Om Swastyastu
Puja dan Puji Syukur saya panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa /
Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena atas Asung Kertha Wara NugrahanNya lah
makalah yang berjudul “Hukum Hindu” ini dapat terselesaikan tepat pada
waktunya.
Saya menyadari bahwa isi makalah ini masih banyak kekuraangan, untuk
itu saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua
pihak.
Semoga makalah yang saya buat ini dapat bermamfaat dan berguna untuk
para pembaca.
Om Santih, Santih, Santih Om
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
Pembahasan
Kodifikasai Veda
PENGELOMPOKAN WEDA
Menurut Maha Rsi Manu berdasarkan kitab manavadharmasastra II.6
dan II.10 veda Kodifikasai Veda dimulai saat ilmu menulis dikenal ± 800 SM
1. Veda Sruti merupakan kelompok Veda yang berisi wahyu Tuhan, Veda yang
sebenarnya ,Veda Originar.
2. Veda Smrti merupakan kelompok Veda yang berisi penjelasan terhadap sruti,
Veda manual.
KODIFIKASI WEDA :
MENURUT WEDA SRUTI
A. Kodifikasi Veda Menurut mantra:
1. RG. VEDA
Merupakan kumpulan mantra yang memuat ajaran umum dalam bentuk pujaan.
Rg. Veda disusun oleh Maharsi Vyasa dengan meruidnya Maharsi Paila/Pulaha.
2. SAMA VEDA
Merupakan nyanyian pujaan kepada Tuhan Yang Maha Esa (SAMAN).
Sama Veda disusun oleh Maharsi Vyasa
3. YAJUR VEDA
Merupakan korban suci yang tulus iklas kehadapan Tuhan beserta ManifestasiNya
(YAJUS)
Yajur Veda disusun oleh Maharsi Vyasa bersama muridnya Maharsi
Vaisampayana.
Yajurveda dibedakan menjadi dua yaitu:
1. Sukla Yajurveda (yajurveda putih
2. Krsna Yajurveda (yajurveda Hitam)
4. ATHARVA VEDA
Merupakan himpunan Atharvan pengetahuan suci yang bermanfaat bagi
kehidupan (MAGIS).
Atharva
Brahmana Veda disusun oleh Maharsi Vyasa bersama muridnya Maharsi
sumantu.
B. Kodifikasi weda menurut Brahmana
1. Aitareya
2. Kausitaki Brahmana
3. Tandya Brahmana / Panca Wimsa (memuat legenda atau cerita rakyat yang
dirangkai dengan upacara yadnya).
C. Kodifikasi weda menurut Upanisad
Upanisad mengandung ajaran duduk dibawah dekat kaki guru untuk
mendengarkan Wejanganajarannya (Jnana Kanda).
Upanisad terlahir dari system Sakha (Vedic School) setiap sakha merupakan satu
upanisad.
MENURUT WEDA SMERTI
1. SIKSA
Memuat petujuk tentang cara yang tepat dalam pengucapan mantra serta tinggi
rendah tekanan suara. Buku SIKSA disebut Prattisakhya.
2. WYAKARANA
Tata bahasa Akrena untuk mengerti dan memahami Veda Sruti dengan bantuan
pengertian dan bahasa yang benar (Panini,Patanjali,Yaska).
3. CHANDA
Membahasa aspek ikatan bahasa yang disebu lagu . Buku tentang Chanda ada 2
yaitu Nidanasutra dan Chandasutra yang dihimpun Maharsi Pinggala.
4. NIRUKTA
Penafsiran Autentik mengenal kata-kata dalam Veda; Dihimpun oleh Maharsi
Yaska ± 800 SM.
Nirukta membahas Naighantukakanda, memuat kata-kata yang sama artinya.
Naighamakanda (Aikapadika) memuat kata-kata yang berarti ganda.
Daiwataanda menghimpun nama Dewa yang ada di angkasa bumi dan sorga.
5. JYOTISA
Pokok-pokok ajaran Astronomi sebagai pedoman melakukan Yadnya . Buku
Jyotisa yang ada Jyotisawe (Yajur Veda + Rg. Veda).
6. KALPA
Bidang Srauta tata cara melakukan Yadnya, penebusan Dosa, Upacara
Keagamaan dari besar, kecil atau sehari-hari.
AYURVEDA
Ilmu kedokteran Hindu yang merupakan Filsafat kehidupan etis maupun medis.
