Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Negara Indonesia adalah Negara hukum, seperti yang tertuang dalam UUD 1945
pasal 1 ayat 3. Dilihat dari bunyi pasal tersebut menandakan masyarakat Indonesia
memiliki tata aturan hukum untuk mengatur persoalan pribadi maupun golongan dalam
aturan tertulis maupun tidak tertulis dalam bentuk hukum. Negara Indonesia telah
mengenal sistem peradilan dalam rangka menyelesaikan suatu persoalan-persoalan atau
perkara yang dihadapi guna mewujudkan suasana kehidupan yang aman, tentram dan
damai.
Suatu hukum negara atau hukum nasional yang kita ketahui tidak selalu dapat
menjadi solusi bagi suatu kelompok masyarakat tertentu. Seperti yang kita ketahui,
masyarakat Indonesia tidak hanya terdiri dari beragam budaya, tetapi juga terdiri dari
beragam agama, salah satunya adalah Agama Hindu. Dalam Agama Hindu, terdapat pula
Hukum Hindu. Dengan adanya Hukum Hindu di Indonesia tidak lain adalah untuk
mengayomi masyarakat Hindu agar dapat menyelesaikan masalah dengan yang sesuai
yakni Hukum Hindu sehingga tercipta keteraturan dan kedisiplinan dalam masyarakat
Hindu.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana menumbuhkan kesadaran untuk taat hukum Tuhan (Rta/ Dharma)?
1.2.2 Bagaimana peran Agama Hindu dalam perumusan dan penegakan hukum?
1.2.3 Apa saja fungsi profetik Agama Hindu dalam hukum?
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk menumbuhkan kesadaran untuk taat hukum Tuhan (Rta/ Dharma).
1.3.2 Untuk mengetahui peran Agama Hindu dalam perumusan dan penegakan hukum.
1.3.3 Untuk memahami fungsi profetik Agama Hindu dalam hukum.
1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Akademik
Makalah ini digunakan sebagai informasi atau masukan bagi pengembangan ilmu
pengetahuan di masa yang akan datang khususnya mata kuliah Agama Hindu.
1.4.2 Bagi Penulis
Untuk menambah pengetahuan dan sebagai sarana penerapan pengetahuan yang
diperoleh di bangku kuliah terhadap masalah yang dihadapi dalam agama.
BAB II
PEMBAHASAN

HUKUM MENURUT HINDU DALAM RANGKA MENEGAKKAN KEADILAN


A. Menumbuhkan Kesadaran Untuk Taat Hukum Tuhan (Rta/Dharma)

Supremasi hukum sangat mempengaruhi ketentraman, keamanan, kenyamanan


dan ketertiban masyarakat. Oleh karena itu penegak hukum harus benar-benar orang
yang mempunyai sraddha yang kuat terhadap Tuhan. Di dalam ajaran kepemimpinan
Hindu yang disebut Catur Naya Sandhi adalah empat sifat dan tindakan yang bijaksana
yang hendaknya dilakukan oleh setiap pemimpin/ negaravvan (Tut De Ariasna 1997: 23-
24) dalam bukunya Kepemimpinan Hindu, sebagai berikut:
a. Sama, yaitu selalu waspada dan siap siaga untuk menghadapi segala ancaman
musuh baik yang datang dan dalam maupun dari luar yang merongrong
kewibawaan pemimpin yang sah.
b. Bheda, yaitu memberikan perlakuan yang sama dan adil tanpa perkecualian dalam
melaksanakn hukum! peraturan bagi bawahan/rakyat sehingga tercipta
kedisiplinan dan tata tertib (penegak supremasi hukum).

c. Dhana yaitu mengutamakan sandang, pangan, pendidikan dan papan guna


mewujudkan kesejahteraan (kemakmuran bawahan), rakyat serta memberikan
penghargaan bagi warga yang berprestasi. Memberikan upah/ gaji bagi para
pekerja sebagai balas jasa dari pekerjaan yang dibebankan dengan peraturan yang
berlaku agar dapat mencukupi kehidupan keluarganya. ?

