Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN KASUS I

PENYAKIT NON INFEKSI


IDENTITAS PASIEN :

Nama : Tn.M

Umur : 59 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Bangsa/suku : Makassar

Alamat : Jln. Rajawali 1

Agama : Islam

Pekerjaan : Swasta

Tanggal Pemeriksaan : 19 November 2019

ANAMNESIS
Keluhan Utama : Sesak Nafas

Anamnesis Terpimpin :
Pasien mengeluh sesak nafas terutama bila menaiki tangga ataupun pada saat
beraktifitas, kadang di sertai batuk dan mengalami nyeri pundak sampai ke leher
belakang sejak 2 hari yang lalu.
Riwayat Penyakit sebelumnya : (-)

Riwayat Penyakit Keluarga : (-)

Riwayat alergi : alergi obat (-)


PEMERIKSAAN FISIS:
Kesadaran : compos mentis
Tinggi Badan : 156 cm
Berat Badan :49 kg
Tanda Vital :
Tekanan Darah : 110/60 mmHg
Nadi : 83x/menit
Pernapasan : 24x/menit
Suhu : 36,2˚C
Kepala : Anemis (-), Sianosis (-), Ikterus (-)
Abdomen : Peristaltik (-)
Thoraks :

- Inspeksi Normochest, Pengembangan dada simetris kiri dan kanan, tidak


tampak retraksi, tidak tampak jejas.
- Palpasi : Massa tumor (-), nyeri tekan (-), krepitasi (-), vokal fremitus
kiri = kanan.
- Perkusi : Sonor, batas paru hepar depan ICS V dextra anterior, batas
paru belakang kanan vertebra thorakal XII dextra posterior,
batas paru belakang kiri vertebra thorakal XII sinistra
posterior.
- Auskultasi : BP Vesikuler, BT Rh : Wh :
- - - -
- - - -
- Cor :
- - - -
- Inspeksi : Ictus cordis tidak
tampak.
- Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS V linea midclavicula
sinistra
- Perkusi : Batas atas jantung ICS II
- Batas kanan jantung : ICS III Linea Parasternalis dextra
- Batas kiri jantung : ICS V linea midclavicularis.
- Auskultasi : Bunyi jantung 1 & 2 murni reguler
- Eksremitas Bawah : Edema (-/-), pitting edema (-/-), deformitas (-/-),
fraktur (-/-), clubbing finger (-/-), luka-luka (-/-),
petekie (-/-).
- Ekstremitas Atas : Edema (-/-), pitting edema (-/-), deformitas (-/-),
fraktur (-/-), clubbing finger (-/-), luka-luka (-/-),
petekie (-/-).

PEMERIKSAAN PENUNJANG :
(-) Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang

DIAGNOSIS
Congestive Heart Failure

DIAGNOSIS BANDING :
Pneumoniae, Non Cardiogenic Pulmonary Edema

PENATALAKSANAAN
Pengobatan farmakologi yang diberikan :
 Omeprazol 20 mg 1x1
 Acetosal 80 mg 1x1
 DMP 20 mg 2x1
Pengobatan non farmakologi yang dianjurkan kepada pasien antara lain :
• Hindari Dingin
• Banyak Minum Air Hanga
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Congestive Heart Failure atau Gagal jantung adalah suatu sindroma
klinis yang disebabkan oleh gagalnya mekanisme kompensasi otot
miokard dalam mengantisipasi peningkatan beban volume berlebihan
ataupun beban tekanan yang berlebih pada jantung, sehingga tidak
mampu memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
jaringan tubuh.
Keadaan ini dapat disebabkan oleh karena gangguan primer otot
jantung, atau beban jantung yang berlebihan, atau kombinasi keduanya.
Beban jantung yang berlebihan pada preload atau beban volume terjadi
pada defek dengan pirau kiri ke kanan, regurgitasi katup, atau fistula
arteriovena. Sedangkan beban yang berlebihan pada afterload atau
beban tekanan terjadi pada obstruksi jalan keluar jantung, misalnya
stenosis aorta, stenosis pulmonal, atau koarktasio aorta.

