Anda di halaman 1dari 42

TUTORIAL

BEDAH DIGESTIF

Pembimbing:

Dr. H. Saleh Setiawan, Sp.B

Disusun oleh:

Achmad Reza Syamsulade 2016730001

Estu Paramadina Pratama 2016730032

Nadya Lutfi 2016730075

Oetami Aghfira Marsel 2016730082

Utami Rizalvi 2016730102

Yusmiati Tomalima 2016730108

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH

RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA PONDOK KOPI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tutorial yang berjudul “Bedah
Digestif” dengan baik dan tepat waktu. Presentasi tutorial ini disusun untuk memenuhi
persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan Kepaniteraan Klinis Stase Ilmu Bedah di Rumah
Sakit Islam Jakarta Pondok Kopi.

Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada dr. H. Saleh Setiawan,


Sp.B, sebagai pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk
memberikan bimbingan, arahan, serta motivasi kepada penulis. Penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada keluarga dan rekan-rekan sejawat yang telah memberikan dukungan, saran
dan kritik yang membangun. Keberhasilan penyusunan laporan ini tidak akan tercapai tanpa
adanya bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak tersebut.

Wassalamu’alaikum wr.wb

Jakarta, Agustus 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................iii
BEDAH DIGESTIF
1. Abdomen akut..............................................................................................................1
2. Perdarahan saluran cerna...........................................................................................23
3. Icterus dalam bedah...................................................................................................28
4. Perforasi Tifoid..............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................34

iii
BEDAH DIGESTIF

1. Abdomen Akut

Abdomen akut ialah kondisi dimana gejala utamanya nyeri di perut, terjadi secara tiba-
tiba dan untuk penanggulangannya biasanya tindakan pembedahan diperlukan.

 Nyeri perut
Keluhan yang menonjol dari pasien dengan abdomen akut adalah nyeri perut. Rasa nyeri
perut dapat disebabkan oleh kelainan-kelainan di abdomen atau di luar abdomen seperti
organ-organ di rongga toraks. Dibedakan dua jenis nyeri perut yaitu nyeri visceral dan nyeri
somatic.

Diagnosis banding abdomen akut

Abdomen kanan atas Abdomen kiri atas


 Kolesistitis akut  Rupture limpa
 Pankreatitis akut  Perforasi lambung
 Perforasi tukak peptic  Pankreatitis akut
 Hepatitis akut  Aneurisma Ao pecah
 Kongestif hepatomegali akut  Perforasi kolon
 Abses hati  Pneumonia dengan reaksi pleura
 Pneumonia dengan reaksi pleura  Pielonefritis akut
 Pielonefritis akut  MCI
 Angina pectoris
Abdomen kanan bawah Abdomen kiri bawah
 Apendisitis  Diverticulitis
 Adnexitis  Adnexitis/endometriosis
 Ensometriosis  KET
 KET  Kista ovarium terpuntir
 Kista ovarium terpuntir  Hernia inkarserata

iv
 Puntiran apendises epiploica  Perforasi kolon/sigmoid
 Hernia inkarserata  Abses psoas
 Diverticulitis  Batu ureter
 Ileitis regional
 Perforasi caecum
 Abses psoas
 Batu ureter
 Adenitis mesenteric

Periumbilical
 Obstruksi usus
 Apendisitis
 Pankreatitis akut
 Oklusi pembuluh darah mesenterial
 Hernia strangulasi
 Rupture aneurisma aorta
 Diverticulitis

 Nyeri visceral
Nyeri visceral terjadi karena rangsangan pada peritoneum yang meliputi organ
intraperitoneal yang dipersarafi oleh susunan saraf otonom. Peritoneum visceral tidak
sensitif terhadap rabaan, pemotongan atau radang. Kita dapat melakukan sayatan atau
jahitan pada usus tanpa dirasakan oleh pasien, akan tetapi bila dilakukan tarikan, regangan
atau kontraksi yang berlebihan dari otot (spasme) akan memberi rasa nyeri yang tumpul
disertai perasaan sakit.
Pasien biasanya tidak dapat menunjukkan secara tepat lokalisasi nyeri, digambarkan
pada daerah yang luas dengan memakai seluruh telapak tangan. Karena nyeri ini tidak
dipengaruhi oleh gerakan, pasien biasanya bergerak aktif tanpa menyebabkan bertambahnya
rasa nyeri.

v
 Nyeri Somatik
Nyeri somatik terjadi karena rangsangan pada peritoneum parietal yang dipersarafi
oleh saraf tepi diteruskan ke susunan saraf pusat. Rasa nyeri seperti ditusuk-tusuk atau
disayat dengan pisau yang dapat ditunjukkan secara tepat oleh pasien dengan
menunjukkannya memakai jari. Rangsangan dapat berupa rabaan, tekanan, perubahan suhu,
kimiawi atau proses peradangan.
Pergeseran antara organ visceral yang meradang dengan peritoneum parietal akan
menimbulkan rangsangan yang menyebabkan rasa nyeri. Baik akibat peradangannya sendiri
maupun gesekan antara kedua peritoneum dapat menyebabkan rasa nyeri atau perubahan
intensitas rasa nyeri. Keadaan inilah yang menjelaskan nyeri kontralateral pada pasien
dengan apendisitis akut. Setiap gerakan dari pasien juga akan menambah rasa nyeri, baik itu
berupa gerakan tubuh maupun gerakan pernapasan yang dalam atau batuk, hal inilah yang
menerangkan mengapa pasien dengan abdomen akut biasanya berusaha untuk tidak
bergerak, bernapas dangkal dan menahan batuk.
Lokalisasi nyeri, sifat nyeri serta hubungannya dengan gejala lain memungkinkan kita
dapat lebih mendekati diagnosis kemungkinan

 Lokalisasi Nyeri
Nyeri visceral yang timbul biasanya sesuai dengan letak organ di dalam rongga perut dan
asal organ secara embriologi

Lokalisasi nyeri visceral

Asal organ Organ Lokalisasi


Foregut Esophagus, lambung, duodenum, Epigastrium
saluran empedu, pancreas
Midgut Jejunum  kolon tranversum Periumbilikal
Hindgut Kolon distal Infraumbilikal
Retroperitoneal Ginjal, ureter Pinggang, lipat paha
Pelvis Adneksa Pinggang, suprapubik

vi
Lokalisasi nyeri somatic biasanya berasal dari organ di dekatnya sehingga relatif mudah
menentukan penyebabnya.

Lokasi Organ
Abdomen kanan atas Kandung empedu, duodenum, pancreas, kolon, paru, miokard
Epigastrium Lambung, pancreas, duodenum, paru, kolon
Abdomen kiri atas Limpa, kolon, ginjal, paru
Abdomen kanan bawah Apendiks, adneksa, caecum, ileum, ureter
Abdomen kiri bawah Kolon, adneksa, ureter
Suprapubik Buli-buli, uterus, usus halus
Periumbilikal Usus halus
Pinggang/punggung Pancreas, aorta, ginjal
Bahu Diafragma

Untuk penyakit tertentu radiasi atau menjalarnya rasa nyeri dapat membantu mengakkan
diagnosis. Nyeri bilier khas menjalar ke pinggang dan arah scapula, nyeri pankreatitis
dirasakan menembus ke bagian pinggang. Gejala klasik apendisitis akut dimulai di daerah
epigastrium yang kemudian menjalar ke daerah abdomen kanan bawah. Nyeri pada bahu
menunjukkan adanya rangsangan pada diafragma.

