Anda di halaman 1dari 39

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA


BLOK GATROENTEROLOGI DAN HEPATOLOGI
Makassar, 18 Desember 2018

LAPORAN MODUL 1
“NYERI PERUT AKUT”
BLOK GASTROENTEROLOGI DAN HEPATOLOGI
“SKENARIO 1”

Dosen Pembimbing :
dr. Dian Fahmi Utami
Disusun Oleh:
Kelompok 3B

MUHAMMAD YUNUS MAETA 11020180148


A. MUHAMMAD AQIL ANWAR 11020180159
MUHAMMAD FAKHRI RASYIDI 11020180170
MUH. AHMAD AZIRI 11020180177
DWI ASTRAI SUJA’NAH 11020180187
UFARAH INDAH SARI 11020180200
SRI RAHMAYANTI LIMATAHU 11020180208
INDAH DIAN PURNAMA 11020180229
HERLAMBANG ANDREKA JUNIOR. D 11020180123
SELIN IRIANA PASOMBAK 11020180140

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
TAHUN AJARAN 2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga
laporan tutorial ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.Aamiin.

Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam laporan tutorial ini, karena itu kritik
dan saran yang sifatnya membangun senantiasa kami harapkan guna memacu kami menciptakan
karya-karya yang lebih bagus.

Akhir kata, kami ingin menghaturkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan bantuan dalam penyusunan karya tulis ini, terutama kepada:
1. Dr. dr. Shofiyah Latif, Sp. Rad sebagai koordinator blok
2. dr. Dian Fahmi Utami sebagai dosen pembimbing
Teman-teman yang telah mendukung dan turut memberikan motivasi dalam menyelesaikan
laporan tutorial ini.
Semoga Allah SWT dapat memberikan balasan setimpal atas segala kebaikan dan
pengorbanan dengan limpahan rahmat dari-Nya. Aamiin yaa Robbal A’lamiin.

Makassar, 18 Desember 2018

Kelompok 3B
SKENARIO 1

Perempuan umur 40 tahun, datang ke IRD RS dengan keluhan nyeri seluruh seluruh dinding
perut sejak 3 hari lalu. Nyeri awalnya pada uluhati lalu menyebar ke seluruh dinding perut. Mual
dan muntah ada. Riwayat menderita nyeri uluhati sejak 20 tahun lalu tapi tidak berobat teratur.
Tanda vital didapatkan TD 130/90 mmHg, denyut nadi 92 kali/menit, frekuensi nafas
25kali/menit, dan temperature 39ºC. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan defanas muscular
dan peristaltik melemah.

KATA SULIT

1. Defanas muscular : Defans Muskuler (Defence muscular) adalah nyeri tekan seluruh
lapangan abdomen yang menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale

KATA KUNCI

1. Perempuan 40 tahun
2. Nyeri seluruh dinding perut (3 hari lalu)
3. Nyeri uluhati lalu menyebar ke seluruh dinding perut
4. Mual dan muntah
5. Nyeri uluhati 20 tahun lalu
6. Berobat tidak teratur
7. Tanda tanda vital :
 TD 130/90 mmHg
 Denyut nadi 92 kali/menit
 Frekuensi nafas 25 kali/menit
 Suhu 39ºC
8. Defanas muscular (+)
9. Gerakan peristaltik melemah
PERTANYAAN

1. Jelaskan patomekanisme gejala berdasarkan skenario ?


2. Bagaimana langkah-langkah diagnosis berdasarakan skenario ?
3. Apa diagnosis banding terkait skenario ?
4. Bagaimana penatalaksanaan berdasarkan skenario ?
5. Bagaimana tindakan pencegahan berdasarkan skenario ?
6. Bagaimana prespektif islam berdarkan skenario ?

JAWABAN

1. Jelaskan patomekanisme gejala berdasarkan skenario ?

Pengertian Nyeri secara Umum


Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan
akibat kerusakan jaringan, baik aktual maupun potensial atau yang digambarkan
dalam bentuk kerusakan tersebut. Nyeri adalah suatu pengalaman sensorik yang
multidimensional. Fenomena ini dapat berbeda dalam intensitas (ringan,sedang,
berat), kualitas (tumpul, seperti terbakar, tajam), durasi (transien,
intermiten,persisten), dan penyebaran (superfisial atau dalam, terlokalisir atau difus).
Meskipun nyeri adalah suatu sensasi, nyeri memiliki komponen kognitif dan
emosional, yang digambarkan dalam suatu bentuk penderitaan. Nyeri juga berkaitan
dengan reflex menghindar dan perubahan output otonom).

Ada 2 jenis sakit perut,

 Nyeri parietal : nyeri yang timbul dari stimulasi peritoneum parietal dipersarafi oleh
saraf somatik. Jenis rasa sakit ini mudah terlokalisasi
 Nyeri visceral : nyeri yang berasal dari adanya rangsangan peritoneum viseral yang
dipersarafi oleh otot saraf otonom. Sakit ini sulit dilokalisasi dan lokasi nyeri dapat
diprediksi dari asal embriologinya.
Etiologi

Penyebab tersering dari nyeri abdomen antara lain adalah : appendicitis, kolik
bilier, kolisistitis, diverticulitis, obstruksi usus, perforasi viskus, pankreatitis, peritonitis,
salpingitis,adenitis mesentrika dan kolik renal. Sedangkan yang jarang menyebabkan
nyeri abdomen antara lain : nekrosis hepatoma, infark lien, pneumonia, infark miokard,
ketoasidosis diabetikum, inflamasi enurima, valvulus sigmoid, caecum atau lambung dan
herpes zoster.

sudut nyeri abdomen, nyeri abdomen dapat terjadi karena rangsangan visceral,
rangsangan somatik dan akibat peristaltik. Pada anamnesis perlu dievaluasi mengenai
nyeri yang disampaikan pasien tersebut apakah nyeri yang disampaikan terlokalisir, atau
sukar ditentukan lokasinya. Kemudian adanya referred pain juga membantu untuk
mengetahui asal nyeri tersebut. Adanya nyeri tekan pada pemeriksaan fisik seseorang
juga menunjukkan bentuk nyeri tersebut. Nyeri ini dapat terjadi akibat infeksi yang
kintinyu ( terus menerus) serta ulkus lanjut. Nyeri somatik biasanya terlokalisir.

Pem bagian nyeri abdomen

Nyeri yang dirasakan dapat ditentukan lokasinya oleh pasien atau pasien tidak dapat
merasakan nyeri abdomen tersebut berasal dari mana atai bisa saja pasien merasakan
nyeri perut tersebut berasal dari seluruh abdomen. Nyeri abdomen biasannya cenderung
terjadi tiba-tiba. Lokasi nyeri abdomen dan kemungkinan penyebab nyeri tersebut :

Etiologi nyeri abdomen berdasarkan lokasi nyeri

LOKASI NYERI ABDOMEN PENYEBAB NYERI

Epigastrium Pankreatitis, ulkus duodenum, ulkus gaster,


kolesititis, kanker pankreas, hepatitis,
obstruksi intestinal, apendisitis (gejala awal),
abses subfrenkus, pneumonia, emboli paru,
infark miokard.

Hipokondrium kanan Kolesistitis, kolangitis, hepatitis, pankreatitis,


abses subfrenikus, pneumonia, emboli paru,
nyeri miokard.

Hipokondrium kiri Nyeri limpa kanan karena limpoma, invefeksi


virus, abses subfrenikus, ulkus gaster,
pneumonia, emboli paru, nyeri miokard.

Periumbikalis Pankreatitis, kanker pankreas, obstruksi


intestinal, aneurisma aorta, gejala awal
apendisitis

Lumbal Batu ginjal, piolonefritis, abses perinefrik.

Inguinal dan suprapubik Penyakit di daerah kolon, apendisitis pada


inguinalis kanan, penyakit diverticolosis sisi
kiri, salpingitis, sistitis, kista ovarium,
kehamilan ektopik.

