LAPORAN PBL
BLOK GASTROENTEROHEPATOLOGI
TUTOR:dr.NURFACHANTI FATTAH,M.Kes
KELOMPOK 5 :
1. EKA DEWI MULYANI 11020160003
2. PUTRI YUNAN CHAERUNNISA 11020160011
3. RINANG REGLY MAHENDRA 11020160024
4. ROZA LINDA DUARSA 11020160041
5. FATIMAH MARWAH 11020160059
6. ANDI KHALISAH HIDAYATI 11020160071
7. ABD.MIRSYAD 11020160084
8. SELVIANI 11020160100
9. AMIRULLAH 11020160113
10. HALISA RAHMASARI 11020160133
11. MEISY GITA SILVA 11020160161
FAKULTAS KEDOKTERAN
MAKASSAR
2017
SKENARIO
Seorang wanita berusia 40 tahun, datang ke puskesmas dengan keluhan BAB berdarah
yang dialami sejak 3 pekan terakhir, darah menetes diakhir BAB.ia juga mengeluhkan
kadang harus mengedan bila BAB. Riwayat multipara dan kebiasaan makan yang kurang
serat.
KATA KUNCI
Wanita 40 tahun
BAB berdarah sejak 3 pekan terakhir
Darah menetes diakhir BAB
Riwayat multipara
Kebiasaan makan makanan yang kurang serat
PERTANYAAN PENTING
Canalis analis
Canalis analis memiliki panjang sekitar 4 cm dan berjalan ke bawah dan belakang
dari ampula recti untuk membuka ke permukaan anus. Kecuali saat defekasi, dinding
lateral canalis analis dipertahankan saling berdekatan dengan musculus levator ani dan
musculus sphinter ani. Canalis analis divaskularisasi oleh arteri rectalis superior dan
arteri rectalis inferior serta disarafi oleh nervus rectalis inferior.
Referensi:
Richard S. Snell, MD,PhD. 2012. Anatomi Klinis berdasarkan system. Jakarta : EGC
Histology
Usus besar terdiri atas membrane mukosa tanpa adanya lipatan kecuali pada bagian
distalnya (rektum). Vili usus tidak dijumpai pada usus ini. Kelenjar usus yang
berukuran panjang ditandai dengan banyaknya sel goblet, sel absorptif dan sedikit sel
enteroendokrin. Di dalam lamina propria, banyak dijumpai sel limfoid dan nodul yang
sering kali menyebar sampai ke dalam submukosa. Banyaknya jaringan limfoid ini
berkaitan dengan banyaknya bakteri di dalam usus besar. Muskularis terdiri atas
berkas-berkas longitudinal luarnya mengelompok dalam 3 pita longitudinal yang
disebut taenia coli. Pada kolon bagian intraperitoneal, lapisan/tunika serosa ditandai
dengan tonjolan kecil yang terdiri atas jaringan lemak, yaitu apendiks epiploika.
Di daerah anus, membran mukosa membentuk sederetan lipatan memanjang, yaitu
kolumna rektalis.
Referensi :
Anthony L. Mescher. 2010. Histologi Dasar Junqueira. Edisi 12. Jakarta : EGC
Fisiologi
Fungsi utama kolon adalah absorbs air dan electrolit dari kismus untuk
membentuk feses yang padat dan penimbunan bahan feses sampai dapat dikeluarkan,
kolon mengubah 500 mL kimus isotonic yang masuk setiap hari dari ileum menjadi
tinja semipadat dengan volume sekitar 150 mL. sebagian besar absorbsi dalam usus
besar terjadi pada pertengahan proksimal kolon, sehingga bagian ini dinamakan kolon
pengabsorbsi, sedangkan kolon bagian distal pada prinsipnya berfungsi sebagai tempat
penyimpanan feses sampai waktu yang tepat untuk ekskresi feses.
Proses pembentukan feses
Kolon normalnya menerima sekitar 500 mL kimus dari usus halus per hari. Isi
kolon yang disalurkan ke kolon terdiri dari residu makanan yang tak tercerna,
komponen empedu yang tidak diserap dan cairan. Dari 500 mL kimus tersebut, kolon
akan menyerap sekitar 350 mL, dan meninggalkan 150 mL massa padat yang disebut
feses untuk dikeluarkan dari tubuh. Selain feses yang keluar dari anus, gas usus atau
flatus juga keluar. Sebagian besar gas ini diproduksi oleh fermentasi bakteri di kolon.
Proses defekasi
Ketika pergerakan massa dikolon mendorong tinja ke dalam rectum, peregangan
yang terjadi di rectum merangsang eseptor regang dinding rectum, memicu refleks
defekasi. Refleks ini menyebabkan sfingter ani internus (otot polos) melemas dan
rectum dan kolon sigmoid berkontraksi lebih kuat. Jika sfingter ani ekternus (otot
rangka) juga melemas, terjadi defekasi. Karena merupakan otot rangka, sfingter ani
akternus berada di bawah control volunter. Peregangan awal dinding rectum disertai
oleh timbulnya rrasa ingin buang air besar. Jika keadaan tidak memungkinkan defekasi,
pengencangan sfingter ani ekternus secara sengaja dapat mencegah defekasi meskipun
reflex defekasi telah aktif. Jika defekasi di tunda, dinding rectum yang semula teregang
secara perlaham melemas dan keinginan untuk buang air besar mereda hingga
pergerakan masa berikutnya mendorong lebih banyak tinja ke dalam rectum dan
kembali meregangkan rectum serta memicu reflex defekasi. Selama periode inaktivasi,
kedua sfinter tetap berkontraksi untuk menjamin kontensia tinja.