 Sifat Rasa nyeri


Rasa nyeri yang timbul pada pasien dengan abdomen akut dapat berupa nyeri yang
terus menerus atau nyeri yang berisfat kolik.
Rangsangan pada peritoneum parietale dapat disebabkan oleh kimiawi atau bakteri
(reaksi inflamasi) , nyeri yang timbul adalah nyeri somatic dapat local dapaat pula merata
pada seluruh perut tergantung luasnya rangsangan pada peritoneum. Karena rangsangan
tersebut berlangsung terus pada peritoneum rasa nyeri dirasakan terus menerus. Nyeri yang
bersifat kolik adalah nyeri visceral akibat spasme otot polos visceral. Karena kontraksi ini
terjadinya secara intermiten maka nyeri dirasakan hilang timbul.
Nyeri kolik biasanya disebabkan hambatan pasase dari organ yang berongga.
Obstruksi usus, batu ureter, peningkatan tekanan intraluminer/fase awal dari gangguan
vaskularisasi usus akan berupa nyeri bersifat kolik.
 Onset dan Intensitas Nyeri
Bagaimana mulai timbunya serangan rasa nyeri dapat menggambarkan asal dari
terjadinya proses penyakit. Nyeri hebat dapat terjadi secara tiba-tiba atau secara cepat

vii
menjadi hebat, dapat pula secara bertahap rasa nyeri makin bertambah. Misalnya pada
perforasi organ yang berongga, rangsangan kimia akan dirasakan lebih cepat dibandingkan
proses inflamasi. Demikian pula intensitas nyerinya.

 Muntah
Hampir selalu gejala abdomen akut disertai dengan muntah. muntah dapat disebabkan
oleh penyakit yang menjadi sebab abdomen akut.
Nyeri perut yang disertai muntah yang sering dan terus- menerus perlu dipikirkan
kemungkinan kolesistitis akut, pankreatitis akut atau sumbatan saluran cerna bagian atas.
Warna muuntah waktu mulai timbulnya muntah dan hubungannya dengan distensi abdomen
dapat dipakai untuk menentukan tinggi rendahnya sumbatan saluran cerna.

 Data Lain yang Penting


1. Umur
Beberapa penyakit tertentu mempunyai angka kejadian yang tinggi pada umur tertentu,
misalnya kelainan saluran empedu yang jarang dijumpai pada usia di bawah 30 tahun,
invaginasi lebih sering pada usia dibawah 1 tahun. Karsinoma kolon dan rectum insidens
tertinggi pada kelompok usia 40-60 tahun.

2. Posisi pasien
Posisi pasien dalam usaha mengurangi rasa nyeri tertentu dapat membantu kita
mengakkan diagnosis penyakit tertentu. Pada pankreatitis akut pasien akan berbaring
pada sisi sebelah kiri dengan fleksi pada tulang belakang panggul dan lutut. Pasien
dengan abses hati akan berjalan sedikit membungkuk dengan menekan daerah perut
bagian atas dengan berjalan seakan-akan menggendong absesnya. Apendisitis akut yang
letaknya retrocaecal pasien akan berbaring dengan fleksi pada sendi panggul dan lutut
sebagai usaha relaksasi otot psoas yang teriritasi. Abdomen akut dengan iritasi pada
diafragma akan menyebabkan pasien lebih merasa nyaman bila dalam posisi setengah
duduk karena bernapas menjadi lebih mudah.

3. Riwayat haid

viii
Mengetahui riwayat haid penting sekali untuk dapat menentukan apakah nyeri perut yang
diderita bukan disebabkan oleh kelainan ginekologis. Seorang wanita dengan nyeri perut
kanan bawah tiba-tiba pada masa ovulasi lebih mungkin disebabkan oleh pecahnya
folikel. Kehamilan ektopik terganggu pada pasien dengan riwayat terlambat haid.

4. Obat-obatan
Riwayat pemakaian obat-obatan perlu diketahui baik untuk persiapan pembedahan
maupun untuk membantu menegakkan diagnosis, riwayat pemakaian kortikosteroid,
antireumatik, dipikirkan kemungkinan perforasi tukak peptik, pemberian obat penghilang
sakit sebelum ditegakkan kemungkinan keadaan abdomen akut merupakan suatu
kesalahan besar.

5. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan perut yang teliti dan terarah dengan analisis data subjektif yang diperoleh
mutlak dilakukan pada pasien dengan nyeri abdomen akut.

6. Keadaan umum
Keadaan umum tampak sakit, frekuensi nadi dan pernapasan yang meningkat
menunjukkan terjadinya proses yang berat di abdomen, biasanya perlu tindakan
pembedahan.
Demam menunjukkan adanya proses inflamasi. Pengukuran suhu sebaiknya tidak hanya
suhu ketiak, tetapi juga suhu rektal. Sering kelainan abdomen akut pada pengukuran suhu
ketiak nilainya normal, tetapi suhu rektal meningkat menunjukkan adanya proses
inflamasi intraabdominal. Kenaikan suhu selama observasi lebih memberikan makna
dibanding gambaran pemeriksaan awal. Demam dengan kenaikan suhu yang tidak terlalu
tinggi sering dijumpai pada kolesistitis akut, pankreatitis akut atau apendisitis akut.
Wanita dengan nyeri perut bagian bawag dengan suhu yang tinggi lebih mungkin
disebabkan oleh adneksitis bukan karena apendisitis akut. Peritonitis yang lanjut akan
menimbulkan demam yang tinggi dengan gambaran pasien sepsis.
 Pemeriksaan Abdomen
1. Inspeksi

ix
Sebelum melakukan tindakan palpasi, mengamati dengan seksama perut pasien akan
diperoleh data yang membantu dalam menegakkan diagnosis. Jaringan parut bekas
operasi menunjukkan kemungkinan adanya adhesi, perut membuncit dengan gambaran
usus atau gerakan usus dapat disebabkan oleh gangguan pasase. Bagian yang tertinggal
pada pernapasan merupakan bagian abdomen dengan proses inflamasi di bawahnya.

2. Palpasi
Selalu melakukan palpasi di bagian lain dari abdomen yang tidak dikeluhkan
adanya nyeri, hal ini berguna sebagai pembanding antara bagian yang tak nyeri dengan
bagian yang nyeri. Nyeri tekan dan defans muscular (rigidity guarding) menunjukkan
adanya proses inflamasi yang mengenai peritoneum parietale (nyeri somatic). Defans
yang murni adalah proses reflex otot akan dirasakan pada inspirasi dan ekspirasi berupa
reaksi kontraksi otot terhadap rangsangan tekanan. Bila kekakuan otot berkurang pada
pasien yang relaks dengan bernapas dalam melalui mulut, bukan defans muscular.
Hipertensi mugnkin dijumpai pada peritonitis, harus dipikirkan kemungkinan
herpes zoster dan kelainan neuromuscular lain. Inspirasi yang tertahan karena rasa nyeri
akibat palpasi di daerah subcostal, menunjukkan kemungkinan adanya peradangan pada
kandung empedu (tanda dari Murphy). Nyeri tekan intercostal bawah kanan pada pasien
dengan nyeri perut kanan atas lebih mungkin disebabkan oleh abses hati daripada
disebabkan oleh kolesistitis akut.
Adanya masa di abdomen tidak mudah diraba bila ada defans muskuler. Bila
teraba dapat memberikan informasi untuk kasus-kasus tertentu misalnya empyema
kandung empedu, invaginasi atau masa periapendikuler.

3. Perkusi
Nyeri ketok menunjukkan adanya iritasi pada peritoneum, adanya udara bebas atau
cairan bebas juga dapat ditentukan dengan perkusi melalui pemeriksaan pekak hati dan
shifting dullness

4. Auskultasi

x
Pasien dengan peritonitis umum bising usus akan melemah atau menghilang sama
sekali, sedangkan pada peritonitis local bising usus dapat terdengar normal.
Bising usus yang tinggi (metallic sound) khas untuk obstruksi usus, sedangkan
gangguan pasase yang disebabkan oleh paralisis bising usus tidak terdengar sama sekali.
bising usus melemah atau menghilang masih mungkin pada sumbatan usus yang sudah
lama dimana terjaddi kelelahan otot. Sebaliknya bising usus yang meninggi dapat pula
terjadi pada paralisis segmental dari usus.

 Pemeriksaan Rektal
Pasien dengan keluhan nyeri perut harus dilakukan pemeriksaan rektal. Nyeri yang
difus kurang memberikan informasi mungkin pada peritonitis murni, nyeri pada satu sisi
menunjukkan adanya kelainan di daerah pelvis seperti apendisitis, abses atau adneksitis.
Colok dubur dapat pula membedakan antara obstruksi usus dengan paralisis usus, dimana
pada paralisis dijumpai ampula yang melebar sedangkan pada obstruksi justru kolaps.
Pemeriksaan ginekologis menambah informasi untuk kemungkinan kelainan genital interna.

