“DIARE”
Oleh:
Renry (19000073)
FAKULTAS KEDOKTERAN
2020
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
dan rahmatNya kami dapat menyelesaikan laporan tutorial ini. Laporan ini disusun
berdasarkan pemicu ‘Diare’. Dalam kesempatan ini, kami juga mengucapkan
terima kasih kepada tutor dan semua pihak yang membantu dalam menyelesaikan
laporan tutorial ini.
Kami menyadari laporan yang kami buat ini masih banyak kekurangan. Oleh
karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca. Akhir kata kami
mengharapkan laporan tutorial ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
1) JUDUL BLOK
DIGESTIVE SYSTEM
2) JUDUL TUTORIAL
DIARE
3) NAMA TUTOR
dr. Sufida, SpPA
4) DATA PELAKSANAAN TUTORIAL
TUTORIAL I
HARI/TANGGAL : SENIN, 09 Maret 2020
WAKTU : 08.00 – 10.00 WIB
TEMPAT : RUANG TUTORIAL 2
TUTORIAL II
HARI/TANGGAL : KAMIS, 12 Maret 2020
WAKTU : 07.30 – 09.30 WIB
PEMICU:
Seorang ibu membawa anaknya berobat ke rumah sakit dengan keluhan mencret dan
muntah. Mencret sudah berlangsung selama 3 hari dengan frekuensi rata-rata 4-6x/hari,
konsistensi tinja cair, dan banyak. Muntah di alami sejak 2 hari yang lalu, dengan frekuensi 3-
4x/hari. Anak juga mengeluhkan sakit perut. Pemeriksaan di dapati seorang anak perempuan
umur 7 tahun, berat badan 20 kg, suhu tubuh 38,5 0 C, frekuensi denyut jantung 120 x/menit,
frekuensi pernapasan 24 x/menit.
Anak tampak lesu dan haus, mata agak cekung, bibir kering, tonus/turgor kulit abdomen
kurang. Jantung dan paru normal, hepar dan lien tidak teraba serta anggota gerak tidak ada
kelainan. Buang air kecil terakhir sekitar 6 jam yang lalu sebelum kerumah sakit. Ibu ingin
mengetahui penyakit anaknya dan mengetahui pengobatan.
MORE INFO :
Pada 1 hari terakhir ini dijumpai tinja berlendir disertai bercak darah.
Feses rutin : Darah samar (+), lender (+) 20-25/1pb, eritrosit 1-2/1pb
Kultur feses : E. Coli (+)
1. UNFAMILIAR TERMS
- Tonus/Turgor kulit : Tingkat kelenturan kulit untuk menentukan apakah anak kekurangan
cairan atau tidak
- Lien : Limpa
2. PROBLEM DEFINITION
3. BRAINSTORMING
MIND MAP
Definisi
Penyebab Komplikasi
DIARE
Tatalaksana
Patofisiologi
Pemeriksaan
Anamnesis Pemeriksaan penunjang
Fisik
5. LEARNING ISSUES
1. DEFENISI DIARE
2. ANATOMI, HISTOLOGI, DAN FISIOLOGI SALURAN CERNA BAWAH
3. PATOFISIOLOGI DIARE
4. DIAGNOSA BANDING DIARE
5. PEMERIKSAAN FISIK
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
7. PENATALAKSANAAN DIARE
8. KOMPLIKASI DIARE
9. DEFINISI DEHIDRASI
10. TANDA DAN GEJALA DEHIDRASI
11. PATOFISIOLOGI DIARE
12. DERAJAT DEHIDRASI
13. TATALAKSANA DEHIDRASI
14. 5 PILAR WHO TENTANG DIARE
BAB 2
PEMBAHASAN
1. Definisi Diare
Diare merupakan perubahan konsistensi air tinja yang terjadi tiba tiba akibat kandungan
air di dalam tinja melebihi normal (10 ml/KgBB/hari) dengan peningkatan frekuensi defekasi
lebih dari 3 kali dalam 24 jam dan berlangsung kurang dari 14 hari1.
