Anda di halaman 1dari 23

1

DAFTAR ISI

Daftar Isi ................................................................................................... . BAB I Pendahuluan........................................................................................ BAB II Tinjauan Pustaka A. Definisi............................................................................................... B. Etiologi............................................................................................... C. Embriologi.......................................................................................... D. Anatomi............................................................................................. E. Patogenesis.......................................................................................... F. Diagnosis............................................................................................. G. Pemeriksaan Penunjang...................................................................... H. Diagnosa banding............................................................................... I. Penatalaksanaan ...................................................................... BAB III Penutup A. Kesimpulan....................................................................................

1 2

3 4 4 7 10 13 16 18 18

22

DAFTAR PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Hischsprung Disease (HD) adalah kelainan kongenital dimana tidak dijumpai pleksus auerbach dan pleksus meisneri pada kolon. sembilan puluh persen (90%) terletak pada rectosigmoid, akan tetapi dapat mengenai seluruh kolon bahkan seluruh usus (Total Colonic Aganglionois (TCA)). Tidak adanya ganglion sel ini mengakibatkan hambatan pada gerakan peristaltik sehingga terjadi ileus fungsional dan dapat terjadi hipertrofi serta distensi yang berlebihan pada kolon yang lebih proksimal. Pasien dengan penyakit Hirschsprung pertama kali dilaporkan oleh Frederick Ruysch pada tahun 1691, tetapi yang baru mempublikasikan adalah Harald Hirschsprung yang mendeskripsikan megakolon kongenital pada tahun 1886. Namun patofisiologi terjadinya penyakit ini tidak diketahui secara jelas hingga tahun 1938, dimana Robertson dan Kernohan menyatakan bahwa megakolon yang dijumpai pada kelainan ini disebabkan oleh gangguan peristaltik dibagian distal usus akibat defisiensi ganglion. HD terjadi pada satu dari 5000 kelahiran hidup, Insidensi penyakit Hirschsprung di Indonesia tidak diketahui secara pasti, tetapi berkisar 1 diantara 5000 kelahiran hidup. Dengan jumlah penduduk Indonesia 200 juta dan tingkat kelahiran 35 permil, maka diprediksikan setiap tahun akan lahir 1400 bayi dengan penyakit Hirschsprung. Kartono mencatat 20-40 pasien penyakit Hirschprung yang dirujuk setiap tahunnya ke RSUPN Cipto Mangunkusomo Jakarta. Mortalitas dari kondisi ini dalam beberapa decade ini dapat dikurangi dengan peningkatan dalam diagnosis, perawatan intensif neonatus, tekhnik pembedahan dan diagnosis dan penatalaksanaan HD dengan enterokolitis.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi: Penyakit hirschprung dikarakteristikan sebagai tidak adanya sel ganglion di pleksus myenterikus (auerbachs) dan submukosa (meissners).

Gambar 1. Hirschsprung Disease

2.2 Insidensi: Penyakit hirschprung dapat terjadi dalam 1:5000 kelahiran. Risiko tertinggi terjadinya Penyakit hirschprung biasanya pada pasien yang mempunyai riwayat keluarga Penyakit hirschprung dan pada pasien penderita Down Syndrome.1,4 Rectosigmoid paling sering terkena sekitar 75% kasus, flexura lienalis atau colon transversum pada 17% kasus. Anak kembar dan adanya riwayat keturunan meningkatkan resiko terjadinya penyakit hirschsprung. Laporan insidensi tersebut bervariasi sebesar 1.5 sampai 17,6% dengan 130 kali lebih tinggi pada anak laki dan 360 kali lebih tinggi pada anak perempuan. Penyakit hirschsprung lebih sering terjadi secara diturunkan oleh ibu aganglionosis dibanding oleh ayah. Sebanyak 12.5% dari kembaran pasien mengalami aganglionosis total pada colon (sindroma ZuelzerWilson). Salah satu laporan menyebutkan empat keluarga dengan 22 pasangan kembar yang terkena yang kebanyakan mengalami long segment aganglionosis

2.3 Etiologi Penyakit Hirschsprung disebabkan karena kegagalan migrasi sel-sel saraf parasimpatis myentericus dari cephalo ke caudal. Sehingga sel ganglion selalu tidak ditemukan dimulai dari anus dan panjangnya bervariasi keproksimal. 2.4 Embriologi Mulai terbentuk pada kehidupan mudigah 7 somit (22 hari) sebagai akibat dari pelipatan mudigah ke arah cephalo caudal dan lateral, sehingga rongga yang dibatasi entoderm sebagian tercakup ke dalam mudigah dan membentuk usus sederhana. Pada bagian kepala dan ekor mudigah, usus sederhana membentuk tabung buntu masing-masing. Usus sederhana depan (fore gut) Usus sederhana belakang (hind gut) Diantaranya usus sederhana tengah (mid gut) yang untuk sementara tetap berhubungan dengan kandung kuning telur.

