Anda di halaman 1dari 6

MANAWA DHARMASASTRA

Manawa Dharmasastra adalah sebuah kitab dharma yang dihimpun dalam bentuk sistematis oleh
Bhagawan Bhrigu, salah seorang penganut ajaran Manu, dan beliau pula salah seorang Sapta Rsi.
Kitab ini dianggap paling penting bagi masyarakat Hindu dan dikenal sebagai salah satu dari
kitab Sad Wedangga. Wedangga adalah kitab yang merupakan batang tubuh Weda yang tidak
dapat dipisahkan dengan Weda Sruti dan Weda Smrti.
Penafsiran terhadap pasal-pasal Manawa Dharmasastra telah dimulai sejak tahun 120 M
dipelopori oleh Kullukabhatta dan Medhiti di tahun 825 M.
Kemudian beberapa Maha Rsi memasyarakatkan tafsir-tafsir Manawa Dharmasastra menurut
versinya masing-masing sehingga menumbuhkan beberapa aliran Hukum Hindu, misalnya:
Yajnawalkya, Mitaksara, dan Dayabhaga.
Para Maha Rsi yang melakukan penafsiran-penafsiran pada Manawa Dharmasastra
menyesuaikan dengan tradisi dan kondisi setempat. Aliran yang berkembang di Indonesia adalah
Mitaksara dan Dayabhaga.
Di zaman Majapahit, Manawa Dharmasastra lebih populer disebut sebagai Manupadesa. Proses
penyesuaian kaidah-kaidah hukum Hindu nampaknya berjalan terus hingga abad ke-12
dipelopori oleh tokoh-tokoh suci: Wiswarupa, Balakrida, Wijnaneswara, dan Apararka.
Dua tokoh pemikir Hindu, yaitu Sankhalikhita dan Wikhana berpandangan bahwa Manawa
Dharmasastra adalah ajaran dharma yang khas untuk zaman Krtayuga, sedangkan sekarang
adalah zaman Kaliyuga. Keduanya mengelompokkan dharmasastra yang dipandang sesuai
dengan zaman masing-masing, yaitu:
Manawa Dharmasastra sesuai untuk zaman Krta Yuga
Gautama Dharmasastra sesuai untuk zaman Treta Yuga
Samkhalikhita Dharmasastra sesuai untuk zaman Dwapara Yuga
Parasara Dharmasastra sesuai untuk zaman Kali Yuga
Dari temuan-temuan di atas dapatlah disimpulkan bahwa ajaran Manu atau Manawa
Dharmasastra tidaklah dapat diaplikasikan begitu saja tanpa mempertimbangkan kondisi, waktu,
dan tempat (desa-kala-patra).
Reformasi Hukum di zaman Majapahit menghasilkan produk-produk hukum lainnya seperti:
Sarasamuscaya, Syara Jamba, Siwa Sasana, Purwadigama, Purwagama, Dewagama,
Kutaramanawa, Adigama, Krta Sima, Paswara, dll.
Kutaramanawa yang disusun pada puncak kejayaan Majapahit menjadi acuan pokok
terbentuknya Hukum Adat di Indonesia, karena penguasa Majapahit berkepentingan menjaga
tertib hukum di kawasan Nusantara.
Zaman terus beredar dan peradaban manusia meningkat dengan segala aspeknya. Pada tahun
1951 Raad Kerta atau Lembaga Peradilan Agama Hindu (di Bali) dihapuskan.
Ditinjau dari segi kehidupan beragama, penghapusan Raad Kerta merupakan kemunduran yang
serius karena pada kehidupan sehari-hari umat Hindu di Bali bersandar pada hukum-hukum
agama Hindu, namun bila terjadi sengketa/ perkara Pemerintah RI menyediakan lembaga Hukum
Peradilan Perdata/ Pidana yang mengacu pada sumber hukum Eropa (Belanda) dan
Yurisprudensi.
Wacana yang berkembang akhir-akhir ini umat Hindu di Bali menginginkan adanya Lembaga
Peradilan Agama Hindu yang dapat memutuskan kemelut perbedaan pendapat dan tingkah laku
dalam melaksanakan kehidupan beragama.
Kebutuhan ini dipandang mendesak agar terwujud kedamaian dan keamanan individu. Sampai
saat ini nampaknya keinginan itu hanya sebatas wacana saja karena belum ada upaya-upaya riil
dari lembaga-lembaga terkait untuk menyusun tatanan organisasi dan acuan hukum bagi suatu
lembaga peradilan.

