Anda di halaman 1dari 42

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA Makassar, 18 Desember 2017

LAPORAN PBL
BLOK GASTROENTEROHEPATOLOGI

TUTOR:dr.NURFACHANTI FATTAH,M.Kes
KELOMPOK 5 :
1. EKA DEWI MULYANI 11020160003
2. PUTRI YUNAN CHAERUNNISA 11020160011
3. RINANG REGLY MAHENDRA 11020160024
4. ROZA LINDA DUARSA 11020160041
5. FATIMAH MARWAH 11020160059
6. ANDI KHALISAH HIDAYATI 11020160071
7. ABD.MIRSYAD 11020160084
8. SELVIANI 11020160100
9. AMIRULLAH 11020160113
10. HALISA RAHMASARI 11020160133
11. MEISY GITA SILVA 11020160161
FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR

2017
SKENARIO

Seorang wanita berusia 40 tahun, datang ke puskesmas dengan keluhan BAB berdarah
yang dialami sejak 3 pekan terakhir, darah menetes diakhir BAB.ia juga mengeluhkan
kadang harus mengedan bila BAB. Riwayat multipara dan kebiasaan makan yang kurang
serat.

KLARIFIKASI KATA SULIT

KATA KUNCI

Wanita 40 tahun
BAB berdarah sejak 3 pekan terakhir
Darah menetes diakhir BAB
Riwayat multipara
Kebiasaan makan makanan yang kurang serat

PERTANYAAN PENTING

1. Bagaimana fisiologi dan patofisilogi defekasi ?


2. Apa hubungan kebiasaan pasien memakan makanan kurang serat dengan gejala
yang pasien alami !
3. Apa penyebab BAB berdarah ?
4. Mengapa pasien harus mengedan bila BAB ?
5. Apa hubungan keluhan utama dengan darah yang menetes
6. Apa hubungan multipara dengan riwayat keluhan utama ?
7. Jelaskan langkah-langkah diagnosis pada skenario
8. Apa diagnosis banding pada skenario
9. Bagaimana perspektif islam terhadap skenario!
JAWABAN DARI PERTANYAAN

1. Bagaimana fisiologi dan patofisiologi defekasi ?


Jawaban :
Anatomi
Usus besar (intestinum crassum)
Intestinum crassum dapat dibagi dalam caecum, appendix, colon ascendens, colon
tranversum, colon descendens, dan colon sigmoideum; rectum dan kanalis analis.
Caecum
Caecum adalah kantong buntu yang terletak pada fossa iliaca dextra dan seluruhnya
dilapisi oleh peritoneum. Apa ada pertemuan antara caecum dengan colon ascendens,
pada sisi kiri tempat ini bergabung dengan bagian terminal ileum. Appendix
vermiformis dilekatkan pada permukaan posteromedial caecum. Batas anterior dari
caecum adalah dinding anterior abdomen di region iliaca dextra dan lengkungan
intestinum tenue, sedangkan batas posterior caecum adalah musculus iliopsoas.
Caecum di vaskularisasi oleh arteri caecalis anterior dan posterior yang merupakan
percabangan dari arteri mesenterica superior. Caecum di persarafi oleh saraf simpatik
dan nervus vagus melalui plexus mesentericus superior.
Appendix vermiformis
Appendix vermiformis adalah organ sempit, berbetuk tabung yang mempunyai otot
dan mengandung banyak jaringan limfoid di dalam dindingnya. Appendix melekat
pada permukaan posteromedial caecum, sekitar 2.5 cm di bawah juncture ileocaecalis.
Appendix diliputi seluruhnya oleh peritoneum, yang melekat pada mesenterium
intestinum tenue oleh mesenteriumnya sendiri yang pendek disebut mesoappendix.
Mesoappendix berisi arteri dan vena appendicularis dan nervus (saraf simpatis dan
nervus vagus)
Colon ascendens
Colon ascendens memiliki panjang sekitar 13 cm dan terbentang ke atas dari
caecum sampai permukaan inferior lobus hepatis dextra. Di sini, colon ascendens
membelok ke kir (membentuk flexura cl dextra) dna melanjutkan diri menjadi colon
transversum. Colon ascendens berhubungan ke posterior dengan musculus iliacus,
musculus quadrates lumbroum, dan pinggiran bawah ren dextra. Colon ascendens di
vaskularisasi oleh arteri ileocolica dan arteri colica dextra, dan di persarafi oleh nervus
vagus dan saraf simpatis.
Colon tranversum
Colon tranversum memiliki panjang sekitar 38 cm dan berjalan menyilang
abdomen, menempati region umbilicalis dan hypogastricum. Colon transversum
dimulai dari flexura coli dextra sampai flexura coli sinistra. Colon transversum
digantung oleh mesocolon.colon transversum divaskularisasi oleh arteri colica media
dan arteri colica sinistra. Pada dua pertiga proksimal disarafi oleh saraf simpatik dan
nervus vagus, sedangkan pada sepertiga distal disarafi oleh saraf simpatik dan
parasimpatik nervi splanchnici pelvic.
Colon descendens
Colon descendens memiliki panjang sekitar 25 cm dan berjalan ke bawah dari
flexura coli sinistra sampai pintu masuk pelvis. Di sini colon melanjutkan diri menjadi
colon sigmoideum. Colon ini di vaskularisasi oleh arteri colica sinistra dan arteri
sigmoideae, dan dipersarafi olleh saraf simpatik dan parasimpatik nervi splanchnici
pelvic.
Colon sigmaideum
Colon sigmoideum memiliki panjang 25-38 cm dan mulai sebagai lanjutan dari
colon descendens yang terletak di depan pintu panggul. Colon ini tergantung ke bawah
dan masuk ke dalam cavitas pelvis dalam bentuk lengkungan dan dihubungkan dengan
dinding posterior pelvis oleh mesocolon. Di vaskularisasi oleh arteri sigmoideae dan
dipersarafi oleh saraf simpatik dan parasimpatik.
Rectum
Rectum memiliki panjang 13 cm dan di mulai di depan vertebra sacralis ketiga
sebagai lanjutan dari colon sigmoideum. Rectum berjalan ke bawah mengikuti
lengkungan sacrum dan coccygis, dan berakhir di depan ujung coccygis dan
melanjutkan diri menjadi canalis analis. Bagian bawah rectum melebar membentuk
ampula recti. Rectum divaskularisasi oleh arteri rectalis superior, arteri rectalis media
dan arteri rectalis inferior, sedangkan aliran baliknya adalah vena rectalis superior,
vena rectalis media, dan vena rectalis inferior.

Canalis analis
Canalis analis memiliki panjang sekitar 4 cm dan berjalan ke bawah dan belakang
dari ampula recti untuk membuka ke permukaan anus. Kecuali saat defekasi, dinding
lateral canalis analis dipertahankan saling berdekatan dengan musculus levator ani dan
musculus sphinter ani. Canalis analis divaskularisasi oleh arteri rectalis superior dan
arteri rectalis inferior serta disarafi oleh nervus rectalis inferior.

Referensi:
Richard S. Snell, MD,PhD. 2012. Anatomi Klinis berdasarkan system. Jakarta : EGC

Histology

Usus besar terdiri atas membrane mukosa tanpa adanya lipatan kecuali pada bagian
distalnya (rektum). Vili usus tidak dijumpai pada usus ini. Kelenjar usus yang
berukuran panjang ditandai dengan banyaknya sel goblet, sel absorptif dan sedikit sel
enteroendokrin. Di dalam lamina propria, banyak dijumpai sel limfoid dan nodul yang
sering kali menyebar sampai ke dalam submukosa. Banyaknya jaringan limfoid ini
berkaitan dengan banyaknya bakteri di dalam usus besar. Muskularis terdiri atas
berkas-berkas longitudinal luarnya mengelompok dalam 3 pita longitudinal yang
disebut taenia coli. Pada kolon bagian intraperitoneal, lapisan/tunika serosa ditandai
dengan tonjolan kecil yang terdiri atas jaringan lemak, yaitu apendiks epiploika.
Di daerah anus, membran mukosa membentuk sederetan lipatan memanjang, yaitu

kolumna rektalis.

Referensi :
Anthony L. Mescher. 2010. Histologi Dasar Junqueira. Edisi 12. Jakarta : EGC