2. Anatomi,Histologi dan Fisiologi Saluran Pencernaan Bawah (Intestinum
Crassum)
a. Sekum
Anatomi
Bagian pertama intestinum crissum yang berlanjut dengan colon
desendens. Sekum merupakan kantong usus buntu, dengan panjang dan lebar
kira kira 7,5 cm, terletak di quadran bawah kanan, tempatnya terletak pada
fossa iliaca di inferior taut ileum terminalis dan sekum. Sekum biasanya
terletak 2,5 cm di dalam ligamentum inguinale, hamper seluruhnya
diselubungi oleh peritoneum, dan dapat diangkat secara bebas. Namun, sekum
tidak memiliki mesenterium.
b. Appendix Vermiformis
Anatomi
Apendix vermiformis berisi massa jaringan limfoid. Appendix
berasal dari aspek posteromedial sekum di sebelah inferior taut ileocaecal.
Appendix memiliki mesenterium triangular pendek, mesoappendix, yang
berasal dari sisi posterior mesenterium ileum terminalis. Mesoappendix
menempel pada sekum dan bagian proksimal appendix. Posisi appendix
bervariasi, tetapi biasanya retrocaecal.
c. Colon
Anatomi
Colon memilik empat bagian yaitu asendens, transversum,
desendens, dan sigmoideum yang saling menggantikan satu sama lain
dalam arcus. Colon pertama tama terletak di kanan intestinum tenue,
kemudian berturut-turut ke superior dan anteriornya, kiri, dan akhirnya di
inferior intestinum tenue. Colon asendens adalah bagian kedua
intestinum crissum. Colon tersebut berjalan di superior pada sisi kanan
cavitas abdominalis dari sekum ke lobus dextra hepatis. Colon asendens
lebih sempit daripada sekum akibatnya terletak retroperitoneal di
sepanjang sisi kanan dinding abdomen posterior. Colon transversum
adalah bagian ketiga,paling panjang dan paling mobil pada intestinum
crissum. Colon tersebut menyilang abdomen dari flexura colica
sinister ,tempatnya membengkok di inferior menjadi colon desendens.
Colon desendes mengisi posisi retroperitoneal secara sekunder diantara
flexura coli sinister dan fossa iliaca sinister,dimana colon ini berlanjut
dengan colon sigmoideum. Colon sigmoideum yang di tandai dengan
lengkung berbentuk huruf S dengan panjang yang biasanya 40 cm,
menghubungkan colon desendens dan rectum. Colon sigmoideum
memanjang dari fossa iliaca ke segmen S3,tempatnya bergabung dengan
rectum. Colon sigmoideum biasanya memiliki mesenterium panjang
sehingga bebas bergerak, terutama bagian tengahnya.
d. Rektum dan Canalis Analis
Rektum adalah bagian terminal terfiksasi (terutama retroperitoneal dan
subperitoneal) pada intestinum crissum. Rectum merupakan kelanjutan colon
sigmoideum setinggi vertebra S3. Taut pada ujung inferior mesenterium colon
sigmoideum. Rectum berlanjut di inferior dengan canalis analis. Bagian
bagian intestinum crrasum tersebut dideskripsikan bersama pelvis2.
PATOFISIOLOGI DIARE
Berdasarkan gangguan fungsi fisiologis saluran cerna dan macam penyebab
diare, maka patofisiologi diare dapat dibagi dalam tiga macam kelainan pokok yang
berupa:
a. Kelainan Gerakan Transmukosal Air dan Elektrolit
menyebabkan diare. Disamping itu peranan faktor infeksi pada patogenesis diare akut
adalah penting, karena dapat menyebabkan gangguan sekresi (diare sekretorik), difusi
(diare osmotik), malabsorbsi dan keluaran langsung. Faktor lain yang cukup penting
dalam diare adalah empedu, karena dehidroksilasi asam dioksikolik dalam empedu akan
mengganggu fungsi mukosa usus, sehingga sekresi cairan di jejunum dan kolon serta
menghambat reabsorbsi cairan di kolon. Diduga bakteri mikroflora usus turut memegang
Hormon-hormon saluran diduga juga dapat mempengaruhi absorbsi air pada manusia,
antara lain gastrin, sekretin, kolesistokinin dan glikogen. Suatu perubahan pH cairan usus
seperti terjadi pada Sindrom Zollinger Ellison atau pada jejunitis dapat juga
menyebabkan diare.
