Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN DIAGNOSA MEDIS

“DIARE ” PADA AN.A


DI RUANG PICU UPT.RSUD UNDATA
PROVINSI SULAWESI TENGAH

STASE KEPERAWATAN ANAK PROFESI NERS

DI SUSUN OLEH

NAMA : FADHILANNISA’I , S.Kep


NIM : 2019032025
Kelas : A

PROGRAM PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU
2020

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN DIAGNOSA MEDIS


“DIARE ” PADA AN.A
DI RUANG PICU UPT.RSUD UNDATA
PROVINSI SULAWESI TENGAH

STASE KEPERAWATAN ANAK PROFESI NERS

Pembimbing Klinik Pembimbing Akademik

(……………..…...………..) (………………………………)

PROGRAM PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU
2020
LAPORAN PENDAHULUAN
DIARE

1.  Definisi       
Diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan
konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan frekuensinya
lebih sering (biasanya tiga kali atau lebih) dalam satu hari (Mansjoer, A dkk,
2011).
Berikut ini adalah beberapa pengertian diare menurut (Nettina,Sandra M
(2017), yaitu suatu keadaan dimana :
a. Individu mengalami perubahan dalam kebiasaan BAB yang normal, ditandai
seringnya kehilangan cairan dan feses yang tidak berbentuk
b. Defekasi encer lebih dari 3 kali sehari dengan atau tanpa darah dan atau
lendir dalam tinja
c. Bertambahnya jumlah atau berkurangnya konsistensi tinja yang dikeluarkan
d.  Diare adalah kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang terjadi
karena frekuensi satu kali atau lebih buang air besar dengan bentuk tinja
yang encer atau cair
Diare adalah pengeluaran feses yang tidak normal dan cair. Bisa juga
didefinisikan sebagai buang air besar yang tidak normal dan berbentuk cair
dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya. Bayi dikatakan diare bila sudah
lebih dari 3 kali buang air besar, sedangkan neonatus dikatakan diare bila sudah
lebih dari 4 kali buang air  besar (Riyadisujono, 2015).
Jadi dapat disimpulkan dari beberapa pengertian tersebut bahwa diare
adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair
yang dapat disertai lendir atau darah dengan frekuensi defekasi lebih dari 3 kali
sehari dimana diare akut berlangsung kurang dari dua minggu dan diare kronik
berlangsung lebih dari dua minggu.
2. Epidemiologi
Diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Negara
berkembang termasuk di Indonesia dan merupakan salah satu penyebab
kematian dan kesakitan tertinggi pada anak, terutama usia dibawah lima tahun.
Di dunia, sebanyak enam juta anak meninggal tiap tahunnya karena diare dan
sebagian besar kejadian tersebut terjadi di Negara berkembang, sebagai
gambaran 17 % kematian anak di dunia disebabkan oleh diare sedangkan di
Indonesia, hasil Riskesdas 2007 diperoleh diare masih merupakan penyebab
kematian bayi yang terbanyak yaitu 42% disbanding pneumonia 24%, untuk
golongan 1‒4 tahun penyebab kematian karena diare 24,2% di banding
pneumonia 14.4%.

3. Anatomi Fisiologi
Sistem pencernaan terdiri atas saluran pencernaan dan orga aksesori,
secara otomatis saluran pencernaan atas dua bagian yaitu saluran pencernaan
atas yang mulai dari mulut sampai usus halus bagian distal dan organ aksesoris
yang terdiri atas hati, kandung empedu, dan pancreas ( Sandra M. Nettiria, 2017
: 682 ).

