Anda di halaman 1dari 17

KATA PENGANTAR

Om Swastyastu
            Puja dan Puji Syukur saya panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa /
Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena atas Asung Kertha Wara NugrahanNya lah
makalah yang berjudul “Hukum Hindu” ini dapat terselesaikan tepat pada
waktunya.
            Saya menyadari bahwa isi makalah ini masih banyak kekuraangan, untuk
itu saya mengharapkan  kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua
pihak.
            Semoga makalah yang saya buat ini dapat bermamfaat dan berguna  untuk
para pembaca.
Om Santih, Santih, Santih Om

Banyuatis, 2 Februari 2019

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan Negara kepulauan yang dapat meliputi dari
segala aspek permasalahan yang terjadi di dunia. Terutama dalam
permasalahan Hukum yang melimpah ruah di Negara ini (INDONESIA)
khususnya hukum yang ada di bali. Sistem hukum yang ada di bali kian
lama kian menyusut,hal ini dapat di sebabkan oleh individu manusia itu
sendiri,secara analisis Hukum yang bertujuan tidak saja mengatur lembaga
antar manusia untuk menciptakan kebahagiaan duniawi tetapi juga
bertujuan untuk menjamin kesejahteraan rohani.
Undang-undang atau hukum menjamin keamanan dan kehidupan
setiap individu dalam masyarakat apabila undang-undang itu atau Hukum
itu di taati dan di patuhi. Untuk itu harus ada adanya kesadaran hukum
dengan mengenal Hukum itu sebaik-baiknya.Salah satu dari fungsi Hukum
pada usaha untuk pencegahan timbulnya kesewenangan dalam masyarakat
melalui norma-norma yang ada pada masyarakat itu di atur dan kalau perlu
di paksa supaya manusia mau tunduk melalui kekuasaan hakim atau
penguasa.Berbicara tentang Hukum, maka pikiran kita mungkin akan
langsung tertuju pada undang-undang atau peraturan tertulis lainnya.
Padahal sesungguhnya, hukum mempunyai begitu banyak aspek yang
terdiri dari jauh lebih banyak komponen atau unsure lainnya, seperti
filsafat hukum, sumber hukum, kaedah hukum,penegakan hukum,
pelayanan hukum,dan lain sebagainya

1.2 Rumusan masalah


1. Apa saja kodifikasi weda dan bagiannya ?
2. Bagaimana perkembangan hukum hindu ?
3. Apa saja sloka- sloka yang menjelaskan tentang hukum hindu ?
4. Apa saja sumber-sumber hukum hindu ?
5. Bagaimana hubungan hukum hindu dengan kebudayaan,adat
istiadat, dan kearifan lokal ?
2. Tujuan
1. Mengetahui apa saja bagian kodifikasi weda serta perkembangan
hokum hindu
2. Mengetahui sloka-sloka dan sumber yang berhubungan dengan
hokum hindu
3. Mengetahui hubungan hukum hindu dengan kebudayaan,adat
istiadat, dan kearifan lokal