KONTROL SARAF TERHADAP FUNGSI GASTROINTESTINAL

Traktus gastrointestinal memiliki sistem persarafan tersendiri yang disebut sistem saraf
enterik. Sistem tersebut seluruhnya terletak di dinding usus, mulai dari esofagus dan
memanjang sampai ke anus. Jumlah neuron sistem enterik sekitar 100 juta, hampir sama
dengan jumlah pada keseluruhan medula spninalis. Hal tersebut menunjukkan bahwa
pentingnya sistem enterik untuk mengatur fungsi ganstrointestinal terutama berperan
pada pengaturan pergerakan dan sekresi gastrointestinal. Sistem enterik terutama terdiri
atas dua pleksus. Pleksus bagian luar yang terletak di antara lapisan otot longitudinal dan
sirkular disebut pleksus Mienterikus atau pleksus Auerbach. Pleksus bagian dalam
disebut pleksus submukosa atau pleksus Meissner yang terletak di dalam submukosa.
Pleksus 12 Meinterikus terutama mengatur pergerakan gastrointestinal dan pleksus
submukosa terutama mengatur sekresi gastrointestinal dan aliran darah lokal. Pleksus
mieterikus tidak boleh seluruhnya dianggap bersifat eksitorik karena bebera neuronnya
bersifat inhibitorik, dimana ujung-ujung seratnya mensekresikan suatu transmiter
inhibitor, kemungkinan polipeptida intestinal vasoaktif atau beberapa peptida lain. Hasil
dari sinyal inhibitor terutama berguna untuk menghambat beberapa otot sfingter intestinal
yang menghambat pergerakan makanan antara segmen-segemen traktus gastrointestinal
yang berurutan, seperti sfingter pilorik yang mengontrol pengosongan lambung, dan
sfingter katup ileocaecal yang mengontrol pengosongan usus halus ke dalam sekum.
Berbeda dengan pleksus meiterikus, pleksus submukosa berperan pada pengaturan fungsi
di dalam dinding sebelah dalam dari tiap bagian kecil segmen usus. Sebagai contoh,
banyak sinyal sensoris berasal dari epitelium gastrointestinal dan kemudian bersatu dalam
pleksus submukosa untuk membantu mengatur sekresi intestinal lokal, absorpsi lokal, dan
kontraksi otot submukosa lokal yang menyebabkan berbagai tingkat pelipatan mukosa
lambung.

Pengaruh anatomis sistem saraf enterik serta hubungannya dengan sistem saraf
simpatis dan parasimpatis mendukung tiga jenis refleks gastrointestinal yang sangat
berguna untuk pengaturan gastrointestinal. Pengaturan tersebut adalah :

1) efleks-refleks seluruhnya terjadi di dalam sistem saraf enterik. Refleks-refleks tersebut


meliputi refleks-refleks yang mengatur sekresi gastrointestinal, peristaltik, kontraksi
campuran, efek penghambatan lokal.
2) Refleks-refleks dari usus ke ganglia simpatis prevertebral dan kemudian kembali ke
traktus gastrointestinal. Refleks-refleks ini mengirim sinyal untuk jarak yang jauh dalam
traktus gastrointestinal, seperti sinyal dari lambung untuk menyebabkan pengosongan
kolon (refleks gastrokolik), sinyal dari kolon dan usus halus untuk menghambat motilitas
lambung dan sekresi lambung (refleks enterogastrik), refleks-refleks dari kolon untuk
menghambat pengosongan isi ileum ke dalam 17 kolon (refleks kolonoileal).
3) Refleks-refleks dari usus ke medula spinalis atau batang otak dan kemudian kembali ke
traktus gastrointestinal. Refleks-refleks ini meliputi :
a) refleks-refleks yang berasal dari lambung dan duodenum ke batang otak dan kembali ke
lambung melalui saraf vagus untuk mengatur aktivitas motorik dan sekretorik lambung,
b) refleks-refleks nyeri yang menimbulkan hambatan umum pada seluruh traktus
gastrointestinal,
c) refleks-refleks defekasi yang berjalan ke medula spinalis dan kembali lagi untuk
menimbulkan kontraksi yang kuat pada kolon, rektum, dan abdomen yang diperlukan
untuk defekasi (refleks defekasi).

Penyebab nyeri berdasarkan skenario

Berdasarkan skenario, pasien menderita nyeri pada ulu hati yang kemudian menyebar
ke seluruh rongga perut. Asal dari rasa nyeri awal yang timbul pada ulu hati pasien
kemungkinan berasal dari lambung, dapat dilihat dari letak ulu hati sendiri pada
daerah epigastricum. Rasa nyeri pada ulu hati tersebut sendiri kemungkinan
disebabkan oleh luka pada lambung pasien yang terjadi terus-menerus karena asam
lambung berlebih.

Kemudian rasa nyeri yang timbul pada seluruh dinding perut setelah nyeri pada ulu
hati, kemungkinan disebabkan karena keluarnya asam lambung yang kemudian
memenuhi rongga dinding perut. Hal ini dapat terjadi karena luka yang terjadi pada
lambung yang terus-menerus tanpa pengobatan yang teratur menyebabkan perforasi
pada dinding lambung. Dinding lambung yang mengalami perforasi menyebabkan
asam lambung keluar dan memenuhi dinding rongga perut menyebabkan rasa nyeri
diseluruh perut pasien.

Patofisiologi demam

Demam dapat disebabkan oleh faktor infeksi ataupun faktor non infeksi. Demam
akibat infeksi bisa disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, jamur, ataupun parasit.
Infeksi bakteri yang pada umumnya menimbulkan demam pada anak-anak antara
lain pneumonia, bronkitis, osteomyelitis, appendisitis, tuberculosis, bakteremia, dan
lain-lain. Infeksi virus yang pada umumnya menimbulkan demam antara lain viral
pneumonia, influenza, dan virus-virus umum seperti H1N1.
Demam terjadi karena adanya suatu zat yang dikenal dengan nama pirogen. Pirogen
adalah zat yang dapat menyebabkan demam. Pirogen terbagi dua yaitu pirogen
eksogen adalah pirogen yang berasal dari luar tubuh pasien. Contoh dari pirogen
eksogen adalah produk mikroorganisme seperti toksin atau mikroorganisme
seutuhnya. Salah satu pirogen eksogen klasik adalah endotoksin lipopolisakarida
yang dihasilkan oleh bakteri gram negatif. Jenis lain dari pirogen adalah pirogen
endogen yang merupakan pirogen yang berasal dari dalam tubuh pasien. Contoh
dari pirogen endogen antara lain IL-1, IL-6, TNF-α, dan IFN.Sumber dari pirogen
endogen ini pada umumnya adalah monosit, neutrofil, dan limfosit walaupun sel
lain juga dapat mengeluarkan pirogen endogen jika terstimulasi.

Proses terjadinya demam dimulai dari stimulasi sel-sel darah putih (monosit, limfosit,
dan neutrofil) oleh pirogen eksogen baik berupa toksin, mediator inflamasi, atau
reaksi imun. Sel-sel darah putih tersebut akan mengeluarkan zat kimia yang dikenal
dengan pirogen endogen (IL-1, IL-6, TNF-α, dan IFN). Pirogen eksogen dan
pirogen endogen akan merangsang endotelium hipotalamus untuk membentuk
prostaglandin. Prostaglandin yang terbentuk kemudian akan meningkatkan patokan
termostat di pusat termoregulasi hipotalamus. Hipotalamus akan menganggap suhu
sekarang lebih rendah dari suhu patokan yang baru sehingga ini memicu
mekanisme-mekanisme untuk meningkatkan panas antara lain menggigil,
vasokonstriksi kulit dan mekanisme volunter seperti memakai selimut. Sehingga
akan terjadi peningkatan produksi panas dan penurunan pengurangan panas yang
pada akhirnya akan menyebabkan suhu tubuh naik ke patokan yang baru tersebut.

