Anda di halaman 1dari 10

MATERI HAFALAN (HIGHLIGHT KUNING AFA DI SLIDE)

A. KARMA
Karma adalah hukum sebab akibat tentang perbuatan, artinya setiap perbuatan yang dilakukan akan
selalu menghasilkan akibat. Sebagaimana ilustrasi pada gambar disamping, bahwa papan yang
didorong akan mengakibatkan papan yang lain roboh sebagai akibat dari robohnya papan yang
pertama. Dorongan sebagai akibat dari robohnya papan yang pertama. Dorongan sebagai sebab
sedangkan robohnya papan sebagai akibat.
Teori tentang karma merupakan salah satu ajaran dasar dalam agama Buddha. Akan tetapi,
kepercayaan tentang karma telah ada dan lazim di India sebelum munculnya Buddha. Namun
demikian, Buddha-lah yang menjelaskan dan merumuskan ajaran ini dalam bentuk yang lengkap
seperti yang ada sekarang.
B. Apa itu Karma?
Karma (sansekerta) atau Kamma (Pali) berarti tindakan atau perbuatan. Semua tindakan yang
disengaja, baik secara mental, verbal, maupun fisik, dianggap sebagai karma. Hal ini meliputi semua
yang termasuk dalam pikiran, ucapan, dan perbuatan jasmani.
Semua tindakan yang didasari kehendak baik dan buruk disebut karma. Tindakan yang dilakukan
secara tidak sengaja, di luar kemauan atau tanpa disadari, mesikpun secara teknis dinyatakan
perbuatan, namun tidak termasuk karma karena kehendak sebagai faktor terpenting dalam
menentukan karma tidak ada. Buddha menyatakan :
“Aku nyatakan, oh para bikkhu, bahwa kehendak adalah karma. Dengan memiliki kehendak,
seseorang melakukan perbuatan melalui badan jasmani, ucapan dan pikiran” (Anguttara Nikaya
III:415)
Ini berarti semua jenis perbuatan yang baik maupun yang buruk/jahat yang dilakukan oleh pikiran
(mano) saja, atau terwujud dalam perkataan (vaci), maupun jasmani (kaya), yang dilakukan setelah
didahului dengan adanya kehendak, maka disebut dengan kamma.
Hukum alam yang bekerja tentang prinsip sebab dan akibat dari suatu kamma (perbuatan) disebut
dengan Hukum Kamma (Hukum Karma).
Karma tidak hanya berarti perbuatan masa lampau. Karma meliputi perbuatan-perbuatan lampau
dan sekarang. Tetapi juga harus dipahami bahwa kita yang sekarang tidak sepenuhnya merupakan
hasil dari sesuatu yang telah kita lakukan dulu. Kita yang akan dating juga tidak mutlak merupakan
hasil dari apa yang kita lakukan sekarang. Saat sekarang tidak diragukan adalah hasil dari masa
lampau dan akan menentukan masa depan.
C. Karma dan Vipaka
Karma adalah aksi, vipaka adalah reaksi. Bagaikan setiap benda pasti memiliki bayangan, demikian
juga dengan setiap perbuatan yang disertai kehendak pasti diikuti oleh akibat yang bersesuaian.
Karma seperti benih yang memiliki potensi untuk tumbuh. Vipaka dapat dianggap seperti buah yang
muncul pada pohon sebagai akibat atau hasil.
Seperti halnya karma ada yang baik dan yang jahat, demikian pula dengan vipaka (buah atau hasil)
ada yang baik ataupun buruk. Vipaka dialami sebagai kegembiraan, kebahagiaan, ketidakbahagiaan,
atau kesengsaraan, sesuai dengan sifat dari benih karma-nya. Buddha menyatakan dalam Samyutta
Nikaya:
“Sesuai dengan benih yang kita tanam, demikianlah buah yang akan kita petik, Pembuat kebajikan
akan menuai kebahagiaan, Pembuat kejahatan akan menuai kesengsaraan, Taburlah benihnya dan
engkau yang akan merasakan buah daripadanya ” (Samyutta Nikaya I:227).
(SLIDE BERBENTUK GAMBAR)
D. Apa Penyebab Karma
Ketidaktahuan (avijja), tidak mengetahui segala sesuatu sebagaimana adanya adalah penyebab dari
karma. Dalam hukum sebab-akibat yang saling bergantungan (paticcasamuppada), Buddha
mengatakan, Dari ketidaktahuan, timbul bentuk-bentuk karma (avijja paccaya sankhara)” Semua
perbuatan baik yang dilakukan ditunjang oleh tiga akar baik, yaitu tidak serakah (alobha), tidak
membenci (adosa), dan kebijaksanaan (amoha).
Sedangkan perbuatan jahat selalu ditunjang oleh tiga akar kejahatan yaitu keserakahan (lobha)
yang disimbolkan dengan babi, membenci (dosa) yang disimbolkan dengan ular dan kebodohan
batin (moha) disimbolkan dengan ayam.
(BENTUK GAMBAR YANG WAKTU DULU PAK UTOMO JELASIN KE KITA)