a. Anatomi
Menurut Mansjoer (2011) anatomi saluran pencernaan adalah sebagai
berikut :
1. Mulut
Mulut merupakan bagian pertama dari saluran pencernaan. Mulut di
batasi oleh dua pipi yang dibentuk oleh muskulus businatorus, bagian
atasnya terdapat palatum yang memisahkannya dari hidung dan
bagian atas faring.
2. Lidah
Lidah tersusun atas otot yang pada bagian atas dan sampingnya
dilapisi dengan membrane mukosa, lidah pada neonates relative
pendek dan lebar. Lidah menempati kavum oris dan melekat secara
langsung pada epiglottis dalam faring.
3. Gigi
Manusia dilengkapi dengan dua set gigi yang tampak pada masa
kehidupan yang berbedabeda. Selpertama adalah gigi primer (gigi
susu atau desidua), yang bersifat sementara dan tumbuh melalui gusi
selama tahun pertama dan tahun kedua kehidupan.
4. Kerongkongan (esophagus)
Esophagus merupakan tuba otot dengan ukuran 8‒10 cm dari
kartilago krikoid sampai bagian kardia lambung. Panjangnya
bertambah selama 3 tahun setelah kelahiran, selanjutnya kecepatan
pertumbuhan lebih lambat mencapai panjang dewasa yaitu 23‒30
cm.
5. Lambung
Lambung dewasa ditemukan pada lambung fetus sebelum lahir.
Kapasitas dari lambung antara 30‒35 ml saat lahir dan meningkat
sampai sekitar 75 ml pada kehidupan minggu ke₋2, sekitar 10 ml pada
bulan pertama, dan rata₋rata pada orang dewasa kapasitasnya 1000
ml.
6. Usus kecil
Usus kecil terbagi menjadi duodenum, jejunum, dan ileum. Usus kecil
memiliki panjang 300‒350 cm saat lahir, mengalami peningkatan
sekitar 50% selama tahun pertama kehidupan. Duodenum nerupakan
bagian terpendek dari usus kecil yaitu sekitar 7,5‒10 cm dengan
diameter 1‒1,5 cm.
7. Usus besar
Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon assenden, kolon
transversum, kolon denden dan kolon sigmoid. Panjang usus besar
bervariasi, berkisar ±180cm.
8. Hepar
Hati merupakan glandula paling besar dalam tubuh dan memiliki
berat ±1300‒1500 gram. Hepar berwarna merah cokelat, sangat
vascular, dan lunak.
9. Pankreas
Pankreas terletak tranversal diperut bagian atas, antara duodenum
dan limpa dalam retroperitonium.
10. Peritonium
Peritonium merupakan membrane serosa yang tipis, licin, dan lembab
yang melapisi rongga peritoneum dan banyak organ perut seperti
cavum abdomen dan pelvis.
b. Fisiologi
Fisiologi saluran pencernaan terdiri atas rangkaian proses memakan
(ingesti) dan sekresi getah pencernaan ke system pencernaan. Getah
pencernaan membantu pencernaan atau digesti makanan, hasil
pencernaan akan diserap ke dalam tubuh berupa zat gizi. Proses sekresi,
digesti, dan absorbs terjadi secara berkesinambungan pada saluran
pencernaan,mulai dari atas yaitu mulut sampai ke rectum. Mastikasi
merupakan proses pengunahan atau pemecahan partikel makanan yang
besar oleh gigi dan mencampur makanan, kemudian dilembabkan oleh
glandula salivary untuk membentuk bolus (massa berlapis saliva).
Menelan (delutisi) merupakan respon reflex yang disebabkan oleh implus
aferen di dalam nervus trigeminus, glosovaringeus dan vagus. Defekasi
sebagian bersifat reflex dan sebagian lain merupakan aktivitas volunteer.