2. Insidensi dan Epidemiologi


1,5 sampai 2% orang dewasa di Amerika Serikat menderita CHF;
terjadi 700.000 perawatan di rumah sakit pertahun. Faktor risiko
terjadinya gagal jantung yang paling sering adalah usia. CHF
merupakan alasan paling umum bagi lansia untuk dirawat di rumah
sakit (75% pasien yang dirawat dengan CHF berusia antara 65 dan 75
tahun). 44% pasien Medicare yang dirawat karena CHF akan dirawat
kembali pada enam bulan kemudian. Terdapat dua juta kunjungan
pasien rawat jalan pertahun yang menderita CHF; biayanya
diperkirakan 10 miliar dollar pertahun. Daya tahan hidup selama
delapan tahun bagi semua kelas CHF adalah 30%; untuk CHF berat,
angka mortalitas dalam satu tahun adalah 60%. Faktor risiko terpenting
untuk CHF adalah penyakit arteri koroner dengan penyakit jantung
iskemik.
Hipertensi adalah faktor risiko terpenting kedua untuk CHF. Faktor
risiko lain terdiri dari kardiomiopati, aritmia, gagal ginjal, diabetes, dan
penyakit katup jantung.

3. Etiologi
Terdapat tiga kondisi yang mendasari terjadinya gagal jantung, yaitu :
1. Gangguan mekanik ; beberapa faktor yang mungkin bisa terjadi
secara tunggal atau bersamaan akibat penyakit jantung bawaan atau
didapat yaitu :
 Beban volume (preload)
 Beban tekanan (afterload)
2. Abnormalitas otot jantung
a. Primer : kardiomiopati, miokarditis metabolik (DM, gagal
ginjal kronik, anemia), rheumatoid heart disease, toksin atau
sitostatika.
b. Sekunder : Iskemia, penyakit sistemik, penyakit infiltratif
3. Gangguan irama jantung atau gangguan konduksi.
4. Patofisologi
A. Mekanisme Dasar
Kelainan intrinsik pada kontraktilitas miokardium yang khas
pada gagal jantung akibat penyakit jantung iskemik, mengganggu
kemampuan pengosongan ventrikel yang efektif. Kontraktilitas
ventrikel kiri yang menurun mengurangi volume sekuncup, dan
meningkatkan volume residu ventrikel. Dengan meningkatnya EDV
(volume akhir diastolik) ventrikel, terjadi peningkatan tekanan akhir
diastolik ventrikel kiri (LVEDP). Derajat peningkatan tekanan
bergantung pada kelenturan ventrikel. Dengan meningkatnya
LVDEP, terjadi pula peningkatan tekanan atrium kiri (LAP) karena
atrium dan ventrikel berhubungan langsung selama diastol.
Peningkatan LAP diteruskan ke belakang ke dalam pembuluh darah
paru - paru, meningkatkan tekanan kapiler dan vena paru - paru.
Apabila tekanan hidrostatik anyaman kapiler paru - paru melebihi
tekanan onkotik pembuluh darah, akan terjadi transudasi cairan ke
dalam interstisial. Jika kecepatan transudasi cairan melebihi
kecepatan drainase limfatik, akan terjadi edema interstisial.
Peningkatan tekanan lebih lanjut dapat mengakibatkan cairan
merembes ke dalam alveoli dan terjadilah edema paru. Tekanan
arteri paru - paru dapat meningkat akibat peningkatan kronis tekanan
vena paru. Hipertensi pulmonalis meningkatkan tahanan terhadap
ejeksi ventrikel kanan. Serangkaian kejadian seperti yang terjadi
pada jantung kiri, juga akan terjadi pada jantung kanan yang
akhirnya akan menyebabkan edema dan kongesti sistemik.
Perkembangan dari edema dan kongesti sistemik atau paru dapat
diperberat oleh regurgitasi fungsional dari katup - katup trikuspidalis
atau mitralis secara bergantian. Regurgitasi fungsional dapat
disebabkan oleh dilatasi anulus katup atroventrikularis, atau
perubahan orientasi otot papilaris dan korda tendinae akibat dilatasi
ruang.