E. Mengapa Setiap 0rang Berbeda


Berdasarkan pandangan Buddhis, perbedaan-perbedaan mental, intelektual, moral, dan watak,
sebagian besar bergantung pada perbuatan (karma) masing-masing, baik pada saat lampau
maupun pada saat sekarang.
Meskipun Buddhisme mengaitkan fenomena keberagaman ini dengan karma sebagai
penyebabnya, namun ini tidak berarti segala sesuatu terjadi hanya akibat karma lampau. Sang
Buddha berkata:
“Menurut pandangan ini, oleh karena perbuatannya di masa lampau, seseorang menjadi
pembunuh, pencuri, pendusta, pemfitah, tamak, dengki dan sesat. Oleh sebab itu, bagi mereka
yang berpandangan bahwa perbuatan-perbuatan lampau sebagai satu-satunya penyebab, tidak
akan ada keinginan, usaha maupun kebutuhan untuk melakukan suatu perbuatan, sebaliknya
juga tidak akan ada keinginan, usaha, maupun kebutuhan untuk tidak melakukan suatu
perbuatan.”
Buddha menyangkal kepercayaan yang menyatakan bahwa semua fenomena, Eaik fsik maXpXn
mental disebabkan semata-mata oleh karma masa lampau. Jika kehidupan saat ini dikondisikan
atau dikendalikan sepenuhnya hanya oleh karma masa lampau, karma akan sama dengan
fatalisme, nasib, atau takdir.

F. Klasifikasi Karma
Karma sebagai hukum sebab akibat suatu perbuatan dapat diklasifkasikan menjadi 5 (lima)
kelompok sebagai berikut.
1. Karma Berdasar Jenis
Berdasarkan jenisnya, karma dibagi menjadi 2 (dua) yaitu perbuatan baik dan perbuatan buruk.
Karma berdasarkan jenisnya dapat disajikan seperti bagan di bawah ini.

 Kamma Baik (Pali: kusala kamma; Skt: kushala karma – perbuatan baik/bermanfaat)
yaitu, kamma (perbuatan) yang didasari oleh pikiran yang diliputi oleh ketidakbencian (adosa),
ketidakserakahan (alobha), dan ketidakbodohan batin (amoha). Contoh: berdana, menolong
makhluk yang kesukaran, berkata jujur, bermeditasi, dan sebagainya.

 Kamma Buruk (Pali: kusala kamma; Skt: kushala karma – perbuatan buruk/tidak
bermanfaat)

yaitu, kamma (perbuatan) yang didasari oleh pikiran yang diliputi oleh kebencian (dosa),
keserakahan (lobha), dan kebodohan batin (moha). Contoh: membunuh, mencuri, berbohong,
mabuk-mabukan, dan sebagainya.

2. Karma Berdasar Saluran Terjadinya

Berdasar saluran terjadinya, karma/perbuatan dapat dibagi menjadi 3 (tiga) macam


sebagaimana dalam tabel di bawah ini.

Dari ketiga karma di atas, karma melalui pikiran menjadi faktor utama karena pikiran adalah
pelopor terjadinya suatu perbuatan.