3. Etiologi
Sandra M. nettiria (2017), Etiologi diare dapat dibagi dalam beberapa faktor,
yaitu :
a.   Faktor infeksi
Proses ini dapat diawali dengan adanya mikroorganisme (kuman)
yang masuk kedalam saluran pencernaan yang kemudian berkembang dalam
usus dan merusak sel mukosa intestinal yang dapat menurunkan daerah
permukaan intestinal sehingga terjadinya perubahan kapasitas dari intestinal
yang akhirnya mengakibatkan gangguan fungsi intestinal dalam absorbsi
cairan dan elektrolit. Adanya toksin bakteri juga akan menyebabkan sistem
transpor menjadi aktif dalam usus, sehingga sel mukosa mengalami iritasi
dan akhirnya sekresi cairan dan elektrolit akan meningkat.
1) Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan
penyebab utama diare pada anak.
2) Infeksi bakteri: oleh bakteriVibrio, E.coli, Salmonella, Shigella,
Campylobacter, Yersinia, Aeromonas.
3) Infeksi virus: oleh virus Enterovirus (virus ECHO, Coxsackie, poliomyelitis),
Adenovirus, Ratavirus, Astrovirus.
4) Infestasi parasit: oleh cacing (Ascaris, Trichiuris, Oxyuris, Strongyloides),
protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Trichomonas
hominis), jamur (Candida albicans).
5) Infeksi parenteral yaitu infeksi dibagian tubuh lain diluar alat pencernaan,
seperti Otitis media akut (OMA), Tonsilo faringitis, Bronko pneumonia,
Ensifalitis, keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur
dibawah 2 tahun.
b.      Faktor malabsorbsi
Merupakan kegagalan dalam melakukan absorbsi yang
mengakibatkan tekanan osmotik meningkat kemudian akan terjadi
pergeseran air dan elektrolit ke rongga usus yang dapat meningkatkan isi
rongga usus sehingga terjadilah diare.
1) Malabsorbsi karbohidrat: Disakarida (Intoleransi laktosa, maltosa, dan
sukrosa), munosakarida (intoleransi lukosa, fruktosa dan galaktosa). Pada
bayi dan anak yang tersering ialah intoleransi laktosa.
2) Malabsorbsi lemak
3) Malabsorbsi protein
c.   Faktor makanan
Dapat terjadi apabila toksin yang ada tidak mampu diserap dengan
baik dan dapat terjadi peningkatan peristaltik usus yang akhirnya
menyebabkan penurunan kesempatan untuk menyerap makanan seperti
makanan basi, beracun, dan alergi terhadap makanan.
d.      Faktor psikologis
Dapat mempengaruhi terjadinya peningkatan peristaltik usus yang
dapat mempengaruhi proses penyerapan makanan seperti : rasa takut dan
cemas.

4.  Patofisiologi
Sylvia A.price Lorraine Mc Carty wilson (2017), akibat terjadinya diare baik
akut maupun kronis adalah :
a. Meningkatnya motilitas dan cepatnya pengosongan pada intestinal
merupakan akibat dari gangguan absorbsi dan ekskresi cairan dan
elektrolit yang berlebihan.
b. Cairan, sodium, potasium dan bikarbonat berpindah dari rongga
ekstraseluler kedalam tinja, sehingga mengakibatkan dehidrasi kekurangan
elektrolit, dan dapat terjadi asidosis metabolik.
Diare yang terjadi merupakan proses dari transfort aktif akibat
rangsangan toksin terhadap elektrolit kedalam usus halus. Sel dalam mukosa
intestinal mengalami iritasi dan meningkatnya sekresi cairan dan elektrolit.
Mikroorganisme yang masuk akan merusak sel mukosa intestinal sehingga
menurunkan area permukaan intestinal, perubahan kapasitas intestinal dan
terjadi gangguan absorbsi cairan dan elektrolit. Peradangan akan menurunkan
kemampuan intestinal untuk mengabsorbsi cairan dan elektrolit dan bahan-
bahan makanan. Ini terjadi pada sindrom malabsorbsi. Serta meningkatnya
motilitas intestinal dapat mengakibatkan gangguan absorbsi intestinal.

 6. KLASIFIKASI

Corwin,EJ (2015), mengklasifikasikan jenis diare menjadi empat kelompok


yaitu:

1. Diare akut: yaitu diare yang berlangsung kurang dari empat belas hari


(umumnya kurang dari tujuh hari)
2. Disentri; yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya,
3. Diare persisten; yaitu diare yang berlangsung lebih dari empat belas hari
secara terus - menerus,
4. Diare dengan masalah lain; anak yang menderita diare (diare akut dan
persisten) mungkin juga disertai penyakit lain seperti demam, gangguan
gizi atau penyakit lainnya.

