantung
bawaan, yang memerlukan caiaran yang berlebihan pula. Bila kebetulan
menjumpai pasien-pasien tersebut sebelum memasang infuse hendaknya
menanyakan dahulu pada dokter.

Dietetik (cara pemberian makanan).


Untuk anak di bawah 1 tahun dan anak di atas 1 tahun dengan berat badan
kurang dari 7 kg jenis makanan: 1) Susu (ASI dan atau susu formula yang
mengandug laktosa rendah dan asam lemak tidak jenuh, misalnya LLM, almiron
atau sejenis lainya) 2) Makanan setengah padat (bubur) atau makanan padat (nasi
tim), bila anak tidak mau minum susu karena di rumah tidak biasa. 3) Susu kusus
yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan missalnya susu yang tidsk
mengandung laktosa atau asam lemak yang berantai sedang atau tidak jenuh.

Obat-obatan.
Prinsip pengobatan diare ialah menggantikan cairan yang hilang melalui tinja
dengan atau tanpa muntah, dengan cairan yang mengandung elektrolit dan
glukosa atu karbohidrat lain (gula,air tajin, tepung beras dan sebagainya).
(Ngastiyah, 2014)
Terapi farmakologik
Antibiotik Menurut Suraatmaja (2007), pengobatan yang tepat terhadap penyebab
diare diberikan setelah diketahui penyebab diare dengan memperhatikan umur
penderita, perjalanan penyakit, sifat tinja. Pada penderita diare, antibiotic boleh
diberikan bila :
a) Ditemukan bakteri patogen pada pemeriksaan mikroskopik dan atau biakan.
b) Pada pemeriksaan mikroskopis dan atau mikroskopis ditemukan darah pada
tinja.
c) Secara kinis terdapat tanda-tanda yang menyokong adanya infeksi maternal.
d) Di daerah endemic kolera.
e) Neonatus yang diduga infeksi nosokomial
4) Obat antipiretik Menurut Suraatmaja (2007), obat antipiretik seperti preparat
salisilat (asetosol, aspirin) dalam dosis rendah (25 mg/ tahun/ kali) selain
berguna untuk menurunkan panas akibat dehidrai atau panas karena infeksi,
juga mengurangi sekresi cairan yang keluar bersama tinja.
5) Pemberian Zinc Pemberianzinc selama diare terbuki mampu mengurangi
lama dan tingkat keparah diare, mengurangi frekuensi buang air besar
(BAB), mengurangi volume tinja, serta menurunkan kekambuhan diare pada
tiga bulan berikutnya (Lintas diare, 2011).

10. Tatalaksana awal diare pada anak

LINTAS Diare ( Lima Langkah Tuntaskan Diare )

1. Berikan Oralit
Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah tangga
dengan memberikan oralit osmolaritas rendah, dan bila tidak tersedia berikan
cairan rumah tangga seperti air tajin, kuah sayur, air matang. Oralit saat ini yang
beredar di pasaran sudah oralit yang baru dengan osmolaritas yang rendah, yang
dapat mengurangi rasa mual dan muntah. Oralit merupakan cairan yang terbaik
bagi penderita diare untuk mengganti cairan yang hilang. Bila penderita tidak bisa
minum harus segera di bawa ke sarana kesehatan untuk mendapat pertolongan
cairan melalui infus.
Derajat dehidrasi dibagi dalam 3 klasifikasi :
a) Diare tanpa dehidrasi
Tanda diare tanpa dehidrasi, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih :
 Keadaan Umum : baik
 Mata : Normal
 Rasa haus : Normal, minum biasa
 Turgor kulit : kembali cepat

Dosis oralit bagi penderita diare tanpa dehidrasi sbb :


 Umur < 1 tahun : ¼ - ½ gelas setiap kali anak mencret
 Umur 1 – 4 tahun : ½ - 1 gelas setiap kali anak mencret
 Umur diatas 5 Tahun : 1 – 1½ gelas setiap kali anak mencret

b) Diare dehidrasi Ringan/Sedang


Diare dengan dehidrasi Ringan/Sedang, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau
lebih:
 Keadaan Umum : Gelisah, rewel
 Mata : Cekung
 Rasa haus : Haus, ingin minum banyak
 Turgor kulit : Kembali lambat
Dosis oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama 75 ml/ kg bb dan
selanjutnya diteruskan dengan pemberian oralit seperti diare tanpa dehidrasi.