3. Karma berdasar Jangka Waktu Menimbulkan Akibat

Menurut jangka waktunya (Pakakala Catuka) golongan dari Karma ini dapat dibagi dalam empat
jenis sebagai berikut.

a. Dittha Dhammavedaniya-Kamma, yaitu perbuatan yang masak atau membuahkan hasil dalam
kehidupan sekarang. Hal itu disebabkan oleh kehendak yang mudah digerakkan dengan
dorongan hati atau dalam bahasa Pali disebut Javana Cetana yang baik maupun yang buruk.
Javana Cetana menimbulkan perbuatan yang berbuah dalam kehidupan ini juga. Dittha
Dhammavedaniyakamma terbagi dua macam, yaitu:
1) Paripakka Dittha Dhammavedaniya-Kamma adalah Perbuatan yang telah dilakukan
akan memberikan hasil/akibat dalam waktu 7 (tujuh) hari dengan pasti. Contoh dalam
Sutta menceritakan ada seorang miskin yang bernama Maha Duggata memberi dana
makanan kepada Kassapa Samma Sammbuddha, setelah selesai berdana, dalam waktu
7 (tujuh) hari kaya raya. Demikian juga dengan seorang miskin yang bemama Punna,
memberikan dana makanan kepada Sariputta Maha Thera setelah berdana menjadi
kaya raya dalam waktu 7 (tujuh) hari.

2) Aparipakka Dittha Dhammavedaniya-Kamma adalah perbuatan yang telah dilakukan


akan memberikan hasil/akibat setelah lewat 7 (tujuh) hari. Contoh : Jika berbuat
kebaikan atau kejahatan dalam usia muda, akan dipetik hasil dalam usia muda atau usia
tua dalam kehidupan sekarang ini juga.

b. Uppajjavedaniya-Kamma, perbuatan yang telah dilakukan akan masak atau memberikan hasil
dalam kehidupan yang akan datang, dalam kehidupan ke-2 (dua).

c. Aparaparavedaniya-Kamma, yaitu perbuatan yang telah dilakukan akan masak atau


memberikan hasil/ akibat dalam kehidupan berikutnya berturut-turut, yaitu dalam kehidupan
yang ke-3 (tiga) dan seterusnya.

d. Ahosi-Kamma, yaitu perbuatan yang telah dilakukan tetapi tidak akan memberikan akibat
karena masanya telah habis atau akibatnya tidak efektif. Contoh: Yang Ariya Angulimala Thera,
sebelum menjadi anggota Sangha pernah menjadi penjahat dan lelah membunuh ratusan
orang. Setelah beliau berjumpa Buddha dan menjadi Bhikkhu, beliau sangat tekun
melaksanakan meditasi, dan akhirnya mencapai tingkat Arahat. Jadi, kejahatan beliau yang
membunuh ratusan orang itu menjadi Ahosi-Kamma.

Karma berdasar jangka waktu menimbulkan akibat dapat disajikan seperti bagan di bawah ini.

4. Karma Berdasar Kualitas Akibatnya


Dalam hal ini, suatu perbuatan dihubungkan dengan peranannya dalam menghasilkan akibat
yang terdiri atas empat macam sebagai berikut.

a. Janaka-kamma, yaitu perbuatan yang mengondisikan timbulnya suatu syarat untuk


kelahiran makhluk-makhluk. Tugas dari Janaka-kamma adalah melahirkan Nama-Rupa.
Janaka-kamma melaksanakan Punarbahava, yaitu kelahiran kembali dari makhluk-makhluk
di 31 alam kehidupan (lapisan kesadaran) sebelum mereka mencapai pembebasan Arahat.
Contoh: Kelahiran di alam manusia dalam kondisi keluarga yang berkecukupan dan bahagia,
atau di alam binatang dengan keterbatasan fisik.
b. Upatthambaka-kamma, yaitu perbuatan yang mendorong terpeliharannya suatu akibat dari
suatu sebab yang telah timbul. Hal mendorong kusala atau akusala-kamma yang telah agar
tetap berlaku. Kamma ini membantu Janaka Kamma, yaitu :
 Membantu memberikan waktu untuk menimbulkan hasil/akibat dari Janaka Kamma
yang belum memiliki waktu untuk menimbulkan hasil.
 Membantu memberikan kekuatan untuk menimbulkan hasil secara sempurna dari
Janaka Kamma yang sedang memiliki waktu menimbulkan hasil.
 Membantu Rupa-Nama (Jasmani-Batin) yang dilahirkan Janaka Kamma menjadi maju
dan bertahan lama.