Jika tetap terjadi, defekasi biasanya di bantu oleh pergerakan mengedan volunteer
yang melibatkan kontraksi otot abdomen dan ekspirasi paksa dengan glottis tertutup
secara bersamaan. Tindakan ini sangat meningkatkan tekanan intraandomen, yang
membantu mendorong tinja.
Patofisiologi defekasi
Jika defekasi ditunda terlalu lama, dapat terjadi konstipasi. Ketika isi kolon tertahan
lebih lama daripada normal, H2O yang diserap dari tinja meningkat sehingga tinja
menjadi kering dan keras. Variasi normal frekuensi defekasi di antara individu berkisar
dari setiap makan hingga sekali seminggu. Ketika frekuensi berkurang melebihi apa
yang normal bagi yang bersangkutan, dapat terjadi konstipasi berikit gejala-gejala
terkaitnya. Gejala-gejala ini mencakup rasa tidak nyaman di abdomen, nyeri kepala,
hilangnya nafsu makan yang kadan disetai mual, dan depresi mental. Berbeda dari
anggapan umum, gejala-gejala ini tidak disebabkan oleh toksin yang diserap dari baha
tinja yang tertahan. Meskipun metabolism bakteri menghasilkan bahan-bahan yang
mungkin toksik di kolon, bahan-bahan ini normalnya mengalir melalui system portae
dan disingkirkan oleh hati sebelum dapat mencapai sirkulasi sistemik. Gejala-gejala
yang berkaitan dengan konstipasi disebabkan oleh distensi berkepanjangan usus besar,
terutama rectum; gejala menghilang setelah peregangan mereda.
Keungkinan penyebab tertundanya defekasi yang dapat menimbulkan konstipasi
mencakup : mengabaikan keinginan untuk buang air besar; berkurangnya motilitas
kolon karena usia, emosi, atau diet rendah serat; obstruksi pergerakan massa oleh
tumor local atau spasme kolon; dan gangguan reflex defekai, misalnya cedera jalur-
jalur saraf yang terlibat.
Referensi :
Sherwood, lauralee. 2016. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 8. Jakarta : EGC
2. Apa hubungan kebiasaan pasien memakan makanan kurang serat dengan gejala yang
pasien alami !
Jawaban :
Serat memiliki banyak fungsi untuk tubuh,salah satunya yaitu mencegah
gangguan gastrointestinal.Pasien mengalami gejala-gejala tersebut karena tidak
mengkondumsi makanan yang cukup serat sedangkan serat berfungsi dalam
memberi bentuk serta meningkatkan air dalam feses sehingga menghasilkan feses
yang lembut dan tidak keras maka hanya dengan kontraksi otot yang rendah,feses
akan dikeluarkan dengan lancar.Hal ini berdampak pada fungsi gastrointestinal
lebih baik dan sehat.
Referensi:Kusharto.Clara M.2006.Serat makanan dan peranannya bagi
kesehatan.Jurnal Gizi dan Pangan.November 2016.45-54
Jawaban:
Penyebab buang air besar (BAB) berdarah dapat disebabkan oleh beberapa macam, antara
lain:
Terjadi pelebaran pembuluh darah (dilatasi) vena dapat menyebabkan gangguan sirkulasi
darah. Pelebaran pembuluh darah vena ini sering terjadi pada daerah anus.Pelebaran
tersebutdinamakan veneesia atau varises pada daerah anus dan perianus.Pelebaran tersebut
desebabkan oleh bendungan darah dalam susunan pembuluh darah atau duduk dan berdiri
yang terlalu lama.Pelebaran pembuluh darah vena di daerah anus sering disebut wasir,
ambeien, atau hemorrhoid serta fissura ani.Apabila pada saat buang air besar
membutuhkan kontraksi otot M. Sphincter Ani terjadilah rasa mengedan, kemudian feses
yang keluar mengikis mukosa anus yang juga terdapat pembuluh darah sehingga darah
keluar dan terjadilah perdarahan. Bila tidak segera ditangani dapat menjadi kronik hingga
bisa terinfeksi atau mengalami trombosis.Bila sudah terinfeksi maka akan menimbulkan
rasa nyeri yang hebatdan akan terjadi perdarahan yang banyak.
2. Keturunan
Masalah buang air besar berdarah dapat disebabkan oleh factor genetik (keturunan)
yang ditandai dengan terdapatnya dinding pembuluh darah yang tipis dan lemah,
sehingga pada saat mengeluarkan feses terjadi penekanan atau kontraksi otot yang
kuat sehingga pembuluh darah pecah dan mengeluarkan darah.
3. Kurang makan makanan yang berserat
Pola makan pada masyarakat semakin berubah sesuai dengan perkembangan zaman.