Fisiologi

Fungsi utama kolon adalah absorbs air dan electrolit dari kismus untuk
membentuk feses yang padat dan penimbunan bahan feses sampai dapat dikeluarkan,
kolon mengubah 500 mL kimus isotonic yang masuk setiap hari dari ileum menjadi
tinja semipadat dengan volume sekitar 150 mL. sebagian besar absorbsi dalam usus
besar terjadi pada pertengahan proksimal kolon, sehingga bagian ini dinamakan kolon
pengabsorbsi, sedangkan kolon bagian distal pada prinsipnya berfungsi sebagai tempat
penyimpanan feses sampai waktu yang tepat untuk ekskresi feses.
Proses pembentukan feses
Kolon normalnya menerima sekitar 500 mL kimus dari usus halus per hari. Isi
kolon yang disalurkan ke kolon terdiri dari residu makanan yang tak tercerna,
komponen empedu yang tidak diserap dan cairan. Dari 500 mL kimus tersebut, kolon
akan menyerap sekitar 350 mL, dan meninggalkan 150 mL massa padat yang disebut
feses untuk dikeluarkan dari tubuh. Selain feses yang keluar dari anus, gas usus atau
flatus juga keluar. Sebagian besar gas ini diproduksi oleh fermentasi bakteri di kolon.
Proses defekasi
Ketika pergerakan massa dikolon mendorong tinja ke dalam rectum, peregangan
yang terjadi di rectum merangsang eseptor regang dinding rectum, memicu refleks
defekasi. Refleks ini menyebabkan sfingter ani internus (otot polos) melemas dan
rectum dan kolon sigmoid berkontraksi lebih kuat. Jika sfingter ani ekternus (otot
rangka) juga melemas, terjadi defekasi. Karena merupakan otot rangka, sfingter ani
akternus berada di bawah control volunter. Peregangan awal dinding rectum disertai
oleh timbulnya rrasa ingin buang air besar. Jika keadaan tidak memungkinkan defekasi,
pengencangan sfingter ani ekternus secara sengaja dapat mencegah defekasi meskipun
reflex defekasi telah aktif. Jika defekasi di tunda, dinding rectum yang semula teregang
secara perlaham melemas dan keinginan untuk buang air besar mereda hingga
pergerakan masa berikutnya mendorong lebih banyak tinja ke dalam rectum dan
kembali meregangkan rectum serta memicu reflex defekasi. Selama periode inaktivasi,
kedua sfinter tetap berkontraksi untuk menjamin kontensia tinja.
Jika tetap terjadi, defekasi biasanya di bantu oleh pergerakan mengedan volunteer
yang melibatkan kontraksi otot abdomen dan ekspirasi paksa dengan glottis tertutup
secara bersamaan. Tindakan ini sangat meningkatkan tekanan intraandomen, yang
membantu mendorong tinja.
Patofisiologi defekasi
Jika defekasi ditunda terlalu lama, dapat terjadi konstipasi. Ketika isi kolon tertahan
lebih lama daripada normal, H2O yang diserap dari tinja meningkat sehingga tinja
menjadi kering dan keras. Variasi normal frekuensi defekasi di antara individu berkisar
dari setiap makan hingga sekali seminggu. Ketika frekuensi berkurang melebihi apa
yang normal bagi yang bersangkutan, dapat terjadi konstipasi berikit gejala-gejala
terkaitnya. Gejala-gejala ini mencakup rasa tidak nyaman di abdomen, nyeri kepala,
hilangnya nafsu makan yang kadan disetai mual, dan depresi mental. Berbeda dari
anggapan umum, gejala-gejala ini tidak disebabkan oleh toksin yang diserap dari baha
tinja yang tertahan. Meskipun metabolism bakteri menghasilkan bahan-bahan yang
mungkin toksik di kolon, bahan-bahan ini normalnya mengalir melalui system portae
dan disingkirkan oleh hati sebelum dapat mencapai sirkulasi sistemik. Gejala-gejala
yang berkaitan dengan konstipasi disebabkan oleh distensi berkepanjangan usus besar,
terutama rectum; gejala menghilang setelah peregangan mereda.
Keungkinan penyebab tertundanya defekasi yang dapat menimbulkan konstipasi
mencakup : mengabaikan keinginan untuk buang air besar; berkurangnya motilitas
kolon karena usia, emosi, atau diet rendah serat; obstruksi pergerakan massa oleh
tumor local atau spasme kolon; dan gangguan reflex defekai, misalnya cedera jalur-
jalur saraf yang terlibat.

Referensi :

Sherwood, lauralee. 2016. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 8. Jakarta : EGC

2. Apa hubungan kebiasaan pasien memakan makanan kurang serat dengan gejala yang
pasien alami !

Jawaban :
Serat memiliki banyak fungsi untuk tubuh,salah satunya yaitu mencegah
gangguan gastrointestinal.Pasien mengalami gejala-gejala tersebut karena tidak
mengkondumsi makanan yang cukup serat sedangkan serat berfungsi dalam
memberi bentuk serta meningkatkan air dalam feses sehingga menghasilkan feses
yang lembut dan tidak keras maka hanya dengan kontraksi otot yang rendah,feses
akan dikeluarkan dengan lancar.Hal ini berdampak pada fungsi gastrointestinal
lebih baik dan sehat.
Referensi:Kusharto.Clara M.2006.Serat makanan dan peranannya bagi
kesehatan.Jurnal Gizi dan Pangan.November 2016.45-54

3. Apa penyebab BAB berdarah ?

Jawaban:

Penyebab buang air besar (BAB) berdarah dapat disebabkan oleh beberapa macam, antara
lain:

1. Pelebaran pembuluh darah

Terjadi pelebaran pembuluh darah (dilatasi) vena dapat menyebabkan gangguan sirkulasi
darah. Pelebaran pembuluh darah vena ini sering terjadi pada daerah anus.Pelebaran
tersebutdinamakan veneesia atau varises pada daerah anus dan perianus.Pelebaran tersebut
desebabkan oleh bendungan darah dalam susunan pembuluh darah atau duduk dan berdiri
yang terlalu lama.Pelebaran pembuluh darah vena di daerah anus sering disebut wasir,
ambeien, atau hemorrhoid serta fissura ani.Apabila pada saat buang air besar
membutuhkan kontraksi otot M. Sphincter Ani terjadilah rasa mengedan, kemudian feses
yang keluar mengikis mukosa anus yang juga terdapat pembuluh darah sehingga darah
keluar dan terjadilah perdarahan. Bila tidak segera ditangani dapat menjadi kronik hingga
bisa terinfeksi atau mengalami trombosis.Bila sudah terinfeksi maka akan menimbulkan
rasa nyeri yang hebatdan akan terjadi perdarahan yang banyak.

2. Keturunan
Masalah buang air besar berdarah dapat disebabkan oleh factor genetik (keturunan)
yang ditandai dengan terdapatnya dinding pembuluh darah yang tipis dan lemah,
sehingga pada saat mengeluarkan feses terjadi penekanan atau kontraksi otot yang
kuat sehingga pembuluh darah pecah dan mengeluarkan darah.
3. Kurang makan makanan yang berserat
Pola makan pada masyarakat semakin berubah sesuai dengan perkembangan zaman.
Banyak orang yang hanya mengutamakan rasa kenyang di perut dibandingkan dengan
kandungan gizi yang terdapat pada makanan yang akan dikonsumsi. Kebanyakan
makanan tersebut sangat rendah kandungan seratnya. Padahal, mengkonsumsi
makanan rendah serat terlalu banyak dapat menyebabkan susah buang air besar. Bila
sudah mengalami kesulitan buang air besar, maka pada saat mengeluarkan feses harus
mengejan. Hal ini menyebabkan pembuluh darah di daerah anus, yaitu Plexus
hemorrhoidalis akan merenggang dan membesar karena adanya tekanan yang tinggi
dan dalam. Bila hal ini terjadi terus menerus, maka pembuluh darah tersebut tidak
akan mampu kembali ke bentuk semula. Kejadian ini banyak dialami oleh wanita yang
sedang hamil dan orang yang mengalami obesitas.
4. Kurang asupan cairan
Konsumsi cairan yang kurang sama halnya dengan kurang nya makanan yang berserat.
Konsumsi cairan yang kurang dapat membuat system pencernaan bekerja secara tidak
optimal. Kurangnya asupan cairan di dalam usus dapat menyebabkan proses
penyerapan makanan terganggu, sehingga feses yang dihasilkan menjadi keras. Pada
saat mengeluarkan feses yang keras membutuhkan kontaksi otot sehingga
membutuhkan tekanan yang kuat (proses mengejan). Karena penekanan yang kuat
dapat membuat pembuluh darah pecah sehingga terjadilah perdarahan.
5. Kurang berolahraga
Aktivitas dapat mempengaruhi proses defekasi karena melalui aktivitas tonus otot
abdomen, pelvis, dan diafragma dapat membantu kelancaran proses defekasi. Olahraga
dapat membantu meningkatkan volume aliran darah, meningkatkan kekuatan otot
terutama otot pada pencernaan, dan fleksibilitas otot-otot. Olahraga juga dapat
dipengaruhi oleh usia. Semakin tua umur seseorang maka semakin lemah fisik
seseorang. Bila kurang berolahraga maka otot menjadi atrofi atau otot tidak fleksibel.
Ketika mengeluarkan feses membutuhkan kontaksi otot yang kuat, menimbulkan
dinding anus terkikis sehingga darah keluar.
6. Terlalu lama duduk, berdiri, dan beban kerja berat
Bila terlalu lama duduk atau bediri atau beban kerja berat maka tubuh akan
beradaptasi dengan memberikan penekanan pada vena hemorrhoidalis yang tinggi
sehingga terjadilah penekanan yang berlebihan pada vena di daerah anus. Pada saat
pengeluaran feses disertai mengejan, kemudian pembuluh darah vena tidak mampu
menahan tekanan sehingga pembuluh darah pecah dan mengalami perdarahan
Referensi :
Agus Suprijono, Moch. 2009. Hemorrhoid. Bagian Patologi Anatomi Fakultas
Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang.