A. Perkembangan Hukum Hindu
Hukum Hindu adalah sebuah tata aturan yang membahas aspek kehidupan
manusia secara menyeluruh dan menyangkut tata keagamaan ,mengatur hak dan
keajaiban manusia baik sebagai individu ,sebagai makhluk sosial dan aturan
manusia sebagai arga Negara (Tata Negara). Nama-
nama para maharsi sebagai penulis Hukum Hindu diantaranya;
Gautama
Baudhayana
Shanka-likhita
Wisnu
Aphastamba
Harita
Wikana
Paitinasi
Usanama
Kasyapa
Brhraspati
Manu
Beberapa aliran Hukum Hindu diantaranya:
1. Aliran Yajnyawalkya oleh Yajnyawalkya.
2. Aliran Mithaksara oleh Wijnaneswara.
3. Aliran Dayabhaga oleh Jimutawahana.
Dari ketiga tersebut akhirnya keberadaan Hukum Hindu dapat berkembang
dngan pesat khususnya di wilayah india dan sekitarnya du aliran yang terakhir
yang mendapat perhatian khusus dan dengan penyebarannya yang sangat luas
yaitu aliran yajnya Walkya dan aliran Wijnanes Wara. Dalam ilmu hukum
dibedakan antara statuta law dengan common law atau natural law yaitu :
Statuta law adalah hukum yang dibentuk dengan sengaja oleh penguasa
Common law natural law adalah hukum alam yang ada secara ilmiah.
Unsur –Unsur yang terpenting dalam peraturan hukum memuat dua hal
yaitu :
1. Unsur yang bersifat mengatur atau normative
2. Unsur yang bersifat memaksa atau refresif
Bagi umat beragama yang juga merupakan warga Negara maka. Harus tunduk
kepada dua kekuasaan hukum yaitu :
1. Hukum yang bersumber pada perundang-undangan Negara, seperti
UUD,UUP,UU dan Peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya.
2. Hukum yang bersumber dari kicab suci sesuai agama yang dianut.
Berikut ini dapat disajikan beberapa sloka dari kitab suci yang menggariskan
Veda sebagai sumber hukum yang bersifat universal, antara lain sebagai berikut:
Terjemahan:
Tetapi serahkanlah saya kepada seorang brahmana yang anda ketahui pasti bahwa
ia orang yang sudah suci, yang bisa mengendalikan panca indranya, berbudi baik
dan tekun (Manawa Dharmasastra, II.115).
Terjemahan:
Veda adalah mata yang abadi dari para leluhur, Deva-Deva, dan manusia;
peraturan-peraturan dalam Veda sukar dipahami manusia dan itu adalah kenyataan
yang pasti (Manawa Dharmasastra, XII.94).
3. “Ya veda vàhyà småtayo yàs ca kàs ca kudåûþayaá, sarvàsta niûphalàá
pretya tamo niûþhà hi tà småtàá”
Terjemahan:
Semua tradisi dan sistem kefilsafatan yang tidak bersumber pada Veda tidak akan
memberi pahala kelak sesudah mati karena dinyatakan bersumber dari kegelapan
(Manawa Dharmasastra, XII.95).
Terjemahan:
Semua ajaran yang timbul, yang menyimpang dari Veda segera akan musnah,
tidak berharga dan palsu karena tak berpahala (Manawa Dharmasastra, XII. 96)
dalam (Mudana dan Ngurah Dwaja, 2015:84).
5. “Vibhartti sarva bhùtàni veda úàstraý sanàtanam, tasmàd etat param manye
yajjantorasya sàdhanam”.
Terjemahan:
Ajaran Veda menyangga semua makhluk ciptaan ini, karena itu saya berpendapat,
itu harus dijunjung tinggi sebagai jalan menuju kebahagiaan semua insan
(Manawa Dharmasastra, XII. 99).
Terjemahan:
Panglima angkatan bersenjata, Pejabat pemerintah, Pejabat pengadilan dan
penguasa atas semua dunia ini hanya layak kalau mengenal ilmu Veda itu
(Manawa Dharmasastra, XII.100).
Terjemahan:
Karena dosa dan kehancuran keluarga ini membawa keruntuhan bagi hukum
golongan (varna dharma), kebiasaan keluarga dan hukum keluarga hancur untuk
selama-lamanya, (Bhagawadgìtà, I.43) dalam (Mudana dan Ngurah Dwaja,
2015:85).
Terjemahan:
Terjemahan:
Terjemahan:
11. “Yaá pàvamànir adhyeti åûibhiá saý bhåaý rasam. sarvaý sa pùtam aúnati
svaditaý màtariúvanà”
Terjemahan:
Terjemahan:
‘Siapapun juga yang mempelajari mantram-mantram veda yang suci yang berisi
intisari pengetahuan yang diperoleh para rsi, Devi pengetahuan (yakni Sang
Hyang Saraswati) menganugerahkan susu, mentega yang dijernihkan, madu dan
minuman Soma (minuman para Deva)’(Ågveda IX.67.32).