Mekanisme Edema Paru pada CHF


5. Klasifikasi
Gagal jantung dapat diklasifikasikan menurut beberapa faktor. The
New York Heart Association (NYHA) classification for heart failure
membaginya, sebagai berikut :
1. Kelas I: Penderita dengan gagal jantung tanpa adanya pembatasan
aktivitas fisik, dimana aktivitas biasa tidak menimbulkan rasa lelah
dan sesak nafas.
2. Kelas II: Penderita dengan gagal jantung yang memperlihatkan
adanya pembatasan aktivitas fisik yang ringan, merasa lega jika
beristirahat.
3. Kelas III: Penderita dengan gagal jantung yang memperlihatkan
adanya pembatasan aktivitas fisik yang ringan, kegiatan fisik yang
lebih ringan dari kegiatan biasa sudah memberi gejala lelah, sesak
nafas.
4. Kelas IV: Penderita dengan gagal jantung yang tidak sanggup
melakukan kegiatan apapun tanpa keluhan, gejala sesak nafas tetap
ada walaupun saat beristirahat.
Berdasarkan American College of Cardiology and the American
Heart Association, yaitu antara lain:

1. Stage A
Mempunyai risiko tinggi terhadap perkembangan gagal jantung
tetapi tidak menunjukkan struktur abnormal dari jantung .
2. Stage B
Adanya stuktur yang abnormal pada jantung pasien tetapi tidak
bergejala.
3. Stage C
Adanya struktural yang abnormal dari pasien dengan gejala awal
gagal jantung.
4. Stage D
Pasien dengan gejala tahap akhir gagal jantung sulit diterapi
dengan pengobatan standar.

6.Manifestasi Klinis
Diagnosa gagal jantung kongestif menurut Framingham dibagi
menjadi 2 yaitu kriteria mayor dan kriteria minor. Diagnosis ditegakkan
dari dua kriteria mayor atau satu kriteria mayor dan dua kriteria minor
harus ada di saat bersamaan.
Kriteria mayor :
1. Dispnea nocturnal paroksismal atau ortopnea.
2. Peningkatan tekanan vena jugularis
3. Ronkhi basah tidak nyaring
4. Kardiomegali
5. Edema paru akut
6. Irama derap S3
7. Peningkatan tekanan vena >16 cm H20
8. Refluks hepatojugular.
Kriteria minor :
1. Edema pergelangan kaki
2. Batuk malam hari
3. Dispneu d’effort
4. Hepatomegali
5. Efusi pleura
6. Kapasitas vital berkurang menjadi 1/3 maksimum
7. Takikardi (120x/menit).

7. Pemeriksaan laboratorium

Tes darah mungkin akan diminta untuk menilai fungsi hati dan ginjal,
level/tingkat sodium dan potassium, jumlah sel darah, dan pengukuran-
pengukuran lainnya.
8. Gambaran EKG

Dalam kasus kardiogenik, elektrokardiogram (EKG) dapat menunjukkan


bukti MI ( Miocardium Infark ) atau iskemia. Dalam kasus noncardiogenic,
EKG biasanya normal.

Electrocardiograms menunjukan infark miokardium anterior dengan gelombang


Q pada anteroseptal leads ( atas ) dan pada bagian kiri bundle branch block (
bawah ).