4. Mengapa pasien harus mengedan bila BAB?


Jawaban:

 Terjadi segmentasi dengan gerakan yang melambat menyebabkan transit yang


melambat dan akhirnya konstipasi
 Kurangnya asupan serat
 Penyakit-penyakit yang menyebabkan konstipasi
 Feses yang keras dan besar menyebabkan lebih sulit untuk dikeluarkan

Referensi :
Setiati Siti, dkk. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta : interna publishing. Edisi VI. Hal
1895

5. Apa hubungan keluhan utama dengan darah yang menetes ?


Jawaban :

Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini juga disebut
bowel movement. Frekwensi defekasi pada setiap orang sangat bervariasi dari beberapa
kali perharis ampai 2 atau 3 kali perminggu. Banyaknya feses juga bervariasi setiap orang.
Ketika gelombang peristaltic mendorong feses kedalam kolon sigmoid dan rektum, saraf
sensoris dalam rectum dirangsang dan individu menjadi sadar terhadap kebutuhan
untuk defekasi.
Perdarahan massif dari usus besar merupakan hal yang jarang terjadi dan juga
jarang membutuhkan terapi pembedahan. Jika sumber perdarahan berasal dari anus dan
bagian bawah rektum, seperti hemoroid, fisura, ulkussoliter, varisesrektal,
hemangioma,proktitis, dan tumor rektal, harus diidentifikasi menggunakan proktoskopi
dan sigmoidoskopi.
Perdarahan semacam ini umumnya dicetuskan oleh kotoran yang keras sehingga
defekasi dilakukan dengan mengejan. Trauma rectum merupakan penyebab hematokezia,
dan benda asing yang dimasukkan kedalam lekukan rectum dapat menimbulkan perforasi
di samping perdarahan rektum yang akut. Harus ditekankan bahwa kelainan patologi anus
tidak meniadakan sumber-sumber kehilangan darah lainnya, dan kemungkinan adanya
sumber-sumber lain harus dicari serta dikesampingkan.
Pendekatan kepada pasien perdarahan tergantung lokasi, luas, dan kecepatan
perdarahan. Pemikiran pertama pada perawatan pasien yang berdarah adalah
mempertahankan volume intravaskuler yang adekuat dan stabilitas hemodinamik.
Sebelum melakukan anamnesis dan melakukan seluruh Pemeriksaan fisik, tanda-tanda
vital harus dicatat, darah dikirim untuk golongan darah dan pencocokan silang (cross-
matching), dan pasang infuse intravena dengan jarum besar untuk infuse garam faali atau
plasma expander lain.
Riwayat penyakit atau gejala yang mengarah ke penyakit ulkus dapat memberikan
petunjuk yang berguna. Demikian pula, riwayat penggunaan alkohol yang berlebihan atau
pemakaian obat-obat antiinflamasi yang belum lama harus menimbulkan kecurigaan
terhadap kemungkinan gastritis erosif. Jika penggunaan alcohol tersebut telah berjalan
lama, varisesesofagus cenderung menjadi penyebab perdarahan. Perdarahan pada pasien
yang menggunakan obat antikoagulan harus diidentifikasi penyebabnya, karena 30-50%
tumor kolorektalasimtomatik dapat diketahui dari hal ini. Riwayat perdarahan
sebelumnya dapat membantu sebagaimana halnya riwayat penyakit intestinal atau
kelainan perdarahan di dalam keluarga.
Jadi,hubungan antara darah yang menetes pada skenario dengan keluhan utama
pasien dapat diketahui bahwa daerah yang mengalami kerusakan berada di bagian
pencernaan bawah sehingga bisa memudahkan dalam menentukan diagnosis terhadap
pasien pada scenario dan memperkecil kemungkinan diagnosis terhadap pasien itu sendiri

Referensi :
Pearce, Evelyn C. (2012). AnatomidanFisiologiuntukParamedis. Jakarta: PT. Gramedia
6. Apa hubungan multipara dengan riwayat keluhan utama ?
Jawaban :
Pada kehamilan, akibat pengaruh kenaikan hormon seks dan bertambahnya volume
darah, menyebabkan pelebaran pada pembuluh darah vena di daerah dubur.Peningkatan
hormon progesteron pada wanita hamil akan menyebabkan peristaltik saluran
pencernaan melambat dan otot-ototnya berelaksasi, serta relaksasi katup vena di
anorektal, sehingga akan mengakibatkan konstipasi yang akan memperberat sistem vena
tersebut. Begitu pula akibat penekanan janin dalam rahim pada pembuluh darah vena
didaerah panggul akan mengakibatkan pembendungan. Ditambah lagi dengan
pengejanan waktu buang air besar yang sering terjadi pada wanita hamil karena
konstipasi akan menyebabkan terjadinya prolaps hemorhoid.

Referensi :
- Malangoni Ma. Gastrointestinal surgery and pregnacy. Gastro Clin North Am
2003;32:181-200.
-Sjamsuhidajat, Wim de Jong. Hemorhoid, 2004 Dalam :Buku Ajar IlmuBedah, Ed. 2,
Jakarta, PenerbitbukuKedokteran EGC. Hal: 672-675.
- 5. Silvia A.P, Lorraine M.W, Hemorhoid, 2005. Dalam :Konsep-konsepKlinis Proses
Penyakit, Edisi VI, Patofisiologi vol.1. Jakarta, PenerbitBukuKedokteran EGC. Hal: 467.

7. Jelaskan langkah-langkah diagnosis pada skenario

Jawaban:

Langkah-langkah diagnosis
A. ANAMNESIS
Anamnesis yang baik harus mengacu pada pertanyaan yang sistematis, yaitu
dengan berpedoman pada empat pokok pikiran (The Fundamental Four) dan tujuh
butir mutiara anamnesis (The Sacred Seven). Yang dimaksud dengan empat pokok
pikiran, adalah melakukan anamnesis dengan cara mencari data :
1. Riwayat Penyakit Sekarang(RPS)
2. Riwayat Penyakit Dahulu(RPD)
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
4. Riwayat Sosial dan Ekonomi
Sebelum melakukan anamnesis lebih lanjut, pertama yang harus ditanyakan
adalah identitas pasien, yaitu umur, jenis kelamin, ras, status pernikahan, agama dan
pekerjaan.
1. Riwayat Penyakit Sekarang, Hal ini meliputi keluhan utama dan anamnesis
lanjutan. Keluhan utama adalah keluhan yang membuat seseorang datang ke tempat
pelayanan kesehatan untuk mencari pertolongan, misalnya : demam, sesak nafas,
nyeri pinggang, dll. Keluhan utama ini sebaiknya tidak lebih dari satu keluhan.
Kemudian setelah keluhan utama, dilanjutkan anamnesis secara sistematis dengan
menggunakan tujuh butir mutiara anamnesis, yaitu :
1. Lokasi (dimana ? menyebar atau tidak ?)
2. Onset/awitan dan kronologis (kapan terjadinya? berapalama?)
3. Kuantitas keluhan (ringan atau berat, seberapa sering terjadi ?)
4. Kualitas keluhan (rasa seperti apa ?)
5. Faktor-faktor yang memperberat keluhan.
6. Faktor-faktor yang meringankan keluhan.
7. Analisis system yang menyertai keluhan utama.
Anamnesis secara sistematis ini akan dibahas secara rinci, yaitu :
1. Lokasi Sakit
Seorang penderita yang datang dengan nyeri di ulu hati, perlu
ditanyakan lebih lanjut secara tepat bagian mana yang dimaksud, bila perlu
penderita diminta menunjukkan dengan tangannya, dimana bagian yang
paling sakit dan penjalarannya ke arah mana. Bila pusat sakit di tengah
(linea mediana) dicurigai proses terjadi di pankreas dan duodenum; sebelah
kiri  lambung; sebelah kanan  duodenum, hati, kandung empedu; di atas
 hati, oesofagus, paru, pleura dan jantung.
Penjalaran nyeri tepat lurus di belakang menunjukkan adanya proses
di pankreas atau duodenum dinding belakang; di punggung lebih ke atas 
lambung dan duodenum; bawah belikat kanan  kandung empedu; bahu
kanan  duodenum, kandung empedu, diafragma kanan; bahu kiri 
diafragma kiri.
2. Onset dan kronologis.
Perlu ditanyakan kapan mulai timbulnya sakit atau sudah
berlangsung berapa lama.Apakah keluhan itu timbul mendadak atau
perlahan-lahan, hilang timbul atau menetap.Apakah ada waktu-waktu
tertentu keluhan timbul.Misalnya bila nyeri ulu hati timbul secara ritmik 
curiga ulkus peptikum, malam hari  ulkus peptikum dan tiap pagi 
dispepsia non ulkus.
3. Kualitas(sifatsakit)
Bagaimana rasa sakit yang dialami penderita harus ditanyakan,
misalnya rasa sakit yang tajam (jelas) seperti rasa panas, terbakar, pedih,
diiris, tertusuk, menunjukkan inflamasi organ. Rasa sakit yang tumpul (dull)
seperti diremas, kramp, kolik, sesuatu yang bergerak biasanya menunjukkan
proses pada organ yang berongga (saluran cerna, empedu). Rasa sakit yang
tidak khas menunjukkan organ padat (hati, pankreas).
4. Kuantitas (derajat sakit)
Ditanyakan seberapa berat rasa sakit yang dirasakan penderita. Hal
ini tergantung dari penyebab penyakitnya, tetapi sangat subjektif, karena
dipengaruhi antara lain kepekaan seorang penderita terhadap rasa sakit,
status emosi dan kepedulian terhadap penyakitnya. Dapat ditanyakan
apakah sakitnya ringan, sedang atau berat.Apakah sakitnya mengganggu
kegiatan sehari-hari, pekerjaan penderita atau aktifitas fisik lainnya.
5. Faktor yang memperberat keluhan.
Ditanyakan adakah faktor-faktor yang memperberat sakit, seperti
aktifitas makan, fisik, keadaan atau posisi tertentu.Adakah makanan/
minuman tertentu yang menambah sakit, seperti makanan pedas asam, kopi,
alkohol panas, obat dan jamu. Bila aktifitas makan/ minum menambah sakit
menunjukkan proses di saluran cerna empedu dan pankreas. Aktifitas fisik
dapat menambah sakit pada pankreatitis, kholesistitis, apendisitis, perforasi,
peritonitis dan abses hati.Batuk, nafas dalam dan bersin menambah sakit
pada pleuritis.
6. Faktor yang meringankan keluhan.
Ditanyakan adakah usaha penderita yang dapat memperingan sakit,
misalnya dengan minum antasida rasa sakit berkurang, menunjukkan
adanya inflamasi di saluran cerna bagian atas. Bila posisi membungkuk
dapat mengurangi sakit menunjukkan proses inflamasi dari pankreas atau
hati.
7. Keluhan yang menyertai.
Perlu ditanyakan keluhan–keluhan lain yang timbul menyertai dan
faktor pencetusnya, misalnya bila penderita mengeluh nyeri ulu hati, yang
perlu ditanyakan lebih lanjut adalah :
1. Apakah keluhan tersebut berhubungan dengan aktifitas makan ?
2. Bagaimana buang air besarnya, adakah flatus ?
3. Adakah ikterik ?
4. Adakah pembengkakan, benjolan atau tumor, atau nyeri tekan ?
5. Adakah demam, batuk, sesak nafas, nyeri dada, berdebar-debar,
keringat dingin atau badan lemas ?