Banyak orang yang hanya mengutamakan rasa kenyang di perut dibandingkan dengan
kandungan gizi yang terdapat pada makanan yang akan dikonsumsi. Kebanyakan
makanan tersebut sangat rendah kandungan seratnya. Padahal, mengkonsumsi
makanan rendah serat terlalu banyak dapat menyebabkan susah buang air besar. Bila
sudah mengalami kesulitan buang air besar, maka pada saat mengeluarkan feses harus
mengejan. Hal ini menyebabkan pembuluh darah di daerah anus, yaitu Plexus
hemorrhoidalis akan merenggang dan membesar karena adanya tekanan yang tinggi
dan dalam. Bila hal ini terjadi terus menerus, maka pembuluh darah tersebut tidak
akan mampu kembali ke bentuk semula. Kejadian ini banyak dialami oleh wanita yang
sedang hamil dan orang yang mengalami obesitas.
4. Kurang asupan cairan
Konsumsi cairan yang kurang sama halnya dengan kurang nya makanan yang berserat.
Konsumsi cairan yang kurang dapat membuat system pencernaan bekerja secara tidak
optimal. Kurangnya asupan cairan di dalam usus dapat menyebabkan proses
penyerapan makanan terganggu, sehingga feses yang dihasilkan menjadi keras. Pada
saat mengeluarkan feses yang keras membutuhkan kontaksi otot sehingga
membutuhkan tekanan yang kuat (proses mengejan). Karena penekanan yang kuat
dapat membuat pembuluh darah pecah sehingga terjadilah perdarahan.
5. Kurang berolahraga
Aktivitas dapat mempengaruhi proses defekasi karena melalui aktivitas tonus otot
abdomen, pelvis, dan diafragma dapat membantu kelancaran proses defekasi. Olahraga
dapat membantu meningkatkan volume aliran darah, meningkatkan kekuatan otot
terutama otot pada pencernaan, dan fleksibilitas otot-otot. Olahraga juga dapat
dipengaruhi oleh usia. Semakin tua umur seseorang maka semakin lemah fisik
seseorang. Bila kurang berolahraga maka otot menjadi atrofi atau otot tidak fleksibel.
Ketika mengeluarkan feses membutuhkan kontaksi otot yang kuat, menimbulkan
dinding anus terkikis sehingga darah keluar.
6. Terlalu lama duduk, berdiri, dan beban kerja berat
Bila terlalu lama duduk atau bediri atau beban kerja berat maka tubuh akan
beradaptasi dengan memberikan penekanan pada vena hemorrhoidalis yang tinggi
sehingga terjadilah penekanan yang berlebihan pada vena di daerah anus. Pada saat
pengeluaran feses disertai mengejan, kemudian pembuluh darah vena tidak mampu
menahan tekanan sehingga pembuluh darah pecah dan mengalami perdarahan
Referensi :
Agus Suprijono, Moch. 2009. Hemorrhoid. Bagian Patologi Anatomi Fakultas
Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang.
Referensi :
Setiati Siti, dkk. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta : interna publishing. Edisi VI. Hal
1895
Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini juga disebut
bowel movement. Frekwensi defekasi pada setiap orang sangat bervariasi dari beberapa
kali perharis ampai 2 atau 3 kali perminggu. Banyaknya feses juga bervariasi setiap orang.
Ketika gelombang peristaltic mendorong feses kedalam kolon sigmoid dan rektum, saraf
sensoris dalam rectum dirangsang dan individu menjadi sadar terhadap kebutuhan
untuk defekasi.
Perdarahan massif dari usus besar merupakan hal yang jarang terjadi dan juga
jarang membutuhkan terapi pembedahan. Jika sumber perdarahan berasal dari anus dan
bagian bawah rektum, seperti hemoroid, fisura, ulkussoliter, varisesrektal,
hemangioma,proktitis, dan tumor rektal, harus diidentifikasi menggunakan proktoskopi
dan sigmoidoskopi.
Perdarahan semacam ini umumnya dicetuskan oleh kotoran yang keras sehingga
defekasi dilakukan dengan mengejan. Trauma rectum merupakan penyebab hematokezia,
dan benda asing yang dimasukkan kedalam lekukan rectum dapat menimbulkan perforasi
di samping perdarahan rektum yang akut. Harus ditekankan bahwa kelainan patologi anus
tidak meniadakan sumber-sumber kehilangan darah lainnya, dan kemungkinan adanya
sumber-sumber lain harus dicari serta dikesampingkan.
Pendekatan kepada pasien perdarahan tergantung lokasi, luas, dan kecepatan
perdarahan. Pemikiran pertama pada perawatan pasien yang berdarah adalah
mempertahankan volume intravaskuler yang adekuat dan stabilitas hemodinamik.
Sebelum melakukan anamnesis dan melakukan seluruh Pemeriksaan fisik, tanda-tanda
vital harus dicatat, darah dikirim untuk golongan darah dan pencocokan silang (cross-
matching), dan pasang infuse intravena dengan jarum besar untuk infuse garam faali atau
plasma expander lain.
Riwayat penyakit atau gejala yang mengarah ke penyakit ulkus dapat memberikan
petunjuk yang berguna. Demikian pula, riwayat penggunaan alkohol yang berlebihan atau
pemakaian obat-obat antiinflamasi yang belum lama harus menimbulkan kecurigaan
terhadap kemungkinan gastritis erosif. Jika penggunaan alcohol tersebut telah berjalan
lama, varisesesofagus cenderung menjadi penyebab perdarahan. Perdarahan pada pasien
yang menggunakan obat antikoagulan harus diidentifikasi penyebabnya, karena 30-50%
tumor kolorektalasimtomatik dapat diketahui dari hal ini. Riwayat perdarahan
sebelumnya dapat membantu sebagaimana halnya riwayat penyakit intestinal atau
kelainan perdarahan di dalam keluarga.
