“PUNARBHAWA”
OLEH :
KELOMPOK 1
PTI 2 A
SINGARAJA
2019
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga dapat menyelesaikan makalah ini. Tanpa pertolongan-Nya mungkin penyusun tidak
akan sanggup menyelesaikannya dengan baik.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang “Agama Hindu
Tentang Punarbhawa", yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber.
Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri
penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama
pertolongan dari Tuhan Yang Maha Esa akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Penyusun mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membatu dan
mendukung pembuatan makalah ini. Dan saya juga memohon maaf jika makalah ini masih
banyak kekurangan atau jauh dari kesempurnaan karna pengetahuan kami yang masih terbatas.
Maka dari itu kami mohon kritik dansaran yang membangun dari pembaca. Semoga makalah
ini dapat memberikan pengetahuan yang lebih luas kepada pembaca.
Terimakasih.
Penyusun
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.LATAR BELAKANG
Dalam pengertianya Panca Sradha terdiri dari dua kata yaitu Panca artinya
lima dan Sradha artinya keyakinan, jadi Panca Sradha artinya lima keyakinan yang
dimiliki oleh umat Hindu. Kelima keyakinan tersebut adalah percaya dengan
adanya Tuhan, percaya dengan adanya Atman, percaya dengan adanya
Karmaphala, percaya dengan adanya Punarbhawa dan percaya dengan adanya
Moksa. "Craddhaya satyam apnopi, cradham satye prajapatih" yang artinya dengan
Sradha orang akan mencapai(Yajur Weda XIX.30). Percaya dengan adanya Tuhan,
ini adalah hal yang paling utama, jika kamu tidak percaya Tuhan tentu kamtidak
akan bisa percaya dengan yang lain.
Tuhan adalah sumber dari segala sumber kehidupan dan akhir dari segala
yang tercipta. Tuhan itu dijelaskan dalam sloka yang berbunyi "Ekam eva advityam
Brahman" artinya Tuhan hanya satu tidak ada yang kedua. Atau dalam sloka "Eko
narayana na dwityo'sti kascit" artinya hanya ada satu Tuhan sama sekali tidak ada
duanya. Jadi dengan melihat dua sloka tadi maka Tuhan itu hanya ada satu dengan
beberapa sifatnya yang disebut Tri Purusa. Tri Purusa terdiri dari tiga bagian yaitu:
Paramasiwa artinya Tuhan tidak bisa diwujudkan, tidabisa dibayangkan, murni,
nirguna Brahman. Sadasiwa artinya Tuhan yang imanen, sarguna Brahmadisinilah
Tuhan memiliki sifat Cadhu Sakti dan Astaiswarya.
4
Punarbhawa. Punarbhawa juga disebut dengan samsara. Mengapa
demikian? Kata “samsara” artinya derita/duka. Sebab sesungguhnya hidup sebagai
manusia adalah tidak luput dari sakit, usia tua, dan mati, keadaan yang
menyedihkan, kekecewaan dan sebagainya. Keadaan itulah yang disebut samsara
yang kemudian dalam bahasa Indonesia menjadi sengsara. Jadi lahir di dunia ini
sejatinya adalah suatu kesengsaraan. Punarbhawa juga disebut dengan istilah
numadi, numitis, menitis, mulih ngidih nasi yang artinya adalah menjelma kembali.
Punarbhawa sangat tergantung pada karma. Punarbhawa dengan hukum karma
adalah berkaitan.
1.2.RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu Punarbhawa ?
2. Bagaimana hubungan Punarbhawa dengan Bhagawad Gita ?
3. Apa Contoh Punarhawa dalam Kehidupan Nyata ?
1.3.TUJUAN
1. Pembaca dapat mengetahui pengertian dari Punarbhawa
2. Pembaca dapat mengetahui bagaimana hubungan Punarbhawa dengan
Bhagawad Gita
3. Pembaca dapat mengetahui Contoh – Contoh dari Punarbhawa
5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.PUNARBHAWA (Samsara)
Adapun kata: Punarbhawa, dan Samsara, berasal dari bahasa Sanskerta
Punarbhawa, terdiri dari: Punar = kembali, lagi, berulang; bhawa, dari akar kata
Bhu = lahir, hidup, ada, menjelma, berujud. Punarbhawa, berarti: lahir kembali,
lahir Lagi, tumimbal lahir, menjelma kembali, menitis, dumadi, mangjanma,
rebirth, reincarnation (reinkarnasi). Samsara: penjelmaan Jiwatmari yang berulang-
ulang (Samsriti) di dunia ini atau di dunia yang lebih tinggi. Samsara: mengandung
beberapa pengertian yaitu derita, sedih. sengsara; bhawa cakra (perputaran roda)
lahir-hidup-mati; Samsara= Punarbhawa (secara umum). Secara singkat dapat kita
katakan bahwa: Punarbhawa = menjelma kembali, lahir kembali. Samsara =
perputaran Punarbhawa yang berulang kali, sebagai perputarannya sebuah cakra
(roda). Atma maupun Jiwatma itu senantiasa akan mengalami kelahiran yang
berulang-ulang, jika masih diliputi oleh kemauan yang berhubungan dengan
keduniaan.
