Abstrak
Penegakan Hukum Hindu pernah mencapai masa jaya berlakunya yaitu sebelum
dikeluarkannya Undang-Undang Darurat Nomor 1 Tahun 1951 melalui Pengadilan
Agama Hindu (Peradilan Raad Kerta) dengan menggunakan sumber-sumber Hukum
seperti Sruti, Smrti, Acara sila, Atmanahstuti serta Manawadharmasastra dan Manusmrti
sebagai sumber hukum yang masih ada sampai saat ini. Pentingnya kedudukan kitab ini
karena sejak jaman dahulu hingga sekarang dianggap sebagai kitab yang memuat ajaranajaran pokok dari Agama Hindu. Kitab ini memuat dasar-dasar umum mengenai Hukum
Hindu yang kemudian dikembangkan menjadi sumber ajaran Dharma bagi masyarakat
Hindu.
Hukum Hindu mengandung nilai-nilai yang sangat tepat diberlakukan dalam
kehidupan masyarakat Hindu sebab hukum ini mencerminkan keadilan dan perasaan
masyarakat Hindu. Hukum Hindu merupakan konkritisasi nilai-nilai yang hidup dan
berkembang dalam tingkah laku umat Hindu yang terjadi sebagai dasar untuk menimbang
segala kegiatan manusia yang diyakini secara bersama. Nilai-nilai ini telah melembaga
dan dianggap sebagai pematut di dalam mengambil keputusan atau kesimpulan.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan
Kehakiman pasal 10 ayat 2 yang menetapkan Badan peradilan yang berada di bawah
Mahkamah Agung meliputi badan peradilan dalam lingkungan Peradilan Umum,
Peradilan Agama, Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara. Melalui Peradilan
Agama inilah semestinya Hukum Agama Hindu dapat diterapkan dan ditegakkan
berlakunya sehingga keadilan yang mencerminkan perasaan Hukum masyarakat Hindu
dapat diwujudkan.
Walaupun demikian, tindakan sekarang jangan sampai nilai-nilai yang ada dalam
Hukum Hindu ternodai apalagi sampai dilanggar oleh orang-orang yang tidak
bertanggung jawab. Amalkan nilai-nilai Hukum Hindu dalam kehidupan sehari-hari
untuk mencapai keseimbangan dunia cosmos dan cosmis (Skala dan Niskala).
*Penulis adalah Dosen pada Jurusan Hukum Agama Hindu STAHN-TP Palangka Raya
A. Pendahuluan
Hukum Hindu merupakan bagian dari hukum positif yang berlaku bagi
masyarakat/umat Hindu di Indonesia berdasarkan dasar falsafah negara Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945, khususnya pasal 29 ayat (1) dan ayat (2) serta pasal I
Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945.
Dalam rangka memupuk kecintaan kita kepada negara Proklamasi 17 Agustus
1945 yang berdasar falsafah Pancasila, pengertian yang terkandung dalam Aturan
Peralihan UUD 1945 yaitu Segala Peraturan perundang-undangan yang ada masih
tetap berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini,
adalah memberi arah untuk pertumbuhan dan perkembangan kepribadian bangsa yang
cukup lama terkukung dalam alam kolonialisme Belanda demikian juga penjajah
Jepang yang pernah menekan pertumbuhan tata kehidupan kepribadian bangsa kita.
Dengan jiwa pasal I Aturan Peralihan ini menghidupkan kembali kebiasaankebiasaan luhur yang pernah tertekan di dalam masyarakat, termasuk norma-norma
hukum Hindu, memberi wadah yang cukup kuat untuk memupuk serta
mengembangkan kehidupan norma-norma hukum yang ada. Dengan demikian boleh
dikatakan bahwa pertumbuhan hukum Nasional itu tidak dapat mengabaikan begitu
saja kenyataan-kenyataan yang ada dalam mayarakat, yang tumbuh sejalan dengan
kehidupan hukum itu sendiri yang beridentitaskan :
- Hukum di dalam peraturannya mengandung cita-cita keseimbangan lahir dan
bhatin atau keseimbangan materiil dan spirituil, dalam suasana adem dalam
kehidupan masyarakat religius.
- Hukum yang di dalam perumusannya atau aturan-aturannya berhubungan dengan
dasar-dasar dan suasana masyarakat setempat yang azasnya dapat diberlakukan
secara umum.