Jadi,hubungan antara darah yang menetes pada skenario dengan keluhan utama
pasien dapat diketahui bahwa daerah yang mengalami kerusakan berada di bagian
pencernaan bawah sehingga bisa memudahkan dalam menentukan diagnosis terhadap
pasien pada scenario dan memperkecil kemungkinan diagnosis terhadap pasien itu sendiri
Referensi :
Pearce, Evelyn C. (2012). AnatomidanFisiologiuntukParamedis. Jakarta: PT. Gramedia
6. Apa hubungan multipara dengan riwayat keluhan utama ?
Jawaban :
Pada kehamilan, akibat pengaruh kenaikan hormon seks dan bertambahnya volume
darah, menyebabkan pelebaran pada pembuluh darah vena di daerah dubur.Peningkatan
hormon progesteron pada wanita hamil akan menyebabkan peristaltik saluran
pencernaan melambat dan otot-ototnya berelaksasi, serta relaksasi katup vena di
anorektal, sehingga akan mengakibatkan konstipasi yang akan memperberat sistem vena
tersebut. Begitu pula akibat penekanan janin dalam rahim pada pembuluh darah vena
didaerah panggul akan mengakibatkan pembendungan. Ditambah lagi dengan
pengejanan waktu buang air besar yang sering terjadi pada wanita hamil karena
konstipasi akan menyebabkan terjadinya prolaps hemorhoid.
Referensi :
- Malangoni Ma. Gastrointestinal surgery and pregnacy. Gastro Clin North Am
2003;32:181-200.
-Sjamsuhidajat, Wim de Jong. Hemorhoid, 2004 Dalam :Buku Ajar IlmuBedah, Ed. 2,
Jakarta, PenerbitbukuKedokteran EGC. Hal: 672-675.
- 5. Silvia A.P, Lorraine M.W, Hemorhoid, 2005. Dalam :Konsep-konsepKlinis Proses
Penyakit, Edisi VI, Patofisiologi vol.1. Jakarta, PenerbitBukuKedokteran EGC. Hal: 467.
Jawaban:
Langkah-langkah diagnosis
A. ANAMNESIS
Anamnesis yang baik harus mengacu pada pertanyaan yang sistematis, yaitu
dengan berpedoman pada empat pokok pikiran (The Fundamental Four) dan tujuh
butir mutiara anamnesis (The Sacred Seven). Yang dimaksud dengan empat pokok
pikiran, adalah melakukan anamnesis dengan cara mencari data :
1. Riwayat Penyakit Sekarang(RPS)
2. Riwayat Penyakit Dahulu(RPD)
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
4. Riwayat Sosial dan Ekonomi
Sebelum melakukan anamnesis lebih lanjut, pertama yang harus ditanyakan
adalah identitas pasien, yaitu umur, jenis kelamin, ras, status pernikahan, agama dan
pekerjaan.
1. Riwayat Penyakit Sekarang, Hal ini meliputi keluhan utama dan anamnesis
lanjutan. Keluhan utama adalah keluhan yang membuat seseorang datang ke tempat
pelayanan kesehatan untuk mencari pertolongan, misalnya : demam, sesak nafas,
nyeri pinggang, dll. Keluhan utama ini sebaiknya tidak lebih dari satu keluhan.
Kemudian setelah keluhan utama, dilanjutkan anamnesis secara sistematis dengan
menggunakan tujuh butir mutiara anamnesis, yaitu :
1. Lokasi (dimana ? menyebar atau tidak ?)
2. Onset/awitan dan kronologis (kapan terjadinya? berapalama?)
3. Kuantitas keluhan (ringan atau berat, seberapa sering terjadi ?)
4. Kualitas keluhan (rasa seperti apa ?)
5. Faktor-faktor yang memperberat keluhan.
6. Faktor-faktor yang meringankan keluhan.
7. Analisis system yang menyertai keluhan utama.
Anamnesis secara sistematis ini akan dibahas secara rinci, yaitu :
1. Lokasi Sakit
Seorang penderita yang datang dengan nyeri di ulu hati, perlu
ditanyakan lebih lanjut secara tepat bagian mana yang dimaksud, bila perlu
penderita diminta menunjukkan dengan tangannya, dimana bagian yang
paling sakit dan penjalarannya ke arah mana. Bila pusat sakit di tengah
(linea mediana) dicurigai proses terjadi di pankreas dan duodenum; sebelah
kiri lambung; sebelah kanan duodenum, hati, kandung empedu; di atas
hati, oesofagus, paru, pleura dan jantung.
Penjalaran nyeri tepat lurus di belakang menunjukkan adanya proses
di pankreas atau duodenum dinding belakang; di punggung lebih ke atas
lambung dan duodenum; bawah belikat kanan kandung empedu; bahu
kanan duodenum, kandung empedu, diafragma kanan; bahu kiri
diafragma kiri.
2. Onset dan kronologis.
Perlu ditanyakan kapan mulai timbulnya sakit atau sudah
berlangsung berapa lama.Apakah keluhan itu timbul mendadak atau
perlahan-lahan, hilang timbul atau menetap.Apakah ada waktu-waktu
tertentu keluhan timbul.Misalnya bila nyeri ulu hati timbul secara ritmik
curiga ulkus peptikum, malam hari ulkus peptikum dan tiap pagi
dispepsia non ulkus.