Defans Muskuler (+)

Defans Muskuler (Defence muscular) adalah nyeri tekan seluruh lapangan abdomen
yang menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale. Peritoneum adalah
membran serosa rangkap yang terbesar di dalam tubuh. Peritoneum terdiri atas dua
bagian utama, yaitu peritoneum parietal, yang melapisi dinding rongga abdominal
dan berhubungan dengan fascia muscular, dan peritoneum visceral, yang
menyelaputi semua organ yang berada di dalm rongga itu. Peritoneum parietale
mempunyai komponen somatic dan visceral yang memungkinkan lokalisasi yang
berbahaya dan menimbulkan defans muscular dan nyeri lepas. Ruang yang bisa
terdapat di antara dua lapis ini disebut ruang peritoneal atau cavitas peritonealis.
Ruang di luarnya disebut Spatium Extraperitoneale. Di dalam cavitas peritonealis
terdapat cairan peritoneum yang berfungsi sebagai pelumas sehingga alat-alat dapat
bergerak tanpa menimbulkan gesekan yang berarti. Adanya darah atau cairan dalam
rongga peritonium akan memberikan tanda–tanda rangsangan peritonium.
Rangsangan peritoneum menimbulkan nyeri tekan dan defans muscular.

Mual dan muntah


Ada 2 regio anatomi di medulla yang mengontrol muntah, 1) chemoreceptor trigger
zone (CTZ) dan central vomiting centre (CVC). CTZ yang terletak di area postrema
pada dasar ujung caudal ventrikel IV diluar blood brain barrier (sawar otak).
Reseptor didaerah ini diaktivasi oleh bahan-bahan proemetik didalam sirkulasi darah
atau di cairan cerebrospinal (CSF). Eferen dari CTZ dikirim ke CVC selanjutnya
terjadi serangkaian kejadian yang dimulai melalui vagal eferen splanchnic. CVC
terletak dinukleus tractus solitarius dan disekitar formatio retikularis medulla tepat
dibawah CTZ. CTZ mengandung reseptor reseptor untuk bermacam-macam senyawa
neuroaktif yang dapat menyebabkan muntah. Reseptor untuk, dopamine ( titik
tangkap kerja dari apomorphine ), acethylcholine, vasopressine, enkephalin,
angiotensin, insulin serotonin, endhorphin, substance P, dan mediator-mediator yang
lain. Mediator adenosine 3’,5’ cyclic monophosphate (cyclic AMP) mungkin terlibat
dalam respon eksitasi untuk semua peptide stimulator oleh karena theophylline dapat
menghambat aktivitas proemetik dari bahan neuropeptic tersebut.1-4 Emesis sebagai
respons terhadap gastrointestinal iritan misalnya copper, radiasi abdomen,

dilatasi gastrointestinal adalah sebagai akibat dari signal aferen vagal ke central
pattern generator yang dipicu oleh pelepasan lokal mediator inflamasi, dari mukosa
yang rusak, dengan pelepasan sekunder neurotransmitters eksitasi yang paling
penting adalah serotonin dari sel entrochromaffin mukosa. Pada mabuk (motion
sickness), signal aferen ke central pattern generator berasal dari organ vestibular,
visual cortex, dan cortical centre yang lebih tinggi sebagai sensory input yang
terintegrasi lebih penting dari pada aferen dari gastrointestinal.1-4 Rangsangan
muntah berasal dari, gastrointestinal, vestibulo ocular, aferen cortical yang lebih
tinggi, yang menuju CVC dan kemudian dimulai nausea, retching, ekpulsi isi
lambung.

Gerakan Peristaltik Menurun

Timbulnya peritonitis Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan


membran mengalami kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan
agresif, maka dapat menimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator, seperti
misalnya interleukin, dapat memulai respon hiperinflamatorius, sehingga membawa
ke perkembangan selanjutnya dari kegagalan banyak organ. Karena tubuh mencoba
untuk mengkompensasi dengan cara retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk
buangan juga ikut menumpuk. Takikardi awalnya meningkatkan curah jantung, tapi
ini segera gagal begitu terjadi hipovolemia.

Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk dinding abdomen mengalami


oedem.Oedem disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah kapiler organ-organ
tersebut meninggi.Pengumpulan cairan didalam rongga peritoneum dan lumen-lumen
usus serta oedem seluruh organ intra peritoneal dan oedem dinding abdomen
termasuk jaringan retroperitoneal menyebabkan hipovolemia.Hipovolemia
bertambah dengan adanya kenaikan suhu, masukan yang tidak ada, serta
muntah.Terjebaknya cairan di cavum peritoneum dan lumen usus, lebih lanjut
meningkatkan tekana intra abdomen, membuat usaha pernapasan penuh menjadi sulit
dan menimbulkan penurunan perfusi.Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada
permukaan peritoneum atau bila infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis
umum.Dengan perkembangan peritonitis umum, aktivitas peristaltik berkurang
sampai timbul ileus paralitik; usus kemudian menjadi atoni dan meregang.

Referensi :

repository.unisba. hal 1-5.

Djojoningrat,dharmika. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid III. Edisi IV. Jakarta :
interna publishing : 2009.
ttp://ejournal.umm.ac.id/index.php/sainmed/article/viewFile/4182/4546

2. Bagaimana langkah-langkah diagnosis berdasarakan skenario ?

Langkah-langkah diagnosis

Diagnosis ditegakkan terutama melalui pemeriksaan klinis, yaitu anamnesis dan


pemeriksaan fisik. Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk mencari lebih jauh mengenai
kemungkinan etiologi. Hal-hal yang mungkin didapatkan dari pemeriksaan klinis
peritonitis adalah :

a. Anamnesis
Anamnesis pada kasus bertujuan untuk menegakkan diagnosis dan mencari
kemungkinan etiologi. Hal-hal yang dapat diketahui dari anamnesis adalah:
- Karakteristik nyeri: onset, perjalan nyeri.
- Gejala penyerta: demam, diare, konstipasi, mual muntah.
- Riwayat penyakit penyerta: gastritis, inflammatory bowel disease, divertikulitis,
typhoid.
- Riwayat haid : Tidak adanya riwayat terlambat haid bukan berarti kemungkinan
kehamilantuba dapat disingkirkan
- Riwayat operasi
- Gaya hidup/kebiasaan: minum jamu, pemakaian imunosupresan.
b. Pemeriksaan fisik
- Vital sign: Febris >38oC, atau hipotemia pada sepsis berat, takikardi, hipotensi
(shock)
- Toraks: mencari penyakit penyerta.
- Abdomen:
 Inspeksi: flat, distended, parut pasca operasi.
 Auskultasi: bising usus menurun.
 Palpasi: nyeri tekan seluruh perut. Defans muscular.
 Perkusi: pekak hepar menghilang.
- Retal toucher (RT): nyeri seluruh kuadran.
- Akral: hangat, dingin.

c. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dikerjakan untuk membantu menegakkan
diagnosis adalah:
- Lekosit: normal, lekositosis.
- Test pack kehamilan
- Liver function test, apakah ada abses liver.
- Amilase dan lipase pada dugaan pankreatitis.
- Kultur kuman

d. Radiologi
- Foto polos abdomen (BOF): ground glass appearance.
- BOF erect: air sickle/free air dibawah diafragma.
- LLD (left lateral decubitus): free air di atas hepar
- USG abdomen: abses liver, tubo ovarial abcess (TOA), appendisitis,
USG tidqk bisa mendeteksi cairan kurang dari 100 mL.

Referensi :

Afif Nurul Hidayati, dkk. 2018. Gawat Darurat Medis dan Bedah. Surabaya: Airlangga
University press.

Setyoahadi, B. dkk. 2012. EIMED PAPDI Kegawatdaruratan Penyakit Dalam


(Emergency in Internal Medicine). Buku 2. Jakarta : Internal Publishing.
3. Apa diagnosis banding terkait skenario ?

A. PERITONITIS

a. Definisi

Peritonitis adalah peradangan peritoneum yang merupakan komplikasi berbahaya


akibat penybaran infeksi dari organ-organ abdomen (apendiksitis, pankreatitis, dan lain-
lain) ruptur saluran cerna dan luka tembus abdomen.

Peritonitis adalah inflamasi peritoneum dan mungkin disebabkan oleh bakteri (


misalnya dari perforasi usus ) atau akibat pelepasan iritan kimiawi, misalnya empedu,
asam lambung, atau enzim pancreas.