BAB II
Pembahasan

Kodifikasai Veda

PENGELOMPOKAN WEDA
Menurut Maha Rsi Manu berdasarkan kitab manavadharmasastra II.6
dan II.10 veda Kodifikasai Veda dimulai saat ilmu menulis dikenal ± 800 SM
1. Veda Sruti merupakan kelompok Veda yang berisi wahyu Tuhan, Veda yang
sebenarnya ,Veda Originar.
2. Veda Smrti merupakan kelompok Veda yang berisi penjelasan terhadap sruti,
Veda manual.
KODIFIKASI WEDA :
MENURUT WEDA SRUTI
A. Kodifikasi Veda Menurut mantra:
1. RG. VEDA
Merupakan kumpulan mantra yang memuat ajaran umum dalam bentuk pujaan.
Rg. Veda disusun oleh Maharsi Vyasa dengan meruidnya Maharsi Paila/Pulaha.
2. SAMA VEDA
Merupakan nyanyian pujaan kepada Tuhan Yang Maha Esa (SAMAN).
Sama Veda disusun oleh Maharsi Vyasa
3. YAJUR VEDA
Merupakan korban suci yang tulus iklas kehadapan Tuhan beserta ManifestasiNya
(YAJUS)
Yajur Veda disusun oleh Maharsi Vyasa bersama muridnya Maharsi
Vaisampayana.
Yajurveda dibedakan menjadi dua yaitu:
1. Sukla Yajurveda (yajurveda putih
2. Krsna Yajurveda (yajurveda Hitam)
4. ATHARVA VEDA
Merupakan himpunan Atharvan pengetahuan suci yang bermanfaat bagi
kehidupan (MAGIS).
Atharva
Brahmana Veda disusun oleh Maharsi Vyasa bersama muridnya Maharsi
sumantu.
B. Kodifikasi weda menurut Brahmana
1. Aitareya
2. Kausitaki Brahmana
3. Tandya Brahmana / Panca Wimsa (memuat legenda atau cerita rakyat yang
dirangkai dengan upacara yadnya).
C. Kodifikasi weda menurut Upanisad
Upanisad mengandung ajaran duduk dibawah dekat kaki guru untuk
mendengarkan Wejanganajarannya (Jnana Kanda).
Upanisad terlahir dari system Sakha (Vedic School) setiap sakha merupakan satu
upanisad.
MENURUT WEDA SMERTI
1. SIKSA
Memuat petujuk tentang cara yang tepat dalam pengucapan mantra serta tinggi
rendah tekanan suara. Buku SIKSA disebut Prattisakhya.
2. WYAKARANA
Tata bahasa Akrena untuk mengerti dan memahami Veda Sruti dengan bantuan
pengertian dan bahasa yang benar (Panini,Patanjali,Yaska).
3. CHANDA
Membahasa aspek ikatan bahasa yang disebu lagu . Buku tentang Chanda ada 2
yaitu Nidanasutra dan Chandasutra yang dihimpun Maharsi Pinggala.
4. NIRUKTA
Penafsiran Autentik mengenal kata-kata dalam Veda; Dihimpun oleh Maharsi
Yaska ± 800 SM.
Nirukta membahas Naighantukakanda, memuat kata-kata yang sama artinya.
Naighamakanda (Aikapadika) memuat kata-kata yang berarti ganda.
Daiwataanda menghimpun nama Dewa yang ada di angkasa bumi dan sorga.
5. JYOTISA
Pokok-pokok ajaran Astronomi sebagai pedoman melakukan Yadnya . Buku
Jyotisa yang ada Jyotisawe (Yajur Veda + Rg. Veda).
6. KALPA
Bidang Srauta tata cara melakukan Yadnya, penebusan Dosa, Upacara
Keagamaan dari besar, kecil atau sehari-hari.
 AYURVEDA
Ilmu kedokteran Hindu yang merupakan Filsafat kehidupan etis maupun medis.
A.    Perkembangan Hukum Hindu
Hukum Hindu adalah sebuah tata aturan yang membahas aspek kehidupan
manusia secara menyeluruh dan menyangkut tata keagamaan ,mengatur hak dan
keajaiban manusia baik sebagai individu ,sebagai makhluk sosial dan aturan
manusia sebagai arga Negara (Tata Negara). Nama-
nama para maharsi sebagai penulis Hukum Hindu diantaranya;
         Gautama
         Baudhayana
         Shanka-likhita
         Wisnu
         Aphastamba 
         Harita
         Wikana
         Paitinasi
         Usanama
         Kasyapa
         Brhraspati
         Manu
Beberapa aliran Hukum Hindu diantaranya:
1.      Aliran Yajnyawalkya oleh Yajnyawalkya.
2.      Aliran Mithaksara oleh Wijnaneswara.
3.      Aliran Dayabhaga oleh Jimutawahana.
Dari ketiga tersebut akhirnya keberadaan Hukum Hindu dapat berkembang
dngan pesat khususnya di wilayah india dan sekitarnya du aliran yang terakhir
yang mendapat perhatian khusus dan dengan penyebarannya yang sangat luas
yaitu aliran   yajnya Walkya dan aliran Wijnanes Wara. Dalam ilmu hukum
dibedakan antara statuta law dengan common law atau natural law yaitu :
         Statuta law adalah hukum yang dibentuk dengan sengaja oleh penguasa
         Common law natural law adalah hukum alam yang ada secara ilmiah.
Unsur –Unsur yang terpenting dalam peraturan hukum memuat dua hal
yaitu :
1.      Unsur yang bersifat mengatur atau normative
2.      Unsur yang bersifat memaksa atau refresif
     Bagi umat beragama yang juga merupakan warga Negara maka. Harus tunduk
kepada dua kekuasaan hukum yaitu :
1.      Hukum yang bersumber pada perundang-undangan Negara, seperti
UUD,UUP,UU dan Peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya.
2.      Hukum yang bersumber dari kicab suci sesuai agama yang dianut.