NITISASTRA
Pengertian Nitisastra
Nitisastra yaitu ilmu yang bertujuan untuk membangun suatu negara baik dari tata negaranya
maupun dari segi tata pemerintahan dari tata kemasyarakatannya. Dalam pembangunan negara,
pemerintah dan masyarakat ini, Nitisastra meletakkan nilai-nilai moral agama Hindu sebagai
landasannya. Dalam pengertian ini Nitisastra bukan berarti ilmu pemerintahan suatu negara
Hindu tertentu, karena itu Nitisastra dalam pengertian yang lebih luas ini adalah suatu konsepsi
penataan dan pembangunan negara umum yang berlaku secara universal dan teoritis, namun
mengandung nilai-nilai praktis. Disamping itu Nitisastra juga mengandung ajaran-ajaran
kepimpinan yang juga bersifat umum dan universal. Sesungguhnya setiap orang adalah
pemimpin. Minamal pemimpin bagi dirinya sendiri karena dalam diri kita sendiri sangat
membutuhkan pemimpin karena kita punya dasa indria yang perlu kita pimpin. Oleh karena itu
Nitisastra bukanlah sesungguhnya ilmu yang diperuntukkan bagi para pemimpin negara dan
pemerintahan saja, tetapi Nitisastra adalah suatu ilmu yang diperuntukkan bagi setiap umat
Hindu di Indonesia. Nitisastra sangat penting untuk ikut memantapkan pengalaman kehidupan
bernegara yang berdasarkan Pancasila. Nitisastra mengajarkan ketaatan warga negara pada
hukum dan kebijaksanaan negara.
Disamping itu Nitisastra juga mengajarkan warga negara agar selalu ikut serta dalam pembinaan
negara. Nitisastra sebagai ilmu pemerintahan yang berorientasi pada agama Hindu memiliki
suatu strategi pokok yaitu ikut membina umat Hindu menjadi warga negara yang taat dan
bertanggung jawab pada keselamatan negara untuk mencapai cita-citanya. Nitisastra juga
berfungsi merumuskan kembali dan sekaligus mengkulturasikan satu konsepsi dengan konsepsi
lainnya sehingga nantinya kita akan memperoleh konsepsi baru yang berakar sangat dalam dan
juga berpandangan jauh ke depan (Tri Semaya). Kita akan lebih dapat memahami Nitisastra ini
apabila kita dibantu oleh ilmu-ilmu lainnya misalnya ilmu tata negara, ilmu sejarah, ilmu
manajemen, ilmu hukum dan ilmu-ilmu lainnya yang erat hubungannya dengan kehidupan ke
tata negaraan dan ke tata masyarakatan.
Manfaat Nitisastra dalam pembinaan agama Hindu di Indonesia yaitu umat Hindu di Indonesia
merupakan bagian atau unsur dari bangsa Indonesia. Sebagai salah satu komponen bangsa
tentunya merupakan kewajiban dari umat Hindu di Indonesia untuk menyumbangkan segala apa
yang terbaik demi terwujudnya cita-cita bangsa yaitu Dharma Negara. Dharma Negara dalam
pengertian ini adalah kewajiban umat Hindu terhadap negaranya yaitu negara Kesatuan republik
Indonesia. Ini dapat dibuktikan bahwa sastra-sastra Hindu dikenal adanya Catur Guru Bhakti
yang mengajarkan untuk selalu berbakti kepada empat guru. Salah satu dari Catur Guru itu
adalah kewajiban untuk berbakti kepada Guru Wisesa artinya berbakti kepada pemerintah.