2. Riwayat Penyakit Dahulu

Ditanyakan adakah penderita pernah sakit serupa sebelumnya, bila dan


kapan terjadinya dan sudah berapa kali dan telah diberi obat apa saja, serta
mencari penyakit yang relevan dengan keadaan sekarang dan penyakit kronik
(hipertensi, diabetes mellitus, dll), perawatan lama, rawat inap, imunisasi,
riwayat pengobatan dan riwayat menstruasi (untuk wanita).

3. Riwayat Penyakit Keluarga


Anamnesis ini digunakan untuk mencari ada tidaknya penyakit keturunan
dari pihak keluarga (diabetes mellitus, hipertensi, tumor, dll) atau riwayat
penyakit yang menular.

4. Riwayat sosial dan ekonomi

Hal ini untuk mengetahui status sosial pasien, yang meliputi pendidikan,
pekerjaan pernikahan, kebiasaan yang sering dilakukan (pola tidur, minum
alkohol atau merokok, obat- obatan, aktivitas seksual, sumber keuangan,
asuransi kesehatan dan kepercayaan).Anamnesis yang teliti dan pemeriksaan
jasmani yang akurat merupakan data penting untuk menegakkan diagnosis yang
tepat.Riwayat hemoroid atau IBD sangat penting untuk dicatat.Nyeri abdomen
atau diare merupakan petunjuk kepada kolitis atau neoplasma.

Keganasan kadang ditandai denganpenurunan berat badan, anoreksia,


limfadenopati atau massa yang teraba.

1. Keluhan pasien berupa perut kembung, nyeri, dan diare.


2. Apakah gangguan ini akut atau kronik ? proses akut menunjukkan
proses yang berhubungan dengan infeksi
3. Berapa umur dan apa etnik pasien? Usia lanjut tua menujukkan
kelainan usus yang difus atau sindrom paraneoplastik
4. Apakah ada mual dengan atau tanpa muntah( bila ya, ada gangguan
lambung)
5. Apakah konstipasi merupakan gejala utama? (jika ya, ada gangguan
kolon)
6. Apakah gejala subakut atau kronik, apakah secara cepat menjadi
berat? (jika ya, pikirkan obstruksi mekanik parsial karena tumor)
7. Apakah penurunan berat bedan merupakan gejala utama? (jika ya,
pikirkan kondisi yang menyebabkan maldigesti dan malabsorbsi.
Juga pikirkan sindrom paraneoplastik)
8. Apakah pasien memiliki riwayat penyakit sistemik(missal DM,
sclerosis sistemik, penyakit neurologic, penyakit spinal cord) ?
9. Obat-obat apa yang dikonsumsi?
10. Apakah ada riwayat keluarga yang serupa masalahnya?
11. Apakah ada bukti gangguan buang air kecil atau pada pria disfungsi
seksual? Apakah ada hipotensi ortostatik?
12. Apakah ada riwayat operasi lambung atau usus halus?
B. PEMERIKSAAN FISIK
Inspeksi
1. Baringkan pasien dengan posisi supine, dengan sumber cahaya meliputi kaki
sampai kepala, atau meliputi abdomen
2. Berdiri di sisi kanan pasien, usahakan pemeriksa dapat melihat abdomen
pasien dengan jelas dan tanpa halangan
3. Periksa rambut, konjungtiva, sklera dan kulit
4. Inspeksi kontur abdomen normal atau abnormal
Auskultasi
1. Penderita diminta rileks dan bernafas normal
2. Letakkan membran atau bel stetoskop (bila kurang jelas) di atas mid-
abdomen (umbilikus) atau dibawah umbilikus
3. Dengarkan peristaltik/bising usus (seperti suara bila perut lapar atau melilit),
bila tidak terdengar, lanjutkan mendengar selama 5 menit
4. Tentukan normal atau abnormal berdasarkan timbulnya berapa kali permenit
5. Lakukan evaluasi bising usus pada empat kuadran abdomen dengan benar
6. Bising pembuluh darah abnormal yang dapat ditemukan
- Hepatic rub: diatas dan di kanan umbilikus seperti bunyi bergerumuh/gesekan
telapak tangan yang kuat
- Bruit dari karsinoma pankreas di kiri regio epigastrium dan splenik friction
rub di lateral kiri abdomen, seperti aliran yang melewati celah sempit, periodik
sesuai kontraksi sistolik
7. Catat hasil auskultasi
- Palpasi
1. Sebelum palpasi, tangan diusahakan hangat sesuai suhu ruangan/tubuh
2. Pasien diminta menekuk kedua lutut dan bernapas dengan mulut terbuka (bila
pasien tampak tegang dan abdomen mengeras agar terjadi relaksasi abdomen)
3. Lakukan percakapan dengan pasien sambil melakukan palpasi
4. Lakukan palpasi ringan dengan tempatkan telapak tangan di abdomen pelan-
pelan, adduksikan jari-jari sambil menekan lembut masuk ke dinding abdomen
kira-kira 1 cm (kuku jari jangan sampai menusuk dinding abdomen) Bila nyeri
langsung ditemukan saat palpasi, kepala pasien dapat ditinggikan memakai
bantal
5. Nilai nyeri tekan atau tidak dengan memperhatikan wajah atau ekspresi
pasien
6. Lakukan palpasi dalam cara bimanual, menilai hepar dan limpa (normal tidak
teraba), dengan langkah yang sama pada palpasi ringan namun menekan lebih
dalam (4-5 cm) naik turun
8. Palpasi limpa (metode Schuffner & metode Hacket). Ujung limpa yang
teraba di bawah arkus kosta kiri menandakan splenomegali
- Tangan kanan dimasukkan di belakang margin kosta kiri pada garis
midaksillaris. Tangan kiri ditempatkan dibawah toraks dengan jari-jari aduksi
dibawah tulang
iga.
- Pasien diminta inspirasi dalam, tangan kanan masuk lebih dalam di belakang
margin kosta dan dinaikkan, sementara tangan kiri menaikkan costovertebra
bagian belakang.
- Lakukan beberapa kali sesuai irama inspirasi sambil menempatkan posisi
tangan kanan berganti tempat/arah.
9. Palpasi Hepar : nilai permukaan, tepi, ujung dan nyeri tekan hepar.
- Tangan kanan dengan jari-jari adduksi dimasukkan mulai di regio kuadran
kanan bawah dengan permukaan volar tangan menyentuh permukaan abdomen.
Tangan kiri ditempatkan dibawah toraks dengan posisi supinasi
- Saat inspirasi dalam, tangan kanan digerakkan ke arah superior dan profunda,
saat inspirasi akhir tercapai, bersamaan dengan tangan kiri menaikkan area
costovertebra kanan. Langkah ini dilakukan sampai dibawah margin tulang
rusuk kanan.

11. Abnormal palpasi :


- Blumberg’s sign (+)/ rebound tenderness: terasa sakit jika ditekan ujung jari
perlahan-lahan ke dinding abdomen di area kiri bawah, kemudian secara
tibatiba menarik kembali jari-jari.
- Rovsing’s sign (+): terasa sakit jika ditekan di area kanan bawah
- Psoas sign (+): terasa sakit jika tungkai bawah difleksikan ke arah perut
- Obturator sign (+) : terasa sakit jika tungkai diangkat ke atas dengan lutut
ekstensi
12. Jika massa abdomen ditemukan, nilai : lokasi, ukuran, besar, kekenyalan,
mobilitas dan pulsasi

- Perkusi
1. Lakukan perkusi pada ke empat kuadran abdomen
2. Lakukan perkusi batas paru-hepar di garis midklavikula kanan, dimulai dari
interkostal II ke bawah
3. Bunyi resonan dada menjadi redup ketika mencapai hepar, bila dilanjutkan
ke bawah, bunyi redup berubah menjadi timpani bila perkusi di atas kolon
4. Tentukan lokasi dan ukuran hepar

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Barium Enema (colon in loop)

Pada keadaan perdarahan akut dan emergensi, pemeriksaan ini tidak mempunyai
peran. Bahkan kontras yang ada akan memperlambat rencana pemeriksaan
kolonoskopi (kontras barium potensial dapat menyumbat saluran pada skop) atau
skintigrafi (kontras barium akan mengacaukan interpretasi) bila diperlukan. Serta
tidak ada tambahan manfaat terapeutik.Tetapi pada keadaan yang elektif,
pemeriksaan ini mampu mengidentifikasi berbagai lesi yang dapat diprakirakan
sebagai sumber perdarahan (tidak dapat menentukan sumber perdarahan).