Contoh: Kondisi fisik menjadi lemah karena didukung dengan kurangnya gizi yang baik
akibat terlahir di keluarga kurang mampu. Sebaliknya, kondisi fisik menjadi bugar karena
didukung dengan adanya asupan gizi yang baik karena terlahir di keluarga yang mampu.

c. Upapilaka-kamma, yaitu perbuatan yang menghambat akibat dari perbuatan yang telah
timbul. Kamma ini menyelaraskan hubungan antara kusala-kamma dengan akusala-kamma.
Kamma ini menekan Janaka Kamma agar:
 tidak memiliki waktu untuk menimbulkan hasil.
 yang telah memiliki waktu untuk menimbulkan hasil akhirnya mempunyai kekuatan
menurun.
 menekan Rupa-Nama (Jasmani-Batin) yang ditimbulkan oleh Janaka Kamma.
Contoh: Meskipun terlahir di alam binatang, namun mendapatkan kebutuhan hidup yang
layak karena dirawat oleh seseorang. Sebaliknya, meskipun terlahir di alam manusia, namun
tidak mendapatkan kebutuhan hidup yang layak.
d. Upaghataka-kamma, yaitu perbuatan yang akan meniadakan atau menghancurkan suatu
akibat yang telah timbul dan menyuburkan kamma yang baru. Secara ringkas, karma
berdasarkan sifat bekerjanya dapat digambarkan seperti bagan di bawah ini.
Contoh: Seseorang terlahir di keluarga yang mampu sebagai hasil dari kamma baik, namun
karena ia melakukan korupsi akhirnya ia di penjara dan kehilangan harta dan
kebahagiaannya. Sebaliknya, seseorang terlahir di keluarga yang kekurangan sebagai hasil
dari kamma buruk, namun karena jujur akhirnya ia mendapatkan pekerjaan yang layak dan
mampu meningkatkan kehidupannya
Selanjutnya, karma berdasar kualitas akibatnya dibagi menjadi 4 (empat) macam seperti berikut.
a. Garuka Kamma, adalah perbuatan yang berat dan bermutu. Akibatnya, dapat timbul dalam waktu
satu kehidupan atau kehidupan berikutnya. Garuka Kamma dibagi menjadi 2 (dua).
1) Akusala Garuka Kamma adalah perbuatan buruk yang akibatnya sangat berat terdiri dari
dua macam yaitu Niyatamicchaditthi, artinya pandangan yang salah, suatu alasan yang
mengganggap yang salah adalah benar dan yang benar diartikan salah dan Pancanantariya-
kamma, yaitu 5 perbuatan durhaka seperti membunuh ayah, membunuh ibu, membunuh
seorang Arahat, melukai seorang Buddha, memecah belah Sangha. Mereka yang melakukan
salah satu dari 5 perbuatan durhaka di atas, setelah meninggal akan lahir di alam Apaya
(duka/rendah), yaitu alam neraka, binatang, setan dan raksasa. Kusala-garuka-kamma, adalah
perbuatan bermutu”, yaitu dengan bermeditasi hingga mencapai tingkat kesadaran jhana. Ia
akan dilahirkan di alam surga atau alam kehidupan yang tinggi, yang berbentuk atau tanpa
bentuk (16 rupa-bhumi dan 4 arupabhumi).
2) Asanna-kamma adalah perbuatan baik dan jahat yang dilakukan oleh seseorang, sebelum
saat ajalnya, perbuatan dapat dilakukan dengan lahir dan batin. Misalnya, memikirkan
perbuatan baik atau jahat yang telah dilakukan di masa lalu. Jadi mempunyai pikiran yang baik
di kala akan meninggal merupakan hal yang penting, yang akan menentukan bentuk
kehidupan berikutnya menjadi lebih baik. Asanna-kamma berlaku apabila tidak melakukan
garuka-kamma.
3) Acinna-kamma atau Bahula-kamma adalah perbuatan yang merupakan kebiasaan bagi
seseorang karena sering dilakukan sehingga seolah-olah merupakan watak baru.
4) Katatta-kamma adalah perbuatan yang tidak begitu berat dirasakan akibatnya dari
perbuatan-perbuatan yang lampau. Bila seseorang tidak berbuat Garukakamma, Asanna-
kamma atau Acinna-kamma, maka yang menentukan bentuk kehidupan berikutnya adalah
katatta-kamma, yaitu kamma yang ringan-ringan, yang pernah diperbuat dalam hidupnya.