 Pemeriksaan penunjang
Beberapa tes laboratorium tertentu mutlak dilakukan antara lain Hb/Ht untuk
kemungkinan adanya perdarahan atau dehidrasi, hitung lekosit menunjukkan adanya proses
peradangan, hitung trombosit dan faktor-faktor koagulasi disamping diperlukan untuk
persiapan pembedahan juga dapat dapat membantu menegakkan kemungkinan demam
berdarah yang memberikan gejala-gejala mirip akut abdomen.
Pemeriksaan radiologi yang perlu dilakukan biasanya foto abdomen 3 posisi untuk
konfirmasi adanya peritonitis, udara bebas, obstruksi atau paralitik usus.
Pemeriksaan ultrasonografi (USG) sangat membantu untuk menegakkan diagnosis
kelainan hati, saluran empedu dan pancreas dengan ketepatan diagnosis yang cukup tinggi.
Apendisitis akut pun dapat dikonfirmasikan dengan pemeriksaan USG sehingga mencegah
tindakan pembedahan yang tidak diperlukan.

 Penatalaksanaan

xi
Penatalaksanaan abdomen akut sangat tergantung pada diagnosis kerja yang
ditegakkan, tetapi ada tindakan yang harus segera dilakukan tanpa harus tahu dengan tepat
penyebab abdomen akutnya dan akan sangat membantu dalam penatalaksanaan selanjutnya.
Abdomen akut yang disebabkan oleh peritonitis umum atau local di abdomen kanan bawah,
obstruksi usus atau kecurigaan gangguan vaskularisasi usus, tindakan mengistirahatkan
saluran cerna dan dekompresi lambung dengan pemasangan pipa lambung, puasa dan
pemberian cairan parenteral merupakan prosedur baku yang harus dilakukan sebelum pasien
dirujuk untuk penatalaksanaan selanjutnya.
Appendicitis akut merupakan penyebab tersering dari nyeri perut kanan bawah.
Tindakan apendektomi hampir selalu merupakan tindakan bedah tersering di rumah sakit
sesudah trauma. Diagnosis banding nyeri perut kanan bawah sangat banyak, kelainan
ginekologis, demam berdarah dan demam tifoid sering memberikan gambaran klinis seperti
apendisitis akut. Pemberian antibiotika dan analgetik sebelum memastikan diagnosis akan
menyebabkan terjadinya kesalahan diagnosis dan penatalaksanaan selanjutnya.
Hampir semua kelainan abdomen akut memerlukan tindakan pembedahan untuk
mengatasi penyebabnya. Beberapa keadaan seperti kolesistitis akut, pankreatitis akut atau
pelvic inflammatory disease (PID) pada tahap tertentu dapat dilakukan pengobatan non-
bedah.
Langkah-langkah yang diambil dalam penatalaksanaan selanjutnya setelah diagnosis
ditegakkan sebaiknya dilakukan memakai suatu prosedur baku agar diperoleh hasil dengan
morbiditas dan mortalitas yang rendah. Pada kasus bedah dapat dipakai 10 langkah umum
penatalaksanaan pasien yang dapat dimanfaatkan untuk kelainan apa saja. Selanjutnya
diikuti diagram/flowchart prosedur baku masing-masing kelainan.

xii
 10 Langkah Nyeri Perut Kanan Atas Akut
1. Skor triase; dinilai:
a. Otak
b. Pernapasan
c. Kardiovaskuler
2. Diagnosis banding
a. Kolesistitis akut
b. Pankreatitis akut
c. Perforasi tukak peptik

 Anamnesis
o Nyeri perut apakah bersifat kolik, terus menerus
o Penyebaran nyeri perut
o Apakah ke belakang dan ke arah kapsul, menembus langsung ke punggung
o Adakah riwayat gastritis
o Adakah riwayat sakit kuning
o Adakah riwayat minum alkohol

 Pemeriksaan fisik
o Tanda-tanda peritonitis lokal di perut kanan atas
o Apakah teraba massa
o Tanda dari Murphy, Cullen, Grey-Turner
o Tanda-tanda udara bebas di rongga peritoneum

 Pemeriksaan penunjang
o Laboratorium:
- Hb
- Hitung leukosit
- Amilase darah/uterine
- Test faal hati

xiii
o Pencitraan:
- USG Abdomen
- Foto toraks
- Foto polos abdomen
3. Tentukan apakah perlu tindakan pembedahan atau tidak
4. Bila perlu pembedahan: laparotomi dengan sayatan median atas
5. Kontraindikasi operasi: bila jelas tanda-tanda peritonitis umum kontraindikasi menjadi
relatif
6. Menentukan waktu tindakan pembedahan: lihat prosedur baku masing-masing penyakit
7. Masalah pra-bedah:
a. Ventilasi
b. Sirkulasi
c. Analisa gas darah
d. Dipasang CVP
e. Kateter urine
f. Antimikroba bersama dengan induksi anestesi
g. Analgetika
8. Masalah selama pembedahan
Laparotomi eksplorasi, menentukan prosedur pembedahan sesuai dengan kelainan yang
ditemukan
9. Masalah pasca bedah
a. Sepsis
b. Kardiopulmoner
c. Sirkulasi
d. Analisa gas darah
e. Antimikroba
f. Infeksi luka operasi
g. Nutrisi
10. Follow-up

xiv
 Kolesistitis Akut

Radang kandung empedu : 95% disebabkan sumbatan duktus sistikus terutama oleh batu

empedu. Kolesistitis Akalkulus : Tidak ada hubungannya dengan batu empedu, biasanya

berhubungan dengan keadaan penyakit berat.

a. Patogenesis

b. Gejala klinis

xv
c. Alur tatalaksana

- Laboratorium :
 Leukositosis (12.000-15.000), kadang normal. Bila >15.000 diperkirakan
kemungkinan adanya penyulit
 Alkali fosfasate mungkin sedikit meninggi
 Serum amylase kadang meningkat, bila tinggi harus diperkirakan
kemungkinan adanya pankreatitis akut.
- USG : gambaran kandung empedu yang membesar, dinding yang menebal. Adanya
lumpur (sludge) atau batu.
- EKG dan foto thoraks : menyingkirkan kemungkinan pneumonitis berat paru kanan
atau infark miokard yang kadang mirip dengan abdomen akut kanan atas.

 Pankreatitis Akut

xvi
Sumbatan pada saluran pancreas akan menyebabkan ekstravasasi dari enzim ke jaringan
parenkim pancreas. Refluks empedu ke duktus pancreas sebagai penyebab pankreatitis akut
hemoragika. Virus dan obat-obatan tertentu disebut-sebut juga sebagai penyebab
pankreatitis.

a. Etiologi
- Alkohol
- Batu empedu
- Trauma
- Tukak peptic
- Virus
- Obat
- Gigitan binatang berbisa
- Hiperkalsemia
- Idiopatik

b. Gejala klinis

c. Alur
tatalaksana

xvii
- Laboratorium:
 Hb/Ht menurun pada pankreatitis hemoragika
 Amylase darah/urine

xviii
- USG : edema pancreas, pelebaran duktus, batu empedu
- Foto polos abdomen : C loop duodenum melebar, paralisis segmental (sentinel loop),
spasme kolon (colon out off sign), bayangan radiopak daerah pankreas
- EKG dan foto thoraks : untuk menghilangkan kemungkinan kelainan paru dan
jantung yang gejalanya mirip pankreatitis akut.

 Perforasi Tukak Peptik


Perforasi tukak peptik terutama tukak duodenum merupakan penyebab tersering nyeri perut
hebat tiba-tiba pada pasien dengan riwayat gastritis.