9. Diagnosis Banding
1. Pneumonia
Pneumonia merupakan penyakit dari paru-paru dan sistem
pernapasan dimana alveoli (mikroskopik udara mengisi kantong dari
paru yang bertanggung jawab untuk menyerap oksigen dari
atmosfer) menjadi radang sehingga menyebabkan penimbunan
cairan.Pneumonia disebabkan oleh berbagai macam sebab,meliputi
infeksi karena bakteri,virus,jamur atau parasit.Pneumonia juga dapat
terjadi karena bahan kimia atau kerusakan fisik dari paru - paru, atau
secara tak langsung dari penyakit lain seperti kanker paru atau
penggunaan alkohol.
Gejala khas yang berhubungan dengan pneumonia meliputi
batuk, nyeri dada, demam,dan sesak nafas.Alat diagnosanya meliputi
sinar-x dan pemeriksaan sputum.Pengobatan tergantung penyebab
dari pneumonia; pneumonia kerena bakteri diobati dengan
antibiotika.Pneumonia merupakan penyakit yang umumnya terjadi
pada semua kelompok umur, danmenunjukan penyebab kematian
pada orang tua dan orang dengan penyakitkronik.Tersedia vaksin
tertentu untuk pencegahan terhadap jenis pnuemonia.Prognosis
suntuk tiap orang berbeda tergantung dari jenis pneumonia,
pengobatan yang tepat,ada tidaknya komplikasi dan kesehatan orang
tersebut.

Foto Thorax yang menggambarkan adanya perselubungan pada air space perihilus
yang berprogress cepat ke seluruh bagian lapangan paru.
Menunjukan adanya infiltrasi oleh bacterial pneumonia pada lobus paru
kanan atas ( lobus superior kanan )

2. Non-cardiogenic pulmonary edema


Non-cardiogenic pulmonary edema umumnya dapat disebabkan oleh:
 Acute respiratory distress syndrome (ARDS), kondisi yang
berpotensi serius yang disebabkan oleh infeksi-infeksi yang
parah, trauma, luka paru, penghirupan racun-racun, infeksi-
infeksi paru, merokok kokain, atau radiasi pada paru-paru. Pada
ARDS, integritas dari alveoli menjadi terkompromi sebagai
akibat dari respon peradangan yang mendasarinya, dan ini
menurus pada alveoli yang bocor yang dapat dipenuhi dengan
cairan dari pembuluh-pembuluh darah.
 Gagal ginjal dan ketidakmampuan untuk mengeluarkan cairan
dari tubuh dapat menyebabkan penumpukan cairan dalam
pembuluh-pembuluh darah, berakibat pada pulmonary edema.
Pada orang-orang dengan gagal ginjal yang telah lanjut, dialysis
mungkin perlu untuk mengeluarkan kelebihan cairan tubuh.
 High altitude pulmonary edema, yang dapat terjadi disebabkan
oleh kenaikan yang cepat ke ketinggian yang tinggi lebih dari
10,000 feet.

Perbedaan antara cardiogenic dan noncardiogenic edema.


Gambar A ( atas ) menunjukan foto thorax AP 51 tahun pria dengan infark
miokard akut anterior dan akut cardiogenic pulmonari edema.
Gambar B menunjukan foto thorax AP dari wanita usia 22 tahun yang
diidentifikasi dengan komplikasi antara pneumonia dan ARDS.Pada foto ini
menunjukan diffuse alveolar infiltrat dengan air bronchogram sign.
10. Penatalaksanaan
Gagal jantung ditangani dengan tindakan umum untuk mengurangi
beban kerja jantung dan manipulasi selektif terhadap ketiga penentu
utama fungsi miokardium, baik secara sendiri-sendiri ataupun gabungan
dan: (1) beban awal, (2) kontraktilitas, dan (3) beban akhir. Penanganan
biasanya dimulai bila timbul gejala saat beraktivitas biasa (NYHA kelas
fungsional II).
Terapi :