7. Manifestasi Klinis
 Pada anak yang mengalami diare tanpa dehidrasi (kekurangan cairan),
tanda‒ tandanya : Berak cair 12 kali sehari, muntah (‒), haus (‒), nafsu
makan tidak berkurang, masih ada keinginan untuk bermain.
 Pada anak yang mengalami diare dengan dehidrasi ringan/sedang. Tanda ‒
tandanya : berak cair 4‒9 kali sehari, kadang muntah 1‒2 kali sehari, suhu
tubuh kadang meningkat, haus, tidak ada nafsu makan, badan lesu lemas.
 Pada anak yang mengalami diare dengan dehidrasi berat, tanda‒tandanya :
Berak cair terus menerus, muntah terus menerus, haus, mata cekung, bibir
kering dan biru, tangan dan kaki dingin, sangat lemah, tidak ada nafsu
makan, tidak ada keinginan untuk bermain, tidak BAK selama 6 jam atau
lebih, kadang‒kadang dengan kejang dan panas tinggi.
 Diare akut karena infeksi dapat disertai muntah‒muntah, demam, tenesmus,
hematoschezia, nyeri perut dan atau kejang perut. Akibat paling fatal dari
diare yang berlangsung lama tanpa rehidrasi yang adekuat adalah kematian
akibat dehidrasi yang menimbulkan renjatan hipovolemik atau gangguan
biokimiawi berupa asidosis metabolic yang berlanjut.

8.  Pemeriksaan Penunjang
                  Pemeriksaan laboratorium penting dalam menegakkan diagnosis (kausal)
yang tepat, sehingga dapat memnerikan terapi yang tepat pula (Sandra
M,Nettina, 2017: 684). Pemeriksaan yang perlu dilakukan pada anak dengan
diare, yaitu:
a.  Pemeriksaan tinja, baik secara makroskopi maupun mikroskopi dengan kultur
b.  Test malabsorbsi yang meliputi karbohidrat (pH, Clini test), lemak, dan kultur
urine.

9. Komplikasi
akibat diare dan kehilangan cairan serta elektrolit secara mendadak dapat
terjadi berbagai komplikasi sebagai berikut:
a.  Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik, atau hipertonik).
b.  Syok hipovolemik.
c.  Hipokalemia (gejala meteorismus, hipotoni otot lemah, dan bradikardi)
d.  Intoleransi sekunder akibat kerusakan vili mukosa usus dan defisiensi enzim
laktose.
e.  Kejang terjadi pada dehidrasi hipertonik.
f.   Malnutrisi energi protein (akibat muntah dan diare yang berlangsung lama)

11. Penatalaksanaan Medis


Penatalaksanaan medis primer diarahkan pada pengontrolan dan
menyembuhkan penyakit yang mendasari (Sukarmin, 2015).
1. Untuk diare ringan, tingkatkan masukan cairan per oral; mungkin diresepkan
glukosa oral dan larutan elektrolit.
2. Untuk diare sedang, obat-obatan non-spesifik, difenoksilat (Lomotif) dan
loperamid (Imodium) untuk menurunkan motilitas dari sumber-sumber non-
infeksius.
3. Diresepkan antimicrobial jika telah teridentifikasi preparat infeksius atau
diare memburuk.
4. Terapi intravena untuk hidrasi cepat, terutama untuk pasien yang sangat
muda atau lansia.
Penatalaksanaan diare akut pada anak:
1. Rehidrasi sebagai prioritas utama terapi.
Ada 4 hal yang penting diperhatikan agar dapat memberikan rehidrasi yang
cepat dan akurat, yaitu:
a. Jenis cairan yang hendak digunakan.
Pada saat ini cairan Ringer Laktat merupakan cairan pilihan karena tersedia
cukup banyak di pasaran meskipun jumlah kaliumnya rendah bila
dibandingkan dengan kadar kalium tinja. Bila RL tidak tersedia dapat
diberiakn NaCl isotonik (0,9%) yang sebaiknya ditambahkan dengan 1 ampul
Nabik 7,5% 50 ml pada setiap satu liter NaCl isotonik. Pada keadaan diare
akut awal yang ringan dapat diberikan cairan oralit untuk mencegah
dehidrasi dengan segala akibatnya.
b. Jumlah cairan yang hendak diberikan.
Pada prinsipnya jumlah cairan pengganti yang hendak diberikan harus sesuai
dengan jumlah cairan yang keluar dari badan. Jumlah kehilangan cairan dari
badan dapat dihitung dengan cara/rumus:
Mengukur BJ Plasma
Kebutuhan cairan dihitung dengan rumus:
BJ Plasma – 1,025
x BB x 4 ml
0,001
Metode Pierce
Berdasarkan keadaan klinis, yakni:
- Diare ringan, kebutuhan cairan = 5% x kg BB

