Anda di halaman 1dari 6

LAPORAN PRAKTEK

PEMBUATAN SANGGAH CUCUK

ANGGOTA KELOMPOK :
I GUSTI NGURAH SUCAHYA SATRIA ADI PRATAMA (01-0006-0010-7)
I KADEK YUDI PRASETYA (01-0006-0013-4)
I KADEK DWI MULYANA PUTRA (01-0006-0012-5)
IDA BAGUS PUTU RYAN PARAMASATYA PUTRA (01-0006-0016-9)

IX-1

SMP NEGERI 6 DENPASAR


TAHUN AJARAN 2018/2019

KELOMPOK 1 (LAKI-LAKI)
BAGIAN I

A. Tujuan Penulisan Laporan

Tujuan kami dalam membuat dan menyusun lapran mengenai pembuatan


sanggah cucuk ini adalah ingin menambah pengetahuan dan wawasan tentang cara
membuat sanggah cucuk dan makna yang ada di dalamnya.

B. Manfaaat Penulisan Laporan

Pembahasan ini dimaksudkan untuk memberikan evaluasi terhadap hasil kerja


kelompok kami dalam membuat sanggah cucuk dan memahami makna yang ada di
dalamnya

BAGIAN II

A. Pengertian dan Makna Sanggah Cucuk

Sanggah cucuk berpenampang segitiga yang memiliki tangkai yang ditancapkan ke


tanah. Sanggah cucuk merupakan sarana untuk bhuta yadnya dengan sarana
korban suci binatang unggas ayam.

Bentuk segitiga melambangkan tiga kekuatan Ida Sang Hyang Widhi sebagai
kekuatan menguji keimanan manusia di dunia yang disebut Tri Mala Paksa

Kata cucuk berasal dari kata cuta yang berarti Nista atau Kotor yang berubah bunyi
menjadi cutaka, agar memiliki arti maka cutaka menjadi cuntaka yang berarti
MALA

Kata TRI MALA PAKSA memiliki arti adanya tiga kecendrungan yang menimpa
kehidupan mahluk di dunia, khususnya manusia. TRI MALA PAKSA terdiri dari :
Bhuta, Kala, dan Durga. Ketiga kekuatan itu merupakan manifestasi dari Panca
Maha Bhuta dan bersumber dari “Pertiwi TATTWA”

Satu Tangkai bambu sanggah cucuk yang ditancapkan ketanah adalah simbul sikap
mesuku tunggal dan memiliki sifat kroda (memurti), sehingga ketiga kekuatan
tersebut dapat menggangu keseimbangan antara bhuana agung dan bhuana alit.
Dengan terganggunya keseimbangan tersebut, maka mullah gejala – gejala yang
dirasakan oleh manusia sebagai penderitaan atau kesakitan yang disebut Bucari
Jadi Tiga kekuatan mengganggu tersebut diberi sebutan bhuta bucari,kala
bucari,durga bucari yang dinetralisir oleh tiga kekuuatan Sang Hyang Widhi yaitu,
bhuta hita, kala hita, durga hita

Jadi, sanggah cucuk tersebut adalah sebagai simbul stananya Sang Hyang Ibu
Pertiwi yang menjadi kekuatan penetralisir dari kekuatan mengganggu diatas
dengan swabhawa sebagai “Sang Hyang Sri Basunari”.

B. Fungsi Sanggah Cucuk

Sanggah cucuk bisa dikerjakan/bisa dibuat oleh setiap orang yang bisa
mengerjakannya. Jadi tidak dikerjakan oleh orang-orang tertentu saja. Dalam
pementasan teater tradisional Calonarang mempunyai fungsi simbolis di samping
fungsi estetis dan fungsi religius.

Fungsi simbolis dari sanggah cucuk dalam teater tradisional Calonarang adalah
sebagai tanda dalam pementasan teater itu ada bagian (episode) yang menceritakan
tentang upacara penguburan mayat. Episode tersebut menceritakan keadaan suatu
daerah tertentu terkena wabah “kegeringan atau gerubug” sebagai akibat dari
perbuatan ilmu hitam yang disebarkan oleh seorang janda yang bernama “Rangda
Ing Dirah”.