a. Non Farmakalogi :
- Anjuran umum :
 Edukasi : terangkan hubungan keluhan, gejala dengan
pengobatan.
 Aktivitas sosial dan pekerjaan diusahakan agar dapat
dilakukan seperti biasa. Sesuaikan kemampuan fisik dengan
profesi yang masih bisa dilakukan.
 Gagal jantung berat harus menghindari penerbangan panjang.
- Tindakan Umum :
 Diet (hindarkan obesitas, rendah garam 2 g pada gagal jantung
ringan dan 1 g pada gagal jantung berat, jumlah cairan 1 liter
pada gagal jantung berat dan 1,5 liter pada gagal jantung
ringan.
 Hentikan rokok
 Hentikan alkohol pada kardiomiopati. Batasi 20-30 g/hari
pada yang lainnya.
 Aktivitas fisik (latihan jasmani : jalan 3-5 kali/minggu selama
20-30 menit atau sepeda statis 5 kali/minggu selama 20 menit
dengan beban 70-80% denyut jantung maksimal pada gagal
jantung ringan dan sedang).
 Istirahat baring pada gagal jantung akut, berat dan
eksaserbasi akut.
b. Farmakologi
Terapi farmakologik terdiri atas ; panghambat ACE, Antagonis
Angiotensin II, diuretik, Antagonis aldosteron, β-blocker,
vasodilator lain, digoksin, obat inotropik lain, anti-trombotik, dan
anti-aritmia.
a. Diuretik. Kebanyakan pasien dengan gagal jantung
membutuhkan paling sedikit diuretik reguler dosis rendah.
Permulaan dapat digunakan loop diuretik atau tiazid. Bila
respon tidak cukup baik, dosis diuretik dapat dinaikkan, berikan
diuretik intravena, atau kombinasi loop diuretik dengan tiazid.
Diuretik hemat kalium, spironolakton, dengan dosis 25-50
mg/hari dapat mengurangi mortalitas pada pasien dengan gagal
jantung sedang sampai berat (klas fungsional IV) yang
disebabkan gagal jantung sistolik.
b. Penghambat ACE bermanfaat untuk menekan aktivitas
neurohormonal, dan pada gagal jantung yang disebabkan
disfungsi sistolik ventrikel kiri. Pemberian dimulai dengan
dosis rendah, dititrasi selama beberapa minggu sampai dosis
yang efektif.
c. Penyekat Beta bermanfaat sama seperti penghambat ACE.
Pemberian dimulai dosis kecil, kemudian dititrasi selama
beberapa minggu dengan kontrol ketat sindrom gagal jantung.
Biasanya diberikan bila keadaan sudah stabil. Pada gagal
jantung klas fungsional II dan III. Penyekat Beta yang
digunakan carvedilol, bisoprolol atau metaprolol. Biasa
digunakan bersama-sama dengan penghambat ACE dan
diuretik.
d. Angiotensin II antagonis reseptor dapat digunakan bila ada
intoleransi terhadap ACE ihibitor.
e. Digoksin diberikan untuk pasien simptomatik dengan gagal
jantung disfungsi sistolik ventrikel kiri dan terutama yang
dengan fibrilasi atrial, digunakan bersama-sama diuretik, ACE
inhibitor, beta blocker.
f. Antikoagulan dan antiplatelet. Aspirin diindikasikan untuk
pencegahan emboli serebral pada penderita dengan fibrilasi
atrial dengan fungsi ventrikel yang buruk. Antikoagulan perlu
diberikan pada fibrilasi atrial kronis maupun dengan riwayat
emboli, trombosis dan Trancient Ischemic Attacks, trombus
intrakardiak dan aneurisma ventrikel.
g. Antiaritmia tidak direkomendasikan untuk pasien yang
asimptomatik atau aritmia ventrikel yang menetap. Antiaritmia
klas I harus dihindari kecuali pada aritmia yang mengancam
nyawa. Antiaritmia klas III terutama amiodaron dapat
digunakan untuk terapi aritmia atrial dan tidak digunakan untuk
terapi aritmia atrial dan tidak dapat digunakan untuk mencegah
kematian mendadak.
Antagonis kalsium dihindari. Jangan menggunakan kalsium
antagonis untuk mengobati angina atau hipertensi pada gagal
jantung.

