3)
a.
b.
c.
Keuangan telah menetapkan adanya norma pemeriksaan pajak. Tujuan dibuatnya norma
pemeriksaan pajak agar pemeriksa pajak dan Wajib Pajak yang akan diperiksa masing
masing mengetahui hak dan kewajibannya serta adanya kepastian hukum dalam rangka
pelaksanaan undang undang perpajakan. Norma pemeriksaannya sebagai berikut:
f. Pemeriksa pajak wajib memberitahukan secara tertulis kepada wajib pajak tentang
hasil pemeriksaan, berupa hal-hal yang berbeda antara Surat Pemberitahuan dengan
hasil pemeriksaan untuk ditanggapi oleh Wajib Pajak.
g. Pemeriksa pajak wajib memberikan petunjuk kepada Wajib Pajak mengenai
penyelenggaraan pembukuan atau pencatatan dan petunjuk lainnya mengenai
pemenuhan kewajiban perpajakan sehubungan dengan pemeriksaan yang dilakukan,
dengan tujuan agar penyelenggaraan pembukuan atau pencatatan dan pemenuhan
kewajiban perpajakan dalam tahun-tahun selanjutnya agar dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
h. Pemeriksa pajak wajib mengembalikan buku-buku, catatan-catatan dan dokumen
pendukung lainnya yang dipinjam dari Wajib Pajak paling lama 14 (empat belas) hari
sejak selesainya pemeriksaan.
i. Pemeriksa pajak dilarang memberitahukan kepada pihak lain yang tidak berhak,
segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak dalam
rangka pemeriksaan.
2) Norma Pemeriksaan Pemeriksa Pajak dalam Pelaksanaan Pemeriksaan Kantor
a. Dalam rangka pemeriksaan, pemeriksa pajak dengan menggunakan surat panggilan
yang ditandatangani oleh kepala kantor yang bersangkutan, memanggil Wajib Pajak
untuk datang ke kantor Direktorat Jenderal Pajak yang ditunjuk.
b. Norma selanjutnya sama seperti norma 1) dari huruf d sampai dengan i
3) Nomar Pemeriksaan yang Berkaitan dengan Pelaksanaan Pemeriksaan
a. Pemeriksaan dapat dilakukan oleh seorang atau lebih pemeriksa pajak.
b. Pemeriksaan dilaksanakan di kantor Direktorat Jenderal Pajak, di kantor Wajib
Pajak, di kantor lainnya, di pabrik, di tempat usaha, di tempat pekerjaan bebas, di
tempat tinggal Wajib Pajak atau di tempat lain yang ditentukan oleh Direktur
Jenderal Pajak.
c. Pemeriksaan dilaksanakan pada jam kerja, apabila dipandang perlu dapat dilanjutkan
di luar jam kerja.
d. Hasil pemeriksaan dituangkan dalam Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP).
e. Laporan pemeriksaan pajak disusun berdasarkan kertas kerja pemeriksaan (KKP).
f. Hasil pemeriksaan lapangan yang seluruhnya disetujui Wajib Pajak atau kuasanya,
dibuatkan surat pernyataan tentang persetujuan dan ditandatangani oleh Wajib Pajak
yang bersangkutan atau oleh kuasanya.
g. Terhadap temuan sebagai hasil pemeriksaan lengkap yang tidak atau tidak seluruhnya
disetujui oleh Wajib Pajak, dilakukan pembahasan akhir hasil pemeriksaan, dan
dibuatkan Berita Acara Hasil Pemeriksaan.
h. Berdasarkan laporan pemeriksaan pajak, diterbitkan surat ketetapan pajak dan surat
tagihan pajak, kecuali pemeriksaan dilanjutkan dengan tindakan penyidikan.