6
serta terikat pada roda Samsara. Ajaran Punarbhawa (Samsara) ini berdasarkan
Pustaka Suci Weda, baik Weda cruti maupun Weda Smreti.
Bhagawad Gita Bab. IV. 5, Sri Krishna memberikan amanat kepada Arjuna:
1. Untuk menerima phala (buah) karma yang belum dinikmati pada masa yang
lalu.
2. Suatu kesempatan untuk membersihkan (menyucikan) jiwatma dari segala
Dosa, Awidya (kegelapan, kebodohan), dan A Dharma.
3. Untuk mencapai tujuan ajaran Agama Hindu terakhir yaitu Moksa
bersatunya kembali antara Atma dengan Brahman (Parama Atma).
7
Selanjutnya Kitab Suci Sarasamuccaya pasal : 2-3-4. menyatakan sebagai berikut:
"Di antara semua mamuk hidup, hanya yang dilahirkan menjadi manusia
sajalah yang dapat melaksanakan perbuatan baik maupun buruk; leburlah ke dalam
perbuatan baik, segala perbuatan yang buruk itu; demikianlah gunanya (pahalanya)
menjadi manusia. Oleh karena itu janganlah sekali-kali bersedih hati sekalipun
Hidupmu tidak makmur; dilahirkan menjadi manusia itu hendaklah menjadikan
kamu berbesar hati, sebab amat sukar untuk dapat dilahirkan menjadi manusia
meski kelahiran hina sekalipun."
8
Dan barang sesuatu yang ditabur dan dibiarkan, tidak akan tumbuh lain dari pada
bibit yang ditabur itu; demikianlah Purwa Karma (perbuatan pada waktu hidup
dulu) itulah yang menimbulkan hasil yang dikenyam kemudian." (Kitab
Sarasamuccaya pasal 361).
"Karena perbuatan baik dan atau buruk itu dilakukan beralatkan badan, atau
badan merupakan alat pengecap buah hasil perbuatan itu; pada hakekatnya, badan
ini merupakan tali pengikat samsara (proses mati dan lahir) dan lapangan tempat
bercokolnya kesenangan dan kedukaan, karena itu jangan hendaknya hamba
menitis menjadi manusia kelak." (Kitab Sarasamuccaya pasal 377).
9
Kalau jiwatma dapat membebaskan diri secara mutlak dari ikatan karma maka
punarbhawa (samsara) pun akan lenyap, dimana atma akan kembali menunggal
dengan Brahman (Brahman Atman Aikyam).
10
(awidya). "Kapan saja Dharma (kebenaran) mulai runtuh dan A dharma (kejahatan)
mulai merajarela, Aku menjelma kembali ke dunia untuk menegakkan Dharma
(kebenaran)". Bhagawad Gita IV 7
1. Matsya
2. Kurma
3. Waraha
4. Narasinga
5. Wamana
6. Para; urama
7. Rama Ikan. Kura-Kura, Penyu. Badak, Babi Besar. Manusia Berkepalakan
Kepala Singa. Orang Kerdil, Cebol, Katek. Rama yang bersenjatakan
Kampak. Rama (Raghuttama) dalam Ramayana.
8. Krishna: Krishna Putra Wasudewa, Raja Dwarawati.
9. Buddha: Putra Raja (cuddhodhana dengan Dewi Mahamaya.
10. Kalki: Awatara yang akan datang.
Pada kelahiran ke dunia ini sudah merupakan ikatan Karma dan Samsara. Pada
masa kehidupan ini mulai dari lahir sampai meninggal dunia maka telah tercatat
(terekam) timbunan karma baik dan buruk. Setelah meninggal dunia, badan wadag
hancur kembali ke pancamahabhuta, sedangkan suksma carira, yang memuat
11
rekaman karma menerima pahalanya di alam Neraka maupun di alam Surga, sesuai
dengan cubha a-cubha karma (baik-buruk perbuatannya).
Menurut ajaran filsafat Hindu ada tingkatan alam yang disebut Sapta Loka,
terdiri dari pada:
1. Bhur
2. Bhuwah
3. Swah
4. Tapa
5. Jana
6. Mahadan
7. Satya Loka.
12
1. Bhur = Alam Bumi.
2. Bhuwah (Alam Atmosfir).
3. Swah (Alam Sinar, Swarga, Surga, Dewa). Singkatnya Atma (Jiwatma) atau
Suksma carira, mengembara dengan karma wasana (sisa, bekas) karma
menuju alam yang sesuai dengan jenis karmanya.