1) Gejala Klinis
Subjektif:
a) Pasien dengan riwayat gastritis
b) Nyeri perut terasa hebat tiba-tiba mungkin setelah makan
c) Terasa nyeri pada bahu (Tanda Kerr)
d) Muntah kadang-kadang

xix
Objektif
a) Tanda-tanda peritonitis jelas
b) Dinding perut yang tegang dan kaku (board like)
c) Pernafasan yang dangkal
d) Takikardi
e) Suhu normal
f) Tanda-tanda udara bebas intraperitoneal

2) Pemeriksaan Penunjang
Foto polos abdomen posisi tegak/setengah duduk menunjukan adanya “trap air”/udara
bebas subdiafragma. Foto toraks dan EKG untuk menyingkirkan kemungkinan kelainan
pada paru dan jantung.
3) Segera dilakukan pemasangan pipa lambung untuk dekompresi dan pengisapan cairan
lambung, mencegah kontaminasi lebih lanjut rongga peritoneum oleh cairan lambung.
Resusitasi cairan dan disiapkan untuk tindakan pembedahan. Analgetika untuk
mengurangi nyeri dan memperbaiki aliran balik vena dan ventilasi paru.
4) Pasien dengan diagnosis perforasi tukak peptik disiapkan untuk tindakan pembedahan
walaupun gejala peritonitis hanya lokal (aborted perforation). Tindakan paling
sederhana yang dilakukan bila keadaan pasien buruk ialah hanya menutup lubang
perforasinya dengan jahitan dua lapis.
 Pada perforasi tukak duodeni ditambahkan omental patch bila diperlukan
 Pada pasien dengan kondisi baik, dilakukan tindakan definitif untuk tukak
peptiknya:
– Billroth I/Billroth II
– Vagotomi trunkal + Antektomi
– Vagotomi trunkal + Piloroplasti

xx
Gambar. Alur Penatalaksanaan Perforasi Tukak Peptik

 Trauma Perut
Perut merupakan bagian tubuh yang sering terkena trauma. Luka pada isi rongga perut dapat
terjadi dengan atau tanpa tembusnya dinding perut. Penatalaksanaan trauma perut sampai
sekarang masih merupakan bahan diskusi dalam ilmu bedah, dari tindakan yang konservatif
sampai tindakan yang radikal.

Berdasarkan penyebabnya, trauma perut dibagi atas 2 bagian besar yaitu trauma perut
dengan penetrasi ke dalam rongga peritoneum (trauma tembus), dan trauma perut tanpa
penetrasi ke dalam rongga peritoneum (trauma tumpul). Trauma tembus disebabkan oleh
luka tusuk atau luka tembak, sedangkan trauma tumpul diakibatkan oleh pukulan, benturan,
ledakan, deselerasi, kompresi, atau sabuk pengaman. Trauma tembus akibat peluru
dibedakan antara jenis low-velocity dengan high-velocity, yang terakhir ini menimbulkan
kerusakan yang lebih besar. Hampir selalu luka tembus akibat peluru mengakibatkan
kerusakan pada organ-organ dalam perut. Bahkan luka peluru yang tangensial tanpa
memasuki rongga perut dapat menimbulkan kerusakan organ-organ dalam perut akibat efek
ledakan.

1) Diagnosis
 Anamnesis:
Sebaiknya diperoleh selengkap mungkin, karena akan banyak menolong
dalam menegakan diagnosis. Sering ditemukan kesulitan dalam memperoleh
anamnesis oleh karena penderita syok, kesadaran yang menurun atau gangguan
emosi akibat trauma tersebut. Mengetahui arah tusukan, senjata apa yang dipakai,
atau pun bagaimana terjadinya kecelakaan akan sangat menolong.
 Pemeriksaan Fisik
Syok dan penurunan kesadaran mungkin akan memberikan kesulitan pada
pemeriksaan perut. Trauma penyerta kadang-kadang dapat menghilangkan gejala.
Adanya jejas pada dinding perut dapat menolong ke arah kemungkinan adanya
trauma perut. Pada luka tembak atau luka tusuk dengan isi perut yang keluar,

xxi
tentunya tidak perlu diusahakan untuk memperoleh tanda-tanda rangsangan
peritoneum atau hilangnya bising usus. Pada keadaan ini laparotomy eksplorasi
harus segera dilakukan. Adanya darah atau cairan usus dalam rongga peritoneum
akan memberikan tanda rangsangan peritoneum berupa nyeri tekan, nyeri ketok,
nyeri lepas dan kekakuan dinding perut. Kekakuan dinding perut dapat pula
diakibatkan oleh hematoma pada dinding perut. Adanya darah dalam rongga perut
dapat ditentukan dengan shifting dullness, sedangkan udara bebas ditentukan
dengan pekak hati yang beranjak atau menghilang. Bising usus biasanya melemah
atau hilang sama sekali. Trauma perut disertai rangsangan peritoneum dapat
memberi gejala berupa rasa nyeri pada daerah bahu terutama yang sebelah kiri.
Gejala ini dikenal sebegai referred pain atau tanda dari KEHR yang dapat
membantu menegakan diagnosis. Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah
pemeriksaan rectum untuk mengetahui adanya darah yang menunjukan adanya
kelainan pada usus besar, kuldosentesis yang menunjukan adanya darah dalam
lambung, dan katerisasi yang menandakan adanya darah dalam saluran kencing.

 Pemeriksaan Laboratorium: Pemeriksaan laboratorium yang bernilai adalah


pemeriksaan hemoglobin, hematokrit, leukosit, dan analisis urin. Pada perdarahan
Hb, dan hematokrit akan menurun disertai dengan leukositosis. Sel darah merah
yang meningkat dalam sedimen urin menunjukan adanya trauma pada saluran
kencing. Jika kadar serum amilase 100 unit dalam 100 ml cairan intraabdomen,
kemungkinan trauma pada pankreas besar sekali. Pemeriksaan radiologi yang
dilakukan ialah foto polos perut, sebaiknya posisi tegak dan miring ke kiri. IVP
atau sistogram hanya dilakukan bila ada kecurigaan terhadap trauma saluran
kencing. Yang harus diperhatikan ada foto polos perut ialah: keadaan tulang
vertebrata dan pelvis, adanya benda asing, bayangan otot psoas, dan udara bebas
intraperitoneal atau retroperitoneal. Parasentesis dapat dilakukan pada trauma
tumpul perut yang diragukan adanya kelainan dalam rongga perut atau trauma
tumpul yang disertai dengan trauma kepala yang berat. Parasentesis perut dilakukan
dengan mempergunakan jarum pungsi no.18 atau 20 yang ditusukan melalui
dinding perut di daerah kuadran kanan bawah atau dii garis tengah di bawah pusat

xxii
dengan menggosokan buli-buli terlebih dahulu. Didahulukan aspirasi, bila diperoleh
cairan darah, empedu, cairan usus atau udara, menunjukan adanya lesi di dalam
rongga perut. Dapat dilakukan lavase peritoneal dengan melakukan bilasan rongga
perut dengan memasukan cairan fisiologis melalui kanula yang dimasukan ke daam
rongga peritoneum. Bila pada pengisapan tidak keluar darah atau cairan, dimasukan
cairan garam fisiologi sampai 1000 ml yang kemudian dikeluarkan kembali. Hasil
dikatakan positif bila cairan yang keluar berwarna kemerahan, adanya empedu,
ditemukan bakteri atau sel darah > 100.000 /mm3, sel darah putih > 500/mm3,
amilase lebih dari 100u/100 ml.

2) Penatalakasanaan
Dalam penatalaksanaan trauma perut, hal-hal umum yang perlu mendapat
perhatian adalah syok dan gangguan jalan nafas. Syok yang terjadi biasanya disebabkan
oleh perdarahan. Pada trauma tumpul yang disertai trauma pada bagian tubuh lain
terutama kepala, sering terjadi gangguan nafas. Selanjutnya pemasangan pipa lambung
yang digunakan untuk pengosongan lambung yang dapat mencegah aspirasi dan sebagai
diagnostik. Kateter dipasang untuk mengosongkan kandung kencing dan menilai urin
yang keluar (perdarahan). Tindakan laparotomi dilakukan apabila: ada tanda-tanda
rangsangan peritoneal, terdapat syok, bising usus tidak terdengar, ada prolapas visera
melalui luka tusuk, adanya darah dalam lambung, buli-buli, rectum, ada udara bebas
intraperitoneal, dan lavase peritoneal memberikan hasil positif. Selain dari itu penderita
diobservasi selama 24-48 jam. Tindakan laparotomi bertujuan untuk mengetahui organ
apa yang mengalami kerusakan. Bila ada perdarahan, tindakan pertama adalah
menghentikan perdarahan. Pengangkatan limpa pada kerusakan limpa, penjahitan luka
atau reseksi sebagian pada kerusakan hati. Kerusakan pada organ berongga berkisar dari
penutupan sederhana sampai reseksi sebagian.

xxiii
Gambar. Alur Penatalaksanaan Trauma Abdomen

 Gangguan Pasase Usus


Gangguan pasase usus atau yang sering juga disebut sebagai ileus dapat disebabkan
oleh gangguan peristaltic usus akibat pemakaian obat-obatan atau kelainan sistemik seperti
gagal ginjal dengan uremia sehingga terjadi paralisis.