4) Norma Pemeriksaan yang Berkaitan dengan Wajib Pajak
3
a. Dalam hal pemeriksaan lapangan, Wajib Pajak berhak meminta kepada pemeriksa
pajak untuk memperlihatkan tanda pengenal pemeriksa dan surat perintah
pemeriksaan.
b. Wajib Pajak berhak meminta kepada pemeriksa pajak untuk memberikan penjelasan
tentang maksud dan tujuan pemeriksaan.
c. Dalam hal pemeriksaan kantor, Wajib Pajak wajib memenuhi panggilan untuk datang
menghadiri pemeriksaan sesuai dengan waktu yang ditentukan.
d. Wajib Pajak wajib memenuhi permintaan peminjaman buku-buku, catatan-catatan,
dan dokumen-dokumen yang diperlukan untuk kelancaran pemeriksaan serta
memberikan keterangan dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari sejak tanggal
surat permintaan. Apabila permintaan tersebut tidak dipenuhi oleh wajib pajak maka
pajak yang terutang dapat dihitung secara jabatan.
e. Wajib Pajak berhak meminta kepada perneriksa pajak rincian yang berkenaan dengan
hal-hal yang berbeda antara hasil pemeriksaan dengan surat pemberitahuan.
f. Wajib Pajak atau kuasanya wajib menandatangani surat pernyataan persetujuan
apabila wajib pajak menyetujui seluruh hasil pemeriksaan.
g. Dalam hal pemeriksaan lengkap, Wajib Pajak atau kuasanya wajib menandatangani
Berita Acara Hasil Pemeriksaan, apabila hasil pemeriksaan tersebut tidak atau tidak
seluruhnya disetujui.
h. Dalam rangka pelaksanaan pemeriksaan, wajib pajak wajib melaksanakan ketentuan
sebagaimana diatur dalam Pasal 29 Undang-Undang Namor 6 Tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Undang- Undang Nomor 16 Tahun 2009.
Dalam pelaksanaan pemeriksaan pajak, Keputusan Menteri Keuangan No.
545/KMK.04/2000 telah menetapkan adanya wewenang pemeriksa pajak dalam pemeriksaan
lapangan maupun pemeriksaan kantor, yaitu sebagai berikut:
1) Wewenang Pemeriksa Pajak dalam melakukan Pemeriksaan Lapangan
a. Memeriksa atau meminjam buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen
pendukung lainnya termasuk keluaran atau media komputer dan perangkat elektronik
pengolah data lainnya.
b. Meminta keterangan lisan atau tertulis dari Wajib Pajak yang diperiksa.
c. Memasuki tempat atau ruangan yang diduga merupakan tempat menyimpan
dokumen, uang, barang, yang dapat memberi petunjuk tentang keadaan usaha Wajib
Pajak atau tempat-tempat lain yang dianggap penting serta melakukan pemeriksaan
di tempat-tempat tersebut.
d. Melakukan penyegelan tempat atau ruangan apabila Wajib Pajak atau wakil atau
kuasanya tidak memberikan kesempatan untuk memasuki tempat ruangan dimaksud
atau tidak ada tempat pada saat pemeriksaan dilakukan.
4
e. Meminta keterangan atau data yang diperlukan dari pihak ketiga yang mempunyai
hubungan dengan Wajib Pajak yang periksa.
Sering kali pelaksanaan pemeriksaan lapangan, Wajib Pajak atau kuasanya tidak
berada di tempat, namun tetap dapat dilaksanakan sepanjang ada pihak yang mempunyai
kewenangan untuk bertindak selaku yang mewakili Wajib Pajak.
2) Wewenang Pemeriksa Pajak dalam melakukan Pemeriksaan Kantor
a. Memeriksa atau meminjam buku-buku dan catatan-catatan Wajib Pajak.
b. Meminta keterangan lisan atau tertulis dari Wajib Pajak yang diperiksa.
c. Meminta keterangan atau data yang diperlukan dari pihak ketiga yang mempunyai
hubungan dengan Wajib Pajak yang diperiksa.
3. PENGERTIAN TINDAK PIDANA PAJAK
Dalam konteks hukum pajak, pengertian tindak pidana pajak mempunyai arti suatu
peristiwa atau tindakan melanggar hukum atau undang-undang pajak yang dilakukan Wajib
Pajak yang tindakannya tersebut dapat dinyatakan sebagai suatu perbuatan pidana yang
dapat di hukum.
Dalam undang-undang perpajakan diatur adanya dua macam sanksi yang dapat
diterapkan kepada Wajib Pajak apabila Wajib Pajak melanggar undang-undang pajak, yakni
sanksi administrasi dan sanksi pidana. Beberapa undang-undang yang mencantumkan sanksi
pidana adalah UU KUP (diatur dalam Pasal 38 sampai dengan Pasal 43); UU No. 12 Tahun
1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (diatur dalam Pasal 24 dan Pasal 25); UU No. 13
Tahun 1985 tentang Bea Meterai (diatur dalam Pasal 13 dan Pasal 14); UU No. 28 Tahun
2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (diatur dalam Pasal 174 sampai dengan
Pasal 178).
