Dharma merupakan hukum yang berlaku untuk mengatur kehidupan manusia dalam
rangka meningkatkan kehidupan satya dan ahimsa didunia ini, sehingga kehidupan didunia
menjadi “Moksartham Jagadhita ya ca iti dharma”, sedangkan Rta adalah bentuk hukum
Tuhan yang sanksi hukumnya tidak dapat ditentukan oleh manusia, tetapi dapat berupa sanksi
hukum penderitaan atau kebahagiaan. Rta bersifat absolute, tidak ada yang dapat
menentangnya, dan berlaku selama-lamanya, sehingga sangatlah penting sebagai umat
Agama Hindu untuk mematuhi Hukum Rta. Kepatuhan terhadap hukum akan berpahala
kebahagiaan dan keselamatan, sedangkan pengingkaran akan berpahala pada kesedihan dan
kehancuran. Berdasarkan hal tersebut, maka sangatlah penting bagi umat Hindu untuk
menumbuhkan kesadaran untuk taat pada Hukum Tuhan (Rta/Dharma).
Ketika umat Hindu sudah mempunyai kesadaran untuk taat pada Hukun Tuhan, maka
kesejahteraan ataupun kedamaian akan tercipta dengan sendirinya. Umat Hindu akan setiap
sedia sebagai payung hukum yang akan selalu menegakkan keadilan. Selain itu, kesadaran
untuk taat pada Hukum Tuhan juga akan memberi setiap jiwa umat Hindu kebijaksanaan
yang tentunya akan sangat membantu dalam penegakkan keadilan.
Secara umum, hukum adalah peraturan-peraturan yang mengatur tingkah laku manusia
dalam kehidupan sehari-hari, baik yang ditetapkan oleh penguasa, pemerintah, maupun
secara alamiah. Hukum berfungsi membatasi kepentingan dari pendukung hukum, menjamin
kepentingan dan hak masyarakat, serta menciptakan pertalian-pertalian guna mempererat
hubungan antara masyarakat dan menentukan arah bagi terciptanya kerjasama. Tujuan dari
hukum adalah untuk menciptakan keadaan yang damai, adil, sejahtera, dan bahagia. Tujuan
tersebut dapat tercapai jika didalam hukum tersebut mengandung sanksi yang bersifat tegas
dan nyata. Hukum berfungsi sebagai pengendali social agar tercapai ketertiban. Bagi umat
beragama yang juga merupakan umat bernegara, maka harus tunduk kepada dua kekuasaan
hukum, sebagai berikut.
Konsepsi istilah hukum menurut ilmu social berkembang dalam dua bentuk istilah,
yaitu hukum Alam dan hukum Bangsa. Hukum Alam dalam Agama Hindu disebut Rta, dan
hukum Bangsa disebut dengan Dharma, yang terbentuknya berbeda-beda menurut desa, kala,
dan patra. Widhi Sradha adalah salah satu Sradha dalam Agama Hindu. Widhi Sradha yaitu
kepercayaan dan keyakinan dengan adanya Ida Sang Hyang Widhi Wasa, termasuk juga
percaya dan yakin dengan hukum yang diciptakan-Nya. Slah satu sastra Hindu menyebutkan:
(Dharma Sastra.1.8)
Artinya, Ia yang menciptakan berbagai ciptaan menjadikan dari dirinya sendiri, diciptakannya
makhluk-makhluk hidup yang beraneka ragam, mulai dengan memikirkannya, diciptakannya,
air, daun, meletakkan benih itu kedalamnya.
Tuhan menciptakan hukum yang murni dan abadi bersifat Absulute yang berlaku bagi
semua ciptaan-Nya untuk menjaga hubungan antara partikel-partikel yang diciptakannya itu,
hukum tersebut disebut dengan Hukum Rta, kata Rta berasal dari bahasa Sansekerta yang
artinya “Adil” sedangkan lawannya Anrta berarti “Tidak adil”.