Peritonitis adalah suatu keadaan yang mengancam jiwa yang sering bersamaan
dengan kondisi bakteremia dan sindroma sepsis.

b. Etiologi
Penyebab peritonitis adalah :
a. Infeksi bakteri

1) Mikroorganisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal.

2) Appendisitis yang meradang dan perforasi .

3) Tukak peptik (lambung/dudenum).

4) Tukak thypoid.

5) Tukan disentri amuba/ colitis

6) Tukak pada tumor

7) Salpingitis

8) Divertikulitis (radang usus)


Kuman yang paling sering ialah bakteri coli, streptokokus U dan B hemolitik,

stapilokokus aurens, enterokokus dan yang paling berbahaya adalah

clostrdiumwechii.

 Secara langsung dari luar

Operasi yang tidak steril

1) Tercontaminasi talcum venetum, lycopodium, sulfonamide, terjadi Peritonitis yang

disertai pembentukan jaringan granulomatosa sebagai responterhadap benda asing,

disebut juga Peritonitis granulomatosa serta merupakan Peritonitis local.

2) Trauma pada kecelakaan seperti ruptur limpa, ruptur hati

3) Melalui tuba fallopius seperti cacing enterobius vermikularis.Terbentuk pula

peritonitis granulomatos.

 Secara hematogen sebagai komplikasi beberapa penyakit akut seperti radang

saluran pernapasan bagi atas, otitis media, mastoiditis,

glomerulonepritis.Penyebab utama adalah streptokokus atau pnemokokus.

c. Klasifikasi

a. Peritonitis Primer

Peritonitis terjadi tanpa adanya sumber infeksi dirongga peritoneum, kuman masuk

kedalam rongga peritoneum melalui aliran darah/pada pasien perempuan melalui alat

genital.

b. Peritonitis Sekunder

Terjadi bila kuman kedalam rongga peritoneum dalam jumlah yang cukup banyak.

c. Peritonitis karena pemasangan benda asing kerongga peritoneum, misalnya

pemasangan kateter
d. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi dari peritonitis adalah: gangguan keseimbangan cairan

dan elektrolit, sesak napas akibat desakan distensi abdomen ke paru, pembentukan

luka dan pembentukan abses.

e. Manifestasi Klinis

Menuerut Manifestasi klinis yang sering muncul pada pasien peritonitis adalah:

a. Distensi abdomen

a. Rigiditas abdomen

b. Nyeri tekan pada abdomen

c. Bising usus menurun bahkan hilang

d. Demam

e. Mual bahkan muntah

f. Takikardia

g. Takipne

d. Patofisisologi

Awalnya mikroorganisme masuk kedalam rongga abdomen adalah steril tetapi dalam

beberapa jam terjadi kontaminasi bakteri.akibatnya timbul edema jaringan dan

pertambahan eksudat. Cairan dalam rongga abdomen menjadi keruh dengan

bertambahnya sejumlah protein, sel-sel darah putih, sel-sel yang rusak dan darah.Respon

yang segera dari saluran intestinal adalah hipermotilitas, di ikuti oleh ileus paralitik

dengan penimbunan udara dan cairan didalam usus besar.


Timbulnya peritonitis Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan

membran mengalami kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan

agresif, maka dapat menimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator, seperti

misalnya interleukin, dapat memulai respon hiperinflamatorius, sehingga membawa ke

perkembangan selanjutnya dari kegagalan banyak organ. Karena tubuh mencoba untuk

mengkompensasi dengan cara retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk buangan

juga ikut menumpuk. Takikardi awalnya meningkatkan curah jantung, tapi ini segera

gagal begitu terjadi hipovolemia.

Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk dinding abdomen mengalami

oedem.Oedem disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah kapiler organ-organ

tersebut meninggi.Pengumpulan cairan didalam rongga peritoneum dan lumen-lumen

usus serta oedem seluruh organ intra peritoneal dan oedem dinding abdomen termasuk

jaringan retroperitoneal menyebabkan hipovolemia.Hipovolemia bertambah dengan

adanya kenaikan suhu, masukan yang tidak ada, serta muntah.Terjebaknya cairan di

cavum peritoneum dan lumen usus, lebih lanjut meningkatkan tekana intra abdomen,

membuat usaha pernapasan penuh menjadi sulit dan menimbulkan penurunan perfusi.Bila

bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila infeksi

menyebar, dapat timbul peritonitis umum.Dengan perkembangan peritonitis umum,

aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik; usus kemudian menjadi atoni

dan meregang.Cairan dan elektrolit hilang kedalam lumen usus, mengakibatkan

dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi dan oliguria.Perlekatan dapat terbentuk antara

lengkung-lengkung usus yang meregang dan dapat mengganggu pulihnya pergerakan

usus dan mengakibatkan obstruksi usus. Peritonitis adalah komplikasi berbahaya yang
sering terjadi akibat penyebaran infeksi.Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh

bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa.Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk

diantara perlekatan fibrinosa yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya

sehingga membatasi infeksi.

e. Penatalaksanaan

Pada penatalaksanaan pasien Peritonitis penggantian cairan, koloid dan elektrolit adalah

fokus utama.

Analgesik diberikan untuk mengatasi nyeri antiemetik dapat diberikan sebagai terapi

untuk mual dan muntah. Terapi oksigen dengan kanul nasal atau masker akan

meningkatkan oksigenasi secara adekuat, tetapi kadang-kadang intubasi jalan napas dan

bentuk ventilasi diperlukan.

Terapi medikamentosa nonoperatif dengan terapi antibiotik, terapi hemodinamik untuk

paru dan ginjal, terapi nutrisi dan metabolik dan terapi modulasi respon peradangan.

Penatalaksanaan pasien trauma tembus dengan hemodinamik stabil di dada bagian bawah

atau abdomen berbeda-beda namun semua ahli bedah sepakat pasien dengan tanda

peritonitis atau hipovolemia harus menjalani eksplorasi bedah, tetapi hal ini tidak pasti

bagi pasien tanpa tanda-tanda sepsis dengan hemodinamik stabil.Semua luka tusuk di

dada bawah dan abdomen harus di eksplorasi terlebih dahulu.Bila luka menembus

peritonium maka tindakan laparatomi diperlukan.Prolaps visera, tanda-tanda peritonitis,

syok, hilangnya bising usus, terdapat darah dalam lambung, buli-buli dan rektum, adanya

udara bebas intraperitonel dan lavase peritoneal yang positif juga merupakan indikasi
melakukan laparatomi.Bila tidak ada, pasien harus diobservasi selama 24-48

jam.Sedangkan pada pasien luka tembak dianjurkan agar dilakukan laparatomi.

f. Pengkajian Focus

a. Riwayat Kesehatan:

1) Keluhan Utama

Keluhan utama adalah keluhan atau gejala apa yang menyebabkan pasien berobat

atau keluhan saat awal dilakukan pengkajian pertama kali masuk rumah sakit.

Pada klien dengan peritonitis biasanya mengeluh nyeri dibagian perut sebelah

kanan.

2) Riwayat kesehatan Sekarang

Riwayat kesehatan sekarang adalah menggambarkan riwayat kesehatan saat ini.

Pada klien dengan peritonitis umumnya mengalami nyeri tekan di bagian perut

sebelah kanan dan menjalar ke pinggang.demam, mual, muntah, bising usus

menurun bahkan hilang, takikardi, takipnea.

b. Riwayat Kesehatan Dahulu

Riwayat kesehatan dahulu adalah riwayat penyakit yang merupakan predisposisi

terjadinya penyakit saat ini.

Pada klien dengan peritonitis mempunayai riwayat ruptur saluran cerna,

komplikasi post operasi, operasi yang tidak steril dan akibat pembedahan, trauma

pada kecelakaan seperti ruptur limpa dan ruptur hati.

c. Pada penulisan ini menggunakan pendekaatan pola fungsi kesehatan menurut

Gordon:

1) Pola Persepsi Kesehatan atau Menejemen Kesehatan


Menggambarkan persepsi klien terhadap keluhan apa yang dialami klien, dan

tindakan apa yang dilakukan sebelum masuk rumah sakit.