d. Danda, yaitu menghukum dengan adil kepada semua yang berbuat salah
(melanggar hukup sesuaj dengan tingkat kesalahan yang diperbuatnya). Di dalam
sastra Hindu terungkap “Ia yang menciptakan berbagai ciptaan menjadikan dari
dirinya sendiri, diciptakannya mahluk-mahluk hidup yang beraneka ragam, mulai
dengan memikirkannya, diciptakannya air, daun, meletakkan benih itu di
dalamnya”. Untuk menjaga hubungan antara partikel-partikel yang diciptakannya
itu, Tuhan menciptakan hukum yang murni dan abadi bersifat absolute berlaku
bagi semua ciptaannya. hukum tersebut disebut dengan hukum Rta, kata Rta
berasal dan bahasa Sanskerta yang artinya “Adil” sedangkan lawannya Anrta
berarti ”Tidak adil”.
Tuhan sebagai pengendali hukum Rta sehingga beliau disebut dengan
Rtawan. Hukum Rta mengatur seluruh alam dan komponennya, satupun komponen
alam tidak bisa lepas dari hukum Rta tersebut. Namun Rta scbagai pengendali semua
ciptaan Tuhan seperti yang diuraikan oleh mantran Rg veda sebagai benikut:

“Ia yang bersmar, menyebabkan yang tidak bersinar

menjadi bersinar dengan hukum (Rta), Ia menyaiakan fajar, ia


menjalankan kuda yang dikendalikan oleh hukum Abadi. (Rta)
membuat manusia sedang dengan kereta menuju terang (Rg.VI. 39.4)”.

Adapun contoh Rta adalah:

- Matahari terbit di Timur dan tengge1am di Barat

- Air mengalir dar tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih

rendah

- Adanya perputaran siang dan malam

- Adanya rangkaian lahir, hidup, mati

- Setiap mahluk mempunyai rasa lapar dan haus

- Kebutuhan tidur/istirahat setiap mahiluk.

Rta yang menyatu padukan alam dengan hukum alam merupakan

disiplin hidup, dan juga merupakan disiplin untuk menciptakan kéindahan dan
keharmonisan dalam hidup ini. Rta juga mewujudkar>> kemakmuran dan
kesejahteraan di dunia ini, karena mémberikan kesempatan kepada setiap mahluk
untuk tumbuh dan berkembang seperti uraian mantram di bawah ini:

“Melalui hukum Abadi engkau telah menyebarkan tumbuh-tumbuhan


yang berkembang dan berbuah dan mengalirkan air engkau
mengeluarkan halilintar di langit, Engkau sangat luas meliputi alam
yang amat luas, patut
dipuja”. (Rg. II. 13. 7). *

Apabila Rta ini dilanggar/ tidak dijalankan sesuai dengan aturannya maka
akan timbul ketidak harmonisan di dalam kehidupan ini.
Seperti penebangan hutan yang mengakibatkan gunung gundul menutup
bantaran sungai/tidak membiarkan air itu mengalir dengan
semestinya, itu akan mengakibatkan bencana alam yang merugikan kehidupan
manusia, dalam lingkup yang Iebih kecil pelanggaran terhadap Rta, yaitu pada saat
malam tiba yang seharusnya kita istirahal/ tidur, kalau itu tidak dilakukan dalam
vvaktu cukup panjang, maka tubuh kita akan lesu dan mudah diserang penyakit, pada
saat lapar kita tidak akan makan dalam waktu cukup lama juga akan menyebabkan
sakit badan kita. Demikianlah Rta itu mengatur alam beserta isinya. Selain Rta
Tuhan juga menciptakan hukum yang khusus berlaku untuk manusia yang disebut
dengan Dharma. Dharma berasal dari bahasa -Sanskerta dan urat kata “Dhr’ yang
artinya:

memangku, menjaga, memelihara. Jadi kata Dharma dalam artia yang lebih luas
berarti. Ajaran, kewajiban atau peraturan-peraturan suci yang mengatur hidup
manusia. Seperti yang diuraikan dalam Sloka Canti Parwa, sebagai berikut:

LOKASAMGRAHASAMYUKTAU
WIDARTRAWIHITAM PURA SUKSMA
DHARMATHANIYATAM SATAMCARITAM UTTA
UMAM”.