B. Sloka-sloka kitab suci yang menjelaskan tentang hukum hindu

Berikut ini dapat disajikan beberapa sloka dari kitab suci yang menggariskan
Veda sebagai sumber hukum yang bersifat universal, antara lain sebagai berikut:

1. “Yam eva tu úuciý vidyàm niyataý brahmacàrinam, tasmai màý brùhi


vipràya nidhipàyà pramàdine”.

Terjemahan:

Tetapi serahkanlah saya kepada seorang brahmana yang anda ketahui pasti bahwa
ia orang yang sudah suci, yang bisa mengendalikan panca indranya, berbudi baik
dan tekun (Manawa Dharmasastra, II.115).

2. “Pitådeva manuûyànàm Vedaú cakûuá sanàtanam, aúakyaý càprameyaý ca


vedaúàstram iti sthitiá”. 

Terjemahan:

Veda adalah mata yang abadi dari para leluhur, Deva-Deva, dan manusia;
peraturan-peraturan dalam Veda sukar dipahami manusia dan itu adalah kenyataan
yang pasti (Manawa Dharmasastra, XII.94).
3. “Ya veda vàhyà småtayo yàs ca kàs ca kudåûþayaá, sarvàsta niûphalàá
pretya tamo niûþhà hi tà småtàá” 

  Terjemahan:

Semua tradisi dan sistem kefilsafatan yang tidak bersumber pada Veda tidak akan
memberi pahala kelak sesudah mati karena dinyatakan bersumber dari kegelapan
(Manawa Dharmasastra, XII.95).

4. “Utpadyànte cyavante ca yànyato ‘nyàni kànicit, tànyarvakalika tayà


niûphalànya nåtàni ca”.

Terjemahan:
Semua ajaran yang timbul, yang menyimpang dari Veda segera akan musnah,
tidak berharga dan palsu karena tak berpahala (Manawa Dharmasastra, XII. 96)
dalam (Mudana dan Ngurah Dwaja, 2015:84).

5. “Vibhartti sarva bhùtàni veda úàstraý sanàtanam, tasmàd etat param manye
yajjantorasya sàdhanam”. 

Terjemahan:

Ajaran Veda menyangga semua makhluk ciptaan ini, karena itu saya berpendapat,
itu harus dijunjung tinggi sebagai jalan menuju kebahagiaan semua insan
(Manawa Dharmasastra, XII. 99).

6. “Senàpatyaý ca ràjyaý ca daóða netåtwam eva ca, sarva lokàdhipatyaý ca


veda úàstravid arhati”.

Terjemahan:
Panglima angkatan bersenjata, Pejabat pemerintah, Pejabat pengadilan dan
penguasa atas semua dunia ini hanya layak kalau mengenal ilmu Veda itu
(Manawa Dharmasastra, XII.100).

7. “Doûair etaiá kula-ghnànàý varna-saókara-kàrakaih, utsàdyante jàti-


dharmàá kula-dharmàú ca úàúvatàá”. 

Terjemahan:

Karena dosa dan kehancuran keluarga ini membawa keruntuhan bagi hukum
golongan (varna dharma), kebiasaan keluarga dan hukum keluarga hancur untuk
selama-lamanya, (Bhagawadgìtà, I.43) dalam (Mudana dan Ngurah Dwaja,
2015:85).

8. “Atha cet tvam imaý dharmyaý saògràmaý na kariûyasi,


tatah sva-dharmaý kirtiý ca hitvà pàpam avàpsyasi”.

Terjemahan:

Akhirnya bila engkau tidak berperang, sebagaimana kewajiban, dengan


meninggalkan kewajiban dan kehormatan, maka penderitaanlah yang akan kau
peroleh, (Bhagawadgìtà, II.33).

9. “Yadà yadà hi dharmasya glànir bhavati bhàrata, abhyutthànam adharmasya


tadàtmànam srjàmy aham”. 