Pada klien dengan peritonitis mengeluh nyeri berat dibagian perut sebelah kanan

dan menjalar ke pinggang dan umumnya telah dilakukan tindakan dengan obat

anti-nyeri.

2) Pola Nutrisi-Metabolik

Menggambarkan asupan nutrisi, cairan dan elektrolit, kondisi kulit dan rambut,

nafsu makan, diet khusus/suplemen yang dikonsumsi, instruksi diet sebelumnya,

jumlah makan atau minum serta cairan yang masuk, ada tidaknya mual, muntah,

kekeringan, kebutuhan jumlah zat gizinya, dan lain-lain.

Pada pasien peritonitis klien akan mengalami mual. Vomit dapat muncul akibat

proses patologis organ visceral (seperti obstruksi) atau secara sekunder akibat

iritasi peritoneal, selain itu terjadi distensi abdomen, bising usus menurun, dan

gerakan peristaltic usus turun (<12x/menit). Diet yang diberikan berupa makanan

cair seperti bubur saring dan diberikan melalui NGT.

3) Pola Eliminasi

Pada pola eliminasi menggambarkan eliminasi pengeluaran sistem pencernaan,

perkemihan, integumen, dan pernafasan.

Pada klien dengan peritonitis terjadi penurunan produksi urin, ketidakmampuan

defekasi, turgor kulit menurun akibat kekurangan volume cairan, takipnea, .


4) Pola Kognitif Perseptual

Menggambarkan kemampuan proses berpikir klien, memori, tingkat kesadaran,

dan kemampuan mendengar, melihat, merasakan, meraba, dan mencium, serta

sensori nyeri.

Pada klien dengan peritonitis tidak mengalami gangguan pada otak namun hanya

mengalami penurunan kesadaran, adanya nyeri tekan pada abdomen.

5) Pola Aktivitas/Latihan

Menggambarkan tingkat kemampuan aktivitas dan latihan, selain itu, fungsi

respirasi dan fungsi sirkulasi.

Pada klien dengan peritonitis mengalami letih, sulit berjalan.Kemampuan

pergerakan sendi terbatas, kekuatan otot mengalami kelelahan. Pola nafas iregular

(RR> 20x/menit), klien mengalami takikardi, akral : dingin, basah, dan pucat.

6) Pola Istirahat dan Tidur

Pola istirahat tidur menggambarkan kemampuan pasien mempertahankan waktu

istirahat tidur serta kesulitan yang dialami saat istirahat tidur.

Pada klien dengan peritonitis didapati mengalami kesulitan tidur karena nyeri.

7) Pola Nilai dan Kepercayaan

Pola nilai dan kepercayaan menggambarkan pantangan dalam agama selama sakit

serta kebutuhan adanya kerohanian dan lain-lain.


Pengaruh latar belakang sosial, faktor budaya, larangan agama mempengaruhi

sikap tentang penyakit yang sedang dialaminya.Adakah ganggauan dalam

peaksanaan ibadah sehari-hari.

8) Pola Peran dan Hubungan Interpersonal

Pola peran dan hubungan menggambarkan status pekerjaan, kemampuan bekerja,

hubungan dengan klien atau keluarga, dan gangguan terhadap peran yang

dilakukan.

Adanya kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap hubungan interpersonaldan

mengalami hambatan dalam menjalankan perannya selama sakit

9) Pola Persepsi atau Konsep Diri

Pola persepsi menggambarkan tentang dirinya dari masalah-masalah yang

adaseperti perasaan kecemasan, kekuatan atau penilaian terhadap diri mulai dari

peran, ideal diri, konsep diri, gambaran diri, dan identitas tentang dirinya.

Pada klien dengan peritonitis terjadi perubahan emosional

10) Pola Koping/Toleransi Stres

Pola koping/toleransi stres menggambarkan kemampuan untuk menangani stres

dan penggunaan sistem pendukung.

Pada klien engan peritonitis di dapati tingkat kecemasan pada tingkat berat
11) Pola Reproduksi dan Seksual

Pola reproduksi dan seksual menggambarkan periode menstruasi terakhir,

masalah menstruasi, masalah pap smear, pemerikasaan payudara/testis sendiri tiap

bulan, dan masalah seksual yang berhubungan dengan penyakit.

Pada pola ini, pada wanita berhubungan dengan kehamilan, jumlah anak,

menstruasi, pernah terjangkit penyakit menular sehingga menghindari aktivitas

seksual. Pada pasien yang telah atau sudah menikah akan terjadi perubahan.

a. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada klien Peritonitis:

1. Kesadaran dan Keadaan Umum Klien

Keadaan umum ini dapat meliputi kesan keadaan sakit termasuk ekspresi wajah

dan posisi pasien, kesadaran yang dapat meliputi penilaian secara kualitatis seperti

kompos mentis, apatis, somnolen, spoor, koma dan delirium, dan status gizinya,

GCS (Glasow Coma Skala).

2. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium

(1) Complete Blood Count (CBC), umumnya pasien dengan infeksi intra

abdomen menunjukan adanya luokositosis.

(2) Cairan peritoneal

(3) Urinalisis untuk mengetahui adanya penyakit pada saluran kemih

Pemeriksaan Radiologi

(1) Foto polos abdomen memperlihatkan distensi disertai edema dan


pembentukan gas dalam usus

(2) USG

(3) Foto rontgen abdomen memperlihatkan distensi disertai edema dan

pembentukan gas dalam usus halus dan usus besar atau pada kasus

perforasi organ viceral.Foto tersebut menunjukan udara bebas dibawah

diafragma.

(4) Foto rontgen toraks dapat memperlihatkan diafragma

Refrensi
Sudoyo, Aru W., Setiyo Hadi Bambang, dkk. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jilid III. Edisi VI. Jakarta : internapublishing. Hal. 3126-3127

B. GASTRITIS

a. Definisi

Gastritis adalah inflamasi yang terjadi pada dinding lambung dikarenakan adanya
iritasi atau kerusakan pada membran yang melindungi dinding tersebut . Gastritis
terbagi menjadi gastritis akut dan gastritis kronik. Gastritis akut umumnya dapat
disadari, terlihat dari gejala pada lambung dan usus dan biasanya akan sembuh sendiri
bila dibiarkan dalam beberapa hari, sedangkan gastritis kronik mungkin tidak akan
disadari, terkadang gastritis kronik hanya akan diketahui ketika telah terbentuk ulkus
lambung, sehingga menimbulkan gejala yang disadari.

b. Epidemioloegi
Data untuk Indonesia menurut WHO angka kejadian gastritis pada beberapa daerah di
Indonesia cukup tinggi dengan prevalensi 274,396 kasus dari 238.452.952 jiwa
penduduk atau sebesar 40,8%. Gastritis merupakan salah satu penyakit dalam 10
penyakit terbanyak pada pasien rawat inap di rumah sakit Indonesia dengan jumlah
kasus 30.154 (4,9%).
c. Etiologi

Penyebab umum pada gastritis antara lain infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Helicobacter Pylori (H.Pylori) dan penggunaan obat analgesik anti inflamasi
(NSAIDs). Penyebab lainnya dapat berasal dari stress, penggunaan alcohol dan
konsumsi makanan dan minuman asam berlebih

d. patomekanisme
a) Helicobacter Pylori

Patogenesis Gastritis oleh H.Pylori

Awalnya Bakteri H. Pylori dapat ditransmisikan melalui saliva, feces, makanan dan
minuman, kemudian bermigrasi ke lambung bagian antral dan menetap pada
mukosa,Secara umum lapisan mukosa pada lambung memiliki kelenjar-kelenjar yang
menghasilkan mucus untuk menangkap bakteri dan menjadi tempat bagi bakteri
H.Pylori untuk membentuk koloni. Dalam fase kronik bakteri ini akan menembus
lapisan mucus dan berkontak dengan permukaan jaringan epitelium pada mukosa.
Setelah melakukan kontak bakteri H.Pylori akan mengeluarkan toxin (VacA Toxin)
yang merangsang proses inflamasi.