Suatu proses absorbsi dapat berlangsung sempurna dan normal bila bolus
makanan tercampur baik dengan enzim-enzim saluran cerna dan berada dalam keadaan
yang cukup tercerna. Juga waktu sentuhan yang adekuat antara kim dan permukaan
lokal mukosa usus. Hipomotilitas dan stasis dapat menyebabkan mikroba usus
berkembang biak secara berlebihan, yang kemudian dapat merusak mukosa usus.
Kerusakan mukosa usus akan menimbulkan gangguan digesti dan absorbsi, yang
kemudian akan terjadi diare. Selain itu hipermotilitas dapat memberikan efek langsung
sebagai diare.
c. Kelainan Tekanan Osmotik dalam Lumen Usus
kapasitas dari pencernaan dan absorbsinya akan menimbulkan diare. Adanya malabsorbsi
karbohidrat, lemak, dan protein akan menimbulkan kenaikan daya tekanan osmotik intra
karena defisiensi enzim laktase. Dalam hal ini laktosa yang terdapat dalam susu
mengalami hidrolisis yang tidak sempurna sehingga kurang diabsorbsi oleh usus halus.
Sebagai akibat diare, baik yang akut maupun kronis akan terjadi:
Kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi), serta gangguan keseimbangan asam basa
disebabkan oleh: (1) previous water losses, kehilangan cairan sebelum pengelolaan,
sebagai defisiensi cairan, (2) normal water losses, berupa kehilangan cairan karena fungsi
fisiologis, (3) concomittant water losses, berupa kehilangan cairan waktu pengelolaan,
dan (4) masukan makanan yang kurang selama sakit, berupa kekurangan masukan cairan
Mekanisme kekurangan cairan pada diare dapat terjadi karena: (1) pengeluaran
usus yang berlebihan, karena sekresi mukosa usus yang belebihan atau difusi cairan
tubuh akiban tekanan osmotik intra lumen yang tinggi, (2) masukan cairan yang kurang,
karena muntah, anoreksia, pembatasan makan dan minum, keluaran cairan tubuh yang
2. Gangguan Gizi
Gangguan gizi pada penderita diare dapat terjadi karena: (1) masukan
makanan berkurang, (2) gangguan penyerapan makanan, (3) katabolisme dan, (4)
kehilangan langsung.
3. Perubahan Ekologi dan Ketahanan Usus
Kejadian diare akut pada umumnya disertai dengan kerusakan mukosa usus,
keadaan ini dapat diikuti dengan gangguan pencernaan karena deplesi enzim. Akibat
lebih lanjut adalah timbulnya hidrolisis nutrien yang kurang tercerna sehungga dapat
menimbulkan peningkatan hasil metabolit yang berupa substansi karbohidrat dan asam
hidrolisatnya. Keadaan ini akan merubah ekologi kimiawi isi lumen usus, yang dapat
menimbulkan keadaan bakteri tumbuh lampau, yang berarti merubah ekologi mikroba isi
garam empedu sehingga terjadi peningkatan jumlah asam empedu yang dapat
memberikan timbulnya kerusakan mukosa usus lebih lanjut. Keadaan ini dapat pula
disertai dengan gangguan mekanisme ketahanan lokal pada usus, baik yang disebabkan
mekanisme patofisiologi diketahui menyebabkan mual dan muntah telah diketahui. Koordinator
utama adalah pusat muntah, kumpulan saraf – saraf yang berlokasi di medulla oblongata. Saraf –
a) Mekanoreseptor : berlokasi pada dinding usus dan diaktifkan oleh kontraksi dan
distensi usus, kerusakan fisik dan manipulasi selama operasi.
b) Kemoreseptor : berlokasi pada mukosa usus bagian atas dan sensitif terhadap
stimulus kimia.