Penyebab lain ialah adanya sumbatan/hambatan lumen usus akibat perlengketan atau
massa tumor. Akan terjadi peningkatan peristaltic usus sebagai usaha untuk mengatasi
hambatan.

1) Gejala Klinis
 Subjektif
Pasien datang dengan keluhan perut terasa kembung, muntah, tidak bisa flatus, dan
buang air besar. Adanya riwayat laparotomy sebelumnya dapat menjadi penyebab
sumbatan karena adanya adhesi pasca laparotomi. Riwayat gangguan pola defekasi,
BAB darah/lender, berat badan menurun atau anemia dipikirkan kemungkinan
sumbatan oleh neoplasma. Riwayat pemakaian obat-obatan atau penyait ginjal
kronis.
 Objektif
Abdomen membuncit, adanya gambaran usus atau gerakan peristaltik pada dinding
usus. Bising usus yang meninggi sampai metalic sound atau bising usus yang
negatif. Pada pemeriksaan rektal atau colok dubur dijumpai ampula rekti kolaps
pada obstruksi rendah atau ampula rekti yang kembung karena paralisis. Pada
wanita tua jangan lupa untuk memeriksa daerah inguinal karena sering obstruksi
usus akibat hernia femoralis inkarserata.

2) Pemeriksaan Penunjang

xxiv
Gangguan pasase menyebabkan terjadi gangguan keseimbangan cairan, elektrolit, dan
asam-basa. Pemeriksaan Hb/Ht dapat memperlihatkan adanya hemokonsentrasi akibat
deficit cairan. Analisis gas darah dan pemeriksaan elektrolit untuk menilai gangguan
keseimbangan elektrolit dan asam-basa. Foto polos abdomen 3 posisi sangat membantu
menemukan ada tidaknya sumbatan. Pelebaran usus dengan tanda-tanda air fluid level
dan bagian distal kolon tidak terisi udara menunjukan adanya sumbatan.

3) Penatalaksanaan
Tindakan yang segera dilakukan ialah memasang infus untuk rehidrasi dan koreksi
elektrolit/asam-basa. Pemasangan kateter urin atau tekanan vena sentral dipasang
sebagai pemantau. Pemasangan pipa lambung sangat membantu mengurangi tekanan
intraabdominal yang menekan diafragma, sehingga mengganggu pernafasan. Pipa
lambung juga mencegah muntah sehingga tidak terjadi aspirasi. Paralisis usus bukan
merupakan kasus bedah, harus dicari penyebabnya dan pengobatan bertujuan untuk
mencari penyebanya. Puasa, pemasangan pipa lambung dan pemberia cairan parenteral
dapat mengatasi masalah akibat paralisis sampai usus dapat berfungsi kembali.

xxv
Pemberian obat-obatan yang merangsang peritaltik tidak dianjurkan. Bila disebabkan
oleh obstruksi tindakan selanjutnya ialah laparotomi untuk menghilangkan penyebab
sumbatan atau melakukan tindakan by pass bila tidak mungkin untuk diangkat
penyebabnya.

Gambar. Alur Penatalaksanaan Gangguan Pasase Usus

2. Perdarahan Saluran Cerna


Pasien dengan muntah darah dan atau buang air besar berdarah tidak jarang dijumpai dalam
pratek dokter sehari – hari. Perdarahan saluran cerna dengan berbagai derajat penyakit dapat
berasal dari saluran bagian atas atau saluran cerna bagian bawah.
Gambaran klinis pasien dengan perdarahan saluran cerna tergantung dari berapa banyak
kehilangan darah dan kecepatan berdarahnya. Bila berdarah perlahan – lahan dan kronis
mungkin akan ditemukan pasien anemia tanpa gangguan sirkulasi. Tetapi bila perdarahan tadi
masih dan berlangsung cepat mungkin yang kita hadapi adalah pasien dengan tanda – tanda
gangguan sirkulasi hipovolemik karena kehilangan darah.
Perdarahan saluran cerna merupakan masalah klinis yang kompleks dan akut, dimana
dituntut keemampuan diagnostiik dan penatalaksanaan yang baik agar tidak berakhir dengan
kematian.
Dua hal penting dalam penatalaksanaan perdarahan saluran cerna yaitu mengatasi
dengan segera gangguan sirkulasi akibat perdarahan dan identifikasi serta mengobati
penyebabnya.

Penatalaksanan gangguan sirkulasi

xxvi
Kemungkinan yang akan dihadapi pada pasien dengan perdarahan:

1. Pasien dengan tanda-tanda syok berat, pucat, gangguan kesadaran, disorientasi,


vasokonstriksi perifer dan anuria pada pasien yang kehilangan >50% volume darah.
2. Pasien dengan tanda-tanda hipotensi, takikardi, vasokonstriksi perifer, oliguria pada
pasien yang kehilangan 30-50% volume darah.
3. Hemodinamik masih stabil tetapi ditemukan tanda-tanda kompensasi tubuh yaitu
takikardi dan takipneu pada pasien yang kehilangan 15-30% volume darah.
4. Pasien dengan hemodinamik yang stabil tanpa ada tanda-tanda hipovolemi

Penatalaksanaan pasien tergantung dari kondisi tersebut diatas, mengganti volume


darah yang hilang dengan pemberian cairan intravenous adalah usaha yang harus segera
dilakukan. Cairan diberikan sampai kondisi pasien stabil, normovolemik dan dilakukan
stabilisasi sambil melakukan pemeriksaan-pemeriksaan untuk mencari penyebab, lokasi
perdarahan dan upaya untuk menghentikan perdarahan.

Segera setelah pasien ditentukan adanya perdarahan disertai dengan gangguan


sirkulasi, dilakukan pemasangan infus dengan memakai jarum ukuran besar untuk
memudahkan pemberian darah, contoh darah diambil untuk pemeriksaan golongan darah,
hemoglobin dan hematocrit. Kateter urin dipasang untuk pemantauan. Cairan kristaloid
diberikan dengan tetesan cepat untuk mengisi volume darah yang hilang.

Kecepatan perdarahan yang terjadi perlu ditentukan, karena pada perdarahan yang
berlangsung cepat yang tampak adanya kesulitan dalam upaya untuk memperbaiki sirkulasi,
diperlukan tindakan pembedahan segera untuk menghentikan perdarahan. Perdarahan yang
berlangsung perlahan-lahan memungkinkan mempunyai waktu yang banyak untuk
menstailkan pasien, pemeriksaan lengkap, mencari penyebab perdarahan dan upaya
menghentikan perdarahan.