- Diare sedang, kebutuhan cairan = 8% x kg BB

- Diare ringan, kebutuhan cairan = 10% x kg BB

Metode Umur PWL NWL CWL Total


Perbandin Kehilanga
gan BB n Cairan
dan Umur
BB (kg)
<3 < 1 bln 150 125 25 300
3-10 1 bln-2 125 100 25 250
10-15 thn 100 080 25 205
15-25 2-5 thn 080 025 25 130
5-10 thn

B.  Konsep Asuhan Keperawatan Anak Dengan Diare


1.    Pengkajian
a. Identitas
      Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal
lahir, umur, tempat lahir, asal suku bangsa, nama orang tua, pekerjaan
orang tua, dan penghasilan.
b. Keluhan utama
 Buang air besar (BAB) lebih dari 3 kali sehari, BAB < 4 kali dan cair
(diare tanpa dehidrasi), BAB 4-10 kali dan cair (dehidrasi ringan/sedang),
BAB > 10 kali (dehidrasi berat). Apabila diare berlangsung < 14 hari maka
diare tersebut adalah diare akut, sementara apabila berlangsung selama
14 hari atau lebih adalah diare persisten (Rab T, 2010).

c. Riwayat penyakit sekarang


      Menurut Santoso, budi (2018), yaitu:
1) Mula-mula bayi/anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan mungkin
meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, dan timbul diare.
2) Tinja makin cair, mungkin disertai lendir atau lendir dan darah. Warna
tinja berubah menjadi kehijauan karena bercampur empedu.
3) Anus dan daerah sekitarnya timbul lecet karena sering defekasi dan
sifatnya makin lama makin asam.
4) Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare.
5) Apabila pasien telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit, maka
gejala dehidrasi mulai tampak.
6) Diuresis: terjadi oliguri (kurang 1 ml/kg/BB/jam) bila terjadi dehidrasi.
Urine normal pada diare tanpa dehidrasi. Urine sedikit gelap pada
dehidrasi ringan atau sedang. Tidak ada urine dalam waktu 6 jam pada
dehidrasi berat.
d. Riwayat kesehatan
Menurut Santoso, budi (2018), yaitu:
1) Riwayat imunisasi terutama campak, karena diare lebih sering terjadi
atau berakibat berat pada anak-anak dengan campak atau yang baru
menderita campak dalam 4 minggu terakhir, sebagai akibat dari
penurunan kekebalan pada pasien.
2) Riwayat alergi terhadap makanan dan obat-obatan (antibiotik) karena
faktor ini merupakan salah satu kemungkinan penyebab diare.
3) Riwayat penyakit yang sering terjadi pada anak berusia di bawah 2
tahun biasanya adalah batuk, panas, pilek, dan kejang yang terjadi
sebelum, selama, atau setelah diare.
e. Riwayat nutrisi
Menurut Santoso, budi (2018), yaitu:
1) Pemberian ASI penuh pada anak umur 4-6 bulan dapat mengurangi
resiko diare dan infeksi yang serius.
2) Pemberian susu formula, apakah dibuat menggunakan air masak dan
diberikan dengan botol atau dot, karena botol yang tidak bersih akan
mudah menimbulkan pencemaran.
3) Perasaan haus, anak yang diare tanpa dehidrasi tidak merasa haus dan
minum seperti biasa. Pada dehidrasi ringan/sedang anak merasa haus
dan banyak minum. Pada dehidrasi berat anak malas minum atau tidak
bisa minum.
g.  Pemeriksaan fisik
Menurut Santoso,budi (2018), yaitu:
1)  Keadaan umum
a)  Baik, sadar (tanpa dehidrasi).
b)  Gelisah, rewel (dehidrasi ringan atau sedang).
c)  Lesu, lunglai, atau tidak sadar (dehidrasi berat)
2)  Berat badan
Menurut Depkes RI (2011) anak yang diare dengan dehidrasi
biasanya mengalami penurunan berat badan sebagai berikut:
Tabel 2
Tingkat Dehidrasi