Pusat muntah, disisi lateral dari retikular di medula oblongata, memperantarai refleks
muntah. Bagian ini sangat dekat dengan nukleus tractus solitarius dan area postrema.
Chemoreseptor Trigger Zone (CTZ) berlokasi di area postrema. Rangsangan perifer dan sentral
dapat merangsang kedua pusat muntah dan CTZ. Afferent dari faring, GI tract, mediastinum,
ginjal, peritoneum dan genital dapat merangsang pusat muntah. Sentral dirangsang dari korteks
serebral, cortical atas dan pusat batang otak, nucleus tractus solitarius, CTZ, dan sistem
vestibular di telinga dan pusat penglihatan dapat juga merangsang pusat muntah. Karena area
postrema tidak efektif terhadap sawar darah otak, obat atau zat-zat kimia di darah atau di cairan
Kortikal atas dan sistem limbik dapat menimbulkan mual muntah yang berhubungan
dengan rasa, penglihatan, aroma, memori dan perasaaan takut yang tidak nyaman.12 Nukleus
traktus solitaries dapat juga menimbulkan mual muntah dengan perangsangan simpatis dan
parasimpatis melalui perangsangan jantung, saluran billiaris, saluran cerna dan saluran kemih.35
Sistem vestibular dapat dirangsang melalui pergerakan tiba-tiba yang menyebabkan gangguan
Reseptor sepeti 5-HT3, dopamin tipe 2 (D2), opioid dan neurokinin-1 (NK-1) dapat
dijumpai di CTZ. Nukleus tractus solitarius mempunyai konsentrasi yang tinggi pada enkepalin,
pusat muntah ketika di rangsang. Sebenarnya reseptor NK-1 juga dapat ditemukan di pusat
muntah. Pusat muntah mengkoordinasi impuls ke vagus, frenik, dan saraf spinal, pernafasan dan
4. Diagnosa Banding
Diare akut(kurang dari 15 hari)
Diare kronik(> 15 hari)
Diare persisten (15-30 hari )
Diare infektif(penyebabnya infeksi)
Diare organik (anatomik, bakteriologik, hormonal atau toksikologik)
Diare fungsional(bila tidak ditemukan penyebab organik)
Diare akut
Diare akut disebabkan oleh banyak penyebab antara lain
infeksi(bakteri, parasite, virus), keracunan makanan, efek obat-obat dan
lain-lain. Menurut world gastroenterology organization global guidelines
2005, etiologi diare akut dibagi atas empat penyabab:bakteri, virus,
parasite, dan non infeksi.
Vibrio (muntah, nausea, diare tanpa darah, demam, nyeri abdomen, air)
Virus
Rotavirus (nausea, muntah, nyeri abdomen, tanpa darah, air, demam 40 drajat, penurunan
kesadaran mudah haus, ujung jari terasa dingin,)
Spesifik diagnose:
5. Pemeriksaan Fisik
Tanda dan gejala awal diare ditandai dengan anak menjadi cengeng, gelisah, suhu
meningkat, nafsu makan menurun, tinja cair (lendir dan tidak menutup kemungkinan
diikuti keluarnya darah, anus lecet, dehidrasi (bila terjadi dehidrasi berat maka volume
darah berkurang, nadi cepat dan kecil, denyut jantung cepat, tekanan darah turun,
keadaan menurun diakhiri dengan syok), berat badan menurun, turgor kulit menurun,
mata dan ubun-ubun cekung, mulut dan kulit menjadi kering9.
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang intensif perlu dilakukan untuk mengetahui adanya
diare yang disertai kompikasi dan dehidrasi. Menurut William (2005), pemeriksaan darah
perlu dilakukan untuk mengetahui Analisa Gas Darah (AGD) yang menunjukan asidosis
metabolic. Pemeriksaan feses juga dilakukan untuk mengetahui :
a) Lekosit polimorfonuklear, yang membedakan antara infeksi bakteri dan infeksi
virus.
b) Kultur feses positif terhadap organisme yang merugikan.
c) Enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) dapat menegaskan
keberatanrotavirus dalam feses.
d) Nilai pH feses dibaah 6 dan adanya substansi yang berkurang dapat diketahui
adanya malaborbsi karbohidrat.