Artinya:

Kesentosaan umat manusia dan kesejahteraan masyarakat datang dari Dharma.


Laksana dan Budi yang luhur untuk kesejahteraan manusia itulah Dharma yang
utama ((canti Parwa 259 259. 26).
Sesuai dengan anjuran agama yaitu:/Moksartham Jagadhita ya ca iti dharma,
yang artinya: “Untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat/ lahir dan bathin maka
dharmalah sebagai penuntunnya. Sehingga dalam aplikasinya dibedakan menjadi 2
bagian yaitu:
a. Swa dharma dan

b. Para Dharma.

Swa dharma berarti sadar akan tugas dan kewajiban masing-masing dan
apabila kewajiban itu dijalankan dengan sebaik-baiknya barulah Mokssartham dan
Jagadhita akan terwujud.

Dalam menjalankan Swa Dharma ini dibedakan menjadi 4 (empat) kelompok


tugas yang disebut: “Catur Warna” yang terdiri dari :
a. Brahmana: Golongan yang mempunyai tugas untuk
mengembangkan dan menyebarkan ilmu pengetahuan.
b. Ksatria: Golongan yang mempunyai tugas untuk menjalankan tugas
pemerintahan dan perlindungan kepada semua orang, yang tercakup di
dalamnya seperti:
- Hakim sebagai penegak Hukum

- ABRI sebagai penegak keamanan

- Jaksa, Pangacara dan lain-lain

c. Wesya: Golongan yang bergerak di bidang ekonomi serta


kesejahteraan masyarakat seperti para pengusaha. wiraswasta dan yang
lainnya.
d. Sudra: Golongan yang bergerak di bidang jasa yang disebut dengan
buruh/pekerja.

Apabila masing-masing golongan ini menunaikan tugas dan kewajibannya


dengan baik akan terwujud ketentraman, keharmonisan di masyarakat.
Para Dharma: adalah peraturan yang berlaku pada setiap orang. apapun
profesinya ataupun warnanya, apapun jenis kelaminnya, dalam setiap tingkat umur,
di manapun berada, diikat óleh aturan tersebut. Apabila melanggar aturan ini akan
terjadi benturan-benturan yang menyebabkan kesengsaraan dalam hidup ini.

Di samping hal tersebut di atas masih ada sumber dalam Weda yang
memberikan tuntunan pada umatnya untuk sadar dan taat pada hukum sebagai
berikut :

“Cruti smrtyudita dharma

manutisthanti manawah iha kirthnawapnoti canuttamam sukham”.


(D.& IL 9,)
Artinya:

“Orang yang mengikuti hukum yang diajarkan oleh pustaka-pustaka suci dan
mengikuti adat istiadat yang keramat mendapat kemasyhuran di dunia ini dan setelah
meninggal menerima kebahagiaan yang tak terbatas.
Dan uraian di atas jelaslah bahwa agama hindu menuntun umatnya untuk
selalu sadar dan taat pada Hukum Tuhan.
B. Peranan Agama Hindu dalam Merumuskan dan Menegakkan hukum yang Adil

