Anda di halaman 1dari 4

A.

Menumbuhkan Kesadaran Untuk Taat Hukum Tuhan (Rta/Dharma)


Menurut ajaran hindu, yang menciptakan segala isi dari alam semesta ini adalah
Tuhan. Untuk mengatur dan menjaga hubungan antara partikel-partikel yang diciptakan-
Nya itu, Tuhan menciptakan hukum yang murni dan abadi bersifat absolut berlaku bagi
semua ciptaan-Nya. Hukum itu disebut dengan hukum Rta, Rta berasal dari bahasa
Sansekerta yang artinya adil. Tuhan sebagai pencipta dan pengendali hukum Rta disebut
Rtawan.
Contoh hukum Rta;
 Matahari terbit di timur, tenggelam di barat.
 Air mengalir dari tempat yang tinggi menuju tempat yang lebih rendah.
 Adanya siang dan malam hari.
 Adanya siklus kehidupan.
Apabila Rta tidak dijalankan maka akan terjadi ketidakseimbangan atau
ketidakharmonisan dalam kehidupan ini.
Rta ini kemudian dijabarkan ke dalam tingkah laku manusia dan disebut Dharma.
Adapun Hukum Agama yang disebut Dharma itu sifatnya relatif, artinya Dharma sebagai
hukum tidak sama bentuknya di semua tempat, melainkan dihubungkan dengan
kebiasaan-kebiasaan setempat (dresta). Sesuai dengan anjuran agama, yaitu “moksartham
jagadhita ya ca iti dharma” artinya untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat atau
lahir dan batin, maka Dharmalah sebagai penuntunnya. Sehingga dalam aplikasinya
dibedakan menjadi 2 bagian yaitu:
1. Swa Dharma
Swa dharma berarti sadar akan tugas dan kewajiban masing-masing dan apabila
kewajiban itu di jalankan dengan sebaik-baiknya barulah “moksartham dan jagadhita”
akan terwujud.
Dalam menjalankan swa dharma, ini dibedakan menjadi empat kelompok tugas yang
disebut “catur warna”. Kata Catur Warna berasal dari bahasa Sanskerta yang terdiri dari
kata ''Catur" berarti empat dan kata "Warna" yang berasal dari urat kata Wr (baca: wri)
artinya memilih. Catur Warna berarti empat pilihan hidup atau empat pembagian dalam
kehidupan berdasarkan atas bakat (guna) dan ketrampilan (karma) seseorang, serta
kualitas kerja yang dimiliki sebagai akibat pendidikan, pengembangan bakat yang tumbuh
dari dalam dirinya dan ditopang oleh ketangguhan mentalnya dalam menghadapi suatu
pekerjaan. Empat golongan yang kemudian terkenal dengan istilah Catur Warna itu ialah:
1) Brahmana
Disimbolkan dengan warna putih, adalah golongan fungsional di dalam
masyarakat yang mempunyai tugas untuk mengembangkan dan menyebarluaskan
ilmu pengetahuan khususnya di bidang kerohanian dan keagamaan.
2) Ksatria
Disimbolkan dengan warna merah, adalah golongan fungsional di dalam
masyarakat yang mempunyai tugas untuk menjalankan tugas pemerintahan dan
perlindungan kepada semua orang.

1
3) Wesya
Disimbolkan dengan warna kuning, adalah golongan fungsional di dalam
masyarakat yang bergerak di bidang Ekonomi serta kesejahteraan masyarakat.
4) Sudra
Disimbolkan dengan warna hitam, adalah golongan fungsional di dalam
masyarakat yang bergerak di bidang ketenagakerjaan.
Dalam perjalanan kehidupan di masyarakat dari masa ke masa pelaksanaan sistem
Catur Warna cenderung membaur mengarah kepada sistem yang tertutup yang disebut
Catur Wangsa atau Turunan darah. Padahal Catur Warna menunjukkan pengertian
golongan fungsional, sedangkan Catur Wangsa menunjukkan Turunan darah.

2. Para Dharma
Para dharma adalah peraturan yang berlaku pada setiap orang, apapun profesinya
ataupun warnanya apapun jenis kelaminnya, di dalam setiap tingkatan umur, dan
dimanapun berada, diikat oleh aturan tersebut. Apabila melanggar aturan ini akan terjadi
benturan-benturan yang menyebabkan kesengsaraan dalam hidup ini.