Terjemahan:

Sesungguhnya manakala dharma berkurang kekuasaannya dan tirani hendak


merajalela, wahai arjuna, saat itu aku ciptakan diriku sendiri, (Bhagawadgìtà,
IV.7).
10. “Paritràóàya sàdhànàý vinàsàya ca duûkrtàm, dharma-saýsthàpanàrthaya
sambhavàmi yuge-yuge”.

Terjemahan:

Untuk melindungi orang-orang baik dan untuk memusnahkan orang-orang jahat,


Aku lahir ke dunia dari masa ke masa, untuk menegakkan dharma,
(Bhagawadgìtà, IV.8).

11. “Yaá pàvamànir adhyeti åûibhiá saý bhåaý rasam. sarvaý sa pùtam aúnati
svaditaý màtariúvanà” 

Terjemahan:

“Dia yang menyerap (memasukkan ke dalam pikiran) melalui pelajaran- pelajaran


pemurnian intisari mantra-mantra Veda yang diungkapkan kepada para rsi
menikmati semua tujuan yang sepenuhnya dimurnikan yang dibuat manis oleh
Tuhan Yang Maha Esa yang menjadi napas hidup semesta alam (Ågveda
IX.67.31).

12. “Pàvamànir yo adhyeti- åûibhiá saýbhåaý rasam tasmai sarasvati duhe


kûiraý sarpir madhùdakam”.

Terjemahan:

‘Siapapun juga yang mempelajari mantram-mantram veda yang suci yang berisi
intisari pengetahuan yang diperoleh para rsi, Devi pengetahuan (yakni Sang
Hyang Saraswati) menganugerahkan susu, mentega yang dijernihkan, madu dan
minuman Soma (minuman para Deva)’(Ågveda IX.67.32).

C. Sumber-Sumber Hukum Hindu


Sumber Hukum Hindu berasal dari Veda Sruti dan Veda Smrti. Veda Sruti adalah
kitab suci Hindu yang berasal dari wahyu Sang Hyang WidhiWasa/Tuhan Yang
Maha Esa yang didengar langsung oleh para Maharsi, yang isinya patut
dipedomani dan dilaksanakan oleh umat sedharma. Veda Smrti adalah kitab suci
Hindu yang ditulis oleh para Maharsi berdasarkan ingatan yang bersumber dari
wahyu Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, yang
isinya patut juga dipedomani dan dilaksanakan oleh umat sedharma.

A. Sumber Hukum Hindu Menurut Ilmu

1. Sumber Hukum Hindu Berdasarkan Sejarah


Sumber hukum Hindu dalam arti sejarah adalah sumber hukum Hindu yang
digunakan oleh para ahli hindulogi dalam peninjauannya dan penulisannya
mengenai pertumbuhan dan kejadian hukum Hindu itu terutama dalam rangka
pengamatan dan peninjauan masalah aspek-aspek politiknya, filosofinya,
sosiologinya, kebudayaannya dan hukumnya sampai pada bentuk materiil yang
tampak berlaku pada satu masa dan tempat tertentu. Dalam definisi lain sumber
hukum hindu memiliki pengertian Adalah peninjauan dasar-dasar hukum yang
dipergunakan oleh para ahli sejarah dalam menyusun dan meninjau pertumbuhan
dalam suatu bangsa terutama di bidang politik, sosial, kebudayaan, hukum dll,
termasuk berbagai lembaga Negara seperti perbedaan hukum formal dan materiil .
Menurut catatan sejarah perkembangan hukum Hindu, periode berlakunyahukum
tersebut pun dibedakan menjadi beberapa bagian, antara lain :
1. Pada zaman Krta Yuga, berlaku hukum Hindu (Manawa Dharmasastra)
yang ditulis oleh Manu.
2. Pada zaman reta Yuga, berlaku hukum Hindu
(Manawa Dharmasastra) Yang ditulis oleh Gaulama.
3. Pada zaman Dwapara Yuga, berlaku hukum
Hindu (Manawa Dharmasastra) yang ditulis oleh Samkhalikhita.
4. Pada zaman Kali Yuga, berlaku hukum Hindu (Manawa Dharmasastra)
yang ditulis oleh Parasara.
Hal ini patut kita camkan mengingat agama Hindu bersi!at universal, yang berarti
kitab  Manawa Dharmasatra yang berlaku pada zaman Kali yuga juga dapat
berlaku pada zaman Trata Yuga.
2. Sumber Hukum Dalam Arti Sosiologis
Penggunaan sumber hukum ini biasanya dipergunakan oleh para sosiolog dalam
menyusun thesa-thesanya, sumber hukum itu dilihat dari keadaan ekonomi
masyarakat pada jaman-jaman sebelumnya. Sumber hukum ini tidak dapat berdiri
sendiri melainkan harus di tunjang oleh data-data sejarah dari masyarakat itu
sendiri. Oleh sebab itu sumber hukum ini tidak bersifat murni berdasarkan ilmu
sosial semata melainkan memerlukan ilmu bantu lainnya seperti pada dampak
negatif hukuman fisik di sekolah .
3. Sumber Hukum Dalam Arti Filsafat
Merupakan dasar pembentukan kaedah-kaedah hukum itu sendiri. Sumber hukum
ini dapat bersumber dari banyak sumber dan luas, karena isi sumber hukum ini
meliputi seluruh proses pembentukan sumber kukum sejak jaman dahulu hingga
sekarang. Daya mengikat hukum ini terhadap para anggotanya tergantung pada
sifat dan bentuk kaedah-kaedah hukum ini, apakah bersifat normatif atau bersifat
mengatur dalam contoh kasus pelanggaran hak warga negara.
4. Kebiasaan
Kebiasaan dianggap sumber hukum karena kecenderungan manusia mengikuti
tata cara atau tingkah laku yang bersifat ajeg. Kebiasaan ini bersumber pada dasar
hukum yang bersifat normatif sebagiamana hukuman denda .
B. Sumber Hukum Menurut Weda