Kehilangan Berat Badan Dalam %


Tingkat Dehidrasi
Bayi Anak Besar
Dehidrasi ringan 5% (50 ml/kg) 3% (30 ml/kg)
Dehidrasi sedang 5-10% (50-100 ml/kg) 6% (60 ml/kg)
Dehidrasi berat 10-15% (100-150 ml/kg) 9% (90 ml/kg)

Presentase penurunan berat badan tersebut dapat diperkirakan


saat anak dirawat di rumah sakit. Sedangkan di lapangan, untuk
menentukan dehidrasi, cukup dengan menggunakan penilaian keadaan
anak.

3) Kulit
Untuk mengetahui elastisitas kulit, dapat dilakukan pemeriksaan
turgor, yaitu dengan cara mencubit daerah perut menggunakan kedua
ujung jari (bukan kuku). Apabila turgor kembali dengan cepat (< 2
detik), berarti diare tersebut tanpa dehidrasi. Apabila turgor kembali
dengan lambat (= 2 detik), ini berarti diare dengan dehidrasi
ringan/sedang. Apabila turgor kembali sangat lambat (> 2 detik), ini
termasuk diare dengan dehidrasi berat.

4) Kepala
     Anak berusia di bawah 2 tahun yang mengalami dehidrasi, ubun-
ubunnya biasanya cekung.

5) Mata
Anak yang diare tanpa dehidrasi bentuk kelopak matanya normal.
Apabila mengalami dehidrasi ringan/sedang kelopak matanya cekung.
Apabila mengalami dehidrasi berat kelopak matanya sangat cekung.

6) Mulut dan lidah


      a) Mulut dan lidah basah (tanpa dehidrasi).
      b) Mulut dan lidah kering (dehidrasi ringan/sedang).
     c) Mulut dan lidah sangat kering (dehidrasi berat).

 7) Abdomen
      a) Kemungkinan distensi.
       b) Mengalami kram.
      c) Bising usus yang meningkat.

8) Anus
     Apakah ada iritasi pada kulitnya karena frekuensi BAB yang menigkat.

2.    Diagnosa Keperawatan
Menurut NANDA (2018-2020), yaitu:
a. Defisit volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan output yang
berlebihan.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
output yang berlebihan.
c. Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi
sekunder terhadap diare.
d. Ansietas pada anak berhubungan dengan tindakan keperawatan.
e.  Kurang pengetahuan keluarga tentang kondisi,prognosis dan kebutuhan 
terapi berhubungan dengan pemaparan informasi terbatas,  salah
interpretasi informasi dan keterbatasan kognitif.
3.    Intervensi Keperawatan
Menurut NANDA (2016), yaitu:
a.   Diagnosa I : Defisit volume cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan output yang berlebihan.