Tuhan sebagai pegendali Hukum Rta sehingga beliau disebut dengan Rtawan. Hukum
Rta mengatur seluruh alam dan komponennya, satupun komponen alam tidak bisa lepas dari
hukum Rta. Rta sebagai pengendali semua ciptaan Tuhan seperti yang diuraikan oleh
mantram Rg Veda sebagai berikut.
Ia yang bersinar, menyebabkan yang tidak bersinar menjadi bersinar dengan hukum (Rta), ia
menyalakan fajar, ia menjalankan kuda yang dikendalikan oleh Hukum Abadi. Rta membuat
manusia yang senang dengan kereta menuju terang.
Adapun contoh Rta adalah, (1) Matahari terbit di Timur dan tenggelam di Barat, (2)
Adanya hukum Karmaphala, (3) Adanya perputaran siang dan malam, (4) Adanya rangkaian
lahir, hidup dan mati, (5) Setiap makhluk mempunyai rasa lapar dan haus, (6) Setiap makhluk
membutuhkan tidur/istirahat.
Rta yang menyatu padukan alam dengan hukum alam merupakan displin hidup dan
juga merupakan dislipin untuk menciptakan keindahan dan keharmonisan dalam hidup ini.
Rta juga mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan di dunia ini, karena memberikan
kesempatan kepada setiap makhluk untu tumbuh dan berkembang seperti uraian mantram
berikut.
Lebih baik melakukan dharmanya sendiri walaupun tidak sempurna dari pada
melaksanakan dharmci orang lain walaupun dikerjakan dengan sempurna
Lebih baik mati dalam menyelesaikan dharmanya sendiri dari pada mengikuti dharma orang
lain yang berbahaya (Maswinara, 1997: 181-182)
Istilah swadharma dan paradharma sudah sangat sering didengar, dibicarakan, dipraktekkan,
dan dijadikan bahan kajian oleh para sedharma di tanah air Indonesia. Ternyata istilah ini
begitu pas dan relevan bagi umat Hindu yang merupakan ajaran suci tersurat dalam pustaka
suci Bhagaivadgita sebagaimana telah disitir di depan. Kata swadharma dan paradharma
berasal dari bahasa Sansekerta, yakni dari kata swa, para dan dharma. Kata swa artinya
sendiri, diri sendiri, aku, orang-orang dari golongan sendiri, teman. Kata para artinya lebih
jauh, kemudian, masa lalu, amat, tertinggi, mulia, lain. Kata dharma artinya lembaga, adat,
kebiasaan, aturan, kewajiban, moral yang baik, pekerjaan yang baik, kebenaran, hukum,
keadilan. Kata swadharma artinya kebenaran sendiri, kewajiban sendiri. Sedangkan
paradharma artinya aturan atau kewajiban orang lain atau kasta lain.
Begitu juga istilah dalam ajaran paradharma sudah jelas yang berkaitan dengan yang lain,
orang lain, masyarakat pada umumnya, di sekitar kita, dan sebagainya. Jadi paradharma
adalah kewajiban orang lain, atau kewajiban terhadap orang lain, kewajiban terhadap publik
atau pelayanan publik (public service), kewajiban untuk kebersamaan sebagai tanggung
jawab bersama, dan juga kebenaran untuk bersama-sama. Dalam hal ini sangat relevan
dengan konteks asas musyawarah menuju mufakat yang mengutamakan kebersamaan dan
persetujuan bersama ke arah kebaikan, kebenaran, kebajikan, kemuliaan, dap menuju
kerahayuan bersama.
Makna-makna mulia dari ajaran swadharma dan paradharma sebagaimana ada diajarkan
dalam kutipan sloka pustaka suci Bhagawadgita di atas, menyiratkan makna suci, bahwa
umat Hindu dimanapun mereka berada, seperti di Bali, di Sasak, di Sunda, di Batak, di
Toraja, di Bugis, di Madura, di Dayak, di Minahasa, di Tapanuli, di Papua, di Ternate, di
Minang, di Karo, di Melayu, di Tibet, di Suriname, di Bharatavarsa, di Fidji, di Afrika, di
Eropa, dan sebagainya tentu telah sadar sesadar-sadarnya bahwa mereka ada dalam tatanan
komunitas Hindu yang sangat universal dalam era global ini telah memaknai pula dari ajaran
swadharma dan paradharma yang bersifat universal pula.