Gambar 2. Embriologi saluran cerna

Oesopagus Ketika mudigah berumur 4 minggu, muncul diverticulum pada dinding ventral usus sederhana depan yang disebut (diverticulum tracheo bronchiale). Diverticulum ini berangsur-angsur dipisahkan dari bagian dorsal fore gut melalui septum oesopago tracheale. Dengan cara ini usus sederhana depan terbagi atas : Bagian ventral : primordium pernafasan Bagian dorsal : oesopagus Lambung Pertumbuhan lambung mulai pada minggu ke-4 sebagai suatu pelebaran usus depan yang berbentuk kumparan. Minggu-minggu berikutnya kedudukannya sangat berubah akibat perbedaan kecepatan pertumbuhan pada berbagai dindingnya dan perubahan kedudukan alat-alat disekitarnya Perubahan kedudukan lambung karena ia berputar sekitar sumbu memanjang dan sumbu antero posterior. Hati dan Kandung Empedu Terbentuk pada pertengahan minggu ke tiga sebagai epitel entoderm pada ujung distal fore gut. Pertumbuhan ini dikenal sebagi diverticulum hepatis (tunas hati). Tunas hati terdiri atas berkas-berkas sel yang berproliferasi dengan cepat dan menempus septum transversum yaitu lempeng mesoderm. Sementara sel-sel hati menembus septum transversum, hubungan tunas hati dan duodenum menyempit. Dengan ini terbentuk saluran empedu. Dari saluran empedu, terbentuk tonjolan ke ventral yang menghasilkan kandung empedu dan ductus cysticus. Perkembangan Usus Sederhana Tengah (mid gut) Perkembangan usus tengah ditandai oleh cepat memanjangnya usus dan mesenteriumnya, sehingga terbentuk jerat usus primer. Pada puncaknya jerat ini

tetap berhubungan dengan kandung telur melalui ductus vitellinus yang sempit. Bagian cranial jerat usus akan membentuk : Bagian distal duodenum, Yeyenum, Ileum (sebagian) Bagian Caudal jerat usus akan membentuk: Bagian bawah ileum, Caecum, Appendix, Colon ascenden, 2/3 proksimal colon transfersum Perkembangan usus sederhana belakang Usus sederhana belakang membentuk : 1/3 distal colon transversum, Colon ascendens, Sigmoid, Rectum Batas atas canalis analis Bagian usus sederhana belakang bermuara kedalam cloaka (suatu rongga yang di lapisi entoderm yang berhubungan langusung dengan entoderm permukaan). Pada pertemuan antara entoderm dan ektoderm terbentuk membrana cloacalis. Pada perkembangan selanjutnya tumbuh septum urorectal pada sudut antara alantois dan usus belakang. Sekat ini berlanjut tumbuh ke caodal sambil membagi cloaka menjadi : Sinus urogenitalis sederhana (depan) , Canalis anorectalis (belakang). Ketika mudigah berumur 7 minggu, septum urorectal mencapai membran cloacalis yang akan terbagi menjadi : Membran analis, Membran urogenitalis, Membran analis dikelilingi oleh tonjolan-tonjolan mesenchim. Pada minggu ke 8 selaput ini ditemukan pada dasar lekukan ektoderm yang akan menjadi lobang anus atau proktodium. Dalam minggu ke 9, membran analis koyak dan terbentuklah jalan terbuka antara rektum dan dunia luar. Bagian atas canalis analis berasal dari entoderm dan didarahi oleh A.mesenterica inferior. Bagian bawah (1/3 bawah) berasal dari ektoderm dan didarahi oleh A.pudenda interna. Pertemuan keduanya disebut linea dentata atau linea pertinatum. Secara embriologik , kolon kanan berasal dari usus tengah, sedangkan kolon kiri sampai dengan rectum berasal dari usus belakang. Dalam perkembangan embriologik kadang terjadi gangguan rotasi usus embrional sehingga kolon

kanan dan sekum mempunyai mesenterium yang bebas. Keadaan ini memudahkan terjadinya putaran atau volvulus sebagian besar usus yang sama halnya dapat terjadi dengan mesenterium yang panjang pada kolon sigmoid dengan radiksnya yang sempit. 2.5 Anatomi dan fisiologi colon