Sebagai landasan berpikir bagi pemimpin dalam menegakkan hukum


menurut Sri Rama kepada Bharata yang akan dinobatkan menjadi raja Ayodya Asta
Brata disimbulkan dengan sikap-sifat mulia dari alam semesta yang patut dijadikan
pedoman bagi setiap pemimpin atau penegak hukum yaitu :
a. Indra brata, seorang pemimpin hendaknya seperti hujan yaitu senantiasa
mengusahakan kemakmuran bagi rakyatnya dan dalam setiap
tindakannya dapat membawa kesejukan dan penuh kewibawaan.
b. Yama Brata, pemimpin hendaknya meneladani sifat-sitat Dewa Yama,
yaitu berani menegakkan keadilan menurut hukum atau peraturan yang
berlaku demi mengayomi masyarakat\
c. Surya Brata, pemimpin hendaknya memiliki sifat-sifat seperti Matahari
(surya) yang mampu memberikan semangat dan kekuatan pada
kehidupan yang penuh dinamika dan sebagai sumber energi.
d. Candra Brata, pemimpin hendaknya memiliki sifat-sifat seperti bulan
yaitu mampu memberikan penerangan bagi rakyatnya yang berada dalam
kegelapan/kebodohan dengan menampilkan wajah, yang penuh
kesejukan dan penuh simpati sehingga masyarakatnya merasa tentram
dan hidup nyaman.
e. Vayu Brata (Maruta), pemimpin hendaknyà ibarat angjn, senantiasa
berada di tengah-tengah masyarakatny memberikan kesegaran dan selalu
turun kë bawah untuk mengenal denyut kehidupn masyarakat yang
dipimpinnya.
f. Bhumi (Danada), pemumpin hendaknya memiliki sifat-sifat utama dari
bumi yaitu teguh, menjadi landasan berpijak dan memberi segala yang
dimiliki untuk kesejahteraan masyarakatnya.
g. Varuna Brata, pemimpin hendaknya bersifat seperti samudra yaitu memiliki
wawasan yang luas, mampu mengatasi setiap gejolak (riak) dengan baik, penuh
kearifan dan kebijaksanaan.
h. Agni Brata, pemimpin hendaknya memiliki sifat mulia dari api yaitu mendorong
masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan tetap teguh dan tegak dalam
prinsip dan menindak/ menghanguskan yang bersalah tanpa pilih kasih.

Selain Asta Brata Kakawin Ramayana bab I sloka 3 menyebutkan: “Gunamanta Sang
Dasaratha, wruh sira ring Weda, Bhakti ring Dewa tan Marenpeng Pitra Puja, masih ta”I sireng
Swagotra kabeh”. Maksudnya bahwa: Raja Dasaratha adaLah seorang pemimpin yang
memahami pengetahuan, kitab suci Weda, taat beragama, Bhakti kepada Tuhan dan tidak
lupakan leluhur/ pendahulunya serta adil dan mengasihi seluruh rakyatnya.

Perumusan hukum menurut Hindu diatur secara konsepsional, di mana sistem dan azas
yang dipergunakan dalam hukum Hindu bersumber pada Kitab .Suci Veda Menurut weda
hukum Hindu, bersumber pada :

1. Çruti

2. Smerti

3. Sila

4. Acara

5. Atmanastuti

a. Sruti sebgai Sumber Hukum Hindu Pertama Di dalam Manawadharmasastra 11.10


dikatakana ‘Srutistu wedo wijneyo dharma sastram tu wai smerti, te sarwatha wam imamsye
tabhyam dharmohi nirbhabhau”. Artinya: sesungguhnya Sruti adalah Weda, Smerti itu
Dharmasastra, keduanya tidak boleh diragukan apapun juga karena keduanya adalah kitab suci
yang menjadi sumber dari pada hukum. Selanjutnya mengenai Weda sebagai sumber
hukum utama, dapat kita lihat dari sloka 11.6 dirumuskan sebagai berikut: Wedo khilo dharma
mulam smerti sile ca tad widam, acarasca iwa sadhunam atmanas tustirewa ca. Artinya :
seluruh Weda sumber utama dari pada hukum, kemudian barulah smerti dan tingkah laku
orang-orang baik, kebiasaan dan atmanastuti. Pengertian Weda sebagai sumber ilmu
menyangkut bidang yang sangat luas sehinga Sruti dan Smerti diartikan sebagai Weda dalam
tradisi Hindu. Sedangakan ilmu hukum Hindu itu sendiri telah membatasi arti Weda pada kitab
Sruti saja. Kitab-kitab yang tergolong Sruti menurut tradisi Hindu adalah : Kitab Mantra,
Brahmana dan Aranyaka. Kitab Mantra terdiri dari : Rg Weda, Sama Weda, Yajur Weda dan
Atharwa Weda.
b. Smrti sebagai Sumber Hukum Hindu Kedua Smrti merupakan kitab-kitab teknis yang
merupakan kodifikasi berbagai masalah yang terdapat di dalam Sruti. Smrti bersifat
pengkhususan yang memuat penjelasan yang bersifat authentik, penafsiran dan penjelasan ini
menurut ajaran Hukum Hindu dihimpun dalam satu buku yang disebut Dharmasastra. Dari
semua jenis kitab Smrti yang terpenting adalah kitab Dharmasastra, karena kitab inilah yang
merupakan kitab Hukum Hindu. Ada beberapa penulis kitab Dharmasastra antara lain:
. Manu