Saat inflamasi terjadi, toxin bakteri akan memancing pengeluaran sitokin IL-8 oleh
system imun, dimana IL-8 akan menstimulasikan pengedaran neutrophil dan makrofag
ke area peradangan. Neutrofil dan makrofag kemudian mengeluarkan zat-zat oksidatif
radikal dan enzim proteolitik yang akan menghancurkan sel-sel pada jaringan mukosa
lambung. Bila keadaan ini terus berlanjut, maka akan berujung pada ulkus lambung
hingga peritonitis, atau bahkan keganasan karena perubahan struktur lapisan mukosa.

b. NSAIDs
Penggunaan obat analgesik anti inflamasi, seperti diclofenac, ibuprofen, naproxen, dan
asetil salisilat (Aspirin) yang berkepanjangan dapat menjadi penyebab kerusakan
gastrointestinal. Hal ini dikarenakan mekanisme kerja obat yang menghambat jalur
enzim cyclooxygenase (COX) yang berfungsi menghasilkan prostaglandin secara non-
selektif, yang berarti menghambat kedua jalur COX (COX1 & COX2). COX1 berperan
dalam menjaga mukosa lambung, sedangkan COX2 ikut menjalankan inflamasi. Tak
dapat dipungkiri bahwa obat non-selektif dapat menghambat inflamasi dengan
menghambat sekresi prostaglandin, sehingga menekan rasa nyeri. Namun di sisi lain
obat ini juga akan mengikis lapisan mukosa lambung secara perlahan karena
berkurangnya prostaglandin yang menjaga integritas mukosa sehingga bila digunakan
dalam jangka waktu yang lama dapat menghilangkan proteksi pada lambung sehingga
rentan terhadap sifat erosive asam lambung dan zat lainnya, berujung pada berbagai
komplikasi pada lambung.

e. Gejala Klinis
Gejala yang menandakan gastritis akut antara lain sebagai berikut :
a. Nyeri perut
b. Rasa kenyang
c. Heartburn
d. Mual dan Muntah
e. Sering bersendawa
f. Kurang nafsu makan
g. Bloating (perut kembung)
Beberapa dari gejala di atas dapat pula menandai kondisi lainnya seperti Gastro-
Esophageal Reflux Disease (GERD), penyakit iritasi pada usus, seperti Inflammatory
Bowel Disease/Irritable Bowel Syndrome, dan Gastroenteritis.

Orang-orang dengan gastritis kronik cenderung hanya mengeluhkan gejala-gejala yang


ringan, atau tidak mengeluhkan apapun, namun mereka dapat mengeluhkan gejala yang
berkaitan dengan gastritis akut.

f. Diagnosis

Kebanyakan gastritis tanpa gejala. Mereka yang memiliki keluhan biasanya berupa
keluhan yang tidak khas. Keluhan yang sering dihubungkan dengan gastritis nyeri panas
dan pedih di ulu hati disertai mual, kadang sampai muntah. Keluhan-keluhan tersebut
sebenarnya kurang terkorelasi dengan gastritis dan tidak dapat digunakan untuk evaluasi
keberhasilan pengobatan. Pemeriksaan fisik juga tidak dapat digunakan untuk
menegakkan diagnosis.

Oleh karena itu pemeriksaan ditegakkan berdasarkan pemeriksaan endoskopi dan


histopatologi (Biopsi) sebagai gold standard. Keduanya termasuk jenis pemeriksaan
untuk mengetahui adanya infeksi H.Pylori secara invasive.

Gambaran Endoskopi yang dapat dijumpai adalah eritema, eksudatif, flat & raised
erosion, perdarahan, dan edematous rugae.
Tampakan Endoskopi Untuk Gastritis
H.Pylori (+)
A) Nodul pada mukosa antral lambung
B) Raised Erosions
C) Bintik kemerahan + mukosa berpola
mosaik
D) Sama seperti gambar C
E) Eritema difus + edema lipatan
mukosa + lapisan eksudat tipis
(Gambar E & F)

Tampakan Endoskopi Untuk Gastritis H.Pylori


(-)
A) Mukosa lambung normal
B) Eritema bergaris-garis
C) Eritema bergaris + Flat Erosions
D) Flat Erosions pada antrum
E) Polip kelenjar fundus
F) Atrofi mukosa

Adapun pemeriksaan lain terhadap H.Pylori secara non-invasif berupa pemeriksaan


darah rutin untuk mengetahui adanya leukositosis, pemeriksaan mikrobiologis dengan
pengambilan feces, dan Urea Breath Test (Konsumsi pil mengandung urea yang
nantinya akan bereaksi dengan H.Pylori menghasilkan CO2 dalam tubuh).

g. Tatalaksana
 Non Farmakologis
Jika disadari bahwa makanan dan minuman tertentu, stress, alcohol dan nikotin
memperparah kondisi pasien, dapat dicegah dengan mengganti menu diet, mengindari
alcohol dan rokok, serta mengurangi stress. Bila hal ini tak memperbaiki kondisi pasien,
lanjutkan ke terapi farmakologis.

 Farmakologis

Gastritis dapat ditanggulangi dengan pemberian obat penurun asam, bergantung pada
tipe dan tingkat keparahan gejala, berikut obat-obat yang dapat digunakan :

1. Proton Pump Inhibitors (PPIs)


Obat ini digunakan untuk mengurangi produksi asam lambung. Contoh obat antara
lain Omeprazole dan Pantoprazole.
2. H2 Blockers
Obat ini memiliki fungsi yang sama dengan PPIs, yakni megurangi produksi asam
lambung. Contoh obat ini antara lain Ranitidine dan Famotidine.
3. Antasida
Obat ini berfungsi menetralkan asam lambung. Contoh obat antara lain Alumunium
Hidroksida (AlOH3) dan Magnesium Hidroksida (MgOH2)

Bila Gastritis disebabkan oleh infeksi H.Pylori, diberikan triple therapy yakni campuran
obat PPI dan dua atau tiga jenis antibiotic, seperti pemberian
Claritromycin/PPI/Amoxicillin selama 2 hingga 3 minggu sebagai lini pertama
pengobatan. Pada penyakit gastritis lebih dianjurkan penggunaan Claritromycin
dibandingkan Metronidazole dalam pelaksanaan triple therapy, tetapi apabila telah
ditemukan resistensi terhadap Claritromycin barulah diganti dengan Metronidazole.
h. Diagnosis Banding
a. Ulkus Peptik
b. Karsinoma Gaster
c. Cholecystitis
d. Sindroma Zollinger-Ellison
e. Pancreatitis
f. Inflammatory Bowel Syndrome (Crohn’s Disease)
g. Celiac Disease
i. Komplikasi
a. Ulkus Peptik
b. Keganasan
c. Anemia Defisiensi Besi & Vitamin B12
j. Prognosis
a. Gastritis akut umumnya sembuh dalam beberapa hari
b. Insidensi ulkus lambung dan kanker lambung meningkat pada gastritis kronik
c. Gastritis dapat menimbulkan komplikasi pendarahan saluran cerna dan gejala klinis
yang berulang bila tak segera ditangani

Referensi :

Matsui, Hirofumi. 2011. The Patophysiology of Non-Steroidal Anti-Inflammatory Drug


(NSAID)- Induced Mucosal Injuries in Stomach and Small Intestine. Journal. J Clin
Biochem Nutr. : Tsukuba, Japan.

Novitasari, Ayu. 2016. Faktor Determinan Gastritis Klinis Pada Mahasiswa di Fakultas
Kesehatan Masyarakat. Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat. Universitas Halu Oleo.

Hirlan. 2009. Gastritis : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi I : Kedokteran EGC
Marcial, Guillermo. 2011. New Approaches in Gastritis Treatment. Journal. InTech :
Argentina.