Swa Dharma dibedakan menjadi 4(empat) kelompok tugas yang disebut Catur Warna.
Catur Warna terurai dalam kitab suci sebagai berikut:
(Bhagavad Gita.IV.13)
Artinya, Aku menciptakan Catur Warna, empat jenis pembagian golongan di masyarakat
berdasarkan sifat-sifat dan pekerjaan-pekerjaannya. Walaupun sesungguhnya Akulah yang
membuat Catur Warna tersebut, tetapi ketahuilah bahwa Aku yang bersifat kekal abadi tidak
melalukan perbuatan. Catur Warna adalah empat tipe kehidupan, masing-masing merupakan
produk asli dari pikiran dan tindakan manusia itu sendiri yang sudah ada semenjak ia
dilahirkan. Dalam ajaran Agama Hindu berasal dari Bahasa Sansekerta dari urat kata Catur
dan Warna. Kata Catur berarti Empat dan Warna berarti pilihan/memilih lapangan kerja.
Jadi, Catur Warna berarti empat pilihan bagi setiap orang terhadap profesi yang sesuai bagi
dirinya sendiri atau empat pengelompokan masyarakat dalam tata kemasyarakatan Agama
Hindu yang ditentukan berdasarkan profesinya.
1. Warna Brahma, yang disimbolkan dengan warna putih yang merupakan golongan
fungsional di dalam masyarakat yang setiap orangnya menitikberatkan pengabdian
dalam swadharmanya di bidang keagamaan dan memiliki tugas mempelajari Weda.
2. Warna Ksatrya, yang disimbolkan dengan warna merah yang merupakan golongan
fungsional di dalam masyarakat yang setiap orangnya menitikberatkan pengabdian
dalam swadharmanya di bidang kepemimpinan, keperwiraan, dan pertahanan
keamanan Negara.
3. Warna Wesya, yang disimbolkan dengan warna kuning yang merupakan golongan
fungsional di dalam masyarakat yang setiap orangnya menitikberatkan pengabdian
dalam swadharmanya di bidang kesejahteraa masyarakat perekonomian,
perindustrian, dan sebagainya).
4. Warna Sudra, yang disimbolkan dengan warna hitam yang merupakan golongan
fungsional di dalam masyarakat yang setiap orangnya menitikberatkan pengabdian
dalam swadharmanya di bidang ketenagakerjaan.
2.2 Peran Agama Hindu dalam Merumuskan dan Menegakkan Hukum yang Adil.
Perumusan Hukum menurut Hindu diatur secara konsepsional, dimana sistem dan asas
yang digunakan dalam hukum Hindu bersumber pada kitab suci Weda. Hukum Hindu
bersumber pada:
a. Sruti, artinya sama dengan wahyu atau wahyu yang dihimpun dalam mantra Samhita.
b. Smerti, adalah himpunan-himpunan yang berisi tentang penafsiran dari Sruti.
c. Sila, artinya tingkah laku dari orang-orang suci
d. Acara, yaitu adat istiadat yang keramat yang berlaku disuatu tempat.
e. Atmanastuti, yaitu rasa puas diri.
Penegakan Hukum yang adil dalam ajaran Hindu mempunyai konsep yang jelas yang
dijabarkan atau diaplikasikan dalam konsep sradha yaitu Karma Phala.
Selain sumber hukum hindu tersebut diatas, juga ada bersumber dari Manawa
Dharmasastra. Dharmasastra berasal dari bahasa sansekerta, yaitu Dharma dan Sastra.
Dharma berarti perintah, kebenaran, hukum, atau keadilan, sedangkan Sastra berarti ajaran,
nasihat, aturan, atau teori. Jadi Dharmasastra berarti ilmu hukum.