NOC : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam


masalah dapat teratasi dengan kriteria hasil:
1)    Tidak terjadi dehidrasi
2)    TTV dalam batas normal
3)    Turgor kulit kembali elastis
4)    Kulit tidak kering
5)    Mukosa bibir basah
6)    Tidak pucat lagi
       NIC : Manajemen cairan dan elektrolit
1)    Guidance
Kaji dan pantau tanda dan gejala dehidrasi dan intake output cairan.
Rasional : Penurunan sirkulasi volume cairan menyebabkan
kekeringan mukosa dan pemekatan urin. Deteksi dini memungkinkan
terapi pergantian cairan segera untuk memperbaiki defisit.
2)    Support
Berikan cairan oral dan parenteral sesuai dengan program rehidrasi.
Rasional : Sebagai upaya mencapai keseimbangan cairan dan
elektrolit dan upaya rehidrasi cairan yang telah keluar akibat BAB
yang berlebihan.
3)    Teaching
Ajarkan keluarga untuk sering memberikan minum air putih pada
pasien.
Rasional : Agar keluarga mengetahui memberikan air minum yang
sering untuk mengganti cairan yang hilang.
4)    Environment
Buat lingkungan yang tenang dan nyaman.
Rasional : agar pasien dapat istirahat dengan nyamandan
menurunkan kebutuhan metabolik.
5)    Collaboration
Kolaborasi dengan analis dan dokter dalam pemberian obat.
Rasional : Mengetahui penyebab diare dengan pemeriksaan tinja dan
pemberian obat yang tepat sesuai hasil laboratorium.

b.   Diagnosa II : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan output yang berlebihan.
NOC : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam
masalah dapat teratasi dengan kriteria hasil:
1)    Pasien tidak lagi mual muntah
2)    Pasien sudah bisa makan
3)    BB pasien kembali normal
 NIC : Manajemen nutrisi
1)     Guidance
Kaji dan pantau pemasukan makanan dan status nutrisi pasien
Rasional : Deteksi dini untuk pemberian terapi nutrisi yang tepat dan
memperbaiki defisit.
2)     Support
Pertahankan status puasa selama fase akut (sesuai program terapi)
dan segera mulai pemberian makanan per oral setelah kondisi klien
mengizinkan
Rasional : Pembatasan diet per oral mungkin ditetapkan selama fase
akut untuk menurunkan peristaltik sehingga terjadi kekurangan
nutrisi. Pemberian makanan sesegera mungkin penting setelah
keadaan klinis klien memungkinkan.
3)     Teaching
Ajarkan keluarga untuk pelaksanaan pemberian makanan sesuai
dengan program diet.
Rasional : Agar keluarga mengetahui program diet pasien untuk
memperbaiki status nutrisinya.
4)     Environment
Buat lingkungan yang tenang dan nyaman.
Rasional : agar pasien dapat istirahat dengan nyaman dan
menurunkan kebutuhan metabolik.
5)     Collaboration
Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian makanan yang tepat
sesuai kondisi pasien.
Rasional : pemberian makanan yang tepat mempercepat proses
pemenuhan nutrisi pasien.

c.   Diagnosa III : Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan


proses infeksi sekunder terhadap diare.
NOC : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam
masalah dapat teratasi dengan kriteria hasil:
1)     Suhu tubuh pasien tidak meningkat
2)     Suhu tubuh dalam batas normal (36 - 37,5’C)
3)     Tidak terdapat tanda- tanda infeksi (rubor, dolor, kalor, tumor,
fungtiolaesa)
       NIC : Manajemen suhu tubuh
1)     Guidance
Kaji dan pantau suhu tubuh pasien setiap 2 jam.
Rasional : Deteksi dini terjadinya perubahan abnormal suhutubuh
untuk mengetahui adanya infeksi,
2)     Support
Berikan pasien kompres dengan kompres hangat.
Rasional : Untuk merangsang pusat pengatur panas tubuh
menurunkan produksi panas tubuh.
3)     Teaching
Berikan pendidikan kesehatan kepada keluarga tentang bahaya suhu
tubuh yang meningkat pada diare.
Rasional : Agar keluarga mengetahui bahaya suhu tubuh yang
meningkat pada diare dan dapat waspada.
4)     Environment
Buat lingkungan yang tenang dan nyaman.
Rasional : agar pasien dapat istirahat dengan nyaman dan
menurunkan kebutuhan metabolik.
5)     Collaboration
Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat-obatan penurun
panas.
Rasional : pemberian obat-obatan penurun panas untuk mengurangi
suhu tubuh yang meningkat pada pasien.