B. Peranan Agama Hindu dalam Perumusan dan Menegakkan Hukum yang Adil
 Menurut Weda, hukum Hindu bersumber pada:
1) Sruti
Sruti (Weda) artinya sama dengan wahyu, atau wahyu yang dihimpun dalam mantra
Samhita. Kebenaran Sruti (Weda) tidak dapat diragukan kebenarannya, karena Sruti
merupakan sumber hukum hindu yang pertama dan dasar utama hukum dalam agama
Hindu.
2) Smerti
Smerti adalah himpunan – himpunan yang berisi tentang penafsiran dari Sruti. Di
dalam Smerti dijabarkan atau diaplikasikan Sruti tersebut. Smerti merupakan sumber
hukum hindu yang kedua.
3) Sila
Sila di sini berarti tingkah laku. Bila diberi awalan “su” maka menjadi susila yang
berarti tingkah laku orang-orang yang baik atau suci. Tingkah laku tersebut meliputi
pikiran, perkataan dan perbuatan yang suci. Pada umumnya tingkah laku para maharsi
dijadikan standar penilaian yang patut ditauladani. Kaedah-kaedah tingkah laku yang
baik tersebut tidak tertulis di dalam Smerti, sehingga sila tidak dapat diartikan sebagai
hukum dalam pengertian yang sebenarnya, walaupun nilai-nilainya dijadikan sebagai
dasar dalam hukum positif. Sila merupakan sumber hukum hindu yang ketiga.
4) Acara
Acara dianggap sebagai sumber hukum Hindu positif. Dalam bahasa Jawa Kuno
Acara disebut Drsta yang berarti kebiasaan. Untuk memahami pemikiran hukum
Acara ini, maka hakekat dasar Acara adalah penerimaan Drsta sebagai hukum yang

2
telah ada di tempat mana Hindu itu dikembangkan. Dengan demikian sifat hukum
Hindu adalah fleksibel. Acara merupakan sumber hukum hindu yang keempat.
5) Atmanastuti
Atmanastuti artinya rasa puas pada diri sendiri. Perasaan ini dijadikan ukuran untuk
suatu hukum, karena setiap keputusan atau tingkah laku seseorang mempunyai akibat.
Atmanastuti dinilai sangat relatif dan subyektif, karena bila memutuskan kaedah-
kaedah hukum yang masih diragukan kebenarannya, keputusan diserahkan kepada
majelis yang terdiri dari para ahli dalam bidang kitab suci dan logika agar keputusan
yang dilakukan dapat menjamin rasa keadilan dan kepuasan yang menerimanya.
Atmanastuti merupakan sumber hukum hindu yang kelima.

 Karma Phala
Karma Phala terdiri dari dua kata yaitu karma dan phala, berasal dari bahasa
Sanskerta. "Karma" artinya perbuatan dan "Phala" artinya buah, hasil, atau pahala. Jadi
Karma Phala artinya hasil dari perbuatan seseorang. Sedangkan Hukum Karma Phala
berarti Suatu peraturan atau hukuman dari hasil dalam suatu perbuatan.
Hukum Karma Phala adalah hukum sebab – akibat, Hukum aksi reaksi, hukum usaha
dan hasil atau nasib. Hukum ini berlaku untuk alam semesta, binatang, tumbuh –
tumbuhan dan manusia. Jika hukum itu ditunjukan kepada manusia maka disebut dengan
hukum Karma Phala dan jika kepada alam semesta disebut hukum Rta.
Ada 3 jenis Karma Phala yaitu :
1) Prarabda Karma Phala yaitu perbuatan yang dilakukan pada waktu hidup sekarang
dan diterima dalam hidup sekarang juga.
2) Kriyamana Karma Phala yaitu perbuatan yang dilakukan sekarang di dunia ini
tetapi hasilnya akan diterima setelah mati di alam baka.
3) Sancita Karma Phala yaitu perbuatan yang dilakukan sekarang hasilnya akan di
peroleh pada kelahiran yang akan datang.
Sifat – Sifat Hukum Karma Phala :
1) Hukum karma phala itu bersifat abadi, maksudnya sudah ada sejak mulai
penciptaan alam semesta ini dan tetap berlaku sampai alam semesta ini mengalami
pralaya (kiamat).
2) Hukum karma phala bersifat universal, artinya berlaku bukan untuk manusia
tetapi juga untuk mahluk – mahluk seisi alam semesta.
3) Hukum karma phala berlaku sejak jaman pertama penciptaan, jaman sekarang,
jaman yang akan datang.
4) Hukum karma phala itu sangat sempurna, adil, tidak ada yang dapat
menghindarinya.
5) Hukum karma phala tidak ada pengecualuan terhadap siapapun, bahkan bagi Sri
Rama yang sebagai titisan Wisnu tidak mau merubah adanya keberadaan hukum
karma itu.

3
C. Fungsi Profetik Agama Hindu dalam Hukum
Agama hindu memberikan tuntutan dan arahan moral yang benar pada pemeluknya
untuk menuju tujuan hidup. Tuhan menciptakan manusia dengan 2 unsur yaitu unsur
positif dan negatif. Agar dalam menjalani Swa Dharma dan Para Dharma tidak terjadi
benturan, maka manusia membuat aturan yang disebut hukum, dan agama sebagai dasar
hukum tersebut. Materi hukum diambil dari nilai-nilai agama yang ada. Sehingga tujuan
agama selaras dengan tujuan hukum. Yaitu menuntun dan mengarahkan manusia untuk
mencapai keharmonisan dalam hidup.

Anda mungkin juga menyukai