Berbagai bidang hukum Hindu yang termuat dalam kitab Manawa Dharmasastra, antara
lain sebagai berikut :
Fungsi profetik agama adalah bahwa agama sebagai sarana menuju kebahagiaan juga
memuat peraturan-peraturan yang mengkondisikan terbentuknya batin manusia yang baik dan
berkualitas, yaitu manusia yang bermoral (agama sebagai sumber moral).
Ajaran Agama adalah kebenaran, sedangkan hukum adalah penegak kebenaran dan
keadilan yang menjadi dasar pemikiran untuk tegaknya kebenaran dan keadilan. Menurut
Narada Smerti, kebenaran adalah alat terbaik untuk menyucikan jiwa. Kebenaran menurut
Manu adalah Tapa (Pengekangan Diri) terbesar yang dapat dilakukan oleh manusia dan
seorang yang mempraktekan kebenaran memperoleh moksa dalam hidup ini.
Penegak hukum sebagai orang yang bertanggungjawab dalam menegakkan hukum harus
memiliki kesadaran moral. Penegak hukum harus sadar bahwa ia akan berdosa jika
menghukum orang yang tidak bersalah, dan tidak menghukum orang yang bersalah.
Agama Hindu memberikan tuntutan dan arahan moral yang benar pada pemeluknya untuk
menuju tujuan hidup. Tuhan menciptakan manusia dengan 2 unsur yaitu unsur positif dan
negative. Pelaksanaan Swa Dharma dan Para Dharma supaya tidak terjadi benturan antara
dua hal tersebut, maka manusia membuat aturan yang disebut Hukum, dan Agama sebagai
dasar hukum tersebut. Materi hukum diambil dari nilai-nilai Agama yang ada, sehingga
tujuan agama selaras dengan tujuan hukum yaitu menuntun dan mengarahkan manusia untuk
mencapai keharmonisan dakam hidup. Agama sebagai dasar hukum, maka pada setiap gerak
hukum perlu berdasarkan ajaran Agama.
Cara menumbuhkan kesadaran untuk taat hukum Tuhan (Rta/Dharma), yaitu melalui
beberapa tahap, sebagai berikut.
Pada tahap ini, setelah seseorang mengenal dan mengakui keberadaan norma-norma
hukum Hindu, selanjutnya perlu ditingkatkan kepada tahap menghargai. Penghargaan
terhadap norma-norma hukum Hindu dilakukan agar norma-norma hukum Hindu tidah
hilang(punah). Melupakan Veda sebagai norma-norma hukum Hindu dan menentangnya
merupakan perbuatan dosa. Menghargai norma-norma hukum Hindu yang tersirat akan lestari
dan norma-norma hukum Hindu yang tersurat di dalam Veda akan disesuaikan menurut
situasi dan kondisi dari daerah masing-masing. Menghargai norma-norma hukum Hindu
berarti meningkatkan kesadaran seseorang untuk bersifat fanatic, berusaha menjaga
kelestariannya dan mempertahankan kebenaran dalam praktek hidup dan kehidupan, baik
dalam masyarakat maupun dalam dakam proses perkara di pengadilan. Menghargai norma
hukum Hindu, berarti penganutnya akan menjaga norma agar tidak mengalami cacat, tidak
tersela, dan akan berusaha mempertahankan kebenaran yang sebenar-benarnya dari norma
hukum.
Norma hukum dikatakan ditaati, apabila norma hukum itu diamalkan atau
diaplikasikan melalui prilakunya. Pengamalan norma-norma hukum Hindu dapat
diaplikasikan dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari. Pengamalan norma-norma hukum
Hindu dapat diwujudkan dalam bentuk prilaku atau sikap tindak yang sesuai dengan ajaran
Kitab Suci Veda. Norma hukum Hindu mengalami proses pelembagaan, apabila norma-
norma hukum Hindu dapat dikenal, diakui, dihargai, serta ditegakkan atau ditaati. Proses ini
merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, sebabmerupakan proses awal dalam
menegakkan atau menaati norma hukum Hindu.