Menentukan kecepatan dan derajat beratnya perdarahan dapat dilakukan dengan


3 cara :

a. Menilai keadaan klinis pasien

xxvii
Pasien dengan riwayat perdarahan yang baru terjadi dengan gambaran klinis syok berat
menunjukan telah terjadi perdarahan massif. Riwayat perdarahan yang suudah lama
tanpa ditemukan gangguan sirkulasi yang berarti, perdarahan yang terjadi berlangsung
lambat. Bila keadaan klinis tampak normal mungkin perdarahan hanya sedikit dan sudah
berhenti.

b. Mengukur banyaknya darah yang keluar


Perdarahan berlangsung cepat bila jumlah darah yang keluar baik melalui mulut maupun
anus berjumlah besar dan kesannya darah segar. Harus diingat bahwa apa yang keluar
belum mencerminkan jumlah sebenarnya, harus diperhitungkan darah yang masih berada
di dalam saluran cerna. Waktu darah yang keluar juga akan membantu menentukan
kecepatan berdarah. Darah segar di dalam usus mempunyai sifat merangsang peristaltic.
Pasien dengan hematemesis disertai darah yang keluar dari anus atau melena yang cair
menunjukkan perdarahan yang aktif berlangsung. Sedangkan melena yang terjadi dengan
massa feses yang padat berarti perdarahan lambat sekali karena sempat terjadi pelepasan
Fe akibat lisis eritrosit yang bersifat memperlambat gerakan usus.

c. Menilai jumlah cairan atau darah yang harus diberikan


Pasien yang telah teratasi syoknya dengan pemberian cairan kemudian timbul syoknya
dengan pemberian cairan kemudian timbul syok kembali waktu stabilisasi menunjukkan
perdarahan aktif kembali. Ketidakberhasilan mengatasi gangguan sirkulasi dapat
diartikan bahwa kecepatan berdarah tidak terkejar dengan pemberian cairan per infus.
Dalam hal pemberian darah, penilaian serial Hb dan Ht dapat dipakai untuk menilai
kecepatan perdarahan. Bila Hb dan Ht naik berarti perdarahan yang terjadi lambat atau
telah berhenti. Bila Hb dan Ht tidak berubah menunjukkan bahwa kecepatan berdarah
sama dengan kecepatan transfuse darah sedangkan bila setelah transfuse darah Hb/Ht
justru menurun berarti kecepatan berdarah tidak terkejar dengan transfuse darah. Dalam
keadaan penilaian perdarahan massif yang masih berlangsung persiapan segera untuk
tindakan pembedahan harus dilakukan.

Menentukan lokasi sumber perdarahan:

xxviii
1. Hematemesis menunjukkan bahwa perdarahan tersebut berasal dari saluran cerna
atas
2. Adanya melena merupakan reaksi asam lambung dengan hemoglobin dapat
menentukan bahwa perdarahan berasal dari saluran cerna atas
3. Bila perdarahan begitu cepat sehingga belum sempat terjadi reaksi tersebut yang
ditemukan adalah pasien dengan hematoschezia
4. Pemeriksaan endoskopi merupaan pemeriksaan penunjang yang sangat menentukan
untuk memastikan asal dan penyebab perdarahan

Menentukan penyebab perdarahan:

1. Perdarahan saluran cerna atas:


a. Varises esophagus
b. Ulkus peptikum
c. Tumor gaster/duodenum
d. Divertikel duodenum

2. Perdarahan saluran cerna bawah:

a. Divertikel Meckel
b. Perdarahan tifoid
c. Invaginasi
d. Tumor kolon
e. Polip kolon
f. Hemorhoid
g. Fisura anus

Anamnesis:

1. Hematemesis
2. Melena
3. Warna segar

xxix
Pemeriksaan Fisik:

1. Pucat
2. Tangan dingin/ keringat dingin
3. Nail bed. CRT >3 detik
4. Nadi diatas 100 x/menit

Pemeriksaan Penunjang:

1. Pemeriksaan Lab (Hb, Ht, Leukosit)


2. USG
3. Foto polos abdomen
4. Esofagus, gaster, dan duodenum foto/Ba meal
5. Ba. Enema
6. Endoskopi

Kasus bedah/bukan?

Semua merupakan kasus bedah kecuali pada perdarahan varises esofagus dapat
dilakukan skleroterapi. Tindakan bedah terutama bila perdarahan juga berasal dari
fundus.

Timing?

Kalau dengan transfusi masif, perdarahan tidak dapat diatasi maka segera operasi

Algoritma Tatalaksana saluran cerna :

xxx
3. Perforasi Tifoid
Pasien datang dengan keluhan sakit perut sebelah kanan bawah
1. Skor triase :
Otak
Pernafasan
Kardiovaskular
Jumlah skor dibawah 4  Keadaan pasien baik
Diatas 4  Pasien bisa mati dan harus dimasukan ke ruang resusitasi
2. Diagnosis
Anamnesis
Pemeriksaan fisik
Laboratorium
Pencitraan
DD:
- Perforasi apendiks
- Kolitis
- Kolik ureter
- Adneksitis
- Perforasi tifoid
Anamnesis:

xxxi
1. Apendiks  sakit perut dulu, baru demam
2. Kolitis  Pernah sakit perut seperti itu dan sakit hilang timbul, suka makan pedas, rujak,
asinan. Tersering pada Wanita muda
3. Kolik ureter  sakit hilang timbul, pernah kencing batu, pasir dan darah, sakit menjalar
ke inguinal
4. Adneksistis  Wanita, keputihan, demam
5. Perforasi Tifoid  Demam dulu baru sakit perut
Pemeriksaan Fisik
1. Apendiks  peritonitis local atau umum, tanda-tanda udara bebas (-)
2. Kolik ureter  Peritonitis (-)
3. Adneksistis  USG (+)
4. Perforasi Tifoid  X-ray udara bebas (+)
3. Kasus bedah atau bukan?
kasus bedah
4. Jenis Tindakan?
Laparotmi saatan median
5. Kontra Indikasi
1. Apendiks  peritonitis local atau umum, tanda-tanda udara bebas (-)
2. Kolik ureter  Peritonitis (-)
3. Adneksistis  USG (+)
4. Perforasi Tifoid  X-ray udara bebas (+)
6. Kapan Operasi?
Perlu waktu kira-kira 2 jam untuk resusitasi
7. Problem Pra bedah

- Resusitasi Kardiopulmuner

- Analisa gas darah- elektrolit

- Bronkoskopi kalua perlu

- X-ray thorax

- EKG

xxxii
- CVP

- Hb/Ht

- Darah 1 L dan ekeltrolit 1 L

- Kateter urin produksi

- Bolus dexamethansone 3 m/kg BB

8. Problem intra bedah:


- Eksisi baji kalua satu perorasi
- Reseksi anastomosis kalua perforasi berdekatan
- Overhecting pada impending perforasi
- Cuci dengan NaCl sampai bersih termasuk fibrin
- Pasang dren intra abdominal
- Sanggupkah operator melakukan Tindakan ini? Jika tidak  Panggil yang
lebih senior / konsulen
9. Problem pasca bedah
- Demam tifoid masih ada
- Problem pernafasan
- Problem kardiovaskuler
- Problem infeksi luka sepsis
- Klamfenikol obat terpilih
- Antibiotika aerob dan anaerob sesuai dengan survai kuman dan sensitivitas flora usus
- Gangguan pernafasan dan kardiovaskuler  rawat di unit rawat khusus
10. Follow Up
- Pulang luka infeksi
- Karier  Awas lingkingan pasien
- Sumber penyakit? Diluar rumah? Sumber air?

HEMOROID

Pasien dating dengan keluhan : perdarahan peranum

xxxiii
1. Diagnoisis berdasarkan:
- Anamnesis
- Pemeriksaan fisik
- Laboratorium
- Pemeriksaan:
 Colok dubur
 Anoskopi
 Sigmoidsokopi
Diagnosis pembanding
1. Prolaps Rekti
2. Polip Ani
3. Fissura ani
4. Karsinoma Reki
5. Proktitis spesifik/ non spesifik/ crohn/amubiasis
6. hemoroid
1. A Anamnesis:
- Polaps Rekti:
Sering terjadi pada anak-anak usia <5 tahun dan Wanita tua dan lemah. Perdarahan
terjadinya kemudian sesudah diketahui urunnya massa di dubur, beberapa bulan/tahun
- Prolaps Ani:
Perdarahan diketahui orang tuanya saat defekasi yang disertai adanya massa benjolan
yang keluar berwarna merah
- Fissura Ani:
Orang saki sering mengalami obstipasi, yang menonjol dikeluhkan rasa nyeri saat dan
sesudah defekasi yang disertai darah
- Karsinoma rekti:
Perubahan pola defekasi (+) berat badan turun tanpa sebab yang jelas
- Proktitis
Keluhan telah berulang-ulang dirasakan, perubahan pola defekasi, perdarahan disertai
lendir, tenesmus (+)