2. Endoskopi

Bilamana perdarahan saluran cerna berlangsung perlahan atau sudah


berhenti maka pemeriksaan kolonoskopi merupakan prosedur diagnostik yang
terpilih sebab akurasinya tinggi dalam menentukan sumber perdarahan sekaligus
dapat menghentikan tindakan terapeutik.Kolonoskopi dapat menunjukkan adanya
divertikel namun demikian sering tidak dapat mengidentifikasikan sumber

perdarahan yang sebenarnya.Pada perdarahan yang hebat pemeriksaan kolonoskopi


yang dilaksanakan setelah pembersihan kolon singkat merupakan alat diagnostik
yang baik dengan akurasi yang menyamai bahkan melebihi angiografi.Sebaliknya
enema barium tidak mampu mendeteksi sampai 20% lesi yang ditemukan secara
endoskopi khususnya jejas angioplasia.Pada perdarahan saluran cerna yang diduga
berasal dari distal ligamentum Treitz dan dengan pemeriksaan kolonoskopi
memberikan hasil yang negatif maka dapat dilakukan pemeriksaan enteroskopi atau
endoskopi kapsul yang dapat mendeteksi jejas angiodisplasia di usus halus.

3. Anoskopi/Rektoskopi
Pada umumnya dapat segera mengetahui sumber perdarahan tersebut bila berasal
dari perdarahan hemoroid interna atau adanya tumor rektum.Dapat dikerjakan tanpa
persiapan yang optimal.

4. Kolonoskopi
Pada keadaan yang bersifat elektif dengan persiapan yang optimal, pemeriksaan ini
dapat dengan relatif mudah mengidentifikasi sumber perdarahan di seluruh bagian
kolon sampai ileum terminal. Tetapi pada keadaan perdarahan aktif, lumen usus
penuh darah (terutama bekuan darah), maka lapang pandang kolonoskop akan
terhambat. Diperlukan usaha yang berat untuk membersihkan lumen kolon secara
kolonoskopi. Sering sekali lumen skop tersumbat total sehingga pemeriksaan harus
dihentikan. Tidak jarang hanya dapat menyumbangkan informasi adanya demarkasi
atau batas antara lumen kolon yang bersih dari darah dan diambil kesimpulan
bahwa letak sumber perdarahan di distal demarkasi tersebut

5. Sigmoidoskopi
Perdarahan dari sigmoid (misalnya tumor sigmoid) masih mungkin dapat
diidentifikasi dengan pemeriksaan ini dengan hanya persiapan laksan enema (YAL)
atau klisma, mengingat darah dalam lumen usus itu sendiri sudah bersifat laksan.

Referensi:

 Buku Ajar Gastroenterologi.ed. I.Interna Publishing

 Permatasari, DCI. 2013. Tatalaksana Hematokezia. Sumatera Utara: USU.


repository.usu.ac.id

8. Apa diagnosis banding pada skenario?

Jawaban:

Penyakit Divertikular
Penyakit divertikular merupakan suatu kelainan, dimana terjadi herniasi
mukosa/submukosa dan hanya dilapisi oleh tunika serosa pada lokasi dinding kolon yang
lemah yaitu tempat dimana vasa rekta menembus dinding kolon.Herniasi dari
mukosa/sunmukosa dan ditutupi oleh lapisan serosa yang tipis disebut Pseudodivertikular
atau false divertukular, biasanya bersifat acquired. Apabila semua dinding kolon
mengalami herniasi disebut true divertikular dan biasanya bersifat kongenital.

Divertikulitis merupakan perforasi dari divertikulum yang diikuti oleh infeksi dan
inflamasi yang menyebar ke dinding kolon, epiploic appendage, mesenterium organ-organ
sekitar atau mikro/makro perforasi bebas ke kavum peritonium.

Insidensi

Umur : umumnya ditemukan sesudah umur 40 tahun dan insidensinya meningkatsesuai


dengan peningkatan umur.
Jenis kelamin : laki-laki hampir sama dengan wanita, perbandingan wanita: laki-laki adalah
3:2

Geografi : di negara Barat, Australia insidensi jauh lebih tinggi dari negara-nega Asia dan
Afrika.

Etiologi dan Patogenesis

Penyakit divertikular disebabkan oleh ganguan motilitas saluran cerna/kolon karena


makanan yang dimakan tidak atau kurang mengandung serat. Patogenesis terjadinya
divertikel mungkin disebabkan oleh kerja sama 2 faktor, yaitu :

1. Menurunnya kekuatan atau ketegangan otot dinding kolon


Lapisan otot sirkular pada dinding kolon merupakan suatu anyaman serat otot yang
diperkuat oleh jaringan ikat, dimana pada setiap jarak tertentu ditembusi oleh
pembuluh darah arteri dan lapisan serosa yang masuk ke lapisan mukosa
membawa makanan. Pada orang tua tempat jalan tembus arteri ini merupakan titik-
titik lemah.
Disamping itu pada orang yang sudah berumur ditemukan pula menurunnya
sintesis seraat kolagen tipe III, yang secara normal sangat penting untuk
mempertahankan ketegangan atau kekuatan jaringan otot usus, sehingga akibat
penurunan sintesis ini kekuatan atau ketegangan otot menjadi menurun.

2. Peningkatan tekanan intra kolon (intra luminal)


Kolon sigmoid dan descenden, yang keadaan lumen lebih sempit jika dibandingkan
dengan bagian kolon lainnya, memiliki reaksi ketegangan yang lebih tinggi
sehingga tekanan intralumen menjadi meningkat menyebabkan terdorongnya
(herniasi) mukosa kolon keluar dan menembus lapisan otot diantara 2 segmen.

Gambaran Klinis
Pada umumnya penderita penyakit divertikular tidak memperlihatkan gejal. Gejala-gejala
biasanya timbul setelah umur 40 tahun yang disebabkan oleh gangguan motilitas usus, atau
terjadi radang akut atau kronik, perdarahan atau perforasi divertikel.

Keluhan-keluhan seperti perut rasa tegang, kembung, nyeri, tenesmus dan obstipasi yang
bergantian dengan diare, dan pada palpasi perut kadang-kadang nyeri pada kuadaran
bawah atau pada bagian kiri bawah. Jika terdapat demam, leukosistosis, dan massa pada
palpasi maka dicurigai divertikulitis.

Divertikulitis timbul apabila terjadi sumbatan pada mulut divertikel oleh feses atau mukus
sehingga terjadi edema, divertikulitis akut yang dapat diikuti dengan abses perikolon,
mikroperforasinya sehingga timbul gejala-gejala klinis yang lebih berat.

Pemeriksaan Penunjang

Pada penyakit divertikuler yang asimptomatik, diagnosis biasa ditemukan secara kebetulan
pada pemeriksaan barium enema, endoskopi atau pemeriksaan CT-scan untuk tujuan lain.

 Pada pemeriksaan X-ray abdomen, pasien divertikulitis akut 30-50% dapat


ditemukan kelainan berupa dilatasi usus kecil/usus besar yang merupakan tanda
ileus, tanda-tanda obstruksi, densitas jaringan lemak mendindikasi adanya
plegmon/abses.
 Hasil pemeriksaan CT-scan dapat ditemukan penebalan dinding kolon, streaky
mesenteric fat, dan tanda abses/plegmon.
 Pada pemeriksaan USG abdomen ditemukan gambaran penebalan dinding kolon
dan massa yang kistik
 Endoskopi dapat dilakukan setelah 6-8 minggu terjadi resolusi dari divertikulitis.
 Kolonoskopi dapat dilakukan pada perdarahan yang sedang berhenti sendiri, setelah
12-24 jam.
 Foto kolon dengan barium dapat memperlihatkan adanya divertikel atau
divertikulitis. Divertikel lebih mudah ditemukan bila dipergunakan cara kontras
tunggal dengan pengisian penuh. Bila ada divertikulits tidak dipakai kontras ganda
karena adanta bahaya perforasi. Divertikel nampak sebagai kantong yang keluar
dari dinding kolom. Sebenarnya pada dibertikulitis yang akut sebaiknya
pemeiksaan rontgen ditunda dahulu untuk menghindari perforasi karena dindingnya
yang melemah. Setelah diobati dan keadaan tenang, baru foto rontgen dapat dibuat.
Pemeriksaan rontgen dengan barium merupakan cara yang paling baik untuk
diagnosis.

Penatalaksanaan

1. Non Farmakologi
 Pada divertikel tanpa komplikasi hanya dianjurkan supaya makan makanan
yang banyak mengandung serat, karena dapat menyerap air sehingga tinja
tidak keras dan tekanan dalam kolon menjadi lemah.
 Bila ada divertikulitis, perlu istirahat dan diet lunak, rendah serat, atau cair
atau makanan pe intravena
2. Farmakologi
 Biasanya radangnya disebabkan oleh kuman E.coli, streptokokkus fekalis
atau bakteroides. Maka antibiotik yang diberikan ditujukan pada kuman
tersebut.
 Divertikulitis : Antiobiotik dosis tinggi seperti ampisilin, gentamisin,
sefalosporin, atau metrinidazol secara oral atau intravena.
 Bila ada sakit perut maka diberikan obat anti kolinergik atau antispasmodik.
 Perdarahan biasanya tidak banyak, sehingga tidak diperlukan operasi.
Kadang-kadang diperlukan transfusi darah disamping asam traneksamik
atau vitamin K.
3. Pembedahan
Pembedahan dilakukam pada keadaan berikut:
 Perdarahan yang banyak
 Abses
 Fistulasi
 Perforasi

Secara sederhana dilakukan reseksi usus segmen yang terkena.