C. ULKUS PEPTIK
a. Definisi
Tukak peptik (peptic ulcer disease) adalah lesi pada lambung atau duodenum yang
disebabkan oleh ketidakseimbangan antara faktor agresif (sekresi asam lambung, pepsin,
dan infeksi bakteri Helicobacter pylori) dengan faktor defensif/ faktor pelindung mukosa
(produksi prostagladin, gastric mucus, bikarbonat, dan aliran darah mukosa).
b. Etiologi

Etiologi yang pasti belum diketahui. Ada dua pendapat yang ekstrim, apakah penyakit
ini adalah suatu kelainan setempat atau merupakan bagian dari suatu kelainan sistemik
dimana tukak hanya merupakan tanda/ gejala. Tukak peptik terjadi karena pengeluaran
asam-pepsin oleh H. Pylory, NSAID atau faktor-faktor lain yang menyebabkan
ketidakseimbangan pertahanan mukosal lambung. Lokasi tukak menghubungkan dengan
jumlah faktor-faktor etiologi. Tukak dapat terjadi di perut bagian manapun seperti bagian
distal, antrum dan duodenum.

c. Patofisiologi

Ulkus peptikum disebabkan oleh sekresi asam dan pepsin yang berlebih oleh mukosa
lambung atau berkurangnya kemampuan sawar mukosa gastroduodenalis untuk
berlindung dari sifat pencernaan dari kompleks asam-pepsin. Asam pepsin penting dalam
patogenesis tukak peptik.

Telah diduga bahwa obat-obatan tertentu seperti aspirin, alkohol, indomestasin,


fenilbutazon dan kotikostreroid mempunyai efek langsung terhadap mukosa lambung dan
menimbulkan tukak. Obat-obatan lain seperti kafein, akan meningkatkan pembentukan
asam. Stress emosi dapat juga memegang peranan dalam patogenesis tukak peptik,
agaknya dengan meningkatkan pembentukan asam sebagai akibat perangsangan vagus.
Sejumlah penyakit tampaknya disertai pembentukan tukak peptik yaitu sirosis hati akibat
alkohol, pankreatitis kronik, penyakit paru kronik, hiperaratirioidisme dan sindrom
Zollinger-Ellison.

Peningkatan sekresi asam-cairan peptik dapat turut berperan terhadap ulcerasi. Pada
kebanyakan orang yang menderita ulkus peptikum dibagian awal duodenum, jumlah
sekresi asam lambung lebih besar dari normal, sering sebanyak dua kali normal.
Walaupun setengah dari peningkatan asam ini mungkin disebabkan infeksi bakteri,
percobaan pada hewan ditambah bukti adanya perangsangan berlebihan sekresi asam
lambung oleh saraf pada manusia yang menderita ulkus peptikum mengarah kepada
sekresi cairan lambung yang berlebihan untuk alasan apa saja (sebagai contoh, pada
gangguan fisik) yang sering merupakan penyebab utama ulkus peptikum.
Belakangan ini, bukti-bukti menunjukkan bakteri Helicobacter pylori (dahulu disebut
Campylobacter pylori), mungkin merupakan agen penyebab dari tukak peptik. Kolonisasi
bakteri ini telah dilaporkan pada sejumlah besar penderita yang mengalami tukak
duodenum atau lambung serta pada beberapa bentuk gastritis akut pada kronik.
Organisme ini melekat pada epitel lambung dan merusak lapisan mukosa perlindungan
dan meninggalkan daerah-daerah epitel yang rusak.

d. Gambaran Klinis

Gambaran klinis utama tukak peptik adalah kronik dan nyeri epigastrium. Nyeri
biasanya timbul 2 sampai 3 jam setelah makan atau pada malam hari sewaktu lambung
kosong. Nyeri ini seringkali digambarkan sebagai teriris, terbakar atau rasa tidak enak.
Remisi dan eksaserbasi merupakan ciri yang begitu khas sehingga nyeri di abdomen atas
yang persisten. Pola nyeri-makan-hilang ini dapat saja tidak khas pada tukak lambung.
Bahkan pada beberapa penderita tukak lambung makanan dapat memperberat nyeri.
Biasanya penderita tukak lambung akan mengalami penurunan berat badan. Sedangkan
penderita tukak duodenum biasanya memiliki berat badan yang tetap. Penderita tukak
peptik sering mengeluh mual, muntah dan regurgitasi. Timbulnya muntah terutama pada
tukak yang masih aktif, sering dijumpai pada penderita tukak lambung daripada tukak
duodenum, terutama yang letaknya di antrum atau pilorus. Rasa mual disertai di pilorus
atau duodenum. Keluhan lain yaitu nafsu makan menurun, perut kembung, perut merasa
selalu penuh atau lekas kenyang, timbulnya konstipasi sebagai akibat instabilitas
neromuskuler dari kolon. Penderita tukak peptik terutama pada tukak duodenum mungkin
dalam mulutnya merasa dengan cepat terisi oleh cairan terutama cairan saliva tanpa ada
rasa. Keluhan ini diketahui sebagai water brash. Sedang pada lain pihak kemungkinan
juga terjadi regurgitasi pada cairan lambung dengan rasa yang pahit. Secara umum pasien
tukak gaster mengeluh dispepsia. Dispepsia adalah suatu sindrom atau kumpulan keluhan
beberapa penyakit saluran cerna seperti mual, muntah, kembung, nyeri ulu hati, sendawa
atau terapan, rasa terbakar, rasa penuh ulu hati dan cepat merasa kenyang.
e. Diagnosis

Diagnosis tukak peptik biasanya dipastikan dengan pemeriksaan barium radiogram.


Bila radiografi barium tidak berhasil membuktikan adanya tukak dalam lambung atau
duodenum tetapi gejala-gejala tetap ada, maka ada indikasi untuk melakukan
pemeriksaan endoskopi. Peneraan kadar serum gastrin dapat dilakukan jika diduga ada
karsinoma lambung atau sindrom Zolliger-Ellison . Diagnosis tukak gaster ditegakkan
berdasarkan pengamatan klinis, hasil pemeriksaan radiologi dan endoskopi, disertai
biopsi untuk pemeriksaan histopatologi, tes CLO (Campylobacter Like Organism), dan
biakan kuman Helicobacter pylori. Secara klinis pasien mengeluh nyeri ulu hati kadang-
kadang menjalar ke pinggang disertai mual dan muntah.

1. Radiologi : Terlihat gambaran niche atau crater.


2. Endoskopi : Terlihat tukak gaster engan pinggir teratur, mukosa licin, lipatan
radiasi keluar dari pinggir tukak secara teratur.
3. Hasil Biopsi : Tidak menunjukkan adanya keganasan
4. Pemeriksaan tes CLO (Compylobacter Like Organism) /PA (Pyloric Antrum) :
Untuk mennjukkan apakah ada infeksi Helicobacter pylori dalam rangka eradikasi
kuman

f. Penatalaksanaan
a. Non – Farmakologi
1) Menghentikan konsumsi minuman beralkohol, rokok dan penggunaan NSAID.
2) Beristirahat yang cukup, dan menghindari stress.
3) Menghindari makanan dan minuman yang memicu sekresi asam lambung yang
berlebih, seperti cabai, teh, kopi, dan alkohol.

b. Farmakologi
1. Antasida dan antikolinergik
Antasida dan antikolinergik biasanya tidak terlalu efektif dan harus digunakan
terus-menerus dan menghasilkan efek samping.
2. H2 reseptor antagonis
Pengobatan pertama kali yang efektif pada ulkus peptikum terungkap ketika H2
reseptor antagonis ditemukan. Untuk saat itu obat seperti cimetidine dan
ranitidine dipakai di pakai diseluruh dunia.
3. Proton Pump Inhibitor (PPI)
PPI secara ireversibel menghentikan produksi asam oleh sel parietal. Omeprazole
merupakan salah satu obat PPI pertama kali.
4. Menghentikan Helicobacter pylori
Menghentikan Helicobacter pylori merupakan cara paling ampuh dan secara
permanen menghentikan hampir semua kasus ulkus. Diperlukan kombinasi terapi
antara penghenti asam dan dua atau tiga antibiotik agar berhasil.
5. Penatalaksanaan Darurat
Pendarahan atau perforasi memerlukan operasi darurat dan terapi endoskopi,
seperti menyuntik adrenaline disekitar pembuluh darah agar pendarahan berhenti.
g. Prognosis
1. Terapi medikamentosa saja memberi kesembuhan > 85 %
2. Jika tidak diterapi, penyakit ulkus dapat menimbulkan obstruksi saluran
keluarlambung sebagai akibat peradangan kronis dan jaringan parut
3. Terdapat risiko transformasi maligna pada ulkus lambung

Referensi :

Tarigan, Pengarapen. 2006. “Tukak Gaster”. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I.
Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam.