11. Prognosis

Meskipun penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung telah


sangat berkembang, tetapi prognosisnya masih tetap jelek, dimana angka
mortalitas setahun bervariasi dari 5% pada pasien stabil dengan gejala
ringan, sampai 30-50% pada pasien dengan gejala berat dan progresif.
DAFTAR PUSTAKA
1. Cremers, Simon., Bradshaw, Jennifer., Herfkens, Freek. 2010. Chest X Ray-Heart Failure.
The Radiology Assistant. Publication date : 1-9-2010
2. Kumar, Cotran, Robbins. 2012. Buku Ajar Patologi. Edisi 7 Volume 2. Jakarta : EGC
3. Lorraine B. Ware, M.D., and Michael A. Matthay, M.D.Acute Pulmonary
Edema.http://www.nejm.org/
4. Meschan, Isadore. 2011. Roentgen Sign in Diagnostic Imaging, Volume 4 The Chest.
Philadelphia : Saunders Company
5. Rasad, Sjahriar. 2010. Radiologi Diagnostik Edisi Kedua. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
6. Wilson, Sylvia A. Price dan Lorraine M. 2013. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Edisi 6. Jakarta : EGC
7. Harbanu,H.Mariono,SantosoAnwar.Gagaljantung.Denpasar::
http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/91088596.pdf.
8. .Michael S Figueroa MD,Jay I Peters.Congestive heart failure in Respiratory care.April Vol
51 No 4.hal 403 - 411
9. Dickstein K, Cohen-Solal A, Filippatos G, et al. ESC Guidelines for the diagnosis and
treatment of acute and chronic heart failure 2015: the Task Force for the Diagnosis and
Treatment of Acute and Chronic Heart Failure 2008 of the European Society of
Cardiology. Eur Heart J.;29:2388–2442.

10. Panggabean MM, Manurung D, Ghanie A. Buku ajar ilmu penyakit dalam.edisi 2. Jakarta:
Interna publishing; 2012. h. 1583-97.

LAPORAN KASUS I
PENYAKIT INFEKSI
IDENTITAS PASIEN :

Nama : Nn. RC
Umur : 12 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Bangsa/suku : Bugis

Alamat : Jln. Nuri Lr.300

Agama : Islam

Pekerjaan : Pelajar

Tanggal Pemeriksaan : 19 November 2019

ANAMNESIS
Keluhan Utama : Buang air besar encer

Anamnesis Terpimpin :4 hari yang lalu pasien mengeluh berak encer berwarna
kekuningan, berlendir, tidak berdarah, tidak berbau
busuk, dan tidak berampas . Berak terus menerus
sebanyak lebih dari 3 kali.

Riwayat Penyakit sebelumnya : (-)

Riwayat Penyakit Keluarga : (-)


Riwayat alergi : alergi makanan (-) , alergi obat (-)

PEMERIKSAAN FISIS:
Kesadaran : compos mentis
Tinggi Badan : 150 cm
Berat Badan : 42 kg
Tanda Vital :
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 80x/menit
Pernapasan : 21x/menit
Suhu : 36,2˚C
Kepala : Normocephal, udem palpebra (-), konjungtiva anemis (-
/-), sklera ikterus (-/-), pupil bulat isokor, bibir kering (-),
sianosis pada bibir (-), lidah kotor (-).

Abdomen : vesikel regio abdomen sinistra

- Inspeksi : Cembung, mengikuti gerak nafas


- Auskultasi :Peristaltik kesan normal, bising usus >30x/menit
- Palpasi :Massa tumor (-), nyeri tekan (-), hepar dalam batas
normal, tidak berbenjol
- Perkusi : Tymphani, Ascites (-)

Thoraks :
- Inspeksi : Normochest, pengembangan dada simetris kiri dan kanan, tidak tampak
retraksi. Tampak bulla berisi pus, berbatas tegas, hiperemis (-).
- Palpasi : Massa tumor (-), nyeri tekan (-), krepitasi (-), vokal fremitus kiri = kanan.
- Perkusi : Sonor, batas paru hepar depan ICS V dextra anterior, batas paru belakang
kanan vertebra thorakal XII dextra posterior, batas paru belakang kiri
vertebra thorakal XII sinistra posterior.