Gambar 3. Persyarafan usus

Usus besar merupakan tabung muscular berongga dengan panjang sekitar 5 kaki (sekitar 1,5 m) yang terbentang dari sekum sampai kanalis ani. Diameter usus besar lebih besar daripada usus kecil. Rata-rata sekitar 2,5 inchi (sekitar 6,5 cm), tetapi makin dekat anus diameternya makin kecil. Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon, dan rektum. Pada sekum terdapat katup ileosekal dan apendiks yang melekat pada ujung sekum. Sekum menempati sekitar dua atau tiga inci pertama dari usus besar. Katup ileosekal mengontrol aliran kimus dari ileum ke sekum. Kolon dibagi lagi menjadi kolon ascendens, transversum, descendens, dan sigmoid. Tempat dimana kolon membentuk kelokan tajam yaitu pada abdomen kanan dan kiri atas berturut-turut dinamakan fleksura hepatika dan

fleksura lienalis. Kolon sigmoid mulai setinggi krista iliaka dan berbentuk suatu lekukan berbentuk S. Lekukan bagian bawah membelok ke kiri waktu kolon sigmoid bersatu dengan rektum. Rektum terbentang dari kolon sigmoid sampai dengan anus. Satu inci terakhir dari rektum terdapat kanalis ani yang dilindungi oleh sfingter ani eksternus dan internus. Panjang rektum sampai kanalis ani adalah 5,9 inci. Dinding kolon terdiri dari empat lapisan yaitu tunika serosa, muskularis, tela submukosa, dan tunika mukosa akan tetapi usus besar mempunyai gambarangambaran yang khas berupa: lapisan otot longitudinal usus besar tidak sempurna tetapi terkumpul dalam tiga pita yang disebut taenia koli yang bersatu pada sigmoid distal. Panjang taenia lebih pendek daripada usus sehingga usus tertarik dan berkerut membentuk kantong-kantong kecil yang disebut haustra. Pada taenia melekat kantong-kantong kecil peritoneum yang berisi lemak yang disebut apendices epiploika. Lapisan mukosa usus besar lebih tebal dengan kriptus lieberkuhn terletak lebih dalam serta mempunyai sel goblet lebih banyak daripada usus halus. Vaskularisasi usus besar diatur oleh arteri mesenterika superior dan inferior. Arteri mesenterika superior memvaskularisasi kolon bagian kanan (mulai dari sekum sampai dua pertiga proksimal kolon transversum). Arteri mesenterika superior mempunyai tiga cabang utama yaitu arteri ileokolika, arteri kolika dekstra, dan arteri kolika media. Sedangkan arteri mesenterika inferior memvaskularisasi kolon bagian kiri (mulai dari sepertiga distal kolon transversum sampai rektum bagian proksimal). Arteri mesenterika inferior mempunyai tiga cabang yaitu arteri kolika sinistra, arteri hemorroidalis superior, dan arteri sigmoidea. Vaskularisasi tambahan daerah rektum diatur oleh arteria sakralis media dan arteria hemorroidalis inferior dan media. Aliran balik vena dari kolon dan rektum superior melalui vena mesenterika superior dan inferior serta vena hemorroidalis superior, yaitu bagian dari sistem portal yang mengalirkan darah ke hati. Vena hemorroidalis media dan inferior mengalirkan darah ke vena iliaka dan merupakan bagian dari sirkulasi sistemik. Ada anastomosis antara vena hemorroidalis superior, media, dan inferior sehingga peningkatan tekanan portal dapat mengakibatkan aliran balik ke dalam vena-vena ini dan mengakibatkan hemorroid. Aliran pembuluh limfe kolon mengikuti arteria regional ke limfenodi preaorta pada pangkal arteri mesenterika superior dan inferior. Aliran balik pembuluh limfe melalui sistrna kili yang bermuara ke dalam sistem vena pada sambungan vena subklavia dan jugularis sinistra. Hal ini