Berbakti kepada pemerintah disamping taat pada peraturan-peraturan dan kebijaksanannya juga
ikut menyumbangkan pemikiran-pemikiran atau apa saja yang baik untuk mensukseskan tujuan
pemerintah. Wisesa Guru Bakti tidak berarti semata-mata taat pada perintah-perintah atasan,
tetapi disini berarti ikut aktif menyampaikan aspirasi masyarakat kepada pemerintah dan
sekaligus membantu pemerintah sesuai dengan keadaan dan kemampuan masing-masing.
Berbakti kepada Guru Wisesa disini juga dimaksudkan menanamkan kesadaran pada masyarakat
akan pentingnya ada pemerintah yang bersih, kuat dan beribawa untuk melindungi masyarakat.
Dalam Manawa Dharmasastra Bab VII, 2 dan 3 ada disebutkan pentingnya ada negara dan
pemerintah untuk melindungi rakyat. Manawa Dharmasastra itu berbunyi sebagai berikut : Bab
VII, 2 Brahmapraptena samskaramk satriyena yata widhi, sarwasyasya yathanyayam
kartawyam pariraksanam, yang artinya Ksatriya yang telah menerima skaramen menurut Weda
berkewajiban melindungi seluruh dunia sebaik-baiknya. Bab VII, 3 Arajake hi lokesmin
sarwato widrute bhayat, raksarthamsya sarwasya rajanamasrjat prabuh, yang artinya karena,
kalau orang-orang ini tanpa raja akan terusir, tersebar ke seluruh penjuru oleh rasa takut. Tuhan
telah menciptakan raja untuk melindungi seluruh ciptaannya.
SLOKANTARA
Slokantara
Adalah untaian sloka-sloka yang memuat ajaran etika. Diputuskan dalam Piagam Campuran (tahun 1961) sebagai
salah satu Pustaka Suci Smerti.
Slokantara diperkirakan ada setelah Pustaka Suci Sarasamuschaya dan Nitishara, yaitu pada zaman Majapahit akhir.
Diturunkan dari beberapa pustaka suci dan bukan merupakan kitab suci sendiri dari beberapa pustaka suci dan
merupakan kitab suci sendiri karena tidak memulai susunannya dengan bait Manggalacarana.
Dimulai dari uraian tentang Kebenaran, didukung pendapat dari beberapa ahli Timur dan Barat yang ikut menambah
keyakinan akan tingginya nilai kebenaran seperti apa yang dimaksud di dalam Skolantara. Kemudian ada uraian
tentang Budi, Iman, Karma, dan Dana. Ada Etika dalam keluarga, kepemimpinan, kelahiran, dan lain-lain.
SILAKRAMA
Silakrama adalah salah satu naskah Jawa kuno yang jika ditilik secara cermat termasuk kelompok lontar-
lontar ethika, lebih mengkhusus lagi ia termasuk kedalam kelompok lontar sasana. Kenapa demikian?
Karena Lontar Silakrama ini berisi petunjuk-petunjuk atau nasihat-nasihat tentang bagaimana kewajiban
dan tata krama seorang sisya (murid) dalam berguru (silakramaning aguron-guron). Sisya yang
dimaksudkan disini adalah sisya kerohanian atau calon pendeta yang hendak menerjunkan diri dalam
hidup keagamaan sebagai parasraya. Sehubungan dengan hal tersebut, Silakrama
menjelaskan/menguraikan beberapa hal penting yang patut dipedomani oleh seorang calon pendeta,
pinandita atau orang yang akan menekuni ajaran kerohanian dari seorang Guru (Nabe/Acharya), sebagai
berikut :