c) Diare dehidrasi berat


Diare dehidrasi berat, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih:
 Keadaan Umum : Lesu, lunglai, atau tidak sadar
 Mata : Cekung
 Rasa haus : Tidak bisa minum atau malas minum
 Turgor kulit : Kembali sangat lambat (lebih dari 2 detik)
Penderita diare yang tidak dapat minum harus segera dirujuk ke Puskesmas
untuk di infus.

2. Berikan obat Zinc


Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh. Zinc
dapat menghambat enzim INOS (Inducible Nitric Oxide Synthase), dimana
ekskresi enzim ini meningkat selama diare dan mengakibatkan hipersekresi epitel
usus. Zinc juga berperan dalam epitelisasi dinding usus yang mengalami
kerusakan morfologi dan fungsi selama kejadian diare.
Pemberian Zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan
tingkat keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi
volume tinja, serta menurunkan kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan
berikutnya.(Black, 2003). Penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa Zinc
mempunyai efek protektif terhadap diare sebanyak 11 % dan menurut hasil pilot
study menunjukkan bahwa Zinc mempunyai tingkat hasil guna sebesar 67 %
(Hidayat 1998 dan Soenarto 2007). Berdasarkan bukti ini semua anak diare harus
diberi Zinc segera saat anak mengalami diare.

Dosis pemberian Zinc pada balita:


 Umur < 6 bulan : ½ tablet ( 10 Mg ) per hari selama 10 hari
 Umur > 6 bulan : 1 tablet ( 20 mg) per hari selama 10 hari.

Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah berhenti.


Cara pemberian tablet zinc :
Larutkan tablet dalam 1 sendok makan air matang atau ASI, sesudah larut berikan
pada anak diare.

3. Pemberian ASI / Makanan :


Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi pada
penderita terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah
berkurangnya berat badan. Anak yang masih minum Asi harus lebih sering di beri
ASI. Anak yang minum susu formula juga diberikan lebih sering dari biasanya.
Anak usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang telah mendapatkan
makanan padat harus diberikan makanan yang mudah dicerna dan diberikan
sedikit lebih sedikit dan lebih sering. Setelah diare berhenti, pemberian makanan
ekstra diteruskan selama 2 minggu untuk membantu pemulihan berat badan.

4. Pemberian Antibiotika hanya atas indikasi


Antibiotika tidak boleh digunakan secara rutin karena kecilnya kejadian
diare pada balita yang disebabkan oleh bakteri. Antibiotika hanya bermanfaat
pada penderita diare dengan darah (sebagian besar karena shigellosis), suspek
kolera.
Obat-obatan Anti diare juga tidak boleh diberikan pada anak yang
menderita diare karena terbukti tidak bermanfaat. Obat anti muntah tidak di
anjurkan kecuali muntah berat. Obat-obatan ini tidak mencegah dehidrasi ataupun
meningkatkan status gizi anak, bahkan sebagian besar menimbulkan efek samping
yang bebahaya dan bisa berakibat fatal. Obat anti protozoa digunakan bila terbukti
diare disebabkan oleh parasit (amuba, giardia).

5. Pemberian Nasehat
Ibu atau pengasuh yang berhubungan erat dengan balita harus diberi
nasehat tentang :
a. Cara memberikan cairan dan obat di rumah
b. Kapan harus membawa kembali balita ke petugas kesehatan bila :
 Diare lebih sering
 Muntah berulang
 Sangat haus
 Makan/minum sedikit
 Timbul demam
 Tinja berdarah
 Tidak membaik dalam 3 hari.
11. Bagaimana mekanisme kerja farmakokinetik dan farmakodinamik obat
anti diare?