Menurut Manawadharmasastra, sumber hukum Hindu berturut-turut sesuai urutan


adalah sebagai berikut :
1. Sruti
Di dalam Manawadharmasastra 11.10 dikatakana ‘Srutistu wedo wijneyo dharma
sastram tu wai smerti, te sarwatha wam imamsye tabhyam dharmohi nirbhabhau”.
Artinya: sesungguhnya Sruti adalah Weda, Smerti itu Dharmasastra, keduanya
tidak boleh diragukan apapun juga karena keduanya adalah kitab suci yang
menjadi sumber dari pada hukum.
2. Smrti
Smrti merupakan kitab-kitab teknis yang merupakan kodifikasi berbagai masalah
yang terdapat di dalam Sruti. Smrti bersifat pengkhususan yang memuat
penjelasan yang bersifat authentik, penafsiran dan penjelasan ini menurut ajaran
Hukum Hindu dihimpun dalam satu buku yang disebut Dharmasastra.
Dari semua jenis kitab Smrti yang terpenting adalah kitab Dharmasastra, karena
kitab inilah yang merupakan kitab Hukum Hindu.
3. Sila
Sila di sini berarti tingkah laku. Bila diberi awalan su maka menjadi susila yang
berarti tingkah laku orang-orang yang baik atau suci. Tingkah laku tersebut
meliputi pikiran, perkataan dan perbuatan yang suci. Pada umumnya tingkah laku
para maharsi atau nabi dijadikan standar penilaian yang patut ditauladani. Kaedah-
kaedah tingkah laku yang baik tersebut tidak tertulis di dalam Smerti, sehingga
sila tidak dapat diartikan sebagai hukum dalam pengertian yang sebenarnya,
walaupun nilai-nilainya dijadikan sebagai dasar dalam hukum positif
sebagaimana  hukuman mati .
4. Sadacara
Sadacara dianggap sebagai sumber hukum Hindu positif. Dalam bahasa Jawa
Kuna Sadacara disebut Drsta yang berarti kebiasaan. Untuk memahami pemikiran
hukum Sadacara ini, maka hakekat dasar Sadacara adalah penerimaan Drsta
sebagai hukum yang telah ada di tempat mana Hindu itu dikembangkan. Dengan
demikian sifat hukum Hindu adalah fleksibel.
5. Atmanastuti
Atmanastuti artinya rasa puas pada diri sendiri. Perasaan ini dijadikan ukuran
untuk suatu hukum, karena setiap keputusan atau tingkah laku seseorang
mempunyai akibat. Atmanastuti dinilai sangat relatif dan subyektif, oleh karena
itu berdasarkan Manawadharmasastra109/115, bila memutuskan kaedah-kaedah
hukum yang masih diragukan kebenarannya, keputusan diserahkan kepada majelis
yang terdiri dari para ahli dalam bidang kitab suci dan logika agar keputusan yang
dilakukan dapat menjamin rasa keadilan dan kepuasan yang menerimanya.
6. Nibanda
Nibanda merupakan kitab yang berisi kritikan, gubahan-gubahan baru dengan
komentar yang memberikan pandangan tertentu terhadap suatu hal yang telah
dibicarakan juga sebagai hukum pidana .
D. Hubungan Hukum Hindu dengan Budaya, Adat istiadat, dan
Kearifan Daerah Setempat
Mengacu pada tujuan hidup manusia menurut pandangan Agama Hindu, yaitu
Moksartham Jagadhita ya ca iti dharma, maka sebenarnya tradisi Hindu
menawarkan suatu sistem normatif di mana agama adalah integral dengan semua
aspek kehidupan umat manusia, baik politik, sosial, ekonomi, hukum, pendidikan,
keluarga dan lain sebagainya. Keseluruhan aspek kehidupan tersebut tercakup
dalam pengertian “kekinian” dan “keakanan” yang bersifat kesurgaan.
(Soedjatmoko, 1979:25).