Pada gejala umum yang terjadi di Bali yakni keterkaitan agama dengan adat,
adalah bukti adanya pertautan agama dengan salah satu aspek kehidupan manusia.
Tjokorde Raka Dherana mengatakan, agama dan adat terjalin erat satu dengan
yang lainnya, saling pengaruh-mempengaruhi. Karenanya pelaksanaan agama
disesuaikan dengan keadaan tempat yang telah dan sedang berlaku. Penyesuaian
yang dimaksud di mana bersifat membenarkan dan memperkuat adat setempat
sehingga menjadikan kemudian suatu “adat Agama” yaitu suatu penyelenggaraan
agama yang disesuaikan dengan adat setempat (Dherana, 1984:18).
Pembuktian adanya pengaruh hukum Hindu menjiwai hukum adat telah terbukti
sejak berdirinya kerajaan Hindu di Indonesia. Penguatan ini diberikan oleh Gde
Pudja ketika membahas dimulainya pertumbuhan hukum Hindu. Pudja
mengatakan, bagian-bagian dari ajaran-ajaran Hindu dan pasal-pasal dalam
Dharmasastra telah disesuaikan dan dipergunakan sebagai hukum pada masa
kerajaan Hindu di Indonesia. Bahkan bukan pada masa kerajaan Hindu saja,
karena secara tidak disadari bahwa hukum itu masih tetap berlaku dan
berpengaruh pula dalam hukum positif di Indonesia melalui bentuk-bentuk hukum
adat. Bentuk acara Hukum dan kehidupan hukum Hindu yang paling nyata terasa
sangat berpengaruh adalah bentuk hukum adat di Bali dan lombok, sebagai hukum
yang berlaku hanya bagi golongan Hindu semata-mata (Pudja, 1977:34).
Dalam berbagai penelitian dan penulisan Hukum Adat, baik dalam bidang hukum
pidana, dalam bidang hukum perdata terutama hukum waris, hukum kekeluargaan
dan perkawinan yang dikatakan hukum adat, semuanya ternyata hukum Hindu.
Baik pengertian, istilah-istilah yang dipakai maupun dasar filosofinya delapan
belas titel hukum atau astadasa wyawahara, pembagian 12 jenis anak, berbagai
jenis pidana adat seperti brahmantia, wakparusia, sahasa dan sebaginya.
Semuanya merupakan hukum agama, ini berarti hukum Adat sebagian besar
adalah hukum agama, yakni hukum adat itu sebagian besar adalah hukum agama
Hindu (Pudja, 1997:34-35) dalam (Mudana dan Ngurah Dwaja, 2015:91).
Hukum adat menduduki orbit yang sentral dan telah berperan dominan dalam
suatu lingkungan budaya tertentu, yakni lingkungan masyarakat adat yang
mendukungnya. Konsekuensi dari peran yang dominan itu menjadikan hukum
Adat semakin mengakar dan melembaga dalam interaksi sosial masyarakatnya,
dalam arti bahwa kepatuhan masyarakat terhadap Hukum Adat tersebut tidak
dapat dibantahkan.
Konsekuensi lainnya adalah membawa akibat yang sangat fatal, di mana mulai
muncul tokoh-tokoh hukum adat yang tidak lagi menerima anggapan bahwa
hukum adat bersumber kepada hukum Hindu, berkesempatan mengemukakan
hasil penelitiannya. Gde Pudja lebih jauh mengemukakan, “Hukum Hindu- lah
yang merupakan sumber dasar dari Adat di Indonesia terutama di daerah- daerah
di mana pengaruh Hindu itu sangat besar. Untuk daerah Bali dan Lombok,
pembuktian itu tidaklah begitu sulit, karena seluruh pola pemikiran dan tata
kehidupan masyarakat yang beragama Hindu, tetap mendasarkan pada ajaran-
ajaran Agama Hindu yang mereka yakini (Pudja, 19977:192).
Komponen ini terdiri dari pernyataan tersebut berturut-turut adanya penaatan dari
warga, kebiasaan pergaulan hidup yang dihormati, dan output berupa kebiasaan
tolong-menolong.
Ide-ide untuk mematuhi norma sosial dan norma agama, sehingga melahirkan
perilaku sosial yang tolong menolong, seperti terdapat dalam komponen tersebut
di atas merupakan ide-ide yang melahirkan hukum adat. Dengan demikian
terdapat hubungan berantai dan estafet : dari hukum Hindu menjiwai hukum adat,
dan penjiwaan itu mengalir juga menjiwai kebiasaan. Pembuktian adanya
pengaruh hukum Hindu terhadap adat telah terbukti sejak berdirinya kerajaan
Hindu di Indonesia. Penguatan ini diberikan oleh Gde Pudja ketika membahas
dimulainya pertumbuhan hukum Hindu.