menyebabkan metastase karsinoma gastrointestinal bisa ada dalam kelenjar limfe leher (kelenjar limfe virchow). Aliran balik pembuluh limfe rektum mengikuti aliran pembuluh darah hemorroidalis superior dan pembuluh limfe kanalis ani menyebar ke nodi limfatisi iliaka interna, sedangkan aliran balik pembuluh limfe anus dan kulit perineum mengikuti aliran limfe inguinalis superficialis. Inervasi usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom kecuali sfingter eksternus yang diatur secara voluntar. Serabut parasimpatis berjalan melalui saraf vagus ke bagian tengah kolon transversum, dan saraf pelvikus yang berasal dari daerah sakral mensuplai bagian distal. Serabut simpatis yang berjalan dari pars torasika dan lumbalis medula spinalis melalui rantai simpatis ke ganglia simpatis preortika. Disana bersinaps dengan post ganglion yang mengikuti aliran arteri utama dan berakhir pada pleksus mienterikus (Aurbach) dan submukosa (meissner). Perangsangan simpatis menyebabkan penghambatan sekresi dan kontraksi, serta perangsangan sfingter rektum, sedangkan saraf parasimpatis mempunyai efek yang berlawanan. Kendali usus yang paling penting adalah aktivitas refleks lokal yang diperantarai oleh pleksus nervosus intramural (Meissner dan Aurbach) dan interkoneksinya. Jadi pasien dengan kerusakan medula spinalis maka fungsi ususnya tetap normal, sedangkan pasien dengan penyakit hirschsprung akan mempunyai fungsi usus yang abnormal karena pada penyakit ini terjadi keabsenan pleksus aurbach dan meissner. Rektum memiliki 3 buah valvula: superior kiri, medial kanan dan inferior kiri. 2/3 bagian distal rektum terletak di rongga pelvik dan terfiksasi, sedangkan 1/3 bagian proksimal terletak dirongga abdomen dan relatif mobile. Kedua bagian ini dipisahkan oleh peritoneum reflektum dimana bagian anterior lebih panjang dibanding bagian posterior. Saluran anal (anal canal) adalah bagian terakhir dari usus, berfungsi sebagai pintu masuk ke bagian usus yang lebih proximal; dikelilingi oleh sphincter ani (eksternal dan internal) serta otot-otot yang mengatur pasase isi rektum ke dunia luar. Sphincter ani eksterna terdiri dari 3 sling : atas, medial dan depan . Persarafan motorik spinchter ani interna berasal dari serabut saraf simpatis (N. hipogastrikus) yang menyebabkan kontraksi usus dan serabut saraf parasimpatis (N. splanknicus) yang menyebabkan relaksasi usus. Kedua jenis serabut saraf ini membentuk pleksus rektalis. Sedangkan muskulus levator ani dipersarafi oleh N.

10

sakralis III dan IV. Nervus pudendalis mempersarafi sphincter ani eksterna dan m.puborektalis. Saraf simpatis tidak mempengaruhi otot rektum. Defekasi sepenuhnya dikontrol oleh N. splanknikus (parasimpatis). Akibatnya kontinensia sepenuhnya dipengaruhi oleh N. pudendalis dan N. splanknikus pelvik (saraf parasimpatis). Sistem saraf otonomik intrinsik pada usus terdiri dari 3 pleksus : 1. Pleksus Auerbach : terletak diantara lapisan otot sirkuler dan longitudinal 2. Pleksus Henle : terletak disepanjang batas dalam otot sirkuler 3. Pleksus Meissner : terletak di sub-mukosa

Gambar 4. Lapisan usus

Pada penderita penyakit Hirschsprung, tidak dijumpai ganglion pada ketiga pleksus tersebut. 2.5. Patogenesis: Kelainan pada penyakit ini berhubungan dengan spasme pada distal colon dan sphincter anus internal sehingga terjadi obstruksi. Maka dari itu bagian yang abnormal akan mengalami kontraksi di segmen bagian distal sehingga bagian

11

yang normal akan mengalami dilatasi di bagian proksimalnya. Bagian aganglionik selalu terdapt dibagian distal rectum. Dasar patofisiologi dari HD adalah tidak adanya gelombang propulsive dan abnormalitas atau hilangnya relaksasi dari sphincter anus internus yang disebabkan aganglionosis, hipoganglionosis atau disganglionosis pada usus besar. Hipoganglionosis Pada proximal segmen dari bagian aganglion terdapat area hipoganglionosis. Area tersebut dapat juga merupakan terisolasi. Hipoganglionosis adalah keadaan dimana jumlah sel ganglion kurang dari 10 kali dari jumlah normal dan kerapatan sel berkurang 5 kali dari jumlah normal. Pada colon inervasi jumlah plexus myentricus berkurang 50% dari normal. Hipoganglionosis kadang mengenai sebagian panjang colon namun ada pula yang mengenai seluruh colon. Imaturitas dari sel ganglion Sel ganglion yang imatur dengan dendrite yang kecil dikenali dengan pemeriksaan LDH (laktat dehidrogenase). Sel saraf imatur tidak memiliki sitoplasma yang dapat menghasilkan dehidrogenase. Sehingga tidak terjadi diferensiasi menjadi sel Schwanns dan sel saraf lainnya. Pematangan dari sel ganglion diketahui dipengaruhi oleh reaksi succinyldehydrogenase (SDH). Aktivitas enzim ini rendah pada minggu pertama kehidupan. Pematangan dari sel ganglion ditentukan oleh reaksi SDH yang memerlukan waktu pematangan penuh selama 2 sampai 4 tahun. Hipogenesis adalah hubungan antara imaturitas dan hipoganglionosis. Kerusakan sel ganglion Aganglionosis dan hipoganglionosis yang didapatkan dapat berasal dari vaskular atau nonvascular. Yang termasuk penyebab nonvascular adalah infeksi Trypanosoma cruzi(penyakit Chagas), defisiensi vitamin B1, infeksi kronis seperti Tuberculosis. Kerusakan iskemik pada sel ganglion karena aliran darah yang inadekuat, aliran darah pada segmen tersebut, akibat tindakan pull through secara Swenson, Duhamel, atau Soave.