xxxiv
- Hemoroid
Perdarahan segar saat defekasi, dirasakan adanya benjolan (+)/(-)
1. B Pemeriksaan fisik
Inspeksi, Colok dubur, anoskopi, dan sigmoidoskopi
- Polaps Rekti:
Tamapak lipatan mukosa yang teratur konsentris raider, seluruh ketebalan dinding dapat
dirasakan, mukosa merah muda mengkilat. Pada keadaan kronis dapat ditemukan iritasi
discharge lender. Mudah direposisi oleh penderita pada level atas.
- Prolaps Ani:
Pada Colok dubur dan anoskopi  polip dengan tangkainya
- Fissura Ani:
sangat nyeri pada pemeriksaan colok dubur, pada anoskopppi dapat dilihat lokasi fissure
ani
- Karsinoma rekti:
Anamnesis (+), berat badan menurun, tanda obstruksi. Pada colok
dubur/anosigmoidoskopi  massa tumor berbenjol benjol, mudah berdarah
- Proktitis
Anoskopi/sigmoidoskopi  Mukosa hiepremis, glanural ulseratir
- Hemoroid
Benjolan kebiru-biruan. Lokasi dapat diatasi linca denatata atau dibawahnya. Pasien
dapat datang dengan keadaan inkaserata/prolaps hemoroid atatu trombosit hemoroid
1.C laboratorium
- CEA/IDT  untuk keganasan dan inflamasi
- LFT/daraj perifer untuk hemoroid
1. D Pencitraan
- Tanda sirosis  Perlu USG
- Keganasan  Perlu ba Enema/ USG
2. Kasus bedah?
Ya, tentukan stadiumnay
3. Jenis Tindakan
- Konservatif

xxxv
- Stadium I/II diet  medikamentosa
- Stadium II/III 
- Ruber binding ligation
- Sclerosing phenol 5% e/ethoxy scleral
- Infla red
- Stadium III/ IV  Operatif
4. Kontra indikasi
Sirosis hepais  konseervatif, ligas, sclerosing
5. Timming Tindakan
Stadium III-IV
6. Problem Pra bedah
ASA I Tidak ada masalah
7. Problem Intra bedah
Jahitan hemostasis harus baik
8. Probem pasca bedah
- Kemungkinan perdarahan
- Nyeri pasca bedah
9. Follow Up
- Residif
- striktur

4. Ikterus Dalam Bedah

 Ikterus

Ikterus berarti gejala kuning karena bilirubin yang berlebihan di dalam darah dan jaringan.
Keadaan ini dapat disebabkan oleh kelainan yang terdapat di luar atau di dalam hati.

Diagnosis banding penyebab terjadinya ikterus tergantung pada hasil metabolisme pigmen
empedu.

 Metabolisma Normal Bilirubin

Bilirubin berasal dari hasil pemecahan hemoglobin oleh sel retikuloendotelial, cincin
heme setelah dibebaskan dari besi dan globin diubah menjadi biliverdin yang berwarna

xxxvi
hijau. Biliverdin berubah menjadi bilirubin yang berwarna kuning. Bilirubin ini
dikombinasikan dengan albumin membentuk protein-pigmen dan ditransportasikan ke dalam
sel hati. Bentuk bilirubin ini sebagai bilirubin yang belum dikonyugasi atau bilirubin indirek
berdasarkan reaksi diazo dari Van den Berg, tidak larut dalam air dan tidak dikeluarkan
melalui urin. Di dalan sel inti hati albumin dipisahkan, bilirubin dikonjugasikan dengan
asam glukuronik yang larut dalam air dan dikeluarkan ke saluran empedu. Pada reaksi diazo
Van den Berg memberikan reaksi langsung disebut bilirubin direk.

Bilirubin indirek yang berlebihan akibat pemecahan sel darah yang terlalu banyak,
kekurang mampuan sel hati untuk melakukan konyugasi akibat penyakit hati, terjadinya
refluks bilirubin direk dari saluran empedu ke dalam darah karena adanya hambatan aliran
empedu menyebabkan tingginya kadar bilirubin di dalam darah. Keadaan ini diskbut
hiperbilirubinemia dengan manifestasi klinis berupa ikterus.

 Diagnosis

Langkah pertama pendekatan diagnosis pasien dengan ikterus yaitu melalui


anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan faal hati.

Anamnesis ditujukan pada penyebab timbulnya ikterus, warna urin dan feses, rasa
gatal, keluhan saluran cerna, nyeri perut, nafsu makan berkurang, pekerjaan, adanya kontak
dengan pasien ikterus lain, alkoholisme, riwayat transfusi, obat-obatan, suntikan atau
tindakan pembedahan.

 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik meliputi: perabaan hati, kandung empedu, limpa, mencari tanda –
tanda stigmata sirosis hepatis seperti spider nevi, eritema palmaris, bekas garukan di kulit
karena pruritus, tanda - asites. Anemia dan limpa yang membesar dapat dijumpai pada
pasien dengan anemia hemolitik. Kandung empedu yang membesar menunjukkan adanya
sumbatan pada saluran empedu bagian distal yang lebih sering disebabkan oleh tumor
(dikenal dengan hukum Courvoisier).

 Pemeriksaan Laboratorium

xxxvii
Hemoglobin rendah disertai dengan retikulosit yang meninggi sering dijumpai pada
anemia hemolitik. hitung lekosit yang meninggi menunjukkan adanya tanda - tanda
kholangitis pada pasien ikterus.

Pemeriksaan faal hati dapat menentukan apakah ikterus yang timbul dari gangguan
pada sel hati atau disebabkan adanya hambatan pada saluran empedu. Bilirubin direk
meningkat lebih tinggi dari bilirubin indirek lebih mungkin disebabkan oleh sumbatan
saluran empedu dibanding bila bilirubin indirek yang jelas meningkat. Pada keadaan normal
bilirubin tidak dijumpai dalam urin. Bilirubin inidrek tidak dapat diekskresikan melalui
ginjal sedangkan bilirubin yang telah dikonyugasikan dapat keluar melalui urin. Karena itu
adanya bilirubinuri lebih mungkin disebabkan oleh pengaruh aliran empedu daripada
kerusakan sel hati. Pemeriksaan feses yang menunjukkan adanya perubahan warna menjadi
akolis menunjukkan terhambatnya aliran empedu masuk ke dalam saluran usus (pigmen
tidak dapat mencapai usus).

Pemeriksaan terhadap enzim SGPT/GOT dan enzim lainnya untuk membantu


menentukan ikterus akibat gangguan parenkhim hati sedangkan alkali phosphatase akan
meninggi pada ikterus obstruktif.

Respon waktu protombin terhadap suntikan vitamin K membantu menentukan apakah


ikterus obstruktif atau gangguan parenkhim. Peningkatan waktu protombin dalam waktu 48
jam setelah pemberian vitamin K menunjukkan adanya sumbatan sedangkan bila tidak ada
respons ini disebabkan oleh gangguan pada sel hati.

 Pemeriksaan Penunjang Lainnya

Ultrasonografi (USG)

Pemeriksaan pencitraan pada masa kini dengan sonografi (USG) sangat membantu
dalam memastikan diagnosis dan dianjurkan merupakan pemeriksaan yang pertama
dilakukan sebelum pemeriksaan pencitraan lainnya. Dengan sonografi dapat ditentukan
kelainan parenkhim hati, duktus yang melebar, adanya batu atau massa tumor. Ketepatan
diagnosis sonografi pada sistem hepatobilier untuk deteksi batu empedu, pembesaran
kandung empedu, pelebaran saluran empedu dan massa tumor tinggi sekali. Tidak ada
tandanya - tanda pelebaran saluran empedu yang diperkirakan ditemukan penyebab ikterus

xxxviii
bukan oleh sumbatan saluran empedu, sedangkan pelebaran saluran empedu memperkuat
diagnosis ikterus obstruktif.

Keuntungan lain yang diperoleh pada penggunaan sonografi yaitu sekaligus kita dapat
menilai kelainan organ yang berdekatan dengan sistem hepatobilier antara lain pankreas dan
ginjal. Aman dan tidak invasif merupakan keuntungan lain dari sonografi.