Pada gejala umum yang terjadi di Bali yakni keterkaitan agama dengan adat,
adalah bukti adanya pertautan agama dengan salah satu aspek kehidupan manusia.
Tjokorde Raka Dherana mengatakan, agama  dan  adat  terjalin  erat satu dengan
yang lainnya, saling pengaruh-mempengaruhi. Karenanya pelaksanaan agama
disesuaikan dengan keadaan tempat yang telah dan sedang berlaku. Penyesuaian
yang dimaksud di mana bersifat membenarkan dan memperkuat adat setempat
sehingga menjadikan kemudian suatu “adat Agama” yaitu suatu penyelenggaraan
agama yang disesuaikan dengan adat setempat (Dherana, 1984:18).

Pembuktian adanya pengaruh hukum Hindu menjiwai hukum adat telah terbukti
sejak berdirinya kerajaan Hindu di Indonesia. Penguatan ini diberikan oleh Gde
Pudja ketika membahas dimulainya pertumbuhan hukum Hindu. Pudja
mengatakan, bagian-bagian dari ajaran-ajaran Hindu dan pasal-pasal dalam
Dharmasastra telah disesuaikan dan dipergunakan sebagai hukum pada masa
kerajaan Hindu di Indonesia. Bahkan bukan pada masa kerajaan Hindu saja,
karena secara tidak disadari bahwa hukum itu masih tetap berlaku dan
berpengaruh pula dalam hukum positif di Indonesia melalui bentuk-bentuk hukum
adat. Bentuk acara Hukum dan kehidupan hukum Hindu yang paling nyata terasa
sangat berpengaruh adalah bentuk hukum adat di Bali dan lombok, sebagai hukum
yang berlaku hanya bagi golongan Hindu semata-mata (Pudja, 1977:34).

Dalam berbagai penelitian dan penulisan Hukum Adat, baik dalam bidang hukum
pidana, dalam bidang hukum perdata terutama hukum waris, hukum kekeluargaan
dan perkawinan yang dikatakan hukum adat, semuanya ternyata hukum Hindu.
Baik pengertian, istilah-istilah yang dipakai maupun dasar filosofinya delapan
belas titel hukum atau astadasa wyawahara, pembagian 12 jenis anak, berbagai
jenis pidana adat seperti brahmantia, wakparusia, sahasa dan sebaginya.
Semuanya merupakan hukum agama, ini berarti hukum Adat sebagian besar
adalah hukum agama, yakni hukum adat itu sebagian besar adalah hukum agama
Hindu (Pudja, 1997:34-35) dalam (Mudana dan Ngurah Dwaja, 2015:91).