. Apastambha

. Baudhayana

. Wasistha

. Sankha Likhita

. Yanjawalkya

. Parasara

Dari ketujuh penulis tersebut, Manu yang terbanyak menulis buku dan dianggap sebagai
standard dari penulisan Hukum Hindu itu. Secara tradisional Dharmasastra telah
dikelompokkan manjadi empat kelompok menurut jamannya masing- masing yaitu:
-. Jaman Satya Yuga, berlaku Dharmasastra yang ditulis oleh Manu.

-. Jaman Treta Yuga, berlaku Dharmasastra yang ditulis oleh Yajnawalkya.

-. Jaman Dwapara Yuga, berlaku Dharmasastra yang ditulis oleh Sankha Likhita.

-. Jaman Kali Yuga, berlaku Dharmasastra yang ditulis oleh Parasara.

c. Sila sebagai Sumber Hukum Hindu Ketiga. Sila di sini berarti tingkah laku. Bila diberi awalan
su maka menjadi susila yang berarti tingkah laku orang-orang yang baik atau suci. Tingkah
laku tersebut meliputi pikiran, perkataan dan perbuatan yang suci. Pada umumnya tingkah laku
para maharsi atau nabi dijadikan standar penilaian yang patut ditauladani. Kaedah-kaedah
tingkah laku yang baik tersebut tidak tertulis di dalam Smerti, sehingga sila
tidak dapat diartikan sebagai hukum dalam pengertian yang sebenarnya, walaupun
nilai- nilainya dijadikan sebagai dasar dalam hukum positif.
d. Sadacara sebagai Sumber Hukum Hindu Keempat Sadacara dianggap sebagai
sumber hukum Hindu positif. Dalam bahasa Jawa Kuno Sadacara disebut Drsta yang
berarti kebiasaan. Untuk memahami pemikiran hukum Sadacara ini, maka hakekat
dasar Sadacara adalah penerimaan Drsta sebagai hukum yang telah ada di tempat
mana Hindu itu dikembangkan. Dengan demikian sifat hukum Hindu adalah
fleksibel.
e. Atmanastuti sebagai Sumber Hukum Hindu Kelima. Atmanastuti artinya rasa puas
pada diri sendiri. Perasaan ini dijadikan ukuran untuk suatu hukum, karena setiap
keputusan atau tingkah laku seseorang mempunyai akibat. Atmanastuti dinilai sangat
relatif dan subyektif, oleh karena itu berdasarkan Manawadharmasastra109/115, bila
memutuskan kaedah-kaedah hukum yang masih diragukan kebenarannya, keputusan
diserahkan kepada majelis yang terdiri dari para ahli dalam bidang kitab suci dan
logika agar keputusan yang dilakukan dapat menjamin rasa keadilan dan kepuasan
yang menerimanya.