- Auskultasi : BP Vesikuler, BT Rh : Wh :
- - - -
- - - -
- - - -

- Cor :
- Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak.
- Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS V linea midclavicula sinistra
- Perkusi : Batas atas jantung ICS II
- Batas kanan jantung : ICS III Linea Parasternalis dextra
- Batas kiri jantung : ICS V linea midclavicularis.
- Auskultasi : Bunyi jantung 1 & 2 murni reguler
PEMERIKSAAN PENUNJANG :
(-) Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang

DIAGNOSIS
Enteritis Akut

DIAGNOSIS BANDING :
Gastroenteritis akut et causa bakteri
Gastroenteritis akut et causa virus

PENATALAKSANAAN
Pengobatan farmakologi yang diberikan :
 Oralit
 Paracetamol 500 mg
 Vit. B Complex
Pengobatan non farmakologi yang dianjurkan kepada pasien antara lain :
• Perbanyak intake cairan
TINJAUAN PUSTAKA

1. Defenisi

Gastroenteritis adalah buang air besar dengan frekuensi yang tidak

normal (meningkat) dan konsistensi tinja yang lebih lembek atau cair.

Gastroenteritis adalah buang air besar dengan tinja berbentuk cair atau

setengah cair dengan kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari

200 gram atau 200 ml/24 jam.

Jadi dapat disimpulkan gastroenteritis adalah buang air besar dengan

frekuensi tidak normal dan konsistensi tinja yang lebih lembek atau cair, dengan

kandungan air pada feses lebih banyak dari biasanya yaitu lebih dari 200 gram

atau 200 ml/24 jam.


2. Etiologi

Menurut Simadibrata , diare dapat disebabkan oleh beberapa faktor,

antara lain: Infeksi yang disebabkan oleh bakteri: shigella sp, E.coli pathogen,

salmonella sp, vibrio cholera, yersinia entero colytika, campylobacter jejuni,

v.parahaemolitikus, staphylococcus aureus, klebsiella, pseudomonas,

aeromonas, dll. Virus: rotavirus,adenovirus, Norwalk virus, Norwalk like virus,

cytomegalovirus, echovirus. Makanan beracun atau mengandung logam,

makanan basi, makan makanan yang tidak biasa misalnya makanan siap saji,

makanan mentah, makanan laut. Obat-obatan tertentu (penggantian hormone

tiroid, pelunak feses dan laksatif, antibiotik, kemoterapi, dan antasida).

3. Manifestasi Klinis

Ditandai dengan meningkatnya kandungan cairan dalam feses , pasien

terlihat sangat lemas, kesadaran menurun, kram perut, demam, muntah,

gemuruh usus (borborigimus), anoreksia, dan haus. Kontraksi spasmodik yang

nyeri dan peregangan yang tidak efektif pada anus, dapat terjadi setiap

defekasi.

Perubahan tanda-tanda vital seperti nadi dan respirasi cepat, tekanan

darah turun, serta denyut jantung cepat. Pada kondisi lanjut akan didapatkan

tanda dan gejala dehidrasi, meliputi: Turgor kulit menurun <3 detik, pada anak-

anak ubun-ubun dan mata cekung membran mukosa kering dan di sertai

penurunan berat badan akut, keluar keringat dingin.

4. Patofisiologi
Proses terjadinya diare dapat disebabkan oleh berbagai kemungkinan

faktor di antaranya faktor infeksi, proses ini dapat diawali adanya

mikroorganisme (kuman) yang masuk ke dalam saluran pencernaan yang

kemudian berkembang dalam usus dan merusak sel mukosa usus yang

dapat menurunkan daerah permukaan usus. Selanjutnya terjadi perubahan

kapasitas usus yang akhirnya mengakibatkan gangguan fungsi usus

menyebabkan sistem transpor aktif dalam usus sehingga sel mukosa

mengalami iritasi yang kemudian sekresi cairan dan elektrolit akan

meningkat kemudian menyebabkan diare. Iritasi mukosa usus dapat

menyebabkan peristaltik usus meningkat. Kerusakan pada mukosa usus

juga dapat menyebabkan malabsorbsi merupakan kegagalan dalam

melakukan absorbsi yang mengakibatkan tekanan osmotik meningkat

sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke rongga usus yang dapat

meningkatkan isi rongga usus sehingga terjadilah diare.

5. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Davey (2005) pemeriksaan gastroenterititis yang dapat

dilakukan yaitu:

a. Tes darah lengkap, anemia atau trombositosis mengarahkan dugaan

adanya penyakit kronis. Albumim yang rendah bisa menjadi patokan

untuk tingkat keparahan penyakit namun tidak spesifik.

b. Kultur tinja bisa mengidentifikasi organisme penyebab. Bakteri

C.difficile ditemukan pada 5% orang sehat. Oleh karenanya diagnosis di

tegakan berdasarkan adanya gejala disertai ditemukanya toksin, bukan

berdasar ditemukanya organisme saja.


c. Foto polos abdomen, pada foto polos abdomen bisa terlhat kalsifikasi

pankreas, walaupun diduga terjadi insufiensi pankreas, sebaiknya

diperiksa dengan endoscopic retrograde cholangiopancreatography

(ERCP) atau CT pancreas.

6. Penatalaksanaan Medis

Langkah penatalaksanaan rehidrasi adalah mengistirahatkan

usus dan memberi rehidrasi secara parenteral. Kemudian mengobati

penyakit yang mendasari: pemberian antibiotik atau steroid bisa

diberikan jika pada pemeriksaan penunjang ditemukan patogen

spesifik atau bukti adanya penyakit inflamasi usus. Metronidazol atau

vankomisin dipakai pada kolitis pseudomembranosa


DAFTAR PUSTAKA

1. Riddle, M., DuPont, H. and Connor, B. (2016). ACG


Clinical Guideline: Diagnosis, Treatment, and Prevention
of Acute Diarrheal Infections in Adults. The American
Journal of Gastroenterology, 111(5), pp.602-622.
2. Barr, w. and smith, a. (2017). [online] Available at:
http://Acute Diarrhea in Adults WENDY BARR, MD, MPH,
MSCE, and ANDREW SMITH, MD Lawrence Family
Medicine Residency, Lawrence, Massachusetts
[Accessed 5 Mar. 2017].
3. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati
S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II eidsi V. Jakarta:
Interna Publishing; 2009
4. Al-Thani, A., Baris, M., Al-Lawati, N. and Al-Dhahry, S.
(2013). Characterising the aetiology of severe acute
gastroenteritis among patients visiting a hospital in Qatar
using real-time polymerase chain reaction. BMC
Infectious Diseases, 13(1).
5. Depkes RI., 2012. Angka Kejadian Gastroenteritis Masih
Tinggi. http://www.depkes.go.id/index.php [Accessed 5
Mar. 2017 ]
6. Anon, (2017). [online] Available at:
(http://www.who.int/child-adolescent-
health/Emergencies/Diarrhoea_guidelines.pdf) A manual
for physicians and other senior health workers [Accessed
9 Apr. 2017].
7. How, C. (2010). Acute gastroenteritis: from guidelines to
real life. Clinical and Experimental Gastroenterology,
p.97.
8. Dennis L., Anthony S., Stephen H., Dan L., Larry J., Joseph
L. 2016. Harrison's Gastroenterology and Hepatology.
3rd Edition. Philadelphia: McGraw Hill.
9. Worldgastroenterology.org. (2017). English | World
Gastroenterology Organisation. [online] Available at:
http://www.worldgastroenterology.org
/guidelines/global-guidelines/acute-diarrhea/acute-
diarrhea-english [Accessed 5 Mar. 2017]
10. Bresee, J., Bulens, S., Beard, R., Dauphin, L., Slutsker, L.,
Bopp, C., Eberhard, M., Hall, A., Vinje, J., Monroe, S. and
Glass, R. (2012). The Etiology of Severe
Acute Gastroenteritis Among Adults Visiting Emergency
Departments in the United States. Journal of Infectious
Diseases, 205(9), pp.1374-1381.

11. Amin L. Tatalaksana Diare Akut. Continuing


MedicalEducation. 2015;42(7):504-8.

Anda mungkin juga menyukai