3. Kualitas(sifatsakit)
Bagaimana rasa sakit yang dialami penderita harus ditanyakan,
misalnya rasa sakit yang tajam (jelas) seperti rasa panas, terbakar, pedih,
diiris, tertusuk, menunjukkan inflamasi organ. Rasa sakit yang tumpul (dull)
seperti diremas, kramp, kolik, sesuatu yang bergerak biasanya menunjukkan
proses pada organ yang berongga (saluran cerna, empedu). Rasa sakit yang
tidak khas menunjukkan organ padat (hati, pankreas).
4. Kuantitas (derajat sakit)
Ditanyakan seberapa berat rasa sakit yang dirasakan penderita. Hal
ini tergantung dari penyebab penyakitnya, tetapi sangat subjektif, karena
dipengaruhi antara lain kepekaan seorang penderita terhadap rasa sakit,
status emosi dan kepedulian terhadap penyakitnya. Dapat ditanyakan
apakah sakitnya ringan, sedang atau berat.Apakah sakitnya mengganggu
kegiatan sehari-hari, pekerjaan penderita atau aktifitas fisik lainnya.
5. Faktor yang memperberat keluhan.
Ditanyakan adakah faktor-faktor yang memperberat sakit, seperti
aktifitas makan, fisik, keadaan atau posisi tertentu.Adakah makanan/
minuman tertentu yang menambah sakit, seperti makanan pedas asam, kopi,
alkohol panas, obat dan jamu. Bila aktifitas makan/ minum menambah sakit
menunjukkan proses di saluran cerna empedu dan pankreas. Aktifitas fisik
dapat menambah sakit pada pankreatitis, kholesistitis, apendisitis, perforasi,
peritonitis dan abses hati.Batuk, nafas dalam dan bersin menambah sakit
pada pleuritis.
6. Faktor yang meringankan keluhan.
Ditanyakan adakah usaha penderita yang dapat memperingan sakit,
misalnya dengan minum antasida rasa sakit berkurang, menunjukkan
adanya inflamasi di saluran cerna bagian atas. Bila posisi membungkuk
dapat mengurangi sakit menunjukkan proses inflamasi dari pankreas atau
hati.
7. Keluhan yang menyertai.
Perlu ditanyakan keluhan–keluhan lain yang timbul menyertai dan
faktor pencetusnya, misalnya bila penderita mengeluh nyeri ulu hati, yang
perlu ditanyakan lebih lanjut adalah :
1. Apakah keluhan tersebut berhubungan dengan aktifitas makan ?
2. Bagaimana buang air besarnya, adakah flatus ?
3. Adakah ikterik ?
4. Adakah pembengkakan, benjolan atau tumor, atau nyeri tekan ?
5. Adakah demam, batuk, sesak nafas, nyeri dada, berdebar-debar,
keringat dingin atau badan lemas ?
Hal ini untuk mengetahui status sosial pasien, yang meliputi pendidikan,
pekerjaan pernikahan, kebiasaan yang sering dilakukan (pola tidur, minum
alkohol atau merokok, obat- obatan, aktivitas seksual, sumber keuangan,
asuransi kesehatan dan kepercayaan).Anamnesis yang teliti dan pemeriksaan
jasmani yang akurat merupakan data penting untuk menegakkan diagnosis yang
tepat.Riwayat hemoroid atau IBD sangat penting untuk dicatat.Nyeri abdomen
atau diare merupakan petunjuk kepada kolitis atau neoplasma.
- Perkusi
1. Lakukan perkusi pada ke empat kuadran abdomen
2. Lakukan perkusi batas paru-hepar di garis midklavikula kanan, dimulai dari
interkostal II ke bawah
3. Bunyi resonan dada menjadi redup ketika mencapai hepar, bila dilanjutkan
ke bawah, bunyi redup berubah menjadi timpani bila perkusi di atas kolon
4. Tentukan lokasi dan ukuran hepar
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada keadaan perdarahan akut dan emergensi, pemeriksaan ini tidak mempunyai
peran. Bahkan kontras yang ada akan memperlambat rencana pemeriksaan
kolonoskopi (kontras barium potensial dapat menyumbat saluran pada skop) atau
skintigrafi (kontras barium akan mengacaukan interpretasi) bila diperlukan. Serta
tidak ada tambahan manfaat terapeutik.Tetapi pada keadaan yang elektif,
pemeriksaan ini mampu mengidentifikasi berbagai lesi yang dapat diprakirakan
sebagai sumber perdarahan (tidak dapat menentukan sumber perdarahan).
2. Endoskopi
3. Anoskopi/Rektoskopi
Pada umumnya dapat segera mengetahui sumber perdarahan tersebut bila berasal
dari perdarahan hemoroid interna atau adanya tumor rektum.Dapat dikerjakan tanpa
persiapan yang optimal.