12

Tipe Hirschsprungs Disease: Hirschsprung dikategorikan berdasarkan seberapa banyak colon yang terkena. Tipe Hirschsprun disease meliputi:

Ultra short segment: Ganglion tidak ada pada bagian yang sangat kecil dari rectum. Short segment: Ganglion tidak ada pada rectum dan sebagian kecil dari colon. Long segment: Ganglion tidak ada pada rectum dan sebagian besar colon. Very long segment: Ganglion tidak ada pada seluruh colon dan rectum dan kadang sebagian usus kecil.

Gambar 5. Anatomi usus

13

2.6. Diagnosis 2.6.1. Anamnesis Diagnosis penyakit ini dapat dibut berdasarkan adanya konstipasi pada neonatus. Gejala konstipasi yang sering ditemukan adalah terlambatnya mekonium untuk dikeluarkan dalam waktu 48 jam setelah lahir. Tetapi gejala ini biasanya ditemukan pada 6% atau 42% pasien. Gejala lain yang biasanya terdapat adalah: distensi abdomen, gangguan pasase usus, poor feeding, vomiting. Apabila penyakit ini terjdi pada neonatus yang berusia lebih tua maka akan didapatkan kegagalan pertumbuhan. Hal lain yang harus diperhatikan adalah jika didapatkan periode konstipasi pada neonatus yang diikuti periode diare yang massif kita harus mencurigai adanya enterokolitis. Pada bayi yang lebih tua penyakit hirschsprung akan sulit dibedakan dengan kronik konstipasi dan enkoperesis. Faktor genetik adalah faktor yang harus diperhatikan pada semua kasus. Pemeriksaan barium enema akan sangat membantu dalam menegakkan diagnosis. Akan tetapi apabila barium enema dilakukan pada hari atau minggu awal kelahiran maka zone transisi akan sulit ditemukan. Penyakit hirschsprung klasik ditandai dengan adanya gambaran spastic pada segmen distal intestinal dan dilatasi pada bagian proksimal intestinal.

2.6.2. Gejala klinik

Gambar 6. Distensi perut

Pada bayi yang baru lahir, kebanyakan gejala muncul 24 jam pertama kehidupan. Dengan gejala yang timbul: distensi abdomen dan bilious emesis. Tidak keluarnya mekonium pada 24 jam pertama kehidupan merupakan tanda yang signifikan mengarah pada diagnosis ini. Pada beberapa bayi yang baru lahir dapat timbul diare yang menunjukkan adanya enterocolitis.

14

Gambar 7. Bilious Vomiting

Pada anak yang lebih besar, pada beberapa kasus dapat mengalami kesulitan makan, distensi abdomen yang kronis dan ada riwayat konstipasi. Penyakit hirschsprung dapat juga menunjukkan gejala lain seperti adanya periode obstipasi, distensi abdomen, demam, hematochezia dan peritonitis. Kebanyakan anak-anak dengan hirschsprung datang karena obstruksi intestinal atau konstipasi berat selama periode neonatus. Gejala kardinalnya yaitu gagalnya pasase mekonium pada 24 jam pertama kehidupan, distensi abdomen dan muntah. Beratnya gejala ini dan derajat konstipasi bervariasi antara pasien dan sangat individual untuk setiap kasus. Beberapa bayi dengan gejala obstruksi intestinal komplit dan lainnya mengalami beberapa gejala ringan pada minggu atau bulan pertama kehidupan.