Pemeriksaan radiologi

Pemeriksaan foto polos abdomen kurang memberi manfaat karena sebagian besar batu
empedu radiolusen. Kolesistografi tidak dapat dilakukan pada pasien ikterus, karena zat
kontras tidak diekskresikan oleh sel hati yang sakit. Pemeriksaan radiologi yang banyak
manfaat diagnostiknya pada masa sekarang ini adalah Endoscopic Retrograde Cholangio -
Pancreatography (ERCP). Dengan bantuan endoskopi melalui muara papilla vater kontras
dimasukkan ke dalam saluran empedu dan saluran pancreas. Keuntungan lain pada
pemeriksaan ini ialah sekaligus dapat menilai apakah ada kelainan pada muara papilla Vater,
tumor misalnya atau adanya penyempitan. Keterbatasan yang mungkin timbul pada
pemeriksaan ini ialah bila muara papilla tidak dapat dimasuki kanul.

Adanya sumbatan empedu bagian distal, gambaran saluran proksimalnya dapat


divisualisasikan dengan pemeriksaan Percutaneus Transhepatic Cholangiography (PTC).
Pemeriksaan ini dilakukan dengan penyuntikan kontras melalui jarum yang ditusukkan ke
arah hilus hati dari sisi kanan pasien. Kontras disuntikkan bila ujung jarum diyakini berada
di dalam saluran empedu. Computed Tomography (CT) adalah pemeriksaan radiologi yang
dapat memperlihatkan serial irian-irisan hati. Adanya kelainan hati dapat diperlihatkan
lokasinya yang tepat.

Untuk diagnosis kelainan primer dari hati dan kepastian adanya keganasan dilakukan
biopsi jarum untuk pemeriksaan histopatologi. Biopsi jarum tidak dianjurkan bila ada tanda-
tanda obstruksi saluran empedu karena dapat menyebabkan penyulit kebocoran saluran
empedu.

 Penyebab Ikterus

Hemolisis

xxxix
Penghancuran yang berlebihan dari eritrosit akan menyebabkan meningkatnya
permbentukan bilirubin sehingga terjadi keadaan hiperbilirubinemi. Ikterus yang
disebabkan oleh keadaan ini juga disebut ikterus prehepatik, karena tidak terdapat gangguan
pada hati. Ikterus timbul karena berlebihnya bilirubin yang beluin dikonyugasi.

Diagnosis ditegakkan bila pada pemeriksaan ditemukan tanda-tanda kelainan darah,


bilirubin indirek yang meninggi sedangkan faal hati lainnya normal.

Penyebab hemolisis antara lain adalah sferositosis herediter, defisiensi piruvat-kinase,


penyakit sel sabit, anemia hemolitik yang didapat (transfusi darah) dan pada malaria
tropika.

Kelainan Hati

Ikterus akibat kelainan hati disebut juga ikterus hepatik. terjadi peningkatan bilirubin dalam
darah akibat terganggunya faal hati. Kelainan hati tersebut antara lain:

 Sindrom Dubin-Johnson atau Sindrom Rotor


 Kolestasis akibat rangsangan hormone misalnya obat kontraseptif, kehamilan.
 Hepatitis (virus hepatitis A, B, C, dan leptospirosis)
 Sirosis
 Akibat obat-obatan
 Sclerosing cholangitis
 Septisemia

Diagnosis penyakit hati memberikan berbagai gejala tergantung penyebab dan


penyakit yang menyertainya. Kuning merupakan gejala yang biasa ditemukan pada penyakit
hati, mungkin disertai dengan warna urin yang gelap seperti teh tua atau warna feses putih
abu-abu. Riwayat kontak dengan pasien kuning, suntikan atau transfusi darah dipikirkan
kemungkinan menderita hepatitis

Cepat lelah, rasa lemah dan demam sering dijumpai. demikian pula mual dan muntah
serta tidak nafsu makan. Adanya riwayat hematemesis dan melena dipikirkan penyakit hati
kronis sebagai penyebab. Gangguan mental seperti cepat lupa, tidak dapat konsentrasi dan

xl
perubahan kepribadian dapat dijumpai pada penyakit hati menahun yang sudah lanjut.
Adanya riwayat alkoholisme juga penting.

Pemeriksaan fisik juga sangat tergantung pada penyebab dan jenis penyakit hati.
Hepatomegali dan nyeri tekan dijumpai baik pada yang akut maupun yang menahun. Limpa
yang membesar biasa dijumpai pada kelainan hati yang sudah lanjut. Demam terdapat pada
keadaan infeksi akut atau adanya nekrosis jaringan hati. Spider nevi, eritema palmaris, vena
kolateral di dinding perut, teleangiektesis di tungkai khas pada penyakit sirosis hepatis.
Kadang-kadang dijumpai adanya ginekomasti dan atrofi testis karena gangguan metabolisme
estrogen akibat kerusakan sel hati.

Pekak sisi berpindah positif pada pemeriksaan menunjukkan adanya asites akibat
penyakit hati menahun. Kadang dapat tercium bau nafas yang khas disebut fetor hepaticus.

Pemeriksaan faal hati menunjukkan peningkatan serum bilirubin terutama Bilirubin


Indirek. Serum glutamicoxaloacetic tranaminase (SGOT) dan serum glutamic pyn vic
transaminase (SGPT) merupakan pemeriksaan enzim untuk menentuka kerusakan sel hati.
Pada hepatitis akut nilainya akan meningkat sampai 10 kali nilai normal. Tes imunologi
dilakukan untuk melihat kemungkinan infeksi virus hepatitis. Faktor pembekuan akan
terganggu pada penyakit hati. Waktu protrombin yang memanjang dijumpai pada infeksi
hati yang berat atau sirosis hepatis.

Ikterus Obstruktif

Hambatan aliran empedu yang disebabkan oleh sumbatan mekanik menyebabkan


terjadi kolestasis disebut sebagai icterus obstruktif saluran empedu sebelum sumbatan
akan melebar. Aktifitas enzim alkalifosfatase akan meningkat dan ini merupakan tanda
adanya kolestasis. Infeksi bakteri dengan kolangitis dan kemudian pembentukan abses
menyertai demam dan septisemia yang tidak jarang dijumpai sebagai penyulit icterus
obstruktif.

 Penyebab Ikterus Obstruktif

xli
Sumbatan saluran empedu dapat terjadi karena kelainan pada dinding misalnya adanya
tumor atau penyempitan karena trauma (iatrogenik). Batu empedu dan cacing askaris sering
ditemukan sebagai penyebab sumbatan di lumen saluran. Pankreatitis, tumor kaput
pankreas, tumor kandung empedu atau anak sebar tumor ganas di daerah ligamentum hepato
duodenale dapat menekan saluran empedu dari luar menimbu!kan gangguan aliran empedu.

Beberapa keadaan yang jarang ditemukan sebagai penyebab sumbatan antara lain kista
koledokus, abses amuba pada lokasi lertentu, divertikel duodenum dan striktur sfingter
papila vater.

 Penatalaksanaan Ikterus Obstruktif

Pada dasarnya penatalaksanaan pasien dengan ikterus obstruktif bertujuan untuk


menghilangkan penyebab sumbatan atau mengalihkan aliran empedu. Tindakan tersebut
dapat berupa tindakan pembedahan misalnya pengangkatan batu atau reseksi tumor. Dapat
pula upaya untuk menghilangkan sumbatan dengan tindakan endoskopi baik melalui papila
Vater atau dengan laparoskopi.

Bila tindakan pembedahan tidak mungkin dilakukan untuk menghilangkan penyebab


sumbatan, dilakukan tindakan drenase yang bertujuan agar empedu yang terhambat dapat
dialirkan. Drenase dapat dilakukan keluar tubuh misalnya dengan pemasangan pipa naso
bilier, pipa T pada duktus koledokus, atau kolesistostomi. Drenase interna dapat dilakukan
dengan membuat pintasan bilio digestif. Drenase interna ini dapat berupa kolesisto-
jejunostomi, koledoko-duodenostomi, koledoko-jejunostomi atau hepatiko-jejunostomi.

DAFTAR PUSTAKA

Bagian Bedah Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Univesritas Indonesia, 2020. Kumpulan Kuliah
Ilmu Bedah. Cetakan edisi 2. Jakarta: Penerbit Binarupa Aksara

xlii

Anda mungkin juga menyukai