Selain undang-undang tersebut, sumber hukum lain yang digunakan sebagai acuan
dalam penegakan hukum pajak adalah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Meskipun KUHP mengatur masalah tindak pidana umum, namun KUHP dapat diberlakukan
untuk tindak pidana pajak sepanjang undang-undang perpajakan tidak mengatur secara
tersendiri.
Dari semua pasal tindak pidana tersebut, pada prinsipnya dapat dikualifikasikan
dalam dua jenis tindak pidana, yaitu tindak pidana pelanggaran dan tindak pidana kejahatan.
Wajib pajak dianggap melakukan tindak pidana pelanggaran apabila perbuatannya dilakukan
bukan dengan sengaja atau terjadi karena kelalaian, tidak hati-hati, atau kurang
mengindahkan kewajibannya sehingga perbuatan tersebut menimbulkan kerugian pada
pendapatan negara.
Selanjutnya tindak pidana yang disebut sebagai tindak pidana kejahatan, ancaman
pidananya lebih berat daripada tindak pidana pelanggaran, yaitu pidana penjara paling
singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali
5
jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali
jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
4. PENUNTUTAN TINDAK PIDANA PAJAK
Bila setelah dilakukannya pemeriksaan pajak diketahui ada indikasi ke arah tindak
pidana pajak, maka langkah hukum selanjutnya adalah Pemeriksaan Bukti Permulaan.
Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan
bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan.
Terdapat 3 (tiga) kemungkinan, kemungkinan pertama, dilanjutkan dengan tindakan
penyidikan apabila ditemukan bukti permulaan yang mengandung adanya unsur tindak
pidana perpajakan. Kemungkinan kedua, dilakukan tindakan lain berupa penerbitan Surat
Ketetapan Pajak (bila tindak pidana tersebut karena Wajib Pajak menyampaikan Surat
Pemberitahuan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap dan dilakukan baru pertama kali).
Kemungkinan ketiga, pembuatan laporan sumir karena Wajib Pajak tidak ditemukan atau
meninggal dunia.
Jika ternyata kemungkinan pertama yang diputuskan, maka langkah hukum
selanjutnya adalah penyidikan. Berdasarkan UU Perpajakan pengertian penyidikan adalah
serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan
bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi
serta menemukan tersangkanya.
Jika proses penyidikan telah berjalan tuntas (bukti bukti telah terkumpul), maka
langkah hukum selanjutnya adalah penuntutan tindak pidana pajak. Hasil penyidikan akan
disampaikan kepada penuntut umum (jaksa yang diberi wewenang oleh undang undang
untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim). Pengertian penuntutan
itu sendiri adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara ke pengadilan negeri
yang berwenang menurut cara yang diatur dalam undang undang dengan permintaan
supaya perkara tersebut diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan.
Kemudian dalam memutuskan perkara tersebut, hakim memiliki 3 (tiga) jenis
putusan, yaitu:
1) Penjatuhan Pidana
Apabila hakim berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang pengadilan,
terdakwa (Wajib Pajak) terbukti bersalah melakukan tindak pidana pajak, maka hakim
mengambil putusan menjatuhkan pidana dengan pidana penjara atau kurungan
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 38 dan 39 UU KUP.
2) Putusan Bebas
Apabila hakim berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang pengadilan,
dakwaan yang dilakukan penuntut umum (jaksa) kepada terdakwa (Wajib Pajak) tidak
6
terbukti secara sah dan tidak meyakinkan hakim, maka hakim akan menjatuhkan putusan
bebas.
3) Putusan Lepas dari Segala Tuntutan Hukum
Apabila hakim berpendapat bahwa perbuatan terdakwa (Wajib Pajak) terbukti dalam
sidang pengadilan, tetapi perbuatan itu bukan merupakan tindak pidana pajak, maka
hakim akan menjatuhkan putusan lepas dari segala tuntutan hukum.