15

Gambar 8. Mekonium

Beberapa mengalami konstipasi menetap, mengalami perubahan pada pola makan, perubahan makan dari ASI menjadi susu pengganti atau makanan padat. Pasien dengan penyakit hirschsprung didiagnosis karena adanya riwayat konstipasi, kembung berat dan perut seperti tong, massa faeses multipel dan sering dengan enterocolitis, dan dapat terjadi gangguan pertumbuhan. Gejala dapat hilang namun beberapa waktu kemudian terjadi distensi abdomen. Pada pemeriksaan colok dubur sphincter ani teraba hipertonus kemudian menyemprotkan feses ketika dicabut dan rektum biasanya kosong. Umumnya diare ditemukan pada bayi dengan penyakit hirschsprung yang berumur kurang dari 3 bulan. Harus dipikirkan pada gejala enterocolitis dimana merupakan komplikasi serius dari aganglionosis. Bagaimanapun hubungan antara penyakit hirschsprung dan enterocolitismasih belum dimengerti. Dimana beberapa ahli berpendapat bahwa gejala diare sendiri adalah enterocolitis ringan.

16

Enterocolitis terjadi pada 12-58% pada pasien dengan penyakit hirschsprung. Hal ini karena stasis feses menyebabkan iskemia mukosal dan invasi bakteri juga translokasi. Disertai perubahan komponen musin dan pertahanan mukosa, perubahan sel neuroendokrin, meningkatnya aktivitas prostaglandin E1, infeksi oleh Clostridium difficile atau Rotavirus. Patogenesisnya masih belum jelas dan beberapa pasien masih bergejala walaupun telah dilakukan colostomy. Enterocolitis yang berat dapat berupa toxic megacolon yang mengancam jiwa. Yang ditandai dengan demam, muntah berisi empedu, diare yang menyemprot, distensi abdominal, dehidrasi dan syok. Ulserasi dan nekrosis iskemik pada mukosa yang berganglion dapat mengakibatkan sepsis dan perforasi. Hal ini harus dipertimbangkan pada semua anak dengan enterocolisis necrotican. Perforasi spontan terjadi pada 3% pasien dengan penyakit hirschsprung. Ada hubungan erat antara panjang colon yang aganglion dengan perforasi. 2.6.3. Pemeriksaan penunjang : Diagnostik utama pada penyakit hirschprung adalah dengan pemeriksaan: 1. Barium enema Pada pasien penyakit hirschprung spasme pada distal rectum memberikan gambaran seperti kaliber/peluru kecil jika dibandingkan colon sigmoid yang proksimal. Identifikasi zona transisi dapat membantu diagnosis penyakit hirschprung. Segmen aganglion biasanya berukuran normal tapi bagian proksimal usus yang mempunyai ganglion mengalami distensi sehingga pada gambaran radiologis terlihat zona transisi. Dilatasi bagian proksimal usus memerlukan waktu, mungkin dilatasi yang terjadi ditemukan pada bayi yang baru lahir. Radiologis konvensional menunjukkan berbagai macam stadium distensi usus kecil dan besar. Ada beberapa tanda dari penyakit Hirschsprung yang dapat ditemukan pada pemeriksaan barium enema, yang paling penting adalah zona transisi. Posisi pemeriksaan dari lateral sangat penting untuk melihat dilatasi dari rektum secara lebih optimal. Retensi dari barium pada 24 jam dan disertai distensi dari kolon ada tanda yang penting tapi tidak spesifik. Enterokolitis pada Hirschsprung dapat didiagnosis dengan foto polos abdomen yang ditandai dengan adanya kontur irregular dari kolon yang berdilatasi yang disebabkan oleh oedem, spasme, ulserase dari dinding intestinal. Perubahan

17

tersebut dapat terlihat jelas dengan barium enema. Nilai prediksi biopsi 100% penting pada penyakit Hirschsprung jika sel ganglion ada. Tidak adanya sel ganglion, perlu dipikirkan ada teknik yang tidak benar dan dilakukan biopsi yang lebih tebal. Diagnosis radiologi sangat sulit untuk tipe aganglionik yang long segmen , atau sering terjadi pada seluruh colon. Tidak ada zona transisi pada sebagian besar kasus dan kolon mungkin terlihat normal/dari semula pendek/mungkin mikrokolon. Pada neonatus dengan gejala ileus obstruksi yang tidak dapat dijelaskan. Biopsi rectal sebaiknya dilakukan. Penyakit hirschsprung harus dipikirkan pada semua neonatus dengan berbagai bentuk perforasi spontan dari usus besar/kecil atau semua anak kecil dengan appendicitis selama 1 tahun.