Secara ringkas, Karma berdasar kualitas akibatnya dapat digambarkan seperti di bawah ini.
KALO MAU JADI MATERI TAMBAHAN TAPI COBA DIPIKIRKAN BAIKBAIK LAGI SOBAT;”)

Pandangan-Pandangan Keliru Mengenai Kamma

1. Kamma hanya dianggap sebagai hal yang buruk saja

Pandangan ini beranggapan bahwa kamma atau karma sebagai sesuatu yang buruk yang menimpa
seseorang yang telah melakukan perbuatan buruk. Pandangan keliru (miccha ditthi) ini terjadi karena
kurangnya pemahaman mengenai arti dari kamma sebagai perbuatan dan kamma vipaka sebagai
hasil perbuatan. Kamma yang berarti perbuatan sedangkan hasilnya disebut vipaka, tidak hanya
berhubungan dengan perbuatan buruk atau pun akibat buruk semata, tetapi juga perbuatan baik
atau pun akibat yang baik. Kamma vipaka (hasil perbuatan) tidak hanya berkaitan dengan hal-hal
yang buruk tetapi juga hal-hal yang baik yang dialami oleh seseorang. Contoh: seseorang gemar
berdana sehingga ia dihormati oleh setiap orang. Gemar berdana adalah kamma baik dan dihormati
orang lain merupakan kamma vipaka (hasil perbuatan) yang baik.

2. Kamma vipaka (hasil kamma) dianggap sebagai nasib atau takdir yang tidak bisa diubah

Pandangan ini dikatakan keliru karena jika hal itu terjadi maka seseorang tidak akan dapat bebas dari
penderitaannya. Padahal seseorang dapat mengubah apa yang sedang ia alami. Selain itu, Sri
Buddha telah mengajarkan mengenai Viriya atau semangat membaja yang berguna untuk mengatasi
segala kesulitan. Sebagai contoh, seseorang yang lahir dalam keluarga yang kekurangan (miskin)
karena kamma kehidupan lampau yang buruk yang telah ia lakukan dikehidupan yang lalu, ia dapat
mengubah kondisi yang dialaminya tersebut dengan bekerja keras sehingga ia tidak lagi hidup dalam
kemiskinan.
3. Prinsip kerja hukum kamma adalah mata dibayar mata, nyawa dibayar nyawa

Pandangan ini beranggapan bahwa kamma akan selalu dan pasti menghasilkan bentuk yang sama
dengan hasil perbuatan (kamma vipaka), seperti membunuh maka akan dibunuh, mencuri maka
akan dicuri, menipu maka akan ditipu, dan sebagainya. Pandangan ini keliru karena kamma memiliki
karakter yang dinamis dan tidak lepas dari kondisi-kondisi yang ada (termasuk perkambangan
kondisi batin), sehingga tidak selamanya bentuk dari hasil kamma akan sama dengan bentuk kamma
yang diperbuat. Tetapi yang dapat dipastikan adalah sifatnya, dimana kamma yang sifat buruk pasti
akan menghasilkan hal yang sifatnya juga buruk, kamma baik pasti akan menghasilkan hal yang
sifatnya juga baik.

Dalam Loṇakapalla Sutta[4b] Sri Buddha juga menjelaskan jika prinsip kerja hukum kamma adalah
hasil kamma yang diperoleh seseorang selalu dan pasti sama dengan kamma yang pernah
diperbuatnya, maka tidak akan ada ada kehidupan suci dan tidak ada kesempatan untuk mengakhiri
penderitaan. Dalam sutta tersebut Sri Buddha menyampaikan bahwa dua orang yang melakukan
perbuatan buruk kecil yang sama tetapi keduanya tidak mendapatkan hasil kamma yang sama,
karena keduanya memiliki pengembangan kondisi batin yang berbeda.

Ia yang tidak mengembangkan batin ke arah yang baik maka akan terlahir di neraka untuk menerima
akibat perbuatan buruk kecilnya itu, tetapi ia yang mengembangkan batin ke arah yang baik akan
tetap menerima akibat perbuatan buruk kecilnya itu tetapi di kehidupannya sekarang dengan akibat
yang terasa lebih ringan bahkan tidak terasa.