Ketika terjadi gerubug itu banyak penduduk yang meninggal dunia dan setiap
penduduk yang meninggal itu harus segera dikuburkan. Di dalam upacara
penguburan mayat inilah diperlukan sarana upacara antara lain seperti sanggah
cucuk.

Fungsi estetis dari sanggah cucuk dalam pementasan teater tradisional Calonarang
adalah terletak pada bentuk yang dibuat sedemikian rupa sehingga kelihatan indah
dan serasi dengan suasana panggung dalam episode cerita yang ditampilkan.

Disamping kedua fungsi tersebut di atas sanggah cucuk juga mempunyai fungsi
lain yaitu fungsi religius. Dalam fungsi ini sanggah cucuk berfungsi sebagai sarana
upacara-upacara yadnya antara lain:
1. Dalam uacara Dewa Yadnya seperti upacara Medus Agung maupun Medudus
Alit. Di dalam rentetan upacara tersebut di atas diadakan “mepekideh” yang
dilaksanakan pada “Sanga Mandala” atau pada kesembilan tata zoning yaitu pada
delapan penjuru mata angin. Ditengah-tengah penjuru tersebut sebagai pusatnya.
Pada kesembilan tata zoning itulah ditempatkan sanggah cucuk tersebut.
2. Dalam upacara Bhuta Yadnya sanggah cucuk dipergunakan mulai dari tingkat
upacara yang paling kecil sampai tingkat yang terbesar (dari upacara Caru Ekasata
sampai Tawur Kesanga).
3. Dalam upacara Manusa Yadnya, sanggah cucuk dipergunakan dalam upacara
ketika bayi lahir (sanggah cucuk ditempatkan di atas tempat menanam ari-ari si
bayi).
4. Dalam upacara Pitra Yadnya sanggah cucuk dipergunakan dalam upacara
Maligia, Memukur, Nyekah dan sebagainya.
BAGIAN III
PROSES PEMBUATAN SANGGAH CUCUK

A. Alat dan Bahan

1. Bambu
2. Gergaji
3. Tali

B. Langkah Pembuatan Sanggah Cucuk

1. Ruas batang bambu yang telah dipilih dipotong-potong dengan ukuran 120 cm.
Potongan ini nantinya dipergunakan sebagai tiang dari sanggah cucuk itu.
2. Bagian atas dari potongan bambu tadi dibelah menjadi empat dengan ukuran
belahan kira-kira 35 cm.
3. Dari masing-masing belahan itu lebih kurang 5 cm dari ujung belahan tu
dibuat “cekak” (lubang sebagai tempat menaruh kelatkat).
4. Setelah pekerjaan pertama tadi selesai kemudian dilanjutkan dengan membuat
kelatkat (anyaman bambu berbentuk segi empat). Kelatkat ini dibuat dari ruas-ruas
bambu yang telah diraut dengan ukuran 35 cm. Kemudian potongan-potongan tadi
dianyam sedemikian rupa hingga merupakan segi empat sama sisi. Kelatkat
semacam ini dibuat sebanyak tiga buah.
5. Salah satu kelatkat kemudian dipasang pada belahan tiang bambu yang sudah
dicekak, selanjutnya di bagian kiri dan kanannya dipasang dua buah kelatkat lagi
dan kedua ujung dari kedua kelatkat tersebut ditemukan diatas, sehingga
membentuk suatu segitiga.
6. Kemudian salah satu lubang di bagian belakang segi tiga itu ditutup dengan
sebuah kelatkat lagi yang bentuknya segitiga dengan ukuran yang lebih kecil,
sehingga bagian atas sanggah cucuk ini tinggal satu lubang lagi yaitu lubang
bagian depannya yang merupakan pintu untuk memasukkan “banten” (sesajen).
KESIMPULAN

Sanggah cucuk adalah sebagai simbul stananya Sang Hyang Ibu Pertiwi
yang menjadi kekuatan penetralisir dari kekuatan mengganggu diatas dengan
swabhawa sebagai “Sang Hyang Sri Basunari”. Sanggah cucuk bisa
dikerjakan/bisa dibuat oleh setiap orang yang bisa mengerjakannya. Jadi tidak
dikerjakan oleh orang-orang tertentu saja.

Anda mungkin juga menyukai