7. Penatalaksanaan Diare
1. Pada keadaan awal dapat di berikan sediaan cairan/bubuk hidrasi peroral
setiap kali diare
Komposisi larutan peroral adalah 3,5g NaCl: 2,5g Na bikarbonat:
1,5g KCL: 20g Glukosa per liter air. Pemberian hidrasi melalui cairan
infus menggunakan sediaan berupa Ringer Lactat ataupun NaCL isitonis.
Jumlah cairan yang akan di berikan dapat menggunakan perhitungan
dengan skor Daldiyono atau di sesuaikan dengan banyak nya cairan yang
keluar dari tubuh yang dapat di nilai melalui perhitungan balans cairan
saat pasien di rawat. Rehidrasi harus di capai secepat mungkin.
Berdasarkan skor Daldiyono rehidrasi awal di capai optimal dalam 2 jam
pertama. Setelah itu pemberian cairan di sesuaikan dengan perhitungan
kebutuhan cairan berdasarkan kehilangan pada saat 2 jam pertama
tersebut. Bila tidak ada syok atau skor Daldiyono kurang dari 3 maka
cairan dapat di berikan per oral. Pemberian selanjut nya adalah sesuai
perhitungan balans pasien.
Salmonellosis(non typhoidal):
Ciprofloxacin 2x500 mg selama 3 hari atau kontrimoxazol 2x 960
mg perhari selama 5-7 hari atau ceftriaxon. Dapat di berikan lebih lama
pada pasien imunokompromais.
Kolera :
Tetrasiklin 4x 500 mg perhari selama 3 hari atau Doksisiklin 3x
100 mg sekali pemberian atau ciprofloxacin atau azitromisin
Amubiasis:
Metronidazole 3x 750 mg selama 5-10 hari.
Giardiasis:
Metronidazole 250 -750 mg 3 x perhari selama 7-10 hari10.
8. Komplikasi Diare
1. Dehidrasi
Dehidrasi meliputi dehidrasi ringan, dehidrasi sedang, dan dehidrasi berat.
Salah satu dari tanda dan gejala seseorang mengalami dehidrasi adalah kulit
kering, keriput, elastisitasnya (turgor) kulit buruk. Hal ini disebabkan oleh
kekurangan/ kehilangan banyak cairan yang diakibatkan oleh diare.
Pada dehidrasi berat akan tampak wajah pasien yang khas yaitu mata
cekung, pandangan kosong, tulang pipi menonjol, bibir, mukosa, mulut, serta
lidah kering dan pucat.
2. Demam
Demam sering ditemui pada kasus diare. Biasanya demam timbul jika
penyebab diare seperti bakteri masuk ke dalam sel epitel usus. Bakteri yang
masuk ke dalam tubuh akan dianggap sebagai antigen oleh tubuh. Bakteri tersebut
akan mengeluarkan toksin lipopolisakarida dan membrane sel. Sel yang bertugas
menghancukan zat-zat toksin atau infeksi tersebut adalah neutrophil dan makrofag
dengan cara fagosistosis. Sekresi fagosik inilah yang menginduksi timbulnya
demam pada saat diare.
3. Hipernatremia
Hipernatremia adalah suatu kondisi dimana kadar natrium dalam darah
lebih dari 145 mEq/Liter. Hipernatremia sering disebabkan oleh asupan makanan
yang tidak mencukupi, meningkatnya kehilangan cairan yang disebabkan oleh
diare, diare, demam, atau bahkan muntah.