Bhakti Marga adalah jalan menuju Tuhan dengan cara menunjukan Bhakti kita (berbakti,
cinta pada Tuhan dan sesama). Kata Kunci dari Bhakti Marga adalah "Love All". Sayangi
Tuhanmu, sayangi keluargamu, sayangi teman teman mu, bahkan kau harus menyayangi
musuhmu. Contoh Pelaksanaan Bhakti Marga: Melaksanakan Sembahyang pada Tuhan,
menyanyikan nama nama Ketuhanan, melaksanakan Japa, menyayangi SEMUA MAHLUK
termasuk musuhmu sendiri. Lakukan semua itu dengan dilandasi penuh rasa Bhakti kepada
Tuhan, maka anda telah berhasil melaksanakan Bhakti Marga.
Pelembagaan norma hukum Hindu ini dilakukan dengan cara menerapkan norma-norma
hukum Hindu dengan mematuhi atau mentaati semua larangan dan ajaran yang terkandung di
dalam norma-norma dimaksud dengan penuh kerendahan hati(kesujudan) dan Sraddha
kepada Tuhan.
Jnana Marga adalah cara mencapai Tuhan dengan cara mempelajari kitab Suci Veda.
Jalan ini cukup sulit untuk dilakukan oleh orang biasa, karena tidak semua orang mampu
untuk memahami secara benar maksud yang terkandung dalam Veda. Bila anda ingin
mempelajari Kitab Suci Veda, saya sangat menyarankan anda untuk membaca Bhagawad
Gita, karena Bhagawad Gita merupakan ajaran Veda yang sudah disederhanakan, sehingga
orang biasa pun bisa memahami maksud yang terkandung dalam Bhagawad Gita. Selain
Bhagawad Gita, anda juga bisa mempelajari Itihasa (Mahabarata & Ramayana) dan Purana
Pelembagaan norma hukum Hindu ini dilakukan dengan cara menegakan atau
menerapkan norma-norma hukum Hindu melalui proses pembelajaran, penyuluhan, dan
menginformasikan norma-norma kepada masyarakat. Pengamalan ini dilakukan oleh setiap
umat Hindu dalam bentuk prilaku yang bijak dan baik.
Raja Yoga adalah cara mencapai Tuhan denga cara Meditasi, Perenungan Tuhan,
Pengendalian (Tapa). Cara ini sulit dilakukan oleh orang yang tidak terlatih. Bila anda ingin
melakukan Raja Yoga saya sarankan carilah guru spiritual yang bisa membimbing meditasi
anda, sehingga meditasi anda akan berhasil dan anda bisa mencapai Tuhan denga cara ini.
Pelembagaan norma hukum Hindu ini dilakukan dengan cara menegakan atau
menerapkan norma-norma hukum Hindu., melalui penerapan sanksi hukum tapa dan brata.
Sanksi hukum tapa bertujuan untuk melebur dosa-dosa para pelanggar norma-norma hukum
Hindu atas kejahatan yang dilakukan, baik sengaja atau tidak sengaja. Tapa bukan hanya
diasumsikan sebagai suatu usaha pemusatan pikiran pada Ida Sang Hyang Widhi dengan cara
duduk mengasingkan diri di Hutan, tetapi tapa identic dengan istilah pemenjaraan , sebab
tapa atau pemenjaraan merupakan sarana dalam upaya pengendalian diri untuk
menumbuhkan kesadaran , sehingga dapat terhindar dari perbuatan-perbuatan dosa atau
melanggar norma-norma hukum Hindu.
Vibhuti Mārga berarti kebesaran dan kemuliaan Tuhan yang dihayati oleh para Maha Rsi
melalui spiritual. Vibhuti Marga adalah penghayatan terhadap kebenaran dan kemuliaan
Tuhan yang dihayati oleh para maharesi melalui spiritual yang kemudian penghayatannya
dilukiskan dalam bentuk puisi sebagai rasa kekagumannya. Hakikat utama ajaran Vibhuti
Marga adalah memberi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan dan persoalan-persoalan yang
muncul mengenai sifat-sifat Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa yang
transendental atau di luar alam indra.
