No. : 25
2. • veda Sruti
• veda Smerti
• sila
• acara (sadacara)
• amanastusti
Sumber hukum dalam arti sejarah adalah peninjauan dasar-dasar hukum yang dipergunakan
oleh para ahli sejarah dalam menyusun dan meninjau pertumbuhan suatu bangsa terutama di bidang
politik, sosial, kebudayaan, hukum dan lain-lain, termasuk berbagai lembaga negara (Mudana dan
Ngurah Dwaja, 2015: 70).
Perkembangan dan pertumbuhan Negara Indonesia dari zaman kerajaan Hindu sampai
zaman merdeka, telah memperlihatkan berbagai perkembangan hukum dan sistem pemerintahan.
Untuk dapat menemukan sumber-sumber ini, dapat kita jumpai berbagai prasasti-prasasti, piagam-
piagam, dan tulisan-tulisan yang mempunyai sifat hukum yang dikembangkan atau ditulis pada jaman-
jaman tertentu. Sumber-sumber tulisan inilah yang juga dipergunakan untuk menyusun konsep-
konsep hukum dalam usaha pembentukan masyarakat yang dicita-citakan. Sejarah telah
membuktikan bahwa lahirnya Pancasila digali dari sumber- sumber yang diangkat dari sejarah dan
pengalaman bangsa, falsafah yang dianut masyarakat dan struktur yang telah ada dalam masyarakat.
Bukti-bukti pengaruh hukum Hindu di Indonesia dapat ditemukan dalam catatan-catatan seperti
Siwasasana dan Kuttaramanawa.
Sumber Hukum Hindu dalam arti sejarah adalah sumber Hukum Hindu yang dipergunakan
oleh para ahli Hindulogi dalam peninjauan dan penulisannya mengenai pertumbuhan serta kejadian
Hukum Hindu itu terutama dalam rangka pengamatan dan peninjauan masalah aspek politik, filosofis,
sosiologi, kebudayaan dan hukumnya sampai pada bentuk materiil yang tampak berlaku pada satu
masa dan tempat tertentu.
Penggunaan sumber hukum ini biasanya dipergunakan oleh para sosiolog dalam menyusun
thesa-thesanya, sumber hukum itu dilihat dari keadaan ekonomi masyarakat pada zaman-zaman
sebelumnya. Sumber hukum ini tidak dapat berdiri sendiri melainkan harus ditunjang oleh data-data
sejarah dari masyarakat itu sendiri. Oleh sebab itu sumber hukum ini tidak bersifat murni berdasarkan
ilmu sosial semata melainkan memerlukan ilmu bantu lainnya.
Masyarakat adalah kelompok manusia pada daerah tertentu yang mempunyai hubungan, baik
hubungan agama, budaya, bahasa, suku, darah dan yang lainnya. Hubungan diantara mereka telah
mempunyai aturan yang melembaga, baik berdasarkan tradisi maupun pengaruh-pengaruh baru
lainnya yang datang kemudian. Pemikiran tentang berbagai kaidah hukum tidak terlepas dari
pandangan-pandangan masyarakat setempat. Terlebih pada umumnya hukum itu bersifat dinamis,
maka peranan para pemikir, orang-orang tua, lembaga desa, Parisada dan lembaga yang lainnya turut
juga mewarnai perkembangan hukum yang dimaksud. Didalam mempelajari data-data tertentu yang
bersumber pada kitab Veda, kitab Manawa Dharmasastra.
Yang dimaksud dengan sumber hukum dalam arti formal menurut Mr.J.L.Van Aveldoorm
adalah sumber hukum yang berdasarkan bentuknya dapat menimbulkan hukum positif, artinya
sumber hukum yang dibuat oleh badan atau lembaga yang berwenang. Yang termasuk sumber hukum
dalam arti formal dan bersifat pasti yaitu; Undang-undang, Kebiasaan dan adat, serta Traktat (Puja,
Gde. 1984:85).
Filsafat merupakan dasar pembentukan kaidah-kaidah hukum itu sendiri. Sumber hukum ini
dapat bersumber dari banyak sumber dan luas, karena isi sumber hukum ini meliputi seluruh proses
pembentukan sumber hukum sejak zaman dahulu hingga sekarang. Daya mengikat hukum ini
terhadap para anggotanya tergantung pada sifat dan bentuk kaidah-kaidah hukum ini, apakah bersifat
normatif.
Sumber hukum dalam arti filsafat merupakan aspek rasional dari agama dan merupakan satu
bagian yang tak terpisahkan atau integral dari agama. Filsafat adalah ilmu pikir, yang merupakan
fleksibilitas rasional ke dalam sifat kebenaran, dan memberikan pemecahan yang jelas dalam
mengemukakan permasalahan-permasalahan yang kurang tampak dari kehidupan ini, dimana ia juga
menunjukkan jalan untuk mendapatkan pembebasan abadi dari penderitaan akibat kelahiran dan
kematian.
Berfilsafat bermula dari keperluan praktis umat manusia yang menginginkan untuk
mengetahui masalah-masalah transendental ketika ia berada dalam perenungan tentang hakikat
kehidupan itu sendiri. Filsafat membimbing manusia tidak saja menjadi pandai tetapi juga menuntun
manusia untuk mencapai tujuan hidup, yaitu jagadhita dan moksa. Untuk dapat hidup bahagia, baik
di dunia maupun di akhirat diperlukan adanya keharmonisan hidup. Hal ini, bisa diajarkan dan
diberikan filsafat. Untuk mencapai tingkat kebahagiaan itu ilmu filsafat Hindu menegaskan sistem dan
metode pelaksanaannya sebagai berikut:
a. Harus berdasarkan pada dharma
b. Harus diusahakan melalui keilmuan (Jnana)
c. Hukum didasarkan pada kepercayaan (Sadhana)
d. Harus didasarkan pada usaha yang secara terus menerus dengan pengendalian; pikiran, ucapan,
dan perilaku
e. Harus ditebus dengan usaha prayascita atau penyucian (Puja, Gde. 1984:84) (Mudana dan Ngurah
Dwaja, 2015: 76).
Filsafat Hindu mengajarkan sistem dan metode penyampaian buah pikiran. Logika dan
pragmatisme guna mendapatkan kebenaran ilmu (pramana) yang disebut satya. Kita harus menyadari
bahwa hukum itu menyangkut berbagai bidang, oleh sebab itu, filsafat sangat diperlukan untuk
menyusun hipotesis hukum. Bahkan boleh dikatakan filsafat menduduki kedudukan yang amat
penting di dalam ilmu hukum yang disebut ”filsafat hukum”. Agama bukan hanya mengajarkan
bagaimana manusia menyembah Tuhan, tetapi juga memuat tentang; filsafat, hukum, dan lain-lain.