Komplikasi

1. Abses intra abdominal


Komplikasi ini terjadi apabila ada perforasi abses dan penderita kelihatan sakit
berat, khususnya jika infeksi tidak terlokalisir sehingga menyebabkan peritonitis
umum. Jika terdapat abses, lokasi biasanya di pelvis dan dapat teraba pada
pemeriksaan rectal touche.
2. Obstruksi intestinal
Dapat terjadi akibat edema pada divetikulitis akut atau oleh karena fibrosis pada
divertikulitis kronik. Walaupun obstruksi kolon dapat terjadi namun yang paling
sering adalah obstruksi pada usus halus akibat perlengketan sehingga timbul gejala-
gejala ileus.
3. Perdarahan per anum
Perdarahan yang tejadi pada divertikulitis lebih sedikit jika dibandingkan dengan
perdarahan yang disebabkan oleh kelaina lain pada divertikel. Perdarahan terjadi
sebagai akibat nekrosis arteri oleh tekanan leher divertikel yang membesar atau
oleh karena erosi akibat radang.
Perdarahan bisa profus atau sedikit-sedikit dan dapat berhenti secara spontan.
Darah yang keluar adalah darah segar atau merah tua berlainan dengan melena.
Biasanya penderita tidak menunjukkan gejala-gejala lain kecuali tanda-tanda
kekurangan darah.
4. Fistel
Komplikasi ini jarang ditemukan. Bila terjadi fistel, yang paling sering adalah fistel
ke dalam kandung kemih (vesica colon fistula) dengan keluhan sering berkemih,
miksi rasa panas dan sekali-sekali keluar udara selama berkemih yang disebut
pneumaturia. Di samping itu fistel juga dapat terjadi pada vagina dan kandung
empedu.

Prognosis
Apabila terjadi komplikasi, prognosis penyakit akan menjadi lebih buruk. Apabila timbul
gejala-gejala kemudian menjadi baik kembali, 90% gejala akan berulang kembali setelah 5
tahun. 10-15% penderita divertikel akan mengalami komplikasi divertikulitis. 25%
penderita yang mengalami perdarahan akan berdarah ulang dan 50% dari yang berdarah
ulang akan mengalami perdarahan kembali dan perlu dilakukan operasi. Kematian
mencapat 4-8% dari penderita yang dioperasi dan kebanyakan yang berumur di atas 60
tahun.

Pencegahan
Apabila faktor makana yang mengandung kurang residu atau kurang serat merupakan
penyebab penyakit divertikular maka upaya pencegahan dapat dilakukan dan mungkin juga
dapat mencegah timbulnya komplikasi yaitu dengan pemberian makanan yang
mengandung residu dan serat yang tinggi.

Referensi:

Bouchier IAD: Gastroenterology Balliare Tindall,London 1982

CA Recti

Ca Recti adalah keganasan jaringan epitel pada daerah rektum. Karsinoma


Recti merupakan salah satu dari keganasan pada kolon dan rektum yang khusus
menyerang bagian Recti yang terjadi akibat gangguan proliferasi sel epitel yang
tidak terkendali. Karsinoma rekti merupakan keganasan visera yang sering terjadi
yang biasanya berasal dari kelenjar sekretorik lapisan mukosa sebagian besar
kanker kolonrektal berawal dari polip yang sudah ada sebelumnya. Karsinoma
Rektum merupakan tumor ganas yang berupa massa polipoid besar, yang tumbuh
ke dalam lumen dan dapat dengan cepat meluas ke sekitar usus sebagai cincin
anular (Price and Wilson, 2006).

Epidemiologi:
Di Indonesia kanker rectum adalah keganasan yang sering terjadi baik pada
pria dan wanita setelah kanker prostat dan kanker payudara dengan persentase
11,5% dari jumlah seluruh pasien kanker di Indonesia. 2 Insidensi kanker rectum di
Indonesia cukup tinggi, demikian juga angka kematiannya. Insidensi kanker rectum
pada pria sebanding dengan wanita dan lebih banyak terjadi pada usia produktif.
Hal ini berbeda dengan data yang diperoleh di negara berat dimana kanker biasanya
terjadi pada pasien usia lanjut. Perbandingan insidensi pada laki-laki dan
perempuan adalah 3 berbanding 1 dan kurang dari 50% kanker kolon dan rektum
ditemukan di rektosigmoid
Etiologi:

Penyebab nyata dari kanker kolon dan rektal tidak diketahui, tetapi faktor
risiko telah teridentifikasi termasuk riwayat kanker kolon atau polip pada
keluarga, riwayat penyakit usus inflamasi kronis dan diet tinggi lemak protein dan
daging serta rendah serat(Brunner & Suddarth, 2001).

a. Polip di usus (Colorectal polyps)

Polip adalah pertumbuhan pada dinding dalam kolon atau rektum, dan
sering terjadipada orang berusia 50 tahun ke atas. Sebagian besar polip bersifat
jinak (bukan kanker),tapi beberapa polip (adenoma) dapat menjadi kanker.

b. Ulseratif Kolitis

Ulseratif kolitis merupakan faktor risiko yang jelas untuk kanker kolon
sekitar 1% dari pasien yang memiliki riwayat kronik ulseratif kolitis. Resiko
perkembangan kanker pada pasien ini berbanding terbalik pada usia terkena kolitis
dan berbanding lurus dengan keterlibatan dan keaktifan dari ulseratif kolitis.

c. Penyakit Chron

Pasien dengan kondisi yang menyebabkan peradangan pada kolon


(misalnya colitis ulcerativa atau penyakit Crohn) selama bertahun-tahun
memiliki risiko yang lebih besar. Pasien yang menderita penyakit crohn’s
mempunyai risiko tinggi untuk menderita kanker kolorektal tetapi masih kurang
jika dibandingkan dengan ulseratif kolitis. Keseluruhan insiden dari kanker yang
muncul pada penyakit crohn’s sekitar 20%. Pasien dengan struktur kolon
mempunyai insiden yang tinggi dari adenokarsinoma pada tempat yang terjadi
fibrosis. Adenokarsinoma meningkat pada tempat strikturoplasty menjadikan
sebuah biopsy dari dinding intestinal harus dilakukan pada saat melakukan
strikturoplasty. Telah dilaporkan juga bahwa squamous sel kanker dan
adenokarsinoma meningkat pada fistula kronik pasien dengan crohn’s disease.

d. Riwayat Kanker
Sekitar 15% dari seluruh kanker kolon muncul pada pasien dengan riwayat
kanker kolorektal pada keluarga terdekat. Seseorang dengan keluarga
terdekat yang mempunyai kanker kolorektal mempunyai kemungkinan
untuk menderita kanker kolorektal dua kali lebih tinggi bila dibandingkan
dengan seseorang yang tidak memiliki riwayat kanker kolorektal pada
keluarganya.

e. Faktor Gaya Hidup

Pria dan wanita yang merokok kurang dari 20 tahun mempunyai risiko tiga
kali untuk memiliki adenokarsinoma yang kecil, tapi tidak untuk yang besar.
Sedangkan merokok lebih dari 20 tahun berhubungan dengan risiko dua setengah
kali untuk menderita adenoma. Pada berbagai penelitian telah menunjukkan
hubungan antara aktifitas, obesitas dan asupan energi dengan kanker kolorektal.
The Nurses Health Study telah menunjukkan hubungan yang berkebalikan
antara aktifitas fisik dengan terjadinya adenoma, yang dapat diartikan bahwa
penurunan aktifitas fisik akan meningkatkan risiko terjadinya adenoma

f. Diet atau Pola Makan

Masyarakat yang diet tinggi lemak, tinggi kalori, daging dan diet
rendah serat berkemungkinan besar untuk menderita kanker kolorektal pada
kebanyakan penelitian, meskipun terdapat juga penelitian yang tidak menunjukkan
adanya hubungan antara serat dan kanker kolorektal.

Patofisiologi :

Kanker kolon dan rektum terutama (95%) adenokarsinoma (muncul dari


lapisanepitel usus) dimulai sebagai polip jinak tetapi dapat menjadi ganas dan
menyusup sertamerusak jaringan normal serta meluas ke dalam struktur
sekitarnya. Sel kanker dapatterlepas dari tumor primer dan menyebar ke dalam
tubuh yang lain (paling sering ke hati).Tumor yang berupa massa polipoid besar,
tumbuh ke dalam lumen dan dengan cepat meluaske sekitar usus sebagai
cincin anular. Lesi anular lebih sering terjadi pada bagianrektosigmoid,
sedangkan polipoid atau lesi yang datar lebih sering terdapat pada sekum dankolon
asendens.

Kanker kolorektal dapat menyebar melalui beberapa cara yaitu :

a. Secara infiltratif langsung ke struktur yang berdekatan, seperti ke dalam


kandung kemih.

b. Melalui pembuluh limfe ke kelenjar limfe perikolon dan mesokolon

c. Melalui aliran darah, biasanya ke hati karena kolon mengalirakan darah ke


system portal.

d. Penyebaran secara transperitoneal

e. Penyebaran ke luka jahitan, insisi abdomen atau lokasi drain.

Adenokarsinoma secara jalur APC (adenomatous polyposis coli)


melibatkan beberapamutasi genetik, dimulai dengan inaktivasi dari gen APC, yang
memungkinkan replikasiseluler di bawah permukaan dinding. Dengan peningkatan
pembelahan sel, terjadi mutasilebih lanjut, mengkibatkan aktivitas dari onkogen K-
ras pada tahap awal dan mutasi padatahap-tahap selanjutnya. Kerugian kumulatif
ini dalam fungsi gen supresor tumor mencegahapoptosis dan memperpanjang umur
sel tanpa batas. Jika mutasi APC diwariskan, akanberakibat pada sindrom
poliposis adenomatosa kekeluargaan (Leggett, 2001). Secarahistologis,
adenoma diklasifikasikan dalam tiga kelompok : tubular, tubulovillous, danvillous
adenoma. Mutasi K-ras dan ketidak stabilan mikrosatelit telah diidentifikasi
dalamhiperplastik polip. Oleh karena itu, hiperplastik polip mungkin juga memiliki
potensi ganas dalam berbagai derajat (Leggett, 2001).