4. Kolonoskopi
Pada keadaan yang bersifat elektif dengan persiapan yang optimal, pemeriksaan ini
dapat dengan relatif mudah mengidentifikasi sumber perdarahan di seluruh bagian
kolon sampai ileum terminal. Tetapi pada keadaan perdarahan aktif, lumen usus
penuh darah (terutama bekuan darah), maka lapang pandang kolonoskop akan
terhambat. Diperlukan usaha yang berat untuk membersihkan lumen kolon secara
kolonoskopi. Sering sekali lumen skop tersumbat total sehingga pemeriksaan harus
dihentikan. Tidak jarang hanya dapat menyumbangkan informasi adanya demarkasi
atau batas antara lumen kolon yang bersih dari darah dan diambil kesimpulan
bahwa letak sumber perdarahan di distal demarkasi tersebut
5. Sigmoidoskopi
Perdarahan dari sigmoid (misalnya tumor sigmoid) masih mungkin dapat
diidentifikasi dengan pemeriksaan ini dengan hanya persiapan laksan enema (YAL)
atau klisma, mengingat darah dalam lumen usus itu sendiri sudah bersifat laksan.
Referensi:
Jawaban:
Penyakit Divertikular
Penyakit divertikular merupakan suatu kelainan, dimana terjadi herniasi
mukosa/submukosa dan hanya dilapisi oleh tunika serosa pada lokasi dinding kolon yang
lemah yaitu tempat dimana vasa rekta menembus dinding kolon.Herniasi dari
mukosa/sunmukosa dan ditutupi oleh lapisan serosa yang tipis disebut Pseudodivertikular
atau false divertukular, biasanya bersifat acquired. Apabila semua dinding kolon
mengalami herniasi disebut true divertikular dan biasanya bersifat kongenital.
Divertikulitis merupakan perforasi dari divertikulum yang diikuti oleh infeksi dan
inflamasi yang menyebar ke dinding kolon, epiploic appendage, mesenterium organ-organ
sekitar atau mikro/makro perforasi bebas ke kavum peritonium.
Insidensi
Geografi : di negara Barat, Australia insidensi jauh lebih tinggi dari negara-nega Asia dan
Afrika.
Gambaran Klinis
Pada umumnya penderita penyakit divertikular tidak memperlihatkan gejal. Gejala-gejala
biasanya timbul setelah umur 40 tahun yang disebabkan oleh gangguan motilitas usus, atau
terjadi radang akut atau kronik, perdarahan atau perforasi divertikel.
Keluhan-keluhan seperti perut rasa tegang, kembung, nyeri, tenesmus dan obstipasi yang
bergantian dengan diare, dan pada palpasi perut kadang-kadang nyeri pada kuadaran
bawah atau pada bagian kiri bawah. Jika terdapat demam, leukosistosis, dan massa pada
palpasi maka dicurigai divertikulitis.
Divertikulitis timbul apabila terjadi sumbatan pada mulut divertikel oleh feses atau mukus
sehingga terjadi edema, divertikulitis akut yang dapat diikuti dengan abses perikolon,
mikroperforasinya sehingga timbul gejala-gejala klinis yang lebih berat.
Pemeriksaan Penunjang
Pada penyakit divertikuler yang asimptomatik, diagnosis biasa ditemukan secara kebetulan
pada pemeriksaan barium enema, endoskopi atau pemeriksaan CT-scan untuk tujuan lain.
Penatalaksanaan
1. Non Farmakologi
Pada divertikel tanpa komplikasi hanya dianjurkan supaya makan makanan
yang banyak mengandung serat, karena dapat menyerap air sehingga tinja
tidak keras dan tekanan dalam kolon menjadi lemah.
Bila ada divertikulitis, perlu istirahat dan diet lunak, rendah serat, atau cair
atau makanan pe intravena
2. Farmakologi
Biasanya radangnya disebabkan oleh kuman E.coli, streptokokkus fekalis
atau bakteroides. Maka antibiotik yang diberikan ditujukan pada kuman
tersebut.
Divertikulitis : Antiobiotik dosis tinggi seperti ampisilin, gentamisin,
sefalosporin, atau metrinidazol secara oral atau intravena.
Bila ada sakit perut maka diberikan obat anti kolinergik atau antispasmodik.
Perdarahan biasanya tidak banyak, sehingga tidak diperlukan operasi.
Kadang-kadang diperlukan transfusi darah disamping asam traneksamik
atau vitamin K.
3. Pembedahan
Pembedahan dilakukam pada keadaan berikut:
Perdarahan yang banyak
Abses
Fistulasi
Perforasi
Prognosis
Apabila terjadi komplikasi, prognosis penyakit akan menjadi lebih buruk. Apabila timbul
gejala-gejala kemudian menjadi baik kembali, 90% gejala akan berulang kembali setelah 5
tahun. 10-15% penderita divertikel akan mengalami komplikasi divertikulitis. 25%
penderita yang mengalami perdarahan akan berdarah ulang dan 50% dari yang berdarah
ulang akan mengalami perdarahan kembali dan perlu dilakukan operasi. Kematian
mencapat 4-8% dari penderita yang dioperasi dan kebanyakan yang berumur di atas 60
tahun.
Pencegahan
Apabila faktor makana yang mengandung kurang residu atau kurang serat merupakan
penyebab penyakit divertikular maka upaya pencegahan dapat dilakukan dan mungkin juga
dapat mencegah timbulnya komplikasi yaitu dengan pemberian makanan yang
mengandung residu dan serat yang tinggi.