4. Kamma orang tua diwarisi oleh anaknya

Pandangan ini beranggapan bahwa orang tua yang melakukan kamma buruk maka hasilnya (vipaka)
akan di terima oleh anaknya atau keluarga lainnya. Pandangan ini keliru karena prinsip kerja kamma
adalah siapa yang melakukan perbuatan maka ia akan yang menerima hasilnya. “Aku adalah pemilik
kammaku, pewaris kammaku; terlahir dari kammaku, berhubungan dengan kammaku, terlindung
oleh kammaku; apa pun kamma yang telah aku lakukan, baik atau buruk, itulah yang kuwarisi.”[16]
[2b]

Dalam kasus tertentu terlihat sepertinya orang tua yang melakukan kamma buruk dan anaknya yang
mengalami penderitaan. Hal ini bukan berarti kamma buruk orang tua diwarisi oleh anaknya, tetapi
ini lebih berarti bahwa kamma buruk orang tua tersebut memicu dan membuat kondisi sehingga
kamma buruk si anak untuk berbuah. Dengan kata lain seseorang akan menerima akibat dari
kammanya sendiri, tetapi kammanya dapat mempengaruhi atau mengondisikan kamma orang lain
untuk berbuah.

5. Kamma kehidupan lampau penentu segalanya yang terjadi di masa sekarang

Pandangan determinisme ini beranggapan bahwa semua yang dialami seseorang pada masa
sekarang, baik kondisi yang baik maupun buruk tidak lain merupakan hasil (vipaka) dari kamma
kehidupan lampau saja. Pandangan ini keliru karena jika hal itu terjadi demikian maka seseorang
hanya akan menjadi ”boneka” yang tidak bisa membebaskan diri dari penderitaan dan akan manjadi
seseorang yang tidak memiliki kewaspadaan dan pengendalian diri. Hal ini telah dibabarkan oleh Sri
Buddha dalam Titthāyatanādi Sutta maupun dalam Sivaka Sutta dan Devadaha Sutta.[7b][8b][9b]

6. Kamma maupun vipaka (hasil kamma) ditentukan oleh tuhan


Pandangan ini beranggapan bahwa semua yang diperbuat dan dialami seseorang pada masa
sekarang, baik hal yang baik maupun buruk tidak lain merupakan kehendak tuhan. Pandangan ini
keliru karena jika hal itu terjadi maka semua perbuatan dan semua yang dialami seseorang tidak lain
hanya merupakan kehendak tuhan, sehingga seseorang tidak memiliki kehendak bebas, hanya akan
menjadi ”boneka” yang tidak bisa membebaskan diri dari penderitaan dan akan menjadi seseorang
yang tidak memiliki kewaspadaan dan pengendalian diri. Hal ini juga telah dibabarkan oleh Sri
Buddha dalam Titthāyatanādi Sutta.

7. Kamma lampau dapat dihilangkan/dihapuskan

Pandangan ini beranggapan bahwa hasil kamma (perbuatan) buruk yang telah dilakukan seseorang,
dapat dihilangkan/dihapuskan. Pandangan ini keliru karena hasil kamma (perbuatan) lampau
tersebut telah dilakukan dan telah terjadi sehingga tidak dapat dihapuskan. Sebagai contoh, Sri
Buddha sendiri tetap menerima hasil dari kamma buruk kehidupan lampau-Nya berupa terlukanya
kaki Beliau karena batu yang digulingkan oleh Devadatta. Jika hasil kamma kehidupan lampau bisa
dihapuskan maka Sri Buddha dengan mudah menghilangkannya dan kaki Beliau tidak akan terluka.

Kamma masa lampau tetap akan menimbulkan hasilnya seperti yang telah dijelaskan oleh Sri Buddha
dalam Loṇakapalla Sutta[4c] dengan menggunakan perumpamaan garam yang sama banyaknya,
yang satu dimasukkan ke dalam semangkuk kecil air dan dan yang lain ke dalam Sungai Ganga.
Garam diibaratkan sebagai kamma buruk dan air adalah kamma baik. Ketika garam dimasukan ke
dalam semangkuk kecil air maka rasa garam tersebut akan terasa. Sedangkan garam yang jumlahnya
sama dimasukan ke dalam sungai, maka air sungai tersebut tidak akan terasa asin. Jadi kamma buruk
kehidupan lampau akan memberikan hasil/dampak tetapi dengan adanya kamma baik yang banyak
yang dilakukan pada masa sekarang maka dampak dari kamma buruk tersebut menjadi berkurang
bahkan tidak terasa.