Pelembagaan norma hukum Hindu ini dilakukan dengan pengamalan atau penerapan dan
penegakan norma atau sanksi hukum Hindu, secara adil dan bijaksana, kepada setiap, orang
yang bersalah. Hakim sebagai penegak hukum tidak dibenarkan untuk menjatuhkan putusan
pada perkara yang tidak dituntut. Suatu pemeriksaan perkara memang diakhiri oleh suatu
putusan pengadilan, tetapi putusan itu dijatuhkan belum berarti permasalahan selesai. Putusan
hakim harus mempunyai kekuatan eksekutorial, yaitu kekuatan atau suatu putusan harus
benar-benar dilaksanakan demi tegaknya hukum. Pelaksanaan putusan dilakukan dengan
menghukum orang-orang yang patut dihukum, sebab jika putusan tidak dilaksanakan
akibatnya akan memusnahkan yang lemah.
Pelambagaan norma hukum Hindu ini dilakukan dengan cara penerapan atau penegakan
hukum Hindu berdasarkan tugas dan fungsi swadharma masing-masing. Misalnya swadharma
sebagai saksi, jangan menjatuhkan sanksi hukum. Sebagai pembela jangan melakukan
penuntutan kepada yang dibelanya. Seseorang penegak hukum harus melaksanakan tugasnya
sesuai swadharmanya.
2.5 Implementasi Agama Hindu dalam Merumuskan dan Menegakkan Hukum yang
Adil.
Ajaran Hindu selalu menuntun umatnya untuk selalu ikut dalam merumuskan dan
menegakkan hukum yang adil. Adapun implementasi Agama Hindu dalam merumuskan dan
menegakkan hukum yang adil dalam kehidupan sehari-hari dapat dideskripsikan sebagai berikut.
1) Sama
Seorang pemimpin hendaknya selalu waspada dan siap siaga untuk
menghadapi segala ancaman musuh baik yang datang dari dalam maupun luar
yang merongrong kewibawaan pemimpin.
2) Bedha
Seorang pemimpin hendaknya memberikan perlakuan yang sama dan adil
tanpa perkecualian dalam melaksanakan hukum/peraturan bagi bawahan atau
rakyat sehingga tercipta kedisiplinn dan tata tertib dalam masyarakat
(penegakan supremasi hukum).
3) Dhana
Seorang pemimpin hendaknya mengutamakan sandang, pangan, pendidikan
dan papan guna menunjang kesejahteraan/kemakmuran bawahan atau rakyat,
serta memberikan penghargaan bagi warga yang berprestasi.
4) Danda
Seorang pemimpin hendaknya menghukum secara adil kepada semua yang
berbuat salah/melanggar hukum sesuai dengan tingkat kesalahan yang
diperbuatnya.
2. Asta Brata
Asta Brata merupakan delapan sifat-sifatmulia yang patut dijadikan pedoman bagi
setiap pemimpin atau penegak hukum. Bagian-bagian Asta Brata adalah sebagai berikut:
1. Indra Brata
Seorang pemimpin hendaknya seperti hujan yaitu senantiasa mengusahakan
kemakmuran bagi rakyatnya.
2. Yama Brata
Pemimpin hendaknya meneladani sifat-sifat Dewa Yama, yaitu berani menegakkan
keadilan menurut hukum atau peraturan yang berlaku demi mengayomi masyarakat.
3. Surya Brata
Pemimpin hendaknya memiliki sifat-sifat seperti matahari yang mampu memberikan
semangat dan kekuatan pada kehidupan yang penuh dinamika.
4. Candra Brata
Pemimpin hendaknya memiliki sifat-sifat seperti bulan yaitu mampu memberikan
penerangan bagi rakyatnya.
5. Bayu Brata (Maruta)
Pemimpin hendaknya ibarat angin, senantiasa berada di tengah-tengah
masyarakatnya.
6. Bhumi (Danada)
Pemimpin hendaknya memiliki sifat-sifat utama dari bumi yaitu teguh, menjadi
landasan berpijak, dan memberi segala yang dimiliki untuk kesejahteraan
masyarakatnya.
7. Baruna Brata
Pemimpin hendaknya bersifat seperti samudra, yaitu memiliki wawasan yang luas,
mampu mengatasi setiap gejolak dengan baik, penuh kearifan dan kebijaksanaan.