Karma Phala
Penegakan hukum yang adil dalam ajaran agama Hindu mempunyai konsep yang jelas
dijabarkan atau diaplikasikan dalam konsep Sraddha atau keimanan Hindu dibagian yang
ketiga, yaitu: Karma Phala. Karma phala merupakan hukum yang universal memberikan
dalil atau rumusan yang pasti. Karma phala berasal dari dua kata, yäitu; “Karma’ = Kr =
membuat yang berarti perbüatan, sedangkan Phala = hasil, jadi arti dan Karma Phala
adalah: “Setiap perbuatan akan mendatangkan hasil, juga bisa disebut dengan hukum
sebab akibat, yaitu segala sebab berupa perbuatan akan membawa hasil dari
perbuatannya. Untuk lebih pasti kita perhatikan sloka di bawah ini :

“Karma Phala ngaran ika paraning gawe ala ayu (slokantara) Artinya:
Karma Phala adalah akibat perbuatan baik dan buruk. Karma phala
memberikan pahala yang pasti, apa yang kita nikmati dalam kehidupan ini
tidak semata-mata merupakan takdir dari Tuhan. Kehidupan ini sendirilah
yang menentukan. Kalau kita berbuat yang baik maka kita akan memperoleh
pahala yang baik pula demikian pula sebaliknya kalau kita berbuat yang
tidak baik maka penderitaanlah yang kita nikmati.

Demikianlah Karma Phala diyakini sebagai Dalil Hukum yang asli, sehingga
pada setiap tindakan dan perilaku penganut agama Hindu selalu berpedoman pada
hukum Karma Phala,
Dalam Sarasamuscaya seloka 17 disebutkan :

“Segala orang, baik golongan rendah, menengah, atau tinggi, selama kerja
menjadi kesenangan hatinya, niscaya tercapailah segala yang diusahakan akan
memperolehnya.”
Hukum Karma Phala adalah hukum sebab – akibat, Hukum aksi reaksi,
hukum usahan dan hasil atau nasib. Hukum ini berlaku untuk alam semesta,
binatang, tumbuh – tumbuhan dan manusia. Jika hukum itu ditunjukan kepada
manusia maka di sebut dengan hukum karma dan jika kepada alam semesta disebut
hukum Rta ..

Namun perlu diingat bahwa penikmatan dari hasil itu sendiri dapat dirasakan
dalam tiga kemungkinan, yaitu:
a. Prarabda Karma Phala, yaitu:
Perbuatan yang dilakukan pada kehidupan sekarang, hasilnya diterima pada
kehidupan sekarang juga.

Contoh:

 Kalau kita makan cabe, maka mulut kita akan terasa pedas

 Kalau kita mengambil api, tangan kita akan terbakar

 Kalau kita makan nasi, habis makan kita kenyang

b. Kriyamana Karma Phala yaitu:

Perbuatan yang dilakukan sekarang di dunia ini tetapi hasilnya akan diterima di alam
baka.

Contoh:

Jika seseorang berbuat baik, suka menolong, jujur maka setelah mati akan mendapat sorga dan
sebaliknya.
c. Sancita Karma Phala, yaitu:

Perbuatan yang sekarang di dunia ini tetapi hasilnya akan diterima pada kelahiran yang
akan datang.

Ada orang yang dalam kehidupannya sekarang selalu berbuat jahat, suka memfitnah orang
lain, tidak jujur, kasar dan yang lainnya namun dia tetap menikmati kebahagiaan. Itu berarti
Karma baik yang dahulu pada kehidupan sebelumnya dinikmati pada kehidupan sekarang. (I
Wayan Winda Winawan, 2003: 91)
Sifat – Sifat Hukum Karma :

a. Hukum karma itu bersifat abadi : Maksudnya sudah ada sejak mulai penciptaan
alam semesta ini dan tetap berlaku sampai alam semesta ini mengalami pralaya
(kiamat).
b. Hukum karma bersifat universal : Artinya berlaku bukan untuk manusia tetapi juga
untuk mahluk – mahluk seisi alam semesta.
c. Hukum karma berlaku sejak jaman pertama penciptaan, jaman sekarang, jaman
yang akan datang.
d. Hukum karma itu sangat sempurna, adil, tidak, ada yang dapat menghindarinya.

e. Hukum karma tidak ada pengecualuan terhadap suapapun, bahkan bagi Sri Rama
yang sebagai titisan Wisnu tidak mau merubah adanya keberadaan hukum karma itu.