Farmakodinamik
a. zink
Mekanisme zinc yang memberikan dampak antidiare tidak sepenuhnya
diketahui. Diduga zinc memberikan efek profilaktik dan terapeutik terhadap diare,
dengan efek langsung terhadap aktivitas vili usus, mempengaruhi aktivitas enzim
disakaridase pada permukaan perbatasan mikrovili usus, berperan dalam
transportasi air dan elektrolit usus halus, dan mempengaruhi fungsi sel T sehingga
memperbaiki imunitas.
Zinc bekerja dalam berbagai aspek proses metabolisme selular, antara lain
sintesis protein, proses pembelahan sel, dan proses penyembuhan luka. Zinc juga
dibutuhkan untuk aktivitas katalitik terhadap sekitar 200 enzim dan sebagai
kofaktor pada lebih dari 300 enzim yang mempengaruhi fungsi berbagai organ.
Zinc juga terlibat dalam mekanisme penyerapan tembaga dalam traktus
gastrointestinal, yang berguna dalam tatalaksana penyakit Wilson. Zinc dalam
bentuk garam asetat, bekerja dengan menstimulasi metalotionein, suatu protein
dalam sel-sel usus yang mengikat unsur tembaga dan mencegah penyerapan dan
transpor ke hati.
Selain itu, zinc berperan penting pada patofisiologi tingkah laku depresif
dan gangguan mood. Pada kondisi depresi mayor, konsentrasi zinc ditemukan
rendah dalam plasma darah

b. Loperamid
loperamiidee sebagai anti diare bekerja dengan beberapa mekanisme yang
berbeda, yaitu mengurangi peristaltic dan sekresi cairan serta meningkatkan tonus
sfingter, sehingga waktu transisi gastrointestinal lebih lama sehingga
meningkatkan penyerapan cairan dan elektrolit dari saluran pencernaan.
Loperamide merupakan obat agonis opiate sintetik yang dapat mengaktifasi µ
receptor pada pleksus myenteric usus besar. Aktifasi terhadap reseptor tersebut
akan menghambat pelepasan asetilkolin sehingga terjadi relaksasi otot saluran
cerna. Di samping itu, penghambatan terhadap asetilkolin juga menimbulkan efek
antisekretori sehingga mengurangi sekresi air dan dapat mencegah kekurangan
cairan dan elektrolit.

Farmakokinetik obat antidiare


Farmakokinetik adalah ilmu yang mempelajari penyerapan (absorbsi)
obat, penyebaran (distribusi) obat mekanisme kerja (metabolisme) obat, dan
pengeluaran (ekskresi) obat. Dengan kata lain,Farmakokinetik adalah
mempelajari pengaruh tubuh terhadap suatu obat.
Obat anti diare yang ada saat ini antara Iain; golongan Antisecretory dan
Antimotility (terdiri dari opioid, Alpha 2 agonis mjsalnya clonidine dan
somatostatin) serta Adsorbents (Kaolin dan pectin, Bismuth subsahcylate serta
Bile acid sequestrant). Obat-0bat tersebut direkomendasikan untuk mengatasi
diare yang non spesifik sebagai Obat anti diare simptomatik.
Manajemen yang tepat dengan pemberian obat tambahan yang rasional
dapat membantu mengurangi beban kesehatan dan ekonomi bagi penderita diare
akut pada anak-anak. Pemahaman khasiat farmakologi dari obat-obat anti diare
simptomatik serta antimikroba untuk diare spesifik akan membantu dalam
pemilihan Obat yang rasional, masing-masing anti diare baik yang simptomatik
maupun antimikrobial memmiki keunggulan dan kelemahan secara spesifik. Obat
anti diare golongan opioid dapat mengatasi diare dengan memperlambat gerakan
feses di dalam saluran cerna sehingga dapat meningkatkan penyerapan air dan
elektrolit ke dalam tubuh. Adsorbent akan menahan beberapa substance penyebab
diare seperti misalnya toksin untuk tetap berada dalam feses sehingga tidak dapat
diserap oleh mukosa, tentu juga menghambat penyerapan beberapa nutrient yang
diperlukan oleh tubuh. Golongan antibiotika atau antimicrobial akan mengatasi
diare melalui kemampuannya rnembunuh atau menghambat bakteri penyebab
diare dengan efek samping yang juga perlu mendapat perhatian paramedis. Dalam
artikel ini akan dibahas khasiat farmakologis dua anti diare, yaitu golongan
Antisecretory dan Antimotitity serta golongan