Gambar 9. Radiologi Hirchsprung

2. Anorectal manometry Dapat digunakan untuk mendiagnosis penyakit hirschsprung, gejala yang ditemukan adalah kegagalan relaksasi sphincter ani interna ketika rectum dilebarkan dengan balon. Keuntungan metode ini adalah dapat segera dilakukan dan pasien bisa langsung pulang karena tidak dilakukan anestesi umum. Metode ini lebih sering dilakukan pada pasien yang lebih besar dibandingkan pada neonatus.

18

3. Biopsy rectal Merupakan gold standard untuk mendiagnosis penyakit hirschprung. Pada bayi baru lahir metode ini dapat dilakukan dengan morbiditas minimal karena menggunakan suction khusus untuk biopsy rectum. Untuk pengambilan sample biasanya diambil 2 cm diatas linea dentate dan juga mengambil sample yang normal jadi dari yang normal ganglion hingga yang aganglionik. Metode ini biasanya harus menggunakan anestesi umum karena contoh yang diambil pada mukosa rectal lebih tebal. 2.7. Diagnosis Banding Diagnosis banding dari Hirschprung harus meliputi seluruh kelainan dengan obstruksi pada distal usus kecil dan kolon, meliputi:

Meconium ileus Jejunoileal atresia Colonic atresia Intussusception NEC

2.8 Tatalaksana Terapi terbaik pada bayi dan anak dengan Hirschsprung tergantung dari diagnosis yang tepat dan penanganan yang cepat. Keputusan untuk melakukan Pulltrough ketika diagnosis ditegakkan tergantung dari kondisi anak dan respon dari terapi awal.. Decompresi kolon dengan pipa besar, diikuti dengan washout serial, dan meninggalkan kateter pada rektum harus dilakukan. Antibiotik spektrum luas diberikan, dan mengkoreksi hemodinamik dengan cairan intravena. Pada anak dengan keadaan yang buruk, perlu dilakukan colostomy Diagnosis dari penyakit hirschsprung pada semua kasus membutuhkan pendekatan pembedahan klinik terdiri dari prosedur tingkat multipel. Hal ini termasuk kolostomi pada neonatus, diikuti dengan operasi pull-through definitif setelah berat badan anak >5 kg (10 pon). Ada 3 pilihan yang dapat digunakan, untuk setiap prosedurnya, prinsip dari pengobatan termasuk menentukan lokasi dari usus di mana zona transisi antara usus ganglionik dan aganglionik, reseksi

19

bagian yang aganglionik dari usus dan melakukan anastomosis dari daerah ganglionik ke anus atau bantalan mukosa rektum. Dewasa ini ditunjukkan bahwa prosedur pull-through primer dapat dilakukan secara aman bahkan pada periode neonatus. Pendekatan ini mengikuti prinsip terapi yang sama seperti pada prosedur bertingkat melindungi pasien dari prosedur pembedahan tambahan. Banyak dokter bedah melakukan diseksi intra abdominal menggunakan laparoskop. Cara ini terutama banyak pada periode neonatus yang dapat menyediakan visualisasi pelvis yang baik. Pada anak-anak dengan distensi usus yang signifikan adalah penting untuk dilakukannya periode dekompresi menggunakan rectal tube jika akan dilakukan single stage pullthrough. Pada anak-anak yang lebih tua dengan kolon hipertrofi, distensi ekstrim, kolostomi dilakukan dengan hati-hati sehingga usus dapat dekompresi sebelum dilakukan prosedur pull-through. Namun, harus ditekankan, tidak ada batas umur pada prosedur pull-through. Dari ketiga prosedur pull-through yang dilakukan pada penyakit Hirschsprung yang pertama adalah prosedur Swenson. Pada operasi ini rektum aganglionik diseksi pada pelvis dan dipindahkan ke anus. Kolon ganglionik lalu dianastomosis ke anus melalui pendekatan perineal. Pada prosedur Duhamel, diseksi di luar rektum dibatasi terhadap ruang retrorektal dan kolon ganglionik dianastomosis secara posterior tepat di atas anus. Dinding anterior dari kolon ganglionik dan dinding posterior dari rektum aganglionik dianastomosis menggunakan stappler. Walaupun kedua prosedur ini sangat efektif, namun keterbatasannya adalah adanya kemungkinan kerusakan syaraf parasimpatis yang menempel pada rektum. Untuk mengatasi masalah ini, prosedur Soave menyertakan diseksi seluruhnya dari rektum. Mukosa rektum dipisahkan dari mukosa muskularis dan kolon yang ganglionik dibawa melewati mukosa dan dianastomosis ke anus. Operasi ini dapat dilakukan sepenuhnya dari bawah. Dalam banyak kasus, sangat penting untuk menentukan dimana terdapat usus yang ganglionik. Banyak ahli bedah mempercayai bahwa anastomosis dilakukan setidaknya 5 cm dari daerah yang sel ganglion terdeteksi. Dihindari dilakukannya pull-through pada zona transisi yang berhubungan dengan tingginya angka komplikasi karena tidak adekuatnya pengosongan segmen usus yang aganglionik. Sekitar 1/3 pasien yang di pull-through pada zona transisi akan membutuhkan reoperasi.