Referensi:
CA Recti
Epidemiologi:
Di Indonesia kanker rectum adalah keganasan yang sering terjadi baik pada
pria dan wanita setelah kanker prostat dan kanker payudara dengan persentase
11,5% dari jumlah seluruh pasien kanker di Indonesia. 2 Insidensi kanker rectum di
Indonesia cukup tinggi, demikian juga angka kematiannya. Insidensi kanker rectum
pada pria sebanding dengan wanita dan lebih banyak terjadi pada usia produktif.
Hal ini berbeda dengan data yang diperoleh di negara berat dimana kanker biasanya
terjadi pada pasien usia lanjut. Perbandingan insidensi pada laki-laki dan
perempuan adalah 3 berbanding 1 dan kurang dari 50% kanker kolon dan rektum
ditemukan di rektosigmoid
Etiologi:
Penyebab nyata dari kanker kolon dan rektal tidak diketahui, tetapi faktor
risiko telah teridentifikasi termasuk riwayat kanker kolon atau polip pada
keluarga, riwayat penyakit usus inflamasi kronis dan diet tinggi lemak protein dan
daging serta rendah serat(Brunner & Suddarth, 2001).
Polip adalah pertumbuhan pada dinding dalam kolon atau rektum, dan
sering terjadipada orang berusia 50 tahun ke atas. Sebagian besar polip bersifat
jinak (bukan kanker),tapi beberapa polip (adenoma) dapat menjadi kanker.
b. Ulseratif Kolitis
Ulseratif kolitis merupakan faktor risiko yang jelas untuk kanker kolon
sekitar 1% dari pasien yang memiliki riwayat kronik ulseratif kolitis. Resiko
perkembangan kanker pada pasien ini berbanding terbalik pada usia terkena kolitis
dan berbanding lurus dengan keterlibatan dan keaktifan dari ulseratif kolitis.
c. Penyakit Chron
d. Riwayat Kanker
Sekitar 15% dari seluruh kanker kolon muncul pada pasien dengan riwayat
kanker kolorektal pada keluarga terdekat. Seseorang dengan keluarga
terdekat yang mempunyai kanker kolorektal mempunyai kemungkinan
untuk menderita kanker kolorektal dua kali lebih tinggi bila dibandingkan
dengan seseorang yang tidak memiliki riwayat kanker kolorektal pada
keluarganya.
Pria dan wanita yang merokok kurang dari 20 tahun mempunyai risiko tiga
kali untuk memiliki adenokarsinoma yang kecil, tapi tidak untuk yang besar.
Sedangkan merokok lebih dari 20 tahun berhubungan dengan risiko dua setengah
kali untuk menderita adenoma. Pada berbagai penelitian telah menunjukkan
hubungan antara aktifitas, obesitas dan asupan energi dengan kanker kolorektal.
The Nurses Health Study telah menunjukkan hubungan yang berkebalikan
antara aktifitas fisik dengan terjadinya adenoma, yang dapat diartikan bahwa
penurunan aktifitas fisik akan meningkatkan risiko terjadinya adenoma
Masyarakat yang diet tinggi lemak, tinggi kalori, daging dan diet
rendah serat berkemungkinan besar untuk menderita kanker kolorektal pada
kebanyakan penelitian, meskipun terdapat juga penelitian yang tidak menunjukkan
adanya hubungan antara serat dan kanker kolorektal.
Patofisiologi :
MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala yang mungkin muncul pada kanker rektal antara lain ialah :
a. Perubahan pada kebiasaan BAB atau adanya darah pada feses, baik itu
darah segarmaupun yang berwarna hitam.
b. Diare, konstipasi atau merasa bahwa isi perut atau usus tidak benar -
benar kosong saatBAB
d. Keluhan tidak nyaman pada perut seperti sering flatus, kembung, rasa
penuh pada perutatau nyeri
h. Pada tahap lanjut dapat muncul gejala pada traktus urinarius dan nyeri
pada daerahgluteus
Pemeriksaan Penunjang:
Ada beberapa tes pada daerah rektum dan kolon untuk mendeteksi kanker
rektal,diantaranya ialah :
4. Sigmoidoscopy yaitu sebuah prosedur untuk melihat bagian dalam rektum dan
sigmoid apakah terdapat polip kakner atau kelainan lainnya. Alat sigmoidoscope
dimasukkan melalui rectum sampai kolon sigmoid, polip atau sampel jaringan
dapat diambil untuk biopsi.
5. Colonoscopy yaitu sebuah prosedur untuk melihat bagian dalam rektum dan
sigmoid apakah terdapat polip kanker atau kelainan lainnya. Alat colonoscope
dimasukkan melalui rectum sampai kolon sigmoid, polip atau sampel jaringan
dapat diambil untuk biopsi.
6. Biopsi Jika ditemukan tumor dari salah satu pemeriksaan diatas, biopsi harus
dilakukan. Secara patologi anatomi, adenocarcinoma merupakan jenis yang paling
sering yaitu sekitar 90 sampai 95% dari kanker usus besar. Jenis lainnya ialah
karsinoma sel skuamosa, carcinoid tumors, adenosquamous carcinomas, dan
undifferentiated tumors
PENATALAKSANAAN
Terapi farmakologi
Komplikasi:
Komplikasi yang terjadi akibat adanya kanker rektum adalah :
a. Terjadinya osbtruksi pada daerah pelepasan
b. Terjadinya perforasi pada usus
c. Pembentukan pistula pada kandung kemih atau vagina.