Bersamaan dengan penyebaran agama Hindu di Indonesia, terbawalah ajaranajarannya yang kemudian di dalam masa kerajaan Hindu telah banyak pula
diturunkan dalam bentuk terjemahan-terjemahan ke dalam bahasa Jawa Kuno yang
isinya diresapi dan dipraktekkan sebagai undang-undang di dalam mengatur
pemerintahanya. Perlu disadari bahwa ketentuan-ketentuan Hukum Hindu tampaknya
tersebar dimana-mana, walaupun ketentuan-ketentuan hukum dimaksud sudah ada
dikodifikasikan,
namun
belum
dikelompokkan.
Pengelompokan
atau
pengklasifikasian ketentuan hukum Hindu sangatlah penting guna memudahkan
dalam menemukan dan menerapkan serta menegakkan ketentuan-ketentuan hukum
dimaksud. Pentingnya pengklsifikasian atau pengelompokan ketentuan-ketentuan
hukum ini juga lebih mempercepat dan memudahkan untuk menentukan seseorang
dalam pemeriksaan, apakah orang tersebut bersalah atau tidak bersalah dalam arti
apakah orang tersebut melanggar suatu larangan/keharusan yang telah ditentukan atau
diatur didalam ketentuan Hukum Hindu.
Semua ketentuan-ketentuan hukum dimaksud sudah pernah diterapkan dalam
rangka penyelenggaraan negara maupun dalam rangka penyelenggaraan Peradilan
pada kerajaan-kerajaan Hindu di Indonesia sebagaimana yang telah diuraikan di atas
bahwa hukum Hindu secara sadar atau tidak disadari masih tetap berlaku dan
berpengaruh di dalam hukum positif di Indonesia. Hukum Hindu sebagai hukum
Agama patut digali untuk memperkaya pengetahuan kita terhadap eksistensi Hukum
Hindu dimasa yang lalu dan mungkin dapat diproyeksikan ke masa depan berkaitan
dengan aspek moralitas yang menjadi landasan hukum agama Hindu.
tepat dan tidak dapat memenuhi kebutuhan keadilan masyarakat Hindu, sebab ada
norma-norma hukum Hindu yang seyogyanya diaplikasikan malah tidak mendapatkan
perhatian oleh para penegak hukum.
Apabila kita perhatikan pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Darurat nomor 1
Tahun 1951 yang bunyinya sebagai berikut :
.dihapuskan..: a. Segala Pengadilan Swapraja..dalam Negara
Sumatra Timur dahulu, Kerisedanan Kalimantan Barat dahulu dan Negara
Indonesia Timur dahulu, kecuali Peradilan Agama jika peradilan itu
menurut hukum yang hidup merupakan satu bagian tersendiri dari
peradilan Swapraja; b. Segala Pengadilan Adat, kecuali Peradilan Agama,
jika peradilan itu menurut hukum yang hidup merupakan suatu bagian
tersendiri dari peradilan Adat.
Begitu pula dalam pasal 1 ayat 4 Undang-Undang Darurat menetapkan,
Pelanjutan Peradilan Agama tersebut di atas dalam ayat 2.a dan b akan diatur
dalam Peraturan Pemerintah
Melihat pasal tersebut maka Peradilan Kertha seyogyanya tidak ikut terhapus,
sebab Peradilan Kertha ini tidak di bawah kekuasaan dari Peradilan Swapraja maupun
Peradilan Adat. Memperhatikan pasal 1 ayat 2 UU Darurat No. 1 Tahun 1951 dan
dihubungkan dengan Undang-Undang Pokok Kekuasaan Kehakiman No. 14 Tahun
1970 yang dirubah dengan UU No.4 Tahun 2004 maka Peradilan Kertha dapat
dikatakan tetap ada.
Masalah-masalah Sumber Hukum Hindu sangat perlu mendapatkan perhatian
sehubungan dengan keberadaan Hukum Hindu itu sendiri. Hukum Hindu maupun
hukum Acaranya bersifat fleksibel (elastis atau luwes), sehingga dalam penerapannya
selalu menyesuaikan dengan Desa (tempat), Kala (waktu) dan Patra (kondisi atau
keadaan) mengenai sifat fleksibelitas dari Hukum Acara Hindu sebagai sumber
hukum dapat dijumpai dalam ketentuan pasal 6 juncto pasal 10 Dvityo Dhyayah
(Buku II) Veda Smrti, yaitu :
1. Sruti. Sumber hukum berisi cara-cara untuk mendapatkan kebenaran hukum,
untuk mengetahui baik tidaknya tingkah laku seseorang dan untuk menentukan
apa yang harus dan tidak boleh dilakukan, yang dihimpun dalam buku yang
dinamakan Mantra Samhita yang terdiri dari empat buku masing-masing Rg.