MANIFESTASI KLINIS

Tanda dan gejala yang mungkin muncul pada kanker rektal antara lain ialah :
a. Perubahan pada kebiasaan BAB atau adanya darah pada feses, baik itu
darah segarmaupun yang berwarna hitam.

b. Diare, konstipasi atau merasa bahwa isi perut atau usus tidak benar -
benar kosong saatBAB

c. Feses yang lebih kecil dari biasanya

d. Keluhan tidak nyaman pada perut seperti sering flatus, kembung, rasa
penuh pada perutatau nyeri

e. Penurunan berat badan

f. Mual dan muntah

g. Rasa letih dan lesu

h. Pada tahap lanjut dapat muncul gejala pada traktus urinarius dan nyeri
pada daerahgluteus

Pemeriksaan Penunjang:

Ada beberapa tes pada daerah rektum dan kolon untuk mendeteksi kanker
rektal,diantaranya ialah :

1. Pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan CEA (Carcinoma Embrionik Antigen)


dan Ujifaecal occult blood test (FOBT) untuk melihat perdarahan di jaringan

2. Digital rectal examination (DRE) dapat digunakan sebagai pemeriksaan skrining


awal.Kurang lebih 75 % karsinoma rektum dapat dipalpasi pada
pemeriksaan rektal,pemeriksaan digital akan mengenali tumor yang terletak
sekitar 10 cm dari rektum, tumor akan teraba keras dan menggaung

3. Barium Enema yaitu Cairan yang mengandung barium dimasukkan


melalui rektum kemudian dilakukan seri foto x-rays pada traktus gastrointestinal
bawah.

4. Sigmoidoscopy yaitu sebuah prosedur untuk melihat bagian dalam rektum dan
sigmoid apakah terdapat polip kakner atau kelainan lainnya. Alat sigmoidoscope
dimasukkan melalui rectum sampai kolon sigmoid, polip atau sampel jaringan
dapat diambil untuk biopsi.

5. Colonoscopy yaitu sebuah prosedur untuk melihat bagian dalam rektum dan
sigmoid apakah terdapat polip kanker atau kelainan lainnya. Alat colonoscope
dimasukkan melalui rectum sampai kolon sigmoid, polip atau sampel jaringan
dapat diambil untuk biopsi.

6. Biopsi Jika ditemukan tumor dari salah satu pemeriksaan diatas, biopsi harus
dilakukan. Secara patologi anatomi, adenocarcinoma merupakan jenis yang paling
sering yaitu sekitar 90 sampai 95% dari kanker usus besar. Jenis lainnya ialah
karsinoma sel skuamosa, carcinoid tumors, adenosquamous carcinomas, dan
undifferentiated tumors

7. Foto sinar X Pemeriksaan radiologis dengan barium enema dianjurkan


sebagai pemeriksaan rutin sebelum dilakukan pemeriksaan lain. Pada pemeriksaan
ini akan tampak filling defect biasanya sepanjang 5 – 6 cm berbentuk anular atau
apple core. Dinding usus tampak rigid dan gambaran mukosa rusak.

PENATALAKSANAAN

Terapi farmakologi

Terapi yang diberikan setelah pembedahan:

1. Fluoro-Uracil 13,5 mg/kg BB/hari intravena selama 5 hari berturut-turut.


Pemberian berikutnya pada hari ke-36 (siklus sekali 5 minggu) dengan total 6
siklus.
2. Futraful 3-4 kali 200 mg/hari per os selama 6 bulan
3. Terapi kombinasi (Vincristin + FU + Mthyl CCNU)

Terapi non farmako :

1. Cukup mengkonsumsi serat, seperti sayur-sayuran dan buah-buahan. Serat


dapat melancarkan pencemaan dan buang air besar sehingga berfungsi
menghilangkan kotoran dan zat yang tidak berguna di usus, karena kotoran
yang terlalu lama mengendap di usus akan menjadi racun yang memicu sel
kanker.
2. Kacang-kacangan (lima porsi setiap hari).
3. Menghindari makanan yang mengandung lemak jenuh dan kolesterol tinggi
terutama yang terdapat pada daging hewan.
4. Menghindari makanan yang diawetkan dan pewarna sintetik, karena hal tersebut
dapat memicu sel karsinogen / sel kanker.
5. Menghindari minuman beralkohol dan rokok yang berlebihan.
6. Melaksanakan aktivitas fisik atau olahraga secara teratur.

Komplikasi:
Komplikasi yang terjadi akibat adanya kanker rektum adalah :
a. Terjadinya osbtruksi pada daerah pelepasan
b. Terjadinya perforasi pada usus
c. Pembentukan pistula pada kandung kemih atau vagina.
Karsinoma rektum dapat menyebabkan terjadinya ulserasi atau perdarahan,
menimbulkan obstruksi bila membesar, atau menembus vagina (invasi) keseluruh
dinding usus dan kelenjar-kelenjar regional. Adapun komplikasi selain terjadinya
obstruksi, perforasi yaitu pendarahan dan penyebaran ke organ yang berdekatan.

Prognosis :

50% dari seluruh pasien mengalami kekambuhan yang dapat berupa kekambuhan
lokal, jauh maupun keduanya. Kekambuhan lokal lebih sering terjadi. Penyakit kambuh
pada 5-30% pasien, biasanya pada 2 tahun pertama setelah operasi. Faktor – faktor yang
mempengaruhi terbentuknya rekurensi termasuk kemampuan ahli bedah, stadium tumor,
lokasi dan kemapuan untuk memperoleh batas - batas negatif tumor.
Tumor poorly differentiated mempunyai prognosis lebih buruk dibandingkan
dengan well differentiated. Bila dijumpai gambaran agresif berupa”signet ring cell” dan
karsinoma musinus prognosis lebih buruk.
Rekurensi lokal setelah operasi reseksi dilaporkan mencapai 3-32% penderita.
Beberapa faktor seperti letak tumor, penetrasi dinding usus, keterlibatan kelenjar limfa,
perforasi rektum pada saat diseksi dan diferensiasi tumor diduga sebagai faktor yang
mempengaruhi rekurensi lokal.
Pencegahan :

1. Cukup mengkonsumsi serat, seperti sayur-sayuran dan buah-buahan. Serat dapat


melancarkan pencemaan dan buang air besar sehingga berfungsi menghilangkan kotoran
dan zat yang tidak berguna di usus, karena kotoran yang terlalu lama mengendap di usus
akan menjadi racun yang memicu sel kanker.
2. Kacang-kacangan (lima porsi setiap hari).
3. Menghindari makanan yang mengandung lemak jenuh dan kolesterol tinggi terutama yang
terdapat pada daging hewan.
4. Menghindari makanan yang diawetkan dan pewarna sintetik, karena hal tersebut dapat
memicu sel karsinogen / sel kanker.
5. Menghindari minuman beralkohol dan rokok yang berlebihan.
6. Melaksanakan aktivitas fisik atau olahraga secara teratur

Referensi :

 American Cancer Society, 2006. Cancer Facts and Figures 2006. American Cancer
SocietyInc. Atlanta
 Anonim, 2006. A Patient’s Guide to Rectal Cancer. MD Anderson
Cancer Center,University of Texas.
 Mansjoer Arif et all, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Penerbit Buku
Media Aesculapius. Jakarta
 Sylvia A. Price & Lorainne M. Wilson. 2006. Patofisiologi (Vol 1 & 2). Edisi 6.
EGC Jakarta

Hemoroid
Hemoroid merupakan pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena di
daerah anus yang berasal dari plexus hemorhoidalis. Di bawah atau luar linea
dentate pelebaran vena yang berada di bawah kulit (sub kutan) disebut hemoroi
deksterna.Sedangkan di atas atau di dalam lineadentate. Pelebaran vena yang
berada di bawah mukosa (submukosa) disebut hemoroid interna.
Biasanyastruktur anatomis anal canal masih normal.

`ETIOLOGI

Etiologi tidak jelas,tapi masih dihubungkan dengan adanya factor


genetic/keturunan dan factor risiko yang ada. Factor risiko hemoroid antara
lain, factor mengedan pada buang air besar yang sulit, pola buang air besar
yang salah (lebih banyak memakai jamban duduk,terlalu lama dudukdijamban
sambil membaca, dll), peningkatan tekanan intra abdomen karena tumor (tumor
usus, tumor abdomen dll). Kehamilan disebabkan tekanan janin abdomen dan
perubahan hormonal, usia tua, konstipasi kronik, diare kronik atau diare akut,
yang berhubungan seks perianal, kurang minum air, kurang makanan berserat
(sayur dan buah). Kurang olah raga/ imobilisasi, cara buang air besar yang tidak
benar dll.

Hemoroid Interna
Hemoroid Eksterna

INSIDENS DAN EPIDEMOLOGI

Di dunia barat, hemoroid simtomatik mengenai >1 juta orang per tahun. Penyakit hemoroid
tidak memperlihatkan kecenderungan mengenai usia atau jenis kelamin tertentu. Namun,
usia diketahui memiliki efek merugikan pada kanalis anus. Pevalens penyakit hemoroid
lebih rendah pada Negara-negara yang belum berkembang. Diet dunia barat yang biasanya
mengandung banyak lemak dan rendah serat menyebabkan sembelit dan mengejan serta
timbulnya hemoroid simtomatik.