1. Seorang sisya harus bhakti kepada guru (ajaran guru bhakti).

2. Sisya harus selalu berpegang teguh pada kebenaran

3. Sisya tidak boleh iri hati, menyihir, menjalankan ilmu hitam.

4. Ajaran Silakrama hendaknya betul-betul didalami karena dapat menghilangkan noda daan mengantar
kepada pencapaian moksa.

5. Gunakan bahwa dan bhusana sesuai dengan petunjuk (guru) dan jangan sekali-kali melanggar aturan
penggunaan bahwa dan bhusana karena akan berakibaat dosa dan dapat dihukum.

6. Seorang sisya harus selalu dalam keadaan suci lahir dan batin

7. Seorang calon pendeta harus memperhatikan perihal makanan.

8. Seorang sisya / calon pendeta harus memperhatikan ketentuan-ketentuan dalam mendirikan dukuh,
patapan atau pasraman.

9. Jauhkan diri dari segala perbuatan jelek usahakan perbuatan baik untuk kerahayuan masyarakat.

10. Didalam menuntut ilmu, seorang calon sisya harus selektif di dalam mencari guru.

11. Teringat selalu pada prilaku yang benar, ucapan yang benar dan pikiran yang tidak terkotori
(Sanghyang Trikarya Parisudha) yang dapat mengantar pada kerahayuan.

12. Upayakan pengendalian indria dan arahkan pada yang baik untuk membebaskan diri dari belenggu
indria.



SARASAMUSCAYA
Sarassamuscaya adalah merupakah suatu buku (kitab) 511 sloka (ayat) yang memuat sejumlah
ajaran tentang moral dan etika. Disusun oleh Bagawan Wararuci, kira-kira pada abad ke-9 10 .
Kitab ini dianggap unik dan menarik karena ditulis dengan dua bahasa yaitu Sanskerta dan
bahasa Jawa Kuno (Kawi). Penggunaan bahasa Jawa pada bagian terjemahannya ini
memunculkan dugaan bahwa kitab ini dibuat di Nusantara atau bahkan mungkin saja dibuat oleh
tokoh spiritual dari Jawa.
Apakah kitab ini merupakan kitab suci agama Hindu? Jawabannya mungkin Ya atau mungkin
juga tidak. Namun yang jelas, menurut pendapat saya pribadi, isinya sangat universal dan jauh
dari unsur dogma. Jadi bagi mereka yang berjiwa bebas sepertinya kitab ini cukup menarik
untuk sekedar dibaca sebagai tambahan pengetahuan.
BHAGAWADGITA
Bhagawadgita (Sanskerta: ; Bhagavad-gt) adalah sebuah bagian dari
Mahabharata yang termasyhur, dalam bentuk dialog yang dituangkan dalam bentuk syair.
Dalam dialog ini, Kresna, kepribadian Tuhan Yang Maha Esa adalah pembicara utama yang
menguraikan ajaran-ajaran filsafat vedanta, sedangkan Arjuna, murid langsung Sri Kresna yang
menjadi pendengarnya. Secara harfiah, arti Bhagavad-gita adalah "Nyanyian Sri Bhagawan
(Bhaga = kehebatan sempurna, van = memiliki, Bhagavan = Yang memiliki kehebatan
sempurna, ketampanan sempurna, kekayaan yang tak terbatas, kemasyuran yang abadi, kekuatan
yang tak terbatas, kecerdasan yang tak terbatas, dan ketidakterikatan yang sempurna, yang
dimiliki sekaligus secara bersamaan).
Syair ini merupakan interpolasi atau sisipan yang dimasukkan kepada "Bhismaparwa". Adegan
ini terjadi pada permulaan Baratayuda, atau perang di Kurukshetra. Saat itu Arjuna berdiri di
tengah-tengah medan perang Kurukshetra di antara pasukan Korawa dan Pandawa. Arjuna
bimbang dan ragu-ragu berperang karena yang akan dilawannya adalah sanak saudara, teman-
teman dan guru-gurunya. Lalu Arjuna diberikan pengetahuan sejati mengenai rahasia kehidupan
(spiritual) yaitu Bhagawadgita oleh Kresna yang berlaku sebagai sais Arjuna pada saat itu.

Anda mungkin juga menyukai