Adsorbent. Antisecretory dan Antimotllity


Obat anti diare yang termasuk golongan Antisecretory dan Antimotitity
adalah opioid dan derivatnya, alpha 2 agonis misalnya clonidine dan somatostatin.
Salah satu opioid adalah loperamide. Loperarnide merupakan turunan
phenyfpiperidine dengan struktur kimia yang mirip dengan agonis reseptor opiat
seperti diphenoxylate. Loperamide sebagai anti diare bekerja dengan beberapa
mekanisme yang berbeda, yaitu mengurangi peristaltik dan sekresi cairan (Baker,
2007) serta rneningkatkan tonus sfingter (Hanauer, 2008), sehingga waktu transit
gastrointestinal lebh lama meningkatkan penyerapan cairan dan ebktrolit dari
pencernaan (baldiet al,2009). loperarnide merupakan obat agonis opiat sintetik
yang dapat mengaktivasl µ receptors pada pleksus myenterik usus besar. Aktivasi
terhadap reseptor tersebut akan menghambat pelepasan asetilkolin sehingga
terjadi relaksasi saluran cerna. Di samping itu, penghambatan terhadap asetilwin
juga menimbulkan efek anti sekretori sehingga mengurangi sekresi air dan dapat
mencegah kekurangan cairan dan elektrolit (faure, 2013).
Loperamde memiliki keunggulan karena memiliki efek anti diare dengan
aspek-aspek negatif yang terkait denagn pengaruhnya terhadap reseptor opiat
yang minimal. hal ini disebabkan oleh karena penyerapan loperamide rendah serta
sulit menembus sawar darah otak, efek yang ditimbulkan pada sistem saraf pusat
minimal. Dibandingkan derivat opiat yang lain misalnya diphenoxylate,
loperamide merniliki durasi yang lebih lama, namun tidak memiliki aktivitas
analgesik yang sehingga tidak mengurangi rasa sakit yang terkait dengan
beberapa bentuk sindrom iritasi usus dan diare (Baker, 2007).
Loperamide dirnetaboesme oleh sitokrom P450 (CYP) sistem dan
rnerupakan substrat untuk isoenzim CYP3A4. Pemberian bersamaan dengan
CYP3A4 dapat meningkatkan konsentrasi loperamide. Reaksi merugikan umum
untuk loperamide termasuk kram dan mual. Loperamide merupakan pengobatan
efektif untuk pasien dengan diare tanpa rasa sakit dan dianggap bebas dari potensi
menimbulkan ketergantungan. Efek saming loperamide dapat timbul akibat dari
adanya ganguan motilitas usus seperti nyeri abdornen, perut kembung, muał dan
muntah sena konstipasi (Hanauer. 2008).
Obat anti diare lainnya yang bekerja dengan mempengaruhi
neurotransmitter opiat (bukan reseptor opiat) adalah Racecadotril yang
diindikasikan untuk pengobatan diare akut pada anak-anak dan orang dewasa.

Adsorben
Beberapa beberapa contoh obat yang termasuk kelompok adsorben adalah
bismuth subsalicylate, pepto-bismol, kaolin pectin activated charcoal attapulgite.
Walaupun pemberi adsobent pada misalnya pada penderita HIV tidak
memberikan hasil yang lebih baik dari plasebo namun pemberian adsorben masih
direkomendasikan.  Mekanisme kerja secara umum dari adsorben adalah melapisi
permukaan  mukosa dinding  saluran  pencernaan sehingga toksin dan
mikroorganisme tak bisa masuk menembus dan merusak mukosa.   selain  itu,
adsorben juga mengikat bakteri penyebab atau racun yang kemudian dieliminasi
melalui tinja.

Kaolin dan pektin


Mekanisme  kerja dari obat ini adalah dengan mengubah viskositas feses
sehingga nampak lebih kental.  selain itu  obat ini juga dah mengikat toksin bakteri
terutama enterotoksin  dan  dapat berikatan dengan garam empedu.