20

Komplikasi utama dari semua prosedur diantaranya enterokolitis post operatif, konstipasi dan striktur anastomosis. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, hasil jangka panjang dengan menggunakan 3 prosedur sebanding dan secara umum berhasil dengan baik bila ditangani oleh tangan yang ahli. Ketiga prosedur ini juga dapat dilakukan pada aganglionik kolon total dimana ileum digunakan sebagai segmen yang di pull-through. Beberapa metode operasi biasa digunakan dalam penatalaksanaan penyakit hirschsprung: Secara klasik, dengan melakukan insisi di bagian kiri bawah abdomen kemudian dalakukan identifikasi zona transisi dengan melakukan biopsy seromuskuler. Terapi definitive yang dilakukan pada penyakit hirschprung ada 3 metode: 1. Metode Swenson: pembuangan daerah aganglion hingga batas sphincter ani interna dan dilakukan anastomosis coloanal pada perineum 2. Metode Duhamel: daerah ujung aganglionik ditinggalkan dan bagian yang ganglionik ditarik ke bagian belakang ujung daerah aganglioner. stapler GIA kemudian dimasukkan melalui anus. 3. Teknik Soave: pemotongan mukosa endorectal dengan bagian distal aganglioner. Setelah operasi pasien-pasien dengan penyakit hirschprung biasanya berhasil baik, walaupun terkadang ada gangguan buang air besar. Sehingga konstipasi adalah gejala tersering pada pascaoperasi.

21

Gambar 10. Teknik operasi Hirschprung

Gambar 11. Pasien pre dan pasca operasi

22

BAB III KESIMPULAN

Hirscprung disease (HD) adalaha kelainan congenital dimana tidak dijumpai pleksus Auerbach dan pleksus Meissner pada kolon. Gambaran klinis penyakit hirscprung pada periode neonatal ada trias yang dijumpai, yakni pengeluaran mekonium terlambat (lebih dari 24 jam pertama), muntah berwarna hijau dan distensi abdomen. Sedangkan pada anak lebih besar, gejala jlinis yng menonjol adalah konstipasi kronis dan gizi buruk (fail to thrive), terlihat gerakan peristaltic usus di dinding abdomen, riwayat BAB yang tak pernah normal, letargis, demam yang tidak terlalu tinggi, nafsu makan menurun, diare, distensi abdomen yang berat, feses berbau busuk. Pemeriksaan radiologi merupakan pemeriksaan yang penting hirscprung. Pada foto polos abdomen ditemukan gambaran obstruksi usus letak rendah, meski pada bayi sulit untuk membedakan usus halus dan besar. Pemeriksaan yang merupakan standar dalam menegakan hirscprung adalah barium enema diaman akan dijumpai 3 tanda khas : 1. Tampak daerah penyempitan di bagian rectum proksimal yang panjangnya bervariasi. 2. Terdapat daerah transisi, terlihat di proksimal daerah sempat ke daerah dilatasi. 3. Terdapat pelebaran lumen di proksimal daerah transisi Penatalaksanaan hirscprung adalah tindakan opertaif dengan prognosis umumnya, lebi dari 90% pasien menunjukan hasil yang memuaskan

23

Daftar Pustaka

Hackam D.J., Newman K., Ford H.R. 2005. Chapter 38 Pediatric Surgery in: Schwartzs PRINCIPLES OF SURGERY. 8th edition. McGraw-Hill. New York. Page 1496-1498 Sjamsuhidajat R, De Jong Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.2004. Schwartz, Shires, Spencer. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah, Edisi 6. Jakarta : EGC.2000. Ziegler M.M., Azizkhan R.G., Weber T.R. 2003. Chapter 56 Hirschsprung Disease In: Operative PEDIATRIC Surgery. McGraw-Hill. New York. Page 617-640 4. http://digestive.niddk.nih.gov/ddiseases/pubs/hirschsprungs_ez/

Anda mungkin juga menyukai