Demikian pula pakaian (badan) baru yang akan diperolehnya semua bergantung
dari karma; mungkin lahir sebagai manusia tetapi kalau karmanya jelek akan lahir
sebagai binatang. Dengan keadaan ini, dapat kita lihat di masyarakat ada yang
dilahirkan di tempat orang kaya, ada di tempat orang miskin, ada yang lahirnya
tampan, bijaksana, dan kaya, tetapi di pihak lainnya ada yang kelahirannya cacat,
miskin, jelek, bodoh dan sebagainya. Itu semua akibat dari pada hasil karmanya
sendiri di masa yang telah lalu. Memang Tuhan (Sang Hyang Widdhi) yang
menciptakan Dunia beserta isinya, secara universal, adil dan cinta kasih, namun
kemudian selanjutnya karma mahluk itu sendirilah yang akan menentukan
kehidupan berikutnya.
Berikut ini beberapa petikan dari Weda Smreti (Manawa Dharma sastra) perlu
kita renungkan pengertiannya sehubungan dengan punarbhawa.
"Sebagai akibat dari pada dosanya yang dilakukan oleh badan, seseorang akan
menjadi benda tak bernyawa kelak pada kelahirannya kemudian, sebagai akibat
dosa yang dibuat oleh kata-kata menjadi burung atau binatang buas dan sebagai
akibat dosa yang dibuat oleh pikiran ia akan lahir ke kelahiran yang rendah." (Weda
Smreti XII. 9).
13
kelahiran." (Weda Smreti Bab. XII. 74). Karena diri kita sendiri merupakan pusat
terjadinya punarbhawa (samsara), maka hendaknya dalam kesempatan hidup
sebagai manusia ini kita gunakan benar-benar untuk melaksanakan ajaran dharma,
kesempurnaan serta kesucian, supaya dapat tahap demi tahap menuju
kesempurnaan serta tujuan terakhir, yaitu Moksa (kebahagiaan yang kekal abadi).
Selanjutnya pada Weda Smreti (Manawa Dharma. Qastra) Bab IV. 239 s/d 242
: "Karena di dunia sana, bukannya ayah, tidak pula ibu, tidak pula istri, bukannya
anak-anak, bukan pula sanak keluarga yang tinggal sebagai kawan-kawannya.
Kebajikan-kebajikan Spiritual sajalah yang tinggal bersama dirinya." "Sendirianlah
seseorang itu lahir, sendirian pulalah ia meninggal, sendirianlah ia menikmati
pahala perbuatan baiknya dan sendirian pulalah ia menerima hukuman dosa-
dosanya." "Meninggalkan badan wadagnya di bumi sebagai sepotong kayu atau
segumpal tanah sanak keluarga meninggalkan dengan muka berpaling, maka hanya
kebajikan-kebajikan spiritual yang terus mengikuti jiwa.
14
BAB III
PENUTUP
3.1.KESIMPULAN
Punarbhawa berasal dari bahasa Sansekerta yakni “punar” yang berarti
musnah/hilang dan “bhawa” berasal dari akar kata “bhu” yang berarti tumbuh atau
lahir. Jadi Punarbhawa berarti “musnah tumbuh lagi atau lenyap lahir lagi”. Dengan
kata lain lahir berulang kali. Menurut ajaran agama Hindu bahwa setiap mahluk
akan dilahirkan berulang kali sebelum mencapai moksa. Keadaan itulah yang
disebut samsara yang kemudian dalam bahasa Indonesia menjadi sengsara. Jadi
lahir di dunia ini sejatinya adalah suatu kesengsaraan. Punarbhawa juga disebut
dengan istilah numadi, numitis, menitis, mulih ngidih nasi yang artinya adalah
menjelma kembali. Punarbhawa sangat tergantung pada karma. Punarbhawa
dengan hukum karma adalah berkaitan.
3.2.SARAN
Jadi dalam agama hindu itu percaya dengan adanya purnabhawa yaitu
kelahiran kembali. Dengan adanya purnabhawa itu berarti kita masih ada
keterkaitan dengan adanya duniawi, untuk itu kita sebagai manusia jauhilah
keterkaitanya terhadap duniawi agar kita bisa mencapai tujuan akhir manusia yaitu
moksa.
15
DAFTAR PUSTA
Tim Penyusun Bibliografi Hindu, Hari Raya Saraswati, Bumi Aksara, Jakarta, tth,
hlm.
16