8. Agni Brata
Pemimpin hendaknya memiliki sifat mulia dari api, yaitu mendorong masyarakat
untuk berpartisipasi dalam pembangunan, tetap teguh dan tegak dalam prinsip, dan
menindak yang bersalah tanpa pilih kasih.
3. Karma Phala
Karma Phala memberikan gambaran hasil dari suatu perbuatan. Saat (kala)
diterimanya karma (hasil perbuatan) dapat dibagi menjadi tiga jenis, prarabda, kriyamana,
dan sancita.
Fungsi profetik agama memberikan kearifan tiap-tiap langkah hukum. Hal ini mulai dari
ancaman hukuman hendaknya bertahap agar hukum memberi kesempatan orang untuk
memperbaiki diri, hukum pun hendaknya bijaksana setelah mendapat berbagai pertimbangan
Lebih jelasnya perlu diberikan contoh perilaku kebenaran sebagai berikut : bila sebagai
seorang salesman mobil, memberitahu calon pembeli mengenai kekurangan atau keterbatasan
dari mobil yang akan dijual beserta kelebihan-kelebihan dari mobil itu. Kebenaran yang
dinyatakan salesman akan mampu menjadikan penjualan mobil lebih banyak lagi selama
mobil tersebut mempunyai segi-segi positif bagi pembeli. Seseorang yang ingin menipu
orang lain dengan profesinya maka orang lain juga dapat menipu balik dengan profesinya.
BAB III
PENUTUP
3. 1 Kesimpulan
Hukum Rta mengatur seluruh alam dan komponennya, satupun komponen alam tidak
bisa lepas dari hukum Rta. Perumusan Hukum menurut Hindu diatur secara konsepsional,
dimana sistem dan asas yang digunakan dalam hukum Hindu bersumber pada kitab suci
Weda. Penegakan Hukum yang adil dalam ajaran Hindu mempunyai konsep yang jelas yang
dijabarkan atau diaplikasikan dalam konsep sradha yaitu Karma Phala maka manusia
membuat aturan yang disebut Hukum, dan Agama sebagai dasar hukum tersebut. Ajaran
Agama adalah kebenaran, sedangkan hukum adalah penegak kebenaran dan keadilan yang
menjadi dasar pemikiran untuk tegaknya kebenaran dan keadilan dan materi hukum diambil
dari nilai-nilai Agama yang ada, sehingga tujuan agama selaras dengan tujuan hukum. Cara
menumbuhkan kesadaran untuk taat hukum Tuhan (Rta/Dharma), yaitu melalui beberapa
tahap yaitu Pengenalan Norma Hukum Hindu, Menghargai Norma Hukum Hindu, Menaati
Norma Hukum Hindu. Adapun implementasi Agama Hindu dalam merumuskan dan menegakkan
hukum yang adil dalam kehidupan sehari-hari dapat dideskripsikan sebagai berikut: Catur Naya
Sandhi, Asta Brata, Karma Phala.
3.2 Saran
Dengan selesainya makalah ini, saran yang dapat ditujukan kepada para pembaca agar
mampu mentaati hukum yang sudah ada karena setiap pelanggaran pasti akan ada
hukumannya. Hukum berdasarkan agama hindu sangat menjunjung tinggi keadilan dan juga
kebenaran oleh sebab itu sebagai umat hindu sangat diharapkan kesadarannya akan hukum rta
dan juga kharma phala.
DAFTAR PUSTAKA
Andre Atmaja. 2013. Peran Agama Hindu Dalam Merumuskan Dan Meneggakkan Hukum
Yang Adil. Tersedia Pada:
https://www.scribd.com/doc/135861892/Peran-Agama-Hndu-Dalam-
Merumuskan-Dan-Menegakkan-Hukum-Yang-Adil//
Wayan Suastika. 2017. Makalah Agama Hindu Catur Marga. Tersedia Pada:
http://wayansuastika1.blogspot.co.id/2017/10/makalah-agama-hindu-
catur-marga.html