d.   Diagnosa IV : Ansietas
pada anak berhubungan dengan tindakan keperawatan.
NOC : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam
masalah dapat teratasi dengan kriteria hasil:
1)    Mau menerima  tindakan keperawatan
2)    Klien tampak tenang dan tidak rewel
       NIC : Manajemen ansietas
1)    Guidance
Kaji kecemasan klien terhadap tindakan keperawatan dan
hindari persepsi yang salah pada perawat dan rumah sakit.
Rasional : mengurangi rasa
takut anak terhadap perawat dan lingkungan rumah sakit.
2)    Support
Lakukan kontak sesering mungkin dan lakukan komunikasi baik verbal
maupun n on verbal.
Rasional : Kasih saying serta pengenalan diri perawat akan
menumbuhkan rasa aman pada klien.
3)    Teaching
Libatkan keluarga dalam melakukan  tindakan keperawatan.
Rasional : Pendekatan awal pada anak melalui ibu atau keluarga.
4)    Environment
Buat lingkungan yang tenang dan nyaman.
Rasional : agar pasien dapat istirahat dengan nyaman dan
menurunkan ansietas.
5)    Collaboration
Kolaborasi dengan orang tua dengan memberikan mainan pada anak.
Rasional : sebagai rangsangan sensori pada anak.
e.   Diagnosa
V : Kurang pengetahuan keluarga tentang kondisi, prognosis
dan kebutuhan terapi berhubungan
dengan pemaparan informasi terbatas,
salah interpretasi informasi dan keterbatasan kognitif.
NOC : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam
masalah dapat teratasi dengan kriteria hasil:
1)    Keluarga pasien mengetahui kondisi penyakit pada klien
2)    Keluarga klien bisa menjelaskan proses penyakit dan
pencegahannya
       NIC : Manajemen informasi
1)    Guidance
Kaji kesiapan keluarga klien mengikuti pembelajaran,
termasuk pengetahuan tentang penyakit dan perawatan anaknya.
Rasional : Efektivitas pembelajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik da
n mental serta latar belakang pengetahuan sebelumnya.
2)    Support
Jelaskan dan tunjukkan cara perawatan perineal setelah defekasi.
Rasional: Meningkatkan kemandirian dan control keluarga klien terha
dap kebutuhan perawatan diri anaknya.
3)    Teaching
Jelaskan tentang proses penyakit  anaknya, penyebab  dan
akibatnya  terhadap gangguan pemenuhan kebutuhan sehari -hari 
dan  aktivitas sehari - hari.
Rasional: Pemahaman tentang masalah ini penting untuk meningkatk
an 
partisipasi keluarga klien dalam proses perawatan klien.
4)    Environment
Buat lingkungan yang tenang dan bersih.
Rasional : agar keluarga dapat aktif mengikuti penkes yang diberikan
perawat.
5)    Collaboration
Kolaborasi dengan perawat lain dalam memberikan pendidikan
kesehatan.
Rasional : agar penkes yang diberikan dapat berjalan efektif.

DAFTAR PUSTAKA

Nettina, Sandra M. (2017). Pedoman Praktik Keperawatan. Jakarta :EGC

Sylvia A. Price, Lorraine Mc Carty Wilson. (2017). Patofisiologi Konsep Klinis


Proses-Proses Penyakit. Jakarta :EGC

Riyadisujono dan sukarmin (2015). Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta: CV


Sagung

Santosa, Budi. 2018. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2018-2020. Jakarta:


Prima Medika

Johnson, M., et all. 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second


Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Mc Closkey, C.J., et all. 2016.Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Rab, T. 2009. Critical care. Bandung : penerbit PT alumni

Mansjoer, A dkk. 2011. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media


Aesculapius

Corwin, EJ. 2015. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC

Depkes RI, 2011 Direktor jendral pengendalian penyakit lintas diare.Buku saku

Anda mungkin juga menyukai