Karsinoma rektum dapat menyebabkan terjadinya ulserasi atau perdarahan,
menimbulkan obstruksi bila membesar, atau menembus vagina (invasi) keseluruh
dinding usus dan kelenjar-kelenjar regional. Adapun komplikasi selain terjadinya
obstruksi, perforasi yaitu pendarahan dan penyebaran ke organ yang berdekatan.
Prognosis :
50% dari seluruh pasien mengalami kekambuhan yang dapat berupa kekambuhan
lokal, jauh maupun keduanya. Kekambuhan lokal lebih sering terjadi. Penyakit kambuh
pada 5-30% pasien, biasanya pada 2 tahun pertama setelah operasi. Faktor – faktor yang
mempengaruhi terbentuknya rekurensi termasuk kemampuan ahli bedah, stadium tumor,
lokasi dan kemapuan untuk memperoleh batas - batas negatif tumor.
Tumor poorly differentiated mempunyai prognosis lebih buruk dibandingkan
dengan well differentiated. Bila dijumpai gambaran agresif berupa”signet ring cell” dan
karsinoma musinus prognosis lebih buruk.
Rekurensi lokal setelah operasi reseksi dilaporkan mencapai 3-32% penderita.
Beberapa faktor seperti letak tumor, penetrasi dinding usus, keterlibatan kelenjar limfa,
perforasi rektum pada saat diseksi dan diferensiasi tumor diduga sebagai faktor yang
mempengaruhi rekurensi lokal.
Pencegahan :
Referensi :
American Cancer Society, 2006. Cancer Facts and Figures 2006. American Cancer
SocietyInc. Atlanta
Anonim, 2006. A Patient’s Guide to Rectal Cancer. MD Anderson
Cancer Center,University of Texas.
Mansjoer Arif et all, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Penerbit Buku
Media Aesculapius. Jakarta
Sylvia A. Price & Lorainne M. Wilson. 2006. Patofisiologi (Vol 1 & 2). Edisi 6.
EGC Jakarta
Hemoroid
Hemoroid merupakan pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena di
daerah anus yang berasal dari plexus hemorhoidalis. Di bawah atau luar linea
dentate pelebaran vena yang berada di bawah kulit (sub kutan) disebut hemoroi
deksterna.Sedangkan di atas atau di dalam lineadentate. Pelebaran vena yang
berada di bawah mukosa (submukosa) disebut hemoroid interna.
Biasanyastruktur anatomis anal canal masih normal.
`ETIOLOGI
Hemoroid Interna
Hemoroid Eksterna
Di dunia barat, hemoroid simtomatik mengenai >1 juta orang per tahun. Penyakit hemoroid
tidak memperlihatkan kecenderungan mengenai usia atau jenis kelamin tertentu. Namun,
usia diketahui memiliki efek merugikan pada kanalis anus. Pevalens penyakit hemoroid
lebih rendah pada Negara-negara yang belum berkembang. Diet dunia barat yang biasanya
mengandung banyak lemak dan rendah serat menyebabkan sembelit dan mengejan serta
timbulnya hemoroid simtomatik.
PATOGENESIS
Anal canal memiliki lumen triradiate yang dilapisi bantalan (cushion) atau alas dari
jaringan mukosa. Bantalan ini tergantung di anal canal oleh jaringan ikat yang berasal dari
sfingter anal internal dan otot longitudinal. Di dalam tiap bantalan terdapat plexus vena
yang diperdarahi oleh arteriovenosus. Struktur vaskular tersebut membuat tiap bantalan
membesar untuk mencegah terjadinya inkontinensia (Nisar dan Scholefield, 2003). Efek
degenerasi akibat penuaan dapat memperlemah jaringan penyokong dan bersamaan dengan
usaha pengeluaran feses yang keras secara berulang serta mengedan akan meningkatkan
tekanan terhadap bantalan tersebut yang akan mengakibatkan prolapsus. Bantalan yang
mengalami prolapsus akan terganggu aliran balik venanya. Bantalan menjadi semakin
membesar dikarenakan mengedan, konsumsi serat yang tidak adekuat, berlama-lama ketika
buang air besar, serta kondisi seperti kehamilan yang meningkatkan tekanan intra
abdominal. Perdarahan yang timbul dari pembesaran hemoroid disebabkan oleh trauma
mukosa lokal atau inflamasi yang merusak pembuluh darah di bawahnya (Acheson dan
Schofield, 2006).
DIAGNOSIS
KLASIFIKASI
Hemoroid dapat diklasifikasikan atas hemoroid eksterna dan interna. Hemoroid
internadibagi berdasarkan gambaran klinis atas :
PENATALAKSANAAN
Ada dua obat yang termasuk dalam BMP yaitu supplement serat (fiber
supplement) dan pelican tinja (stool softener) supplement serat yang paling
banyakdipakai antara lain psylilium atau isphagula Husk (missal vegeta,
Mulax, Metamucil)
Obat simtomatik
PENCEGAHAN
PROGNOSIS
Referensi:
Sudoyo, aru w. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta : Interna publishing
9.Bagaimana perspektif islam terhadap skenario!
Disini kami menghubungkan skenario dengan ayat diatas karena penderita tidak
memperhatikan makanannya karena ia hanya mengkonsumsi makanan yang kurang
serat dan pada akhirnya penderita mengalami gejala-gejala seperti yang dijelaskan
seperti pada skenario.