PATOGENESIS

Anal canal memiliki lumen triradiate yang dilapisi bantalan (cushion) atau alas dari
jaringan mukosa. Bantalan ini tergantung di anal canal oleh jaringan ikat yang berasal dari
sfingter anal internal dan otot longitudinal. Di dalam tiap bantalan terdapat plexus vena
yang diperdarahi oleh arteriovenosus. Struktur vaskular tersebut membuat tiap bantalan
membesar untuk mencegah terjadinya inkontinensia (Nisar dan Scholefield, 2003). Efek
degenerasi akibat penuaan dapat memperlemah jaringan penyokong dan bersamaan dengan
usaha pengeluaran feses yang keras secara berulang serta mengedan akan meningkatkan
tekanan terhadap bantalan tersebut yang akan mengakibatkan prolapsus. Bantalan yang
mengalami prolapsus akan terganggu aliran balik venanya. Bantalan menjadi semakin
membesar dikarenakan mengedan, konsumsi serat yang tidak adekuat, berlama-lama ketika
buang air besar, serta kondisi seperti kehamilan yang meningkatkan tekanan intra
abdominal. Perdarahan yang timbul dari pembesaran hemoroid disebabkan oleh trauma
mukosa lokal atau inflamasi yang merusak pembuluh darah di bawahnya (Acheson dan
Schofield, 2006).

Taweevisit dkk (2008) menyimpulkan bahwa sel mast memiliki peran


multidimensional terhadap patogenesis hemoroid, melalui mediator dan sitokin
yang dikeluarkan oleh granul sel mast. Pada tahap awal vasokonstriksi terjadi
bersamaan dengan peningkatan vasopermeabilitas dan kontraksi otot polos yang
diinduksi oleh histamin dan leukotrin. Ketika vena submukosal meregang akibat
dinding pembuluh darah pada hemoroid melemah, akan terjadi ekstravasasi sel
darah merah dan perdarahan. Sel mast juga melepaskan platelet-activating factor
sehingga terjadi agregasi dan trombosis yang merupakan komplikasi akut
hemoroid. Pada tahap selanjutnya hemoroid yang mengalami trombosis akan
mengalami rekanalisasi dan resolusi. Proses ini dipengaruhi oleh kandungan granul
sel mast. Termasuk diantaranya tryptase dan chymase untuk degradasi jaringan
stroma, heparin untuk migrasi sel endotel dan sitokin sebagai TNF-αserta
interleukin 4 untuk pertumbuhan fibroblas dan proliferasi. Selanjutnya
pembentukan jaringan parut akan dibantu oleh basic fibroblast growth factor dari
sel mast.

GEJALA DAN TANDA


Keluhan penyakit ini antara lain :buang air besar sakit dan sulit, dubu terasa
panas, sertaadanya benjolan di dubur, perdarahan melalui dubur dan lain-lain.
Tanda yang ditemukan yaitu benjolan/ dubur secara inspeksi dan terabanya
hemoroid interna pada perabaan/ pemeriksaan.

DIAGNOSIS

Diagnosis hemoroid ditegakkan berdasarkan anamnesis keluhan klinis dari


hemoroid berdasarkan klasifikasi hemoroid (derajat 1 s.dderajat 4) dan
pemeriksaan anoskopi/kolonoskopi. Karena hemoroid dapa t disebabkan adanya
tumor di dalam abdomen atau usus proksimal, agar lebih teliti sebaiknya selain
memastikan diagnosis hemoroid, dipastikan juga apakah di usus halus atau
dikolon ada kelainan misal mora atau colitis. Untuk memastikan kelainan di
kolon diperlukan pemeriksaan rontgen barium enema atau kolonoskopi total.

KLASIFIKASI
Hemoroid dapat diklasifikasikan atas hemoroid eksterna dan interna. Hemoroid
internadibagi berdasarkan gambaran klinis atas :

1. Derajat 1 : Bila terjadi pembesaran hemoroid yang tidak prolapse keluar


kanal anus. Hanya dapat dilihat dengan anorektoskop.
2. Derajat 2 : Pembesaran hemoroid yang prolapse dan menghilang atau
masuk sendiri kedalam anus secaraspontan.
3. Derajat 3 : Pembesaran hemoroid yang prolapse dapat masuk lagi kedalam
anus dengan bantuan dorongan jari
4. Derajat 4 : Prolapse hemoroid yang permanen, rentan dan cenderung untuk
mengalami thrombosis dsninfark .
Secara anoskopi hemoroid dapat dibagi atas hemoroid eksternal
(diluar/dibawah linea dentate). Untuk melihat risiko perdarahan hemoroid
dapat dideteksi oleh adanya stigmata perdarahan berupa bekuan darah yang
masih menempel, erosi, kemerahan disertai hemoroid secara anoskopik
hemoroid interna jugadapatdibagi atas 4 derajat hemoroid.

PENATALAKSANAAN

Penatalaksaan hemoroid terdiri dari penalataksanaan medis dan


penalataksanaan bedah.Penatalaksanaan medis terdiri dari non
farmakologis, farmakologis, tindakan minimal invasive.

a. Penalataksanaan medis nonfarmakologis: penalataksanaa farmakologis


bertujuan untuk mencegah perburukan penyakit dengan cara
memperbaiki defekasi.
b. Penatalaksanaan medis farmakologis :penatalaksanaan ini bertujuan
memperbaiki defekasi dan meredahkan atau menghilangkan keluhan
dan gejala.
c. Tindakan medis minimal invasive :tindakan untuk menghentikan atau
memperlambat perburukan penyakit dengan tindakan-tindakan
pengobatan yang tidak terlalu invasive antara lain skleroterapi
hemoroid atau ligase hemoroid atau terapi laser.
d. Tindakan bedah :tindakan ini terdiri dari dua tahap yaitu pertama yang
bertujuan untuk menghentikan atau memperlambat perburukan penyakit
dan kedua untuk mengangkat jaringan yang sudah lanjut.

Penatalaksanaan Medis Non Farmakologis:


Penatalaksanaan ini berupa perbaikan pola hidup, perbaikan pola makan
dan minum, perbaiki pola/cara defekasi. Memperbaiki defekasi
merupakan pengobatan yang selalu harus ada dalam setiap bentuk dan
derajat hemoroid.Perbaikan defekasi disebut bowol management
program yang terdiri dari diet, cairan, serat tambahan, pelican feses, dan
perubahan perilaku buang air untuk memperbaiki defekasi dianjurkan
dengan posisi jongkok (squatting) sewaktu defikasi.

Penatalaksanaan Medis Farmakologis.

Obat- obat farmakologis dapat dibagi atas empat,yaitu:

Pertama,memperbaiki,kedua,meredakan keluhan subyektif,ketiga,


menghentikan perdarahan, dan keempat menekan atau mencegah
timbulnya keluhan dan gejala.

Obat memperbaiki defekasi

Ada dua obat yang termasuk dalam BMP yaitu supplement serat (fiber
supplement) dan pelican tinja (stool softener) supplement serat yang paling
banyakdipakai antara lain psylilium atau isphagula Husk (missal vegeta,
Mulax, Metamucil)

Obat simtomatik

Pengobtan simptomatik bertujuan menghilangkan atau mengurangi keluhan


rasa gatal, nyeri, atau karena kerusakan kulit di daerah anus. Obat pengurang
keluhan seringkali dicampur pelumas (lubricant), vasokontstriktor, dan antiseptic
lemah.

Obat menghilangkan perdarahan

Perdarahan menandakan adanya luka pada dindingnya tipis. Pemberian serat


komersial missal psylium.

Penatalaksanaan Minimal Invasif

Penatalaksanaan hemoroid ini dilakukan bila pengobatan nonfarnakologis


dan farmakologis tidak berhasil. Penatalaksanaan ini antara lain sklero terapi
hemoroid, ligase hemoroid, pengobatan hemoroid dengan terapi laser, foto
koagulasi infrared, pembekuan (terapikrip), probe bipolar dan elektrik .
KOMPLIKASI

Perdarahan banyak yang menimbulkan anemia dan presyok/syok.


Infeksi dapat terjadi sebagai komplikasi, syok atau presyok pada
penderita hemoroid dapat terjadi bila perdarahannya banyak sekali.

PENCEGAHAN

Yang paling baik dalam mencegah hemoroid yaitu mempertahankan tinja


tetap lunak sehingga mudah keluar, hal ini menurunkan tekanan dan
pengedanan dan mengosongkan usus segera mungkin setelah perasaan mau
kebelakang timbul.Latihan olahraga seperti berjalan, dan peningkatan
komsumsi serat diet juga membantu mengurangi konstipasi dan mengedan.
Hemorhoid dapat dicegah dengan minum air putih yang cukup,
makan sayuran yang banyak, dan buah-buahan yang banyak,
sehingga membuat feces tidak mengeras. Apabila banyak
memakan makanan yang mengandung serat dan banyak minum air
putih yang banyak dapat meperlancar defekasi, selain itu ginjal
menjadi sehat. Selain itu hemorrhoid dapat dicegah dengan cara
olah raga yang cukup, duduk tidak terlalu lama dan berdiri tidak
terlalu lama.

PROGNOSIS

Prognosis kasus hemoroid tergantung pada derajat hemoroid secara


klinis.

Referensi:

Sudoyo, aru w. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta : Interna publishing
9.Bagaimana perspektif islam terhadap skenario!

‫ام ِه ِإلَى‬ َ ‫سان‬


ِ َ ‫طع‬ ِ ‫فَ إليَ إنظ ِر إ‬
َ ‫اْل إن‬
“Maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya.” (QS. ‘Abasa : 2)

Disini kami menghubungkan skenario dengan ayat diatas karena penderita tidak
memperhatikan makanannya karena ia hanya mengkonsumsi makanan yang kurang
serat dan pada akhirnya penderita mengalami gejala-gejala seperti yang dijelaskan
seperti pada skenario.

Anda mungkin juga menyukai