8. Hukum Kamma satu-satunya hukum yang mengatur kehidupan manusia

Salah satu pandangan keliru mengenai Hukum Kamma adalah menganggap Hukum Kamma
merupakan satu-satunya hukum yang mengatur kehidupan manusia dan menganggap hasilnya
(vipaka) sebagai nasib atau takdir yang tidak bisa diubah sehingga seseorang hanya bisa pasrah
menerima hasil dari kamma (kamma vipaka). Tetapi kenyataannya tidak demikian.

Dalam Abhidhammāvatāra (PTS p.54),[17] dan Sumaṅgala-Vilāsinī (DA 2.431)[18] dijelaskan bahwa
Hukum Kamma sendiri hanya merupakan satu dari dua puluh empat sebab (paccaya 24) atau salah
satu dari Pañca Niyāma (Lima Hukum Alam) yang bekerja di alam semesta ini, dan masing-masing
merupakan hukum sendiri.

Hasil Kamma

Selama suatu makhluk berkehendak, melakukan kamma (perbuatan) sebagai sebab maka akan
menimbulkan akibat atau hasil. Akibat atau hasil yang ditimbulkan dari kamma atau perbuatan
disebut sebagai hasil kamma (Pali: kamma vipāka; Skt: karma vipāka) atau disebut buah kamma (Pali:
kamma phala; Skt: karma phala).

Kamma yang dilakukan oleh seseorang akan menghasilkan dampak atau buah kamma yang diterima
oleh dirinya sendiri, bukan oleh pihak lain. “Para makhluk pemilik kammanya, pewaris kammanya,
terlahir dari kammanya, berhubungan dengan kammanya, terlindungi oleh kammanya sendiri.
Kammalah yang membedakan para makhluk sebagai hina dan mulia.“[2]
Baik atau buruknya hasil kamma yang diterima seseorang sesuai dengan kualitas baik atau buruknya
kamma yang telah dilakukan. Kamma baik pasti menghasilkan buah kamma yang baik, sebaliknya,
kamma buruk pasti menghasilkan buah kamma yang buruk.[3] Setiap satu kamma yang dilakukan
seseorang akan menghasilkan satu hasil karma.

Masing-masing hasil kamma yang diterima sesuai dengan besar atau kecilnya kualitas kamma yang
telah dilakukan. Hal ini seperti perumpamaan air di gelas yang diberi segenggam garam akan terasa
asin dibandingkan air di sungai yang tidak akan terasa asin ketika diberi segenggam garam.[4]
Namun meskipun hanya melakukan kamma yang berkualitas kecil, namun hasil kamma akan tetap
muncul meskipun kecil dan tidak terasa.

Hasil kamma yang akan diperoleh dari perbuatan yang telah dilakukan tidak dapat dihilangkan atau
dihentikan oleh hasil kamma lain dari perbuatan yang lain. Masing-masing hasil kamma dari masing-
masing perbuatan akan berbuah dan tidak akan saling tumpang tindih atau saling meniadakan,
meskipun dilakukan secara hampir bersamaan. Hasil kamma yang berkekuatan lebih besar akan
membawa pengaruh lebih besar dan dapat lebih dirasakan sehingga hasil kamma lain yang
berkekuatan lebih kecil tidak membawa pengaruh dan tidak terasa.

Hasil kamma (baik atau buruk) yang akan diperoleh dari perbuatan yang telah dilakukan tidak dapat
dihilangkan dan akan tetap muncul selama terdapat kondisi-kondisi pendukung yang membuatnya
muncul. Ketika tidak ada kondisi-kondisi pendukung yang membuatnya muncul, maka hasil kamma
akan menunggu hingga kondisi-kondisi tersebut ada. Seseorang harus mengalami hasil kamma
tersebut tanpa ada yang bisa meringankan dampaknya, baik atau buruk.[5]

Walaupun prinsip Hukum Kamma dapat dirangkum secara sederhana, yaitu perbuatan baik akan
menghasilkan kebaikan, perbuatan buruk akan menghasilkan keburukan, tetapi cara bekerja Hukum
Kamma sangat kompleks dan hasil kamma (kamma vipaka) secara mendetail tidak dapat dipikirkan
oleh manusia biasa.[6]

Meskipun hasil kamma dari perbuatan masa lampau dapat membentuk kondisi-kondisi di dalam
kehidupan seseorang pada masa sekarang, namun bukan penentu segalanya dari apa yang terjadi
dalam kehidupan sekarang.[7][8][9]

Anda mungkin juga menyukai