Weda, Yajur Weda, Sama Weda dan Atharwa Weda kemudian Brahmana dan
Aranyaka.
2. Smrti. Sumber hukum yang mengatur mengenai kebiasaan-kebiasaan atau hukum
berdasarkan adat agama tertulis, yang menurut Manawa Dharmasastra disebut
juga Dharmasastra.
Kalau dibandingkan dengan bentuk perundang-undangan Negara, maka Sruti itu
mempunyai persamaan dengan Undang-Undang Dasar sebagai sumber atau asal
dari ketentuan-ketentuan lainnya, sedangkan Smrti yang memuat peraturanperaturan, pedoman pelaksanaan dan ajaran-ajaran berdasarkan Sruti, dapat
disamakan dengan Undang-Undang, baik Organik maupun Anorganik.
3. Sila. Sumber hukum mengenai asas-asas hukum yang diakui oleh bangsa-bangsa
beradab atau ajaran tentang tingkah laku orang-orang beradab.
4. Acara. Adalah adat istiadat yang hidup dalam masyarakat serta merupakan hukum
positifnya.
atau kesuciannya tidak terakomodasi, umat Hindu jadi tidak puas dengan hukum
seperti ini.
Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tersebut, adanya
kemungkinan peradilan Agama dalam arti seluas-luasnya akan terbuka pula
kemungkinan adanya hakim-hakim agama Hindu disamping hakim-hakim agama
Islam. Hukum Hindu sebagai salah satu cabang hukum dalam bidang hukum agama,
adalah merupakan hukum yang masih hidup di kalangan rakyat Indonesia yang
beragama Hindu sehingga dalam menegakkan rasa keadilan itu, hakim setidaktidaknya memerlukan pengetahuan Hukum Hindu dalam menyelesaikan masalah
Hukum Hindu. (Pudja, 1977 : 16).
kehidupan yang dahulu. Manusia dapat mengubah nasibnya dengan berkarma yang
baik sebagaimana dinyatakan dalam Sarasamuccaya 2 sebagai berikut :
Ri sakwehning sarwa bhuta, iking janma wwang juga wenang gumawayaken
ikang cubhacubhakarma, kuneng panentasakena ring cubhakarma juga
ikangacubhakarma, phalaning dadi wwang.
Artinya :
Diantara semua makhluk hidup, hanya yang dilahirkan menjadi manusia
sajalah, yang dapat melaksanakan perbuatan baik ataupun buruk; leburlah ke
dalam perbuatan baik, segala perbuatan yang buruk itu; demikianlah gunanya
(pahalanya) menjadi manusia.
Patuhilah nilai-nilai Hukum Hindu yang ada dalam masyarakat Hindu karena
menjelma menjadi manusia itu sungguh-sungguh utama, karena ia dapat menolong
dirinya dari keadaan sengsara dengan jalan berbuat baik. Terakhir pergunakanlah
nilai-nilai Hukum Hindu sebagai dasar pedoman hidup atau petunjuk hidup untuk
memperoleh Dharma.
DAFTAR PUSTAKA
Hakim Lukman, Konstitusi Majapahit, Universitas Muhammadiyah, Malang, 2004
Pudja G., Bhagawad Gita, Paramita, Surabaya, 2003
Pudja G. Dan Tjokorda Rai Sudharta, Manawa Dharmasastra (Manu Dharmasastra) atau
Weda Smrti Compendium Hukum Hindu, Pustaka Mitra Jaya, Jakarta, 2003
______, Hukum Kewarisan Hindu Yang Diresipir Ke Dalam Hukum Adat di Bali dan
Lombok, CV. Junasco, Jakarta, 1977
______, Apakah Hukum Itu, Mayasari. Jakarta, 1977
Prasetya Joko Tri, Ilmu Budaya Dasar, Rineka Cipta, 1998
Pasek I Ketut, Niti Sastra, Proyek Pembinaan Mutu Pendidikan Agama Hindu dan Budha
Departemen Agama RI, 1982
Surpha I Wayan, Pengantar Hukum Hindu, Paramita, Surabaya, 2005
Sarasamuccaya, dengan teks Bahasa Sansekerta dan Jawa Kuna, Hanuman Sakti, 1993
Panaturan, Majelis Besar Agama Hindu Kaharingan , 2001
Undang-Undang Dasar 1945 dan Amandemennya, Fokusmedia.
Pedoman Penerangan Agama Hindu dan Budha, Agama Hindu dan Lingkungan Hidup,
1984
Raditya Nomor 70 terbitan Mei 2003