C. Fungsi Propetik Agama Hindu dalam Hukum

Ajaran agama adalah ajaran kebenaran, sedangkan hukum adalah penegak


kebenaran dan keadilan, yang menjadi dasar pemikiran untuk tegaknya kebenaran
dan keadilan. Setiap manusia memiliki moral keagamaan tujuan hidup yang
sebenarnya menurut ajaran agama. Penegak hukum harus lebih daripada itu,
termasuk kesadaran moral bahwa: dia akan berdosa kalau menghukum orang yang
tidak bersalah, dan tidak menghukum
orang yang bersalah (Manawa Dharma Sastra). Menurut Narada Smerti kebenaran
adalah alat terbaik untuk menyucikan jiwa. Kebenaran menurut Manu adalah tapa
(pengekangan difi) terbesar yang dapat dilakukan oleh manusia dan seseorang yang
mempraktekkan kebenaran memperoleh moksa dalam hidup ini, adalah kekurangan
kebenaran dan pengucapan kepalsuan yang membuat hidup kita menderita. derita
berbohong, kita sesungguhnya menghukum diri untuk memperoleh tujuan-tujuan
sementara untuk kita harus membayarnya di masa depan dengan masalah yang
sangat besar, adalah merupakan kebiasaan pada sekelompok banyak orang untuk
mengatakan kebohongan, dalam pikirannya mereka menderita karena hati nuraninya
merasa bersalah.

Lebih jelasnya perlu diberikan contoh perilaku kebenaran berikut: Bila kamu
salesman mobil, beritahu calon pembeli mengenai kekurangan atau keterbatasan dan
mobil kamu jual beserta kelebihan-kelebihan dan mobil itu. Dengan menyatakan
kebenaran kamu sebagai selesman akan menjual mobil lebih banyak lagi selama
mobilmu mempunyai segi-segi positif bagi mereka. Bila kamu menipu lain dalam
profesimu ingatlah selalu bahwa orang lain dapat menipu kamu seribu kali dalam
profesi mereka. misalnya seorang mekanik mobil dapat mengembalikan mobilmu
dengan remnya selesai dikerjakan hanya setengah saja dan ittu bisa menyebabkan
kecelakaan yang fatal Dapat diakui bahwa kebenaran akan menyakiti untuk
sementara, tapi dalam panjang ia akan membalas dengan kebaikan. Bila kamu suka
dengan tingkah laku dan seseorang temanmu, kamu lebih baik memberitahu dia dari
pada mencoba untuk menutupi dengan kebohongan dan kemudian menderita
karenanya. Jadi adalah lebih baik bagimu untuk mengatakan kebenaran dan
menjalaninya bahkan bila itu akan melukaimu untuk sementara.
Dari uraian tersebut di atas dapat dikatakan bahwa kebenaran dan setiap
pihak dapat sebagai dasar penegakan hukum dan keadilan di dalam masayarakat
sehingga mencapai kedamaian bersama.

Bagi setiap orang yang menjalankan kebenaran perlu mengetahui puisi Rabindranath
Tagore (1998: 183-184) sebagai berikut:
Ke mana engkau melangkah dalam kesatuan dengan jagad raya, disanalah aku telah
bersatu denganMu. Tidak di hutan, tidak dalam kesendirian, ataupun pada pikiran dalamku
sendiri, di mana engkau milik semua, oh yang tercinta, disanalah engkau punyaku”.

“Ke mana lengan-lengan ini terentang bagi semua di sanalah cintaku bangkit. Cinta tak
mengenai tempat sembunyi, cinta tersebar bagaikan cahaya. Engkau adalah suka cita
semuanya, oh yang tercinta. Suka cita itulah yang diakui sebagai milikku”.