4. Hiponatremia
Hiponatremia adalah kondisi gangguan elektrolit ketika kadar natrium
(sodium) dalam darah lebih rendah dari batas normal. Kadar natrium dalam tubuh
pada kondisi normal adalah 135-145 mEq/Liter. Pada kasus diare menyebabkan
tubuh kehilangan natrium. Dalam tubuh kita, natrium memiliki fungsi
mengendalikan kadar air dalam tubuh, menjaga tekanan darah, serta mengatur
system kerja saraf dan kinerja otot. Hiponatremia terjadi bila :
5. Hipokalemia
Hipokalemia terjadi bila kadar natrium dalam plasma darah kurang dari
3,5 mEq/ Liter. Yang menyebabkan hypokalemia dapat dibagi menjadi :
b. Dehidrasi Sedang
Dehidrasi sedang biasa ditandai dengan detak jantung yang cepat,
pusing, tekanan darah rendah, lemah, volume urin rendah namun
kosentrasinya tinggi.
c. Dehidrasi berat
Ditandai dengan kejang, sirkulasi darah tidak lancar tubuhsemakin
melemah dan kegagalan fungsi ginjal14.
13. Tatalaksana Dehidrasi
a. Dehidrasi Berat
Dehidrasi berat adalah keadaan dimana seseorang kekurangan lebih
banyak cairan tubuh sekitar 10%. Anak dengan dehidrasi berat harus
segera ditangani dengan pemberian cairan intravena lalu bersamaan
dengan pemberian terapi oralit. Cairan intravena yang dapat digunakan
adalah Ringer laktat dan Ringer Asetat. Jika cairan tersebut tidak tersedia
maka disarankan untuk penggunaan garam normal (0,9%), sedangkan
larutan glukosa (5%dekstrosa) sangat tidak disarankan. Prosedur tata
laksana untuk dehidrasi berat adalah seperti tabel berikut.
b. Dehidrasi Ringan-Sedang
Pada kasus ini, diare yang di alami pasien tidak memiliki gejala
atau tanda dehidrasi. Namun walaupun demikian tetap harus dilakukan
tindakan medis baik untuk pemulihan diare maupun tindakan
pencegahan dehidrasi15.
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
10. Sudoyo A, Setiyohadi B, Alwi I. Buku ajar ilmu penyakit dalam. In: VI. Jakarta:
InternaPublishing; 2015. p. 1907.
11. Sudoyo A, Setiyohadi B, Alwi I. Buku ajar ilmu penyakit dalam. In: Setiati S, editor.
Jakarta: InternaPublishing; 2009. p. 1–933.
12. Amin LZ. Tatalaksana Diare Akut. Cdk-230 [Internet]. 2015;42(7):505. Available from:
https://d1wqtxts1xzle7.cloudfront.net/52162755/08_230CME-
Tatalaksana_Diare_Akut.pdf?1489577167=&response-content-disposition=inline
%3B+filename
%3DCONTINUING_MEDICAL_EDUCATION_Tatalaksana.pdf&Expires=1593783253
&Signature=Wwe4eKzedhp-
xhawXjK8Y7ASXxsxQxHLDUEI6pnW40zE0Zssb0f2y9PFoIW8qRSLWVysWwhu6FCe
LocwBQyf5C74m6uUvCbnwtuTDpAlMyaPPQQ87pGcAJf4AuyFPPHJlhYEZRnjJGaMv
zsvfo8hzVj6qSbOpVcPjGb3JP5Q6I~4TwCZoKfnc2OQNWNAzHhHXQ1bjnprewAb-
HKC9w4A5slJBqNRPyZC2zHu-fXQeJnxzmt-
A2qU7fbTO7OFXihpEifE1LXmeC8GaasdP~FFJ~~nzyAkSzaZgoYsz3hZLDcaI9awdc-
I6G7NbWrKaR2rHw-LmnBHLxJEYx5n9QsNSA__&Key-Pair-
Id=APKAJLOHF5GGSLRBV4ZA
13. FKUI SP bagian PA. Patologi. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1973.
14. Tim Adaptasi Indonesia. Pelayanan kesehatan anak di rumah sakit. Tim Adaptasi
Indonesia, editor. World Health Organization; 2009. 133–135 p.
15. Tim Adaptasi Indonesia. Pelayanan kesehatan anak di rumah sakit. Tim Adaptasi
Indonesia, editor. World Health Organization; 2009. 131–145 p.