Bismuth subsalicylate
selain untuk diare obat ini juga dapat dipakai untuk mengatasi rasa mual
gangguan lambung. farmakodinamik bismuth subsalicylate menunjuk efek  terapi melalui
efek anti-inflamasi oleh asam salisilat,  juga anti antibiotik oleh  bismuth.  sebagai
sebagai anti diare belum jelas,  juga melalui peningkatan Absorpsi air dan elektrolit dan
juga sebagai penghambat sintesis prostaglandin sehingga terjadi efek antiinflamasi dan
penurunan motilitas usus.  sebagai  mekanisme   tambahan,  bismuth subsalicylate Dapat
mengikat Oksigen yang diproduksi oleh bakteri misalnya escherichia coli.  obat  ini juga
sebagai anti  mikroba.

Interaksi obat dengan obat adsorbent


mekanisme kerja adalah mengikat garam empedu dalam usus sehingga terjadi
peningkatan masa feses dan membuat feses lebih kental adsorben  menurunkan  Kapan
banyak obat lain misalnya digoxin klindamisin klidina, dan  Agen hipoglikemik. 
absorben menyebabkan peningkatan  pendarahan saat diberikan dengan koagulan.

TABEL DD & DS

Disentri Salmonelisi
Kata/Kalimat Kunci Invaginasi Diare
basiler amoeba s

Perempuan ++ ++ + + +

5 tahun ++ + - - +

Keluhan berak encer yang


disertai darah dan ampas
sejak 2 hari yang lalu. + + + +/- +

Keluhan berak encer dengan


frekuensi hingga >10x
+ - +/- + +
sehari.

anak sangat rewel + + + + +

tidak mau makan dan minum + + + + +

sakit perut + + + + +

muntah + + + + +

Demam + + + + +
mata tampak cekung + + + - +

perut agak kembung + + + - +

nyeri abdomen + + + + +

Penderita belum buang air


+ + - - +
besar selama 5 hari

Colok dubur diperoleh adanya


ampas tinja, lendir dan sedikit
+ + + + +/-
darah pada sarung tangan
pemeriksa.

Kesimpulan : Untuk diagnosis sementara (DS) berdasarkan scenario adalah Disentri


basiler
Daftar Pustaka

Buku ajar biomedik 2. 2015. Departemen anatomi fakultas kedokteran universita


hasanuddin.

Basri, Muh Iqbal. dkk. 2018. Buku Ajar Biomedik 2. Makassar : Departemen Anatomi
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Eroschenko, V. P. (2012). Atlas Histologi diFiore. Jakarta : EGC.
Guyton A.C. and J.E. Hall 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta:
EGC.
Nurul utami. 2016. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian Diare pada Anak.
Majority. Vol 5 No 4.

Citra ayu. 2015. Gejala Penyerta pada Balita Diare dengan Infeksi Enteropathogenic
Escherichia Coli (EPEC) di Puskesmas Pekanbaru. JOM FK. Vol 2 No 1.

Setiati, sitti. dkk. 2014. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid II edisi VI. Interna
publishing: Jakarta.

Utamai nuru dan Nabila luthfiana. 2016. Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian
diare pada anak. Universitas lampung

setiati,siti,dkk.2017. ILMU PENYAKIT DALAM. Edisi VI. Interna Publishing

Anorital, dkk. Laporan Survei Tinja (Stool Survey) Pada 6 Desa Daerah Rawa Pasang
Surut di Kabupaten Hulu Sungai Utara. Puslitbang Pemberantasan Penyakit.
Jakarta. 2004.

Departemen Kesehatan RI Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan


Penyehatan Lingkungan Pemukiman. 1999 . Buku Ajar Diare. Departemen
Kesehatan RI. Jakarta.

Walker WA. Bacterial, parasitic, and other infections. Dalam: Pediatric gastrointestinal
disease-physiology, diagnosis, management. 4th ed.p.869.

Diare, S. P., & RI, I. S. P. K. (2011). Pengendalian Diare di Indonesia. Bulletin Jendela


Data dan Informasi Kesehatan, 2, 21-22.

Anda mungkin juga menyukai