Di dalam Slokantara 1oka 1(1) menyebutkan:

“Seperti halnya golongan Brabmana, di antara manusia, sebagai halnya matahari di antara
sumber cahaya, seperti halnya kepala di antara anggota badan demikian. pulalah halnya
kebenaran (satya) di antara kewajiban dharma manusia)”.

(TjokRai Sudharta, 1997: 6)

Dalam Sloka ini yang dipersoalkan adalah tentang:

a. Bahwa kebenaran ialah dharma (kewajiban suci) yang tertinggi

b. Tentang Brahmacari Dari uraian di atas berarti semua pekerjaan yang dilakukan
harus didasari oleh kebenaran yang merupakan kewajiban suci untuk
melaksanakannya .
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari hasil pembahasan tentang Hukum Menurut Hindu Dalam Rangka Menegakkan Keadilan ,
maka dapat diambil kesimpulan :
3.1.1. Agama hindu menuntun umatnya untuk selalu sadar dan taat pada Hukum Tuhan. Hukum
sangat mempengaruhi ketentraman, keamanan, kenyamanan dan ketertiban masyarakat.
Di dalam ajaran kepemimpinan Hindu terdapat Catur Naya Sandhi.. Untuk menjaga
hubungan antara partikel-partikel yang diciptakannya itu, Tuhan menciptakan hukum
yang murni dan abadi bersifat absolute berlaku bagi semua ciptaannya, hukum tersebut
disebut dengan hukum Rta.
3.1.2 Sebagai landasan berpikir bagi pemimpin dalam menegakkan hukum menurut Sri Rama
kepada yang disimbulkan dengan sikap-sifat mulia dari alam semesta yang patut
dijadikan pedoman bagi setiap pemimpin atau penegak hukum, disebut dengan Asta
Brata. Perumusan hukum menurut Hindu diatur secara konsepsional, di mana sistem dan
azas yang dipergunakan dalam hukum Hindu bersumber pada Kitab .Suci Veda
.Penegakan hukum yang adil dalam ajaran Agama Hindu ,yaitu Karma phala yang
merupakan hukum yang universal memberikan dalil atau rumusan yang pasti.
3.1.3 Hukum adalah penegak kebenaran dan keadilan, yang menjadi dasar pemikiran untuk
tegaknya kebenaran dan keadilan. Dimana Agama Hindu merupakan ajaran yang
,mengajarkan kebenaran.
3.2 Saran

Saran yang dapat diambil dalam pembahasan tentang Hukum Menurut Hindu Dalam Rangka
Menegakkan Keadilan kepada umat Hindu adalah sebagai berikut :

3.2.1 Setiap umat Hindu tetap menjalankan hukum yang murni dan abadi, yang diciptakan
oleh tuhan, yaitu Hukum Rta agar tetap menjaga hubungan antar partikel-partikel yang
diciptakan olehNya.

3.2.2 Setiap umat Hindu sebaiknya dalam menegakkan hukum memiliki sifat-sifat mulia yang
di sebut ajaran Asta Bratha, dan percaya dengan penegakan hukum yang adil menurut
Hindu, yaitu Karma Phala.

3.2.3 Hukum sebagai penegak keadilan diharapkan tetap mampu mengawal umat hindu agar
sesuai dengan ajaran Agama Hindu yaitu kebenaran.
DAFTAR PUSTAKA

Lestawi, I Nengah. 2015. Hukum Hindu serta Perkembangannya. Surabaya : Penerbit Paramita.

Wik, Gung. Tt. Hukum Dalam Rangka Menegakkan Keadilan. Tersedia pada :
https://www.academia.edu/9723373/HUKUM_DALAM_RANGKA_MENEGAKKAN_KE
ADILAN diakses pada tanggal 13 Maret 2020.

Guswidi45. Tt. Hukum Dalam Rangka Menegakkan Keadilan. Tersedia pada :


https://id.scribd.com/doc/87133564/Bar-Xi-Dekyuni diakses pada tanggal 13 Maret 2020.

Anda mungkin juga menyukai