Dalam prakteknya di tengah masyarakat memang tampak gejala yang bertautan


antara hukum Hindu dengan Hukum Adat. Kitab-kitab Hukum Hindu dalam
bentuk kompilasi seperti; Adigama, Agama, Kutaragama, Purwadigama dan
Kutara Manawa, memang amat sering dijadikan sumber penyusunan Hukum
Adat. Hanya transfer ke dalam Hukum Adat tidak dilakukan sepenuhnya, karena
tidak semua materi dalam hukum Hindu tersebut sesuai dengan situasi, kondisi
dan kebutuhan masyarakat. Dalam hal ini para tetua adat sangat berperan sebagai
tokoh yang bertugas khusus menyaring nilai-nilai hukum Hindu untuk
diselaraskan kebutuhannya sesuai dengan sistem sosial yang berkembang di
lingkungan sekitarnya.

Hukum adat menduduki orbit yang sentral dan telah berperan dominan dalam
suatu lingkungan budaya tertentu, yakni lingkungan masyarakat adat yang
mendukungnya. Konsekuensi dari peran yang dominan itu menjadikan hukum
Adat semakin mengakar dan melembaga dalam interaksi sosial masyarakatnya,
dalam arti bahwa kepatuhan masyarakat terhadap Hukum Adat tersebut tidak
dapat dibantahkan.
Konsekuensi lainnya adalah membawa akibat yang sangat fatal, di mana mulai
muncul tokoh-tokoh hukum adat yang tidak lagi menerima anggapan bahwa
hukum adat bersumber kepada hukum Hindu, berkesempatan mengemukakan
hasil penelitiannya. Gde Pudja lebih jauh mengemukakan, “Hukum Hindu- lah
yang merupakan sumber dasar dari Adat di Indonesia terutama di daerah- daerah
di mana pengaruh Hindu itu sangat besar. Untuk daerah Bali dan Lombok,
pembuktian itu tidaklah begitu sulit, karena seluruh pola pemikiran dan tata
kehidupan masyarakat yang beragama Hindu, tetap mendasarkan pada ajaran-
ajaran Agama Hindu yang mereka yakini (Pudja, 19977:192).

Komponen ini terdiri dari pernyataan tersebut berturut-turut adanya penaatan dari
warga, kebiasaan pergaulan hidup yang dihormati, dan output berupa kebiasaan
tolong-menolong.

Ide-ide untuk mematuhi norma sosial dan norma agama, sehingga melahirkan
perilaku sosial yang tolong menolong, seperti terdapat dalam komponen tersebut
di atas merupakan ide-ide yang melahirkan hukum adat. Dengan demikian
terdapat hubungan berantai dan estafet : dari hukum Hindu menjiwai hukum adat,
dan penjiwaan itu mengalir juga menjiwai kebiasaan. Pembuktian adanya
pengaruh hukum Hindu terhadap adat telah terbukti sejak berdirinya kerajaan
Hindu di Indonesia. Penguatan ini diberikan oleh Gde Pudja ketika membahas
dimulainya pertumbuhan hukum Hindu. 

Gde Pudja mengatakan, bagian-bagian dari sejarah dan pasal-pasal dalam


Dharmasastra dialihkan dan digunakan sebagai hukum pada masa kerajaan Hindu
di Indonesia. Bukan pada masa Hindu saja, karena secara tidak disadari bahwa
hukum Hindu itu masih tetap berlaku dan berpengaruh pula dalam hukum positif
di Indonesia melalui bentuk-bentuk hukum adat. Bentuk secara kasat mata dengan
kehidupan hukum Hindu yang paling nyata masih terasa sangat berpengaruh
adalah bentuk hukum adat di Bali dan lombok, sebagai hukum yang berlaku
hanya bagi golongan Hindu semata-mata (Pudja, 1977:34).
Berbagai pengaruh hukum Hindu terhadap hukum adat sebagaimana contoh yang
dikedepankan di atas, menunjukkan skala pengaruh hukum Hindu terhadap
hukum adat pada dimensi “Pawongan” dan ”palemahan”. Adanya pengaruh
hukum Hindu terhadap hukum adat, tidak dimaksudkan untuk mengatakan bahwa
hukum adat itu tidak ada. Gde Pudja mengatakan, hukum adat haruslah tetap ada,
sebagai kaidah yang asli pada masyarakat primer. Namun sejauh ini pembuktian
untuk membedakan hukum adat dengan hukum Hindu, belum banyak dilakukan.
Kalau ada, penulisan ini belum sampai melihat kemungkinan bahwa hukum itu
bersumber pada Hukum Hindu. (Pudja, 1977:34).

Anda mungkin juga menyukai