Putri, Diyah. 2008. Evaluasi Penggunaan Obat Tukak Peptik Pada Pasien Tukak Peptik
(Peptic Ulcer Disease) Di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
4. Bagaimana penatalaksanaan berdasarkan skenario ?

Penatalaksanaan Berdasarkan Skenario

Prinsip umum pengobatan adalah penggantian cairan, koloid dan elektrolit adalah
fokus utama, dekompresi saluran cerna dengan penghisapan nasogastrik atau intestinal,
penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang dilakukan secara intravena,
pembuangan fokus septik atau penyebab radang lainnya, bila mungkin dengan
mengalirkan nanah keluar dan tindakan – tindakan menghilangkan nyeri. Analgesik
diberikan untuk mengatasi nyeri, antiemetik dapat diberikan sebagai terapi untuk mual
dan muntah.,

Biasanya yang pertama dilakukan adalah pembedahan eksplorasi darurat,


terutama bila disertai appendisitis, ulkus peptikum yang mengalami perforasi atau
divertikulitis. Pada peradangan pankreas (pankreatitis akut) atau penyakit radang panggul
pada wanita, pembedahan darurat biasanya tidak dilakukan. Diberikan antibiotik yang
tepat, bila perlu beberapa macam antibiotik diberikan bersamaan. Cairan dan elektrolit
bisa diberikan melalui infus.

Pertimbangan dilakukan pembedahan :

1. Pada pemeriksaan fisik didapatkan defans muskuler yang meluas, nyeri tekan
terutama jika meluas, distensi perut, massa yang nyeri, tanda perdarahan (syok,
anemia progresif), tanda sepsis (panas tinggi, leukositosis), dan tanda iskemia
(intoksikasi, memburuknya pasien saat ditangani).
2. Pada pemeriksaan radiology didapatkan pneumo peritoneum, distensi usus,
extravasasi bahan kontras, tumor, dan oklusi vena atau arteri mesenterika.
3. Pemeriksaan endoskopi didapatkan perforasi saluran cerna dan perdarahan saluran
cerna yang tidak teratasi.
4. Pemeriksaan laboratorium.
Pembedahan dilakukan bertujuan untuk :

1. Mengeliminasi sumber infeksi.


2. Mengurangi kontaminasi bakteri pada cavum peritoneal
3. Pencegahan infeksi intra abdomen berkelanjutan.

Apabila pasien memerlukan tindakan pembedahan maka kita harus mempersiapkan


pasien untuk tindakan bedah :

1. Mempuasakan pasien untuk mengistirahatkan saluran cerna.


2. Pemasangan NGT untuk dekompresi lambung.
3. Pemasangan kateter untuk diagnostic maupun monitoring urin.
4. Pemberian terapi cairan melalui I.V.
5. Pemberian antibiotic.

Terapi bedah pada peritonitis :

1. Kontrol sumber infeksi, dilakukan sesuai dengan sumber infeksi. Tipe dan luas
dari pembedahan tergantung dari proses dasar penyakit dan keparahan infeksinya.
2. Pencucian ronga peritoneum: dilakukan dengan debridement, suctioning,kain
kassa, lavase, irigasi intra operatif. Pencucian dilakukan untuk menghilangkan
pus, darah, dan jaringan yang nekrosis.
3. Debridemen : mengambil jaringan yang nekrosis, pus dan fibrin.
4. Irigasi kontinyu pasca operasi.

Terapi post operasi :

1. Pemberian cairan I.V, dapat berupa air, cairan elektrolit, dan nutrisi.
2. Pemberian antibiotic
3. Oral-feeding, diberikan bila sudah flatus, produk ngt minimal, peristaltic usus
pulih, dan tidak ada distensi abdomen.
Referensi :
Fatma SY. Jurnal tentang Faktor Resiko dan Pencegahan Peritonitis.2015.
Surgical therapy of peritonitis in German By NCBI.

5. Bagaimana tindakan pencegahan berdasarkan skenario ?

Pencegahan terhadap aspek higiene perorangan adalah:

1. Mencuci tangan dengan sabun setelah keluar dari kamar kecil dan sebelum
menjamah makanan.
2. Mengkonsumsi air minum yang sudah dimasak (mendidih). Jika minum air
yang tidak dimasak, dalam hal ini air minum kemasan hendaknya diperhatikan
tutup botol atau gelas yang masih tertutup rapi dan tersegel dengan baik.
3. Tidak memakan sayuran, ikan dan daging mentah atau setengah matang.
4. Mencuci sayuran dengan bersih sebelum dimasak.
5. Mencuci dengan bersih buah-buahan yang akan dikonsumsi.
6. Selalu menjaga kebersihan tangan dengan mencuci tangan secara teratur dan
menggunting kuku.
7. Mencuci alat makan (piring, sendok, garpu) dan alat minum (gelas, cangkir)
dengan menggunakan sabun dan dikeringkan dengan udara. Jika
menggunakan kain lap, hendaknya menggunakan kain lap yang bersih dan
kering.
8. Mencuci dengan bersih alat makan-minum bayi/anak-anak dan merendam
dalam air mendidih sebelum digunakan.
9. Bagi para pengusaha makanan (restoran, katering) menerapkan aturan yang
ketat dalam penerimaan terhadap calon penjamah makanan (food handler)
yang akan bekerja dengan mensyaratkan pemeriksaan tinja terhadap
kemungkinan adanya carrier atau penderita asimptomatik pada para calon
penjamah makanan. Selama para penjamah makanan tersebut bekerja,
minimal 6 bulan sekali dilakukan pemeriksaan tinja.
10. Membuang kotoran, air kotor dan sampah organik secara baik dengan tidak
membuangnya secara sembarangan.Segera berobat ke petugas kesehatan jika
frekuensi buang air meningkat, sakit pada bagian abdomen dan kondisi tinja
encer, berlendir dan terdapat darah. Sebelum berobat atau minum obat, minum
cairan elektrolit guna mencegah timbulnya kekurangan cairan tubuh.

Pencegahan terhadap aspek sanitasi lingkungan adalah:

1. Pembuangan kotoran manusia yang memenuhi syarat. Prinsip pembuangan


kotoran manusia yang memenuhi syarat adalah tinja yang dibuang terisolir
dengan baik sehingga tidak dihinggapi serangga (lalat, kecoak! lipas), tidak
mengeluarkan bau, dan tidak mencemari sumber air.
2. Menggunakan air minum dari sumber air bersih yang sanitair (air ledeng,
pompa sumur dangkal atau dalam, penampungan air hujan).
3. Menghindari pemupukan tanaman dengan kotoran manusia dan hewan. Jika
menggunakan pupuk kandang dan kompos, pastikan bahwa kondisi pupuk
kandang atau kompos tersebut benar-benar kering.
4. Menutup dengan baik makanan dan minuman dari kemungkinan kontaminasi
serangga (lalat, kecoak), hewan pengerat (tikus), hewan peliharaan (anjing,
kucing) dan debu.

Refenresi :Andayasari, Lelly. Artikel Kajian Epidemiologi penyakit infeksi


saluran pencernaan
6. Bagaimana prespektif islam berdarkan skenario ?

Surat Al-A'raf, ayat 31

۟ ُ‫وا ِزينَتَ ُك ْم ِعن َد ُك ِل َم ْس ِج ٍد َو ُكل‬


‫وا‬ ۟ ُ‫۞ َٰيَبَ ِنى َءا َد َم ُخذ‬
ٓ
ُّ ‫وا َو ََل ت ُ ْس ِرفُ ٓو ۟ا ۚ ِإنَّهُۥ ََل يُ ِح‬
َ‫ب ْٱل ُم ْس ِر ِفين‬ ۟ ُ‫َوٱ ْش َرب‬

Terjemah Arti:
Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan
minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yangberlebih-lebihan

Referensi: https://tafsirweb.com/2485-surat-al-araf-ayat-31.html

Anda mungkin juga menyukai