Anda di halaman 1dari 1

SANG BHUTA JINGGA

Sinopsis Ogoh-ogoh Seka Truna Bhakti Asih Banjar Teba Jimbaran

Om Swastyastu.
Umat Hindu di Bali, memiliki keyakinan bahwa, untuk menjaga keseimbangan alam, dan untuk
mewujudkan hubungan yang harmonis, antara manusia dengan alam lingkungannya, dapat dilakukan
dengan mempersembahkan, upacara Bhuta yadnya, yang disebut dengan Caru atau Tawur. Berbagai
jenis carupun dipergunakan, dengan kurban binatang sebagai sarana upakara, salah satunya adalah Caru
Panca Kelud, yang dipersembahkan kepada salah satu Bhuta yang menjadi kekuasaan Sanghyang Rudra
yaitu Bhuta Jingga.

Itulah yang menginspirasi kami, Seka Truna, Bhakti Asih Banjar Teba Jimbaran, Kecamatan Kuta Selatan,
untuk memvisualisasikan dalam bentuk Ogoh-ogoh, yang diberi nama ‘SANG BHUTA JINGGA”.

Ogoh-ogoh Sang Bhuta Jingga, yang wujudnya menyerupai raksasa, dimana terinspirasi ketika
Sanghyang Rudra, dari arah Barat Daya memurti dalam bentuk Bhuta Kala, yang mengganggu
keseimbangan dan keharmonisan alam beserta isinya, akibat ulah manusia, yang hanya mengambil
unsur-unsur alam, tanpa pernah mengembalikan atau melestarikannya kembali.

Untuk dapat mewujudkan keseimbangan alam, atau keharmonisan antara manusia dengan alam
lingkungannya. Dengan keterbatasan yang dimilikinya, maka dipakailah, sebagai penggantinya Asu
Bang Bungkem, dengan persembahan caru berupa binatang, semua ini, yang mengingatkan manusia,
agar menyadari bahwa, dirinya sebagai makhluk sosial, yang artinya bukan manusia saja yang menikmati
alam, melainkan ada makhluk lain, yang tidak bisa dilihat dengan kasat mata, dan yang dapat dilihat
dengan kasat mata, seperti hewan dan tumbuhan. Kalau alam tidak dirawat, dijaga dan dikelola dengan
baik, Niskala dan Sekala, maka akan menimbulkan bencana kehidupan di alam ini.

Oleh karena itu, salah satu pecaruan atau tawur yang dipersembahkan adalah caru atau tawur, berupa
Asu Bang Bungkem, karena caru Asu Bang Bungkem ini, merupakan simbol dari Bhuta Kala. Asu Bang
Bungkem, yang di bawah kekuasaan Sanghyang Rudra, seperti Bhuta Jingga. Bahkan, dalam Lontar
Bhama Kertih penggunaan Asu Bang Bungkem, sebagai sarana utama dalam caru Panca Sanak, caru
Panca Kelud, maupun Caru Rsi Gana, yang dimaksudkan untuk manyomya (menyeimbangkan) Bhuta
Jingga, yang tempatnya dalam pangider-ider di Neriti atau Barat Daya agar kembali menjadi Sang
Hyang Rudra, sehingga alam kembali menjadi seimbang dan harmonis.

Demikian sekelumit sinopsis tentang Visualisasi Ogoh-ogoh kami dengan Tema “SANG BHUTA
JINGGA”

Om Shanti Shanti Shanti Om.

Anda mungkin juga menyukai